fungsi sosial budaya bahasa lio, flores · penutur bahasa lio di wilayah kabupaten sikka pun...

45
1 Laporan Penelitian FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES Tim Peneliti: I Wayan Simpen Ida Bagus Putra Yadnya Aron Meko Mbete A.A. Putu Putra Gek Wulan Novi Utami Nissa Puspitaning Adni Didanai oleh Program Magister Linguistik Universitas Udayana 2015

Upload: nguyendiep

Post on 09-Aug-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

1

Laporan Penelitian

FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO,

FLORES

Tim Peneliti:

I Wayan Simpen

Ida Bagus Putra Yadnya

Aron Meko Mbete

A.A. Putu Putra

Gek Wulan Novi Utami

Nissa Puspitaning Adni

Didanai oleh

Program Magister Linguistik

Universitas Udayana

2015

Page 2: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberagaman atau kebhinekaan bangsa ditandai oleh keanekaragaman bahasa

lokal (vernacular) yang ada di Indonesia. Dari pelbagai sumber memang disimpulkan

bahwa lebih dari 720 bahasa dan ratusan etnik, masing-masing dengan tradisi, adat

istiadat, dan tentunya sistem sosial yang berbeda-beda pula antara satu daerah dengan

daerah yang lain. Ada etnik Lio, Ngadha, Nagekeo, Sikka, Lamaholot, Manggarai, di

daratan Flores, ada etnik Lembata, ada pula sejumlah etnik di Pulau alor dan Pantar,

masing-masing dengan subetnik bahkan dengan bahasa-bahasa yang berbeda pula.

Tidak ada bahasa Flores, kendati ada “Orang Flores” yang diidentikkan dengan suku

Flores. Secara historis, bahasa di Flores memang direkonstruksi dan dihipotesiskan

berasal dari proto-Flores (Fernandes, 1986l 1996). Brandes bahan menetapkan garis

pisah kelinguistikan atas dasar kontruksi genetif yang membelah Pula Flores, khususnya

antara wilayah pakai bahasa Lio dan bahasa Sikka.

Bahasa Lio, Flores, adalah salah satu bahasa lokal, atau bahasa daerah, atau juga

bahasa etnik Lio yang ada di Flores Tengah, Nusa Tenggara Timur. Selain bahasa Lio,

di Kabupaten Ende ada juga dialek Ende dan dialek Nage. Oleh masyarakat di

Kabpupaten Ende, ketiga dialek itu dikenal sebagai logat Aku untuk bahasa Lio, logat

Ja’o untuk dialek Ende, dan logat Nga’o dialek Nage. Ketiga bentuk persona pertama

(tunggal) yang mengandung makna aku atau saya itu menjadi nama bahasa atau dialek-

dialek. Kesalingpahaman dalam komunikasi verbal antardialek itu masih memadai atau

cukup baik kendati disadari pula oleh para guyub tuturnya sebagai bahasa atau dialek

Page 3: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

3

yang berbeda. Pranasalisasi merepresentasikan dialek-dialek Ja’o dan Nga’o dan bahasa

Lio. Selain bahasa Lio dan kedua dialek itu, di Kabupaten Ende, sebagai bagian NKRI,

hidup pula Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi. Sebagai mata

pembelajaran di sekolah-sekolah (SMP, SMA, dan SMK) dan di perguruan tinggi,

sejumlah bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, juga hidup dan berkembang walau

tidaklah menjadi bahasa sehari-hari. Dengan demikian, masyarakat di Kabupaten Ende,

seperti juga banyak masyarakat Indonesia lainnya, telah berkembang menjadi

masyarakat dwibahasa (bilingualism) dalam arti lebih dari dua bahasa (lihat Romaine,

1995).

Bahasa Lio juga mengenal dan memiliki dialek yang berkorespondensi antara k-

h. Dialek /k/ ada di kawasan barat dan utara Lio, sedangkan dialek /h/ ada di wilayah

timur khususnya daerah Lise. Sebagai contoh dapat dilihat pada korespondensi berikut

ini.

Dialek k Dialek h

ki hi ‘ilalang’

kasa hasa ‘pagat’

kea hea ‘sej. labu’

kolo holo ‘kepala’

kubu hubu ‘atap’

koro horo ‘lombok’

Dari segi daya dukung penuiturnya, bahasa Lio dikuasai dan digunakan oleh

sebagian besar masyarakat di Kabupaten Ende. Bahasa Lio juga memiliki beberapa

dialek dengan ciri-ciri fonologis dan leksikal, di samping ciri-ciri suprasegmental yang

sangat jelas pula. Jumlah penutur bahasa Lio diperkirakan lebih dari 100 ribu orang jika

Page 4: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

4

penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek

Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur sedangkan dialek Nag’o didukung

oleh sekitar tiga puluh ribu penutur. Perlu diinformasikan kembali bahasa Lio

digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Sikka khususnya di dua kecamatan yakni

Kecamatan Paga dan Kecamatan Mego. Kedua kecamatan itu berbatasan langsung

dengan wilayah Kabupaten Ende, termasuk Kecamatan Kotabaru di bagian Utara.

Sungai Nangabolo di Kabupaten Sikka menjadi pembatas wilayah pakai bahasa Lio dan

Bahasa Sikka. Masyarakat di kedua kecamatan itu juga berkembang menjadi

masyarakat multibahasa, bahasa Lio, bahasa Sikka, dan bahasa Indonesia. Adat, budaya,

dan tradisi Lio masih cukup kuat terpelihara di kedua kecamatan itu, Paga dan Mego

kendati adat, budaya, dan tradisi Sikka juga kuat menyatu dalam masyarakat di kawasan

itu.

Sebagai turunan Proto-Austronesia, bahasa Lio berkerabat erat (closed

relationship) dengan bahasa Ngadha dan bahasa Palu’e (Fernandes, 1986; Mbete 1981).

Bahasa Palu’e terdapat di Pulau Palu’e, utara Kabupaten Ende dan secara administratif

termasuk wilayah Kabupaten Sikka. Secara administratif, Dalam hubungan kekerabatan

yang besar, bahasa Lio termasuk kelompok bahasa Flores Barat dengan bahasa

Manggarai sebagai anggota kelompok yang lebih besar jumlah penuturnya. Pada

jenjang lebih tinggi bahasa Lio berkerabat erat pula dengan subkelompok bahasa Flores

Timur (termasuk bahasa Sikka dan Lamaholot). Bahasa-bahasa kerabat di Flores,

termasuk bahasa Lio mewariskan ciri-ciri fonologis, morfologis, leksikal, gramatikal,

dan semantik asali dari bahasa asalnya. Selain kadar dan ciri-ciri divergensi

kelinguistikan yang genetis, unsur-unsur serapan dari Proto-Papua juga ada dalam

bahasa itu.

Page 5: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

5

Sebagai bahasa lokal yang menyatu dengan dan menjadi ciri jati diri guyub tutur

pemilik dan para pewarisnya yakni para anggota guyub tutur bahasa Lio, bahasa Lio

mengemban fungsi-fungsi yang sangat penting bagi masyarakat Lio. Bahasa Lio adalah

perekat persatuan sebagai Orang Lio, sarana komunikasi dan interaksi verbal

antarwarga etnik Lio, perekam dan pengalih (transmisi) kebudayaan Lio antargenerasi;

kebudayaan Lio dalam pelbagai seginya. Bahasa Lio juga menjadi sarana pengungkap

seni sastra dan budaya Lio, dan menjadi ciri pembeda jati diri Orang Lio dengan etnik-

etnik lainnya di Flores dan Indonesia umumnya. Seperti disingggung di atas, bahasa Lio

pula yang membedakan Orang Lio dengan Orang Sikka, Orang Ende, Orang Nagekeo,

Orang Ngada, Orang Manggarai, Orang Lamaholot, dan Orang Riung. Sebagaimana

telah disinggung di atas, diinformasikan bahwa sesungguhnya secara linguistis, guyub

tutur dan penutur bahasa Lio terdapat pula di bagian barat Kabupaten Sikka, khususnya

di Kecamatan Paga dan Mego. Penduduk Kabupaten Sikka di kedua kecamatan itu,

menguasai bahasa Lio dialek Paga-Mbengu dengan ciri suprasegmentalnya yang khas.

Seain itu di antara mereka juga ada yang menguasai dan menggunakan bahasa Sikka,

dan tentunya bahasa Indonesia.

Sebagai warisan sejarah dan elemen budaya masa lalu, bahasa Lio telah hidup

dan berfungsi bagi guyub tuturnya dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat dan

kebudayaan etnik Lio sejak ratusan bahkan ribuan tahuan silam. Sistem

kemasyarakatan, adat istiadat, tradisi, dan kebudayaan Lio diungkapkan, diwadahi, dan

diwariskan antargenerasi dengan dan dalam bahasa Lio. Lagu-lagu rakyat atau musik

etnik Lio yang cukup terkenal itu bersyairkan bahasa Lio. Demikian juga teks-teks

sastra lisan dengan paralelisme semantik sebagai pilar estetik dalam berekspresi secara

verbal, merupakan produk-produk seni-budaya bernilai tinggi. Karya sastra lisan yang

Page 6: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

6

bernilai tinggi dan tertuang dalam mitos Ine Pare ‘Dewi Padi’, merupakan pusat dan

puncak adicita (ideology) etnik Lio yang hingga kini masih terawat kuat dalam bahasa

dan budaya agraris komunitas etnik Lio. Mitos Ine Pare ‘Dewi Padi’ adalah sastra suci

bagi masyarakat Lio terutama dalam konteks perladangan asli.

