bab 1 pendahuluan 1.1 latar...

33
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia terkadang melakukan kontak komunikasi antarbahasa yang menuntut penutur dan lawan tutur untuk dapat saling memahami satu sama lain. Saat ini, terdapat ribuan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, masyarakat internasional menggunakan bahasa Inggris sebagai lingua franca dalam berkomunikasi. Hal ini tentunya menuntut para penutur bahasa kedua untuk mengasah kemampuan berbahasanya supaya dapat berbicara sebaik penutur asli. Salah satu unit kebahasaan yang cukup sulit untuk dipelajari bagi pembelajar bahasa kedua adalah idiom. Idiom merupakan salah satu unit kebahasaan yang sering digunakan dalam berkomunikasi oleh masyarakat tutur di Amerika. Seperti halnya para penutur bahasa Indonesia, para penutur asli bahasa Inggris juga sering kali menggunakan idiom dalam percakapan sehari-hari, terutama dalam percakapan informal. Para pembelajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing terkadang mengalami kendala dalam melakukan percakapan sehari-hari ketika berbicara dengan para penutur asli. Pada umumnya, mereka kesulitan dalam memaknai idiom bahasa Inggris yang digunakan oleh lawan tuturnya. Hal ini karena idiom tidak dapat diterjemahkan secara literal atau diterjemahkan sesuai dengan unsur-

Upload: lehanh

Post on 17-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial, manusia terkadang melakukan kontak komunikasi

antarbahasa yang menuntut penutur dan lawan tutur untuk dapat saling memahami

satu sama lain. Saat ini, terdapat ribuan bahasa yang digunakan untuk

berkomunikasi. Oleh karena itu, masyarakat internasional menggunakan bahasa

Inggris sebagai lingua franca dalam berkomunikasi. Hal ini tentunya menuntut

para penutur bahasa kedua untuk mengasah kemampuan berbahasanya supaya

dapat berbicara sebaik penutur asli. Salah satu unit kebahasaan yang cukup sulit

untuk dipelajari bagi pembelajar bahasa kedua adalah idiom.

Idiom merupakan salah satu unit kebahasaan yang sering digunakan dalam

berkomunikasi oleh masyarakat tutur di Amerika. Seperti halnya para penutur

bahasa Indonesia, para penutur asli bahasa Inggris juga sering kali menggunakan

idiom dalam percakapan sehari-hari, terutama dalam percakapan informal. Para

pembelajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing terkadang

mengalami kendala dalam melakukan percakapan sehari-hari ketika berbicara

dengan para penutur asli. Pada umumnya, mereka kesulitan dalam memaknai

idiom bahasa Inggris yang digunakan oleh lawan tuturnya. Hal ini karena idiom

tidak dapat diterjemahkan secara literal atau diterjemahkan sesuai dengan unsur-

2

unsur pembentuknya. Keunikan ciri idiom ini menjadi salah satu alasan

ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian mengenai idiom.

Keterbatasan pemahaman mengenai idiom seperti yang telah dijelaskan di

atas dapat menyebabkan timbulnya gangguan dalam berkomunikasi

(communication breakdown). Penutur bahasa kedua atau bahasa asing terkadang

sulit untuk menciptakan kesalingpahaman (mutual intelligibility) dalam

berkomunikasi dengan lawan tutur karena pemahaman mereka yang terbatas

mengenai idiom bahasa Inggris dan maknanya. Communication breakdown

muncul dalam percakapan apabila idiom seperti what’s cooking?, what the hell!,

atau how do you do, dimaknai secara literal oleh lawan tutur. Lawan tutur

kemungkinan akan memberikan reaksi tutur yang tidak sesuai dengan maksud

tuturan, sebagai akibatnya komunikasi menjadi kurang berkualitas.

Ito (1993:2) menguraikan pengalaman pribadinya ketika berkomunikasi

dengan penutur asli di Amerika. Beliau sempat merasa bodoh dan kesulitan

memaknai isi dari percakapan ketika sedang berkomunikasi dengan penutur asli

karena lemahnya pemahamannya mengenai idiom yang sering digunakan dalam

komunikasi informal. Selain karena maknanya yang idiomatis, terdapat muatan

budaya dalam konstruksi idiom tersebut yang terkadang menjadi hambatan

pembelajar bahasa kedua dalam memahami maknanya. Lemahnya kemampuan

berbahasa semacam ini tentu saja mempengaruhi kemampuannya untuk

bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, Ito (1993) berasumsi

bahwa penelitian mengenai idiom bahasa Ingris diperlukan untuk mempermudah

para pembelajar bahasa Inggris dalam meningkatkan kemampuan berbahasanya.

3

Pendapat Ito (1993) di atas menyiratkan bahwa idiom merupakan salah

satu aspek kebahasaan yang penting untuk dipelajari bagi pembelajar bahasa

kedua. Selain dalam percakapan sehari-hari, idiom juga sering digunakan dalam

penulisan novel, naskah film, lirik lagu, puisi dan lain sebagainya. Oleh karena

itu, semakin luas pemahaman seseorang mengenai idiom, maka kemampuan

berbahasanya akan semakin mirip dengan seorang penutur asli (native alike).

Idiom digunakan dalam novel berbahasa Inggris sebagai salah satu sarana

untuk menarasikan ide cerita dari para penulis novel. Idiom biasanya digunakan

dalam dialog antartokoh dalam novel atau dalam narasi. Idiom menjadi salah satu

unit kebahasaan yang digunakan sebagai perantara bagi penulis untuk

mengkomunikasikan idenya dengan pembaca novelnya. Selain itu, idiom juga

digunakan untuk menggiring pembaca masuk kedalam alur cerita dalam novel

sehingga pembaca dapat lebih mudah memahami cerita yang dinarasikan oleh

penulis novel, terutama dalam novel bahasa Inggris. Kebanyakan novel

disampaikan dengan menggunakan bahasa informal dan idiom merupakan salah

satu unit kebahasaan yang lazim ditemukan dalam tuturan informal. Dari hasil

pengamatan, ditemukan bahwa terdapat sejumlah idiom yang digunakan untuk

menarasikan cerita dalam novel The Kiss karya Elda Minger. Mengingat

maknanya yang terkadang sulit untuk diprediksi, para penutur perlu mempelajari

idiom secara mendalam supaya dapat memahami idiom dengan baik, khususnya

para penutur bahasa kedua. Hal ini karena idiom tidak dapat diterjemahkan secara

literal, seperti idiom pada contoh (1) yang di ambil dari novel The Kiss berikut ini.

4

Tabel 1.1 Penggunaan Idiom dalam Kalimat

No. Konteks Idiom dalam Kalimat Penerjemahan

(1) Dalam narasinya penulis

tengah menggambarkan

karakter Tess bahwa dia

tidak memiliki begitu

banyak kelebihan yang

bisa dibanggakan orang

tuanya kecuali sifatnya

yang penurut.

