s ppb 054813 chapter2
DESCRIPTION
Komunikasi InterpersonalTRANSCRIPT
12
BAB II
KONSEP KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN PENYESUAIAN DIRI
A. Konsep Dasar Komunikasi Interpersonal
1. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari
kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti
sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna.
Komunikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) merupakan
pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Hovland (Onong, 1999: 10)
mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain
(communication is the process to modify the behavior of other individuals).
Menurut Gerald R. Miller (1976: 15) memahami proses komunikasi
interpersonal menuntut pemahaman hubungan simbiotis antara komunikasi
dengan perkembangan relasional; Komunikasi mempengaruhi perkembangan
relasional, dan pada gilirannya (secara serentak), perkembangan relasional
mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam
hubungan tersebut.
Komunikasi interpersonal menurut Onong (1985: 160) adalah komunikasi
antara dua orang atau lebih yang dapat berlangsung dengan dua cara yaitu
secara tatap muka (face to face communication) dan bermedia (mediated
communication). DeVito (1976: 18) mengungkapkan bahwa komunikasi
13
interpersonal merupakan satu proses sosial di mana orang-orang yang terlibat
saling mempengaruhi. Sedangkan menurut Wahid (2002: 154) komunikasi
interpersonal merupakan proses komunikasi yang melibatkan pribadi-pribadi
(komunikator-komunikan) secara langsung dan utuh antara satu dengan yang
lainnya dalam penyampaian dan penerimaan pesan.
Menurut Arni Muhammad (2002:159) komunikasi interpersonal
didefinisikan sebagai “Proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan
paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat
langsung diketahui baliknya”. Komunikasi interpersonal bertujuan untuk
membentuk hubungan dengan orang lain. Komunikasi interpersonal
merupakan format komunikasi yang paling sering dilakukan oleh semua orang
dalam hidupnya.
Sementara DeVito, (2002 : 166) mendefinisikan komunikasi interpersonal
sebagai Proses penyampaian berita yang dilakukan seseorang dan diterimanya
berita tersebut oleh orang lain atau kelompok kecil dari orang-orang, dengan
suatu akibat dan umpan balik yang segera. Komunikasi interpersonal ini
berorientasi pada perilaku, sehingga penekanannya pada proses penyampaian
informasi dari satu orang keorang lain. Dalam hal ini komunikasi dipandang
sebagai dasar untuk mempengaruhi perubahan perilaku, dan yang
mempersatukan proses psikologi seperti misalnya persepsi, pemahaman, dan
motivasi di satu pihak dengan bahasa pada pihak lain (Thoha, 2002 : 165).
Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses penyampaian pesan
dari seseorang kepada orang lain. Ini berarti komunikasi dikaitkan dengan
14
pertukaran pesan atau informasi yang bermakna di antara orang yang
berkomunikasi dapat terjalin. Ini berarti informasi atau pesan yang diterima
dapat dipahami oleh kedua belah pihak.
Pengirim informasi atau pesan merupakan unsur yang paling penting
dalam komunikasi interpersonal, karena dapat memberikan umpan balik
kepada pengirim informasi atau pesan. Betapa pentingnya umpan balik tidak
dapat disangkal lagi, karena keefektifan komunikasi interpersonal sangat
tergantung padanya.
Adapun karakteristik umpan balik efektif menurut Miftah Thoha (2002 :
156 antara lain :
a. Intensi
Umpan balik yang efektif jika diarahkan secara langsung untuk
menyempurnakan pelaksanaan pekerjaan dan lebih menjadikan pegawai
organisasi yang paling berharga.
b. Kekhususan specificity
Umpan balik yang efektif dirancang untuk membekali penerimaan dengan
informasi yang khusus sehingga mereka mengetahui apa yang seharusnya
dikerjakan untuk suatu situasi yang benar.
c. Deskriptif
Efektifitas umpan balik dapat pula dilakukan dengan lebih bersifat
deskriptif dibandingkan dengan yang bersifat evaluatif.
15
d. Kemanfaatan
Karakteristik ini meminta agar setiap umpan balik mengandung informasi
yang dapat dipergunakan oleh pegawai untuk pejabat untuk memperbaiki
dan menyempurnakan pekerjaan . Tidak ada manfaatnya mencaci umpan
balik diberikan semakin baik.
e. Tepat Waktu
Umpan balik yang efektif jika terdapat pertimbangan-pertimbangan yang
memperhitungkan faktor waktu yang tepat. Artinya semakin cepat umpan
balik diberikan semakin baik.
f. Kesiapan
Agar umpan balik bisa efektif, para pegawai hendaknya mempunyai
kesiapan untuk menerima umpan balik tersebut.
g. Kejelasan
Umpan balik bisa efektif jika dapat dimengerti secara jelas oleh penerima.
h. Validitas
Agar umpan balik dapat efektif, maka umpan balik tersebut hendaknya
dapat dipercaya dan sah.