Peredaran waktu dan dinamika ruang telah pula mengubah banyak segi

kebudayaan Lio. Jikalau sebelum masa Kemerdekaan (1940an hanya ada sara Lio

(bahasa Lio) dan sara Melaju (bahasa Melayu), pasca Kemerdekaan Indonesia memang

mengubah lingkungan kebahasaan bahasa Lio. Masyarakat etnik Lio yang semula

umumnya ekabahasa (yang secara terbatas didampingi sara Melaju ‘bahasa Melayu’ di

kalangan tertentu khususnya kaum terdidik kala itu, perubahan lingkungan kebahasaan

pun semakin meluas dan mendalam. Meluas, karena semakin banyak pembelajar dan

pengguna bahasa Indonesia khususnya etnik Lio, dan semakin mendalam karena banyak

segi kehidupan diwahanai oleh bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa nasional,

dan bahasa Negara. Pembelajaran, penggunaan, pemerluasan wilayah pakai bahasa

nasional, bahasa resmi bahasa Indonesia sebagai penyatu bangsa Indonesia yang

majemuk dan posisi itu jelas menggeser kedudukan bahasa Lio. Jikalau pada masa lalu

bahasa Lio menjadi bahasa ibu sebagian besar etnik Lio di kota, terutama di pedesaan,

setakat ini, bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa ibu bagi sebagian etnik Lio. Seiring

dengan itu, semakin terpinggir pula kedudukan dan semakin menyusut pula fungsi

sosiokultural bahasa Lio (lihat Mbete, 1994).

Kehadiran bahasa Indonesia juga menandai masuknya kebudayaan Indonesia

dalam pelbagai aspeknya. Pola pikir, cara dan gaya hidup, mata pencaharian, pola

konsumsi berubah dan berkembang. Budaya agraris dengan mengandalkan pengolahan

ladang berpindah mulai menipis mengiringi pola pengihidupan dengan tanaman

Page 7: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

7

perdagangan yang lebih menjanjikan seperti kakao, cengkeh, fanili, kemiri, dan

sebagainya. Mata pencaharian baru di bidang jasa lebih dipilih oleh generasi muda.

Berladang dengan aneka tanaman tumpangsari asli dengan padi lokal sebagai primadona

budaya agraris etnik Lio semakin terdesak. Seiring dengan itu, lahan untuk padi lokal

dengan aneka tanaman pangan asli, semakin sempit. Kerajinan dan budaya tenun ikat

semakin kurang dipilih oleh generasi muda putri. Demikian pula kerajinan keramik atau

gerabah yang mengolah sumber daya tanah liat semakin ditinggalkan pula, hanya

ditekuni oleh segelintir perempuan tua, sedangkan kaum wanita muda sudah

meninggalkan profesi itu.

Bahasa adalah gambaran atau representasi lingkungan tempat bahasa hidup,

dalam arti hidup dalam manusia. Dengan demikian, bahasa Lio dalam subsistem

leksikon, teks, dan wacana menggambarkan pula kenyataan yang ada di sekitarnya, baik

kenyataan sosial maupun kenyataan lingkungan hidupnya. Kekayaan leksikon khusus,

merepresentasikan lingkungan alam dan budaya yang beragam pula. Khazanah leksikon

bahasa Lio tentang keberagaman jenis, ukuran, bentuk ikan-ikan laut dapat ditemukan

di lingkungan pesisir atau daerah pantai, baik di pantai selatan Kabupaten Ende dan

Nage maupun di Pantai Utara Kabupaten Ende. Berdasarkan sifat laut selatan yang

“garang”, oleh guyub tutur bahasa Lio dan dialek Ende, pantai selatan disebut Ma’u

Haki ‘laut jantan’, sedangkan pantai utara yang relatif lebih tenang ombaknya disebut

Ma’u Fai, ‘laut betina’.

Seperti halnya bahasa-bahasa lokal dengan kandungan lokalitasnya di pelbagai

guyub tutur dan guyub etnik di Indonesia, bahasa Lio yang hidup sejak berabad-abad

hingga dewasa ini, merepresentasikan hubungan timbal balik bahasa itu dengan

lingkungan, baik dalam skala (buana) agung, mikrokosmos, maupun dalam skala

Page 8: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

8

(buana) alit, mikrokosmos. Ikhwal adanya hubungan timbal balik itu sesungguhnya

terekam dan terwadahkan dalam bahasa Lio karena pada hakikatnya bahasa adalah

“wadah atau sarang kebudayaan”. Termasuk ke dalamnya adalah kategori produk

budaya material yang bersumber pada alam di lingkungannya. Budaya bahari berbasis

laut tentu berbeda dengan budaya perladangan berbasis lahan atau tanah garapan dengan

aneka tumbuhan. Dalam bahasa lah tersimpan kekayaan makna dan nilai kehidupan

insani tersimpan. Akan tetapi, perjalanan waktu, dinamika kebudayaan, perubahan

lingkungan alami dan sosial, telah berdampak pada perubahan bahasa Lio sebagai

wahana budaya etnik Lio. Generasi muda guyub etnik dan guyub tutur bahasa Lio

sebagai ahli waris sudah “meninggalkan” bahasa lokal warisan leluhur mereka.

Generasi muda bahkan sudah mulai meninggalkan tradisi.

1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas berikut dirumuskan masalah

yang dikaji dalam penelitian ini.

a. Bagaimanakah gambaran tentang penggunaan bahasa Lio dalam kehidupan dan

ranah keluarga atau rumah tangga?

b. Bagaimanakah gambaran tentang pemakaian bahasa Lio dalam ranah

ketetanggaan?

c. Bagaimanakah gambaran tentang pemakaian bahasa Lio dalam situasi resmi dan

tidak remis dalam skala nasional dan keindonesiaan?

d. Bagaimanakah gambaran tentang pemakaian bahasa Lio dalam kegiatan adat

istiadat dan situasi resmi keadatan, baik dalam pernikahan, pendirian rumah

adat, maupun ritual-ritual dalam siklus perladangan?

Page 9: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

9

e. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terpinggir dan menyusutnya fungsi

sosial budaya bahasa Lio?

Pemakaian bahasa adalah perilaku sosial yang berkaitan dengan fungsi-fungsi

sosial budaya yang diemban oleh bahasa yang hidup, termasuk bahasa Lio, Flores.

Bahasa, termasuk ragam fungsional dan ragam sosial mana yang dipakai, sangat

tergantung pada sejumlah faktor, baik faktor atau dimensi ruang dengan konteks

situasinya, maupun, dan terutama dimensi sosial kultural yaitu mitra tutur, topik tutur,

dan sejumlah faktor terkait lainnya.

1.3 Tujuan

Tujuan penelitian pemakaian bahasa Lio dalam konteks sosial kultural ini

dipilah menjadi dua. Yang pertama, tujuan khusus yang berkaitan dengan fokus

penelitian ini sebagaimana terumus dalam masalah yang diajukan. Yang kedua adalah

tujuan umum yang berkaitan dengan kondisi kehidupan bahasa Lio dan bahasa-bahaa

lokal lainnya di Indonesia. Uraian secara singkat tentang kedua tujuan itu dapat disimak

di bawah ini.

1.3. 1 Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk memperoleh fakta dan informasi

tentang penggunaan bahasa dalam sejumlah ranah pakai sebagaimana tertulis dalam

masalah yang diformulasikan di atas. Pemerolehan informasi dan fakta tentang

penggunaan bahasa dalam kehidupan keluarga atau rumah tangga, dalam hubungan dan

interaksi verbal dengan tetangga, di tempat-tempat umum, dan dalam ranah-ranah adat

Page 10: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

10

atau ranah-ranah tradisional, merupakan tujuan khusus yang dicapai dalam penelitian

sosiolinguistik ini.

1. 3. 2 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini juga diupayakan untuk memperoleh pemahaman

tentang dinamika penggunaan bahasa Lio, kebertahanan, dan dinamika sosial-budaya

serta tradisi berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat etnik Lio, Flores. Selain itu,

penelitian ini juga ditujukan untuk memperoleh fakta dan informasi tentang dampak-

dampak perubahan, baik yang berdimensi positif maupun yang negatif yang

memengaruhi kebertahanan dan atau penyusutan fungsi sosial budaya bahasa Lio.

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian ini pun dipilah menjadi dua. Pertama manfaat teoretis dan

kedua manfaat praktis. Uraian singkat manfaat-manfaat itu dapat disimak di bawah ini.

1. 4. 1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis jelas terkandung di dalam penelitian ini. Sebagaimana

diketahui, sebagai pendekatan dan kerangka kaji teoretik sosiolinguistik yang bersifat

lintas bidang (interdisipliner). Dengan demikian, fakta-fakta baru yang khas dan

mutakhir tentang kebertahanan dan penyusutan fungsi sosial budaya bahasa Lio

diharapkan bermanfaat untuk memperkuat dan mengembangkan konsep-konsep

kerangka teoretik sosiolinguistik. Kajian sosiolinguistik kritis, terutama tentang

dinamika fungsi bahasa juga bermanfaat untuk itu.

Page 11: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

11

3.2 Manfaat Praktis

Fakta dan informasi tentang penggunaan bahasa dalam kehidupan sosial budaya,

dalam hal fungsi sosial budaya bahasa Lio, bermanfaat bagi masyarakat pemilik dan

pewaris bahasa Lio, khususnya bagi generasi mudanya. Bagi generasi muda penutur

bahasa Lio, yang diharapkan masih menjadi bahasa ibu bagi mereka, fakta dan

informasi sosiolinguistik ini bermanfaat dalam rangka pembinaan bahasa Lio,

khususnya pembinaan penggunaan bahasa Lio bagi generasi muda Lio. Sesuai dengan

fungsi bahasa Lio sebagai penanda jati diri dan sumber daya kebudayaan lokal,

pembinaan pemakainya melalui jalur formal merupakan upaya pemertahan bahasa Lio

agar terhindar dari ancaman kepunahan.

