bab 1 pendahuluan 1.1 latar belakang...perubahan uud 1945 merupakan langkah strategis yang harus...

68
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem ketatanegaraan Indonesia berlandaskan pada paham kedaulatan rakyat dan negara hukum. Hal tersebut tercermin dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (yang selanjutnya disebut UUD NRI 1945), serta Pasal 1 ayat (2) UUD NRI yang menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, dan Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Hal tersebut menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah penganut jenis kedaulatan rakyat dan sekaligus merupakan negara hukum. Kedaulatan rakyat dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Menurut I Dewa Gede Atmadja, inti dari teori kedaulatan rakyat adalah domain kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat 1 . Hal ini berarti bahwa kehendak rakyat adalah satu-satunya sumber kekuasaan bagi setiap pemerintah. Dalam kaitan ini muncul adagium “solus populi supremalex” suara rakyat adalah hukum yang tertinggi atau “volk vovuli vo dei”, “suara rakyat adalah suara Tuhan”. Oleh karena itu, kedaulatan rakyat tetap harus dijamin karena rakyatlah yang sesungguhnya pemilik negara dengan segala kewenangannya untuk menjalankan kekuasaan negara baik untuk legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. 1 I Dewa Gede Atmadja, 2012, Ilmu Negara: Sejarah, Konsep Negara dan Kajian Kenegaraan, Setara Press, Malang, hal. 87.

Upload: others

Post on 29-Nov-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem ketatanegaraan Indonesia berlandaskan pada paham kedaulatan

rakyat dan negara hukum. Hal tersebut tercermin dalam pembukaan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (yang selanjutnya disebut

UUD NRI 1945), serta Pasal 1 ayat (2) UUD NRI yang menyatakan bahwa

“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

Dasar”, dan Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah

negara hukum”. Hal tersebut menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah

penganut jenis kedaulatan rakyat dan sekaligus merupakan negara hukum.

Kedaulatan rakyat dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,

dan untuk rakyat.

Menurut I Dewa Gede Atmadja, inti dari teori kedaulatan rakyat adalah

domain kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat1. Hal ini berarti bahwa

kehendak rakyat adalah satu-satunya sumber kekuasaan bagi setiap pemerintah.

Dalam kaitan ini muncul adagium “solus populi supremalex” suara rakyat adalah

hukum yang tertinggi atau “volk vovuli vo dei”, “suara rakyat adalah suara

Tuhan”. Oleh karena itu, kedaulatan rakyat tetap harus dijamin karena rakyatlah

yang sesungguhnya pemilik negara dengan segala kewenangannya untuk

menjalankan kekuasaan negara baik untuk legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.

1 I Dewa Gede Atmadja, 2012, Ilmu Negara: Sejarah, Konsep Negara dan Kajian

Kenegaraan, Setara Press, Malang, hal. 87.

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

2

Konstelasi ketatanegaraan Republik Indonesia mengalami perubahan yang

sangat mendasar setelah bergulirnya reformasi politik pada tahun 1998.

Tumbangnya kekuasaan Soeharto setelah berkuasa lebih dari 30 tahun menandai

dimulainya babak baru dalam sistem negara Republik Indonesia2. Dinamika

ketatanegaraan Indonesia semakin berkembang seiring adanya reformasi yang

dibarengi dengan dilakukannya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 (UUD 1945) yang merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI).

Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan sebagai akibat dari adanya

sejumlah kelemahan pada UUD 1945, tuntutan reformasi, serta keinginan untuk

memperkuat keberadaan Indonesia sebagai negara hukum. Menurut Ahmad Fadlil

Sumadi, dalam konteks penguatan sistem hukum amandemen diharapkan mampu

membawa rakyat Indonesia mencapai tujuan bernegara yang dicita-citakan, maka

perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan

seksama oleh bangsa Indonesia.3

Perubahan dalam konstitusi tersebut melahirkan demokrasi yang

berkembang dan semakin dinamis. Kedaulatan rakyat dikedepankan dengan

melakukan Pemilihan Umum (yang selanjutnya disebut Pemilu) secara langsung

baik pada tingkat nasional maupun daerah. Sistem Pemilu secara langsung berarti

bahwa setiap warga negara yang telah berhak, dapat secara langsung

2 Himawan Estu Bagijo, 2014, Negara Hukum & Mahkamah Konstitusi: Perwujudan Negara

Hukum yang Demokratis Melalui Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-

Undang, Cetakan II, LaksBang Grafika, Yogyakarta, h. 1.

3 Ahmad Fadlil Sumadi, 2013, Politik Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, Setara

Press, Malang, h.1.

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

3

menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Hal ini membuka ruang bagi

masyarakat untuk menentukan arah pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.

Pemimpin yang dilahirkan melalui proses Pemilu secara langsung, diharapkan

menciptakan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat, dalam arti mampu menyerap

aspirasi serta meningkatkan kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya.

Berdasarkan Pasal 18 ayat (5) UUD NRI 1945, daerah memiliki kekuasaan

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan untuk menjalankan otonomi

yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang

ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Otonomi Daerah melahirkan sistem

Pemilihan Kepala Daerah (yang selanjutnya disebut Pilkada) secara langsung. Hal

tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. Dalam kaitannya dengan kedaulatan rakyat, maka pada dasarnya Pilkada

merupakan wujud nyata dari mekanisme pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam

penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Sejak pertama kali Pilkada langsung diselenggarakan, penyelenggaraan

Pilkada di Indonesia berlangsung dinamis, penuh kontroversi, dan tidak terlepas

dari berbagai faktor yuridis maupun non yuridis yang mempengaruhinya. Salah

satu faktor yang sangat mempengaruhi penyelenggaraan Pilkada adalah faktor

yuridis seperti peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar dalam

penyelenggaraannya. Di samping itu juga terdapat faktor non yuridis lainnya yang

tidak kalah pentingnya. Fakta menujukkan bahwa dalam peraturan perundang-

undangan tentang Pilkada, masih banyak ditemukan norma hukum yang

bertentangan antara ketentuan yang satu dengan yang lainnya (konflik norma),

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

4

norma hukum yang kabur serta masih terjadi kekosongan norma hukum karena

sejumlah urusan penting dan strategis belum diatur secara memadai sesuai

kebutuhan dan perkembangan jaman.

Dalam praktiknya, pengaturan materi muatan dalam peraturan perundang-

undangan tentang sistem dan tahapan Pilkada, tata cara penyelenggaraan dan

penyelesaian sengketa hukum, kewenangan lembaga penyelenggara, serta

ketentuan-ketentuan menyangkut hak dan kewajiban peserta dan masyarakat

seringkali belum diatur secara komprehensif. Peraturan perundang-undangan

tentang Pilkada seringkali mengalami perubahan secara mendadak seiring dengan

keputusan yang diambil oleh pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan

yang berwenang, baik di tingkat pusat maupun daerah. Perubahan-perubahan

tersebut meskipun didalilkan bertujuan untuk mewujudkan peningkatan kualitas

penyelenggaraan dan hasil Pilkada, serta untuk menegakkan cita-cita negara

hukum yang demokratis, akan tetapi dalam implementasinya tidak jarang

menimbulkan ketidakpastian hukum, keresahan di tengah-tengah masyarakat,

konflik horizontal, terancamnya hak-hak konstitusional warga negara, dan bahkan

sengketa hukum di lembaga peradilan.

Ketentuan tentang sistem dan tahapan penyelenggaraan Pilkada diatur

dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan

perubahannya, serta dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang

Penyelenggara Pemilu. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 22

Tahun 2007 tersebut, pengaturan penyelenggara Pemilu Legislatif, Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden, serta Pilkada disatukan dalam satu undang-undang.

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

5

Pemilu dan Pilkada diselenggarakan di samping oleh KPU, juga oleh Bawaslu.

Hal ini berarti bahwa Pilkada dimasukkan ke dalam rezim Pemilu seperti halnya

Pemilu Legislatif serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

diselenggarakan secara langsung yang disebut pemilihan umum kepala daerah

(Pilkada). Pilkada selanjutnya dimasukkan ke dalam kelompok rezim Pemilu

berdasarkan pada Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara

Pemilu dan penyelenggaraannya dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)

Provinsi untuk pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tingkat

provinsi dan oleh KPU Kabupaten/Kota untuk pemilihan pemilihan Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah tingkat kabupaten/kota.

Sejalan dengan dinamika perkembangan jaman dan kebutuhan

penyelenggaraan Pemilu, Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang

Penyelenggara Pemilu kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 15 Tahun

2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2011,

diatur bahwa penyelenggara Pemilu selain Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), juga Dewan Kehormatan Pennyelenggara

Pemilu (DKPP). Keberadaan DKPP dimaksudkan untuk menegakkan kode etik

penyelenggara Pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu beserta jajarannya.

Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang

Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, dinyatakan bahwa “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

6

satu pasangan calon yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

jujur, dan adil”. Sedangkan pada ayat (2) dinyatakan bahwa “Pasangan calon

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh partai politik, gabungan

partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang

memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Ketetuan Pasal 56 Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tersebut, di samping

menegaskan bahwa pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

dilaksanakan secara langsung oleh rakyat, juga memuat ketentuan mengenai

diperbolehkannya calon perseorangan untuk maju dalam Pilkada.

Secara filosofis, penyelenggaraan Pilkada secara langsung dipandang lebih

mendekati makna demokratis dari pada pemilihan kepala daerah melalui Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), karena Pilkada membuka peluang untuk

dapat mengakomodasi terpilihnya calon kepala daerah yang lebih aspiratif,

berkualitas, memiliki legitimasi yang kuat, serta dapat lebih mendekatkan

pemerintah dengan rakyatnya. Selain hal tersebut, dengan penyelenggaraan

Pilkada di daerah, maka ke depan diharapkan akan dapat menumbuhkembangkan

demokrasi lokal dan demokrasi di tingkat nasional secara lebih berkualitas dan

mapan.

Di samping berdampak positif, penyelenggaraan Pilkada di daerah

membuka ruang bagi terjadinya hal-hal negatif seperti pelanggaran norma hukum

dan etika demokrasi yang dapat merusak citra Pilkada itu sendiri. Pelanggaran

tersebut antara lain seperti adanya praktik money politics, ketidaknetralan aparatur

dan penyelenggara Pemilu, adanya pelanggaran kampanye, penggelembungan

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

7

suara, perilaku masa yang anarkhis, dan masalah-masalah hukum dan etika

lainnya yang mengakibatkan retaknya keharmonisan dan keutuhan masyarakat.

Hingga saat ini, masih diketemukan adanya perilaku calon dan tim kampanye

yang tidak memiliki kesiapan dan kedewasaan untuk menerima kemenangan atau

pun kekalahan dalam Pilkada, sehingga seringkali menghambat dan merusak

upaya mewujudkan Pilkada berkualitas yang berlangsung secara langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil (yang selanjutnya disebut Luber dan Jurdil).

Permasalahan tersebut perlu diatasi dengan serius, komprehensif, dan

berkelanjutan. Salah satu caranya adalah melalui penyempurnaan sistem dan

tahapan penyelenggaraan Pilkada. Di samping itu juga diperlukan revisi dan

penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan tentang Pilkada dan

dukungan dari segenap “stake holder” terkait seperti penyelenggara Pemilu,

pengawas Pemilu, peserta Pemilu, pemilih, pemerintah, aparat penegak hukum,

masyarakat, dan pers.

Dalam perkembangannya, upaya penyelenggaraan Pilkada yang

transparan, berintegritas dan demokratis serta memenuhi asas-asas Pemilu, yaitu

asas Luber dan Jurdil sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat merupakan

persoalan dan tantangan tersendiri yang memerlukan proses dan waktu panjang

dalam mewujudkannya. Sejumlah persoalan penting yang seringkali menjadi

kendala diantaranya adalah: Pertama, masalah pengaturan sistem dan tahapan

Pilkada yang terus berubah dan bahkan seringkali perubahan tersebut terjadi di

tengah tahapan yang sedang berjalan akibat perubahan peraturan perundang-

undangan Pilkada. Kedua, masih adanya praktik-praktik pembentukan peraturan

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

8

perundang-undangan yang mengabaikan tata cara dan asas-asas pembentukan

peraturan perundang-undangan yang baik dan asas-asas penyelenggara Pemilu,

sehingga produk peraturan perundang-undangan yang dihasilkan tidak memadai

dan banyak menimbulkan persoalan hukum yang sangat menghambat

penyelenggaraan Pilkada. Ketiga, rendahnya pemahaman dan kesadaran tentang

etika konstitusi, budaya politik, budaya hukum, serta kepatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan Pilkada yang berlaku. Keempat, tingginya biaya

penyelenggaraan Pilkada akibat adanya kepentingan ekonomi dan komodifikasi

politik yang menyimpang dari norma-norma etika dan hukum yang berlaku.