Menurut Mohammad Surya (2003 : 119) penerapan komunikasi
interpersonal yang efektif adalah sebagai berikut:
a. keterbukaan dan empati, keterbukaan yaitu kesediaan membuka diri,
mereaksi kepada orang lain, merasakan pikiran dan perasaan orang lain
dan empati, yaitu menghayati perasaan porang lain;
16
b. mendukung dan sikap positif, mendukung yaitu kesediaan secara spontan
untuk menciptakan suasana yang mendukung dan sikap positif, yaitu
menyatakan sikap positif terhadap oarang lain dan situasi;
c. keseimbangan, yaitu mengakui bahwa kedua belah pihak mempunyai
kepentingan yang sama, pertukaran komunikasi secara seimbang;
d. percaya diri, yaitu yakin kepada diri sendiri dan bebas dari masa lalu;
e. kesegaran, yaitu segera melakukan kontak disertai rasa suka dan berminat;
f. manajemen interaksi, yaitu msengendalikan interaksi untuk memberikan
kepuasan kepada kedua belah pihak, mengelola pembicaraan dengan
pesan-pesan yang baik dan konsisten;
g. pengungkapan, yaitu keterlibatan secara jujur dalam berbicara dan
menyimak baik secara verbal maupun non verbal;
h. orientasi kepada orang lain, yaitu penuh perhatian, minat, dan kepedulian
kepada orang lain.
Sedangkan menurut DeVito (Liliwery,1997 : 13) komunikasi interpersonal
yang efektif adalah sebagai berikut:
a. keterbukaan (openness),
b. empati ( emphaty),
c. sikap suportif (supportiveness),
d. sikap positif (positiveness), dan
e. kesamaan (equality).
17
2. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal
Ciri-ciri umum dari komunikasi interpersonal menurut Everest M Rogers
dalam Alo Liliweri (1991: 13) adalah sebagai berikut.
a. Arus pesan yang ada cenderung dua arah.
b. Konteks komunikasinya tatap muka.
c. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi.
d. Menuntut kemampuan selektivitas yang tinggi.
e. Kecepatan jangkauan terhadap audience yang besar relatif lebih lambat.
f. Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka sifat-sifat yang tampak pada
komunikasi interpersonal adalah sebagai berikut.
a. Melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non verbal.
b. Melibatkan perilaku yang spontan, tertulis dan terencana.
c. Sebagai suatu proses yang dinamis.
d. Harus menghasilkan umpan balik, mempunyai interaksi dan koherensi.
e. Sebagai suatu proses yang dinamis.
f. Biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik.
g. Menunjukkan adanya suatu kegiatan dan tindakan.
h. Merupakan persuasi antar manusia.
3. Tujuan Komunikasi Interopersonal
Komunikasi interpersonal memiliki beberapa tujuan. Baik disadari atau
tidak tujuan tersebut pasti terdapat di saat komunikasi interpersonal itu terjadi.
18
Adapun tujuan komunikasi interpersonal menurut Arni Muhammad (2002
:165) mencakup berikut.
a. Menemukan diri sendiri.
b. Menemukan dunia luar.
c. Membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti.
d. Berubah sikap dan tingkah laku.
e. Untuk bermain dan kesenangan.
f. Untuk membantu.
Lebih lanjut tujuan-tujuan komunikasi tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Menemukan diri sendiri
Tujuan komunikasi interpersonal ini maksudnya diarahkan untuk
menemukan personal atau pribadi. Artinya jika kita terlihat dalam
pertemuan interpersonal dengan orang lain kita belajar banyak sekali
tentang diri kita maupun orang lain. Kenyataan sebagian besar dari
persepsi kita adalah hasil dari apa yang telah kita pelajari dalam pertemuan
interpersonal. Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada
kita untuk berbicara tentang apa yang kita sukai atau mengenai diri kita.
b. Menekan dunia luar
Tujuan komunikasi interpersonal ini memandang bahwa melalui
komunikasi ini kita akan melakukan interaksi dengan dunia luar atau
lingkungan. Hal ini menjadikan kita memahami lebih baik dunia luar,
dengan objek, kejadian-kejadian dan orang lain. Kondisi tersebut
19
menyebabkan kenyataan, kepercayaan, sikap dan nilai-nilai kita akan
dipengaruhi lebih banyak oleh pertemuan interpersonal.
