bab 1 pendahuluan

4
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan masalah serta sistematika penulisan. I.1 Latar Belakang Pelabuhan memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Hal ini disebabkan karena pelabuhan merupakan pintu gerbang dalam proses perdagangan antarwilayah maupun antar negara. Sampai saat ini Indonesia memiliki paling tidak 25 pelabuhan strategis yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Namun jumlah pelabuhan yang banyak tersebut belum sejalan dengan performa pelayanan angkutan barang di Indonesia yang masih tergolong ekonomi biaya tinggi. Bahkan dalam peringkat Logistics Performance Index (LPI) terbaru yang dirilis World Bank tahun 2014 Indonesia berada di peringkat 53 atau masih berada di bawah negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Inefisiensi tidak hanya terjadi di dalam pelabuhan, tapi juga di jaringan jalan yang menghubungkan pelabuhan dengan kawasan hinterland. Hal ini disebabkan angkutan truk dari dan menuju pelabuhan harus melalui kawasan perkotaan yang padat untuk mencapai lokasi pemilik barang. Forwarder atau pemilik barang di kawasan industri Jababeka Bekasi misalnya, harus melalui titik-titik kemacetan di gerbang tol Cikarang, Cikunir, Jalan tol Cakung-Cilincing, Jalan Jampea, hingga di gerbang Pelabuhan Tanjung Priok yang bisa memakan waktu hingga enam jam bahkan lebih. Hal ini akan berdampak luas, salah satunya pada biaya angkut barang yang berujung pada biaya logistik yang mahal. Belum lagi kondisi jalan yang cepat rusak karena beban berlebih dan polusi udara dari kendaraan. Kondisi akan berbeda jika para forwarder ataupun pemilik barang menggunakan kereta api dari Stasiun Cikarang sampai Pelabuhan Tanjung Priok. Travel time atau waktu tempuh yang dibutuhkan hanya tiga jam karena terbebas dari kemacetan.

Upload: elhakim26

Post on 19-Sep-2015

3 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tesis tentang cikarang dry port

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah,

    tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan masalah serta sistematika penulisan.

    I.1 Latar Belakang

    Pelabuhan memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Hal

    ini disebabkan karena pelabuhan merupakan pintu gerbang dalam proses

    perdagangan antarwilayah maupun antar negara. Sampai saat ini Indonesia memiliki

    paling tidak 25 pelabuhan strategis yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Namun

    jumlah pelabuhan yang banyak tersebut belum sejalan dengan performa pelayanan

    angkutan barang di Indonesia yang masih tergolong ekonomi biaya tinggi. Bahkan

    dalam peringkat Logistics Performance Index (LPI) terbaru yang dirilis World Bank

    tahun 2014 Indonesia berada di peringkat 53 atau masih berada di bawah negara

    tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

    Inefisiensi tidak hanya terjadi di dalam pelabuhan, tapi juga di jaringan jalan yang

    menghubungkan pelabuhan dengan kawasan hinterland. Hal ini disebabkan angkutan

    truk dari dan menuju pelabuhan harus melalui kawasan perkotaan yang padat untuk

    mencapai lokasi pemilik barang. Forwarder atau pemilik barang di kawasan industri

    Jababeka Bekasi misalnya, harus melalui titik-titik kemacetan di gerbang tol

    Cikarang, Cikunir, Jalan tol Cakung-Cilincing, Jalan Jampea, hingga di gerbang

    Pelabuhan Tanjung Priok yang bisa memakan waktu hingga enam jam bahkan lebih.

    Hal ini akan berdampak luas, salah satunya pada biaya angkut barang yang berujung

    pada biaya logistik yang mahal. Belum lagi kondisi jalan yang cepat rusak karena

    beban berlebih dan polusi udara dari kendaraan. Kondisi akan berbeda jika para

    forwarder ataupun pemilik barang menggunakan kereta api dari Stasiun Cikarang

    sampai Pelabuhan Tanjung Priok. Travel time atau waktu tempuh yang dibutuhkan

    hanya tiga jam karena terbebas dari kemacetan.