Kelima, kompleksnya tata cara penyelesaian sengketa hukum Pilkada termasuk

masih banyak terjadi sengketa kewenangan antar lembaga negara baik dalam

tahap persiapan, penyelenggaraan, maupun penyelesaian Pilkada.

Terjadinya berbagai permasalahan tersebut seringkali melahirkan konflik

politik dan sengketa hukum dalam Pilkada, seperti konflik dalam perencanaan

program dan anggaran Pilkada, penundaan penyelenggaraan tahapan, sengketa

dalam pecalonan, pelanggaran administrasi dan pidana Pemilu, perselisihan hasil

Pemilu (PHPU), dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yang berujung

pada perkara di lembaga peradilan. Sejumlah perkara Pilkada seringkali terjadi

baik di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Negeri (PN),

Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstutisi (MK), maupun di Dewan

Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Sejalan dengan timbulnya berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan

Pilkada di Indonesia, pengaturan norma hukum Pilkada sebagaimana tertuang

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

9

dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mulai

dipersoalkan dan dipandang “melampaui” norma dasar yang tertuang di dalam

Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945. Hal ini menimbulkan beragam penafsiran,

perdebatan hukum, serta ketidakjelasan arah pengaturan dan berujung kepada

setidaknya menculnya dua problem hukum, yaitu: Pertama, pada Pasal 18 ayat (4)

UUD NRI 1945 hanya menyebutkan Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai

kepala daerah. Kedua, pada frase “dipilih secara demokratis” pada Pasal 18 ayat

(4) UUD NRI 1945 telah diterjemahkan oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah sebagai modal demokrasi langsung (direct

democracy) untuk mekanisme politik memilih kepala daerah. Padahal model

demokrasi perwakilan (reprecentative democrascy) yaitu memilih kepala daerah

melalui lembaga DPRD juga dapat diklaim demokratis.4

Puncak perdebatan hukum tentang berbagai dampak dari penyelenggaraan

Pilkada berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah dalam kaitannya dengan sistem Pilkada berdasarkan frase “dipilih secara

demokratis” pada Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 adalah dengan

diundangkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota pada tanggal 2 Oktober 2014 yang mengatur

bahwa sistem pemilihan dilakukan melalui DPRD.

Alasan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 2014 tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagaimana diatur dalam bagian

menimbang antara lain adalah:

4 Wendy Melfa, 2013, Pilkada (Demokrasi dan Otonomi Daerah), BE Press, Lampung, h.

195-196.

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

10

a. bahwa dalam rangka mewujudkan pemilihan gubernur, bupati, dan

walikota yang demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18

ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, perlu diatur penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan

walikota;

b. bahwa penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota

secara langsung selama ini masih diliputi dengan berbagai

permasalahan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi;

c. bahwa pengaturan mengenai penyelenggaraan pemilihan gubernur,

bupati, dan walikota dalam peraturan perundang-undangan mengenai

pemerintahan daerah perlu diperbaharui sesuai dengan dinamika sosial

politik dan diatur dalam undang-undang sendiri.

Dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 22 Tahun 2014 tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dinyatakan bahwa: “Pemilihan

gubernur, bupati, dan walikota yang selanjutnya disebut pemilihan adalah

pelaksanaan kedaulatan rakyat di provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih

gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis melalui lembaga perwakilan

rakyat”. Hal ini berarti bahwa terjadi perubahan sistem dan tata cara

penyelenggaraan Pilkada dari yang semula dipilih langsung oleh rakyat, menjadi

dipilih oleh anggota DPRD.

Dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota dinyatakan bahwa : “Pada saat Undang-Undang

ini mulai berlaku semua ketentuan mengenai tugas, wewenang dan kewajiban

penyelenggara pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dalam Undang-Undang

No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku”. Dengan demikian, maka yang diubah bukan saja

mengenai sistem dan tata cara penyelenggaraan Pilkada, tetapi penetapan Undang-

Undang No. 22 Tahun 2014 juga menghapuskan semua kewenangan lembaga

penyelenggara Pemilu, dalam hal ini KPU, Bawaslu, dan DKPP dalam

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

11

penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Tugas dan

wewenang lembaga penyelenggara Pemilu dalam Pilkada diambil alih oleh

DPRD.

Penetapan Undang-Undang No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota, sejak awal mendapat reaksi dan kritik keras dari

berbagai kalangan dan pemangku kepentingan (stake holder), seperti kalangan

internal DPR, Presiden, sejumah partai politik, akademisi, para tokoh masyarakat,

mahasiswa dan bahkan pers. Salah satu alasannya adalah pengaturan norma

mengenai sistem, tahapan dan tata cara penyelenggaraan Pilkada dalam undang-

undang tersebut dianggap merupakan kemunduran demokrasi, melanggar hak

asasi manusia (HAM), melanggar prinsip Pemilu sebagai sarana perwujudan

kedaulatan rakyat, serta menghapus hak konstitusional warga negara.

Menyikapi berbagai kritik dan desakkan penolakan terhadap rancangan

Undang-Undang No. 22 Tahun 2014 yang telah ditetapkan oleh DPR, Presiden

Republik Indonesia mengambil langkah menetapkan Undang-Undang No. 22

Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota pada tanggal 2

Oktober 2014. Pada hari dan tanggal yang sama, Presiden juga menetapkan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (yang selanjutnya disebut

Perppu) No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Dengan dikeluarkannya Perppu tersebut, maka sesuai dengan Pasal 205 Perppu

No. 1 Tahun 2014, maka Undang-Undang No. 22 Tahun 2014 dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku. Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota mengembalikan sistem pemilihan Gubernur, Bupati, dan

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

12

Walikota yaitu kembali dilakukan secara langsung oleh rakyat, sama seperti

halnya dengan sistem yang dianut dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah.

Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 oleh Presiden dilakukan di tengah-

tengah situasi politik dan hukum yang tidak menentu pasca penyelenggaraan

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 serta akan berdampak luas bagi

penyelenggaraan Pilkada di Indonesia. Sejumlah permasalahan penting terkait

dengan penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 diantaranya adalah: Pertama, proses

pembentukan dan penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 dipandang lebih sebagai

manuver politik yang kental dengan nuansa kepentingan dan kekuasaan, sehingga

jauh dari suatu standar proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang

ideal dan demokratis sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Mengingat

kelahirannya dalam situasi demikian, timbul pertanyaan penting apakah

pengaturan norma tentang sistem dan tahapan Pilkada yang dituangkan dalam

Perppu No. 1 Tahun 2014 telah memperhatikan asas-asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik dan asas-asas penyelenggaraan Pemilu. Kedua,

pengaturan sistem dan tahapan penyelenggaraan Pilkada dalam Perppu No. 1

Tahun 2014 dikhawatirkan akan menimbulkan konflik norma, norma kabur

ataukah norma kosong yang akan berdampak buruk terhadap penyelenggaraan

Pilkada ke depan, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun

penyelesaian. Ketiga, pengaturan sistem dan tahapan penyelenggaraan Pilkada

berdasarkan Perppu No. 1 Tahun 2014 menimbulkan implikasi yang sangat luas

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

13

terhadap kepastian hukum tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pilkada serta

masa jabatan gubernur, bupati, dan walikota. Hal ini disebabkan, pasca

ditetapkannya Perppu tersebut pada tanggal 2 Oktober 2014 KPU mengeluarkan

Surat Edaran No. 1600/KPU/X/2014, perihal Pelaksanaan Tahapan Pilkada Tahun

2015. Salah satu ketentuan dalam surat edaran tersebut pada intinya menyatakan

agar KPU di daerah yang telah melaksanakan tahapan persiapan maupun

pelaksanaan Pilkada agar menunda pelaksanaan tahapan dan jadwal dimaksud

sampai disahkannya Undang-Undang terkait oleh Presiden. Penundaan tahapan

dan jadwal penyelenggaraan berimplikasi pada keterlambatan pengisian jabatan

kepala daerah dan ditunjuknya Penjabat Gubernur, Bupati atau Walikota untuk

mencegah terjadinya kekosongan. Keempat, Perppu No. 1 Tahun 2014 masih

memerlukan persetujuan DPR pada masa persidangan berikutnya. Selama belum

dilaksanakan persidangan dan belum disetujui DPR, Perppu No. 1 Tahun 2014

masih dimungkinkan untuk ditolak oleh DPR sehingga berpotensi terjadi

ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan Pilkada.

Sejalan dengan dinamika politik dan hukum yang terjadi di Indonesia,

khususnya terkait dengan pembahasan pengaturan sistem dan tahapan Pilkada

dalam peraturan perundang-undangan Pilkada yang dibahas oleh DPR bersama

pemerintah, Perppu No. 1 Tahun 2014 kemudian disetujui dan disahkan menjadi

Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Pengesahan Undang-Undang No.

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

14

1 Tahun 2015 memberikan kepastian hukum bahwa sistem penyelenggaraan

Pilkada kembali ke sistem pemilihan langsung oleh rakyat, bukan melaui DPRD.

Namun demikian, meskipun telah disetujui dan disahkan, sejumlah

pengaturan norma dalam pasal-pasal tertentu dalam Undang-Undang No. 1

Tahun 2015 oleh DPR bersama pemerintah disepakati untuk dilakukan perubahan

secara terbatas dengan tujuan untuk penyempurnaan dan mencegah terjadi

permasalahan-permasalahan hukum di kemudian hari. Selanjutnya perubahan

tersebut dituangkan ke dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang

Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Dalam perkembangannya, pasca amandemen UUD 1945 telah

diberlakukan sejumlah pengaturan dan perubahan-perubahan dalam peraturan

perundang-undangan tentang sistem dan tahapan Pilkada yang berlaku di

Indonesia. Secara garis besar, perkembangan pengaturan tersebut termanifestasi

ke dalam UU No. 32 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 22 Tahun 2014

tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, serta UU No. 1 Tahun 2015

tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang dan perubahannya.

Perubahan-perubahan tersebut, terutama mengenai sistem dan tahapan Pilkada

terkesan tidak konsisten, maju-mundur atau bolak-balik, yaitu dari sistem

langsung oleh rakyat ke sistem tidak langsung melalui DPRD, kemudian

dikembalikan lagi ke sistem langsung oleh rakyat. Fenomena tersebut, disamping

Page 15: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

15

menimbulkan ketidakpastian hukum, juga berimplikasi luas terhadap porses

penyelenggaraan tahapan dan kualitas penyelenggaraan Pilkada, serta dapat

menghambat upaya percepatan mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum

yang demokratis. Hal ini jika dibiarkan dalam jangka panjang akan menghambat

perwujudan dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Untuk memecahkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan berbagai

upaya untuk memperkuat kajian hukum guna menemukan solusi tentang

pengaturan sistem dan tahapan Pilkada yang dianut dan diberlakukan di Indonesia

beserta peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum

penyelenggaraannya, sehingga betul-betul sesuai dengan kehendak rakyat, mampu

menjawab dinamika perkembangan jaman ke depan, serta tidak bertentangan

dengan konstitusi.

Salah satu upaya penting untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan

melakukan penelitian tentang pengaturan sistem dan tahapan Pilkada di Indonesia

pacsa amandemen UUD 1945, khususnya pengaturan sistem dan tahapan Pilkada

berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 2015 dan perubahannya, serta faktor-

faktor yang mempengaruhi pelaksanaan sistem dan tahapan Pilkada. Dengan

penelitian itu diharapkan ke depan akan dapat ditentukan sistem mana yang

sesungguhnya yang sesuai, kemudian dipilih dan dijadikan sebagai pedoman

dalam penyelenggaraan Pilkada secara berkesinambungan. Dengan melakukan

penelitian yang komprehensif mengenai sistem dan tahapan Pilkada sebagaimana

diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan serta perbandingan atas

pengaturan masing-masing sistem dan tahapan, maka akan diketahui kelebihan

Page 16: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

16

dan kekurangan satu sama lainnya. Hal ini akan dapat dijadikan sebagai dasar

dalam pengaturan, penyelenggaraan, dan pengembangan sistem Pilkada pada

masa yang akan datang.

Penelitian tentang “Pengaturan Sistem dan Tahapan Pemilihan Kepala

Daerah Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, dari sudut pandang

ilmu hukum, khususnya hukum perundang-undangan dan dari aspek undang-

undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 menjadi sangat penting karena menyangkut

kelangsungan penyelenggaraan Pilkada dan jalannya pemerintahan daerah dan

pelayanan publik di seluruh Indonesia. Hal ini selain untuk kepentingan

pengembangan ilmu hukum, juga untuk mempersiapkan sejumlah alternatif dan

solusi hukum dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan dan permasalahan

yang akan terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada.