Fakta dan informasi tentang penggunaan bahasa Lio, khususnya tentang fakta

penyusutan fungsinya, jelas berkaitan dengan upaya upaya elaborasi, kodifikasi, dan

penataan korpus kebahasaan yang menjadi inti unruk pembelajaran sebagai strategi

implementasi. Dengan demikian, perencanaan bahasa (language planning), bahkan

rekayasa bahasa (language engineering), dan tentunya pemberdayaan bahasa (language

empowering), menjadi keniscayaan dan prioritas tertinggi jika kelestarian bahasa Lio

sebagai salah satu bahasa daerah dalam kaitan dengan kekayaan budaya bangsa, niscaya

upaya-upaya itu menjadi tanda kepedulian. Sudah tentu kepedulian dan langkah

strategis kebahasaan itu, tidaklah hanya pihak Pemerintah Daerah di era otonomi daerah

ini, melainkan terutama para ahli waris bahasa Lio itu sendiri.

Page 12: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL

PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Ada sejumlah hasil penelitian yang perlu dikaji. Sejumlah hasil penelitian

sosiolinguistik khususnya perlu ditelaah kembali relevansinya dengan penelitian ini.

Dalam kaitan ini, sudah tentu lebih diutamakan hasil penelitian sosiolinguitik tentang

bahasa Lio yang telah pernah dilakukan oleh para linguis, termasuk penelitian

makrolinguistik atau linguistik terapan yang ada kaitan substansialnya dengan penelitian

ini.

Hasil penelitian yang paput ditelaah adalah penelitian Mbete (1992).

Peneitiannya yang berjudul “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Lio, Ngadha, dan Sikka”,

berkaitan erat dengan fokus penelitian ini. Penelitian Mbete tentang

Ada sejumlah karya ilmiah ekolinguistik yang secara substansial dan omtologis

berkaitan dengan masalah penelitian ini. Kaitan substansial, kesamaan, dan

perbedaannya dengan kajian ini dipaparkan secara singkat. Upaya penjelajahan atas

beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para pengembang ekolinguistik,

khususnya ekoleksikal, bertujuan pula untuk memaknai dan memosisikan penelitian

ekoleksikal bahasa Lio, Flores.

Penelitian Mbete dkk. (2007) bertajuk “Ungkapan-Ungkapan Verbal Etnik Lio

yang Berfunsi Melestarikan Lingkungan”, harus diakui sebagai salah satu sumber

inspirasi untuk melanjutkan penelitian ini. Demikian pula penelitian Mbete (1992)

Page 13: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

13

tentang “Fungsi Bahasa Lio, Flores” membuka ruang peduli akademis yang membuka

cakrawala dan peta persoalan kebahasaan dalam perspektif sosiolinguistik.

Ungkapan-ungkapan verbal, baik berupa tuturan-tuturan parsial dalam kaitan

dengan prinsip-prinsip hidup dan praktek hidup sehari-hari, mengandung makna, nilai,

dan pesan-pesan adicita (ideology). Di antaranya adalah ungkapan verbal yang

menekankan pentingnya kebersamaan, kekompakan, dan kesatuan dalam kehidupan

sosial. Selain demi keserasian hidup dengan sesama, keharmonisan hidup dengan

sesamaa makhluk yang digolongkan sebagai lingkungan alam, secara khusus amanat

pelestarian mata air, adalah fungsi-fungsi ekologis yang sangat penting. Akan tetapi,

hasil kajian tersebut juga merampatkan bahwa daya makna ungkapan-ungkapan tersebut

sudah tidak kuat lagi. Pemahaman dan kepatuhan sikap untuk menjaga lingkungan telah

menyusut. Meskipun tidak menggunakan teori dan metode ekolinguistik, secara tematik

penelitian tersebut memiliki kaitan pula dengan penelitian ini.

Merosotnya fungsi-fungsi sosial bahasa Lio dalam sejumlah ranah juga telah

dideskripsikan oleh Mbete (1992). Dalam penelitiannya ditemukan menurunnya

penggunaan bahasa Lio dalam sejumlah ranah pakai bahasa. Kendati telah dilakukan 23

tahun silam, generasi muda dalam guyub tutur bahasa Lio, memang sudah enggan

menggunakan bahasa Lio, sudah beralih ke bahasa Indonesia.

2.2 Kerangka Konsep

Beberapa konsep operasional digunakan dalam penelitian ini.

a) Konsep fungsi. Fungsi sosial budaya bahasa adalah pola pemilihan dan

penggunaan bahasa atau ragam dan variasi bahasa yang berkaitan dengan konteks

situasi tatkala digunakan dalam kehidupan sosial.

Page 14: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

14

b) Kediwibahasaan. Kedwibahasaan adalah situasi kebahasaan masyarakat, di sisi

individual, ketika dalam kurun waktu yang lama dan dinamis hidup dan

digunakan lebih dari dua bahasa dalam interaksi dan komunikasi verbal

masyarakat.

c) Ranah (domain) pemakaian bahasa. Ranah konstelasi pemakaian bahasa konteks

yang terdiri atas, tempat, situasi, dan topik yang menentukan pemilihan dan

penggunaan bahasa.

d) Ragam fungsiolek. Ragam fungsiolek adalah ragam tertentu yang kontras dengan

ragam lain, dan yang digunakan dalam konteks sosial budaya tertentu.

2.3 Kerangka Teori

Penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik kerangka teoretik yang

menyandingkan sosiologi dan linguistik. Sosiolinguistik adalah bidang kajian yang

interdisipliner atau lintas bidang. Kajian yang lintas bidang ini dapat dilihat secara

makrososiolinguistik maupun mikrososiolinguistik (lihat Fishman, 1977; Bell, 1976).

Bahasa dalam penggunaan atau pemakaiannya (language in used) selalu berdimensi

sosial (lihat Fishman, 1977). Dimensi sosial yang dimaksudkan adalah siapa berbisacara

dan siapa mitra tutur, di mana (yang berkaitan dengan tempat dan situasi resmi dan

tidak resmi), topik-topik apa yang dituturkan atau dituliskan.

Dalam kehidupan sosial, selain faktor struktur dan sistem sosial melandasinya,

ragam atau variasi bahsa memang berkaitan dengan dimensi mitra tutur (interlocutor).

Mitra tutur juga sangat kompleks. Baik penutur maupun mitra tutur pasti memiliki

kedudukan sosial dalam struktur sosial. Dengan demikian struktur sosial tercermin

dalam penggunaan dan sosok bahasa atau variasi sosial (sosiolek) yang hadir dalam

Page 15: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

15

konteks pertuturan atau pertulisan itu. Dengan kata lain struktur sosial berkorelasi atau

ada kovariasi antara struktur sosial dan struktur bahasa (Bright, 1971).

Secara sosiolinguistik, fungsi bahasa juga berkaitan dengan atau tiada

terpisahkan dari kedudukan bahasa secara sosial politik, bahkan dengan politik bahasa

(language police). Politik bahasa secara nasional yang memayungi hajat hidup dan

dinamika kebahasaan di suatu Negara, selalu pada pilihan politik kebahasaan yang

bersifat tunggal, dalam arti lebih mengutamakan bahasa Negara dan bahasa nasional,

karena menyangkut ikatan kebangsaan dan kenegaraan dalam batas-batas wilayahnya.

Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa Negara. Kedudukan dan

fungsi bahasa Indonesia memang sangat berbeda dengan bahasa-bahasa daerah, atau

bahasa-bahasa lokal. Kendati dijamin hak hidupnya oleh Negara, namun perubahan

sikap dan tingkat kesetiaan pada bahasa daerah di Indonesia yang semakin meluntur,

jelas memengaruhi pemakaian bahasa-bahasa daerah atau bahasa lokal. Cakupan dan

ruang hidup bahasa nasional, bahasa Indonesia (lihat Halim, 1985), mulai melemahkan

kedudukan fungsi bahasa daerah di habitat aslinya. Kedwibahasaan yang “bocor” dan

tidak berimbang merupakan faktor-faktor yang mendasari pola pemakaian atau

penggunaan bahasa-bahasa daerah dalam konteks kelokalan sekalipun.

2.4 Pendekatan

Penelitian tentang fungsi sosial budaya bahasa Lio ini menggunakan pendekatan

kuantitatif dengan teknik statistik sederhana. Pendekatan kuantitatif bekerja dengan

menggunakan daftar tanyaan (kuesioner) yang berdasarkan ranah-ranah dan variabel

sosiolinguistik. Selian itu, pendekatan kualitatif yang ditunjang pula dengan pendekatan

lapangan dengan human instrument sebagai alat penjaring data, juga digunakan.

Page 16: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

16

Penggalian pengalaman-pengalaman pribadi (personal experience) diandalkan dalam

penelitian ini.

Pendekatan fungsional dalam konteks penggunaan bahasa juga digunakan dalam

penelitian ini. Menurut Bell (1976), pendekatan fungsional berkaitan dengan pilh-

memilih bahasa ataupun ragam bahasa dalam konteks hidup sosial dan kebudayaan

tempat bahasa tertentu hadir di dalamnya. Kajian ini memang menyasari pola guyub

tutur memilah dan memilih bahasa dan atau ragam bahasa tertentu sesuai dengan

konteks sosial dan konteks budaya.

Page 17: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

17

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penjaringan Data

Penelitian sosiolinguistik yang menyasari pemakaian atau penggunaan bahasa

Lio, Flores ini, sebagaimana juga pendekatan yang digunakan yakni kualitatif dan

fungsional, maka dalam penjaringan data kuantitatif khususnya digunakan metode

survey dan kuesioner (daftar tanyaan). Daftar tanyaan disusun berdasarkan kerangka

teori, pendekatan, dan metode dalam hal ini ranah pakai dan faktor penentu pemilihan

dan penggunaan bahasa dalam konteks kedwibahasaan atau juga ragam fungsional

dalam bahasa tertentu.

Daftar tanyaan disebarkan kepada seratus responden yang sekitar 20 orang di

antara responden itu sekaligus juga menjadi informan pemberi informasi tentang fungsi

bahasa Lio khususnya. Keseratus responden itu berasal dari sejumlah lokasi dan wilayah

kecamatan, khususnya kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Ende bagian Timur

karena di bagian barat hidup bahasa Ende dan bahasa Nage.

