bab 1 pendahuluan - copy

Upload: mochamad-yusuf

Post on 06-Jul-2015

121 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG Mengurangi kesenjangan wilayah adalah salah satu tema pokok dalam pembangunan wilayah (Firman, 2000). Kesenjangan yang dimaksud di sini adalah ketidakmerataan kemajuan pembangunan antar wilayah yang terjadi akibat perbedaan kecepatan pertumbuhan. Selain it , u Basri (2002) menjelaskan bahwa kesenjangan antar daerah (wilayah) adalah realita yang menggambarkan jarak ekonomis dan sumberdaya manusia (SDM) antar daerah di Indonesia akibat pembangunan yang terjadi puluhan tahun terakhir ini. Jarak ekonomis yang dimaksud di sini adalah perbedaan pertumbuhan ekonomi, sementara jarak SDM berarti kesenjangan penduduk dalam hal kuantitas maupun kualitas. Fenomena kesenjangan pembangunan antar wilayah di Indonesia dapat dilihat pada ketidakmerataan yang terjadi antara pulau Jawa dan luar Jawa , antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta antara kawasan pedesaan dan perkotaan . Meskipun demikian, kesenjangan antar wilayah tersebut bukan hanya berlangsung di Indonesia. Bahkan di negara-negara industri maju sekalipun, masih terdapat kesenjangan wilayah walaupun dalam kadar yang berbeda dengan negara-negara berkembang (Alkadri, 1999). Pada dasarnya, kesenjangan antar wilayah memang selalu terjadi dalam proses pembangunan. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat universal dan dapat terjadi pada tingkat apapun (Hirschman dalam Nurzaman, 1997). Bahkan, Williamson (Williamson,1997) telah melakukan pengamatan secara empiris mengenai hubungan kausalitas antara kesenjangan dan pertumbuhan. Hubungan kesenjangan-pertumbuhan dapat dilukiskan seperti kurva genta (bell curve). Kesenjangan cenderung akan naik seiring dengan pertumbuhan yang meningkat, hingga mencapai suatu titik balik dan setelah itu akan menurun dengan sendirinya, atau yang disebut dengan reversal polarization (Firman,2000). Jadi, kesenjangan wilayah dapat dikatakan sebagai suatu proses yang wajar dalam lingkup pembangunan wilayah. Hal ini dapat dipahami terutama mengingat adanya faktor ketidaksetaraan anugerah awal (initial endowment) antara wilayah yang satu dengan yang lain. Sumberdaya yang dimiliki antar daerah tidak sama, (pra)sarana ekonomi yang tersedia juga tidak sama. Begitu pula faktor-faktor yang lain seperti kapital, keahlian/keterampilan serta bakat/potensi (Dumairy, 1996). Dengan demikian, kesempatan masing-masing wilayah untuk berkembang tidaklah sama, sehingga dalam proses pembangunan mungkin saja terjadi kesenjangan. Namun, sekalipun diterima sebagai suatu hal yang wajar, kesenjangan tetap dianggap sebagai suatu masalah. Ini terjadi karena pada dasarnya tak ada satupun wilayah yang mau menjadi tertinggal. Apalagi bila kesenjangan tersebut dirasakan terlalu besar, atau bila wilayah yang tertinggal merasa bahwa kesenjangan terjadi karena adanya sistem yang salah da lam pembangunan. Wilayah yang tertinggal merasa bahwa sumber-sumber yang dimilikinya tersedot

SINKRONISASI TERAPAN INDIKASI PROGRAM DAN ANGGARAN PENATAAN RUANG DALAM MENGURANGI DISPARITAS WILAYAH DI JAWA TIMUR

I-1

oleh wilayah yang sudah lebih dulu berkembang. Bila hal ini terjadi, maka kesenjangan tersebut dapat menjadi penyebab munculnya keresahan, ketidak puasan dan bahkan sampai pada gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (Nurzaman, 1997). Dan dalam skala regional, kesenjangan juga dapat menimbulkan konflik antar wilayah. Selain ancaman disintegrasi dan konflik antar wilayah, kesenjangan antar wilayah juga akhirnya (Sumodiningrat dal m Nugroho dan a bermuara pada bertambahnya jumlah penduduk miskin