Berdasarkan uraian pemikiran tersebut di atas, peneliti mengangkat judul

“PENGATURAN SISTEM DAN TAHAPAN PEMILIHAN KEPALA

DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 2015

TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI

UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-

UNDANG”.

Page 17: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

17

1.2 Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang masalah dan judul penelitian yang

peneliti ajukan, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pengaturan sistem dan tahapan pemilihan kepala daerah

berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014

tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-

Undang?

2. Faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan sistem dan tahapan

pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup atau batasan masalah merupakan hal yang sangat penting

dalam dalam sebuah penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan arah dan

fokus pada penelitian yang dilakukan sehingga materi penelitian tidak

menyimpang dari rumusan masalah, serta dapat dilakukan sesuai kaidah-kaidah

keilmuan dalam penelitian hukum.

Adapun ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengaturan sistem dan tahapan Pilkada menurut Undang-Undang No. 1

Tahun 2015 dibatasi pada pembahasan masalah sistem, tahap persiapan

dan tahap penyelenggaraan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

No. 1 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.

8 Tahun 2015.

Page 18: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

18

2. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan sistem dan tahapan pemilihan

Gubernur, Bupati dan Walikota di Indonesia. Pembahasan dibatasi pada

inventarisasi dan identifikasi faktor yang mempengaruhi baik faktor

yuridis maupun faktor non yuridis.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Penelitian dengan judul “Pengaturan Sistem dan Tahapan Pemilihan

Kepala Daerah Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014

tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang”

merupakan usulan dan hasil karya orisinil dari peneliti.

Sejauh yang peneliti ketahui dan dari penelusuran yang telah dilakukan,

judul penelitian ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di

suatu perguruan tinggi manapun mengingat pada saat usulan penelitian ini

diajukan Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 baru saja ditetapkan. Namun

demikian penelitian tentang Pilkada sudah cukup banyak dilakukan, akan tetapi

menyangkut judul, rumusan masalah, dan pendekatan yang berbeda.

Berikut adalah daftar sejumlah penelitian tentang Pilkada yang peneliti

temukan terkait dengan Pemilu dan Pilkada.

Daftar 1. Judul Penelitian, Peneliti, Tahun, dan Rumusan Masalah

No. Judul Penelitian/Peneliti/Tahun Rumusan Masalah

1. a. Penyelesaian Sengketa Dalam

Pemilihan Kepala Daerah

a. Bagaimanakah mekanisme

penyelesaian sengketa dalam

Page 19: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

19

Secara Langsung.

b. Peneliti: Gede Pasek Suardika,

Fakultas Hukum Universitas

Udayana.

c. Tahun: 2009.

Pilkada langsung menurut

Undang-Undang No. 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan

Daerah jo Peraturan Pemerintan

No. 6 Tahun 2005 tentang

Pemilihan, Pengangkatan,

Pengesahan, dan Pemberhentian

Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah dan peraturan

terkait lainnya?

b. Bagaimanakah kelemahan

penyelesaian sengketa Pilkada

langsung selama ini bila

dikaitkan dengan Undang-

Undang No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah jo

Peraturan Pemerintan No. 6

Tahun 2005 tentang Pemilihan,

Pengangkatan, Pengesahan, dan

Pemberhentian Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah dan

peraturan terkait lainnya?

2. a. Judul: Kewenangan Mahkamah a. Bagaimanakah kewenangan

Page 20: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

20

Konstitusi Dalam Memutuskan

Sengketa Perselisihan Hasil

Pemilihan Umum Kepala

Daerah (Studi Kasus:

Perselisihan Hasil Pemilihan

Umum Kota Waringin Barat).

b. Peneliti: Ari Setio Nugroho,

Fakultas Hukum Universitas

Andalas.

c. Tahun: 2011.

Mahkamah Konstitusi dalam

menyelesaikan sengketa hasil

pemilihan umum kelapa daerah

Kotawaringin Barat?

b. Bagaimanakah implikasi

putusan Mahkamah Konstitusi

terhadap penyelesaian sengketa

hasil Pemilu kepala daerah

Kotawaringin Barat tersebut?

3. a. Judul: Prosedur Pelaksanaan

Pemilihan Umum Melalui Azaz

Langsung, Umum, Bebas,

Rahasia Pasca Amandemen

Undang-Undang Dasar Tahun

1945.

b. Peneliti: I Made Semadi,

Fakultas Hukum Universitas

Dwijendra, Denpasar.

c. Tahun: 2012.

a. Bagaimanakah prosedur

pelaksanaan Pemilihan Umum

di Indonesia?

b. Apakah tujuan Pemilihan

Umum dapat mewujudkan

mekanisme pemilihan

kepemimpinan nasional

berdasarkan UUD 1945?

4. a. Judul: Politik Hukum Sistem

Pemilihan Umum Di Indonesia

Pada Era Reformasi.

a. Bagaimana konfigurasi politik

dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan yang

Page 21: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

21

b. Peneliti: Muhammad Aziz

Hakim, Fakultas Hukum

Universitas Indonesia.

c. Tahun: 2012.

terkait dengan Pemilihan

Umum dengan fokus isu

penyelenggara, peserta, dan

sistem pemilihan Pemilu?

b. Bagaimana proses dan hasil

pembentukan peraturan

perundang-undangan yang

terkait dengan Pemilihan

Umum dengan fokus isu

penyelenggara, peserta, dan

sistem pemilihan Pemilu?

c. Bagaimana pelaksanaan

ketetuan dalam peraturan

perundang-undangan tentang

Pemilihan Umum dengan fokus

isu penyelenggara, peserta, dan

sistem pemilihan Pemilu?

5. a. Judul: Eksistensi Komisi

Pemilihan Umum Dalam

Sistem Pemilihan Umum Di

Indonesia.

b. Peneliti: I Ketut Sukawati

Lanang Putra Perbawa,

a. Mengapa KPU sebagai

penyelenggara Pemilu eksis

ditinjau dari landasan filosofis,

historis dan yuridis

konstitusional?

b. Bagaimana eksistensi KPU

Page 22: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

22

Fakultas Hukum Universitas

Brawijaya.

c. Tahun: 2013.

dalam penyelenggaraan Pemilu

berkaitan dengan tugas, fungsi,

dan kewenangannya

berdasarkan UUD 1945 dan

peraturan pelaksanaannya?

c. Apakah eksistensi KPU

menunjang upaya pelaksanaan

Pemilu menuju terwujudnya

kadaulatan rakyat dan

pemerintahan yang demokratis?

6 a. Judul: Kemandirian Komisi

Pemilihan Umum

Kabupaten/Kota sebagai

Penyelenggara Pemilihan

Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah (Studi Terhadap

Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 17/PUU-VI/2008).

b. Peneliti: Ni Made Bakti,

Fakultas Hukum Universitas

Udayana.

c. Tahun: 2014.

a. Apakah Putusan Mahkamah

Konstitusi No. 17/PUU-

VI/2008 yang tidak

mengharuskan petahana

mengundurkan diri pada saat

kampanye, signifikan dalam

menjaga kemandirian KPU

Kabupaten/Kota sebagai

penyelenggara Pemilihan

Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah?

b. Apakah dengan dikeluarkannya

Putusan Mahkamah Konstitusi

Page 23: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

23

No. 17/PUU-VI/2008, tanpa

merevisi Pasal 112 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004

dapat menjamin kemandirian

KPU Kabupaten/Kota sebagai

penyelenggara Pemilihan

Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah?

Berdasarkan uraian dan daftar di atas, orisinalitas usulan penelitian dengan

judul: “Pengaturan Sistem dan Tahapan Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan

Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No.

1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi

Undang-Undang” dijamin dan dapat dipertanggungjawabkan.

1.5 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penyusunan dan penulisan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1.5.1 Tujuan Umum.

1. Sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya

pengetahuan di bidang pengaturan sistem dan tahapan Pilkada di

Indonesia.

Page 24: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

24

2. Untuk melatih mahasiswa dalam mengemukakan pikiran dan

menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah secara

ilmiah dan tertulis.

3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengaturan sistem

dan tahapan Pilkada di Indonesia sehingga dapat berpartisipasi dalam

menyukseskan penyelenggaraan Pilkada pada masa yang akan datang.

1.5.2 Tujuan Khusus.

1. Memahami permasalahan hukum, khususnya mengenai pengaturan

sistem dan tahapan Pilkada berdasarkan Undang-Undang No. 1

Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 8

Tahun 2015.

2. Memahami permasalahan hukum tentang faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan sistem dan tahapan Pilkada berdasarkan Undang-Undang

No. 1 Tahun 2015, baik faktor yuridis maupun non yuridis.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis.

1. Untuk memberikan sumbangan pemikiran di bidang ilmu hukum,

khususnya tentang pengaturan sistem dan tahapan Pilkada berdasarkan

Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 dan perubahannya, sehingga ke

depan dapat dikembangkan sistem Pilkada yang lebih demokratis,

transparan, akuntabel, serta dapat dilaksanakan secara efektif.

Page 25: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

25

2. Untuk medalami teori-teori yang telah diperoleh selama menjalani

kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas Udayana serta

mengimplementasikannya dalam memecahkan permasalahan hukum

yang dihadapi terkait dengan problematika pengaturan sistem Pilkada

sehingga dapat dirumuskan alternatif solusi keilmuannya.

3. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan pengetahuan

dan pemahaman mengenai perbandingan pengaturan sistem Pilkada

kepada mahasiswa, peserta Pemilu, penyelenggara Pemilu, serta

masyarakat, sehingga dapat berpartisipasi dalam mengembangkan dan

menyempurnakan kajian-kajian, teori-teori serta peraturan perundang-

undangan Pemilu pada masa yang akan datang untuk kemajuan

demokrasi dan tegaknya negara hukum di Indonesia.

1.6.2 Manfaat Praktis.

1. Bagi peneliti, dengan penulisan penelitian ini diharapkan akan dapat

lebih memahami, menguasai, dan untuk mengembangkan kemampuan

peneliti dalam bidang hukum Pemilu, khususnya terkait dengan

pengaturan sistem dan tahapan Pilkada.

2. Sebagai bekal bagi peneliti dalam terjun di tengah-tengah masyarakat

dalam melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara

menghadapi penyelenggaraan Pilkada pada masa yang akan datang.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai salah satu referensi dan

dapat membantu pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang

diteliti.

Page 26: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

26

1.7 Landasan Teoritis

1.7.1 Negara Hukum.

Perkembangan teori negara hukum merupakan produk sejarah. Hal ini

disebabkan pengertian negara hukum terus berkembang mengikuti sejarah

perkembangan masyarakat suatu bangsa. Prinsip dasar pengertian negara hukum

adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga

negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup bagi

warga negaranya.5

Pemikiran tentang negara hukum telah muncul jauh sebelum terjadinya

Revolusi 1688 di Inggris, tetapi baru muncul kembali pada abad ke-17 dan mulai

populer pada abad ke-19. Latar belakang timbulnya pemikiran tentang negara

hukum itu merupakan reaksi terhadap kesewenang-wenangan di masa lampau.

Oleh karena itu, unsur-unsur negara hukum mempunyai hubungan yang erat

dengan sejarah dan perkembangan masyarakat dari suatu bangsa.6

Cita negara hukum untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Plato dan

kemudian pemikiran tersebut dipertegas oleh muridnya Aristoteles. Menurut Plato

penyelenggaraan pemerintahan yang baik ialah yang diatur oleh hukum.

Sedangkan Aristoteles menegaskan bahwa suatu negara yang baik ialah negara

yang diperintah oleh konstitusi dan berkedaulatan hukum.

Sejarah mencatat meskipun cita negara hukum telah lahir beberapa abad

yang lalu, akan tetapi untuk mewujudkan cita negara hukum dalam kehidupan

5 I Made Subawa dkk., 2005, Hukum Tata Negara Pasca Perubahan UUD 1945, Wawasan,

Denpasar, h.56.

6 Ni’matul Huda, 2011, Dinamika Ketatanegaraan Indonesia Dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta, h. 1.

Page 27: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

27

bernegara bukanlah perkejaan yang sederhana dan mudah. Menurut Frans Magnis

Suseno, terdapat korelasi yang jelas antara negara hukum yang bertumpu pada

konstitusi dengan kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui sistem demokrasi.

Dalam sistem demokrasi, partisipasi rakyat merupakan esensi dari sistem ini.

Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sedangkan

hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna. Demokrasi merupakan cara

paling aman untuk mempertahankan kontrol atas negara hukum.7

Konsep negara hukum mulai berkembang pesat sejak akhir abad ke-19 dan

awal abad ke-20. Di Eropa Barat Kontinental, Immanuel Kant dan Friedrich Julius

Stahl menyebutnya dengan istilah rechtsstaat, sedangkan di negara-negara anglo-

saxon A.V. Dicey menggunakan istilah rule of law.