Not much had been

expected of her, except that

she toes the line.

(Minger, 2006:19)

Tak banyak yang

bisa diharapkan

darinya, kecuali

sifatnya yang

penurut.

(2) Ketika tengah berada di

bar, Brooke dan Tess

tanpa sengaja bertemu

dengan Will, teman

lama mereka, kemudian

Brooke bertanya tentang

kedatangan Will di kota

kecil mereka.

“...tell us what you’re

doing in our neck of the

woods.”……

(Minger, 2006:9)

”…. beri tahu

kami yang kamu

lakukan di kota

kecil kami.”

Pada contoh kalimat (1) di atas, idiom toe the line „penurut‟ tidak bisa

diterjemahkan secara literal menjadi „meraba garis (dengan jari kaki)‟. Sesuai

dengan karakteristik dari makna idiom, idiom ini memiliki makna idiomatis yang

berbeda dari unsur-unsur pembentuk idiom tersebut. Untuk dapat memahami

makna dari idiom ini tentunya pembelajar bahasa kedua atau bahasa asing perlu

mempelajarinya secara khusus mengingat maknanya yang tidak dapat

diidentifikasi dari unsur-unsur pembentuknya. Berdasarkan bentuknya, idiom

tersebut tergolong ke dalam idiom verbal sebab terbentuk dari verba toe „meraba‟

yang diikuti oleh objek the line „garis‟. Berdasarkan maknanya, idiom tersebut

tergolong ke dalam decoding idiom sebab makna idiomatisnya tidak dapat

diidentifikasi dari unsur pembentuknya. Idiom tersebut dimunculkan oleh penulis

guna menggambarkan karakter dari tokoh utama.

5

Kasus lainnya dapat dilihat pada contoh (2) dalam tabel 1.1. Idiom in our

neck of the woods „di kota kecil kami‟ pada contoh (2) yang dikutip dari novel The

Kiss merupakan idiom berbentuk frasa preposisi. Hal ini ditandai dengan adanya

frasa preposisi in „di‟ pada idiom di atas. Serupa dengan contoh (1), makna idiom

tersebut sepenuhnya tidak dapat diidentifikasi secara langsung. Frasa tersebut

tidak dapat dimaknai „di leher kayu kami‟ sebab frasa dalam kalimat tersebut

memiliki makna idiomatic „di kota kecil kami‟. Dengan demikian, idiom ini

digolongkan ke dalam kategori decoding idiom seperti contoh sebelumnya.

Penulis novel ini menggunakan idiom ini untuk menunjukkan latar tempat dalam

novel tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang idiom dengan menggunakan novel The Kiss sebagai objek

penelitian. Novel ini mengisahkan tentang kehidupan asmara pemuda di Amerika.

Adapun alasan pemilihan novel ini sebab: (1) terdapat banyak idiom yang

ditemukan dalam novel The Kiss; (2) dalam novel The Kiss terlihat penggunaan

idiom yang terikat dengan konteks tuturan; (3)melalui idiom, penulis

menggambarkan kehidupan masyarakat Amerika yang tertuang dalam alur cerita

dalam novel The Kiss; (4) cerita dalam novel The Kiss dekat dengan kehidupan

nyata sehingga melalui novel ini dapat diamati penggunaan idiom dalam

hubungan atau interaksi sosial masyarakat Amerika; serta (5) beberapa karya dari

penulis novel Romance ini merupakan karya-karya best seller.

Penelitian ini membahas beberapa hal terkait dengan penggunaan idiom

yang terdapat dalam novel The Kiss. Penelitian ini diawali dengan mengemukakan

6

bentuk dan makna dari idiom-idiom yang ditemukan dalam novel tersebut.

Pembahasan selanjutnya berkenaan dengan penggunaan idiom dalam unsur

intrinsik novel dan pembahasan terakhir berkaitan dengan alasan penggunaan

idiom dalam novel The Kiss. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

yang signifikan bagi masyarakat, khususnya para pembelajar bahasa Inggris

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang sudah diuraikan di atas, maka peneliti

merumuskan tiga rumusan masalah sebagai berikut ini.

1.2.1 Bagaimanakah bentuk dan makna idiom yang terdapat dalam novel The

Kiss?

1.2.2 Bagaimanakah penggunaan idiom pada unsur intrinsik novel The Kiss?

1.2.3 Mengapa penulis novel The Kiss menggunakan idiom dalam novelnya?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan jawaban dari rumusan masalah yang sudah

disusun dalam penelitian. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan penggunaan idiom bahasa Inggris yang terikat dengan konteks

kalimat dalam karya sastra berupa novel, khususnya novel The Kiss. Selain itu,

tujuan khusus dari penelitian ini tertuang dalam uraian berikut.

1.3.1 Mendeskripsikan bentuk dan makna idiom yang terdapat dalam novel The

Kiss.

7

1.3.2 Mendeskripsikan penggunaan idiom pada unsur intrinsik novel The Kiss.

1.3.3 Menjelaskan alasan mengenai penggunaan idiom bahasa Inggris dalam

novel The Kiss.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas penggunaan idiom yang terdapat dalam novel The

Kiss. Data yang digunakan dalam penelitian ini terbatas pada idiom yang terdapat

di dalam novel tersebut. Peneliti melakukan wawancara dengan Prof. Dr.

Soepomo Poedjosoedarmo mengenai karakteristik idiom untuk merumuskan

skema tentang idiom agar data yang dikumpulkan valid dan reliabel. Karakteristik

idiom ini dibahas lebih lanjut dalam subbab landasan teori.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang

linguistik, khususnya bagi para pembelajar bahasa Inggris baik secara teoretis

maupun secara praktis. Berikut ini adalah manfaat teoretis dan praktis dari

penelitian ini.

1.5.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan

mengenai idiom dan penggunaannya dalam konteks kalimat, terutama mengenai

bentuk, makna, dan kedudukan idiom dalam karya sastra. Temuan dari penelitian

ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi serta inspirasi bagi peminat

8

bahasa dan peneliti bahasa untuk mengkaji lebih lanjut mengenai idiom dan

penggunaannya dari berbagai dimensi linguistik.

1.5.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang

signifikan untuk para pembelajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua maupun

sebagai bahasa asing, khususnya mengenai idiom bahasa Inggris. Hasil penelitian

ini diharapkan dapat menjadi referensi dan tambahan informasi bagi peneliti lain

yang tertarik untuk melakukan penelitian di bidang ini.