Wawancara mendalam (depth interview) juga dilakukan terhadap ke-20

informan. Ke-20 informan itu terdiri atas generasi muda generasi tua dalam jumlah yang

proporsional, termasuk juga keseimabngan gender dan tersebar di beberapa kecamatan

yang diteliti. Wawancara mendalam berpedomankan pada kerangka masalah dan ranah-

ranah pemakain bahasa Lio. Situasi lokasi yang dinamis dan relatif statis juga menjadi

dasar pertimbangan. Demikian juga situasi isolasi, dalam kaitan dengan dinamika dan

Page 18: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

18

perkembangan masyarakat bahasa Lio dengan dialek geografinya menjadi dasar

penentuan lokasi dan informan serta responden.

3.2 Metode Analisi Data

Data keangkaan yang didsasarkan pada hasil isian atas daftar tanyaan

diklasifikasikan sesuai dengan ranah dan variabel penelitian sosiolingusitik ini.

Perhitungan sederhana atas kekerapan atau frekuensi pemilihan dan penggunaan bahasa

Lio, di sisi bahasa Indonesia, dan bahasa lain, memberikan gambaran kuantitatif tentang

gejala fungsi bahasa Lio dan bahasa Indonesia dalam kehidupan masyarakat.

Selainjutnya data-data keangkaan yang merepresntasikan fungsi sosial bahasa

Lio dan bahasa Indonesia serta bahasa lainnya dihitung pula persentasenya dengan

rentangan atau sebaran yang variatif. Sebaran kekerapan dengan persentasenya itu

menggambarkan funsi sosial bahasa Lio dan bahasa Indonesia, bahkan juga bahasa-

bahasa lain yang hidup dalam masyarakat Lio di Kabupaten Ende.

3.3 Metode Penyajian Hasil Analisis

Hasil kajian ini bersifat kuantitatif dengan tampilan data keangkaan dan

persentase. Sajian dalam bentuk tabel memang mendominasi penyajian hasil kajian ini.

Kendatipun demikian, narasi verbal kebahasaan menjadi teknik penyajian hasil yang

memberikan pemaknaan atas angka-angka pula.

Page 19: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

19

BAB IV

GUYUB TUTUR, PENGGUAAN, DAN DINAMIKA SOSIAL- BUDAYA

BAHASA LIO, FLORES

4.1 Guyub Tutur Bahasa Lio

Sebelum menguiraikan ikhwal guyub tutur, paparan singkat tentang bahasa Lio

disajikan dalam tulisan ini. Bahasa Lio tergolong bahasa vokalis setelah mengalami

perubahan atau penanggalan konsonan protobahasa Flores (lihat Fernandes, 1995;

Mbete, 1999) pada posisi akhir. Gejala apokope atau penghilangan konsonan pada akhir

kata itu, secara genetis menjadi evidensi atau bukti kualitatif yang memperkuat

hubungan kekerabatan erat bahasa-baahsa di Flores. BAhasa Manggarai, bahasa

Ngadha, bahasa Nagekeo, bahasa Riung, bahasa Lio, bahasa Sikka, bahasa Lamaholot

di Flores adalah bahasa-bahasa vokalis. Kendati ada konsonan pada akhir kata,

konsonan-konsonan sengau /n, ng, r/ saja. Selanjutya, korespondensi bunyi antara

bahasa Lio dan Dialek Ende tampak pada hadirnya pranasal (sebagai contoh: bahasa

Lio: bebo, dialek Ende mbembo ‘tidak tahu’).

Sebagaimana telah disinggung pada bab pendahuluan, khususnya pada uraian latar

belakang, penelitian ini menjadikan guyub tutur bahasa Lio, menjadi sasaran utama

sekaligus sumber informasi dan sumber data primer penelitian yamg ebrtajuk

ekolinguistik bahasa Lio. Penutur bahasa Lio memang lebih banyak daripada bahasa

atau dialek Ended dan Nage di bagian barat wilayah Kabupaten Ende. Wilayah pakai

bahasa Lio pun melampau batas-batas administrasi Kabupaten Ende karena meluas

hingga di dua kecamatan yang menjadi wilayah Kabupaten Sikka, Flores yakni

Kecamatan Paga dan Kecamatan Mego. Tuturan Lio dan batas wilayah pakainya dengan

Page 20: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

20

bahasa Sikka bahkan “dibelah” secara ekologis oleh bentaran Sungai dan wilayah

Nangablo di Sikka Barat.

Bahasa Lio memang tidak mengenal dan tidak memiliki tingkat-tingkat penggunaan

bahasa yang diglosik yang berkontras sebagai ragam halus atau ragam tinggi dan kasar

atau sosiolek dalam menata penggunaan bahasa dalam konteks hubungan sosial yang

berjenjang atau hirarkis. Kendatipun demikian, bentuk hormat dengan orangtua, orang-

orang tua, pemimpin, dan pejabat, termasuk tetua-tetua adat diwarnai secara

suprasegmental dan sikap ragawi kinestik yang juga honorifik.

Variasi atau ragam bahasa Lio bersifat fungsional-kontekstual. Fungsi untuk

menandai dan memaknai pelbagai kegiatan adat dan tradisi dalam sejumlah lini

kehidupan tradisional berbasis keetnikan mengahsilkan ragam bahasa Lio yang disebut

sebagai sara waga. Dalam guyub tutur bahasa Lio, juga dalam dialek Ende, dan dialek

Nage di Kabupaten Ende, kata ‘bahasa’ dipadankan dengan sara. Bahasa Lio

dipadankan dengan sara Lio, bahasa/dialek Ende sara Ende, bahasa/dialek Nage, sara

Nage, bahasa Sikka, sara Sikka, dan seterusnya. Ini berarti konsep bahasa yang hakiki

bagi guyub tutur bahasa Lio adalah makna, nilai, dan fungsi penggunaannya, atau cara

berkomunikasi. Secara etnografik konsep bahasa menjadi pangkal kebermaknaannya.

Secara morfologik, sara waga dapat dijelaskan kembali dalam konteks masyarakat

dan kebudayaan Lio, Flores. Ragam bahasa sehari-hari memang berbeda dengan ragam

sara waga. Sara waga sebagai salah satu ragam atau variasi fungsional berakarkan kata

wangka ‘perahu’. Leksikon wangka ‘perahu’ (PAN) adalah butir bahasa dan budaya

kebaharian para penutur bahasa-bahasa Austronesia. Sebagai elemen budaya kebaharian

leksikon wangka ‘perahu’ atau sejenisnya memang menuntut keseimbangan agar tidak

tenggelam. Keseimbangan itu secara verbal diungkapkan dalam sara waga yang

Page 21: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

21

memang berpakemkan kesepadanan makna, pengualangan yang pada hakikatnya

bermakna maksud yang sama. Sebagai contoh dapat disimak sara waga berikut ini.

Boka ngere (k)hi ‘merebah bagai ilalang’

bere ngere ae ‘mengalir bagai air’

Ungkapan tersebut bermakna budaya yakni warga guyub tutur bahasa Lio harus

serempak “jatuh merebah bersama atau kompak ibarat alang-alang yang diterpa angin

kencang puting beliung. Kekompakan itu juga ibarat air yang cepat mengalir begitu

saja, lancer dan tanoa dalih bagaikan air yang cepat mengalir kencang di kali yang terjal

sebagaimana tersirat dalam bere ngere ae. Ungkapan verbal yang padat dan sarat makna

dan nilai tradisi etnik Lio itu, adalah ccontoh bentuk paralelisme semantic sebagai

varian atau ragam fungsional dalam adat dan budaya etnik Lio.

Sesuai dengan pola strukturnya yang menggunalan pakem kesepadanan makna

(semantic parallelism) sebagaimana pola penggunaan bahasa dalam konteks vudaya dan

aneka ritual yang ada di sejumlah guyub etnik di Nusa Tenggara Timur khususnya (Fox,

2000), dan Indonesia bagian tengah dan timur umumnya. Hal ini dapat dibandinglan

dengan pola dan pakem berpantun pada etnik-etnik Melayu, Minang, Aceh, Lampung,

dan sebagainya. Sara waga masih hidup dan berfungsi. Dikaitkan dengan seni

berbahasa atau sastra, dapat dikatakan bahwa sara waga adalah sastra lisan atau tradisi

lisan yang indah dalam konteks penggunaan bahasa Lio dalam kehidupan sosialbudaya

sebagai “rumah atau istana tempat bahasa Lio hidup”. Sara waga memang menjadikan

semua ritual adat dalam siklus hidup manusia dan perladangan sebagai basis dan rumah

makna kultural bahasa Lio, sebagaimana juga bahasa-bahasa lokal lainnya.

Seni berbicara atau cara berkomunikasi verbal dengan pola kesepadanan makna

maksud itu dtemukan secara kontekstual dalam kehidupan masyarakat khususnya dalam

Page 22: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

22

kegiatan adat dan budaya. Dalam rangkaian pernikahan, sejak pranikah dengan tahapan

tu ngawu ‘belis’ dan wuru mana ‘ikatan kekerabatan’ sara waga selalu digunakan

secara fungsional. Patut dijelaskan pula bahwa tidak banyak orang atau warga guyub

tutur bahasa Lio berusia tua yang mahir berbahasa sara waga. Hanya segelintir penutur

tua tertentu, yang karena bakat berbahasa Lo sara waga sajalah yang mahir

menggunakannya. Keterampilan itu dimiliki secara otodidak. Penutur yang mahir

berbahasa sara waga itulah yang umumnya dijadikan sebagai juru bicara dalam

pelbagai upacara adat dan tradisi yang dicontohkan di atas.