Istilah negara hukum digunakan untuk menterjemahkan, baik rechtsstaat

maupun the rule of law, walaupun keduanya berasal dari dua tradisi hukum yang

berbeda. Alec Stone Sweet sebagaimana dikutip oleh Janedjri M. Gaffar,

memahami istilah the rule of law (Inggris), rechtsstaat (Jerman) dan etat de droit

(Perancis) dalam pengertian yang sama, yaitu bahwa otoritas publik hanya dapat

menjalankan kewenangan berdasarkan perintah yang lebih tinggi yang

dimungkinkan oleh hukum, dan hukum tersebut mengikat semua anggota

masyarakat.8

7 Ibid, h. 2.

8 Janedjri M. Gaffar, 2013, Demokrasi dan Pemilu di Indonesia, Konstitusi Press (Konpress),

Jakarta (selanjutnya disingkat Janedjri M. Gaffar I) , h.47- 48.

Page 28: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

28

Menurut F.J. Stahl terdapat empat rumusan unsur-unsur rechtsstaat dalam

arti klasik sebagai berikut:9

a. Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;

b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan negara untuk menjamin hak-hak

asasi manusia;

c. Pemerintahan berdasarkan peraturan;

d. Adanya peradilan administrasi.

Unsur-unsur the rule of law menurut A.V.Dicey adalah sebagai berikut:10

a. Supremasi aturan-aturan hukum;

b. Kedudukan yang sama di hadapan hukum;

c. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.

Unsur-unsur dari masing-masing negara hukum tersebut di atas, baik

rechtsstaat maupun rule of law memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan

pokoknya adalah sama-sama memiliki keinginan memberikan perlindungan dan

penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, kedudukan yang sama bagi setiap

orang di hadapan hukum (equal before the law/equal before under law), dan

prinsip pemisahan kekuasaan dalam negara (separation of power/division of

power).

Perbedaan pokoknya ditemukan pada unsur peradilan administrasi. Di

negara-negara Eropa Kontinental unsur peradilan administrasi negara dimasukkan

sebagai salah satu unsur rechtsstaat, dengan maksud untuk memberikan

perlindungan hukum bagi rakyat terhadap sikap dan tindakan pemerintah yang

melanggar hak asasi manusia dalam bidang administrasi negara. Di samping itu,

juga untuk memberikan perlindungan hukum yang sama bagi pejabat administrasi

negara yang telah bertindak benar dan sesuai dengan hukum. Dengan demikian,

9 S.F. Marbun, 2011, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia,

FH UII Press, Yogyakarta, h.9.

10

Ibid, h. 9.

Page 29: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

29

dalam negara hukum diberikan perlindungan yang sama antara rakyat dan pejabat

administrasi negara.

Sedangkan di negara-negara anglo saxon, penekanan terhadap prinsip

persamaan di hadapan hukum (equality before the law) lebih ditekankan. Oleh

karena itu dipandang tidak perlu menyediakan suatu peradilan khusus untuk

pejabat administrasi negara. Prinsip equality before the law menghendaki

persamaan antara rakyat dengan pejabat administrasi negara juga tercermin dalam

bidang peradilan.

Berdasarkan uraian di atas, konsep negara hukum baik dalam paham

rechtsstaat maupun the rule of law mengandung prinsip utama bahwa negara

harus diselenggarakan berdasarkan aturan hukum. Dengan demikian, hukumlah

yang menentukan penyelenggaraan negara, termasuk dalam penyelenggaraan

Pemilu.

Sejalan dengan perkembangan jaman dan perubahan-perubahan yang

terjadi dalam kehidupan suatu negara, maka jalan pikiran mengenai negara hukum

juga mengalami perkembangan dan perubahan-perubahan. Perumusan yuridis

mengenai negara hukum klasik seperti yang diajukan oleh A.V. Dicey dan

Immanuel Kant pada abad ke-19 juga ditinjau kembali dan dirumuskan kembali

sesuai dengan tuntutan abad ke-20, terutama setelah Perang dunia II. International

Commission of Jurists yang merupakan suatu organisasi ahli hukum internasional

dalam konferensinya di Bangkok tahun 1965 memperluas konsep mengenai the

rule of law dan menekankan pentingya the dynamic aspects of the rule of law in

Page 30: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

30

the modern age. Selanjutnya dikemukakan bahwa syarat-syarat dasar untuk

terselenggaranya pemerintahan yang demokratis di bawah the rule of law ialah: 11

a. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak individu,

juga harus menentukan cara prosedural untuk memperoleh

perlindungan atas hak-hak yang dijamin;

b. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independendt and

impartial tribunals);

c. Pemilihan umum yang bebas;

d. Kebebasan untuk menyatakan pendapat;

e. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi;

f. Pendidikan kewarganegaraan (civic education).

Dalam perkembangannya, konsep negara hukum selalu berdampingan

dengan konsep negara demokrasi, dimana satu sama lainnya saling melengkapi

dan tidak terpisahkan. Pertautan atau kombinasi keduanya melahirkan konsep

negara hukum yang demokratis. Konsep ini dianut secara luas dan sekaligus

menjadi suatu paham yang diterima dan dicita-citakan oleh hampir semua negara

modern di dunia, termasuk Indonesia.

Konsep negara demokrasi dalam kepustakaan dikenal sebagai sebuah

bentuk atau mekanisme bagaimana sistem pemerintahan dalam suatu negara

dijalankan atau diselenggarakan sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat

(kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara

tersebut. Dengan demikian konsep demokrasi dapat diartikan sebagai kedaulatan

(pemerintahan) rakyat, atau yang lebih dikenal sebagai kedaulatan (pemerintahan)

dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.12

Demokrasi berasal dari kata “demos” dan “cratos” yang berarti

“kekuasaan yang ada pada rakyat seluruhnya” untuk membedakan dengan bentuk

11 Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

h. 116.

12

Aminuddin Ilmar, 2014, Hukum Tata Pemerintahan, Prenadamedia Group, Jakarta, h.63.

Page 31: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

31

pemerintahan oligarkhi, kekuasaan yang ada pada sedikit orang, dan monarkhi,

kekuasaan yang ada di tangan satu orang.13

Menurut Burkens sebagaimana

dikutip oleh Aminuddin Ilmar, bahwa syarat minimum demokrasi, yaitu:14

a. Pada dasarnya setiap orang mempunyai hak yang sama dalam

pemilihan yang bebas dan rahasia;

b. Pada dasarnya setiap orang mempunyai hak untuk dipilih;

c. Setiap orang mempunyai hak-hak politik berupa hak kebebasan

perpendapat dan berkumpul;

d. Badan perwakilan mempengaruhi pengambilan keputusan melalui

sarana hak untuk ikut memutuskan (mede beslissing recht) dan/atau

melalui wewenang pengawas;

e. Asas keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan sifat keputusan

yang terbuka;

f. Dihormatinya hak-hak minoritas.

Meskipun teori negara demokrasi sejak kelahirannya diterima secara luas

karena kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, namun pandangan negatif terhadap

demokrasi masih dijumpai baik pada masa revolusi Amerika dan Perancis,

maupun era setelah itu hingga dewasa ini. Pada masa kini demokrasi juga tetap

mendapatkan kritik, karena ternyata masih menyisakan berbagai permasalahan

yang melingkupinya.

Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyebutkan ada empat

kelemahan demokrasi, yaitu:15

a. Demokrasi tidak dengan sendirinya lebih efisien secara ekonomis

ketimbang bentuk-bentuk pemerintahan lainnya;

b. Demokrasi tidak secara otomatis lebih efisien secara administratif.

Kapasitas demokrasi untuk mengambil keputusan-keputusan boleh jadi

lebih lambat ketimbang rezim-rezim lain yang pernah digantikannya;

c. Demokrasi tidak mampu menunjukkan situasi yang lebih tertata rapi,

penuh konsesus, stabil, atau dapat memerintah ketimbang sistem

otokrasi yang mereka tumbangkan;

13 Janedjri M. Gaffar I, op.cit, h. 14.

14

Aminuddin Ilmar, op. cit, h. 63.

15

Janedjri M. Gaffar I, op. cit, h.15.

Page 32: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

32

d. Demokrasi memang memungkinkan masyarakat dan kehidupan politik

lebih terbuka ketimbang otokrasi, akan tetapi tidak dengan sendirinya

menjadikan ekonomi lebih terbuka.

Dilihat dari sejarah perkembangannya, perjalanan demokrasi yang

demikian panjang seiring dengan perkembangan peradaban manusia dan bangsa-

bangsa di dunia, melahirkan praktik yang berbeda-beda antara negara yang satu

dengan negara lainnya. Hal tersebut juga melahirkan klasifikasi berbagai model

demokrasi.

Salah satu pengklasifikasian klasik tentang demokrasi adalah demokrasi

langsung dan demokrasi tidak langsung. Menurut R.M. Mac Iver, dalam

demokrasi langsung terdapat penyatuan antara kedaulatan tertinggi dan kedaulatan

legislatif, dimana rakyat secara langsung bertindak sebagai legislatif. Sedangkan

demokrasi tidak langsung adalah demokrasi yang dijalankan melalui wakil rakyat,

baik yang duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif. Demokrasi tidak

langsung membutuhkan adanya solidaritas yang memungkinkan sedikit orang

tertentu bertindak untuk semua warga karena semua warga memberikan

kepercayaan dan mengontrol yang sedikit itu.16

1.7.2 Teori Demokrasi Perwakilan.

Demokrasi langsung dalam arti pemerintahan oleh rakyat sendiri di mana

segala keputusan diambil secara langsung oleh rakyat yang berkumpul pada waktu

dan tempat yang sama, hanya dapat dilaksanakan pada suatu negara yang jumlah

rakyatnya kecil, serta wilayahnya tidak luas, sehingga memungkinkan bagi

seluruh rakyat untuk berkumpul.

16

Ibid, h.16.

Page 33: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

33

Demokrasi langsung dewasa ini sangat sulit diwujudkan mengingat hampir

semua negara di didunia memiliki jumlah penduduk yang besar dengan cakupan

wilayah yang luas. Oleh karena itu, berkembang mekanisme yang mampu

menjamin kepentingan dan kehendak warga negara menjadi bahan pembuatan

keputusan melalui orang-orang yang menjadi wakil rakyat dalam model

demokrasi perwakilan. Dalam gagasan demokrasi perwakilan, kekuasaan tertinggi

tetap di tangan rakyat, akan tetapi pelaksanaannya dilakukan oleh wakil-wakil

rakyat yang dipilih oleh rakyat sendiri.

Demokrasi perwakilan adalah bentuk demokrasi yang dibuat untuk dapat

dijalankan dalam jangka waktu lama dan mencakup wilayah negara yang luas.

Menurut John Locke, walaupun kekuasaan telah diserahkan kepada organ negara,

masyarakat sebagai kesatuan politik masih dapat menyampaikan aspirasi dan

tuntutan. Untuk membentuk suatu masyarakat politik, dibuatlah undang-undang

atau hukum sehingga perlu dibuat badan atau lembaga pembuat undang-undang

yang dipilih dan dibentuk oleh rakyat.

Pada titik inilah, demokrasi perwakilan menghendaki adanya Pemilu.

Pemilu merupakan mekanisme untuk membentuk organ negara, terutama organ

pembentuk hukum yang akan menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan

negara. Karena itu, Pemilu merupakan bagian tak terpisahkan sekaligus prasyarat

bagi demokrasi perwakilan.17

Robert A. Dahl menyatakan bahwa demokrasi

perwakilan pada era modern merupakan bentuk demokrasi dalam sekala besar

yang membutuhkan lembaga-lembaga politik tertentu sebagai jaminan

17 Ibid, h. 27.

Page 34: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

34

terlaksananya demokrasi. Salah satu dari lembaga politik tersebut adalah Pemilu

yang bebas, adil, dan berkala.18

1.7.3 Teori Pemilu yang Demokratis.

Pemilu adalah salah satu syarat berlangsungnya demokrasi. Namun, tidak

semua Pemilu berlangsung secara demokratis. Robert A. Dahl memberikan

ukuran-ukuran yang harus dipenuhi agar suatu Pemilu memenuhi prinsip-prinsip

demokrasi, yaitu:19

a. Inclusivenes,artinya setiap orang yang sudah dewasa harus diikutkan

dalam Pemilu;

b. Equal vote, artinya setiap suara mempunyai hak dan nilai yang sama;

c. Effective participation, artinya setiap orang mempunyai kebebasan

untuk mengekspresikan pilihannya;

d. Enlightened understanding, artinya dalam rangka mengekspresikan

pilihan politiknya secara akurat, setiap orang memiliki pemahaman dan

kemampuan yang kuat untuk memutuskan pilihannya;

e. Final control of agenda, artinya Pemilu dianggap demokratis apabila

terdapat ruang untuk mengontrol atau mengawasi jalannya Pemilu.

