bab 1234 ppb baru

50
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penyesuaian peran seorang wanita yang menjadi ibu baru setelah melahirkan tidak selalu sama seperti pada gambaran seorang ibu yang menatap wajah bayinya penuh cinta dan bahagia. Ada pula kasus dimana seorang ibu setelah melahirkan menolak melihat, menyentuh bahkan tidak mau berkontak dengan bayi yang telah dilahirkannya. Bahkan ada pula yang menjadi benci pada suaminya, merasa tidak percaya diri, cemburu dan rasa ditinggalkan, ada pula seorang ibu yang merasa bersaing dengan kehadiran bayi baru diantara ia dan suaminya, inilah yang dimaksud dengan keadaan postpartum blues (Kompas, 2012). Prevalensi postpartum blues di Tanzania sebanyak 80% sementara di Jepang 8%. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kriteria diagnosis dan metodologi penelitian yang berbeda pada masing- masing penelitian. Di Asia, prevalensi terjadinya depresi pasca persalinan antara 3,5% hingga 63,3% dimana Malaysia dan Pakistan menjadi peringkat yang terendah dan tertinggi. Psikosis pasca persalinan sudah dikenal sejak jaman Hipokrates, kejadian ini relatif jarang. Meskipun angka kejadiannya 1–4 per1000 kelahiran, psikosis pasca persalinan

Upload: merry-kristin-waruwu

Post on 12-Dec-2014

126 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1234 Ppb Baru

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses penyesuaian peran seorang wanita yang menjadi ibu baru

setelah melahirkan tidak selalu sama seperti pada gambaran seorang ibu yang

menatap wajah bayinya penuh cinta dan bahagia. Ada pula kasus dimana

seorang ibu setelah melahirkan menolak melihat, menyentuh bahkan tidak

mau berkontak dengan bayi yang telah dilahirkannya. Bahkan ada pula yang

menjadi benci pada suaminya, merasa tidak  percaya diri, cemburu dan rasa

ditinggalkan, ada  pula seorang ibu yang merasa bersaing dengan kehadiran

bayi baru diantara ia dan suaminya, inilah yang dimaksud dengan keadaan

postpartum blues (Kompas, 2012).

Prevalensi postpartum blues di Tanzania sebanyak 80% sementara di

Jepang 8%. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kriteria diagnosis dan

metodologi penelitian yang berbeda pada masing-masing penelitian. Di Asia,

prevalensi terjadinya depresi pasca persalinan antara 3,5% hingga 63,3%

dimana Malaysia dan Pakistan menjadi peringkat yang terendah dan tertinggi.

Psikosis pasca persalinan sudah dikenal sejak jaman Hipokrates, kejadian ini

relatif jarang. Meskipun angka kejadiannya 1–4 per1000 kelahiran, psikosis

pasca persalinan merupakan salah satu kasus kegawat daruratan di bidang

obstetri (Stone & Menken, 2008).

Secara global diperkirakan 20% wanita melahirkan menderita

postpartum blues. Di Belanda tahun 2001 diperkirakan sekitar 2-10% ibu

melahirkan mengidap gangguan ini. Suatu penelitian di negara yang pernah di

lakukan seperti di Swedia, Australia, dan Indonesia dengan menggunakan

EDPS (Endinburg Postnatal Depresion Scale) tahun 1993 menunjukkan 73%

wanita mengalami postpartum blues (Indocina, 2008).

Postpatum Blues merupakan periode emosional stres yang terjadi

antara hari ke-3 dan ke-10 setelah persalinan yang terjadi 80% pada ibu

postpartum. Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kondisi ini, yaitu:

1. Perubahan kadar hormon yang terjadi secara cepat.

Page 2: Bab 1234 Ppb Baru

2

2. Ketidaknyamanan yang tidak diharapkan (payudara bengkak, nyeri

persalinan).

3. Kecemasan setelah pulang dari rumah sakit atau tempat bersalin.

4. Menyusui ASI.

5. Perubahan pola tidur (Bahiyatun, 2009).

Tidak ada perawatan khusus untuk postpartum blues jika tidak ada

gejala yang signifikan. Empati dan dukungan keluarga serta staf kesehatan

diperlukan. Jika gejala tetap ada lebih dari 2 minggu diperlukan bantuan

profesional (Bahiyatun, 2009).

Post partum blues akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu 10

hingga 14 hari pascapartum. Kurangnya pemahaman para suami tentang

keadaan postpartum blues (baby blues) seringkali menimbulkan kesalah

pahaman keluarga baru.  Seorang suami hendaknya memberikan dukungan

mental dan membesarkan hati istri agar perlahan-lahan mampu menerima

perubahan baru dalam kehidupannya sebagai seorang ibu.

Membantu merawat bayi dan memberikan waktu tidur istirahat yang cukup

selama masa postpartum blues berlangsung dan ketika ada waktu senggang

membantu meringankan keluhan ringan akibat keletihan melewati proses

persalinan dengan pijatan ringan dibahu dan punggung akan menciptakan

hubungan yang harmonis dan menentukan apakah seorang ibu pascabersalin

akan mampu melewati masa postpartum blues tersebut dengan aman

(Kompas, 2012).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan asuhan keperawatan

post partum dengan komplikasi postpartum blues.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui proses adaptasi psikologis ibu post partum

2. Mengetahui definisi postpartum blues

3. Mengetahu etiologi postpartum blues

4. Mengetahui manifestasi klinis postpartum blues

5. Mengetahui patofisiologi postpartum blues

Page 3: Bab 1234 Ppb Baru

3

6. Mengetahui WOC postpartum blues

7. Mengetahui pemeriksaan postpartum blues

8. Mengetahui penatalaksanaan postpartum blues

9. Mengetahui komplikasi postpartum blues

10. Mengetahui prognosis postpartum blues

11. Mengetahui pencegahan postpartum blues

12. Mengetahui dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien

postpartum dengan komplikasi dengan postpartum blues

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Teori

Mengetahui definisi etiologi, patofisiologi, dan manifestasi klinis

terhadap pasien dengan postpartum blues sehingga pengembangan ilmu

keperawatan khususnya keperawatan reproduksi II dapat tercapai.

