bab 1 pendahuluan

41
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Diciptakan alam pria dan wanita/ Dua makhluk dalam asuhan dewata/ Ditakdirkan bahwa pria berkuasa/ Adapun wanita lemah lembut manja// Wanita dijajah pria sejak dulu/ Dijadikan perhiasan sangkar madu/ Namun ada kala pria tak berdaya/ Tekuk lutut di sudut kerling wanita/// (Sabda Alam, Ebet Kadarusman & Ismail Marzuki). Sebait lagu di atas adalah sedikit dari representasi budaya patriarki di Indonesia. Lagu merupakan salah satu produk kesenian yang dapat merepresentasikan kehidupan budaya dari tempat kesenian itu berasal. Penciptanya tentu bukan merangkai lirik ini tanpa inspirasi. Inspirasi tersebut mungkin berasal dari fenomena bahwa mayoritas masyarakat Indonesia dihadapkan dengan situasi di mana pria lebih berkuasa dari wanita. Dan lahirlah lagu ini. Selain itu, dalam lagu ini juga digambarkan bagaimana sifat gender yang melekat pada diri pria dan wanita. Dalam bait lagu Sabda Alam tersebut, pria digambarkan berkuasa terhadap 1

Upload: annisa-irish-risdyanti

Post on 04-Jan-2016

580 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1 Pendahuluan

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Diciptakan alam pria dan wanita/ Dua makhluk dalam asuhan dewata/ Ditakdirkan bahwa pria berkuasa/ Adapun wanita lemah lembut manja// Wanita dijajah pria sejak dulu/ Dijadikan perhiasan sangkar madu/ Namun ada kala pria tak berdaya/ Tekuk lutut di sudut kerling wanita/// (Sabda Alam, Ebet Kadarusman & Ismail Marzuki).

Sebait lagu di atas adalah sedikit dari representasi budaya patriarki di

Indonesia. Lagu merupakan salah satu produk kesenian yang dapat

merepresentasikan kehidupan budaya dari tempat kesenian itu berasal.

Penciptanya tentu bukan merangkai lirik ini tanpa inspirasi. Inspirasi tersebut

mungkin berasal dari fenomena bahwa mayoritas masyarakat Indonesia

dihadapkan dengan situasi di mana pria lebih berkuasa dari wanita. Dan lahirlah

lagu ini. Selain itu, dalam lagu ini juga digambarkan bagaimana sifat gender yang

melekat pada diri pria dan wanita. Dalam bait lagu Sabda Alam tersebut, pria

digambarkan berkuasa terhadap perempuan dan sangat maskulin. Serta sifat

perempuan yang seharusnya ditampilkan kepada pria adalah lemah lembut dan

bermanja-manja atau sangat feminim. Bukan wanita bila ia gagah perkasa, dan

bukan pria apabila tidak berkuasa atas wanita. Hal seperti ini sudah terbentuk

dalam pola pikir masyarakat Indonesia. Masih banyak orang yang menganggap

sifat perempuan adalah lemah lembut dan bekerja di wilayah domestik adalah

kodrat, di mana kodrat itu lahir dan diperintahkan oleh Yang Maha Pencipta.

1

Page 2: Bab 1 Pendahuluan

Film Perempuan Berkalung Sorban karya sutradara Hanung Bramantyo

adalah film yang mengundang banyak kontroversi. Film bergenre drama religi ini

mengisahkan perjuangan seorang wanita usia sekitar 23 tahun bernama Anisa

(Revalina Estemat). Sosok Anisa digambarkan sebagai wanita cantik, cerdas, dan

memiliki pendirian yang kuat. Anisa tinggal dalam pesantren Al-Huda milik

ayahnya yang mana perempuan dipersiapkan menjadi istri serta ibu rumah tangga

yang baik. Sejak kecil, perempuan sudah dibiasakan untuk mencuci, memasak,

mengurus rumah, dan lain sebagainya. Anisa sudah mendapatkan perlakuan yang

berbeda dengan kedua kakak laki-lakinya sejak ia masih kecil. Misalnya dalam

bidang pendidikan, kedua kakak laki-laki Anisa diberi kesempatan untuk

menjalani pendidikan sampai ke Al-Azhar di Mesir, sedangkan Anisa yang

mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Yogyakarta tidak dipercayakan untuk pergi

ke luar lingkungan pesantren tanpa didampingi oleh muhrim-nya. Anisa yang

cerdas banyak bertanya soal perbedaan perilaku yang diterapkan oleh kedua orang

tua serta lingkungannya kepada perempuan dan laki-laki. Pola pikir lingkungan

Anisa ini sama dengan pola pikir mayoritas masyarakat di Indonesia.

Anisa dewasa mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Suami Anisa,

Syamsudin, adalah anak dari seorang Kiayi dari pesantren Salaf di Jombang.

Syamsudin dan keluarganya adalah kalangan yang terhormat karena gelar Kiayi

serta kekayaan yang dimiliki orang tua Syamsudin. Perjodohan Anisa dengan

Syamsudin dimaksudkan untuk menyatukan dua pesantren Salafiah antara

pesantren Al-Huda milik ayah Anisa (Kiayi Hanan atau Abi, yang diperankan

oleh Joshua Pandelaki) dengan pesantren Salaf milik ayah Syamsudin (Pangki

2

Page 3: Bab 1 Pendahuluan

Suwito). Perjodohan ini sudah ditolak oleh Anisa, namun Kiayi Hanan tetap pada

pendiriannya bahwa Anisa sebagai anak perempuan tidak bisa pergi ke

Yogyakarta untuk kuliah, selama Anisa belum memiliki muhrimnya. Demi cita-

cita mencari ilmu setinggi-tingginya, Anisa akhirnya mau dinikahkan dengan

Syamsudin, dengan syarat ia boleh berkuliah di Yogyakarta. Namun, setelah

empat tahun usia pernikahannya dengan Syamsudin, Anisa tidak kunjung

diperbolehkan kuliah oleh sang suami. Bukan saja itu, pernikahannya dengan

Syamsudin mengalami banyak bentuk kekerasan.