1.6 Tinjauan Pustaka

Sejumlah linguis telah melakukan penelitian mengenai idiom dalam

berbagai bahasa. Beberapa diantaranya adalah Hartati (2002) yang melakukan

penelitian mengenai idiom dalam bahasa Indonesia, Nurcholis (2008) yang

melakukan penelitian mengenai idiom dalam bahasa Arab (Nurcholis, 2008), Ito

(1993) yang telah melakukan penelitian mengenai idiom bahasa Inggris, dan

berbagai jenis penelitian lainnya. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam

penelitian ini difokuskan pada penelitian-penelitian terdahulu mengenai idiom

dalam bahasa Inggris

Tinjauan pustaka yang pertama dirujuk dari disertasi Ito (1993) yang

berjudul The Study of Idioms and Its Application to ESL and Intercultural. Dalam

disertasinya, Ito (1993) menjelaskan kesulitan-kesulitan yang dihadapi penutur

bahasa kedua dalam memahami Idiom berbahasa Inggris. Penutur bahasa kedua

9

mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan penutur asli dalam situasi

informal karena gagal memahami makna idiom yang digunakan oleh penutur asli.

Akan tetapi dalam disertasinya Ito (1993) tidak menjelaskan secara terperinci

faktor-faktor budaya yang mempengaruhi masalah kebahasaan tersebut.

Sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian lain mengenai

idiom bahasa Inggris juga dilakukan oleh Budiawan (2014) dengan judul

“Penerjemahan Idiom Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia oleh Mahasiswa

Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris”. Penelitian ini secara khusus membahas

kendala-kendala penggunaan idiom bahasa Inggris oleh penutur bahasa kedua

terutama dalam ranah penerjemaahan idiom dan juga strategi penerjemahan yang

digunakan dalam menerjemah idiom. Pembahasan mengenai kendala dalam

memahami idiom dari kedua penelitian tersebut menginspirasi peneliti untuk

melakukan kajian mengenai idiom.

Masih dalam tataran yang sama, Susanti (2014) melakukan penelitian

dengan judul “Idiom Bahasa Inggris Berunsur Bagian Tubuh Manusia dan

Padanannya dalam Bahasa Indonesia”. Tesis ini membahas bentuk idiom dalam

bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, persamaan dan perbedaan idiom-idiom

tersebut, serta faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Hasil penelitian ini

menunjukkan adanya perbedaan faktor budaya yang mempengaruhi kesepadanan

idiom dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia tersebut.

Penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian lapangan dan pustaka

dengan sumber data yang berasal dari penutur bahasa Inggris serta kamus. Disisi

10

lain, beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai idiom bahasa Inggris

yang terdapat dalam karya sastra seperti yang telah dilakukan oleh Akbar (2011)

dan Rahman (2013).

Dalam skripsinya yang berjudul Analysis Idiomatic Expression in Celine

Dion’s Song, Akbar (2011) mengkaji bentuk-bentuk idiom yang terdapat dalam

lirik lagu Celine Dion. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lirik lagu

Celine Dion banyak menggunakan ujaran figuratif (Figurative of Speech).

Sementara itu, Rahman (2013) dalam skripsinya yang berjudul Analyzing Idiom in

the Movie: Pirates of the Carribian- the Dead Man’s Chest into Syntactical

Categorization mengkaji kategori sintaksis serta makna semantis dan pragmatis

idiom bahasa Inggris dalam film tersebut. Dalam penelitian ini, Rahman (2013)

menemukan adanya 38 idiom berbentuk klausa, 1 idiom berbentuk klausa

kepemilikan, dan 8 idiom berbentuk frasa. Keseluruhan idiom tersebut kemudian

dianalisis makna semantis dan pragmatisnya sehingga disimpulkan bahwa idiom-

idiom tersebut dimunculkan untuk menjembatani penggunaan bahasa oleh para

bajak laut yang memiliki perbedaan dialek dan latar belakang. Kedua penelitian

mengenai idiom tersebut menjadi acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian

dalam bidang yang sama, yakni penelitian mengenai idiom dalam karya sastra.

Setelah mempelajari beberapa pembahasan mengenai idiom dari penelitian

terdahulu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai idiom dalam

novel The Kiss karya Elda Minger. Novel ini dipilih sebab terdapat banyak idiom

yang digunakan oleh penulis dalam menguraikan unsur intrinsik dari novel

tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya

11

terletak pada batasan masalah yang digunakan peneliti. Penelitian ini hanya

meneliti idiom bahasa Inggris yang terdapat di dalam novel The Kiss.

1.7 Landasan Teori

Adapun landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 6

bagian, yakni (1) konsep idiom, (2) karakteristik idiom dan pembatasannya

dengan unit kebahasaan lain, (3) bentuk-bentuk idiom, (4) variasi leksikal dalam

idiom, (5) pemaknaan dalam idiom, serta (6) pragmatik dan aspek fungsional

idiom. Berikut ini merupakan uraian singkat mengenai landasan teori tersebut.

1.7.1 Konsep Idiom

Munculnya idiom dalam suatu bahasa biasanya dipengaruhi oleh latar

belakang budaya dari para penuturnya. Hockett (1958:303) menyatakan bahwa

pada bahasa-bahasa yang masih memiliki penutur, secara konstan akan muncul

idiom-idiom baru dalam kurun waktu tertentu. Sebagian idiom akan terus

digunakan dan sebagian yang lain akan punah. Dalam observasi yang

dilakukannya, beliau menemukan bahwa setiap bahasa memiliki polanya sendiri-

sendiri dalam menciptakan idiom-idiom baru. Hockett (1958) berpendapat bahwa

lahirnya suatu idiom dipengaruhi oleh bentuk kata (nonce-form) dan keadaan

lingkungan (circumstance) dari bahasa tersebut. Kedua hal ini juga dipengaruhi

oleh konteks pemaknaan idiom (defining context).

Lyons (1985:177) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan idiom

adalah sekumpulan ekspresi-ekspresi yang dipelajari sebagai suatu kesatuan yang

tidak dapat dianalisis secara literal dan hanya dipergunakan pada kesempatan

12

tertentu oleh penutur asli. Misalnya adalah penggunaan kalimat How do you do

yang tidak ditafsirkan sebagai kalimat introgatif seperti pada konstruksi kalimat

How are you? yang menuntut adanya jawaban berupa I’m fine.

Idiom digunakan untuk mengungkapkan sesuatu dengan susunan kata

khusus dan makna yang khusus (idiomatis) dalam suatu bahasa (lih. Alwasilah

(1983); Fernando (1996); Moon (1998); Langlotz (2006); Herbst (2010:134) dan

Chaer (2013)). Dengan kata lain, idiom digambarkan sebagai bentuk kesatuan dari

sekumpulan kata yang makna semantisnya sulit diidentifikasi (opaque) dan

memiliki struktur yang beku (fixed) (Langlottz, 2006:2). Makna konstruksi

idiomatis dapat berupa perluasan dari makna semantis dalam unsur-unsur

leksikalnya (makna literal) atau makna yang bersifat figuratif. Semakin tidak

sesuai antara bentuk konstruksi makna literal dan makna idiomatis, maka

konstruksi tersebut akan semakin samar maknanya (Langlottz, 2006:4).