1.3.2 Manfaat Praktisi

Sebagai perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien

dengan postpartum blues.

Page 4: Bab 1234 Ppb Baru

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adaptasi Psikologis Ibu Post Partum

Periode post partum menyebabkan stress emosional terhadap ibu baru,

bahkan lebih menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang hebat. Faktor-

faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua

pada masa postpartum, yaitu:

1. Respons dan dukungan dari keluarga dan teman

2. Hubungan antara penga;ama melahirkan dan harapan serta aspirasi

3. Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lain.

4. Pengaruh budaya (Bahiyatun, 2009).

Satu atau dua hari postpartum, ibu cenderung pasif dan tergantung. Ibu

hanya menuruti nasihat, ragu-ragu dalam membuat keputusan, masih berfokus

untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, masih menggebu membicarakan

pengalaman bersalin. Periode ini diuraikan oleh Rubin terjadi dalam tiga

tahap, yaitu:

1. Taking in

a. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu pada umumnya

pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan

tubuhnya.

b. Ibu akan mengulang-ulang pengalamannya waktu bersalin dan

melahirkan.

c. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mencegah gangguan tidur.

d. Peningkatan nutrisi mungkin dibutuhkan karena selera makan ibu

biasanya bertambah. Nafsu makan yang kurang menandakan proses

pengambilan kondisi ibu tidak berlangsung normal.

2. Taking hold

a. Berlangsung 2-4hari postpartum. Ibu menjadi perhatian pada

kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan meningkatkan

tanggung jawab terhadap janin.

b. Perhatian fungsi-fungsi tubuh (missal eliminasi).

Page 5: Bab 1234 Ppb Baru

5

c. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan merawat bayi,

misalnya menggendong dan menyusui. Ibu agak sensitive dan merasa

tidak mahir dalam melakukan hal tersebut, sehingga cenderung

menerima nasihat bidan karena ibu terbuka untuk menerima

pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi.

3. Letting go

a. Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh terhadap

waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.

b. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayinya. Ibu harus

beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung pada

ibunya yang menyebabkan berkurangnya hak ibu dalam kebebasan dan

berhubungan sosial.

c. Pada periode ini umumnya terjadi depresi postpartum (Bahiyatun,

2009).

2.2 Definisi PostPartum Blues

Post partum blues atau baby blues adalah periode emosional stress

yang terjadi antara hari ke-3 dan ke-10 setelah persalinan yang terjadi 80%

pada ibu postpartum. Karakteristik kondisi ini adalah iritabilitas meningkat,

perubahan mood, cemas, pusing, serta perasaan sedih dan sendiri (Bahiyatun,

2009).

Postpartum blues atau baby blues disebut pula third day blues.

Sindrom ini muncul karena adanya perubahan hormonal yang di alami wanita

3-4 hari setelah melahirkan. Setelah melahirkan hormone esterogen dan

progesterone akan menurun drastic sehingga emosi menjadi tidak stabil.

Wanita yang terkena baby blues umumnya merasakan perasaan sedih dan

senang silih berganti dalam waktu singkat.

Baby blues adalah suatu gangguan psikologis sementara yang ditandai

dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama pascapersalinan. Penderita

akan merasakan suasana hati yang berbahagia namun menjadi labil (Suwignyi

& Chakrawati, 2010).

Postpartum blues adalah salah satu bentuk perubahan perilaku dan

respon psikologis terhadap perubahan peran menjadi seorang ibu. Beberapa

Page 6: Bab 1234 Ppb Baru

6

kasus postpartum bluestidak hanya ditemukan pada kelahiran pertama kali,

namun dapat pula terjadi pada kasus persalinan kedua atau berikutnya.

(Kompas, 2012).

2.3 Etiologi Postpartum Blues

Penyebab baby blues adalah perubahan hormonal di dalam tubuh

wanita setelah melalui persalinan. Selama menjalani kehamilan, berbagai

hormone dalam tubuh ibu meningkat seiring pertumbuhan janin. Setelah

melalui tahap persalinan, jumlah produksi berbagai hormone seperti esterogen,

progesterone dan endorphin mengalami perubahan yang dapat mempengaruhi

kondisi emosional ibu. Kelelahan fisik dan rasa sakit setelah persalinan, air

susu yang belum keluar sehingga bayi rewel dan payudara yang membengkak,

serta dukungan moril yang kurang dapat menjadi alasan timbulnya baby blues

(Suwignyi & Chakrawati, 2010).

Penyebab postpartum blues lainnya adalah kekecewaan emosional

yang mengikuti rasa puas dan takut yang dialami kebanyakan wanita selama

kehamilan dan persalinan, rasa sakit masa nifas awal, kelelahan karena kurang

tidur selama persalinan dan postpartum di rumah sakit, kecemasan tentang

kemampuannya merawat bayi setelah meninggalkan rumah sakit serta

ketakutan tentang penampilan yang tidak menarik lagi bagi suaminya

(Bahiyatun, 2009).

Emosi yang labil ditingkatkan oleh ketidaknyamanan fisik (misalnya

rasa sakit setelah melahirkan, sakit karena jahitan dan kurang tidur)

(Bahiyatun, 2009).