Pemilu memiliki hubungan yang erat dengan negara demokrasi dan negara

hukum. Inti dari demokrasi adalah pelibatan rakyat dalam pembentukan dan

penyelenggaraan pemerintahan melalui partisipasi, representasi, dan pengawasan.

Di samping itu, Pemilu juga merupakan sarana utama rakyat menjalankan

kedaulatannya. Penyelenggaraan Pemilu merupakan salah satu prinsip negara

hukum modern sebagaimana dirumuskan oleh International Commission of

Jurists. Dalam konteks negara hukum pula Pemilu diperlukan untuk menjamin

bahwa hukum dibuat secara demokratis, yaitu oleh lembaga yang dipilih oleh

rakyat melalui cara-cara yang demokratis, yaitu Pemilu.

18 Ibid, h. 28.

19

Didik Supriyanto, 2007, Menjaga Independensi Penyelenggara Pemilu, Perludem, Jakarta,

h.22.

Page 35: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

35

Secara konseptual, Pemilu memiliki hubungan erat dengan prinsip

demokrasi dan negara hukum. Pemilu berkaitan erat dengan demokrasi karena

Pemilu merupakan salah satu cara pelaksanaan demokrasi dan sekaligus sebagai

sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Pemilu juga erat dengan prinsip negara

hukum karena melalui Pemilu, rakyat memilih wakil-wakilnya yang nantinya

akan membentuk produk hukum serta melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan hukum. Di samping itu, Pemilu juga merupakan representasi

pelaksanaan ciri negara hukum yang lain, yaitu pelaksanaan perlindungan hak

asasi manusia, dalam hal ini hak untuk memilih dan dipilih, serta wujud dari

persamaan kedudukan di hadapan hukum dan pemerintahan.

Agar Pemilu yang dijalankan benar-benar dapat membentuk organ negara

yang akan menjalankan pemerintahan sesuai dengan aspirasi dan kehendak

rakyat, maka pelaksanaan Pemilu harus dilakukan menurut prinsip-prinsip tertentu

sehingga Pemilu itu sendiri dapat dikatakan sebagai Pemilu yang demokratis.

Eric Barendt mengemukakan empat prinsip Pemilu yang harus ditegaskan

dalam konstitusi, yaitu: berkala (regular), bebas (free), persamaan (equal), dan

pengadilan harus memiliki kewenangan untuk menegakkan prinsip-prinsip

tersebut. Selain itu, Organisasi Parlemen Sedunia (Inter-Parliamentary Union)

telah membuat dokumen Universal Declaration on Democracy yang di dalamnya

menyebutkan prinsip-prinsip Pemilu yang demokratis, yaitu:20

a. Prinsip free, fair, dan regular sehingga kehendak rakyat dapat

diekspresikan;

b. Prinsip pelaksanaan Pemilu berdasarkan hak pilih yang bersifat umum,

sederajat dan rahasia sehingga pemilih dapat memilih wakilnya dalam

20 Janedjri M. Gaffar I, op. cit, h.43.

Page 36: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

36

kondisi secara sama (equal), dalam siatuasi yang terbuka dan

transparan yang mendorong kompetisi politik.

1.7.4 Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Penegakkan

Hukum.

Salah satu aspek penting dalam pembentukan peraturan perundang-

undangan adalah asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang

baik. Pemahaman tentang asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan

yang baik, salah satunya dapat dimulai dari pemahaman tentang pengertian

tentang asas hukum. Menurut P. Scholten, asas hukum bukanlah sebuah aturan

hukum (rechtsregel). Bahwa “pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di

belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan perundang-

undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya ketentuan-

ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai

penjabarannya”.21

Sementara itu Sudikno Mertokusumo mengemukakan, bahwa:

“Asas hukum atau prinsip hukum bukanlah hukum konkret, melainkan

merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar

belakang dari peraturan konkret yang terdapat dalam peraturan perundang-

undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat

diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dari peraturan yang konkret

tersebut. Fungsi ilmu hukum adalah mencari asas hukum ini dalam hukum

positif.”22

Menurut Satjipto Rahardjo, asas hukum merupakan unsur penting dan

pokok dari peraturan hukum.23

Asas hukum merupakan “jantungnya” peraturan

hukum. Dikatakan demikian karena asas hukum merupakan landasan yang paling

luas bagi lahirnnya suatu peraturan hukum. Bahwa peraturan hukum itu pada

21 Yuliandri, 2010, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik:

Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, PT RajaGrafindo, Jakarta, h.19.

22

Ibid, h. 20.

23

Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 45.

Page 37: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

37

akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Selain itu, asas hukum

layak disebut sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio

legis dari peraturan hukum. Dengan adanya asas hukum, maka peraturan hukum

itu bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan, karena asas itu mengandung

nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis.

Asas hukum merupakan tiang utama bagi pembentukan peraturan

perundang-undangan, karena “asas” adalah suatu hal yang dianggap oleh

masyarakat hukum sebagai basic truth, sebab melalui asas hukum pertimbangan

etis dan sosial masyarakat masuk ke dalam hukum, dan menjadi sumber

menghidupi nilai-nilai etis, moral dan sosial masyarakatnya.24

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, disamping dikenal

adanya landasan peraturan perundang-undangan, seperti landasan filosofis,

landasan yuridis, dan landasan sosiologi, juga dikenal adanya asas-asas peraturan

perundang-undangan. Menurut I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, asas-asas

peraturan perundang-undangan atau asas-asas hukum dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan adalah nilai-nilai yang dijadikan pedoman dalam

penuangan norma atau isi ke dalam bentuk dan susunan peraturan perundang-

undangan yang diinginkan, dengan menggunakan metode yang tepat dan

mengikuti prosedur yang telah ditentukan.25

Fungsi dari asas peraturan perundang-undangan yaitu:

a. Sebagai patokan dalam pembentukan dan/atau pengujian norma

hukum;

24 Soimin, 2010, Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Negara di Indonesia, UII

Pres, Yogyakarta, h. 29.

25

I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, 2012, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-

Undangan di Indonesia, P.T. Alumni, Bandung, h. 81.

Page 38: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

38

b. Untuk memudahkan kedekatan pemahaman terhadap hukum;

c. Sebagai cermin dari peradaban masyarakat atau bangsa tertentu dalam

memandang perilaku.26

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dikenal adanya asas-

asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Adapun yang

dimaksud dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang

baik (good legislation principles), yaitu27

:

a. Asas kejelasan tujuan;

b. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

c. Asas kesamaan jenis dan materi muatan;

d. Asas dapat dilaksanakan;

e. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. Asas kejelasan rumusan;

g. Asas keterbukaan.

Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara

Pemilu, diatur bahwa dalam menyelenggarakan Pemilu, termasuk didalamnya

Pilkada, penyelenggara Pemilu berpedoman pada asas: mandiri, jujur, adil,

kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas,

profesionalitas, akuntabilitas, efiseinsi, dan efektvitas. Sebagai tindaklanjut dari

ketentuan tersebut, kemudian ditetapkan Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan

DKPP No. 13 Tahun 2012, No, 11 Tahun 2012, dan No. 1 Tahun 2012 tentang

Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum. Peraturan tersebut dijadikan dasar

oleh DKPP dalam menegakkan kode etik bagi penyelenggara Pemilu.

Selain berpedoman pada asas-asas hukum, pembentukan peraturan

perundang-undangan juga perpegang pada norma-norma hukum. Dalam

kehidupan manusia, baik dalam pergaulan hidup sebagai pribadi di tengah-tengah

26 Ibid, h. 83.

27

Ibid, h. 85-87.

Page 39: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

39

masyarakat maupun dalam kehidupan bernegara selalu diperlukan adanya norma

atau kaidah yang memberikan arah kepada manusia bagaimana menjalani hidup

dan kehidupanya.

Istilah norma berasal dari bahasa Latin nomos yang berarti nilai dan

kemudian dipersempit maknanya menjadi norma hukum. Norma atau kaidah

dimaksud adalah suatu patokan atau standar yang didasarkan pada nilai-nilai

tertentu.28

Menurut Jimly Asshiddiqie, norma atau kaidah (kaedah) merupakan

pelembagaan nilai-nilai baik dan buruk dalam bentuk tata aturan yang berisi

kebolehan, anjuran, atau perintah.29

Dalam perkembangannya, norma atau kaidah

dapat diartikan sebagai patokan atau standar yang dibutuhkan dan harus dipatuhi

oleh manusia, baik sebagai individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat

berdasarkan nilai-nilai tertentu yang berisikan perintah dan larangan.30

Sementara itu, Purnadi Purbacaraka menguraikan bahwa ada tiga isi dan

sifat norma hukum, yaitu: 31

a. Suruhan (gebod), yaitu berisi apa yang harus dilakukan oleh manusia,

berupa suatu perintah untuk melakukan sesuatu;

b. Larangan (verbod), yang berisi apa yang tidak boleh dilakukan;

c. Kebolehan (mogen) berisi apa yang dibolehkan, artinya tidak dilarang

dan tidak disuruh.

Menurut Hans Kelsen, norma hukum adalah aturan, pola, atau standar

yang perlu diikuti. Adapun fungsi norma hukum, adalah: memerintah (gebeiten),

28 Ibid, h. 21-22.

29

Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang, Konpress, Jakarta, (selanjutnya

disingkat Jimly Asshiddiqie I), h.1.

30

I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, op. cit, h. 22.

31 Rosjidi Ranggawidjaja, 1998, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan, Mandar Maju,

Bandung, h.24-25.

Page 40: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

40

melarang (verbeiten), menguasakan (ermachtigen), membolehkan (erlauben), dan

menyimpang dari ketentuan (derogoereen). Norma hukum pada hakikatnya juga

merupakan unsur pokok dalam peraturan perundang-undangan.32

Norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat dalam

perkembangannya kemudian terdiferensiasi ke dalam suatu susunan yang

bertingkat, semacam piramida atau stupa. Norma-norma hukum yang berbentuk

piramida tersebut kemudian disebut dengan susunan norma, yang dalam norma

hukum tertulis disebut dengan piramida perundang-undangan atau secara

substansial disebut hierarki perundang-undangan.

Adolf Merkel dan Hans Kelsen, berpendapat bahwa setiap tata kaedah

hukum merupakan suatu susunan daripada kaedah-kaedah (stufenbau des recht).33

Dalam “stufentheorie” – nya Hans Kelsen mengemukakan bahwa di puncak

“stufenbau” terdapat kaedah dasar dari suatu tata hukum nasional yang merupakan

suatu kaedah fundamental. Kaedah dasar tersebut disebut “groundnorm”.

Groundnorm merupakan asas-asas hukum yang bersifat abstrak, bersifat umum,

atau hipotesis. Sistem hukum suatu negara merupakan proses yang terus menerus,

dimulai dari yang abstrak, menuju hukum yang positif, dan seterusnya sampai

menjadi nyata. Dasar keabsahan suatu norma ditentukan oleh norma yang paling

tinggi tingkatannya.

Selanjutnya Hans Kelsen menyatakan bahwa pembentukan suatu norma

hukum dapat ditentukan menurut dua cara yang berbeda, yaitu norma yang lebih

tinggi dapat menetukan organ dan prosedur pembuatan norma yang lebih rendah

32 Yuliandri, op. cit, h. 21.

33 Rosjidi Ranggawidjaja, op. cit, h. 26.

Page 41: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

41

dan isi norma yang lebih rendah.34

Hal ini berarti bahwa meskipun norma yang

lebih tinggi hanya menentukan organ, dan itu berarti individu yang harus

membuat norma yang lebih rendah dan memberi wewenang kepada organ ini

untuk menentukan prosedur pembentukan serta isi dari norma yang lebih rendah

tersebut atas kebijaksanaannya sendiri, namun norma yang lebih tinggi

“diterapkan” di dalam pembentukan norma yang lebih rendah tersebut.