Keraf (1985:109-110) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan idiom

adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang

umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak dapat diterangkan

secara logis atau secara gramatikal dengan bertumpu pada makna kata-kata yang

membentuknya. Untuk mengetahui maknanya, idiom-idiom ini harus dipelajari

selayaknya seorang penutur asli memahami makna dari idiom tersebut. Hal ini

disebabkan makna idiom tidak mungkin dipahami hanya dengan memperhatikan

makna leksikal kata-kata pembentuk idiom tersebut. Idiom bersifat tradisional dan

tidak bersifat logis. Oleh karena itu, bentuk-bentuk idiom hanya bisa dipelajari

13

dari pengalaman-pengalaman, bukan melalui peraturan-peraturan umum bahasa

atau grammar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan idiom

merupakan kelompok kata atau unsur-unsur dari suatu bahasa yang memiliki

makna khusus dan tidak bisa diterjemahkan secara leksikal. Idiom-idiom tersebut

biasanya berbentuk kata, frasa, klausa maupun kalimat.

1.7.2 Idiom dan Batasannya dengan Unit Kebahasaan Lain

Dalam tata bahasa Inggris, idiom memiliki ciri tersendiri supaya mudah

diidentifikasi. Guna memahami karakteristik idiom ini maka perlu dibahas

terlebih dahulu mengenai hubungan idiom dengan unit kebahasaan yang lain.

1.7.2.1 Hubungan antara Idiom dengan Unit Kebahasaan Lain

Teori mengenai ini perlu dipahami lebih dalam oleh peneliti supaya data

yang dikumpulkan tidak tercampur dengan unit kebahasaan lain. Selain idiom,

terdapat beberapa unit kebahasaan lainnya yang memiliki makna idiomatis, seperti

metafora, proverb, dan lain sebagainya.

a. Idiom dan polisemi

Wijana dan Rohmadi (2008) mengatakan bahwa polisemi merupakan

sebuah bentuk kebahasaan yang memiliki berbagai macam makna. Perbedaan

antara makna yang satu dengan makna yang lain dapat ditelusuri atau dirunut

sehingga sampai pada satu kesimpulan bahwa makna-makna tersebut berasal dari

sumber yang sama. Ullmann (1977) mengemukakan bahwa tiga faktor utama yang

14

mempengaruhi polisemi antara lain mengenai (1) pergeseran penggunaan, (2)

spesialisasi makna, dan (3) penggunaan kiasan.

Penggunaan kosakata pada beberapa frasa idiomatis terkadang

mempengaruhi munculnya polisemi. Klappenbach dalam Moon (1998)

mengatakan bahwa 8 sampai 9 persen idiom bahasa Rusia bersifat polisemi

(polysemous), sementara data dari penelitian Moon (1998) sendiri menunjukkan

bahwa 5 persen dari idiom bahasa Inggris bersifat polisemi.

Nida (1975) membagi makna idiomatis ke dalam 3 bagian, yakni (1)

idioms-proper, (2) unitary complexes, dan (3) composites. Idiom (idioms-proper)

merupakan kombinasi kata yang memiliki struktur semantik literal dan nonliteral,

tetapi koneksi antara keduanya tidak dapat dideskripsikan sebagai penggambaran

dari proses tambahan. Contoh dari idioms-proper adalah spill the beans

„membocorkan rahasia‟, a white lie „kebohongan kecil‟, kick the bucket

‟meninggal dunia‟, dan lain sebagainya. Pada idiom a white lie „kebohongan

kecil‟, kata white dalam frasa tersebut tidak berkaitan dengan makna leksikalnya,

yakni salah satu jenis warna yang menyerupai salju atau susu. Makna dari kata

white dalam idiom tersebut berkaitan dengan hal baik atau tidak melukai.

Di sisi lain, unitary complexes terdiri atas dua atau lebih bentuk-bentuk

potensial bebas, yakni, kata-kata yang dikombinasikan sebagai satu keutuhan

secara berbeda dari kelas semantis kata intinya (head word). Contoh dari unitary

complexes adalah white house „gedung putih‟. Pada bagian ini, frasa white house

tidak bermakna rumah atau tempat tinggal berwarna putih, namun makna dari

15

frasa ini berkaitan dengan institusi politik di Amerika (kantor kepresidenan di

Amerika). Contoh lainnya adalah pineapple „nanas‟. Wujud dari kata majemuk

(compound) tersebut tidak berkaitan dengan nomina pine „cemara‟ dan apple

„apel‟, tetapi kata ini merujuk kepada satu bentuk nomina tersendiri, yakni

pineapple „nanas‟ (Nida, 1975:114).

Sementara itu, composites sedikit berbeda dengan unitary complexes. Kata

inti dalam composites memiliki kelas semantis yang sama dengan kombinasinya

secara keseluruhan, misalnya white oak „oak putih‟. White oak tidak merujuk pada

pohon oak berwarna putih. White oak merupakan nama dari salah satu spesies

pohon oak. Berbeda dengan pineapple yang sama sekali tidak memiliki kaitan

makna dengan pine „cemara‟ dan apple „apel‟, white oak masih berkaitan dengan

kata inti pembentuk frasa tersebut, yakni oak, sekalipun kata white dalam frasa

tersebut tidak berkaitan dengan makna literalnya. Frasa semacam ini disebut

composites (Nida, 1975:114).

b. Idiom dan Simile

Dalam bukunya yang berjudul “Diksi dan Gaya Bahasa”, Keraf (1985)

menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan simile adalah perbandingan yang

bersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain.

Dalam bahasa Inggris, simile ditandai dengan penggunaan kata as „seperti‟ atau

like „seperti‟, misalnya like my mother „seperti ibuku‟ atau as sweet as sugar

„semanis gula‟. O‟Dell dan McCarthy (2003:6) menyatakan bahwa terdapat idiom

bergaya simile dalam bahasa Inggris (misalnya: right as rain „sepenuhnya baik-

baik saja‟), namun dalam bukunya yang berjudul English Idioms in Use, para

16

linguis tersebut tidak menjelaskan secara terperinci mengenai perbedaan simile

dengan idiom bergaya simile.

c. Idiom dan Metafora

Keraf (1985) mendefinisikan metafora sebagai semacam analogi yang

membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Kövecses (2002) mendefinisikan metafora

sebagai suatu pemahaman mengenai satu ranah konseptual tertentu dalam satu

ranah konseptual yang lain, misalnya life is a journey „hidup adalah sebuah

perjalanan‟. Lebih lanjut Kövecses (2002) menjelaskan bahwa metafora terdiri

atas dua ranah, yakni ranah sumber dan ranah target. Ranah konseptual yang

menggambarkan ungkapan metaforis untuk memahami ranah konseptual lainnya

disebut dengan ranah sumber (misalnya: journey „perjalanan‟). Sementara itu,

ranah konseptual yang dapat dipahami disebut dengan ranah target (misalnya: life

„hidup‟).

