makalah uud

22

Click here to load reader

Upload: dhenia-bougenville-l

Post on 24-Nov-2015

54 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

uud

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Saat ini ada saja para produsen yang tidak mementingkan kesehatan dan keselamatan konsumennya karena sering kita jumpai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pihak produsen kepada pihak konsumen. Beberapa conohnya seperti, masih banyak ditemukan makanan dan minuman kadaluarsa yang terdapat dalam parcel-parcel. Produk susu China yangmengandung melaminjugasempat menggemparkan masyarakat Indonesia dan China. Zat melaminmemang akan meningkatkan kandungan protein jika dicampurkan dengan susu, namun hal ini tidakmenguntungkan konsumen tapi malah merugikan produsen karena banyak bayi yang mengalami penyakit penyakit seperti gagal ginjal, bahkan tidak sedikit dari mereka yang meniggal dunia setelah mengkonsumsi susu yang mengandung zat melamin ini.Dari kedua contoh diatas kita dapat mengetahui bahwa konsumen lah yang menjadi pihak yang dirugikan. Haltersebut disebabkan mungkin karena kurangnyapengawasan dari pihak pemerintah , polisi dan dinas-dinas terkait setempat. Eksistensi konsumen tidak sepenuhnya dihargai oleh pihak produsen karena tujuanutama dariprodusen adalah memperoleh untung sebanyak-banyaknya dalam jangka pendekbukan jangka panjang.Oleh karena itu saya menyusun makalah ini yang berisi tentang eksistensi hukumperlindungan konsumen dalam dunia usaha.1.2 Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah dalam makalah ini , yaitu :1. Apa yangdimaksud dengan konsumen ?2. Apa saja azas dan tujuan dari perlindungankonsumen?3. Apa saja hak dan kewajiban konsumen?4. Apa saja hak dan kewajiban pelaku usaha ?5. Apa saja perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha ?6. Apa yang dimaksud dengan klausula baku dalam perjanjian ?7. Apa sajakah tanggung jawab pelaku usaha terhadap para konsumennya ?8. Apa saja sanksi sanksi yangdapat dikenakan kepada pihak produsen jikapihak konsumen merasa dirugikan ?