Film ini mengambil setting waktu tahun 90-an dengan latar belakang tempat

sebuah pesantren bernama Al-Huda di Jombang, Jawa Timur. Kota ini memiliki

sebutan “Kota Santri” karena mayoritas penduduk Jombang dihuni oleh

masyarakat muslim. Daerah Jawa Timur ini bisa menjadi pusat pesantren terbesar

di pulau Jawa karena itu ajaran Islam dijadikan pedoman hidup sehari-hari

sebagian besar masyarakat Jawa Timur sampai saat ini. Pola pikir lingkungan

pesantren Al-Huda mengenai peran perempuan diperkuat dengan penafsiran

ajaran agama Islam oleh para Kiayi di Al-Huda.

Sebagai sumber semangat perjuangannya, Anisa lebih banyak mengambil

ilmu tersebut dari buku-buku modern seperti ‘Bumi Manusia’ karangan

Pramoedya Ananta Toer. Pada setting waktu di film ini, buku tersebut dilarang

untuk dipublikasikan, diterbitkan, dan dikonsumsi oleh masyarakat. Buku ini

dilarang oleh Pemerintah Orde Baru karena dianggap mengandung pesan-pesan

Marxisme dan Komunisme, yang mana pada masa itu aliran komunis sangat

ditentang di Indonesia. Komunisme sendiri ditentang oleh Islam karena ideologi

3

Page 4: Bab 1 Pendahuluan

ini dianggap sebagai pamahaman bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini

berasal dari material, bukan diciptakan oleh Allah SWT. Mereka mengingkari

adanya Allah yang menciptakan mereka. Karena itu, buku Bumi Manusia yang

menjadi referensi Anisa sebagai simbol perjuangan ditentang oleh pihak pesantren

karena diyakini mengandung ideologi Komunisme. Buku-buku seperti ini

kemudian menjadi salah satu penyebab konflik di dalam film.

Terkadang tidak kita sadari, bahwa film sebagai salah satu saluran media

massa yang berusaha menyampaikan pesan tertentu kepada khalayaknya. Di

dalam pesan tersebut terdapat suatu ideologi yang ingin disampaikan oleh media.

Film adalah suatu media komunikasi yang sarat dengan simbol-simbol. Semua

simbol ini disampaikan melalui bahasa film—baik verbal ataupun nonverbal—

yang dapat merepresentasikan suatu realitas menurut kepentingan pembuat film.

Tanda mengartikan atau merepresentasikan (menggambarkan) konsep-konsep,

gagasan atau perasaan sedemikian rupa yang memungkinkan seseorang

‘membaca’, mem-decode atau menginterpretasikan maknanya

(www.abunavis.wordpress.com/2008/01/03/sesudut-semiotik-sebuah-tawaran-

pemaknaan-berita/ , diakses pada Desember 2009). Bagaimana komunikator

merangkai suatu pesan komunikasi sangat berpengaruh pada interpretasi

komunikannya. Namun, ada beberapa faktor juga yang mempengaruhi komunikan

massa dapat menginterpretasi pesan secara berbeda-beda. Seperti faktor

pengalaman, latar belakang budaya, situasi psikologi sosial, dan lain sebagainya.

4

Page 5: Bab 1 Pendahuluan

Chris Barker (2004) menyebutkan bahwa representasi merupakan kajian

utama dalam cultural studies. Representasi sendiri dimaknai sebagai bagaimana

dunia dikonstruksikan secara sosial dan disajikan kepada kita dan oleh kita di

dalam pemaknaan tertentu. Cultural studies memfokuskan diri kepada bagaimana

proses pemaknaan representasi itu sendiri (Barker, 2004:8). Bukan saja

perancangan pesan dalam film “Perempuan Berkalung Sorban” yang penting

untuk dibahas, namun bagaimana khalayak memaknai pesan tersebut juga tak

kalah pentingnya. Film “Perempuan Berkalung Sorban” merupakan bentuk

representasi pembuat film mengenai realitas yang ada mengenai kehidupan

masyarakat di lingkungan pesantren sesungguhnya. Representasi seperti

disebutkan di atas berkaitan dengan pemaknaan realitas dari pembuat film

(komunikator), sehingga dalam pesan yang terkandung di dalam film “Perempuan

Berkalung Sorban” berasal dari pemaknaan pembuat film yang bisa berbeda

dengan penonton.

Representasi di dalam film ini sangat penting, karena film adalah salah satu

media yang bisa merangkai suatu persepsi tertentu pada penontonnya mengenai

isu yang terkandung di dalam film tersebut. Bagi Stuart Hall (dalam Barker,

2004), representasi mengacu pada proses produksi makna melalui bahasa.

Merepresentasikan berarti menggambarkan/mendeskripsikan sesuatu. Hal yang

menjadi masalah dalam representasi adalah bagaimana film tersebut ditampilkan

dan apakah hal tersebut telah direpresentasikan sesuai dengan realitas yang ada.

5

Page 6: Bab 1 Pendahuluan

Dalam film, orang yang memiliki peranan penuh dalam merepresentasikan

wacana adalah sutradara. Sutradara atau pengarah laku memiliki wewenang penuh

untuk menggambarkan suatu peristiwa melalui sudut pandangnya. Walaupun

sistem kerja perfilman dilakukan oleh tim, namun pengambil keputusan akhir

tetap berada di tangan sutradara. Baik penulis skenario, kameramen, para

artis/talent, dan semua kru film mengikuti arahan dari sutradara. Pada awalnya

pun, penelitian ini berusaha menganalisa sudut pandang dan ideologi yang

melatarbelakangi sutradara dalam membuat film “Perempuan Berkalung Sorban”.