Oleh karena itu, setiap tindakan membentuk hukum mesti merupakan

hukum, yakni tindakan itu mesti menerapkan suatu norma yang mendahului

tindakan tersebut agar menjadi suatu tindakan dari tatanan hukum tersebut. Fungsi

pembentuk norma harus dipandang sebagai fungsi penerap norma sekalipun hanya

unsur personalnya, yakni individu yang membentuk norma yang lebih rendah.35

Teori Hans Kelsen kemudian dikembangkan oleh Hans Nawiasky

(muridnya). Menurut Hans Nawiasky, norma-norma hukum dalam negara selalu

berjenjang, yakni sebagai berikut:36

a. Norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm)

b. Aturan-aturan dasar negara/aturan pokok negara (staatsgrundgesetz)

c. Undang-undang (formal) (formellegesetz)

d. Peraturan pelaksana serta peraturan otonom (verordnung & autonomi

satzung)

Teori tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut di atas kemudian

berkembang ke berbagai negara di kawasan Eropa Kontinental sampai ke

Indonesia. Oleh para sarjana dan ahli hukum Indonesia kemudian diterapkan

dalam hukum positif Indonesia.

34 Hans Kelsen, 2011, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, cet. VI, terjemahan Raisul

Muttaqien, Nusa Media, Bandung, h. 191.

35

Ibid, h. 192.

36

I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, op. cit, h.38.

Page 42: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

42

Dalam identifikasi suatu aturan hukum seringkali dijumpai keadaan aturan

hukum, yaitu kekosongan hukum (leemten in het recht), konflik antar norma

(antinomy), dan norma kabur (vage normen). Tidak akan pernah ada jaminan

bahwa norma yang lebih rendah sesuai dengan norma yang lebih tinggi.

Kemungkinan bahwa norma yang lebih rendah tidak sesuai dengan norma yang

lebih tinggi yang menetukan pembuatan dan isi norma yang lebih rendah, akan

tetap ada dan bahkan seringkali terjadi dalam berbagai peraturan perundang-

undangan.

Konflik norma antara norma yang lebih tinggi dengan norma yang lebih

rendah muncul tidak hanya dalam hubungan antara hukum undang-undang atau

kebiasaan dan keputusan pengadilan, tetapi juga dalam hubungan antara konstitusi

dengan undang-undang atau antara undang-undang dengan peraturan perundang-

undangan yang berada di bawahnya.

Menurut Sudikno Mertokusumo sebagaimana dikutip oleh Ari Purwadi,

dalam menghadapi konflik antar norma hukum (antinomy hukum), maka berlaku

asas penyelesaian konflik (asas preverensi), yaitu:37

a. Lex superiori derogat legi inferiori, yaitu peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi akan melumpuhkan peraturan perundang-

undangan yang lebih rendah;

b. Lex specialis derogat legi generali, yaitu peraturan yang khusus itu

akan melumpuhkan peraturan yang umum sifatnya atau peraturan yang

khususlah yang harus didahulukan;

c. Lex posteriori derogat legi priori, yaitu peraturan yang baru

mengalahkan atau melumpuhkan peraturan yang lama.

37 Ari Purwadi, 2013, “Harmonisasi Pengaturan Perencanaan Pembangunan antara Pusat

dan Daerah Era Otonomi Daerah”, Perspektif Volume XVIII No. 2, Edisi Mei, h.89.

Page 43: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

43

Selain konflik norma, dalam peraturan perundang-undangan juga sering

ditemukan kekosongan hukum atau norma kosong. Hans Kelsen sebagaimana

dikutip oleh Jimly Asshiddiqie menguraikan bahwa otoritas untuk memberikan

suatu sanksi yang tidak dicantumkan oleh norma hukum yang sudah ada sering

dikatakan diberikan secara tidak langsung, yaitu melalui suatu fiksi. Fiksi adalah

bahwa tata hukum memiliki kekosongan (gaps), artinya bahwa hukum yang

berlaku tidak dapat diterapkan karena pada kasus konkret karena tidak ada norma

umum yang sesuai dengan kasus itu. 38

Legislatif menyadari kemungkinan bahwa norma umum yang dibuat

mungkin dalam beberapa kasus menjadi tidak adil atau menghasilkan sesuatu

yang tidak diharapkan. Hal ini karena legislator tidak dapat melihat semua kasus

konkret yang mungkin dapat terjadi. Karena itu, legislator kemudian

mengotorisasi organ pelaksana hukum untuk tidak mengaplikasikan norma umum

yang dibuat tersebut, tetapi untuk membuat norma baru, dalam kasus dimana jika

pelaksanaan norma umum yang dibuat legislatif tersebut akan menimbulkan hasil

yang tidak memuaskan.39

Dalam hal menghadapi kekosongan hukum (recht vacuum) atau

kekosongan undang-undang (wet vacuum), hakim berpegang pada asas ius curia

novit, dimana hakim dianggap tahu akan hukumnya. Hakim dilarang menolak

perkara dengan alasan tidak ada atau tidak jelas hukumnya. Hakim wajib

memahami, mengikuti, dan menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam

38 Jimly Asshidiqqie dan Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Konpress,

Jakarta (selanjutnya disingkat Jimly Asshiddiqie II), h. 130.

39 Ibid, hal. 130-131.

Page 44: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

44

masyarakat. Oleh karena itu ia harus melakukan penemuan hukum

(rechtvinding).40

Dalam hal menghadapi norma hukum yang kabur atau norma yang tidak

jelas, hakim menafsirkan undang-undang untuk menemukan hukumnya.

Penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan yang harus menuju kepada

pelaksanaan yang dapat diterima oleh masyarakat mengenai peraturan hukum

terhadap peristiwa konkrit. Salah satu metode yang dapat dipergunakan adalah

metode interpretasi. Secara umum ada 11 (sebelas) macam metode interpretasi

hukum, yaitu: interpretasi gramatikal, historis, teleologis/sosiologis, komparatif,

futuristik/antisipatif, restriktif, ekstensif, autentik, interdisipliner, dan

multidisipliner.41

Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa hukum berfungsi sebagai

perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi,

hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal,

damai, tetapi dapat juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang

dilanggar itu harus ditegakkan sehingga melalui penegakkan hukum, maka hukum

itu menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus

selalu diperhatikan, yaitu: kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan

(zweckmassigkeit), dan keadilan (gerechtigkeit).42

Adapun uraian ringkas dari ketiga unsur tersebut adalah sebagai berikut:43

40 Habibul Umam Taqiuddin, 2013, Teori Penalaran Hukum, http://habibulumamt.

blogspot.com. Akses 4 Desember 2014.

41

Ibid, h. 5

42

Sudikno Mertokusumo, 2010, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Edisi Revisi, Cahaya

Atma Pustaka, Yogyakarta, h.207.

43

Ibid, h.208.

Page 45: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

45

1. Kepastian hukum. Untuk mewujudkan kepastian hukum maka hukum

harus ditegakkan. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku;

pada dasarnya tidak boleh menyimpang: fiat justitia et pereat mundus

(meskipun dunia ini runtuh, hukum harus ditegakkan). Kepastian

hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan

sewenang-wenang yang berarti seseorang akan dapat memperoleh

sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat

mengharapkan kepastian hukum karena dengan adanya

kepastianhukum masyarakat akan lebih tertib.

2. Kemanfaatan hukum. Masyarakat mengharapkan manfaat dalam

pelaksanaan atau penegakkan hukum. Hukum adalah untuk manusia,

maka pelaksanaan hukum atau penegakkan hukum harus memberi

manfaat atau kegunaan bagi masyarakat . Jangan sampai justru karena

hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan, timbul keresahan di dalam

masyarakat.

3. Keadilan hukum. Pelaksanaan atau penegakkan hukum harus adil,

sementara itu hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat

umum, mengikat setiap orang bersifat menyamaratakan. Sebaliknya

keadilan bersifat subjektif, individualistis dan tidak menyamaratakan;

adil bagi Si Suto belum tentu dirasakan adil bagi Si Noyo.

Mengenai penegakkan hukum, Soerjono Soekanto menyatakan bahwa inti

dan arti penegakaan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-

nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah

dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk

menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.44

Masalah pokok penegakkan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor

yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:45

1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada

undang-undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan.

44 Soerjono Soekanto, 2010, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT

RajaGrafindo Persada, Jakarta (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I), h. 5.

45

Ibid, h. 8-9.

Page 46: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

46

5. Faktor kebudayaan, yakni segala hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena

merupakan esensi dari penegakkan hukum, juga merupakan tolok ukur daripada

efektivitas penegakkan hukum.

1.7.5 Desentralisasi, Otonomi Daerah, dan Pilkada.

1.7.5.1 Desentralisasi.

Negara Indonesia adalah negara kesatuan. Sebagai negara kesatuan maka

kedaulatan negara adalah tunggal, tidak tersebar pada negara-negara bagian

seperti dalam negara federal/serikat.46

Karena itu, pada dasarnya sistem

pemerintahan dalam negara kesatuan adalah sentralisasi atau penghalusanya

disebut dengan istilah dekonsentrasi. Sentralisasi artinya bahwa pemerintah pusat

memegang kekuasaan penuh. Namun demikian, mengingat negara Indonesia

sangat luas yang terdiri atas puluhan ribu pulau besar dan kecil dan penduduknya

terdiri atas beragam suku bangsa, etnis, golongan, dan agama yang berbeda-beda,

maka penyelenggaraan pemerintahannya tidak diselenggarakan secara sentralisasi

tapi desentralisasi.

Sejalan dengan keharusan membentuk pemerintahan daerah dalam sistem

administrasi negara Indonesia, maka sejak proklamasi kemerdekaan sampai

sekarang negara Indonesia telah mengeluarkan sejumlah undang-undang tentang

pemerintahan daerah yang mengatur adanya pemerintahan daerah dalam sistem

administrasi pemerintahannya. Undang-Undang tersebut diantaranya adalah

46

Hanif Nurcholis, 2005, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, PT Gramedia

Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 5.

Page 47: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

47

Undang-Undang No. 22 Tahun 1948, Undang-Undang No. 1 Tahun 1957,

Undang-Undang No. 18 Tahun 1965, Undang-Undang No. 4 Tahun 1974,

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004,

Undang-Undang No. 12 Tahun 2008, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014,

Undang-Undang No. 2 Tahun 2015, dan Undang-Undang No. 9 Tahun 2015.

Lahirnya pemerintahan daerah dimulai dari kebijakan desentralisasi.

Desentralisasi berasal dari bahasa Latin, yaitu de yang berarti lepas dan centrum

yang artinya pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat. Dengan demikian, maka

desentralisasi yang berasal dari sentralisasi yang mendapat awal de berarti

melepas atau menjauh dari pemusatan. Desentralisasi tidak putus sama sekali tapi

hanya menjauh dari pusat.47

Berkaitan dengan desentralisasi, Hans Kelsen, sebagaimana dikutip oleh

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat mengemukakan bahwa: 48

Desentralisasi merupakan salah satu bentuk negara, karena itu pengertian

desentralisasi bertalian dengan pengertian negara. Negara adalah tatanan

hukum (legal order). Jadi desentralisasi ini menyangkut sistem tatanan

hukum dalam kaitannya dengan wilayah negara. Tatanan hukum

desentralistik menunjukan adanya berbagai kaidah hukum yang berlaku

sah pada (bagian-bagian) wilayah yang berbeda. Ada kaidah yang berlaku

sah untuk seluruh wilayah negara disebut kaidah sentral (central norm)

dan kaidah yang berlaku sah dalam bagian-bagian wilayah lokal (local

norm).

Menurut Smith dalam sebagaimana dikutif oleh Hanif Nurcholis,

desentralisasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:49

a. Penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan

tertentu dari pemerintah pusat kepada daerah otonom.

47

Ibid, h. 7.

48

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, 2014, Hukum Administrasi Negara dan

Kebijakan Layanan Publik, Nuansa Cendikia, Bandung, h. 122

49

Hanif Nurcholis, op. cit, h.15.

Page 48: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

48

b. Fungsi yang diserahkan dapat dirinci, atau merupakan fungsi yang

tersisa (residual functions).

c. Penerima wewenang adalah daerah otonom.

d. Penyerahan wewenang berarti wewenang untuk menetapkan dan

melaksanakan kebijakan, wewenang mengatur dan mengurus

(regelling en bestur) kepentingan yang bersifat lokal.

e. Wewenang mengatur adalah wewenang untuk menetapkan norma

hukum yang berlaku umum dan bersifat abstrak.

f. Wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan norma

hukum yang bersifat individual dan konkrit (beschikking, acte

administrative, verwaltungsakt).

g. Keberadaan daerah otonom adalah di luar hirarki organisasi

pemerintah pusat.

h. Menunjukkan pola hubungan antar organisasi.

i. Menciptakan political variety dan diversity of structure dalam sistem

politik.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang politik dan administrasi dari

puncak hirarki organisasi (pemerintah pusat) kepada jenjang organisasi di

bawahnya (pemerintah daerah). Dua kewenangan tersebut yaitu politik dan

administrasi diserahkan kepada pemerintah daerah. Dalam perkembangannya,

penyerahan tersebut menimbulkan otonomi, yaitu kebebasan bagi masyarakat

yang tinggal di daerah yang bersangkutan untuk mengatur dan mengurus

kepentingannya yang bersifat lokal, bukan yang bersifat nasional. Oleh karena itu,

desentralisasi menimbulkan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah konsekuensi

logis dari penerapan asas desentralisasi pada pemerintah daerah.

Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, diatur pengertian tentang desentralisasi. Disebutkan bahwa

“Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat

kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi”. Sedangkan yang dimaksud

dengan Asas Otonomi berdasarkan Pasal 1 angka 7: “Asas Otonomi adalah

Page 49: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

49

prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan Otonomi

Daerah”.

Dalam penjelasan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, pada bagian umum dijelaskan pola hubungan Pemerintah

Pusat dan Daerah sebagai berikut:

Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang

berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai Negara kesatuan adalah

dibentuknya pemerintah Negara Indonesia sebagai pemerintah nasional

untuk pertama kalinya dan kemudian pemerintah nasional tersebutlah yang

kemudian membentuk Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan. Kemudian Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa

Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri

Urusan Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan

diberikan otonomi yang seluas-luasnya.

1.7.5.2 Otonomi Daerah.

Secara etimologi, kata otonomi (autonomy) berasal dari bahasa Yunani,

auto berarti sendiri dan nomos berarti hukum atau peraturan. Menurut

Encyclopedia of Social Science, otonomi dalam pengertian orisinal adalah The

legal self of sufficiency of cicial body and in actual independence. Dalam

kaitannya dengan politik dan pemerintahan, otonomi daerah bersifat self

government atau the condition of living under’s own laws. Jadi otonomi daerah

adalah daerah yang memiliki legal self sufficiency yang bersifat self government

yang diatur dan diurus oleh own law, oleh karena itu otonomi daerah lebih

menitikberatkan pada aspirasi dari pada kondisi.50

50

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, op. cit, h. 109.

Page 50: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

50

Samsul Wahidin menyatakan bahwa dalam memahami otonomi daerah

harus senantiasa berorientasi kepada pemahaman umum tentang otonomi itu

sendiri, yang dalam perspektif pemerintahan bisa direfleksikan dengan beberapa

pemahaman. Adapun perspektif tersebut diantaranya adalah:51

a. Perspektif kewenangan yaitu bahwa otonomi daerah bermakna sebagai

kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.

Dengan sebuah catatan sebatas mana luasnya, dan seberapa berat

kualitasnya, masih belum ada ukuran dan tentunya memang tidak ada

ukuran pasti. Batas-batas itu tergantung denga situasi, kondisi, dan

pemahaman yang didasarkan pada kepentingan pelaksana, yang

mempunyai kewenangan untuk itu, sebagai aplikasi dari ketentuan

peraturan perundang-undangan yang melimpahkan atau member

kewenangan tersebut.

b. Perspektif administrasi pemerintahan daerah yang mana otonomi

daerah dimaknai sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan

mengurus rumah tangga daerah. Ada juga yang mengartikan sebagai

suatu kebebasan atau kemandirian, namun yang pasti bukanlah sebuah

kemerdekaan dalam arti terlepas dari bingkai Negara Kesatuan sebagai

induknya. Jadi kebebasan dalam makna yang terbatas atau kemandirian

itu terwujud pemberian kesempatan yang harus

dipertanggungjawabkan, baik secara internal maupun eksternal.

Pertanggungjawaban itu adalah dalam bingkai NKRI sebagai bentuk

negara yang sudah final.

c. Pada perspektif lain, otonomi daerah juga dipandang sebagai suatu hak

untuk mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak itu sumbernya

adalah delegasi kewenangan yang dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat

sebagai refleksi komitmen bersama yang harus senantiasa dijadikan

sebagai landasan utama pelaksanaan pemerintahan. Pemerintah Pusat

adalah refleksi negara kesatuan yang kesatuan yang punya otoritas

tunggal, dalam arti secara struktural berada di atas Pemerintah Daerah.

Administrasi pemerintahan yang dijalankan harus senantiasa

berorientasi kepada makna Negara Kesatuan sebagai dasarnya.

Dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, diatur pengertian tentang otonomi daerah sebagai berikut:

Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan

51 Samsul Wahidin, 2013, Hukum Pemerintahan Daerah Pendulum Otonomi Daerah Dari

Masa Ke Masa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h.3-4.

Page 51: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

51

kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Menurut Siswanto Sunarno, konsep pemikiran tentang otonomi daerah

mengandung pemaknaan terhadap eksistensi otonomi tersebut terhadap

penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu: 52

a. Bahwa prinsip otonomi daerah dengan menggunakan prinsip otonomi

seluas luasnya. Arti seluas luasnya mengandung makna bahwa daerah

diberikan kewenangan membuat kebijakan daerah, untuk member

pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan

masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.

b. Bahwa otonomi daerah juga menggunakan prinsip otonomi yang

nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu

prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan

berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah

ada, serta berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai

dengan potensi dan kekhasan daerah. Adapun otonomi yang

bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya

harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian

otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama

dari tujuan nasional.

Dalam penjelasan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, khususnya pada bagian umum dinyatakan bahwa pemberian otonomi yang

seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan

peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan

strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing

dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan

kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

52 Siswanto Sunarno, 2009, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,

h.8.

Page 52: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

52

Dari berbagai kajian dan uraian mengenai otonomi daerah, dapat

disimpulkan bahwa sistem pemerintahan otonomi daerah mempunyai ciri atau

batasan sebagai berikut:53

a. Pemerintahan daerah yang berdiri sendiri;

b. Melakukan hak, wewenang dan kewajiban pemerintahan oleh sendiri;

c. Melakukan pengaturan, pengurusan dari hak, wewenang, dan kewajiban

yang menjadi tanggungjawabnya melalui peraturan yang dibuat sendiri;

d. Peraturan yang menjadi landasan hukum urusan pemerintahan tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.

Secara konseptual, desentralisasi tidak sama dengan otonomi daerah,

karena desentralisasi lebih kepada proses dari sebuah penyelenggaraan

pemerintahan, sedangkan otonomi daerah lebih kepada hak dan kewenangan

daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah sebagai implementasi

dari sistem desentralisasi. Desentralisasi bukan merupakan asas akan tetapi

sebagai proses. Hal ini relevan apabila dikaitkan dengan Pasal 18 ayat (2) UUD

NRI 1945 yang hanya mencantumkan otonomi daerah dan tugas pembantuan

sebagai asas pemerintahan daerah.

Keterkaitan antara desentralisasi dengan otonomi daerah, satu sisi

desentralisasi merupakan sebuah model penyerahan atau pengelolaan

pemerintahan dari pemerintah kepada kepala daerah, di sisi lain, otonomi daerah

atau daerah otonom merupakan hak, wewenang, dan sekaligus kewajiban daerah

untuk mengelola tata pemerintahannya sendiri sesuai ketentuan perundang-

undangan untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya.54

53 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, op. cit., h. 111.

54

Wendy Melfa, op.cit, h.31.

Page 53: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

53

1.7.3.3 Hubungan Otonomi Daerah dan Pilkada.

Pada tahun 2004 bangsa Indonesia berhasil menyelenggarakan Pemilu

Legislatif dan Pemilu Presiden secara langsung oleh rakyat yang pelaksanaannya

berlangsung relatif tertib dan demokratis. Dengan keberhasilan tersebut telah

menjadikan dorongan atau modal semangat diselenggarakannya Pilkada langsung

oleh rakyat. Rakyat menuntut agar kepala daerah dipilih secara langsung oleh

rakyat daerahnya. Oleh karenanya pemerintah meresponnya dengan cara merivisi

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.55

Menurut Mochamad Isnaeni Ramdhan, hampir tidak dapat dipisahkan

antara konsep Pilkada dan otonomi daerah. Artinya, ada korelasi yang signifikan

analisis Pilkada dengan pergeseran konsep otonomi daerah, bahwa otonomi

daerah merupakan konteks bahkan prasyarat dari adanya Pilkada.56

Otonomi daerah muncul karena adanya desentralisasi. Hal ini terjadi

karena tidak mungkin kehidupan bernegara dan jalannya pemerintahan akan

efektif jika hanya diselenggarakan semata-mata secara sentralistik, apalagi untuk

negara besar dan luas seperti Indonesia. Otonomi daerah itu dimiliki masyarakat

dan oleh karena itu otonomi tidak mungkin diterima oleh pihak lain dalam suatu

negara bangsa yang menyelenggarakan desentralisasi kecuali masyarakat (lokal)

yang ada. Sehingga otonomi ditujukan untuk kepentingan masyarakat lokal.

Otonomi harus mencerminkan problem-problem yang berkembang di tengah-

55M. Azis dkk., 2011, Pengkajian Hukum Tentang Pemilihan Kepala Daerah, Editor Theodrik

Simorangkir, Jakarta Timur, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan Hak

Asasi Manusia RI, h.30.

56

Mochamad Isnaeni Ramdhan, 2007, Laporan Akhir Kompendium Pemilihan Kepala Daerah

(Pilkada), Tim Kerja Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Badan Pembinaan Hukum

Nasional, h.23.

Page 54: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

54

tengah masyarakat (lokal) dan menjadi wahana pencarian solusi problem lokal

tersebut.

Otonomi daerah sebagai akibat dari desentralisasi tidak lain merupakan

satu “value” yang hendak dicapai dalam pemerintahan sebuah negara bangsa.

Nilai tersebut sejalan dengan nilai demokrasi yang perwujudannya dilalui dengan

ditampungnya aspirasi masyarakat yang luas dalam pelaksanaan pemerintahan

daerah. Adanya organ politik dalam pelaksanaan otonomi daerah membawa

perlunya akses masyarakat terhadap mekanisme pengisian jabatannya. Dan salah

satu mekanisme pengisian jabatan kepala daerah adalah melalui Pilkada.

1.7.6 Kewenangan.

Menurut S. F. Marbun, istilah kekuasaan dan kewenangan memiliki

keterkaitan yang sangat erat. Istilah kekuasaan dalam bahasa Inggris disebut

power, atau macht (Belanda) atau pouvoir, puissance (Perancis), sedangkan istilah

kewenangan sering disebut authority, gezag atau yurisdiksi dan istilah wewenang

disebut competence atau bevoegdheid. 57

Secara sosiologis kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi

pihak lain agar mengikuti kehendak pemegang kekuasaan, baik dengan sukarela

maupun dengan terpaksa. Sumber kekuasaan berasal dari antara lain kekuatan

(force), uang, kejujuran, kharisma, moral , dan senjata. Kewenangan (authority,

gezag) adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap segolongan orang

tertentu, maupun kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan tertentu secara

bulat yang berasal dari kekuasaan legislatif maupun dari kekuasaan pemerintah,

57 S.F. Marbun, op. cit, h. 137-147.

Page 55: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

55

sedangkan wewenang (competence, bevoegdheid) hanya mengenai suatu onderdil

tertentu atau bidang tertentu. Sedangkan kewenangan merupakan kumpulan dari

wewenang-wewenang (rechtsbevoegdheden).

Philipus M. Hadjon dkk., menyatakan bahwa tiga komponen dasar hukum

administrasi umum meliputi: pertama, hukum untuk penyelenggaraan

pemerintahan (het recht voor het besturen door de overheid; recht voor het

bestuur: normering van het bestuursoptreden), kedua, hukum oleh pemerintah

(het recht dat uit dit bestuur onstaat; recht van het bestuur: nadere regelgeving,

beleidsregels, concrete bestuursbesluiten), dan ketiga, hukum terhadap

pemerintah yaitu hukum yang menyangkut perlindungan hukum bagi rakyat

terhadap tindakan pemerintahan (het recht tegen het bestuur). 58

Tiga komponen dasar hukum administrasi umum seyogyanya merupakan

materi pokok undang-undang hukum administrasi umum. Hukum untuk

penyelenggaran pemerintahan terkait dengan norma tentang wewenang

pemerintahan. Bagian-bagaian utama bidang ini antara lain meliputi: sumber

wewenang (atribusi, delegasi, mandat), asas penyelenggaraan pemerintahan

dimana berdasarkan asas negara hukum, asas dasar adalah asas legalitas

(rechtmatigkeid van bestuur), diskresi, dan prosedur penggunaan wewenang.

Selanjutnya, menurut Philipus M. Hadjon dkk., kewenangan membuat

keputusan hanya dapat diperoleh dengan dua cara yaitu dengan atribusi atau

58

Philipus M. Hadjon dkk., 2010, Hukum Administrasi Dan Good Governance, Jakarta,

Universitas Trisaksi (selanjutnya disingkat Philipus M. Hadjon dkk I), h. 19.