1.3 Tujuan PenulisanAdapun tujuan penulisan makalah ini , yaitu :1. Mengetahuipengertian konsumen dan perlindungan konsumen.2. Mengetahuikarakteristikdari hukumperlindungan konsumen.3. Mengatahui aplikasi hukum perlindungan konsumen di dunia usaha4. Mengetahui hubungan antara asuhan kefarmasian dengan Perundangan undngan konsumen.BAB IITEORI DASAR2.1 Pengertian Konsumen Pengertian konsumen menurut aphilip kotler (2000) dalam bukunya principles of marketing adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi.2.2 Asas dan tujuan perlindungan konsumena. Asas-asas perlindungan konsumenPasal 2 UU PK :b. Asas manfaatAsas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.c. Asas keadilanDapat dilihat di pasal 4-7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.d. Asas KeseimbanganDiharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang dilindungi.e. Asas keamanan dan keselamatan konsumenMemberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakain, dan pemanaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.f. Asas Kepastian HukumBaik konsumen dan pelaku usaha harus mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.g. Tujuan Perlindungan KonsumenPasal 3 UU PK :1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negative pemakain barang atau jasa.3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.4. Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujuur dan bertanggung jawab dalam berusaha.6. Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.2.3 Hak Dan Kewajiban KonsumenPasal 4 Hak konsumen adalah :1. Hak atas kenyaman, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.2. Hak untuk mamilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jamina barang atau jasa.4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan.5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelasain sengketa perlindungan konsumen secara patut.6. Hak untuk pembinaan dan pendidikan konsumen.7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian, apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban konsumen adalah:1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakain atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan.2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen.2.4 Hak Dan Kewajiban Pelaku AsahaPasal 6 Hak pelaku usaha adalah :1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan yang beritikad tidak baik.3. Hak untuk melakukan pembelaan diri di dalam penyelesaian hukum sengketa.4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan. Pasal 7 Kewajiban pelaku usaha asalah :1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.2. Memberikan informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.4. Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu baranga atau jasa yang berlaku.5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu serta member jaminan atau garansi atas barang yang dibuat atau yang diperdagangkan.6. Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.7. Member kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.2.5 Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku UsahaPasal 81. Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa yang : 1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan peruundang-undangan.2. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaiman yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.4. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan bbarang atau jasa tersebut.5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkaan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang atau jasa tersebut.6. Tiidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang atauu jasa tersebut.7. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan atau pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.8. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana mestinya pernyataan halal yang dicantumkan dalam label.9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat atau isi bersih(netto), komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.10. Tidak mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.2. Pelaku usaha diilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa member informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.Pasal 91. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan satu barang atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah olah : a. Barang tersebuut telah memenuhi dan memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.b. Barang tersebut dalam keadaan baik atau baru.c. Barang atau jasa tersebut telah mendapatkan atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, cirri-ciri kerja atau aksesori tertentu.d. Barang atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, afiliasi.e. Barang atau jasa tersebut tersedia.f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi.g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu.h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu.i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang atau jasa lain.j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahayya, tidak mengandung resiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap.k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.l. Barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkanm. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadapa ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang atau jasa tersebut.Pasal 10Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdaganngkan dilarang menawarkan, mempromoosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan menggenai :1. Harga atau tarif barang atau jasa.2. Penggunaan suatu barang atau jasa.3. Kondisi, tanggunagn, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau jasa.4. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.5. Bahaya penggunaan barang atau jasa.Pasal 11Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui atau menyesatkan konsumen dengan :1. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu.2. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi.3. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang yang lain.4. Tidak menyediakan barang dengan juumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain.5. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjial jasa yang lain.6. Menaikan harga atau tarif barang atau jasa sebelum melakukan obral.Pasal 12Pelaku usaha dilarang menawarkan, empromosikan atau mengiklankan suatu barang atau jaa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannyasesuai dengan waktu dan jumlahh yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.Paal 131. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang atau jasa lain secara Cuma-Cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan sebagaimana yang dijanjikannya.2. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan menjanjikan pemberian hadiah berupa barang atau jasa lain.Pasal 14Pelaku usah dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujuka untuk diperdagangkan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk :1. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan.2. Mengumumkan khasilnyya tidak melalui media massa.3. Memberikan hadiah tidak sesuai yang dijanjikan.4. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.Pasal 15Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemakdaan cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.Pasal 16Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui pesanan dilarang untuk :1. Tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang diijanjikan.2. Tidak menepati janji atau suatu pelayanan atau prestasi.Pasal 171. Pelaku periklanan dilarang memproduksi iklan yang : 1. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang atau tariff jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang atau jasa.2. Mengelabui jaminan atau garansi terhadap barang atau jasa.3. Memuat informasi yang keliru, salah., atau tidak tepat mengenai barang atau jasa.4. Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang atau jasa.5. Mengeksploitasu kejadian atau seseorang tanpa izin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.6. Melanggar etika atau kettentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.7. Pelaku usaha periklanan dilarag melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggara ketentuan pada ayat (1).2.6 Klausula Baku Dalam PerjanjianKlausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang engikat dan wajib dipenuhi olehkonsumen. Lazimnnya klausula baku dicantumkan dalam huruf kecil pada kuitansi, faktur atau bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli.Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita harus selalu menegoisasikan syarat dan ketentuannya. Misalnya, jika membeli tiket meninton pertunjukan, apakah wajar untuk menegoisasikan akibat hukum jika pertunjuka itu dibatalkan ? namun demikian, untuk melindungi kepentingan konsumen beberapa jenis klausula baku secara tegas diilarang dalam undang-undang perlindungan konsumen. Klausula baku yang dilarang, ada klausula baku yang diilarang dalam UU PK artinya klausula baku selain itu sah dan mengikat secarra hukum.Klausula baku dilarang mengandung unsur-unsur atau pertanyaan :1. Pengalihan tanggung jawab pelaku usaha (atau pengusaha) kepada konsuumen.2. Hak pengusaha untuk menolak mengembalikan barang yang dibeli konsumen.3. Hak pegusaha untuk menyerahkan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli konsumen.4. Pemberian kuasa dari konsuumen kepada pengusaha untuk melakukan segala tindakan sepihak berkaitan dengan barang yang dibeli secara umum.5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen .6. Hak pengusaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.7. Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan yang dibuat sepihak oleh pengusaha semasa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.8. Pemberian kuasa kepada pengusaha untuk membebankan hak tanggungan, gadai, atau hak jaminan terhadapbarang yang dibeli oleh kosumensecara angsuran pasal 56 UU 8/99.Selain itu, pengusaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihatatau tidak dapat jelas dibaca, aytau yang maksuudnya sulit dimengerti.Jika pengusaha tetap mencantumkan klausula baku yang dilarang tersebut, maka klausula itu batal demi hukum. Artinya klausula itu dianggap tidak pernah ada..2.7 Tanggung Jawab Pelaku Usaha Pasal 191. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian konsumen akibat mengkonsuumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.2. Gani rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang atau jasa sejenis setara ini lainnya, atau perawatan kesehatan atau jasa yang sejenis atau setara ini lainnya, atau perawatan kesehatan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.3. Pergantian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan kesalahan.5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.2.8 Sanksi-Sanksi Jika Produsen Merugikan KonsumenSanksi bagi pelaku usaha menurt UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sanksi perdata ganti rugi dalam bentuk :1. Pengembalian uang2. Penggantian uang3. Perawatan kesehatan4. Pemberian santunan ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi Sanksi administrasi ganti rugi dalam bentuk :Maksimal Rp. 200.000.000, melalui BPSK jika melanggar pasal 19 ayat (2) dan (3), 20,25 sanksi pidana, kurungan :1. Penjara 5 tahun denda Rp. 2.000.000.000, pasal 8,9,10,13 ayat (2),15,17 ayat (1) huruf a, b, c, dan edan pasal 182.2. Penjara 2 tahun denda Rp. 5.000.000.000, pasal 11,12,13,ayat (1),14,16,17 ayat (1) huruf d dan f ketentuan piidana lain (diluar UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen) Jika konsumen luka berat, cacat berat, sakit berat, atau kematian dikenakan 11 hukuman tambahan antara lain :1. Pengumuman keputusan hakim2. Pencabutan izin usaha3. Dilarang memperdagangkan barang dan jasa4. Wajib menarik dari peredaran barang atau jasa.5. Hasil pengawasan diisebarluaskan kepada masyarakat.BAB IIIPEMBAHASANA. Pengertian Asuhan KefarmasianPerkembangan farmasi di rumah sakit Indonesia berjalan lambat dibanding pelayanan kesehatan lainnya, seperti pelayanan medik, perawatan, dan gizi. Farmasi lebih terlihat sebagai proses penyediaan obat sebagai barang daripada sebagai suatu pelayanan profesional. Akan tetapi, sebenarnya intervensi farmasi merupakan bagian dari proses medik (Ahaditomo 1991). Rumusan obat bagi penderita bukan lagi ada atau tidak adanya semacam obat, melainkan juga perlu diketahui apakah obat telah dipilih secara tepat indikasi, tepat dosis, tepat pasien, tepat pemberian, bebas dari interaksi obat yang berbahaya, efek samping obat terkendali, dan tepat harga, terutama bagi penderita miskin.Asuhan kefarmasian merupakan istilah baru yang kita kenal akhir-akhir ini. Konsep asuhan kefarmasian menjadi penting karena meningkatnya biaya kesehatan dan adverse drug reactions dari obat-obat yang diresepkan. Obat menjadi lebih mahal, penggunaannya meningkat, biaya kesalahan penggunaan obat (drug misuse) meningkat, dan efek samping obat/kesalahan obat (adverse event drug misadventure) (Llyoid, 1996). Dalam etika profesi farmasi, para farmasis mempunyai kewajiban untuk melindungi pasien dari kerugiann akibat kecelakaan pemakaian obat yang merugikan. Asuhan kefarmasian adalah konsep yang melibatkan tanggung jawab farmasis yang dapat menjamin terapi optimal terhadap pasien secara individu sehingga pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat. Peran farmasis dalam asuhan kefarmasian di awal proses terapi adalah menilai kebutuhan pasien. Di tengah proses terapi, mereka memeriksa kembali semua informasi dan memilih solusi terbaik bagi DRP (Drug Related Problem) pasien. Di akhir proses terapi, mereka menilai hasil intervensi farmasis sehingga didapatkan hasil optimal dan kualitas hidup meningkat serta hasilnya memuaskan.Tanggung jawab farmasis mirip dengan tanggung jawab profesi kesehatan lainnya, terutama dokter dan perawat yang langsung berhubungan dengan penderita. Tanggung jawab profesi dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu tanggung jawab sosial, tanggung jawab profesional, dan tanggung jawab terhadap penderita dengan meningkatkan asuhan kefarmasian. Tanggung jawab terhadap pasien adalah utama dan perlu dilakukan secara individu, bukan berarti tanggung jawab lainnya tidak penting.