Dalam bukunya mengenai metafora, Kövecses (2002) menyebutkan bahwa

idiom dapat berupa metafora, misalnya saja seperti spill the beans „membocorkan

rahasia‟, rahasia dimetaforakan dengan menggunakan kata beans „buncis‟.

Meskipun demikian, tidak semua metafora merupakan idiom, misalnya seperti I

can ruin your life „saya bisa menghancurkan hidupmu‟ atau catch a bus „tepat

waktu (untuk jadwal keberangkatan bus)‟ seperti yang dijelaskan oleh Fernando

(1996:36) dalam bukunya yang berjudul Idioms and Idiomaticity.

Makna idiomatis bersifat arbitrer dan kearbitrerannya ini merujuk kepada

hubungan antara idiom dan makna figuratifnya. Kövecses (2002) menyatakan

17

bahwa sekali waktu idiom memiliki asal-usul metaforis (metaphorical origins).

Seiring berjalannya waktu dan penggunaannya yang terus-menerus dari generasi

ke generasi, idiom metaforis kehilangan kemetaforaannya dan berubah menjadi

metafora beku (death metaphor) dan makna figuratifnya kemudian secara

langsung ditetapkan dalam mental leksikon dan idiom ini bersifat non-

compositional (Kövecses, 2002). Sejalan dengan hal tersebut, Chomsky (1980)

berpendapat bahwa idiom dikonsepkan menjadi non-compositional sebab makna

figuratif dari frasa-frasa ini bukan merupakan fungsi-fungsi dari makna tiap

bagian individu dari kata-kata pembentuk frasa tersebut.

Mengenai kaitan antara metafora dengan idiom, Glucksberg (2001)

berpendapat bahwa meskipun idiom biasanya dianggap berbeda dengan metafora,

namun menurutnya idiom dan metafora tidak sepenuhnya berbeda. Lebih lanjut

lagi Glucksberg (2001) menjelaskan bahwa beberapa tipe idiom terlihat seperti

metafora, misalnya seperti skating on tiny ice „melakukan aktivitas yang

beresiko‟. Glucksberg (2001) menyebut idiom semacam ini dengan istilah quasi-

metaphorical idiom.

d. Idiom dan Proverb

Proverb merupakan bagian dari ungkapan tetap (fixed expressions) dalam

bahasa Inggris. O‟Dell dan McCarthy (2010) serta Kershen (1998) mendefinisikan

proverb sebagai pernyataan atau kalimat singkat berasal dari pengalaman

masyarakat tutur yang mengajarkan suatu nilai kehidupan atau memberikan

nasehat. Disisi lain, Schipper (2006) memberikan 4 skema mengenai definisi

proverb seperti berikut: (1) memiliki bentuk artistik yang tetap; (2) memiliki

18

fungsi evaluatif dan konservatif dalam masyarakat; (3) memiliki keabsahan yang

otoriter; serta (4) asal-usulnya bersifat anonim atau sulit dilacak.

Dari definisi dan skema tersebut terlihat bahwa terdapat perbedaan antara

proverb dengan idiom. Umumnya proverb berbentuk kalimat utuh, misalnya

where there is a will, there is a way „di mana ada keinginan, di situ ada jalan‟.

Selain itu, proverb biasanya dituturkan untuk menyampaikan suatu pesan seperti

nasihat, nilai-nilai kehidupan, larangan, dan lain sebagainya. Hal ini karena tema

proverb biasanya berkaitan dengan kebijaksanaan atau kearifan, misalnya every

cloud has a silver lining „setiap awan memiliki sebuah garis perak‟ (O‟Dell dan

McCarthy, 2010), yang bermakna selalu ada hal baik yang bisa dipetik dari setiap

situasi buruk yang dihadapai. Dapat disimpulkan bahwa sekalipun sama-sama

memiliki makna idiomatis, berdasarkan fungsinya proverb memiliki kekhususan

tersendiri dibandingkan dengan idiom pada umumnya.

1.7.2.2 Karakteristik Idiom

Dalam tata bahasa Inggris, idiom memiliki karakteristik tersendiri supaya

mudah diidentifikasi. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skema

karakteristik idiom yang sudah dijelaskan oleh Prof. Dr. Soepomo

Poedjosoedarmo dalam wawancara yang telah dilakukan pada bulan April 2015.

Berikut ini merupakan skema karakteristik idiom yang telah dirumuskan.

a. Idiom memiliki makna idiomatis yang bersifat konvensional. Hal ini

sejalan dengan pendapat Langlotz (2006:3) yang berpendapat bahwa

makna idiom tidak dapat diperoleh dari makna literal konstituen

19

pembentuknya sebab maknanya mengalami perluasan atau bersifat

figuratif.

b. Idiom dapat disinonimkan dengan kosakata bermakna leksikal atau literal,

misalnya kick the bucket „menendang ember‟ dapat disinonimkan dengan

verba to die „mati‟.

c. Makna idiomatis idiom terikat dengan konteks kalimat. Frasa kick the

bucket „menendang ember‟ memiliki polisemi makna idiomatis dan makna

literal. Makna idiomatisnya akan muncul ketika terikat dengan konteks

kalimat. Pada konteks tertentu frasa ini akan melepaskan makna literalnya

„menendang ember‟ menjadi makna idiomatis „mati atau meninggal

dunia‟.

d. Diturunkan dari generasi ke generasi. Idiom-idiom dalam bahasa Inggris

atau bahasa lainnya merupakan ungkapan beku yang sudah digunakan

sejak dulu. Oleh karena itu, beberapa idiom menyimpan nilai-nilai budaya

yang harus dipelajari secara khusus. Misalnya adalah idiom kick the bucket

„menendang ember‟ yang menurut laman website www.phrases.org.uk.

Sudah digunakan kurang lebih sejak tahun 1785. Menurut asal-usulnya,

idiom tersebut dirujuk dari budaya masyarakat di zaman itu yakni apabila

hendak bunuh diri, mereka menggunakan seutas tali yang diikatkan pada

tiang untuk menggantung diri. Sebelum menggantung diri, mereka

menggunakan ember sebagai pijakan, kemudian menendang ember

tersebut supaya aksi bunuh diri mereka berhasil. Dari sinilah kemudian

20

frasa kick the bucket „menendang ember‟ dimaknai secara idiomatis

sebagai to die „meninggal dunia‟.

Teori yang sudah dijabarkan di atas menjadi teori dasar dalam penelitian

ini untuk mengumpulkan data penelitian. Peneliti menggunakan teori ini untuk

mempermudah pengumpulan data sesuai dengan batasan masalah yang sudah

dijabarkan pada bagian sebelumnya.

1.7.3 Bentuk Idiom

Konstruksi idiom yang berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat juga dapat

dianalisis berdasarkan kategori atau kelas kata unsur-unsur yang membentuknya.