Namun dalam proses penelitian, Peneliti mengalami beberapa kesulitan dalam

menghubungi sutradara Hanung Bramantyo. Kesibukan sutradara membuat

Peneliti tidak bisa menemuinya selama proses penelitian ini berlangsung.

Sehubungan dengan keterbatasan waktu dan biaya penelitian, maka Peneliti

mencoba alternatif lain dengan menghubungi penulis skenario Ginatri S. Noer

yang kemudian bersedia menjadi narasumber utama penelitian ini. Peneliti

menilai, sudut pandang Ginatri S. Noer terbatas pada aspek skenario film yang ia

buat saja. Sedangkan aspek-aspek lain seperti gerakan kamera atau adegan bukan

menjadi wilayah kerja saudari Ginatri. Berdasarkan keterbatasan Peneliti yang

telah disebutkan di atas, maka penelitian ini akan menelaah dari satu aspek film

saja yaitu aspek skenario.

Dalam aspek skenario pun dapat kita lihat bahwa film ini berusaha

merepresentasikan suatu peristiwa yang terjadi pada kehidupan kita sehari-hari.

Namun, apakah skenario ini telah merepresentasikan budaya di Jombang, Jawa

Timur dengan akurat? Ataukah hanya dari pengalaman pribadi dari penulis

6

Page 7: Bab 1 Pendahuluan

skenario yang kemudian dimunculkan dalam film ini? Lalu apakah film ini

mempengaruhi persepsi masyarakat mengenai kondisi peran perempuan dan laki-

laki di dalam lingkungan pesantren?

Di dalam skenario terdapat bahasa yang bisa dimaknai dan menarik untuk

dibahas karena tidak semua isi skenario ini dipersepsi sama oleh semua pihak.

Semua ini dipengaruhi oleh aspek pengalaman masing-masing khalayak. Analisis

wacana kritis (Critical Discourse Analysis) mempertimbangkan konteks dari

wacana seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana di sini dipandang

diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu (Eriyanto, 2009:

8). Dalam skenario ini, banyak hal yang bisa diteliti dan ditinjau dari sudut

pandang penelitian analisis wacana. Salah satu tokoh dalam analisis wacana yang

banyak membahas isu gender dan feminisme adalah Sara Mills. Ketidakadilan dan

penggambaran yang buruk mengenai wanita inilah yang menjadi sasaran utama

dari tulisan Mills (Eriyanto, 2009:199). Representasi juga menjadi salah satu

analisis yang penting dalam analisa Mills. Analisa Mills mengatakan bahwa dalam

suatu teks media, wanita bisa ditampilkan dalam posisi subjek atau objek oleh

media. Hal ini menjelaskan apa yang digambarkan media atas suatu realitas

tertentu, dalam perspektif Mills di sini realitas adalah wanita.

Masih dalam Eriyanto (2009), posisi sebagai subjek atau objek dalam

representasi ini mengandung muatan ideologis tertentu. Dalam hal ini bagaimana

posisi ini turut memarjinalkan posisi wanita ketika ditampilkan dalam

pemberitaan. Sedangkan bagaimana khalayak memaknai atau menginterpretasi

pesan tersebut dapat dilihat dari bagaimana penulis skenario menempatkan

7

Page 8: Bab 1 Pendahuluan

penonton dalam wacana. Hal ini dalam analisis wacana Mills masuk ke dalam

analisa posisi penulis-pembaca. Peneliti merasa analisis wacana dalam perspektif

Mills cocok untuk digunakan dalam penelitian ini. Maka dari itu, pentingnya

penyusunan teks dan pemaknaannya dalam isu gender di film “Perempuan

Berkalung Sorban” ini, membuat Peneliti ingin mencoba meneliti lebih jauh

mengenai bagaimana skenario film Perempuan Berkalung Sorban dikonstruksi,

dan juga bagaimana skenario film itu ditafsir oleh khalayak. Berdasarkan latar

belakang di atas, maka penelitian ini berjudul: “STUDI WACANA MENGENAI

SKENARIO FILM ‘PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN’ KARYA

GINATRI S. NOER.”

1.2. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana posisi subjek-

objek dan posisi penulis-pembaca dalam skenario film Perempuan

Berkalung Sorban merepresentasi pola relasi gender Anisa?”

1.3. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka identifikasi masalah yang akan

diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana posisi subjek-objek dalam skenario film “Perempuan Berkalung

Sorban” merepresentasi pola relasi gender Anisa?

8

Page 9: Bab 1 Pendahuluan

2. Bagaimana posisi penulis-pembaca dalam skenario film “Perempuan

Berkalung Sorban” merepresentasi pola relasi gender Anisa?

1.4. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Posisi subjek-objek di skenario film Perempuan Berkalung Sorban dalam

merepresentasi pola relasi gender Anisa, sehingga dapat diketahui latar

belakang ideologi yang dianut oleh penulis skenario film tersebut dan

mengetahui akibatnya pada tokoh Anisa;

2. Posisi penulis-pembaca di film Perempuan berkalung Sorban dalam

merepresentasi pola relasi gender Anisa, sehingga dapat diketahui

bagaimana proses penulis skenario memposisikan pembaca di dalam

teks, juga bagaimana masyarakat menginterpretasikan pesan di dalam

skenario film dan memposisikan dirinya di dalam teks.