  • 2

    Salah satu faktor yang menyebabkan inefisiensi di pelabuhan antara lain kondisi

    infrastruktur dan suprastruktur pelabuhan yang tidak sebanding dengan demand yang

    tinggi. Berdasarkan data Kemenhub bulan September tahun 2013, Yard Occupancy

    Rate (YOR) Pelabuhan Tanjung Priok mencapai lebih dari 100 persen, padahal

    idealnya YOR maksimal 70 persen. Selain itu, kualitas SDM, kondisi peralatan, dan

    sistem pemerikasaan fisik barang yang belum berjalan baik serta perilaku pemilik

    barang yang menjadikan pelabuhan sebagai tempat penimbunan barang ikut

    menyebabkan inefisiensi di pelabuhan.

    Banyak upaya yang sudah dan sedang dilakukan oleh instansi terkait untuk

    mengatasi permasalahan inefisiensi di pelabuhan ini. Pelindo misalnya, selaku

    operator Pelabuhan Tanjung Priok sedang mengembangkan terminal Kalibaru

    sebagai pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dan membangun jalan tol menuju

    pelabuhan untuk meningkatkan. Bea Cukai juga sedang berupaya menurunkan

    dwelling time di pelabuhan dengan cara berkoordinasi dengan seluruh stakeholer

    yang terkait juga dengan menerapkan Indonesia National Single Window (INSW).

    Dari berbagai upaya yang sudah dilakukan belum sepenuhnya menyelesaikan

    permasalahan. Oleh sebab itu, perlu terobosan baru agar pelabuhan dapat berfungsi

    optimal.

    Jika kita melihat perkembangan pelabuhan di dunia, tingkat persaingan antar

    pelabuhan bukan lagi terfokus pada efisiensi atau kecepatan bongkar muat barang di

    dalam areal pelabuhan, namun telah bergeser kepada bagaimana meningkatkan akses

    ke kawasan hinterland sehingga barang bisa cepat sampai di tujuan akhir. Pengelola

    pelabuhan di dunia mulai memikirkan bagaimana menyiapkan perangkat prasarana

    yang mendukung agar aliran barang bisa lebih cepat sampai di tujuan. Di samping

    itu, peranan pelabuhan telah berubah dari entitas tunggal penyedia jasa pelayanan

    angkutan barang, menjadi salah satu bagian dari sistem rantai pasok multimoda

    (Padella, 2012). Pelabuhan tidak berperan sendirian, namun secara bersama-sama

    dengan simpul-simpul transportasi lain membentuk sistem jaringan multimoda

    transportasi barang.

    Terkait dengan pernyatan di atas, salah satu konsep yang banyak dikembangkan di

    dunia saat ini adalah dry port atau inland terminal atau pelabuhan darat. Dry port

  • 3

    adalah terminal yang terhubung ke pelabuhan melalui banyak moda transportasi yang

    dapat mengurangi hambatan pergerakan barang karena pemeliharaan petikemas,

    pengecekan dokumen, dan servis tambahan lain (Roso dan Lumsden, 2008). Dry port

    berperan sebagai perpanjangan tangan pelabuhan. Dalam hal ini, sebagian kegiatan

    penanganan petikemas di pelabuhan dapat dilakukan di dry port sehingga dapat

    mengurangi beban pelabuhan.

    Konsep dry port masih jarang diterapkan di pelabuhan-pelabuhan di dunia termasuk

    di Indonesia. Sampai saat ini di Indonesia tercatat baru ada Cikarang Dry Port

    (CDP) yang dapat dikatakan sudah menerapkan konsep ini sepenuhnya. Namun

    belum dapat beroperasi secara optimal, dikarenakan Cikarang Dry Port belum

    terintegrasi secara utuh dengan Pelabuhan Tanjung Priok dan masih mengandalkan

    angkutan jalan bukan rel.