Faktor-faktor yang berperan menyebabkan post partum blues, yaitu:

1. Perubahan kadar hormone yang terjadi secara cepat

Penurunan kadar esterogen dan progesterone yang tiba-tiba dapat menjadi

bagian penting pada postpartum blues

2. Ketidaknyamanan yang tidak diharapkan (payudara bengkak, nyeri

persalinan)

3. Kecemasan setelah pulang dari rumah sakit atau tempat bersalin.

4. Menyusui

5. Perubahan pola tidur (Bahiyatun, 2009).

Page 7: Bab 1234 Ppb Baru

7

6. Umur relatif muda (kurang dari 20 tahun)

7. Hamil tanpa suami/yang bertanggung jawab tidak jelas.

8. Jumlah keluarga yang besar sehingga kurang mendapat perhatian.

9. Pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah (Manuaba, 2007).

10.  Tuntutan atas jenis kelamin tertentu dalam suatu adat masyarakat.

11. Korban perkosaan (Kompas, 2012).

2.4 Manifestasi Postpartum Blues

Gejala–gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap

seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari

setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya:

1. Merasa bersalah

2. Gelisah-susah tidur

3. Mudah tersinggung

4. Pelupa-emosi labil dan kurang sabar

5. Sakit kepala

6. Fikiran negative terhadap bayinya (Manuaba, 2007).

7. Sering menangis

8. Cemas

9. Konsentrasi menurun

10. Enggan merawat bayi

11. Merasa keletihan yang sangat.

12. Gelisah

13. Menarik diri dari lingkungan

14. Menolak menyusui bayi

15. Tidak ingin menyentuh bayi (Kompas, 2012).

Gejala-gejala yang muncul merupakan gejala ringan yang berlangsung

beberapa jam atau hari dan akan hilang dalam waktu 2 minggu pertama

pascamelahirkan (Suwignyi & Chakrawati, 2010).

Page 8: Bab 1234 Ppb Baru

8

Page 9: Bab 1234 Ppb Baru

9

Page 10: Bab 1234 Ppb Baru

10

2.6 Pemeriksaan Postpartum Blues

Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi merupakan

acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat

dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh

Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan salah satu metode untuk

mendeteksi depresi pasca persalinan. Walaupun tidak umum, EPDS dapat

dengan mudah digunakan selama 6 minggu pasca persalinan. EPDS berapa

kuisioner yang terdiri dari 10 pertanyaan mengenai bagaimana perasaan

pasien dalam satu minggu terakhir. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan

dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-

hal lain yang terdapat pada postpartum blues (Perfetti, Clark & Fillmore,

2004).

Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap

pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor

dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu

pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata

dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. 7 Cox et. Al., mendapati bahwa

nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan

nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian postpartum blues.

EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda,

Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam

minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi

pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian (Gondo, 2009).

Cara penilaian EPDS

1. Pertanyaan 1, 2, dan 4. Mendapatkan nilai 0,1,2, atau 3 denagn

kotak paling atas mendapat nilai 0 dan kotak paling bawah mendapat nilai

3.

2. Pertanyaan 3,5 sampai dengan 10. Merupakan penilaian

terbaik, dengan kotak paling atas mendapat nilai 3 dan kotak paling bawah

mendapatkan nilai 0.

3. Pertanyaan 10 merupakan pertanyaan yang menunjukkan

keinginan bunuh diri.

Page 11: Bab 1234 Ppb Baru

11

4. Nilai maksimal 30.

5. Kemungkinan depresi: nilai 10 atau lebih (Gondo, 2009).

2.7 Penatalaksanaan Postpartum Blues

Tidak ada perawatan khusus untuk postpartum blues jika tidak ada

gejala signifkan. Empati dan dukungan keluarga serta staf kesehatan

diperlukan. Jika gejala tetap ada lebih dari 2 minggu diperlukan bantuan

professional (Bahiyatun, 2009).

Pada sebagian besar kasus postpartum blues tidak diperlukan terapi,

kecuali antisipasi, pemahaman dan rasa aman. Gangguang ringan dari

postpartum blues akan hilang dengan sendirinya dan membaik setelah 2 atau 3

hari, meskipun kedangkala menetap sampai 10 hari (Bahiyatun, 2009).

Bila suami dan keluarga menemukan adanya tanda-tanda seorang ibu

pascapartum mengalami keluhan demikian, hendaknya tidak menyikapi

dengan mendikte dan menganggap perubahan situasi kejiwaan itu sebagai

penolakan  fungsi dan peran sebagai ibu baru dari sang istri, perasaan manja,

dan sebagainya. Seorang suami hendaknya memberikan dukungan mental dan

membesarkan hati istri agar perlahan-lahan mampu menerima perubahan baru

dalam kehidupannya sebagai seorang ibu. Membantu merawat bayi dan

memberikan waktu tidur istirahat yang cukup selama masa postpartum

blues berlangsung dan ketika ada waktu senggang membantu meringankan

keluhan ringan akibat keletihan melewati proses persalinan dengan pijatan

ringan dibahu dan punggung akan menciptakan hubungan yang harmonis dan

menentukan apakah seorang ibu pascabersalin akan mampu melewati masa

postpartum blues tersebut dengan aman (Kompas, 2012).

Pengobatan psikoterapi, obat-obatan penenang, dan peningkat suasana

hati atau gabungan obat-obat ini dapat diindikasikan. Beberapa wanita

mungkin membutuhkan ECT, rawat inap mungkin diperlukan untuk mencegah

cedera diri atau kekejaman terhadap bayi dan bila ada ansietas yang tidak

tertahankan atau kelainan tingkah laku yag tidak terkontrol (Katona, Cooper &

Robertson, 2012).

Page 12: Bab 1234 Ppb Baru

12

2.8 Komplikasi Postpartum Blues

Postpartum blues yang berkelanjutan dan berlangsung lama merupakan

pertanda postpartum depression. Postpartum depression berhubungan dengan

depresi yang dialami wanita selama kehamilan (Suwignyi & Chakrawati,

2010).