O‟Dell dan McCarthy (2003:6) memberikan klasifikasi mengenai bentuk-bentuk

idiom bahasa Inggris ditinjau dari kombinasi gramatikal pembentukannya, yaitu:

a. verba + objek/komplemen

Contoh: Kill two bird with one stone.

Makna: Dapat menyelesaikan dua pekerjaan sekaligus dalam sekali waktu.

b. frasa preposisi

Contoh: In the blink of an eye.

Makna: Dalam waktu singkat.

c. compound

Contoh: A bone of contention.

Makna: Hal yang diperdebatkan banyak orang.

d. simile ( as + ajektiva + as atau like + nomina)

Contoh: as dry as a bone.

Makna: Sangat kering.

21

e. binomial (kata + and + kata)

Contoh: Rough and ready.

Makna: Tangkas dalam pekerjaan.

f. trinomial (kata + kata + and + kata)

Contoh: Cool, calm and collected.

Makna: Rileks, terkendali dan tenang (tidak gugup).

g. klausa penuh ( Whole Clause) dan kalimat

Contoh: To cut a long story short.

Makna: Menceritakan intinya saja tanpa detail.

Teori ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis bentuk idiom dari

data yang sudah terkumpul. Data yang sudah dikumpulkan kemudian

dikelompokkan berdasarkan teori tersebut.

1.7.4 Variasi Leksikal dalam Idiom

Studi korpus dari ungkapan beku dan idiom menunjukkan bahwa idiom

memiliki bentuk yang tidak stabil (Moon, 1998). Terdapat beberapa variasi

kebahasaan yang digunakan oleh penutur ketika menggunakan satu bentuk idiom

dalam percakapan sehari-hari. Fenomena kebahasaan seperti ini tidak hanya

terjadi pada idiom dalam bahasa Inggris, akan tetapi hal ini juga terjadi dalam

bahasa lain. Namun demikian, variasi ini tidak merubah makna idiom. Variabilitas

tersebut dapat dilihat dari ranah struktural atau sintaktis idiom tersebut. Berikut ini

merupakan tipe variasi leksikal dalam idiom menurut pendapat Moon (1998).

22

1.7.4.1 Variasi Verba

Variasi verba ini merupakan tipe variasi yang paling umum. Verba yang

mengalami variasi umunya verba-verba yang saling bersinonim. Contohnya

adalah bend/stretch the rules „sedikit berbuat curang tanpa melanggar hukum‟.

1.7.4.2 Variasi Nomina

Variasi nomina ini biasanya terjadi pada nomina-nomina yang bersinonim

atau pada kuantitas dari nomina tersebut (singular-plural). Contohnya yaitu a

skeleton in the closet/cupboard „rahasia mengejutkan dan tersembunyi‟.

1.7.4.3 Variasi Adjektiva dan Modifier

Variasi tipe ini kadang menggunakan kata-kata yang bersinonim atau

bahkan kata-kata yang memiliki makna berbeda, misalnya: a bad/rotten apple

„orang yang tidak baik‟.

1.7.4.4 Variasi Partikel

Pada kasus ini, perubahan partikel adverbial dan preposisi tidak membawa

perubahan makna yang nyata, misalnya: (1) by/in leaps and bounds „sangat

cepat‟; dan (2) out of thin air, from thin air „entah dari mana‟.

1.7.4.5 Variasi Konjungsi

Sedikit sekali idiom yang mengalami variasi konjungsi, misalnya: hit and

miss, hit or miss „dengan sangat ceroboh‟.

23

1.7.4.6 Kekhususan dan Penjelasan Tambahan (Specificity and

Ampliflication)

Dalam penggunaannya, terdapat idiom yang mendapatkan materi sisipan

atau penekanan untuk memperjelas atau menekankan makna idiom tersebut.

Materi atau kosakata yang ditambahkan biasanya berupa adjektiva. Namun ada

juga yang berupa adverbial, frasa preposisi, verba, dan lain sebagainya. Contoh

dari tipe ini adalah (right) on the button „benar-benar tepat‟.

1.7.4.7 Truncation

Truncation merupakan penurunan tingkat atau pengurangan bentuk dari

idiom. Idiom jenis ini mengalami penurunan unit gramatikal, misalnya idiom yang

berupa kalimat, dalam penggunaannya berubah menjadi idiom dalam bentuk

klausa. Misalnya seperti dibawah ini:

(speech is silver but) silence is golden „(berbicara itu perak, tapi) diam itu emas‟.

1.7.4.8 Reversals (Pembalikan)

Reversals atau pembalikan kedudukan unsur-unsur pembentuk idiom

biasanya terjadi pada idiom yang berbentuk binomial atau idiom bentuk lainnya.

Namun demikian, pembalikan ini tidak merubah makna dari idiom tersebut,

misalnya: (1) day and night „sepanjang waktu‟; dan (2) night and day „sepanjang

waktu‟.

1.7.4.9 Variasi Register.

Variasi-variasi jenis ini biasanya berkaitan dengan formalitas penggunaan

idiom dalam tuturan. Beberapa diantaranya bahkan ada yang menggunakan

24

leksikon non-standar dalam penggunaan idiom di situasi informal, misalnya:

knock someone dead/knock 'em dead „menunjukkan penampilan yang memukau

atau menarik perhatian‟.

1.7.4.10 Variasi antara American English dan British English

Variasi ini lebih mengacu pada perbedaan karakter dari American English

dan British English. Perbedaan yang paling mencolok biasanya terlihat pada

pemilihan kosakata, misalnya:

cut a long story short (BrE) „singkat cerita‟

make a long story short (AmE) „singkat cerita‟.

Teori dari Moon (1998) ini menjadi acuan bagi peneliti untuk

menganalisis adanya variasi pada penggunaan idiom dalam novel The Kiss. Idiom

yang mengalami variasi merupakan idiom-idiom yang mengalami perubahan

bentuk atau tidak sesuai dengan bentuk bakunya yang tertera dalam kamus idiom.

1.7.5 Makna dalam Idiom

Idiom memiliki karakter yang unik sebab maknanya tidak dapat diartikan

secara leksikal. Selain itu, idiom memiliki bentuk beku yang unsur-unsur

pembentuknya tidak bisa disubstitusi oleh unsur lain tanpa adanya pengakuan

konvensional, misalnya idiom dalam bahasa Indonesia panjang tangan tidak dapat

diganti dengan panjang kaki. Maknanya tentu akan berubah bila kata tangan

diganti dengan kata kaki. Hal serupa juga terjadi pada idiom dalam bahasa Inggris.

Makkai dalam Fernando (1996) mengklasifikasikan idiom ke dalam dua bagian

berdasarkan makna idiomatisnya, yakni decoding idiom dan encoding idiom.