1.5. PEMBATASAN MASALAH

Dari identifikasi masalah di atas, maka masalah yang akan diteliti di film

Perempuan Berkalung Sorban adalah aspek skenario di mana tokoh Anisa dalam

film Perempuan Berkalung Sorban mengalami penanaman pola relasi gender yang

menimbulkan ketidakadilan gender dan konflik. Peneliti juga ingin mengetahui

cara penulis skenario menyampaikan ideologinya dan mempengaruhi representasi

tokoh Anisa dalam skenario film tersebut. Selain itu, cara khalayak memposisikan

dirinya dan cara mereka menginterpretasi pola relasi gender Anisa di dalam film

ini juga akan diteliti.

9

Page 10: Bab 1 Pendahuluan

1.6. KEGUNAAN PENELITIAN

Ada pun kegunaan penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu kegunaan

teoritis dan kegunaan praktis.

1.6.1. Kegunaan teoritis

Penelitian dan ataupun penulisan ini diharapkan berguna dalam

memberikan sumbangan pemikiran bagi kepentingan perkembangan ilmu

komunikasi pada umumnya serta bagi perkembangan komunikasi massa pada

khususnya, dimana kesimpulan dari penelitian ini dapat digunakan untuk

memperluas wacana dan wawasan keilmuan pada setiap mereka yang

berkeinginan mempelajari tentang ilmu komunikasi massa khususnya dalam

media film.

1.6.2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk tambahan wawasan bagi

masyarakat mengenai pesan dalam film lebih jauh. Secara khusus, hasil penelitian

ini juga bisa dijadikan tambahan pengetahuan bagi para pembuat film.

1.7. KERANGKA PEMIKIRAN

Komunikasi adalah proses menyampaikan pesan dari komunikator

(penyampai pesan) kepada komunikan (penerima pesan). Pesan yang disampaikan

dapat bermacam-macam, begitu pula cara menyampaikannya pun dapat dilakukan

dengan berbagai cara. Pesan dalam film dapat kita lihat melalui adegan film;

dialog yang diucapkan oleh para pemain; latar belakang tempat dan waktu;

kostum dan properti film; cara kameramen mengambil gambar (camera angle);

10

Page 11: Bab 1 Pendahuluan

serta iringan lagu yang menyertai adegan di dalam film (backsound). Cara

menyampaikan pesan dalam film melalui sebuah media yaitu berupa pita seluloid

atau semacamnya yang mengandung gambar-gambar yang kemudian

diproyeksikan dalam layar bioskop. Di dalam penelitian ini, Peneliti hanya akan

meneliti aspek skenario film saja. Selain karena keterbatasan waktu penelitian,

aspek ini diyakini oleh Peneliti paling banyak mewakili serta paling menonjol dari

pesan pola relasi gender Anisa.

Ada beberapa bentuk dari komunikasi, salah satunya adalah komunikasi

massa. Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media

massa pada sejumlah orang (Ardianto & Erdiyana, 2004:3). Untuk itu, film adalah

bagian dari komunikasi massa karena film adalah media yang bisa diakses secara

massal oleh masyarakat. Dari berbagai bentuk pesan dalam film, aspek skenario

adalah bagian yang paling penting untuk menyusun alur film. Di dalam skenario

terdapat suatu ideologi atau kepentingan tertentu dari penulis skenario yang ingin

ia sampaikan kepada penonton. Ideologi ini sangat berkaitan erat dengan

representasi. Menurut Mulyana (2009:114), “representasi itu sendiri menunjuk

pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu

ditampilkan dalam pemberitaan”.

Dalam penelitian ini, Peneliti berusaha mencari tahu apa ideologi yang

membentuk representasi dalam wacana film. Untuk itu, analisis wacana kritis

(critical discourse analysis/CDA) adalah metodologi yang cocok untuk digunakan

dalam meneliti film “Perempuan Berkalung Sorban”. Dalam analisis wacana

kritis, bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk

11

Page 12: Bab 1 Pendahuluan

subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya.

Bukan saja aspek kebahasaan yang akan dibahas, tapi ideologi, kekuasaan,

konteks, historis dan tindakan menjadi karakteristik dari penelitian ini.

Penelitian wacana ini berusaha mengungkapakan maksud dan makna-makna

tertentu. Sara Mills adalah salah satu dari tokoh analisis wacana yang

menitikberatkan penelitiannya pada wacana feminisme. Dalam penelitiannya, ia

berusaha menggali pesan dan mencari ideologi dari penulis—dalam konteks film

ini adalah penulis skenario—dari teks film yang disampaikan kepada khalayak.

Peneliti memilih analisis wacana Sara Mills sebagai metode penelitian, karena

dalam model analisis Mills berusaha menemukan ideologi di balik pesan yang

disampaikan oleh komunikator (penulis skenario). Selain itu, Mills juga

mementingkan aspek pembaca (penonton) sebagai aspek yang mempengaruhi

penulis skenario dalam menghasilkan sebuah teks melalui proses negosiasi.

Dalam proses representasi, posisi subjek yang dikemukakan oleh Mills

berusaha menyampaikan peristiwa dari kacamatanya si subjek. Dalam konteks

film, posisi subjek ini direpresentasi pada tokoh utama film. Tokoh utama dari

film ini adalah Anisa yang diperankan oleh Revalina S. Temat. Revalina adalah

artis yang berusaha memahami ide cerita kehidupan tokoh Anisa. Kemudian

Revalina menampilkannya dalam adegan yang ia perankan melalui pengucapan

dialog, gerak tubuh, dan kostum yang digunakannya. Lalu apa yang diceritakan

oleh subjek atau tokoh Anisa ini kemudian disebut dengan posisi objek. Posisi

objek dalam film Perempuan Berkalung Sorban adalah pola relasi gender yang

ditanamkan dalam lingkungan sosial Anisa. Pola relasi gender ini kemudian

12

Page 13: Bab 1 Pendahuluan

diceritakan dari kacamata atau sudut pandang Anisa. Dari pemilihan tokoh utama

Anisa sebagai penutur/subjek, maka penulis skenario memiliki ideologi tertentu

yang berusaha ia sampaikan kepada khalayak.