B. Fungsi utama dari Asuhan kefarmasian:1. Identifikasi aktual dan potensial masalah yang berhubungan dengan obat.2. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat.3. Mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan obat.4. Implementasi dari asuhan kefarmasian di rumah sakit dapat dilakukan pada pasien rawat jalan melalui informasi, konseling, dan edukasi untuk obat bebas dan obat yang diresepkan, pemberian label, leaflet, brosur, buku edukasi, pembuatan buku riwayat pengobatan pasien, serta jadwal minum obat. Untuk pasien rawat inap melalui informasi dan konseling pasien masuk/keluar, DIS (Drug Information Service), TDM (Terapeutic Drug Monitoring), TPN (Total Parenteral Nutrition), Drug-Therapy Monitoring, Drug Therapy Management, dsb.C. Pelayanan asuhan kefarmasian meliputi:1. Konsultasi atau wawancara dengan pasien.2. Assesment terapi obat pada pasien.3. Rencana asuhan sampai mengembangkan tujuan terapi yang spesifik.4. Edukasi pasien, rekomendasi dan rujukan.5. Follow up pada pasien.

Untuk melaksanakan pelayanan di atas, diperlukan (Low, 1996):

1. Distribusi/dispensing perbekalan farmasi yang tepat waktu dan akurat.2. Data pasien yang lengkap.3. Informasi obat yang lengkap/memadai.4. Rekaman pemberian obat yang baik dan lengkap.

D. Hubungan Asuhan Kefarmasian dengan UU KonsumenAsuhan kefarmasian adalah sarana yang dapat dipakai oleh para farmasis dalam melaksanakan tugasnya melaksanakan UU Negara No. 8 tahun 1999.Esensi Asuhan Kefarmasian

1. Penderita memerlukan obat2. Farmasis mengindenfitikasi, menyelesaikan, dan mencegah masalah yang berhubungan dengan obat.3. Penderita dan farmasis berkerjasama dalam menyiapkan suatu rencana asuhan kefarmasian.Manfaat Asuhan Kefarmasian1. Mendapat pengalaman yang lebih efisien memantau terapi obat2. Memperbaiki komunikasi dan interaksi antara farmasis dengan profesi kesehatan lainnya3. Membuat dokumentasi kaitan dengan terapi obat.4. Identifikasi, penyelesaian, dan pencegahan masalah yang berkaitan dengan obat (DRP) yang aktual dan potensial.5. Justifikasi layanan farmasi dan assesment kontribusi farmasi terhadap layanan pasien dan hasilnya bagi pasien.6. Memperbaiki produktivitas farmasis.7. Jaminan mutu dalam layanan farmasi secara keseluruhan.8. Bahan masukan untuk membuat Klausula Baku pelayanan farmasi. (standar profesi).