Dahuri, 2004). Melihat dampak-dampak negatif tersebut, maka jelas bahwa kesenjangan antar wilayah merupakan masalah yang krusial dalam konteks pembangunan wilayah dan sangat layak untuk mendapat perhatian. Untuk dapat mengatasi permasalahan kesenjangan wilayah, maka terlebih dahulu harus diketahui tolak ukur dari kesenjangan tersebut. Dalam konteks pembangunan wilayah, ukuran kesenjangan ditentukan berdasarkan indikator -indikator keberhasilan pembangunan wilayah. The World Bank (dalam The Quality of Growth, 2000) memfokuskan lingkup pembangunan dalam soal manusia dan kesejahteraan atau kemakmuran. Gagasan pembangunan sebagai kesejahteraan berarti bahwa ukuran (indikator) pembangunan harus mencakup tidak hanya laju pertumbuhan, tetapi juga pemerataan, komposisi, dan kesinambungan pembangunan itu sendiri (development sustainability). Untuk mengintegrasikan kualitas pertumbuhan dalam pengkajian pembangunan, diperlukan indeks kesejahteraan yang multidimensional yang terdiri dari komponen-komponen berikut ini (The World Bank, 2000): a. Pembangunan manusia (aspek sosial) b. Pertumbuhan pendapatan (aspek ekonomi) c. Kelestarian lingkungan (aspek lingkungan) Untuk aspek ekonomi, The World Bank (2000) mengukur pertumbuhan ekonomi berdasarkan penurunan dalam ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan PDB. Sementara itu, indikator pertumbuhan pendapatan untuk mengukur kesenjangan wilayah adalah konsep output regional yang menggunakan pendekatan wilayah (area approach). Output regional direpresentasikan oleh indikator Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita (Tadjoeddin, dkk: 2001). Selain itu, dalam penelitian lain tentang kesenjangan wilayah yang dilakukan oleh Suhudi (Suhudi, 1991), juga dimasukkan komponen sektor industri dan tenaga kerja sebagai indikator untuk menganalisis kesenjangan ekonomi wilayah. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Kebijaksanaan pembangunan dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan cara memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada. Namun hasil pembangunan memiliki kecenderungan belum dirasakan merata dan masih terdapat disparitas antar daerah. Rencana tata ruang wilayah memiliki peran penting dalam menciptakan dan mengurangi disparitas pembangunan di suatu wilayah. Peran rencana tata ruang tersebut dilihat dari adanya arahan rencana yang disertai indikasi program yang berfungsi sebagai acuan dalam pelaksanaan program pembangunan. Peran sentral inilah yang menjadikan rencana tata ruang sebagai salah satu leading faktor dalam menentukan keberhasilan pembangunan yang nantinya akan berdampak pada terjadi atau tidaknya disparitas pembangunan pada suatu wilayah. Perencanaan pembangunan yang didukung dengan pelaksanaan yang baik akan dapatSINKRONISASI TERAPAN INDIKASI PROGRAM DAN ANGGARAN PENATAAN RUANG DALAM MENGURANGI DISPARITAS WILAYAH DI JAWA TIMUR