c. Membentuk dan menjaga hubungan penuh arti
Melalui komunikasi interpersonal ini akan membentuk dan memelihara
hubungan dengan orang lian. Melalui komunikasi interpersonal ini akan
terbentuk suatu jalinan yang didasarkan karena perasaan keterkaitan antara
pihak yang melakukan komunikasi. Hal ini baik untuk menjalin suatu
proses kerja sama dengan mencapai tujuan bersama.
d. Berubah sikap dan tingkah laku
Komunikasi interpersonal juga memberikan tujuan sebagai alat untuk
dapat pihak lain sehingga dapat merubah hidup kita . Karena ternyata
untuk mengubah sikap dan tingkah laku kita atau orang lain dapat
dilakukan dengan pertemuan interpersonal.
e. Bermain dan kesenangan
Komunikasi interpersonal juga dapat digunakan untuk bermain, mencakup
semua aktifitas yang mempunyai tujuan utama adalah mencari
kesenangan. Berbicara dengan teman mengenai aktifitas kita pada waktu
akhir pekan, berdiskusi mengenai olah raga, menceritakan cerita dan cerita
lucu pada umumnya hal itu adalah merupakan pembicaraan yang dapat
memberikan kesenangan. Walaupun kelihatannya kegiatan itu tidak berarti
tetapi mempunyai tujuan yang sangat penting. Dengan melakukan
komunikasi interpersonal semacam itu dapat memberikan kesenangan.
Walaupun kelihatannya kegiatan itu tidak berarti tetapi mempunyai tujuan
20
yang sangat penting. Dengan melakukan komunikasi interpersonal
semacam itu dapat memberikan keseimbangan yang penting dalam pikiran
yang memerlukan rileks dari semua keseriusan di lingkungan kita.
f. Untuk Membantu
Tujuan ini menganggap bahwa komunikasi interpersonal dapat digunakan
dalam kegiatan professional mereka untuk membantu klien yang menemui
kesulitan-kesulitan dalam pekerjaan. Atau mungkin seorang atasan
membantu personilnya dalam memahami pekerjaannya.
Tujuan-tujuan komunikasi interpersonal dapat dilihat dari dua perspektif
yang lain. Pertama, tujuan ini boleh dilihat sebagai faktor yang memotivasi
atau alasan mengapa kita terlibat dalam komunikasi interpersonal.
Berdasarkan hal itu kita dapat mengatakan bahwa kita terlibat komunikasi
interpersonal. Berdasarkan hal itu kita dapat mengatakan bahwa kita terlibat
komunikasi interpersonal untuk mendapatkan kesenangan, untuk membantu,
dan mengubah tingkah laku seseorang. Kedua, tujuan ini boleh dipandang
sebagai hasil atau efek umum dari komunikasi interpersonal yang berasal dari
pertemuan interpersonal.
Berdasarkan itu kita dapat mengatakan bahwa tujuan komunikasi
interpersonal adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang diri, membentuk
hubungan yang lebih berarti dan memperolah tambahan pengetahuan dunia
luar. Tentu saja komunikasi interpersonal biasanya dimotivasi oleh kombinasi
oleh bermacam-macam faktor dan tidaklah mempunyai satu efek, tetapi
kombinasi berbagai efek atau hasil. Misalnya diberikan suatu interaksi
21
interpersonal, diberikan suatu interaksi interpersonal, diberikan beberapa
tujuan, dimotivasi oleh kombinasi berbagai faktor yang unik dan
menghasilkan kombinasi berbagai faktor yang unik dan menghasilkan
kombinasi faktor-faktor atau efek yang unik.
Sementara itu menurut DeVito (Thoha, 2002 : 166) mengemukakan tujuan
komunikasi interpersonal sebagai berikut :
a. Untuk mempelajari secara lebih baik dunia luar, seperti berbagai objek,
peristiwa dan orang lain.
b. Untuk memelihara hubungan dan mengembangkan kedekatan atau
keakraban.
c. Untuk mempengaruhi sikap-sikap dan perilaku orang.
d. Untuk menghibur diri atau bermain.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal
Pola-pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang berlainan pada
hubungan interpersonal. Anggapan orang bahwa semakin sering orang
melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, semakin baik
hubungan mereka adalah tidak benar. Yang menjadi persoalan adalah
bagaimana komunikasi itu dilakukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
komunikasi interpersonal, di antaranya:
a. Percaya (trust)
Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal,
faktor percaya adalah yang paling penting. Bila seseorang mempunyai
22
perasaan bahwa dirinya tidak akan dirugikan, tidak akan dikhianati, maka
orang itu pasti akan lebih mudah membuka dirinya.