Ada 11 jenis masalah yang dialami penderita berhubungan dengan obat (DRP) yang memerlukan peran farmasis, (ASHP 1994-1995; Low, 1996 dan Winslade dkk, 1996; Nau dan Brushwood, 1998), dan merupakan implementasi dari pelaksanaan UU Negara No. 8, antara lain:1. Pasien memerlukan obat, tetapi indikasi kurang tepat (Untreat ed indications).2. Pasien memerlukan terapi obat, tetapi mendapat obat yang indikasinya tidak ada (Medication use without indication).3. Pasien memerlukan terapi obat, tetapi mendapat obat/produk yang salah (improper drug dosage).4. Pasien memerlukan terapi obat dan menerima dosis obat yang kurang (sub therapeutic dosage).5. Pasien memerlukan terapi obat, tetapi mendapat dosis obat yang berlebihan (overdose) sehingga takut terjadi keracunan.6. Pasien tidak menggunakan obat karena alasan kepatuhan, ekonomi, dan avaibilitas (failure to receive medication).7. Pasien mendapat terapi obat, tetapi mengalami efek samping obat/alergi.8. Pasien mendapat obat, tetapi kemungkinan ada interaksi obat-obatan, obat hasil, obat-makanan, obat-obat tradisional9. Kepatuhan pasien (patient compliance)10. Pemilihan obat yang ekonomis (mis: obat generik)11. Kenyamanan pasien.