I-2

mengahasilkan pembangunan yang merata dalam rangka mencapai kemakmuran bersama serta mengurangi disparitas wilayah. Pada saat ini tolok ukur keberhasilan pembangunan lebih diarahkan pada indikator ekonomi yang dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita suatu wilayah. Dengan pemahaman tersebut menunjukkan bahwa faktor persebaran ekonomilah yang menentukan disparitas wilayah. Tetapi dengan adanya perkembangan pemahaman lain yang didasarkan pada pandangan Kanbur dan Venables dalam Spatial Inequality and Development (2005) menyatakan bahwa gejala-gejala dari penyakit ketimpangan wilayah diantaranya adalah masih rendahnya kualitas pendidikan perdesaan, jeleknya fasilitasinfrastruktur, aktivitas perbankan yang rendah, kebijakan pembangunan berbasis eksploitasi sumber daya alam semata, sampai tidak tersedianya lapangan kerja berbasis karakter sosial ekonomi lokal yang mencukupi. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa pemerataan pembangunan yang diartikan sebagai tingkat disparitas wilayah tidak hanya dinilai berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, tetapi juga dapat dinilai berdasarkan rendahnya kualitas pendidikan dan kurangnyapelayanan infrastruktur. Penilaian terhadap kondisi disparitas wilayah tersebut menunjukkan bahwa setiap wilayah memiliki karakter aspek penyebab disparitas yang berbeda beda. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia yang memiliki 38 kabupaten dan kota dengan perkembangan wilayahnya terpusat pada bagian utara. Perkembangan wilayah yang terpusat pada bagian utara menyebabkan kecenderungan terjadinya disparitas wilayah utara selatan.Kondisi tersebut menunjukkan tidak meratanya pembangunan yang dapat memicu terjadinya disparitas wilayah yang lebih besar.Indikasi lain yang dapat menunjukkan indikasi disparitas wilayah yang terjadi di Provinsi Jawa Timur adalah terpusatnya kegiatan perwilayahan pada bagian utara yang didukung oleh tersedianya infrastruk yang memadai. tur Penilaian terjadinya indikasi disparitas wilayah di Jawa Timur didukung juga dengan adanya indikator makro ekonomi pada tahun 2009 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur yang menunjukkan adanya disparitas wilayah. Penilaian disparitas wilayah di Provinsi Jawa Timur perlu mendapat perhatian dalam upaya mencapai pemerataan pembangunan untuk menciptakan kemakmuran rakyat. Menciptakan pemerataan pembangunan membutuhkan arahan perencanaan pembangunan yang baik yang nantinya akan dituangkan dalam program pembangunan yang tepat sasaran. Arahan program dalam menciptakan pemerataan pembangunan perlu didasarkan pada permasalahan permasahalan terkait disparitas wilayah. Berdasarkan keperluan tersebut, maka diperlukan adanya sinkronisasi indikasi program pembangunan dalam upaya mengurangi disparitas wilayah di Provinsi Jawa Timur yang didasarkan pada tinjauan aspek aspek penyebab terjadinya disparitas wilayah. 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari kegiatan Sinkronisasi Terapan Indikasi Program dan Anggaran Penataan Ruang dalam Mengurangi Disparitas Wilayah di Jawa Timuradalah menghasilkan rumusan penerapan indikasi program (arahan pemanfaatan ruang) pada anggaran pembangunan dalam rangka mengurangi disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Jawa Timur.

SINKRONISASI TERAPAN INDIKASI PROGRAM DAN ANGGARAN PENATAAN RUANG DALAM MENGURANGI DISPARITAS WILAYAH DI JAWA TIMUR

I-3

Tujuan kegiatan Sinkronisasi Terapan Indikasi Program dan Anggaran Penataan Ruang dalam Mengurangi Disparitas Wilayah di Jawa Timur adalah Merumuskan arahan program dan pembiayaan pembangunan yang aplikatif dalam upaya mengurangi disparitas pembangunan wilayah. 1.3. SASARAN KEGIATAN Untuk mencapai tujuan maka berikut ini akan dijabarkan sasaran yang diinginkan dari kegiatan Sinkronisasi Terapan Indikasi Program dan Anggaran Penataan Ruang dalam Mengurangi Disparitas Wilayah di Jawa Timur, yaitu : 1) Teridentifikasinya metode penilaian disparitas pembangunan wilayah yang relevan dalam menghitung nilai disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Jawa Timur. 2) Diperolehnya nilai disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Jawa Timur 3) Teridentifikasinya faktorfaktor penyebab terjadinya disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Jawa Timur 4) Terukurnya kesesuaian indikasi program dan pembiayaan pembangunan yang terdapat dalam kebijakan pembangunan dengan faktorfaktor penyebab disparitas wilayah di provinsi Jawa Timur. 5) Adanya rekomendasi metode perhitungan nilai disparitas dalam kaitannya untuk menghitung nilai disparitas wilayah di Provinsi Jawa Timur 6) Tersusunnya kebijakan, strategi, dan indikasi program pembangunan yang aplikatif dalam upaya mengurangi disparitas wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. 1.4. RUANG LINGKUP A. Lingkup Wilayah Kegiatan Sinkronisasi Terapan Indikasi Program dan Anggaran Penataan Ruang dalam Mengurangi Disparitas Wilayah di Jawa Timur lokasinya meliputiseluruh wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. B. Lingkup Substansi Ruang Lingkup Substansi meliputi: rumusan metode perhitungan yang digunakan dalam menghitung nilai disparitas pembangunan wilayah; rumusan faktor faktor penyebab terjadinya disparitas pembangunan; sinkronisasi arahan program pembangunan (arahan pemanfaatan ruang) dan pembiayaan pembangunan dengan penyebab disparitas di Provinsi Jawa Timur; serta terwujudnya arahan indikasi program yang aplikatif dalam upaya mengurangi disparitas wilayah.

SINKRONISASI TERAPAN INDIKASI PROGRAM DAN ANGGARAN PENATAAN RUANG DALAM MENGURANGI DISPARITAS WILAYAH DI JAWA TIMUR

I-4