2.9 Prognosis

Episode tungga depress (postpartum blues) biasanya berlangsung 3-8

bulan.sekitar 20% pasien tetap depresi selama 2 tahun atau lebih dan sekitar

50% memiliki episode ulangan; angka ini meningkat menjadi 80% pada kasus

berat, seperti pada kasus yang memerlukan rawat inap. Episode ulanga

memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih berat denga periode bebas

penyakit yang semakin pendek. Hal ini menekankan pentingnya profilaksis.

Risiko bunuh diri selama hidup adalah 15% pada depresi berat, kesuksesan

terapi jangka pendek maupun jangka panjag dari depresi mengurangi angka

kejadian bunuh diri dan angka morbiditas dan mortalitas secara umum.

Prediksi dari hasil yang buruk termasuk onset awal, keparahan gejala awal,

dan penyakit fisik atau psikiatri yang terjadi secara bersamaan (Katona.

Cooper & Robertson, 2012).

2.10 Pencegahan

Hingga saat ini, memang belum ada jalan keluar yang mujarab untuk

menghindari postpartum blues. Yang bisa dilakukan, hanyalah berusaha

melindungi diri dan mengurangi resiko tersebut dari dalam diri. Sikap

proaktif untuk mengetahui penyebab dan resikonya, serta meneliti faktor-

faktor apa saja yang bisa memicu juga dapat dijadikan alternatif untuk

menghindari postpartum blues. Selain itu juga dapat mengkonsultasikan

pada dokter atau orang yang profesional, agar dapat meminimalisir faktor

resiko lainnya dan membantu melakukan pengawasan. Berikut ini beberapa

kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko postpartum blues yaitu :

1. Komunikasikan secara terbuka kepada pasangan, keluarga dan teman

mengenai hal-hal yang ibu rasakan.

Page 13: Bab 1234 Ppb Baru

13

2. Meluangkan waktu untuk diri sendiri ketika bayi sedang tidur atau tidak

sedang menyusu.

3. Menggunakan waktu untuk beristirahat dengan cukup.

4. Meminta bantuan kepada orang-orang disekeliling ibu untuk melakukan

pekerjaan rumah tangga dan mengasuh bayi (Suwignyi & Chakrawati,

2010).

Page 14: Bab 1234 Ppb Baru

14

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

Ny. Y 27 tahun, primigravida. Post partum pervaginam hari ke-9. Klien

mengeluhkan lelah yang berkepanjangan serta merasa produksi ASI sedikit

sehingga bayi harus di suply susu formula. Klien merasa tidak berdaya dan

merasa gagal menjadi ibu karena tidak bisa memberikan ASI eksklusif sesuai

harapannya saat hamil. Dia bercerita bahwa dia merasa sangat tertekan saat

bangun tengah malam dan bayinya menangis sedangkan ASInya sedikit. Selama 3

hari ini klien sudah mengalami sulit tidur. Dokter mendiagnosa ibu mengalami

post partum blues.

3.1 Pengkajian Keperawatan

1. Identitas Diri

Nama : Ny. Y

Usia : 27 tahun

Bangsa : Indonesia

Diagnosa masuk : Post Partum Blues

2. Keluhan Utama

Produksi ASI yang sedikit

3. Riwayat Penyakit

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien primigravida post partum pervaginam hari ke-9. Pasien merasa

lelah berkepanjangan dan produksi ASI nya sedikit. Pasien merasa

tertekan saat bangun tengah malam dan bayi nya menangis sedangkan

produksi ASI sedikit. Pasien sudah 3 hari mengalami sulit tidur.

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

“belum terkaji”

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

“belum terkaji”

4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Pasien tampak lelah

b. Kesadaran

Page 15: Bab 1234 Ppb Baru

15

Pasien dalam keadaan compos mentis atau dalam keadaan sadar penuh

c. Tanda – Tanda Vital

Normal

5. Pemeriksaan Head to Toe

1) Rambut

Rambut pasien tidak mengalami allopesia tetapi tampak kusam,

kering dan tidak tertata rapi. Pasien belum pernah keramas sejak

selesai persalinan dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk tidur

(istirahat) karena pasien mengeluhkan kelelahan yang sangat.

2) Kepala

a. Raut muka : pasien tampak sangat kelelahan, mood pasien tampak

sering berubah – ubah

b. Mata : konjungtiva pasien normal. Kantung mata pasien tampak

membesar disebabkan rasa kantuk yang berlebihan karena sering

bangun tengah malam

c. Telinga : tidak ditemukan adanya sekret pada telinga (dengan cara

menarik daun telinga kearah bawah belakang)

d. Hidung : tidak ditemukan adanya sekret atau pembuntuan pada

saluran nafas pasien.

e. Bibir : mukosa bibir tampak kering

f. Rongga mulut : mukosa mulut tampak lembab. Bau mulut pasien

sedikit berbau tidak sedap karena kurangnya melakukan personal

hygiene mulut.

g. Gigi : tidak tampak adanya karies gigi maupun infeksi gigi.