Penulis skenario menampilkan alur kehidupan Anisa dalam film ini,

sehingga pembacaan dominan dari film ini adalah penonton diposisikan sebagai

perempuan (posisi pembaca/penonton). Dengan pemosisian seperti itu, penonton

tidak akan banyak protes, karena selaras dengan apa yang diinginkan oleh penulis

skenario (posisi penulis). Hal ini dikarenakan penonton memiliki kecenderungan

untuk memposisikan dirinya pada tokoh penutur atau pahlawan yang digambarkan

dalam film. Inilah bentuk kerjasama atau proses negosiasi antara penulis skenario

dan penonton yang oleh Mills disebut dengan posisi penulis-pembaca (posisi

penulis skenario-penonton).

Model analisis wacana Sara Mills bermain pada aspek mikro (teks dan

bahasa) dan makro (struktur sosial, ekonomi, politik dan budaya). Mills berusaha

mencari tahu bagaimana teks itu membentuk dan memposisikan subjek (posisi

subjek-objek), serta bagaimana penonton ditempatkan dalam relasi sosial tertentu

(posisi penulis-pembaca). Dalam pengaplikasiannya di dalam penelitian adalah

sebagai berikut:

(i) Posisi Subjek-Objek

Posisi Subjek, peristiwa yang terjadi di dalam skenario film dilihat dari

kacamata tokoh utama, yaitu tokoh Anisa. Maka dari itu, posisi subjek

dalam skenario film ini adalah Anisa. Di dalam skenario film ini terdapat

13

Page 14: Bab 1 Pendahuluan

alur cerita yang dibagi menjadi beberapa periode waktu kehidupan Anisa,

yaitu sebagai berikut:

- Anisa Kecil, yaitu saat tokoh Anisa masih diperankan oleh Nasya

Abigail;

- Anisa Remaja, yaitu saat tokoh Anisa telah diperankan oleh

Revalina S. Temat sampai pada masa sebelum dijodohkan dengan

Syamsudin;

- Anisa Pernikahan Pertama, yaitu saat tokoh Anisa telah menikah

dengan tokoh Syamsudin (Reza Rahadian);

- Anisa Bercerai & Pernikahan Kedua, yaitu saat tokoh Anisa telah

diceraikan oleh tokoh Syamsudin sampai pada pernikahannya

dengan tokoh Khudori (Oka Antara);

- Anisa Menjanda, yaitu saat tokoh Khudori telah meninggal dan

Anisa menjadi janda dengan satu orang anak.

Posisi Objek, dari keseluruhan skenario film, Peneliti melihat proses

penanaman pola relasi gender pada tokoh Anisa menjadi isu utama. Maka

dari itu, hal yang dituturkan oleh subjek (penutur) dalam skenario film ini

adalah ‘pola relasi gender Anisa’. Berdasarkan alur kehidupan Anisa

yang diceritakan dalam skenario film, maka pola relasi gender Anisa

dibagi menjadi beberapa periode waktu, yaitu:

- Pola Relasi Gender Anisa Kecil, yaitu penanaman pola relasi

gender dilakukan saat tokoh Anisa masih diperankan oleh Nasya

Abigail;

14

Page 15: Bab 1 Pendahuluan

- Pola Relasi Gender Anisa Remaja, yaitu penanaman pola relasi

gender pada saat tokoh Anisa telah diperankan oleh Revalina S.

Temat sampai pada masa sebelum dijodohkan dengan Syamsudin;

- Pola Relasi Gender Anisa Pernikahan Pertama, yaitu penanaman

pola relasi gender pada saat tokoh Anisa telah menikah dengan tokoh

Syamsudin (Reza Rahadian);

- Pola Relasi Gender Anisa Bercerai & Pernikahan Kedua, yaitu

penanaman pola relasi gender pada saat tokoh Anisa telah diceraikan

oleh tokoh Syamsudin sampai pada pernikahannya dengan tokoh

Khudori (Oka Antara);

- Pola Relasi Gender Anisa Menjanda, yaitu penanaman pola relasi

gender pada saat tokoh Khudori telah meninggal dan Anisa menjadi

janda dengan satu orang anak.

(ii) Posisi Penulis-Pembaca

Posisi Penulis—yang selanjutnya akan disebut sebagai Posisi Penulis

Skenario (Ginatri S. Noer). Penulis skenario melalui teks mengajak

penonton untuk memahami kondisi pola relasi gender Anisa dengan

membangun plot atau alur cerita tertentu dan bentuk penyapaannya

kepada penonton. Dari penyapaan penulis skenario tersebut kita dapat

melihat ideologi dari penulis Ginatri S. Noer. Bentuk penyapaan penulis

akan dibagi menjadi beberapa alur kehidupan Anisa sesuai dengan alur

cerita di dalam skenario film, yaitu sebagai berikut:

15

Page 16: Bab 1 Pendahuluan

- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Kecil, yaitu

bagaimana cara penulis skenario menyapa penonton dalam teks saat

tokoh Anisa masih diperankan oleh Nasya Abigail;

- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Remaja, yaitu

bagaimana cara penulis skenario menyapa penonton dalam teks saat

tokoh Anisa telah diperankan oleh Revalina S. Temat sampai pada

masa sebelum dijodohkan dengan Syamsudin;

- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Pernikahan

Pertama, yaitu bagaimana cara penulis skenario menyapa penonton

dalam teks saat tokoh Anisa telah menikah dengan tokoh Syamsudin

(Reza Rahadian);

- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Bercerai &

Pernikahan Kedua, yaitu bagaimana cara penulis skenario menyapa

penonton dalam teks saat saat tokoh Anisa telah diceraikan oleh

tokoh Syamsudin sampai pada pernikahannya dengan tokoh Khudori

(Oka Antara);

- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Menjanda, yaitu

bagaimana cara penulis skenario menyapa penonton dalam teks saat

tokoh Khudori telah meninggal dan Anisa menjadi janda dengan satu

orang anak.