4.2 Lingkungan Hidup yang Natural, Kultural, dan Sosial

Bahasa, budaya, masyarakat, dan tentunya ruang atau tempat bahasa, budaya,

masyarakat memanfaatkannya untuk hidup, mengalami perubahan mengiringi

perjalanan waktu. Dimensi ruang dengan segala isinya, termasuk manusia dengan

kebudayaan dan bahasanya, semuanya mengalami perubahan kendati dengan irama dan

cakupan yang sangat beragam. Sudah tentu perubahan ruang atau lingkungan alam,

yang di dalamnya juga bersisi manusia, masyarakat, dan kebudayaannya itu, senantiasa

berubah. Perubahan lingkungan hidup yang alamiah yang dikarenakan oleh bencana

alam (gempa bumi vulkanis dan tekntonis, tsunami, longsor, kekeringan, berdampak

pada kondisi lingkungan dan manusia di dalamnya.

Sebagaimana halnya di belahan Bumi dan di pelbagai pelosok Tanah Air, Pulau

Flores umumnya dan daerah Kabupaten Ende khususnya adalah lingkungan ragawi

yang secara nisbih memiliki kesamaan topografi. Gunung-gemunung dan bukit-

bebukitan dengan lembah yang curam adalah wajah yang sangat menonjol wilayah

negeri ini. Sebagai pembanding, Pulau Sumba dan Pulau Timor memang bergunung-

Page 23: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

23

gunung dan berbukit-bukit namun tidaklah “sekaya dan sepadat” alam Pulau Flores, dan

Kabupaten Endeh khususnya. Dataran rendah sangat sedikit. Bebukitan dan gemunung

yang kaya itu pula ruang (space) untuk hidup manusia khususnya menjadi lebih banyak.

Folres saja memiliki lebih dari tujuh gunung berapi selain puluhan gunung tidak berapi.

Sebagai wilayah dengan kekayaan gunung berapi yang cukup banyak, ada di

setiap kabupaten, daratan Flores dengan curah hujan selama empat bulan, Desember-

Maret, secara umum cukup subur. Aneka jenis atau spesies tumbuhan dan hewan ada di

wilayah ini. Demikian pula, Flores yang dikelilingi dengan laut dan selat, perairan yang

ada di sekitarnya menyimpak kekayaan ikan dan binatang laut. Baik darat maupun

lautan, Pulau Flores, termasuk wilayah Kabupaten Ende yang menjadi tempat hidup

bahasa Lio dengan kebudayaan dan masyarakatnya, memiliki kekayaan sumber daya

alam darat dan laut yang memadai. Dengan demikian, relasi para warga guyub tutur

bahasa-bahasa lokal di Flores berinteraksi dan berelasi dengan aneka fauna dang flora,

selain dengan segi-segi topografi Flores. Pemahaman dan pengetahuan mereka tentang

pelbagai entitas yang di sekitar mereka diberi nama. Secara khusus nama-nama gunung

dan lembah-lembah yang unik, demikian juga nama pantai dan muara, diberi nama.

Sebagai bangsa yang pada mula dan muasalnya adalah bangsa pelaut, budaya

kebaharian sesungguhnya cukup kuat melekat dan masih tetap hidup hingga setakat ini

khususnya di kalangan masyarakat pesisir, sebagai contoh betapa hebatnya masyarakat

Lamalera, Lembata menguasai alam laut dengan budaya kebaharian mereka yang sudah

terkenal di seluruh dunia. Ketangkasan menangka sang raja laut, Ikan Paus, adalah

prestasi yang menjadi ikon para guyub tutur bahsa dan budaya Lamalera. Ritual yang

mengantar dan menopang kekuatan adalah kekuatan untuk “menguasai” ikan paus dan

lingkungan lautan yang ganas.

Page 24: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

24

4.3 Dinamika Lingkungan, Sosial Budaya, dan Bahasa

Perubahan lingkungan, baik alam maupun kebudayaan, termasuk situasi kebahasaan

memang menandai dinamika kehidupan yang ada di Indonesia, di Pulau Flores, dan di

Kabupaten Ende. Secara umum, alam yang pada beberapa tahun silam lebih didominasi

oleh kehijauan alamiah, di sisi kegersangan yang alamiah pula, kini mulai berubah.

Jikalau masa lalu kehijauan didominasi oleh tumbuhan tropis dengan vegetasinya yang

beraneka ragam dan yang endemis, sejak beberapa puluh tahun silam sudah mengalami

perubahan yang cukup bermakna. Tanaman kemiri adalah tanaman yang terwaris sejak

lama, pada era tahun 70an bertambah banyak melalui budidaya masal. Lebih “dahsyat”

lagi. Tanaman perdagangan cengkeh dan kakao telah mengubah banyak lahan, yang

semula dihuni oleh tanaman padi ladang, jagung, umbi-umbian, dan sebagainya, kini

justru telah didominasi oleh cengkeh dan kakao, di sisi tanaman baru seperti durian,

salak, dan sebagainya.

Perubahan lingkungan patut dijadikan pertimbangan dan kajian. Bahasa hanya

hidup dengan dan dalam lingkungan masyarakat pemilik bahasa, Bahasa juga hanya

hidup dalam kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Selain itu bahasa juga hidup

dengan dan dalam lingkungan alam kendati hanya dapat ditelusuri melalui leksikon

(Haugen, 1992). Akan tetapi karena bahasa adalah representasi tentang dunia yang

terekam secara verbal dan dalam sistem leksikon bahkan juga penggunaan bahasa

(green grammar) merupakan representasi hubungan antra manusia dan lingkungan, baik

hubungan yang mendukung kelestarian lingkungan, maupun sebaliknya hubungan yang

justru merusak keharmonisan di suatu lingkungan alam dan manusia.

Page 25: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

25

BAB V

PENGGUNAAN BAHASA LIO DAN BAHASA LAIN

DALAM KONTEKS SOSIALBUDAYA MASYARAKATNYA

5.1 Gambaran Singkat tentang Bahasa Lio

Sebelum membahas tentang fungsi bahasa Lio khususnya sosial budaya suku

Lio, sedikit paparan tentang gambaran umum suku Lio, termasuk masyarakat, bahasa,

dan budaya suku Lio.

Seperti yang disebutkan pada bab pendahuluan, bahasa Lio adalah salah satu

bahasa daerah di Flores, Nusa Tengggara Timur dengan jumlah penutur lebih dari dua

ratus ribu orang. Menyinggung sistem fonem bahasa Lio, bahasa Lio memiliki enam

vokal yang menempati posisi tertentu dalam pembentukan kata, yaitu i, u, e, o, a, dan e

(schwa). Adapun penempatan yang dimaksud adalah semua vokal berdistribusi lengkap,

dapat muncul di awal, tengah, dan akhir, kecuali vokal e (schwa) yang dapat muncul di

awal dan tengah saja (Mbete, 1992:23). Bahasa Lio memiliki dua puluh tiga konsonan

yaitu p, t, k, b, bh, mb, d, dh, nd, g, gh, ng, n, q, l, r, m, n, j, h, f, s, dan semivokal w.

Selain paparan singkat tentang sistem fonologi, sistem morfologi juga

dipaparkan dengan beberapa contoh yang diperoleh dari wawancara dengan informan

sebagai data penelitian ini. Bahasa Lio memiliki afiks yang terbatas bahkan hanya dua

prefiks dan dua sufiks yang dimiliki bahasa Lio yaitu ola- dan sa- untuk prefiks, lalu

ada ke- dan se- untuk sufiks (Mbete, 1992:24). Dalam bahasa Lio ditemukan kata yang

merupakan hasil dari pemajemukan seperti jujuena ‘sejenis nama ikan yang hidup di

pasir’, dilihat dari kata pembentuk juju merupakan verba yang bermakna masuk ke

Page 26: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

26

pasir, dan ena adalah nomina yang bermakna pasir, ketika digabungkan jujuena berarti

ikan yang hidup di dalam pasir di laut dalam.

Demikian paparan singkat tentang sistem kebahasaan bahasa Lio, berikut

paparan tetang masyarakat Lio. Mata pencaharian masyarakat Lio didominasi oleh

petani yang mengandalkan ladang berpindah sebagai tempat mencari penghasilan. Mata

pencaharian orang Lio ini berkaitan dengan adat orang Lio sehingga banyak juga ritual-

ritual adat yang berkaitan dengan perladangan seperti ritual sebelum tanam, saat tanam,

dan pasca tanam. Masyarakat Lio dapat disebut sebagai masyarakat Lio dan uniknya

kepemilikan tanah di lingkungan hidup masyarakat Lio memiliki struktur dan masih ada

sampai sekarang. Struktur kepemilikan tanah bukan hanya simbol pemilik tanah

melainkan memiliki peranan yang sangat penting pada hal-hal yang berkaitan dengan

ritual adat untuk perladangan seperti pemilihan waktu tanam yang diputuskan oleh

pemimpin adat. Adapun struktur kepemilikan tanah tersebut yaitu ria bewa ‘penguasa

tertinggi tanah-tanah adat’ yang membawahi mosalaki-mosalaki ‘tuan tanah setempat’,

didukung staf yang disebut tukesani yang juga pemilik tanah, dan tingkat paling bawah

yang merupakan anggota keluarga disebut Ajiana (Mbete, 1992:29).

Sedikit tentang kebudayaan masyarakat Lio dipaparkan melalui pesta adat

tahunan tentang siklus pertanian tradisional yang dimaksudkan untuk mengucapkan

syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keberhasilan panen selama setahun. Setiap

wilayah Lio memiliki sebutan pesta tahunan yang berbeda misalnya di Lio Timur

disebut mbana, di Lio Selatan disebut pesta Jokaju. Seperti yang telah disebutkan, pesta

ini bertujuan untuk mengucapkan rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas

keberhasilan panen selama setahun dan pelaksanaan pesta ini dengan memberikan

makanan pada warga, termasuk peserta tari yang ikut memeriahkan pesta syukuran ini.