3) Leher

Pada leher tidak tampak adanya koloid maupun pembesaran

tiroid pada leher pasien. Tetapi masih tampak adanya cloasma

(jelaskan ke pasien bahwa cloasma ini tidak membekas melainkan

akan hilang hilang dengan sendirinya)

Page 16: Bab 1234 Ppb Baru

16

4) Dada

a. Pernafasan : bentuk dada dan pergerakan dada tampak simetris,

tidak tampak adanya retraksi dada, perkusi lapang dada

menunjukkan peka, bunyi paru terdengar vesikuler.

b. Payudara : payudara tampak besar dan keras dengan ukuran

payudara yang simetris, kondisi puting tampak bersih dan

menonjol, aerola tampak luas, tidak teraba adanya benjolan pada

payudara (dengan cara palpasi payudara searah), produksi ASI

sedikit (dengan cara memencet daerah aerola)

5) Abdomen

a. Inspeksi : kondisi perut tidak tampak kembung, tampak adanya

striae

b. Auskultasi : bising usus 10x/menit (normal)

c. Perkusi : terdengar tymphani

d. Palpasi : fundus uteri teraba setinggi pertengahan pusat simfisis

pubis, kandung kemih tidak teraba penuh, tidak teraba adanya

skibala pada kuadran IV

6) Ekstermitas

a. umum : CRT menunjukkan 1 detik, akral tampak kering merah dan

teraba hangat, turgor kulit baik, tidak tampak adanya

pembengkakan pada daerah axilla atau timbul mamae abaranch,

tangan dan kuku tampak bersih, kekuatan otot baik

b. Bawah : kondisi kaki tampak bersih. Tidak ditemukan adanya

varises dibawah lutut maupun adanya oedema di pretibia (dengan

cara pitting oedema)

7) Perineal

a. Umum : pasien sudah mampu berkemih, masih memerlukan

bantuan saat pengantian pembalut

b. Vulva dan vagina : kondisi vulva dan vagina tampak kendur

sedangakan rugae dan labia tidak tampak menonjol (jelaskan

kepada pasien bahwa vulva dan vagina akan kembali pada keadaan

saat tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur – angsur

Page 17: Bab 1234 Ppb Baru

17

akan muncul kembali sementara labia akan menjadi lebih

menonjol), kondisi lochia tampak berwarna kuning cairan dan

tidak berdarah lagi, tidak tampak adanya pembengkakan pada

vulva, kondisi jahitan tampak baik.

c. Serviks : serviks belum menutup sempurna (jelaskan ke pasien

bahwa serviks akan menutup sempurna pada 6 minggu setelah

persalinan)

d. Perineum : kondisi perineum tampak kendur

8) Anus

pasien tidak mengalami kesulitan buang air besar, tidak tampak

adanya hemoroid (dengan cara memiringkan pasien ke salah satu sisi

kemudian menekuk kaki yang berada dibagian atas)

6. Riwayat Psikososial

Pasien merasa tidak berdaya dan gagal menjadi ibu karena produksi

ASI nya sedikit sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif sesuai

harapannya saat hamil. Pasien juga mengeluhkan lelah yang

berkepanjangan dan merasa tertekan saat bangun tengah malam dan

bayinya menangis sedangkan ASI nya sedikit.

7. Personal Hygiene & Kebiasaan

“tidak terkaji”

8. Riwayat Spiritual

“tidak terkaji”

3.2 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

Keperawatan

1. DS : ibu merasa tidak puas

selama menyusui

karena ASI yang

keluar sedikit sehingga

ditambahkan susu

formula

DO: suplay susu yang tidak

Perasaan lelah

berkepanjangan

Stres psikologis

Produksi oksitosin ↓

Ketidakefektifan

pemberian ASI

Page 18: Bab 1234 Ppb Baru

18

adekuat, ibu merasa

lelah yang

berkepanjangan. Anak

tetap rewel walau

sudah diberi ASI

Produksi ASI ↓

Ketidakefektifan

pemberian ASI

2. DS : ibu merasa gagal dan

tidak berdaya dalam

merawat anak karena

tidak bisa memberikan

ASI eksklusif

DO: ibu tidak dapat

beraktifitas seperti

semula karena lelah

saat bangun tengah

malam. Ibu tidak bisa

memberikan ASI

karena yang keluar

hanya sedikit

Produksi ASI ↓

Anak rewel

Ibu merasa gagal

menjadi ibu

Konflik peran

menjadi orang tua

Konflik peran

menjadi orang

tua

3. DS : ibu merasa tertekan,

gagal dalam menjadi

ibu.

DO : ibu merasa kelelahan

saat bangun tengah

malam.

Produksi ASI ↓

Anak rewel

Ibu merasa kelelahan

saat mengurus anak

Support keluarga

rendah

Memperburuk

kondisi kelelahan ibu

Ibu putus asa

Ketidakefektifan

koping keluarga

Page 19: Bab 1234 Ppb Baru

19

Ketidakefektifan

koping keluarga

4. DS= ibu merasa gagal

karena produksi ASI

sedikit.

DO= ibu tidak tahu tentang

proses laktasi, dan

minimnya support sistem

dari keluarga.

Ibu merasa tertekan

dan lelah

Produksi ASI ↓

Ibu cemas

Ibu tidak tahu proses

laktasi

Defisit pengetahuan

tentang manajemen

laktasi

Defisit

pengetahuan

tentang

manajemen

laktasi

5. DS: ibu merasa lelah,

merasa tidak mampu

memberi ASI eksklusif

DO: ibu mengalami

gangguan tidur,

menyalahkan diri

sendiri karena tidak

dapat menjadi bu

sesuai harapan saat

hamil, tidak mampu

menyelesaikan

masalah

Ibu post partum

Perubahan hormonal

mendadak

Perubahan

mood&depresi

Emosi labil

Koping individu

inefektif

Koping individu

inefektif

6. DS: ibu mengatakan

produksi ASInya

sedikit, merasa

tertekan, lelah, tidak

Perasaan lelah

berkepanjangan

Stres psikologis

Ansietas

Page 20: Bab 1234 Ppb Baru

20

berdaya dan gagal

menjadi ibu.