b. Empati
Empati merupakan salah satu faktor yang menumbuhkan sikap percaya
pada diri orang lain. Empati adalah kemampuan untuk memahami
perasaan dan pikiran orang lain, kemampuan untuk melihat dunia dari
sudut pandang orang lain atau kemampuan memproyeksikan diri kepada
diri orang lain; dengan lain perkataan, kemampuan menghayati perasaan
orang lain atau merasakan apa yang dirasakan orang lain.
c. Sikap suportif
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam
komunikasi. Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur,
dan tidak empatis.
d. Sikap terbuka
Sikap terbuka (open mindedness) amat besar pengaruhnya dalam
menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Untuk
menunjukkan kualitas keterbukaan dari komunikasi interpersonal ini
paling tidak terdapat dua aspek, yakni aspek keinginan untuk terbuka bagi
setiap orang yang berinteraksi dengan orang lain, dan keinginan untuk
menanggapi secara jujur semua stimuli yang datang kepadanya.
e. Kesamaan
Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika orang-orang yang
berkomunikasi di dalam suasana kesamaan. Kesamaan tersebut
23
diantaranya adalah kesamaan-kesamaan kepribadian ataupun kedudukan
antara pembicara dan pendengar.
5. Proses Komunikasi Interpersonal
Dilihat dari prosesnya komunikasi interpersonal merupakan proses
penyampaian pesan atau informasi dari komunikator (pembicara) kepada
komunikan (pendengar) melalui berbagai media atau saluran komunikasi,
untuk kemudian komunikan memberikan umpan balik (feedback) kepada
komunikator untuk mengetahui apakah pesan tersebut dipengaruhi oleh
persepsi individu baik komunikator maupun komunikan, yang tidak dapat
dijelaskan dari faktor kepribadian, faktor pengalaman, pengetahuan, maupun
sikapnya terhadap ide gagasan atau objek yang dipersepsinya. Proses tersebut
dapat dilhat pada gambar berikut ini:
Model Komunikasi Interpersonal Sumber: Raymond. S. Ross, “PERSUASION”: Communication and
Interpersonal Relations: 1974: 58.
24
B. Penyesuaian Diri
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian
yang didasarkan pada ilmu biologi yang diutarakan oleh Charles Darwin yang
terkenal dengan teori evolusinya. Menurut Darwin (Zainun Mu’tadin, 2002)
“Genetic changes can improve the ability of organism to survive, reproduce,
and an animals, raise offspring, this process is called adaptation.” Biasanya
pengertian tersebut menunjukkan bahwa makhluk hidup berusaha untuk
menyesuaikan dirinya dengan alam tempat ia hidup untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat
dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan
tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua
makhluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya
sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan agar dapat
bertahan hidup. Kemudian dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation
dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjustment.
Alexander Scheneiders (Syamsu Yusuf, 2002:11) mengungkapkan bahwa:
Penyesuaian itu dapat diartikan sebagai proses individu dalam merespon sesuatu, baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, tegangan emosional, frustrasi dan konflik; dan memelihara keharmonisan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) masyarakat.
Pendapat tersebut hampir senanda dengan yang diungkapkan oleh J.P
Chaplin (Kartini Kartono, 2001:11), penyesuaian didefinisikan sebagai: (1)
25
variasi dalam kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan
memuaskan kebutuhan-kebutuhan, dan (2) menegakkan hubungan yang
harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial.
Definisi-definisi tersebut memberikan gambaran bahwa manusia memiliki
berbagai kebutuhan dalam dirinya yang tentunya diperlukan upaya-upaya
untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga dapat diperoleh keseimbangan.
Tetapi bukan berarti manusia memiliki kebebasan yang tanpa kontrol dalam
upaya pemenuhan kebutuhan tersebut. Melainkan ada aturan-aturan yang perlu
dipahami dan dipatuhi yang berkembang di masyarakat. Sebab, manusia hidup
di lingkungan sosial. Dalam setiap proses hubungan atau interaksi sosial yang
dibangun pun terdapat aturan-aturan yang perlu ditaati. Jadi, proses
pemenuhan kebutuhan tidak dapat terlepas dari keterkaitan dengan kaidah-
kaidah atau norma-norma social kemasyarakatan.
Menurut Calhoun dan Acocella (Satmoko, 1995:14) penyesuaian
merupakan ”interaksi seseorang yang kontinyu dengan dirinya sendiri, dengan
orang lain dan dengan dunianya”.
Mustafa Fahmi (Zakiah Daradjat, 1982:14) menjelaskan bahwa
”Penyesuaian diri adalah proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah
kelakuannya agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan
lingkungannya”.
Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kepribadiannya
dan lingkungannya. Lingkungan itu sendiri mencakup lingkungan alam sekitar
dan lingkungan sosial. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong
26
manusia untuk terus menerus menyesuaikan diri. Manusia bersifat dinamis,
karena itulah penyesuaian diri juga merupakan proses yang dinamis. Seperti
yang diungkapkan oleh Derlega dan Janda (1978 : 28) bahwa “Adjustment is a
lifelong process, and people must continue to meet and deal with the stresses
and challenges of life in order to achieve a healthy personality”. Proses
penyesuaian diri akan berlangsung terus menerus sepanjang rentang
kehidupan manusia.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, maka penyesuaian diri
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap
segala kebutuhan diri, kondisi kepribadian dan realitas serta relasi sosial.
Mustafa Fahmi (Zakiah Daradjat, 1982 : 20) membagi penyesuaian diri
menjadi dua aspek yaitu penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Kedua
aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Sebab,
individu adalah bagian dari lapangan sosial tempat dimana ia berada,
mendapatkan sifat-sifat atau cirri-ciri serta cara hidupnya dalam lapangan
tersebut.
a. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima
dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya
dengan lingkungan sekitarnya. Individu menyadari, memahami dan menerima
sepenuhya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan
mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut.
Keberhasilan penyesuaian pribadi antara lain ditandai dengan tidak adanya
27
rasa benci, lari dari kenyaaan atau tanggung jawab, kecewa atau tidak percaya
pada kondisi dirinya, dan penolakan terhadap diri sendiri (self rejection).
Kehidupan psikologisnya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau
kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa menyesal, rasa tidak puas, rasa
kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
b. Penyesuaian Sosial
Setiap individu hidup di dalam masyarakat tersebut terjadi proses
saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul
suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan,
hukum, adat, dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai
penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Proses ini dikenal
dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup
hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain.
Hubungan-hubungan tersebet mencakup hubungan dengan masyarakat di
sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat secara
umum.
Apa yang diserap atau dipelajari dan dipahami dalam proses interaksi
dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian
sosial yang memungkinkan individu dapat mencapai penyesuaian pribadi dan
sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dijalankan individu
dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan
peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan
yang memuat ketentuan, norma atau nilai-nilai tertentu yang meengatur
28
hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial,
individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan
tersebut kemudian mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan
jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan
lingkungannya. Zainun Mu’tadin (2002) menyebutkan beberapa lingkungan
yang dapat menciptakan penyesuaian diri yang sehat bagi remaja antara lain
yaitu lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya, dan lingkungan sekolah.
Ketiga lingkungan ini berperan dalam proses pembentukan penyesuaian diri.
Individu belajar dari setiap proses interaksi yang sekurang-kurangnya
dilakukan di lingkungan keluarga, teman sebaya dan sekolah.
Pendapat tersebut hanya menkankan kepada faktor eksternal individu
sebagai penentu penyesuaian diri. Hal ini hampir senanda dengan yang
dikemukakan oleh Syamsu Yusuf (2002 : 125). Ia menjelaskan bahwa:
Apabila lingkungan sosial kurang kondusif, seperti perlakuan orang tua
yang kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan,
teladan, pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma-
norma baik agama maupun tatakrama/budi pekerti; maka cenderung
menampilkan perilaku maladjustment, seperti (1) bersifat minder; (2) senang
mendominasi; (3) bersifat egois; (4) senang mengisolasi diri; (5) kurang
29
memiliki perasaan tenggang rasa dan (6) kurang mempedulikan norma dalam
berperilaku.
Selanjutnya Lazarus (Sunaryo Kartadinata, 1983 : 45) menyebutkan
adanya tiga model pendekatan yang berkaitan dengan keberhasilan atau
kegagalan dalam proses penyesuaian diri yaitu sebagai berikut.
a. Model medis biologis, memandang bahwa sebab utama kegagalan
penyesuaian diri ialah kelainan dalam jaringan tubuh, terutama kelainan
pada otak. Masalah perilaku salah suai erat kaitannya dengan factor
genetic.
b. Model psikogenetik, penyesuaian diri erat kaitannya dengan riwayat hidup
seseorang, terutama pengalamannya dalam kehidupan keluarga.
c. Model sosiogenetik, faktor lingkungan, yakni lembaga sosial budaya
merupaan determinan adekuasi penyesuaian diri.