25

1.7.5.1 Decoding Idiom

Decoding idiom adalah idiom-idiom yang maknanya tidak dapat diprediksi

dari susunan unsur pembentuknya dan tata bahasa yang digunakan dalam bahasa

tersebut, misalnya kick the bucket „meninggal‟ (Makkai dalam Fernando,1996).

Decoding idiom terbagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu: (1) idiom

leksemik dan (2) idiom sememik. Idiom leksemik merupakan idiom yang terdiri

atas satu bentuk bebas minimum. Sementara itu, idiom sememik merupakan idiom

polileksemik yang memiliki makna harfiah atau moral.

1.7.5.2 Encoding Idiom

Kebalikan dari decoding idiom, makna dalam encoding idiom masih dapat

diprediksi dari unsur-unsur pembentuknya. Encoding idiom memiliki kombinasi

khusus yang maknanya transparan (Makkai dalam Fernando, 1996), misalnya

answer the door „buka pintu‟, heavy smoker „perokok berat‟, dan wide awake

„waspada, paham‟.

Peneliti memilih teori ini sebab teori ini dinilai cukup bisa dipahami oleh

peneliti. Untuk selanjutnya teori ini digunakan oleh peneliti dalam menganalisis

makna idiom.

1.7.6 Pragmatik dan Aspek Fungsional Idiom

Dimensi pragmatik sudah digunakan dalam mengklasifikasi dan

menganalisis ungkapan-ungkapan idiomatis. Strässler (1982) sudah membahas

mengenai aspek pragmatik dari idiom dalam bukunya yang berjudul Idioms in

English: A Pragmatic Analysis. Beliau menempatkan idiom sebagai elemen

26

fungsional dari bahasa yang disebut dengan fenomena pragmatik, yakni sesuatu

yang ditafsirkan dari sudut pandang para pengguna bahasa.

Idiom bersifat terbatas hanya pada sekelompok pengguna bahasa tertentu

dan digunakan pada kesempatan tertentu saja. Selain itu, idiom juga terkadang

menunjukkan sikap dari penutur kepada seseorang atau suatu kejadian tertentu,

atau digunakan untuk menunjukkan fungsi-fungsi khusus. Oleh karena itu, Cowie

via Murar (2009) berpendapat bahwa informasi-informasi penting mengenai

fungsi idiom seharusnya juga ditampilkan dalam kamus idiom, tidak hanya

sebatas makna dan struktur idiom saja. Berdasarkan aspek fungsional

pragmatiknya, Murar (2009) mengklasifikasikan idiom sebagai berikut.

1.7.6.1 Idiom yang Menunjukkan Kedekatan Hubungan Sosial atau Sikap

Penutur dalam Berkomunikasi.

Idiom dapat digunakan sebagai parameter atau pengukur skala formalitas

suatu ujaran, dari formal (kaku, sopan, impersonal) ke informal (rileks, hangat,

kasual, bersahabat). Berikut ini merupakan penjelasannya secara terperinci.

a) Idiom formal biasanya mencerminkan hubungan yang tidak terlalu dekat

antara penutur dan lawan tutur. Idiom make answer „menjawab‟, misalnya,

lebih sering digunakan dalam situasi formal dibanding penggunaan verba

to answer „menjawab‟ seperti yang dicontohkan oleh Cowie dkk. (1984)

berikut ini:

He presented an address from the House of Commons to which Her

Majesty was graciously pleased to make reply „Dia menunjukkan sebuah

alamat dari House of Commons di mana Rajanya berkenan untuk

menjawab.’

27

b) Idiom informal biasanya mencermikan hubungan yang intim atau dekat

antara penutur dan lawan tutur. Misalnya: (1) take it easy „santai saja‟ dan

(2) easy on the eye „cukup cantik‟.

c) Idiom yang berfungsi untuk mengungkapkan kejengkelan penutur,

kemarahan dan makian, misalnya: (1) damn it „sialan‟ dan (2) get stuffed

„bicara dengan dirimu sendiri‟. Cowie dkk. (1984) menyebutkan bahwa

idiom dapat memiliki makna lain diluar makna konvensionalnya ketika

terikat dengan konteks. Kasus semacam ini dapat dilihat pada penggunaan

idiom do you mind? yang bermakna „Apakah anda tidak keberatan?‟.

Dalam konteks tertentu makna idiom ini dapat berubah menjadi „jangan

menghalangi jalan saya‟, „berhenti menyela‟, dan lain sebagainya.

d) Idiom yang berfungsi untuk menunjukkan sikap merendahkan pihak lain,

misalnya: a flea pit „bioskop murahan‟.

e) Idiom untuk menyampaikan lelucon ringan dan menyindir seseorang atau

suatu hal. Misalnya: (1) a shrinking violet „sindiran atau julukan untuk

orang yang pemalu‟.

1.7.6.2 Idiom dalam Interaksi Sosial

Dalam bahasa Inggris, terdapat idiom yang hanya digunakan dalam

interaksi sosial tertentu saja, misalnya idiom dalam sapaan atau greeting. Idiom

yang digunakan dalam greeting dapat menunjukkan maksud pribadi, kelas sosial,

dialek sosial, atau dialek regional (Lee, 1983). Kalimat sapaan seperti How do you

do? „apa kabar‟ biasanya digunakan dalam situasi formal oleh kalangan sosial

menengah ke atas. Sementara itu, kalangan bawah lebih sering menggunakan

28

ungkapan Hello „halo‟ atau Pleased to meet you „senang berjumpa denganmu‟.

Kedua ungkapan ini dinilai tipikal dengan dialek bahasa Inggris Amerika (Murar,

2009).

1.7.6.3 Ungkapan Idiomatis yang Digunakan untuk Menampilkan Fungsi

Komunikatif.

Ungkapan idiomatis terkadang digunakan untuk menunjukkan berbagai

fungsi komunikatif (tindak tutur), seperti memberikan komentar, menyampaikan

keluhan, memberikan peringatan, memberikan larangan, dan lain sebagainya.

Saying, seperti Practice makes perfect atau Better late than never, sering

digunakan untuk memberikan komentar, rekomendasi atau saran, peringatan dan

larangan (Cowie dkk.: 1984).

1.7.6.4 Idiom yang digunakan dalam pertukaran terstruktur antar

penutur.

Sejumlah idiom digunakan dalam wacana terstruktur sebagai penghubung

antar kalimat atau pertukaran tuturan antar penutur. Idiom tersebut dapat kembali

mengarah ke pernyataan sebelumnya atau mengantisipasi pernyataan yang

selanjutnya. Idiom tersebut menunjukkan sikap penutur terhadap suatu hal yang

terjadi atau suatu hal yang dikatakan. Idiom semacam ini disebut juga dengan

idiom fungsional (functional idiom).