DO: ibu mengalami

gangguan tidur karena

sering terbangun saat

malam hari

Produksi oksitosin ↓

Produksi ASI ↓

Ansietas

7. DS: ibu mengatakan selama

3 hari ini susah tidur,

sering terbangun

malam hari karena

anaknya menangis

DO: ibu mengalami

penurunan proporsi

tidur, saat tidur

terganggu dengan

tangisan anaknya yang

kelaparan

Perasaan lelah

berkepanjangan

Stres psikologis

Ibu merasa tertekan

Sering terbangun

malam hari

Gangguan pola tidur

Gangguan pola

tidur

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kecemasan ibu atas

produksi ASInya yang sedikit

2. Konflik peran menjadi orang tua berhubungan dengan kurang kesiapan

secara kognitif sebagai ibu

3. Ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan krisis situasi dari

orang terdekat ibu.

4. Defisit pengetahuan tentang manajemen laktasi berhubungan dengan

kurangnya pengalaman melahirkan (primigravida)

5. Koping individu inefektif berhubungan dengan tidak adekuatnya tingkat

kepercayaan ibu terhadap kemampuan untuk melakukan koping

6. Ansietas berhubungan dengan stres karena produksi ASI yang menurun

Page 21: Bab 1234 Ppb Baru

21

7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan keletihan karena sering

terbangun saat malam hari untuk menyusui anaknya.

3.4 Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kecemasan ibu atas

produksi ASInya yang sedikit

Tujuan: ibu dan bayi akan mengalami pemberian ASI efektif

Kriteria Hasil: bayi dan ibu akan menunjukkan kemantapan menyusu

seperti

a. Sikap dan penempelan yang sesuai

b. Penambahan berat badan sesuai usia

c. Kepuasan bayi dan ibu setelah menyusu dan menyusui

d. Menggambarkan peningkatan kepercayaan diri terkait dengan menyusui

e. Mengenali tanda penurunan suplai ASI

No Intervensi Rasional

1. Kaji kemampuan bayi untuk

menempel dan mengisap secara

efektif

Mengetahui cara

menyusui ibu apakah

sudah efektif atau tidak

2. Tentukan keinginan dan motivasi

ibu untuk menyusi

Keiginan dan motivasi

ibu mempengaruhi

produksi ASI

3. Intruksikan ibu dan keluarga dalam

teknik menyusui yang meningkatkan

keterampilan dalam menyusui

bayinya

Pertimbangkan teknik

relaksasi, posisi yang

nyaman dan stimulasi

pada bayi untuk

meneruskan menyusui

agar ASI dapat

terproduksi lebih banyak

4. Instruksikan pada ibu dan keluarga

tentang kebutuhan untuk istirahat

yang adekuat dan asupan cairan

Istirahat yang adekuat dan

asupan cairan yang cukup

membantu dalam proses

menyusui

5. Tingkatkan jumlah menyusui sesuai Agar bayi tidak rewel

Page 22: Bab 1234 Ppb Baru

22

kebutuhan untuk bayi yang

menangis atau terbangun

sehingga ibu dapat

beristirahat kembali

6. Tawarkan makanan atau cairan

untuk ibu selama siang dan sore hari

sebelum waktu menyusui

Membantu memberi

tenaga dan nutrisi bagi

ibu agar tidak kelelahan

setelah menyusui

2. Konflik peran menjadi orang tua berhubungan dengan kurang kesiapan

secara kognitif sebagai ibu

Tujuan: kesiapan pengasuhan, penyesuaian psikososial, perubahan hidup

dan penampilan peran

Kriteria Hasil:

a. Penggunaan dukungan sosial yang tersedia

b. Memberikan kebutuhan fisik anak

c. Mengungkapkan rasa keadekuatan dalam memberikan kebutuhan

anak

d. Menunjukkan kemampuan untuk memodifikasi peran menjadi

orang tua sebagai respons terhadap krisis.

No Intervensi Rasional

1. Identifikasi efek-efek perubahan

peran pada proses keluarga

Menegtahui penyebab

dari rasa kegagalan ibu

menjadi orang tua

2. Ajarkan perilaku peran baru yang

diciptakan oeh situasi krisis

Agar adaptasi ibu dapat

berjalan sukses

3. Jelaskan alasan untuk penanganan

dan dukung mereka untuk bertanya

Agar meminimalkan

kesalahpahaman dan

memaksimalkan

partisipasi dari orang tua

4. Ajarkan anggota keluarga untuk

menggunakan dukungan mekanisme

yang telah ada

Meningkatkan partisipasi

keluarga untuk merawat

anak, agar ibu tidak

merasa stres

Page 23: Bab 1234 Ppb Baru

23

5. Bantu orang tua untuk

mengidentifikasi kekuatan seseorang

dan keterampilan koping

Hal tersebut dapat

digunakan dalam

menyelesaikan krisis yang

dialami ibu

6. Berikan penguatan positif untuk

tindakan orang tua yang konstruktif

Agar ibu tetap semangat

dan tidak putus asa dalam

menyusi anaknya

3. Ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan krisis situasi dari

orang terdekat ibu.

Tujuan: keluarga akan menyadari kebutuhan ibu

Kriteria Hasil:

a. Keluarga mulai menunjukkan keterampilan interpersonal secara

efektif

b. Berpartisipasi dalam perencanaan perawatan

c. Mengungkapkan perasaan yang tidak terselesaikan

d. Menunjukkan kemampuan untuk menyelesaikan konflik

No Intervensi Rasional

1. Kaji interaksi antara pasien dan

keluarga sadari potensial tingkah

laku yang merusak

Jika terjadi kekerasan

dalam keluarga akan

sangat mengganggu

psikologis ibu

2. Berikan informasi tentang

perubahan kesehatan spesifik dan

keterampilan koping yang

dibutuhkan

Kesesuaian koping

terhadap perubahan

kesehatan membantu

dalam menangani proses

penyembuhan

3. Tingkatkan hubungan saling

percaya, keterbukaan dalam

keluarga

BHSP sangat membantu

dalam menangani

perasaan tertekan ibu

4. Bantu keluarga dalam mengambil

keputusan dan memecahkan masalh

Support keluarga sangat

dibutuhkan bagi ibu

Page 24: Bab 1234 Ppb Baru

24

5. Berikan umpan balik kepada

keluarga yang berkaitan dengan

koping mereka

Agar keluarga

mengetahui bahwa apa

yang mereka lakukan

telah sesuai

4. Defisit pengetahuan tentang manajemen laktasi berhubungan dengan

kurangnya pengalaman melahirkan (primigravida)