Hampir senada dengan pendapat Lazarus, Moh. Surya (1985:16)
menyebutkan bahwa “ penentu-penentu penyesuaian diri identik dengan faktor
yang menentukan perkembangan kepribadian.” Adapun penentu-penentu yang
dimaksudkan adalah “(1) kondisi jasmaniah yang meliputi pembawaan,
susunan jasmaniah, system syaraf, kelenjar otot, kesehatan dan lain-lain; (2)
perkembangan dan kematangan yang meliputi kematangan intelektual, sosial,
moral dan emosional; (3) penentu psikologis yang meliputi pengalaman
belajar, pembiasaan, frustasi dan konflik; (4) kondisi lingkungan meliputi
rumah, sekolah dan masyarakat; (5) penentu cultural berupa budaya dan
agama.
30
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan penyesuaian diri tidak
hanya bersumber dari eksternal individu, melainkan dipengaruhi pula oleh
faktor-faktor internal individu itu sendiri.
3. Karakteristik Penyesuaian Diri yang Sehat
Derlega dan Janda (1978: 28-37) menyebutkan bahwa penyesuaian yang
baik ditandai dengan kemampuan-kemampuan sebagai berikut.
a. Perception of Reality (Pengamatan realistis).
b. Living with the past and the future (Hidup dengan masa lampau dan masa
yang akan datang).
c. Meaningful work (Bekerja secara berarti).
d. Social Relationships (Hubungan sosial).
e. Emotional Experience (Pengalaman emosional).
f. The Self (Diri).
Ciri-ciri umum dari individu yang dapat menyesuaikan diri dengan
baik, seperti tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Pengamatan realistis, dapat mengamati sesuatu secara realistis,
menginterprestasikan diri sendiri, orang lain dan situasi/peristiwa secara
realistis. Dalam hal ini berarti orang tersebut akan dapat berdiri di ata
kenyataan. Ia dapat melihat masalah hidup sebagai suatu kenyataan yang
harus dihadapi secsra terbuka sehingga ia mampu menerima
situasi/kondisi kehidupan secara wajar dan memiliki perasaan aman di
mana pun berada.
31
b. Hidup dengan masa lampau dan masa yang akan datang, berarti dapat
memanfaatkan pengalaman masa lampaunya dan merencanakan sesuatu
untuk masa yang akan datang. Individu yang dapat menyesuaikan diri
dengan baik akan belajar dari pengalamannya, dia tidak akan mengulang
kegagalan yang pernah dialami dan selalu melakukan perencanaan-
perencanaan dalam hidupnya baik yang berhubungan dengan pendidikan,
pekerjaan ataupun aspek-aspek kehidupan lainnya.
c. Bekerja secara berarti, dalam hal ini bekerja tidaklah selalu diartikan
sebagai suatu aktivitas yang menghasilkan keuntungan berupa uang.
Melainkan segala aktivitas sehari-hari yang berarti dan mendatangkan
kepuasan. Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik akan
berusaha untuk melaksanakan segala tugas-tugasnya dengan baik dan
menghargai prestasinya serta memiliki motivasi untuk meningkatkan
prestasinya, sehingga semua usahanya itu memberikan kepuasan bagi
dirinya. Ketidakpuasan dalam penyelesaikan suatu tugas akan
mengganggu dan menimbulkan masalah yang cukup rumit bagi seseorang,
dan sebaliknya rasa puas akan dapat memberikan kontribusi terhadap
perkembangan self esteem seseorang.
d. Hubungan sosial, berarti mampu melakukan hubungan sosial secara akrab.
Dia dapat berkomunikasi dengan orang lain, luwes dalam bergaul dengan
orang lain dan dapat bekerja sama dengan orang lain demi untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik bagi dirinya dan orang lain.
32
e. Pengalaman emosional, berarti pandai mengatasi emosinya, dia dapat
menunjukkan perasaannya secara stabil, walaupun sedang marah, cemas,
sedih, dan lain-lain. Individu yang dapat menyesuaikan dii dengan baik
akan memiliki kestabilan emosi yang tinggi, sehingga dia tidak mudah
sedih dan mampu bertahan dalam kesedihan, mampu mengatasi
kecemasan, dan ammpu mengendalikan marah atau mengontrol tingkah
laukunya ketika marah. Individu yang berkepribadian sehat juga akan
mampu mengungkapkan perasaan bahagia bila mencapai tujuannya dan
mampu mengungkapkan rasa bersalah setelah melakukan hal-hal yang
tidak benar.
f. Self, berarti selalu memandang diri sendiri secara positif. Individu yang
dapat menyesuaikan diri dengan baik selalu menerima dirinya baik
terhadap kelebihannya maupun terhadap kekurangannya, dan biasanya ada
kecocokan antara pandangan orang itu terhadap dirinya sendiri dengan
pandangan orang terhadap dirinya.