1.8 Metode Penelitian

Bakker dalam Mastoyo (2007:1) menyatakan bahwa kata metode berasal

dari kata Yunani methodos yang merupakan gabungan dari kata depan meta

„menuju, melalui, mengikuti, setelah‟ dan kata benda hodos „jalan, perjalanan,

29

cara, arah‟. Lebih lanjut Mastoyo (2007:1) menjelaskan bahwa definisi dari

metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud

atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan

dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan.

Bagian ini membahas mengenai metode penelitian bahasa yang digunakan

oleh peneliti. Sudaryanto dalam Mastoyo (2007:4) mengatakan bahwa metode

penelitian bahasa menyangkut cara kerja dalam rangka memerikan bahasa yang

tidak hanya terbatas pada memaparkan apa dan bagaimana bahasa, tetapi juga

memaparkan “mengapanya” bahkan juga “kapannya” bahasa. Selain itu, metode

penelitian ini juga digunakan untuk menganalisis dan mengukur keakuratan data.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan karena data yang

digunakan berasal dari sumber tertulis. Terdapat enam pokok bahasan yang

dibahas dalam subbab ini, yakni: (1) objek penelitian dan data penelian; (2)

langkah-langkah penelitian; (3) metode pengumpulan data; (4) tekhnik

pengumpulan data; (5) metode analisis data; serta (6) metode penyajian data.

1.8.1 Objek dan Data Penelitian

Mastoyo (2007:27) mengatakan bahwa objek penelitian di bidang bahasa

senantiasa berupa satuan kebahasaan. Objek penelitian dalam tulisan ini adalah

idiom-idiom dalam novel The Kiss. Sumber data dalam penelitian ini berupa

sumber tulisan, yakni berasal dari novel The Kiss karya Elda Minger.

Data yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada idiom

bahasa Inggris yang terdapat dalam novel The Kiss. Teori konsep idiom dan teori

30

karakteristik idiom yang tercantum dalam pembahasan subbab sebelumnya

menjadi landasan dasar peneliti untuk menjaring data dari novel tersebut.

Mengingat keterbatasan serta lemahnya intuisi peneliti, penentuan validitas dan

realibilitas data dilakukan dengan menggunakan pengecekan silang dengan kamus

idiom dan diskusi bersama penutur asli (peer debriefing). Pengecekan data idiom

dilakukan bersama dengan James M. Manheim, seorang pengelola situs internet

mengenai Idiom Bahasa Inggris dari Amerika yang menggunakan bahasa Inggris

Amerika sebagai bahasa ibunya.

1.8.2 Langkah-langkah Penelitian

Setelah menentukan topik dan batasan masalah, maka langkah-langkah

penelitian yang dilakukan antara lain:

a. mengumpulkan idiom-idiom yang terdapat dalam novel The Kiss.

b. mengidentifikasi data yang sesuai dengan batasan masalah.

c. memverifikasi data yang sudah dikumpulkan.

d. menganalisis bentuk-bentuk idiom yang terdapat dalam data.

e. menganalisis makna yang terkandung dalam idiom tersebut.

f. menganalisis penggunaan idiom pada unsur intrinsik dari novel The

Kiss.

g. menganalisis alasan penggunaan idiom dalam novel The Kiss.

h. menarik kesimpulan.

1.8.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode simak untuk

mengumpulkan data berupa idiom bahasa Inggris. Metode simak merupakan

31

metode pengumpulan data dengan cara menyimak penggunaan bahasa (Mahsun,

2012:92). Alasan peneliti menggunakan metode ini adalah karena metode ini

merupakan metode yang paling tepat digunakan untuk mengumpulkan data

mengenai idiom. Hal pertama yang dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data

adalah dengan mengidentifikasi idiom-idiom yang ditemukan dalam novel The

Kiss. Data tersebut kemudian diperiksa keakuratannya dan kemudian dianalisis.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik dasar yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik

sadap di mana peneliti dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan

menyadap penggunaan bahasa yang berupa tulisan. Teknik lanjutan yang

digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah teknik catat. Pelaksanaan teknik

tersebut yakni dengan menyimak penggunaan idiom dalam novel The Kiss. Untuk

mengukur keakuratan data yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti

melakukan peer debriefing dengan penutur asli bahasa Inggris dan pemeriksaan

data dengan menggunakan kamus idiom bahasa Inggris sebagaimana yang sudah

dijelaskan di atas.

1.8.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

padan. Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di

luar bahasa dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang

bersangkutan(Sudaryanto,1993:13). Metode padan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode padan translasional dimana alat penentunya berupa

bahasa lain. Data yang berupa idiom-idiom bahasa Inggris yang sudah

32

dikumpulkan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan kemudian

dideskripsikan makna idiomatisnya.

1.8.6 Metode Penyajian Data

Setelah data selesai dianalisis, maka tahapan selanjutnya adalah penyajian

hasil analisis data. Metode penyajian data yang digunakan oleh peneliti adalah

metode penyajian informal dan metode formal. Metode penyajian informal adalah

penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto,

1993:145). Sementara itu, Sudaryanto (1993:145) dan Mastoyo (2007:73)

berpendapat bahwa metode penyajian formal adalah penyajian hasil analisis data

dengan menggunakan kaidah-kaidah, tanda atau lambang-lambang. Untuk

mempermudah pemahaman, data yang disajikan dengan cara formal akan diikuti

oleh penyajian data secara informal. Kedua metode penyajian data tersebut

digunakan oleh peneliti dalam mendeskripsikan dan menjelaskan hasil temuan.

1.9 Sistematika Penyajian

Untuk memperoleh suatu tulisan ilmiah yang sistematis dan mudah

dipahami maka diperlukan sistematika penulisan yang baik dalam menyajikan

suatu karya ilmiah. Sistematika penulisan yang baik ini menjadi arahan supaya

penyajian karya tulis ilmiah tidak melenceng dari hal-hal yang sudah

direncanakan dan dirumuskan sebelumnya.

Tesis ini terdiri atas 5 (lima) bab. Bab I membahas mengenai pendahuluan.

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan

33

sistematika penyajian. Selanjutnya, Bab II membahas mengenai bentuk dan

makna idiom dalam novel The Kiss. Secara garis besar, bab ini terbagi menjadi

dua bagian. Bagian pertama membahas tentang bentuk idiom dan bagian

selanjutnya membahas mengenai makna idiom.

Bab III dalam tesis ini membahas tentang bagian unsur intrinsik dalam

novel The Kiss. Pada bab selanjutnya, yakni Bab IV, peneliti membahas mengenai

analisis penggunaan idiom dalam novel The Kiss. Cakupan bahasan pada bab ini

berkaitan dengan fungsi pragmatis dari idiom-idiom yang dimunculkan penulis

dalam novel The Kiss. Pembahasan terakhir, yakni pada Bab V, adalah mengenai

simpulan dan saran. Bagian ini menguraikan mengenai kesimpulan dari penelitian

yang sudah dilaksanakan beserta saran-saran dari peneliti.