Page 56: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

56

dengan delegasi.59

Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan,

sedangkan delegasi dalam hal ada pemindahan/pengalihan suatu kewenangan

yang ada. Apabila kewenangan itu kurang sempurna, berarti bahwa keputusan

yang berdasarkan kewenanan itu, tidak sah menurut hukum. Pemikiran negara

hukum menyebabkan, bahwa apabila penguasa ingin meletakkan kewajiban-

kewajiban di atas para warga (masyarakat), maka kewenangan itu harus

ditemukan dalam suatu undang-undang.

Selain itu, Abdul Rasyid Thalib berpendapat bahwa dalam hukum publik

dikenal ada tiga wewenang, yaitu wewenang “atribusi”, “delegasi”, dan mandat”.

Semua organ (komponen) kostitusi atau “Lembaga UUD” dan organ

pemerintahan atau “Lembaga Negara” mempunyai wewenang atribusi yang

bersumber dari UUD 1945. Wewenang atribusi dalam ilmu pemerintahan lebih

tepat disebut “wewenang asli”, sedangkan wewenang delegasi dan mandat hanya

dipunyai oleh organ pemerintahan terutama presiden dan pemerintah daerah

(eksekutif) yang dimuat dalam undang-undang. 60

Pengaturan tugas dan wewenang suatu lembaga negara di dalam peraturan

perundang-undangan dapat berimplikasi pada terjadinya sengketa kewenangan

antar lembaga negara. Masalah kewenangan antar lembaga negara dalam

penyelenggaraan Pilkada merupakan masalah yang sangat penting karena

berpotensi menjadi objek sengketa yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

59Philipus M. Hadjon dkk., 2005, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction To

The Indonesian Administrative Law), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, (selanjutnya

disingkat Philipus M. Hadjon dkk II), h. 130.

60

Abdul Rasyid Thalib, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam

Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 355.

Page 57: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

57

Timbulnya sengketa antar lembaga negara disebabkan karena masing-

masing lembaga negara menganggap dirinya mempunyai kewenangan yang

diberikan oleh undang-undang kepadanya, sementara lembaga yang lainnya juga

menganggap dirinya mempunyai kewenangan untuk itu. Masing-masing lembaga

negara tidak ada yang mau mengalah antara satu dengan lainnya.61

Adapun objek sengketa antar lembaga negara dalam rangka yurisdiksi MK

adalah persengketaan (dispute) mengenai kewenangan konstitusional antar

lembaga negara62

. Mengenai isu utamanya, tidak terletak pada lembaga

negaranya, melainkan terletak pada soal kewenangan konstitusional yang dalam

pelaksanaannya, apabila timbul sengketa penafsiran antara satu sama lain, maka

yang berwenang memutuskan lembaga mana yang sebenarnya memiliki

kewenangan yang dipersengketakan tersebut adalah MK.

Menurut Jimly Asshiddiqie kewenangan MK untuk memutus sengketa

kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-

Undang Dasar (UUD), dapat disebut dengan lebih sederhana dengan sengketa

kewenangan konstitusional antarlembaga negara.63

Dalam pengertian sengketa

kewenangan konstitusional itu terdapat dua unsur yang harus dipenuhi, yaitu

adanya kewenangan konstitusional yang ditentukan dalam UUD dan timbulnya

sengketa dalam pelaksanaan kewenangan konstitusional tersebut sebagai akibat

perbedaan penafsiran di antara dua atau lebih lembaga negara yang terkait.

Penanganan sengketa kewenangan antar lembaga negara merupakan permasalahan

61

Salim dan Erlies Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis

dan Disertasi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 183.

62

Jimly Asshiddiqie, 2006, Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara. Konstitusi Press.

Jakarta. (selanjutnya disingkat Jimly Asshiddiqie III), h. 13.

63

Ibi d, h. 15.

Page 58: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

58

yang sangat penting untuk diperhatikan untuk mencegah terjadinya tumpang

tindih kewenangan antara lembaga negara yang satu dengan yang lainnya.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif. Menurut Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, penelitian hukum

normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah

bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas,

norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan,

perjanjian, serta doktrin (ajaran). 64

Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau

data sekunder, dapat dinamakan penelitan hukum normatif atau penelitian hukum

kepustakaan.65

Nama lain dari penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum

doktriner, juga disebut sebagai penelitian Perppustakaan atau studi dokumen.

Menurut Suratman dan Philips Dillah, disebut penelitian hukum doktriner, karena

penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang

tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Dikatakan sebagai penelitian

Perppustakaan atau studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak

dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di Perpustakaan.66

64 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 34.

65

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II), h. 14.

66

Suratman dan Philips Dillah, 2013, Metode Penelitian Hukum, CV Alfabeta, Bandung, h.

51.

Page 59: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

59

Penelitian hukum normatif, mencakup: penelitian terhadap azas-azas

hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf

sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan

hukum.67

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan

fokus utama pada penelitian asas-asas hukum, penelitian terhadap taraf

sinkronisasi hukum, dan penelitian sejarah hukum.

Penelitian terhadap asas-asas hukum adalah penelitian terhadap unsur-

unsur hukum baik unsur ideal yang menghasilkan kaidah-kaidah hukum melalui

filsafat hukum, maupun terhadap unsur nyata yang menghasilkan tata hukum

tertentu yang tertulis.

Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal adalah

penelitian yang meneliti keserasian hukum positif (peraturan perundang-

undangan) agar tidak bertentangan berdasarkan hierarki perundang-undangan

(stufenbau theory).

Sedangkan penelitian perbandingan hukum meneliti hukum positif dengan

membandingkan sistem hukum suatu negara dengan sistem hukum lainnya.

Dalam penelitian ini yang dibandingkan adalah undang-undang, yaitu undang-

undang tentang Pilkada.

Dipilihnya jenis penelitian normatif dalam penelitian ini karena judul

penelitian, rumusan masalah, dan bahan hukum yang diteliti berupa undang-

67 Soerjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta (selanjutnya

disingkat Soerjono Soekanto III), h. 51.

Page 60: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

60

undang tentang pengaturan sistem dan tahapan Pilkada dan bahan-bahan hukum

lainnya yang terkait dengan pengaturan sistem dan tahapan Pilkada.

1.8.2 Jenis Pendekatan.

Di dalam penelitian hukum terdapat sejumlah pendekatan. Dengan

pendekatan yang dipilih atau dipergunakan, peneliti diharapkan akan

mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai permasalahan yang diteliti,

serta mampu memecahkan rumusan masalah yang diteliti.

Adapun pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian

hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus

(case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan

komparatif (comparative approach), dan pedekatan konseptual (conceptual

approach). 68

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan undang-undang dan

pendekatan konseptual. Berikut adalah uraian dari masing-masing pendekatan

dimaksud:

a. Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut

dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan undang-undang

ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah

konsistensi antara suatu undang-undang dengan undang-undang

68 Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Prenada Media Group,

Jakarta, h. 133.

Page 61: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

61

lainnya atau antara undang-undang dan Undang-Undang Dasar atau

antara regulasi dan undang-undang.

b. Pendekatan sejarah (historical approach) dilakukan dengan pelacakan

sejarah lembaga hukum dari waktu ke waktu. Pendekatan ini

membantu peneliti untuk memahami filosofi aturan hukum, perubahan

dan perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut,

serta sejarah peraturan perundang-undangan.

c. Pendekatan konseptual (conceptual approach) yaitu suatu pendekatan

yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang

berkembang dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-

pandangan dan doktrin-doktrin tersebut, peneliti akan menemukan

ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep

hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.

1.8.3 Bahan Hukum.

Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh

secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Yang diperoleh

langsung dari masyarakat dinamakan data primer (atau data dasar), sedangkan

yang diperoleh dari bahan-bahan pustakan lazimnya dinamakan data sekunder.69

Pada penelitian hukum normatif, data sekunder sebagai sumber atau bahan

informasi dapat menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan

bahan hukum tersier.70

69 Soerjono Soekanto II, op. cit, h. 12.

70

Suratman dan Philips Dillah, op.cit, h. 51.

Page 62: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

62

Dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup71

:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan

terdiri dari norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan,

bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, yurisprudensi, traktat, bahan

hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku seperti

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil

penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.

3. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya

adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.

1.8.3.1 Bahan Hukum Primer.

Menurut Peter Mahmud Marzuki untuk memecahkan isu hukum dan

sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, diperlukan

sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dibedakan menjadi

bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum

primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai

otoritas yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.72

71 Ibid, h.13.

72

Peter Mahmud Marzuki, op.cit, h. 181.

Page 63: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

63

Adapun bahan-bahan hukum primer yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Undang-Undang Dasar 1945.

2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Udang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 125,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4437).

4. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 59, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4844).

5. Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan

Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 No. 59).

6. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perudang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2011 No. 82).

7. Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan

Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 No. 101,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5246).

8. Undang-Undang No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2014 No. 243).

Page 64: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

64

9. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 No. 244);

10. Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 No. 23).

11. Undang-Undang No. 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2015 No. 24).

12. Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-

Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2015 No. 57).

13. Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 No. 58).

14. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014

tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2014 No. 245).

Page 65: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

65

15. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2014

tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2014 No. 246).

16. Peraturan Bersama KPU, Bawaslu dan DKPP No. 13 Tahun 2012, No.

11 Tahun 2011, dan No. 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik

Penyelenggara Pemilu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012

No. 906).

17. Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu No. 1 Tahun

2013 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan

Umum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 No. 1603);

18. Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu No. 2 Tahun

2013 tentang Pemeriksaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara

Pemilihan Umum di Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

2013 No. 1604).

1.8.3.2 Bahan Hukum Sekunder.

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi

buku-buku teks, kamus-kamus hukum, dan komentar-komentar atas putusan

pengadilan. Dalam penelitian ini, bahan-bahan hukum sekunder terdiri atas :

a. Buku-buku hukum (text book);

b. Jurnal-jurnal hukum;

Page 66: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

66

c. Karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam

media massa;

d. Kamus dan ensiklopedi hukum;

e. Kliping koran dan internet.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum.

Bahan hukum yang dikaji dan dianalisis dalam penelitian hukum normatif,

meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik untuk mengkaji dan

mengumpulkan ketiga bahan hukum itu, yaitu menggunakan studi dokumenter.

Studi dokumenter merupakan studi yang mengkaji tentang berbagai dokumen-

dokumen, baik yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan maupun

dokumen-dokumen yang sudah ada.73

Bahan-bahan hukum dalam penelitian ini ditelusuri dan dikumpulkan

dengan melakukan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier. Penelusuran dan

pengumpulan bahan-bahan hukum tersebut dilakukan dengan membaca, melihat,

mendengarkan dan dengan melakukan penelusuran melalui media internet.

1.8.5 Teknis Analisis.

Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dalam

suatu penelitian hukum normatif, digunakan sejumlah teknik analisis yaitu

73 Salim dan Erlies Septiana Nurbani, op. cit, h. 19.

Page 67: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

67

berupa: deskripsi, interpretasi, konstruksi, evaluasi, argumentasi, dan

sistematisasi.74

Dalam penelitian ini digunakan teknik deskripsi, interpretasi, dan evaluasi.

Teknik deskripsi yaitu uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau proposisi-

proposisi hukum atau non hukum. Teknik interpretasi berupa penggunaan jenis-

jenis penafsiran dalam ilmu hukum seperti penafsiran gramatikal, historis,

sistimatis, teleologis, kontektual, dan lain-lain. Sedangkan teknik evaluasi yaitu

penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah,

sah tidak sah oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi, penyataan

rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan hukum primer maupun

bahan hukum sekunder.

Sementara itu menurut Suratman dan Philips Dillah, langkah terakhir

dalam penelitian atau pengkajian hukum normatif adalah melakukan interpretasi

dan konstruksi hukum terhadap bahan hukum. Hal ini merupakan langkah analisis

bahan hukum75

.

Interpretasi merupakan salah satu sarana dari penemuan hukum

(rechtsvinding) yang bertujuan untuk menafsirkan bahan hukum, apakah terdapat

bahan hukum tersebut khususnya bahan hukum primer terdapat kekosongan

hukum, antinomy, dan norma hukum yang kabur. Sedangkan konstruksi hukum

dimaksudkan untuk menjawab suatu isu hukum dengan melakukan proses

analogi, argumentasi a contrario, penyempitan makna hukum (rechtsverfining).

74 Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Fakultas Hukum

Universitas Udayana, Denpasar, h. 76.

75

Suratman dan Philips Dillah, op.cit, h.86-87.

Page 68: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. 3 Perubahan dalam konstitusi tersebut

68

Konstruksi hukum melalui berbagai metode penemuan hukum diperlukan untuk

mengatasi masalah kekosongan hukum (rechtsvacuum).