Sedangkan Scheneiders (Moh. Surya, 1985 : 13) mengemukakan beberapa
kriteria penyesuaian yang tergolong baik (good adjustment) ditandai dengan:
(1) pengetahuan dan tilikan terhadap diri sendiri, (2) obyektivitas diri dan
penerimaan diri, (3) pengendalian diri dan perkembangan diri, (4) keutuhan
pribadi, (5) tujuan dan arah yang jelas, (6) perspektif, skala nilai dan filsafat
hidup memadai, (7) rasa humor, (8) rasa tanggung jawab, (9) kematangan
respon, (10) perkembangan kebiasaan yang baik, (11) adaptabilitas, (12) bebas
dari respon-respon yang simtomatis (gejala gangguan mental), (13) kecakapan
33
bekerja sama dan menaruh minat kepada orang lain, (14) memiliki minat yang
besar dalam bekerja dan bermain, (15) kepuasan dalam bekerja dan bermain,
dan (16) orientasi yang menandai terhadap realitas.
Berdasarkan kedua rumusan tersebut, karakteristik penyesuain diri yang
sehat hampir selalu tampak dalam proses penyesuaian terhadap diri sendiri,
orang lain dan lingkungan. Kemampuan melihat diri sendiri secara obyektif,
kemampuan untuk membuat perencanaan hidup yang mengindikasikan adanya
kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap diri sendiri, kemampuan untuk
bergaul dengan orag lain secara baik dan mendapatkan kepuasan/kebahagiaan
dalam setiap proses interaksi tersebut, dan kebebasan dalam mengekspresikan
kehidupan emosi merupakan indikator-indikator adanya penyesuaian diri yang
sehat.
4. Penyesuaian Diri Siswa sebagai Remaja
Penyesuaian adalah proses dinamik yang terus menerus sepanjang rentang
kehidupan individu. Selama perkembangan individu terus berlangsung, maka
selama itu pula individu harus menyesuaikan diri dengan segala tuntutan dan
kebutuhan perkembangannya.
Tidak semua individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, kadang-
kadang ada rintangan yang menyebabkan tidak berhasil melakukan
penyesuaian diri. Jika berhasil melakukan penyesuaian diri maka ia akan
merasa puas dan bahagia. Akan tetapi sebaliknya jika gagal maka ia akan
merasakan kekecewaan dan ketidakpuasan.
34
Individu dalam hal ini siswa agar dapat melaksanakan tugas, peran dan
tanggung jawabnya dengan baik di lingkungan tempat ia berada seperti halnya
di lingkungan sekolah, dituntut untuk dapat bertingkah dan berperilaku
menurut aturan, norma, hukum dan nilai-nilai yang berlaku sebagai cara untuk
memperoleh penyesuaian bagi persoalan-persoalan hidup serta terciptanya
penyesuaian diri yang sehat.
C. Peran Bimbingan dan Konseling dalam Kaitannya dengan Masalah
Komunikasi Interpersonal dan Penyesuaian Diri Siswa di Sekolah.
Pendidikan di sekolah dilaksanakan sebagai upaya untuk memberikan
perubahan-perubahan positif terhadap tingkah laku dan sikap diri siwa yang
sedang berkembang menuju kedewasaannya diman proses ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti pembawaan, kematangan, dan lingkungan. Sekolah sebagai
salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhinya ikut memberikan pengaruh
dalam membimbing siswa agar pribadinya berkembang secara optimal sesuai
dengan potensi yang dimilikinya. Namun dalam proses perkembangannya itu
siswa tidak dapat lepas dari berbagai masalah, salah satunya adalah masalah
penyesuaian diri.
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu bantuan yang diberikan
kepada individu sebagai upaya untuk membantu individu dalam mengatasi
permasalahan yang timbul di dalam hidupnya agar pertumbuhan serta
perkembangan fisik dan psikis individu dapat berjalan secara maksimal dan
optimal. Bimbingan itu sendiri seperti yang dikemukakan oleh Abin Syamsudin
35
(1996 : 188) adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada agar yang
bersangkutan dapat mencapai taraf perkembangan dan kebahagiaan secara
optimal, dengan melalui proses pengenalan, pemahaman, penerimaan,
pengarahan, perwujudan, serta penyesuaian diri, baik dirinya sendiri maupun
terhadap lingkungannya. .
Adapun selain dari istilah bimbingan yang telah dipaparkan sebelumnya, ada
satu istilah lagi yang sangat erat kaitannya dengan bimbingan yakni konseling.