Posisi Pembaca—yang selanjutnya akan disebut sebagai Posisi

Penonton (para penonton film Perempuan Berkalung sorban).

Bagaimana penonton memposisikan dirinya dalam skenario dan

16

Page 17: Bab 1 Pendahuluan

bagaimana penonton memaknai pesan di dalam skenario yang

disampaikan oleh penulis skenario. Dibagi menjadi beberapa periode

yaitu:

- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Kecil, yaitu bagaimana

penonton menafsirkan dan memposisikan dirinya dalam teks pada

masa tokoh Anisa masih diperankan oleh Nasya Abigail;

- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Remaja, yaitu bagaimana

penonton menafsirkan dan memposisikan dirinya dalam teks pada

masa tokoh Anisa telah diperankan oleh Revalina S. Temat sampai

pada masa sebelum dijodohkan dengan Syamsudin;

- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Pernikahan Pertama, yaitu

bagaimana penonton menafsirkan dan memposisikan dirinya dalam

teks pada masa tokoh Anisa telah menikah dengan tokoh Syamsudin

(Reza Rahadian);

- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Bercerai & Pernikahan

Kedua, yaitu bagaimana penonton menafsirkan dan memposisikan

dirinya dalam teks pada masa tokoh Anisa telah diceraikan oleh

tokoh Syamsudin sampai pada pernikahannya dengan tokoh Khudori

(Oka Antara);

- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Menjanda, yaitu bagaimana

penonton menafsirkan dan memposisikan dirinya dalam teks pada

masa tokoh Khudori telah meninggal dan Anisa menjadi janda

dengan satu orang anak.

17

Page 18: Bab 1 Pendahuluan

Gender sendiri dalam Women’s Studies Encyclopedia sebagaimana dikutip

oleh Mufidah Ch. (dalam Ridwan, 2006:16), adalah suatu konsep kultural,

berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas,

karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam

masyarakat. Hal ini berbeda dengan pengertian seks, yaitu jenis kelamin. Gender

adalah penempelan sifat-sifat yang telah ditanamkan secara turun temurun dan

melalui proses yang panjang kepada masyarakat mengenai perempuan dan laki-

laki. Sedangkan seks atau jenis kelamin adalah hal-hal yang bersifat biologis,

seperti laki-laki memilik jakun dan penis, sedangkan perempuan memiliki rahim

dan payudara. Seks ini merupakan kodrat yang diterimanya sejak ia lahir dan tidak

bisa dirubah. Sedangkan gender bersifat kultural yang diciptakan oleh manusia itu

sendiri.

Film Perempuan Berkalung Sorban banyak menampilkan masalah gender.

Anisa dihadapkan oleh penanaman perilaku perempuan yang menurut lingkungan

sosialnya harus dimiliki oleh perempuan. Hal-hal seperti bagaimana perempuan

harus bersikap, bagaimana peran seorang ibu atau istri dalam keluarga, dan

bagaimana pola relasi gender yang ditampilkan semenjak kecil itu menimbulkan

ketidakadilan gender.

Ketika lingkungan sosial budaya menanamkan perbedaan sifat maskulin

untuk laki-laki dan feminim untuk perempuan sejak manusia itu lahir, maka hal

itu dapat melahirkan perbedaan gender. Namun, selama perbedaan gender itu

tidak menimbulkan ketidakadilan gender (gender inequalities), maka gender

bukanlah suatu masalah. Kenyataannya, pemahaman tentang pola relasi gender

18

Page 19: Bab 1 Pendahuluan

telah melahirkan ketidakadilan gender, baik perempuan atau pun laki-laki dapat

menjadi korban dari ketidakadilan gender.

1.8. METODOLOGI PENELITIAN

1.8.1. Penelitian Kualitatif

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif. Metode ini lebih menekankan pada pengamatan terhadap fenomena

yang terjadi di masyarakat. Menurut Nasution (1992:13), pendekatan ini bertujuan

untuk memperoleh pemahaman dan menggambarkan realitas yang kompleks.

Dalam penelitian kualitatif, realitas dipandang sebagai suatu kesatuan yang utuh,

memiliki dimensi banyak namun juga bisa berubah-ubah. Metode ini dipilih oleh

peneliti karena dalam penelitian kualitatif, fenomena digali berdasarkan aspek-

aspek yang ada di dalam masyarakat yang menjadi latar terjadinya sebuah

fenomena sosial dalam hal ini mengenai pola relasi gender yang ditanamkan pada

perempuan semenjak ia kecil. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses

yang terjadi dalam sebuah penelitian daripada sebuah hasil akhir.

“Sinematografis memiliki hubungan ‘motivasi’ atau ‘beralasan’

(motivation) dengan penanda yang tampak jelas melalui hubungan penanda

dengan alam yang dirujuk” (Sobur, 2006:131). Dengan kata lain, pesan yang

ditampilkan dalam film telah dirancang sedemikian rupa melalui bahasa verbal

dan nonverbal dalam film itu sendiri sehingga film bisa dikaji melalui salah satu

metode kualitatif, yaitu metode penelitian analisis wacana.