    Salah satu penyebab lamanya dwelling time di pelabuhan adalah proses pemeriksaan

    petikemas dan pengurusan kepabeanan yang memakan banyak waktu dan dengan

    meningkatnya jumlah petikemas yang inbound maupun outbound di pelabuhan

    menyebabkan prosesnya menjadi sangat lama. Dengan adanya dry port maka proses

    handling petikemas ini dapat dilakukan di sana sehingga proses handling petikemas

    dapat lebih lancar dan menghemat ongkos logistik barang di pelabuhan.

    Keberadaan dry port juga berpotensi menciptakan kegiatan perekonomian di

    kawasan sekitarnya seperti perkembangan kawasan industri, berkembangnya

    perusahaan jasa pengiriman barang (freight forwarder), perusahaan penyedia

    pergudangan, perusahaan trucking, dan lain-lain. Menurut UNCTAD, potensi

    manfaat dari suatu dry port antara lain :

    a. Meningkatkan volume perdagangan bagi daerah maupun negara secara

    keseluruhan.

    b. Ongkos pelayanan barang secara door to door menjadi lebih rendah.

    c. Mencegah dan membersihkan pungutan liar di pelabuhan

    d. Mencegah timbulnya biaya yang diakibatkan pengurusan dokumen dan

    penyimpanan barang di pelabuhan yang memakan waktu lebih lama.

    e. Meningkatkan optimalisasi penggunaan jalan dan rel untuk pengangkutan barang

  • 4

    f. Meningkatkan utilisasi penggunaan fasilitas di pelabuhan

    g. Menignkatkan penggunaan petikemas untuk pengiriman barang

    Manfaat bagi pelabuhan antara lain mengurangi kemacetan di jalan akses,

    mengurangi beban pelabuhan dalam melakukan handling petikemas, dan

    mengurangi beban pelabuhan untuk menyediakan lahan untuk penumpukan

    petikemas dan fasilitas lainnya.

    Menurut Roso dan Lumsden (2008) manfaat dry port antara lain memberikan

    pelayanan barang secara door to door, pelayanan dokumen perizinan dan

    kepabeanan, peluang untuk mengkonsolidasikan kargo dengan volume yang rendah,

    menciptakan bisnis distribusi barang melalui truk, minivan, dan membuka lapangan

    kerja. Di samping itu, dry port dapat menambah kapsitas pelabuhan, mengurangi

    polusi, mengurangi biaya infrastruktur, dan memberikan tambahan ruang untuk

    pengembangan pelabuhan. Beberapa faktor pendorong perlunya pembangunan dan

    pengembangan dry port di Indonesia antara lain :

    a. Tingkat kemacetan.

    Tingkat kemacetan lalu lintas di pintu masuk pelabuhan sudah sangat akut,

    terutama di pelabuhan-pelabuhan besar di Pulau Jawa seperti pelabuhan tanjung

    priok dan tanjung perak. Penyebabnya adalah antrian truk-truk pengangkut peti

    kemas akibat proses bongkar muat peti kemas yang tidak efisien. Dengan adanya

    dry port tingkat kemacetan di jalan akses menuju pelabuhan dapat dikurangi

    karena sebagain besar petikemas akan dialihkan penanganannya ke dry port

    untuk kemudian diangkut menggunakan kereta api, sehingga lalu lalang truk

    menuju ke pelabuhan dapat dikurangi.

    b. Kapasitas pelabuhan

    Kapasitas pelabuhan terbatas akibatnya antrian kapal bisa berhari-hari. Begitu

    juga dengan arus keluar masuk petikemas yang sering terhambat akibat

    rendahnya kapasitas pelabuhan. Sesungguhnya kapasitas pelabuhan dapat

    ditingkatkan. Namun banyak faktor yang membatasinya seperti terbatasnya lahan

    yang dimiliki pelabuhan, tingginya biaya investasi. Dengan adanya dry port,

    maka kapasitas pelabuhan dapat bertambah secara tidak langsung dengan

    terkoneksinya dry port dengan pelabuhan.