Keduanya baik bimbingan maupun konseling merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan karena konseling merupakan bagian integral dari bimbingan
bahkan menjadi inti dari keseluruhan layanan bimbingan. Winkel (1991 : 64)
menyatakan bahwa konseling adalah suatu proses yang berorientasikan belajar,
yang dilaksanakan dalam suatu lingkungan sosial antara seorang konselor yang
memiliki kemampuan professional dalam keterampilan psikologis berusaha
membantu seorang konseli dengan metode yang tepat untuk kebutuhan konseli
tersebut dalam hubungannya dengan keseluruhan program ketenagakerjaan
supaya dapat mempelajari lebih baik tentang dirinya sendiri, belajar bagaimana
memanfaatkan pemahaman tentang dirinya untuk realistis sehingga konseli dapat
menjadi individu yang lebih produktif.
Setiap individu, mulai dari kanak-kanak, remaja sampai dewasa termasuk
siswa sekolah menengah atas tidak akan terlepas dari suatu masalah, baik itu
masalah yang berhubungan dengan pribadi, sosial, pendidikan, karier dan nilai.
Dalam hubungannya dengan komunikasi interpersonal siswa, siswa yang
memiliki komunikasi interpersonal yang rendah, akan mengalami hambatan
36
dalam pemenuhan kebutuhan sosialnya. Hambatan tersebut nantinya akan
berpengaruh pada keberhasilan individu tersebut dalam proses penyesuaian
dirinya sekarang dan dimasa yang akan datang.
Secara khusus layanan bimbingan dan konseling di sekolah bertujuan
untuk membantu siswa agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan
yang meliputi aspek pribadi sosial, belajar dan karir. Berdasarkan uraian di atas,
maka remaja memerlukan bimbingan yang lebih fokus pada pribadi dan
hubungannya dengan lingkungan sosial. Oleh karena itu disinilah bimbingan dan
konseling berperan.
Bimbingan pribadi sosial ditujukan supaya siswa dapat mencapai
perkembangan pribadi sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri dan
bertanggung jawab. Melalui layanan bimbingan pribadi sosial ini diharapkan
siswa memahami diri, mampu mengendalikan dan mengarahkan diri dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial di sekolah sehingga mereka mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolahnya.
Bantuan yang diberikan oleh pihak bimbingan dan konseling jika
dihubungkan dengan komunikasi interpersonal dengan penyesuaian diri siswa,
menitikberatkan pada penjelasan dan pemahaman tentang bagaimana komunikasi
interpersonal yang seharusnya dimiliki siswa agar siswa mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekolah yang baru dan yang berdampak positif baik bagi
diri dan orang lain serta bimbingan yang dapat mengembangkan serta
meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain yang pada
37
akhirnya siswa mampu menciptakan dan membangun komunikasi yang baik dan
sehat serta mampu untuk menyesuaiakan dirinya dengan lingkungannya.
Kedua permasalahan tersebut, menjadi salah satu hal yang ada dalam
bimbingan pribadi dan bimbingan sosial. Namun karena bimbingan dan konseling
tidak hanya berfungsi sebagai pemahaman dan pencegahan maka fungsi lainnya
pun harus dilakukan. Fungsi dari bimbingan dan konseling itu sendiri harus
bersifat melengkapi satu sama lain agar tujuan dari bimbingan akan tercapai
dengan baik. Adapun fungsi bimbingan konseling secara keseluruhan adalah:
1) Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bertujuan
memberikan pemahaman pada siswa tentang diri dan lingkungannya sesuai
dengan kebutuhan perkembangan siswa.
2) Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bertujuan
membantu siswa terhindar dari berbagai permasalahan yang dapat
mengganggu, menghambat maupun menimbulkan kesulitan bagi proses
penyesuaian diri siswa.
3) Fungsi perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bertujuan
mengatasi berbagai permasalahan yang dialami siswa.
4) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling yang bertujuan memelihara dan mengembangkan berbagai potensi
dan kondisi positif siswa dalam rangka pengembangan diri secara mantap dan
berkelanjutan.
Oleh karena itu, diharapkan melalui layanan bimbingan dan konseling
komunikasi interpersonal siswa berkembang dengan baik sehingga siswa akan
38
mampu menyesuaikan dirinya dan menghadapi tantangan dan hambatan dalam
kehidupan sekarang dan di masa yang akan datang.
Sebagaimana uraian di atas, jelaslah kiranya bahwa melalui pemberian
layanan bimbingan dan konseling, individu diharapkan dapat memecahkan
masalahnya sendiri, memahami dan menyesuaiakan diri dengan lingkunagnnya
sebagai upaya tetap dapat hidup serasi dan harmonis bersama lingkungan
dimanapun individu itu berada.