19

Page 20: Bab 1 Pendahuluan

1.8.2. Analisis Wacana Sara Mills

Padanan kata wacana dalam bahasa Inggris adalah discourse, yang dalam

Kamus Webster (1983:522) memiliki pengertian hubungan pikiran dengan kata-

kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; atau percakapan. Sedangkan

pengertian dari salah satu ahli, “Wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang

dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di

dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau

representasi dari pengalaman” (Roger Fowler, dalam Eriyanto, 2009: 2). Dengan

kata lain, wacana terbentuk melalui pengalaman yang direpresentasikan kembali

oleh komunikator. Cara komunikator memandang suatu realitas akan

mempengaruhi pesan komunikasi dalam sebuah wacana.

Pandangan komunikator atas sebuah realitas itu dapat menunjukkan

ideologi yang dianutnya. Ideologi ini akan berpengaruh pada penyusunan,

penggambaran, dan pendeskripsian komunikator pada pesan yang ingin

disampaikannya. Untuk meneliti ideologi apa yang ada di balik film “Perempuan

Berkalung Sorban” ini maka diperlukan sebuah analisis wacana kritis (Critical

Analysis Discourse, selanjutnya disingkat menjadi CDA). Dalam CDA, realitas

dipandang sebagai hasil konstruksi manusia yang berada dalam posisi lingkungan

sosial yang dominan. Kelompok dominan ini kemudian “menciptakan realitas,

dengan memanipulasi, mengondisikan orang lain agar mempunyai penafsiran dan

pemaknaan seperti yang mereka inginkan” (Eriyanto, 2009:55).

20

Page 21: Bab 1 Pendahuluan

Untuk itu, peneliti ingin menggunakan pendekatan analisis wacana kritis

(CDA) yang merupakan sebuah metode analisis dengan teks sebagai elemen yang

membangunnya. Dengan model penelitian yang mengacu pada Sara Mills. Teori

wacana yang dikemukakan oleh Sara Mills banyak membahas wacana feminis dan

bagaimana sosok perempuan ditampilkan dalam media. Titik perhatian dari

wacana feminis adalah bagaimana teks bias dalam menampilkan sosok wanita.

Ketidakadilan dan penggambaran yang buruk mengenai wanita inilah yang

menjadi sasaran utama dari tulisan Mills. Sara Mills juga memusatkan perhatian

pada bagaimana pembaca dan peneliti ditampilkan dalam teks. Bagaimana

pembaca mengidentifikasikan dan menempatkan dirinya dalam penceritaan teks

(Eriyanto, 2009:200).

Sebuah pesan bukan semata hasil produksi dari penulis skenario, namun

dalam proses pembuatan pesan tersebut penulis skenario melakukan negosiasi

dengan pembaca/penontonnya. Eriyanto (2009:204-205) mengatakan, bahwa

dalam mempelajari konteks tidak cukup hanya konteks dari sisi penulis skenario

saja, tetapi perlu juga mempelajari konteks dari sisi penonton. Pandangan Mills

mengenai konteks penulis-pembaca (penulis skenario-penonton) menyatakan

bahwa komunikasi tidak berjalan satu arah dan penonton tidak dianggap pasif

dalam proses komunikasi berlangsung.

Dalam analisis wacana Mills juga dikenal dengan istilah posisi subjek-objek

dan posisi penulis-pembaca. Kerangka analisis tersebut akan dijelaskan pada tabel

di bawah ini:

21

Page 22: Bab 1 Pendahuluan

TINGKAT YANG INGIN DILIHAT

Posisi Subjek-

Objek

Bagaimana peristiwa dilihat, dari kacamata siapa peristiwa itu

dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) dan siapa

yang menjadi objek yang diceritakan. Apakah masing-masing aktor

dan kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk menampilkan

dirinya sendiri, gagasannya ataukah kehadirannya, gagasannya

ditampilkan oleh kelompok/orang lain.

Posisi Penulis-

Pembaca

Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks. Bagaimana

pembaca memposisikan dirinya dalam teks yang ditampilkan.

Kepada kelompok manakah pembaca mengidentifikasikan dirinya.

Tabel 1.1.Kerangka Analisis Wacana Model Sara Mills

(Eriyanto, 2009:211)

1.8.3. Model Aplikatif

TINGKAT YANG INGIN DILIHATPosisi Subjek-Objek

Posisi Subjek:- Anisa Kecil- Anisa Remaja- Anisa Pernikahan Pertama- Anisa Bercerai & Pernikahan Kedua- Anisa Menjanda

Posisi Objek:- Pola Relasi Gender Anisa Kecil- Pola Relasi Gender Anisa Remaja- Pola Relasi Gender Anisa Pernikahan Pertama- Pola Relasi Gender Anisa Bercerai & Pernikahan Kedua- Pola Relasi Gender Anisa Menjanda

Posisi Penulis Skenario-Penonton

Posisi Penulis Skenario- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Kecil- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Remaja- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Pernikahan

Pertama- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Bercerai &

Pernikahan Kedua- Bentuk Penyapaan Penulis pada Periode Anisa Menjanda

Posisi Penonton- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Kecil

22

Page 23: Bab 1 Pendahuluan

- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Remaja- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Pernikahan Pertama- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Bercerai & Pernikahan

Kedua- Posisi Pembaca pada Periode Anisa Menjanda

1.9. TEKNIK PENGUMPULAN DATA & KEABSAHAN DATA

Teknik pengumpulan data dan keabsahan data dengan menggunakan

beberapa tahap, diantaranya adalah:

Analisis Tekstual

Pengamatan langsung terhadap objek penelitian. Objek penelitian yang

dimaksud adalah skenario film “Perempuan Berkalung Sorban”. Peneliti

akan memilah-milah setiap adegan yang ditonton dalam skenario film yang

paling menonjol dalam menampilkan pola relasi gender Anisa. Berangkat

dari adegan-adegan yang telah dipilih tersebut, peneliti akan menganalisa

dengan menggunakan model aplikatif yang sudah dijelaskan di atas.