Page 27: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

27

5.2 Ranah-Ranah Penggunaan Bahasa Lio dan Bahasa Lain

Pada bab ini dipaparkan data dan kajian atas angka-angka keangkaan yang

merepresentasikan kekerapan pemakain bahasa Lio dan juga bahasa Indonesia serta

bahssa-bahasa lain yang hidup dalam masyarakat Lio, di Kabupaten Ende. Paparan ini

bermula dari ranah rumah tangga atau ranah keluarga. Ranah keluarga diuraikan lebih

awal dengan dua pertimbangan teoretis dan empirik yang perlu diuraikan. Secara

teoretis, ranah keluarga adalah ranah paling awal, perdana, dan utama dalam

pembelajaran dan penggunaan bahasa. Secara empirik, ranah keluarga atau ranah

rumahtangga adalah benteng utama keberadaan dan kehidupan, bahkan kelanjutan atau

kelestarian bahasa Lio, seperti juga bahasa-bahasa lokal lainnya, di tengah

perkembangan bahasa Indonesia, dan berdimensi sosial dengan bahasa-bahasa asing

lainnya.

Ranah-ranah lainnya yang menyusuli ranah keluarga adalah ranah hubungan

dalam komunikasi verbal. Seperti diuraikan di atas, bahasa yang digunakan selalu

berdimensi sosial, apalagi penggunaan bahasa secara lisan. Relasi sosial sangat

menentukan pilihan dan penggunaan bahasa atau ragam bahasa yang digunakan. Ranah

dan variabel hubungan sosial secara umum dapat dipilah. Dalam konteks hubungan

social ini, gejala sosial memilahnya, mulai dari mitra tutur yang tidak dikenal, dikenal,

sangat dikenal, bahkan ada mitra tutur yang sangat akrab dan sangat intim. Dimensi ini

jelas menentukan juga pilihan dan penggunaan bahasa, walau tetap memperhitungkan

juga repertoar kebahasaan mitra tutur.

Ranah adat merupakan faktor yang sangat menentukan juga pilihan dan

pemakaian bahasa Lio, bahasa lain, khususnya bahasa Indonesia. Patut diingat bahwa

ranah adat istiadat dalam kehidupan masyarakat tradisional adalah pilar utama

Page 28: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

28

kehidupan dan fungsi bahasa Lio. Telah disinggung di atas, bahwa bahasa Lio sudah

lebih dahulu hidup dan berperan dalam kehidupan tradisional etnik Lio, bahkan sudah

berabad-abad. Dibandingkan dengan bahasa Indonesia bahasa Lio telah lama menjadi

bagian inti dari etnik Lio, menjadi elemen inti dari kebudayaan Lio, dan menjadi sarana

komunikasi dan penyikat rasa keetnikan Orang Lio.

Ranah agama juga menempati tempat tersendiri dalam kehidupan masyarakat

Lio. Sesungguhnya ranah agama termasuk pula ranah agama suku atau agama asli.

Sebab sebelum masuknya agama Katolik dan Islam di Kabupaten Ende, termasuk di

daerah pakai bahasa Lio, agama asli Orang Lio juga diwahanai oleh bahasa Lio dalam

pelbagai kegiatan ritualnya. Dalam kehidupan agama Katolik, Konsili Vatika, yang

menghimbau lembaga gereja untuk menerima dan menggunakan bahasa lokal, termasuk

bahasa Lio, memberikan peluang untuk turut berfungsi dalam kehidupan sosial religius.

Selain dalam agama Katolik, kegiatan agama Islam juga menggunakan bahasa Lio.

Selain bahasa Lio, bahasa Indonesia, dan secara khusus bahasa Arab, juga menjadi

pilihan yang fungsional.

Ranah emosi dan pikiran juga dikaji sebagai faktor penentu pilihan dan

pemakaian bahasa. Ranah emosi tentu lebih bersifat subjektif sekaligus menjadi ciri

ekspresi verbal para penutur bahasa Lio. Faktor ini juga menjadi ukuran tentang tingkat

“kedalaman” bahasa Lio, bahkan juga Indonesia, dan bahasa lain yang digunakan.

Ekspresi perasaan termasuk ekspresi seni berbahasa, sedangkan faktor pikiran lebih

bersifat rasional dan objektif, khususnya dalam kaitan dengan penalaran dan pemikiran.

Page 29: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

29

5.3 Frekuensi Penggunaan Bahasa dalam Ranah-Ranah Pemakaiannya

Pada subbab ini akan dipaparkan data dan pemakanaan data mengenai frekuensi

penggunaan bahasa dalam ranah-ranah pemakaiannya. Adapun ranah-ranah yang

dimaksud adalah ranah keluarga, ranah hubungan, ranah adat, dan ranah agama yang

dijelaskan dengan tabel dan uraiannya seperti berikut.

Tabel 1 Ranah Keluarga

BL BI LI dan IL BLain dan BI

Sesama anggota keluarga di rumah 75% 4 % 20% 1%

Sesama anggota keluarga di pasar, warung,

tempat keramaian, rumah kerabat

49% 18% 33%

Sesama anggota keluarga di tempat ibadah 39% 19% 42%

Sesama anggota keluarga di tempat formal 15% 45% 40%

Keterangan:

BL : bahasa Lio

BI : bahasa Indonesia

LI : bahasa Lio+bahasa Indonesia

IL : bahasa Indonesia + bahasa Lio

BLain : bahasa daerah lain

Tabel di atas menunjukkan bahasa Lio memiliki peranan penting dalam

komunikasi di ranah keluarga. Persentase bahasa Lio paling tinggi dipilih responden

saat berkomunikasi dengan sesama anggota keluarga baik di rumah, pasar, warung,

tempat keramaian, dan rumah kerabat yang tergolong tempat informal maupun kantor

yang termasuk tempat formal. Para responden merasa sangat akrab dengan mitra

tuturnya jika berkomunikasi menggunakan bahasa Lio.

Adanya pilihan bahasa lain yang digunakan menunjukkan situasi, tempat, dan

pelibat saat berinteraksi misalnya percakapan terjadi antar anggota keluarga bertempat

di rumah, responden lebih memilih menggunakan bahasa Lio karena mereka merasa

nyaman, akrab, dan lebih bebas mengekspresikan ide dan perasaannya menggunakan

bahasa tersebut. Berbeda dengan percakapan antar anggota keluarga di tempat formal

Page 30: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

30

(kantor) yang memilih menggunakan bahasa Indonesia karena para responden

menyadari situasi formal di tempat tersebut. Selain itu, para responden juga mengatakan

pesan yang ingin disampaikan lebih mudah dimengerti saat berbahasa Indonesia dengan

orang luar di tempat formal. Hal itu menunjukkan bahwa bahasa Lio memiliki peranan

penting sebagai alat komunikasi bahkan yang utama tetapi pada situasi yang lebih

formal dan asing para esponden memilih menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa

Lio dan bahasa Indonesia.

Fenomena lain yang diketahui adalah adanya bahasa daerah lain yaitu bahasa

Jawa yang digunakan pada ranah keluarga. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya

pendatang dari suku lain khususnya Jawa yang menetap di Flores Timur. Presentasenya

tergolong kecil tetapi sudah dapat menunjukkan bahwa keberagaman bahasa mulai

muncul di lingkungan guyub tutur Lio.

Pada ranah keluarga ditemukan juga fakta bahwa sarana utama dalam

berkomunikasi antaranggota keluarga bukanlah hanya bahasa Lio, melainkan bahasa

Lio dan bahasa Indonesia bahkan bahasa Indonesia saja saat membicarakan topik

tertentu, dalam hal ini pendidikan. Hal tersebut ditunjukkan respon responden terhadap

kuesioner yang diberikan, berikut tabel persentase dan uraiannya.

Tabel 2 Pemakaian Bahasa Lain dalam Ranah Keluarga

BL BI BL dan BI

BLain dan

BI

Membicarakan pendidikan pada anak 25% 42% 33%

Pilihan bahasa pengajar mengajar

TK-SD 4% 51% 45%

Pilihan bahasa pengajar mengajar di

tingkat SLTP ke atas 4% 87% 8% 1%

Keterangan:

BL : bahasa Lio

BI : bahasa Indonesia

LI : bahasa Lio+bahasa Indonesia

IL : bahasa Indonesia + bahasa Lio

Page 31: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

31

BLain : bahasa daerah lain

Tabel di atas menunjukkan persentase tinggi pada pilihan bahasa Indonesia

(42%) diikuti dengan persentase bahasa Lio dan bahasa Indonesia (33%) saat

membicarakan pendidikan dengan anak (anggota keluarga). Menurut responden pilihan

bahasa Indonesia saat berkomunikasi dengan anak tentang pendidikan adalah bahasa

yang cocok karena responden sebagai orang tua ingin memperkenalkan bahasa

Indonesia sehingga anak tidak kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah. Pernyataan

tersebut didukung juga dengan persentase tabel di atas yang menunjukkan 51% pengajar

mengajar di tingkat TK-SD dan 87% memilih bahasa Indonesia sebagai pengantar

mengajar di tingkat SLTP ke atas. Selain itu, pengenalan bahasa Indonesia pada

generasi muda juga penting untuk memudahkan komunikasi mereka saat berinteraksi

dengan orang di luar Flores (bukan orang Lio).