Tujuan: ibu paham tentang proses menyusui

Kriteria Hasil:

a. Ibu akan mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi

tentang menyusui

b. Menunjukan kemampuan menyusui dengan baik dan benar

c. Pengembangan strategi untuk mengubah kebiasaan menyusui

d. Pelaksanaan aktivitas pemantauan diri

No Intervensi Rasional

1. Menyiapkan ibu untuk memahami

secara mental terhadap prosedur

atau penanganan yang dianjurkan

Agar ibu mampu

mempraktekannya secara

mandiri dengan baik dan

benar

2. Tentukan motivasi ibu untuk

mempelajari informasi tentang

menyusui

Motivasi yang tinggi

sangat membantu dalam

proses belajar ibu

3. Ajarkan ibu dan keluarga mengenai

pemeliharaan dan perawatan fisik

yang diperlukan selama tahun

pertama kehidupan

Mempersiapkan ibu dan

keluarga agar dapat

merawat anak sesuai

dengan kebutuhannya

4. Memberikan pengajaran sesuai

dengan tingkat pemahaman ibu dan

keluarga, mengulangi informasi bila

diperlukan

Agar ibu mampu

menyerap informasi

secara sempurna sehingga

ibu tidak tertekan lagi

5. Berinteraksi dengan ibu dan

keluarga dengan cara yang tidak

Agar proses belajar dapat

berjalan dengan baik dan

Page 25: Bab 1234 Ppb Baru

25

menghakimi untuk memfasilitasi

pengajaran

tidak terjadi

miskomunikasi

6. Cek keakuratan umpan balik dari

ibu

Untuk mempastikan

bahwa ibu memahami

tentang manajemen

laktasi dengan baik

5. Koping individu inefektif berhubungan dengan tidak adekuatnya tingkat

kepercayaan ibu terhadap kemampuan untuk melakukan koping

Tujuan: menunjukkan koping yang efektif

Kriteria Hasil:

a. Mencari informasi terkait dengan penyakit dan pengobatan

b. Melaporkan penurunan prasaan negatif

c. Mengidentifikasi kekuatan personal yang dapat mengembangkan

koping yang efektif

d. Berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan

No Intervensi Rasional

1. Identifikasi pandangan pasien

terhadap kondisinya dan

kesesuaiannya dengan pandangan

pemberi layanan kesehatan

Mengetahui perasaan ibu

serta kemampuan

adaptasinya

2. Bantu ibu untuk beradaptasi dalam

menerima stresor, perubahan atau

ancaman yang berpengaruh pada

pemenuhan kebutuhan dan peran

dalam kehidupan

Agar ibu tidak merasa

tertekan dan mampu

beradaptasi dengan baik

3. Anjurkan ibu untuk menggunakan

teknik relaksasi sesuai dengan

kebutuhan

Meningkatkan

relaksasi/fokus perhatian

untuk pemutusan stress

4. Evaluasi kemampuan pasien dalam

membuat keputusan

Untuk mengetahui

seberapa baik ibu dalam

mengambil keputusan

Page 26: Bab 1234 Ppb Baru

26

yang benar

5. Dukung pengungkapan secara

verbal tentang perasaan, persepsi

dan ketakutan

Agar ibu mampu

mengungkapkan

perasaanya secara terbuka

6. Bantu ibu untuk mengidentifikasi

sistem pendukung yang tersedia

Agar ibu tahu bahwa ada

orang terdekat yang dapat

membantunya disaat

tertekan

6. Ansietas berhubungan dengan stres karena produksi ASI yang menurun

Tujuan: ansietas berkurang ditunjukan kemampuan ibu untuk mengontrol

ansietasnya

Kriteria Hasil:

a. Merencanakan strategi koping untuk situasi yang membuat stres

b. Manifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada

c. Mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negatif secara tepat

d. Menunjukan kemampuan untuk berfokus pada pengetahuan dan

ketrampilan yang baru

No Intervensi Rasional

1. Instruksikan ibu tentang penggunaan

teknik relaksasi

Meningkatkan

relaksasi/fokus perhatian

untuk pemutusan stress

2. Minimalkan kekhawatiran,

ketakutan, berprasangka atau rasa

gelisah

Jika ibu tenang, maka ia

mampu beradaptasi

dengan baik

3. Kolaborasi dengan dokter untuk

memberikan pengobatan untuk

mengurangi ansietas sesuai dengan

kebutuhan

Jika ansietas ibu semakin

meningkat dan tidak ada

tanda relaksasi

4. Bantu ibu untuk memfokuskan pada

situasi saat ini

Sebagai alat untuk

mengidentifikasi

mekanisme koping yang

Page 27: Bab 1234 Ppb Baru

27

dibutuhkan untuk

mengurangi ansietas

5. Yakinkan ibu kembali dengan

menyentuh, saling membri empatik

secara verbal dan nonverbal, dorong

ibu untuk mengekspresikan

kemarahan dan iritasi serta izinkan

ibu untuk menangis

Pengekspresian emosi ibu

dapat mengurangi rasa

tertekan ibu saat

mengurus anaknya

6. Beri dorongan kepada orang tua

untuk menemani anak sesuai dengan

kebutuhan

Support dari orang

terdekat merupakan

dukungan terkuat bagi ibu

7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan keletihan karena sering

terbangun saat malam hari untuk menyusui anaknya.