Wawancara

Wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, yang dapat memberikan data-

data yang dibutuhkan selama penelitian. Wawancara ini dibutuhkan oleh

peneliti untuk mengklarifikasi temuan-temuan dari hasil penelitian yang

sudah di temukan. Beberapa narasumber yang dapat memperkaya hasil

penelitian ini adalah narasumber penonton laki-laki dan perempuan,

sutradara Hanung Bramantyo, penulis skenario Ginatri S. Noer, kritikus

film, tokoh agama, dan tokoh feminis. Peneliti menggunakan teknik

wawancara langsung kepada seluruh narasumber penelitian. Namun, karena

23

Page 24: Bab 1 Pendahuluan

keterbatasan waktu dan biaya yang dimiliki oleh Peneliti, maka narasumber

penelitian ini terbatas pada:

Narasumber penonton perempuan, yaitu Fika Yunida Fajrin, S.Sos.

(22 tahun). Peneliti memilih Fika sebagai narasumber penonton

perempuan karena ia bisa mewakili sudut pandang dari keseluruhan

penonton perempuan. Peneliti juga ingin mengetahui apakah penonton

perempuan akan menempatkan dirinya (posisi pembaca/penonton) pada

tokoh perempuan, atau tokoh pria dalam film Perempuan Berkalung

Sorban.

Narasumber penonton laki-laki, yaitu Rizwan Fauzan (22 tahun).

Peneliti memilih Rizwan sebagai narasumber penonton laki-laki karena

ia bisa mewakili sudut pandang dari keseluruhan penonton laki-laki.

Peneliti juga ingin mengetahui apakah penonton laki-laki akan

menempatkan dirinya (posisi pembaca/penonton) pada tokoh perempuan,

atau pada tokoh pria dalam film Perempuan Berkalung Sorban.

Narasumber utama penulis skenario, yaitu Ginatri S.Noer.

Narasumber ini akan menjadi pihak yang mengklarifikasi temuan-temuan

dalam penelitian yang dilakukan oleh Peneliti. Peneliti juga ingin

mengetahui apa ideologi yang melatarbelakangi skenario film Perempuan

Berkalung Sorban disusun.

Dokumentasi

Pengumpulan artikel atau catatan-catatan yang berhubungan dengan objek

penelitian, yaitu sebagai berikut:

24

Page 25: Bab 1 Pendahuluan

Rekaman film Perempuan Berkalung Sorban berupa VCD (Video

Compact Disc) dalam dua keping.

Artikel-artikel dari internet yang mengulas resensi dan penilaian

masyarakat terhadap film Perempuan Berkalung Sorban

Keabsahan Data

Keabsahan data menggunakan ‘triangulasi teknik sumber’ yang telah ada

sebagai pembanding keabsahan data yang diperoleh oleh penulis di

lapangan. Analisis tekstual dan dokumen yang didapat penulis di lapangan

dibandingkan dengan wawancara yang dilakukan oleh beberapa sumber.

1.10. TEKNIK ANALISIS DATA

Menurut Miles (http://aflahchintya23.wordpress.com/2008/02/27/teknik-

analisis-data-dan-pemaknaan-hasil-temuan/ , diakses pada tanggal 19 April 2010)

analisis data kualitatif terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan

yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (verifikasi).

Penjelasan mengenai teknik analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Reduksi Data: menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang

adegan-adegan dalam skenario film yang tidak diperlukan, dan

mengorganisasi adegan-adegan tersebut sehingga kesimpulan final

mengenai film ini dapat diambil dan diverifikasi. Adegan-adegan dalam

skenario film akan diorganisasikan berdasarkan pembagian periode

25

Page 26: Bab 1 Pendahuluan

waktu yang disesuaikan dengan alur kehidupan tokoh Anisa dalam film

ini.

2. Penyajian Data: adegan-adegan dalam skenario film yang sudah

diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam model aplikatif seperti yang

telah dijelaskan pada poin di atas.

3. Penarikan Kesimpulan (verifikasi): Sekumpulan informasi yang telah

tersusun memungkinkan adanya penarikan kesimpulan. Penarikan

kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu kegiatan. Kesimpulan juga

diverifikasi selama penelitian berlangsung.

1.11. ORGANISASI KARANGAN

BAB I. PENDAHULUAN. Mengupas latar belakang, rumusan dan identifikasi

masalah, pembatasan masalah dan pengertian istilah, serta tujuan dan metode

yang digunakan dalam penelitian.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Berisi telaah yang menguraikan dan menjelaskan

mengenai teori yang relevan dan berkaitan dengan masalah penelitian. Teori

tersebut antara lain : Komunikasi Massa, Analisis Wacana, Film, dan Gender.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Berisi tentang metode penelitian yang

digunakan secara rinci serta teori-teori yang mendukung. Antara lain adalah

metode penelitian kualitatif, analisis wacana secara umum, serta analisis wacana

dari pendekatan Sara Mills.

BAB IV. OBJEK PENELITIAN. Berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan

objek penelitian.

26

Page 27: Bab 1 Pendahuluan

BAB V. PEMBAHASAN. Pemaparan Peneliti tentang pembahasan dari penelitian,

yang terdiri dari analisis posisi subjek-objek dan posisi penulis-pembaca.

BAB VI. KESIMPULAN. Merupakan tahap kesimpulan dari seluruh pembahasan

penelitian.

27