Ranah Hubungan Sosial

BL BI BL dan BI BLain dan BI

Berkomunikasi dengan orang yang tidak

dikenal

19% 76% 5%

Berkomunikasi dengan orang dikenal/akrab 49% 8% 33%

Orang lebih tua dikenal 51% 13% 36%

Orang lebih tua tidak dikenal/akrab 32% 57% 11%

Keterangan:

BL : bahasa Lio

BI : bahasa Indonesia

LI : bahasa Lio+bahasa Indonesia

IL : bahasa Indonesia + bahasa Lio

BLain : bahasa daerah lain

Tabel di atas menunjukkan penggunaan bahasa Indonesia hampir sebanding

bahkan mengungguli bahasa Lio. Hal itu terjadi karena latar belakang kedekatan

penutur dengan mitra tutur serta umur mitra tutur yang sangat penting dalam pemilihan

bahasa pada ranah hubungan. Presentase sebesar 76% untuk bahasa Indonesia sebagai

Page 32: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

32

pilihan penutur yang berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal, begitu juga

presentase pilihan bahasa Indonesia oleh penutur saat berbicara dengan orang lebih tua

dan tidak dikenal sebesar 57% menunjukkan bahwa kedekatan hubungan antara penutur

dan mitra tutur sangat berpengaruh pada pilihan bahasa yang digunakan dalam ranah

hubungan. Selaras dengan persentase pilihan bahasa Indonesia saat berkomunikasi

dengan orang yang lebih tua dan tidak dikenal/akrab, persentase pilihan bahasa Lio 49%

saat berkomunikasi dengan orang yang dikenal dan 51% saat berkomunikasi dengan

orang yang lebih tua dan dikenal/akrab.

Adanya presentase yang cukup besar (33%) pada bahasa Lio dan bahasa

Indonesia/bahasa Indonesia dan bahasa Lio digunakan untuk mitra tutur yang dikenal

dan lebih tua usianya. Orang Lio sangat menghormati tetua mereka dan bahasa Lio

dirasa mewakili rasa hormat tersebut selain juga rasa persaudaraan sehingga bahasa Lio

dipilih sebagai sarana komunikasi dengan mitra tutur yang lebih tua dan dikenal, tetapi

kehadiran bahasa Indonesia yang menyebabkan percampuran bahasa yang digunakan

penutur disebabkan oleh keadaan penutur yang mengharuskan penutur merantau

mengemban pendidikan atau bekerja sehingga bahasa Lio yang digunakan sudah

bercampur dengan bahasa Indonesia.

1. Ranah Adat

BL BI BL dan BI BLain dan BI

Membicarakan urusan pernikahan

(Wurumana)

86% 4 % 10%

Membicarakan urusan ritual perladangan

(Nggua bapu)

92 % 2% 6%

Saat menyelesaikan sengketa tanah

(perselisihan adat)

87% 5% 8%

Upacara memohon restu (Pati Ka) 92% 6% 2%

Keterangan:

BL : bahasa Lio

BI : bahasa Indonesia

LI : bahasa Lio+bahasa Indonesia

Page 33: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

33

IL : bahasa Indonesia + bahasa Lio

BLain : bahasa daerah lain

Menurut persentase tabel penggunaan bahasa pada ranah Adat menunjukkan

bahwa persentase tertinggi dimiliki bahasa Lio. Guyub tutur Lio memilih menggunakan

bahasa Lio saat melaksanakan ritual adat ataupun berkomunikasi dengan tokoh adat

misalnya mosalaki ‘tuan tanah’ dan riabewa ‘kepala dari semua tuan tanah’. Secara

umum komunikasi pada ranah adat menggunakan bahasa Lio. Adapun situasi yang

melibatkan penutur menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Lio dan bahasa

Indonesia yaitu saat generasi muda berkomunikasi dengan tokoh adat berusia relatif

muda.

2. Ranah Agama

BL BI BL dan BI BA BA dan

BI

Saat berdoa sendiri 9% 43% 19% 1 28%

Saat berdoa bersama di tempat

ibadah 2% 46% 23% 1 28%

Saat melaksanakan kegiatan

keagamaan 5% 44% 22% 29%

Keterangan:

BL : bahasa Lio

BI : bahasa Indonesia

LI : bahasa Lio+bahasa Indonesia

IL : bahasa Indonesia + bahasa Lio

BLain : bahasa daerah lain

BA : bahasa Arab

BA dan BI : bahasa Arab dan bahasa Indonesia

Tabel di atas menunjukkan hal yang berbeda dengan ranah adat dalam pemilihan

bahasa. Seperti yang dipaparkan bahasa Lio menjadi sarana utama untuk berkomunikasi

pada ranah adat, tetapi pada ranah agama responden memilih bahasa Indonesia sebagai

bahasa utama untuk berkomunikasi dengan presentase 43% - 46%. Para responden yang

memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa utama saat berdoa adalah para responden

Page 34: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

34

yang beragama Katolik karena doa-doa mereka lebih dominan berbahasa Indonesia,

sedangkan responden sebanyak 28% - 29% yang memilih bahasa Arab merupakan

responden beragama islam karena doa-doa mereka menggunakan bahasa Arab. Pilihan

bahasa pada ranah agama ini tidak berhubungan dengan pilihan bahasa mereka ketika

berkomunikasi sekadar saling tegur sapa atau membicarakan kehidupan sehari-hari

dengan orang Lio lainnya. Itu berarti orang Lio tetap menggunakan bahasa Lio sebagai

sarana utama dengan orang Lio lainnya tetapi orang Lio memilih bahasa Indonesia dan

bahasa Arab sebagai sarana komunikasi utama pada ranah agama saja.

3. Ranah Emosi dan Pikiran

BL BI BL dan BI

Untuk mengungkapkan perasaan Anda (senang, sedih,

kesal, marah, susah) 73% 7% 20%

Untuk menyatakan ide atau buah pikiran Anda ketika

berbicara tentang adat istiadat Lio, misalkan tentang

urusan pernikahan (Wurumana)

81% 9% 10%

Untuk menyatakan ide atau buah pikiran Anda tentang

perladangan dan upacara (nggua bapu) 77% 8% 17%

saat marah dan mencaci maki orang lain (Noka-woro),

bahasa apa yang digunakan 76% 4% 20%

bertukar pikiran tentang masalah keluarga, kesulitan

ekonomi dengan istri/suami/saudara Anda 78% 6% 14%

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa persentase pilihan bahasa Lio paling

tinggi (73% - 81%) pada setiap pertanyaan pada kuesioner yang berkaitan dengan

penyampaian emosi dan pikiran secara verbal. Orang Lio lebih memilih bahasa Lio

untuk mengungkapkan perasaannya seperti marah, susah, sedih, senang, kesal, dan

mengajukan ide/buah pikirannya terlebih berkaitan dengan adat karena bahasa Lio dapat

mewakili apa yang mereka rasakan dan pikirkan. Bahasa daerah, bahasa Lio khususnya,

memiliki makna dan rasa yang dalam, dekat, menyatu dengan orang Lio sehingga

pengungkapan perasaan dan pikiran orang Lio tidak pas jika diungkapkan dengan

bahasa lain selain bahasa Lio.

Page 35: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

35

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan data dan analisis di atas, berikut disimpulkan hasil penelitian ini

sebagai berikut.

1. Dalam kehidupan keluarga, dan ketetanggaan bahasa Lio masih berfungsi dan

berperan sangat penting. Bahasa Lio memiliki kekerapan pemakaian yang sangat

tinggi. Dengan demikian, dalam ranah keluarga dan kehidupan bertetangga,

bahasa lio masih tetap bertahan hidup. Dengan kata lain, keluarga sebagai

benteng terakhir kehidupan bahasa Lio, seperti juga bahasa-bahasa daerah lain,

merupakan jaminan kebertahanan bahasa Lio.

2. Dalam ranah hubungan, masyarakat Lio memilih bahasa Lio sebagai sarana

utama untuk berkomunikasi terutama dengan orang yang lebih tua dan akrab.

Sedangkan, untuk orang yang lebih tua dan tidak dikenal, masyarakat Lio lebih

memilih menggunakan bahasa Lio dan Indonesia, atau bahasa Indonesia saja.

3. Dalam ranah adat, bahasa Lio masih menjadi bahasa utama sebagai sarana

komunikasi, karena adanya kehadiran pemimpin adat, seperti riabewa dan

mosalaki yang sangat dihormati.

4. Dalam ranah agama, bahasa yang lebih banyak dipilih adalah bahasa Indonesia,

karena doa-doa masyarakat Lio yang beragama Katolik lebih banyak berbahasa

Indonesia dan urutan kedua adalah bahasa Arab, karena doa-doa masyarakat Lio

yang beragama Islam berbahasa Arab.

Page 36: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

36

6.2 Saran

Berdasarkan fakta dan temuan Sosiolinguistik tentang fungsi bahasa Lio yang

sudah mulai menyusut pada ranah-ranah sosial di atas, berikut disampaikan pula saran-

saran.

1. Perlu dilakukan kajian yang lebih dalam dan lebih luas cakupan fungsi sosial

budaya bahasa Lio

2. Perlu upaya pembinaan sikap positif dan pengembangan daya cipta sastra Lio di

kalangan generasi muda Lio.

3. Perumusan kembali politik Bahasa Nasional yang lebih menjamin hak hidup

bahasa daerah

4. Pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten diharapkan

mengembangkan konsep dan strategi pembinaan dan pengembangan bahasa Lio,

sesuai dengan kewenangan dalam konteks otonomi daerah.

Page 37: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

37

DAFTAR PUSTAKA

Downes, William, 1984. ‘Knowledge of Words and Knowledge of World’ dalam

William Downess 1984. Language and Society. London: Fontana paperback.

Dwisusilo, Rachmad K 2008. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: Rajawali Press.

Fill, Alwin and Peter Muhlhausler, 2001 (Eds). The Ecolinguistic Reader: Language,

Ecology, and Environment. London and New York: Continuum.

Graddol, David 2011 (Ed.) Applied Linguistics for the 21st Century. AILA Review

14.E-book. Copies from http://www.english.co.uk.

Halliday, M.A.K 1978 ‘Language and Sosial Man, Language and Environment’ dalam

Halliday, M.A.K Language as Sosial Semiotic: The Sosial Interpretation of

Language and Meaning. London: Edward Arnold.

Halliday, M.A. K 2001 ‘Ecocritisism of the Language System’ dalam Fill and Peter

Muhlhausler (eds) 2001. The Ecolinguistics Reader. Language, Ecology, and

Environment. London and New York: Continuum.