Tujuan: ibu mampu tidur dengan tingkat dan pola yang sesuai

Kriteria Hasil:

a. Jumlah jam tidur tidak terganggu

b. Menunjukan kesejahteraan fisik dan psikologis

c. Terjaga dengan waktu yang sesuai

d. Mengidentifikasi tindakan yang dapat meningkatkan tidur

No Intervensi Rasional

1. Pantau pola tidur ibu dan catat

hubungan faktor fisik dan faktor

psikologis yang dapat menganggu

pola tidur ibu

Mengetahui pola tidur ibu

agar dapat menyesuaikan

dengan pola tidur anak

2. Yakinkan kembali ibu bahwa

iritabilitas dan perubahan mood

adalah konsekuensi umum yang

menyebabkan deprivasi tidur

Membantu

menghilangkan perasaan

tertekan ibu agar tidur

menjadi nyaman walau

hanya sebenta

3. Fasilitasi untuk mempertahankan

rutinitas waktu tidur ibu,

Membersihkan diri

sebelum tidur membantu

Page 28: Bab 1234 Ppb Baru

28

pertanda/keperluan sebelum tidur

jika diperlukan

meningkatkan

kenyamanan saat tidur

4. Hindari suara yang keras dan

penggunaan lampu saat tidur malam,

beri lingkungan yang tenang, damai

dan minimalkan gangguan

Menghilangkan faktor

lingkungan yang dapat

mengganggu tidur

5. Lakukan pijatan yang nyaman,

pengaturan posisi dan sentuhan

efektif

Membantu meningkatkan

kenyamanan saat tidur

6. Sesuaikan jadwal tidur ibu dengan

waktu tidur anak

Mengefisiensikan tenaga

sehingga saat ibu terjaga

tidak terlalu kelelahan

Page 29: Bab 1234 Ppb Baru

29

BAB 4

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Postpartum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau

baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang

sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan. Postpartum blues

ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan.

Penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum

diketahui. Faktor-faktor yang berperan menyebabkan post partum blues,

yaitu:

1. Perubahan kadar hormone yang terjadi secara cepat.

Penurunan kadar esterogen dan progesterone yang tiba-tiba dapat

menjadi bagian penting pada postpartum blues

2. Ketidaknyamanan yang tidak diharapkan (payudara bengkak, nyeri

persalinan)

3. Kecemasan setelah pulang dari rumah sakit atau tempat bersalin.

4. Menyusui

5. Perubahan pola tidur

6. Umur relatif muda (kurang dari 20 tahun)

7. Hamil tanpa suami/yang bertanggung jawab tidak jelas.

8. Jumlah keluarga yang besar sehingga kurang mendapat perhatian.

9. Pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah

10.  Tuntutan atas jenis kelamin tertentu dalam suatu adat masyarakat.

11. Korban perkosaan.

Gejala–gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap

seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari

setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya seperti

insomnia, mudah sedih, depresi, ansietas, gangguan konsentrasi, iritabilitas,

dan labilitas efek, sering berganti mood, tidak mau makan, dan tidak

bergairah.

Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan skrining

untuk mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca

Page 30: Bab 1234 Ppb Baru

30

salin. EPDS berupa kuisioner yang terdiri dari 10 pertanyaan mengenai

bagaimana perasaan pasien dalam satu minggu terakhir. Pertanyaan-

pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan,

perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada

postpartum blues.

Tidak ada perawatan khusus untuk postpartum blues jika tidak ada

gejala yang signifikan. Empati dan dukungan keluarga serta staf kesehatan

diperlukan. Jika gejala tetap ada lebih dari 2 minggu diperlukan bantuan

profesional.

4.2 Saran

1. Saran untuk ibu dan wanita yang sudah menikah untuk selalu

memperhatikan kesehatan serta melakukan pencegahan-

pencegahan postpartum blues.

2. Saran untuk suami dan keluarga untuk dapat memberikan dukungan

psikologi pada ibu hamil.

3. Saran untuk mahasiswa perawat untuk dapat memahami secara baik

dan benar konsep asuhan keperawatan pada ibu dengan postpartum

blues.

Page 31: Bab 1234 Ppb Baru

31

DAFTAR PUSTAKA

Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC

Gondo, Harry Kurniawan. 2009. Skrining Endinburgh Postnatal Depression Scale

(EPDS) Pada Post Partum Blues. Surabaya: Bagian Obstetri & Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Katona, C. Cooper, C & Robertson, C. 2012. At a Glance Psikiatri (ed.4).

Editor:Rino Astikawati. Jakarta:Penerbit Erlangga

Kompas. (2012). Pendampingan Suami Cegah “Postpartum Blues” . Edisi 12

0ktober 2012. Diakses dari

http://health.kompas.com/read/2012/10/12/09521565/Pendampingan.Suami.C

egah.Postpartum.Blues.

Manuaba, I.B.G, I.A Chandranita Manuaba & I.B.G Fajar Manuaba. 2007.

Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Perfetti. J, Clark. L, Fillmore, C.M. 2004. Postpartum Depresion: Identification,

Screening, and Treatment. Wisconsin Medical Journal. 56-63

Siswosuharjo, Suwignyo & Fitria Chakrawati. 2010. Panduan Super Lengkap

Hamil Sehat. Semarang: Penebarplus

Stone, S.D. Menken, A.E. 2008. Perinatal Mood Disorder: an Introduction In

Perinatal and Postpartum Mood Disorder: Perspectives and Treatment Guide

for Health Care practicioner. Springer publising Company

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi

NIC dan Kriteria Hasil NOC ed.7. Jakarta: EGC