Haugen, Einar 1972. The Ecology of Language. Stanford, CA: Standford University

Press.

Keraf, Sony 2002. Et ika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Keraf, Sonny 2014. Filsafat Lingkungan Hidup. ALam sebagai Sebuah SIstem

Kehidupan. Yogyakarta: Kanisius.

Lindo, Anna Vibeke & Jeppe Bundsgaard (eds), 2000. Dialectical Ecolinguistics. Three

Essays for The Symposium 30 Years of Language and Eolology in Graz December

2000. Odense: University of Odense. Research Group for Ecology, Language &

Ideology Nurdin Institut.

Mbete, Aron Meko 2008. ‘Ekolinguistik: Perspektif Kelinguistikan yang Prospektif’.

Bahan Matrikulasi Program Magister dan Doktor Linguistik Program

Pascasarjana Universitas Udayana 2008.

Mbete, Aron Meko. 2013 Penuntun Ringkas Penulisan Proposal Penelitian

Ekolinguistik. Denpasar: Diva

Mufwene, Salikoko S. 2004. The Ecology of Language Evolution. Cambridge:

Cambridge Universiy Press.

Phillipson, Robert & Tove Skutnabb-Kangas 2001. “A Human Rights Perspective on

Language Ecology” dalam Angela Creese, Peter Martin & Nancy Homberger

(Eds.) in volume 9 Ecology of Language.

Preziosi, Donald 1984. ‘Relations between Environmental and Linguistic Structure’

dalam Fawcett et. al (Eds) 1984. The Semiotics of Culture and Language. London:

Frances Pinter

Swadesh, Morris dalam Sherzer, Joel (ed). 1972. The Origin and Diversification of

Language. London: Routledge & Kegan Paul.

Verhaar, J. W. M. 2006. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Volosinov, V. N 1973. Marxism and The Philosophy of Language. New York: Seminar

Press.

Page 38: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

38

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1: INSTRUMEN PENELITIAN

KUISIONER

A. Petunjuk Umum

Kuisioner ini digunakan untuk menjaring data yang berkaitan dengan fungsi dan

kedudukan bahasa Lio dalam kehidupan sehari-hari para penuturnya. Untuk

mendapatkan data yang akurat, para responden dimohon untuk menjawab semua

pertanyaan sesuai dengan kenyataan yang ada.

B. Petunjuk Khusus Mohon para responden memilih salah satu jawaban yang telah disediakan dengan

melingkari nomor jawaban yang dipilih, dan apabila pilihan tidak sesuai dengan

jawaban yang sebenarnya, silakan diisi sendiri!

C. Identitas Responden

1. Nama : ......................................................................

2. Jenis Kelamin : ......................................................................

3. Umur : ......................................................................

4. Status : Menikah/belum menikah

5. Pendidikan : .......................................................................

6. Pekerjaan : .......................................................................

7. Alamat : .......................................................................

8. Daerah Asal : .......................................................................

1. Bahasa yang Anda kuasai sampai saat ini adalah:

a. bahasa Lio saja

b. bahasa Lio dan bahasa Indonesia

c. bahasa Indonesia saja

d. bahasa Lio, bahasa Indonesia, dan bahasa asing (Inggris)

e. ............................................................................................

2. Apabila Anda berkomunikasi di dalam rumah tangga dengan

sesama anggota keluarga, bahasa yang digunakan adalah:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan bahasa Indonesia

d. ...............................................

Alasannya:

3. Apabila Anda berkomunikasi dengan anggota keluarga di luar rumah (pasar, warung,

jalan, tempat keramaian, atau di rumah teman/kerabat, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

Page 39: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

39

d. .................................................

Alasannya:

4. Apabila Anda berkomunikasi dengan anggota keluarga di tempat ibadah, bahasa yang

digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ..............................................

Alasannya:

5. Apabila Anda berkomunikasi dengan anggota keluarga di tempat formal (kantor),

bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan bahasa Indonesia

d. ..............................................................................

Alasannya:

6. Apabila Anda berkomunikasi dengan orang yang belum dikenal, bahasa yang

digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ...............................................................................

Alasannya:

7. Apabila Anda berkomunikasi dengan orang yang sudah dikenal/akrab, bahasa yang

digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ..................................................

Alasannya:

8. Apabila Anda berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, dan belum dikenal bahasa

yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ..................................................

Alasannya:

9. Apabila Anda berkomunikasi dengan orang yang lebih tua dan sudah dikenal, bahasa

yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ....................................................

Page 40: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

40

Alasannya:

10. Apabila Anda berkomunikasi dengan orang yang lebih muda dan belum dikenal,

bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan bahasa Indonesia

d. .......................................................

Alasannya:

11. Apabila Anda berkomunikasi dengan orang yang lebih muda dan sudah dikenal,

bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ...................................................

Alasannya:

12. Apabila Anda berbicara dengan orang yang berbeda jenis kelamin

(laki-laki dengan perempuan), bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ...........................................................

Alasannya:

13. Untuk mengungkapkan perasaan Anda (senang, sedih, kesal, marah, susah), bahasa

yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ................................................

Alasannya:

14. Untuk menyatakan ide atau buah pikiran Anda ketika berbicara

tentang ada istiadat, misalkan tentang urusan pernikahan, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ........................................

Alasannya:

15. Untuk menyatakan ide atau buah pikiran Anda tentang kegiatan khusus yang

berkaitan dengan kelautan dan upacara, bahasa apa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ........................................

Alasannya:

Page 41: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

41

16. Apabila Anda menceritakan kepada orang lain/ anak Anda tentang Legenda, bahasa

yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ........................................

Alasannya:

17. Apabila Anda berbicara tentang pendidikan Anak Anda, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ........................................

Alasannya:

18. Saat menasihati Anak Anda yang akan merantau/melanjutkan pendidikan di luar

Ende, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ........................................

Alasannya:

19. Saat menyelesaikan perselisihan Adat (sengketa tanah), menurut pengamatan Anda,

bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ........................................

Alasannya:

20. Saat berjualan dan berbelanja di pasar tradisional, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ........................................

Alasannya:

21. Apabila Anda marah dan mencaci maki orang lain, bahasa apa yang

digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ........................................

Alasannya:

22. Apabila Anda berbicara tentang prinsip-prinsip hidup dengan

keluarga dan teman-teman, bahasa apa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

Page 42: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

42

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ........................................

Alasannya:

23. Apabila Anda bertukar pikiran tentang masalah keluarga, kesulitan

ekonomi dengan istri/suami/saudara Anda, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ........................................

Alasannya:

24. Apabila anak Anda memperbincangkan/mempersoalkan kesulitan

belajar dengan Anda, bahasa apa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ........................................

Alasannya:

25. Apabila Anda berbicara dengan orang yang dihormati (pejabat, tokoh adat), bahasa

yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. .............................................

Alasannya:

26. Apabila Anda berbicara dengan bos (orang kaya), bahasa yang

digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d..................................................

Alasannya:

27. Apabila Anda berdoa sendiri, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ..................................................

Alasannya:

28. Apabila Anda berdoa bersama (berjemaah, Missa di Gereja, sholat di Masjid),

bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ...............................................

Page 43: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

43

Alasannya:

29. Apabila Anda melaksanakan ritual adat, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ................................................

Alasannya:

30. Apabila Anda melaksanakan ibadah keagamaan, berdoa, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. .............................................

Alasannya:

31. Menurut pengamatan Anda apabila guru mengajar di TK dan tingkat sekolah dasar

kelas 1-6 dan, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio

b bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. .....................................................

Alasannya:

32. Apabila guru mengajar di tingkat SLTP ke atas, bahasa yang

digunakan:

a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ...............................................

Alasannya:

33. Sampai saat ini tokoh adat dan budaya daerah Ende yang ada di daerah Anda,

adalah:

a. sangat banyak

b. cukup banyak

c. sedikit

d. .........................................

Alasannya:

34. Jumlah penutur bahasa Lio saat ini, adalah:

a. sama dengan yang dulu

b. mulai berkurang

c. sangat sedikit

d. ..........................................

Alasannya:

35. Gengsi atau martabat Anda akan bertambah bila menggunakan

bahasa:

Page 44: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

44

a. Lio

b. bahasa Indonesia

c. Lio dan Indonesia

d. ...................................

Alasannya:

36. Apabila di daerah Anda ada seseorang yang sangat mahir dan menguasai bahasa

Lio, sikap masyarakat:

a. sangat menghormati

b. biasa saja

c. tidak dihormati

d. .................................

Alasannya:

37. Pada suatu saat, bahasa Lio diramalkan dapat “hilang atau punah”, sikap Anda:

a. biasa saja

b. menyesali/sedih

c. mensyukuri

d. Tidak masalah

e. .........................

Alasannya:

38. Desakan bahasa Indonesia terhadap bahasa daerah Lio sangat kuat, sikap Anda:

a. pesimis, karena bahasa Lio akan punah

b. optimis, bahasa Lio tidak akan punah

c. biasa saja

d. ................................................................

Alasannya:

39. Jika Anda setuju ingin melestarikan bahasa Lio, usaha yang dilakukan:

a. tetap menjadikan bahasa Lio bahasa pertama /ibu

b. membiarkan bahasa Lio bersaing dengan bahasa Indonesia

c. mempertahankan ranah pemakaian bahasa Lio

d. mengajarkan bahasa Lio di sekolah

e.............................................................

Alasannya:

40. Supaya bahasa Lio tetap ajeg, lestari, bertahan, salah satu langkah di bawah ini

dianggap tepat:

a. melibatkan pemerintah melalui kebijakan

b. melarang pemakaian bahasa, selain bahasa Lio

c. senantiasa menjadikan bahasa Lio sebagai bahasa pertama

d ...............................................................................................

Alasannya:

Page 45: FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES · penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur

45

LAMPIRAN 2. TABULASI DATA