E. Manfaat pelayanan asuhan kefarmasian Beberapa peneliti melaporkan bahwa manfaat asuhan kefarmasian antara lain:1. Mencegah terjadinya masalah yang dikaitkan dengan obat (Drug Related Problem/Drug Related Morbidity and Mortality).2. Memperbaiki hasil klinis dari terapi obat.3. Menurunkan angka lamanya penderita dirawat (ALOS).4. Menurunnya biaya perawatan (Hepler dan Strand, 1990).5. Perlindungan terhadap pasien dari kesalahan pemakaian obat.Hubungan Antara Pelayanan Farmasi Satu Pintu dengan Asuhan Kefarmasian. Salah satu cara untuk memudahkan pelayanan asuhan kefarmasian yang komprehensif adalah melalui pelayanan farmasi satu pintu. Misalnya, dalam sistem Unit Dose Dispensing (UDD) bagi pasien rawat inap, dilaksanakan kounseling dan edukasi/informasi obat serta monitoring efek samping obat (MESO). Cara ini juga memungkinkan konsultasi bagi penderita rawat jalan melalui komunikasi telpon/fax/email. Beberapa rumah sakit di Indonesia sudah ada yang menerapkan pelayanan asuhan kefarmasien (RS Fatmawati, RS DR. Soetomo). Namun, jangkauan pelayanan asuhan kefarmasian masih terbatas, misalnya hanya sampai konseling dan pemberian informasi obat, belum rutin setiap hari memonitor penggunaan obat oleh pasien di ward/ruang.Kini, sudah waktunya para farmasis di rumah sakit dan di komunitas dapat mengembangkan pelayanan asuhan kefarmasian sehingga akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi pasien dan memberikan pengalaman profesional asuhan kefarmasian yang dapat memajukan dan mengharumkan nama farmasis di kalangan kesehatan dan masyarakat atau pasien. Anderson (1999) menyatakan perkembangan asuhan kefarmasian dalam manajemen berbagai penyakit, misalnya penyakit infeksi, pernapasan, endokrin, nyeri, psikiatri, dll. Farmasis akan lebih bertanggung jawab dan menyadari pentingnya keterlibatan dalam tim kesehatan yang potensial bersama dokter dan perawat serta ahli gizi. Inilah saat yang tepat untuk dikembangkan satu tim pelayanan kesehatan di rumah sakit, terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan farmasis untuk menggarap pasien di ruangan/ward dalam rangka perlindungan pasien dari kesalahan pengobatan.Asuhan kefarmasian akan memberikan nilai tambah bagi yang terlibat dan sangat diperlukan dalam pengembangan rumah sakit Swadana/Perusahaan Jawatan/BUMD dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit menyongsong era pasar bebas Asia Pasifik (AFTA) nantinya.F. Kendala-Kendala di Lapangana.Farmasis Ketidak siapan dari tenaga farmasis untuk terjun di lapangan karena pembekalan ilmu yang kurang. Hal ini dapat diantisipasi dengan pendidikan formal bidang Farmasi Klinik, seminar, mengikuti pendidikan apoteker berkelanjutan yang diorganisir oleh Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia melalui pelatihan atau kursus yang berkaitan dengan farmasi klinik. Di samping itu, juga pengiriman pelatihan, kursus singkat oleh rumah sakit yang bersangkutan.b.Pelayanan farmasi satu pintu Berdasarkan SK No. 13/MEN/SK/1978 tentang Perbekalan Farmasi, yang termasuk perbekalan farmasi adalah obat, BAKHP, bahan laboratorium, radiologi, alat kesehatan/kedokteran, dan gas medik. Bila dikaitkan dengan SK Dirjen Yanmed No. 0428 YANMED/RSKS/SK/89 pada bagian kedua adalah sebagai berikut:1. Instalasi farmasi adalah penanggung jawab atas pengelolaan obat dan BAKHP di rumah sakit, berkewajiban dan harus mampu mengelola perbekalan farmasi berdaya guna dan berhasil guna.2. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat ayat 1 maka pengadaan obat dan BAKHP didasarkan atas prosedur perencanaan yang baik. Dalam menyusun rencana pengadaan dan pengelolaan perbekalan farmasi, instalasi farmasi rumah sakit menggunakan pemakaian perbekalan farmasi yang berasal dari semua unit dan instalasi rumah sakit.3. Untuk dapat melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelayanan perbekalan farmasi di rumah sakit maka pelayanan perbekalan farmasi harus melalui satu pintu.4. Dengan sistem satu pintu, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3), maka unit distribusi instalasi farmasi rumah sakit (apotek rumah sakit) secara bertahap harus difungsikan sepenuhnya sebagai satu-satunya unit distribusi yang berkewajiban melaksanakan pelayanan obat dan bahan alat habis pakai di rumah sakit.Namun, kenyataan di sejumlah rumah sakit pemerintah, terutama di rumah sakit tipe A, B pendidikan dan non-pendidikan, pelaksanaan ini agak sulit karena kebijakan pemerintah (Depkes) pada tahun-tahun sebelumnya berbeda. Akibatnya, beberapa rumah sakit yang tidak melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu dan terlanjur mengadakan kerjasama dengan apotek pihak ketiga, sulit memutuskan perjanjian kerjasamanya setelah peraturan pelayanan satu pintu di rumah sakit dikeluarkan (1989). Kebanyakan rumah sakit menyadari bahwa hal tersebut bertentangan dengan persyaratan standar akreditasi rumah sakit di samping pada umumnya rumah sakit pemerintah sebenarnya kekurangan dana untuk membiayai operasionalnya. Bantuan dana kesehatan pemerintahan hanya 50--60% dari anggaran rumah sakit. Salah satu revenue center rumah sakit adalah instalasi farmasi (40--70% dari anggaran rumah sakit). Dapat diprediksikan besarnya pemasukan rumah sakit yang diserahkan kepada apotek pihak ketiga. Padahal, sebenarnya hal tersebut dapat dikelola menjadi pemasukkan rumah sakit seluruhnya.Perlu suatu kebijaksaan yang jelas dan tegas dari pemerintah mengenai kerjasama rumah sakit pemerintah dengan apotek pihak ketiga dan sejauh mana keberadaan apotek pihak ketiga di rumah sakit menunjang pelayanan farmasi klinik serta asuhan kefarmasian dalam rangka perlindungan konsumen. Bagaimana sikap pimpinan rumah sakit? Yang jelas, keberadaannya bertentangan dengan persyaratan standar akreditasi rumah sakit untuk pelayanan farmasi dan mengurangi pemasukan rumah sakit. Siapakah yang bertanggung jawab bila terjadi kesalahan obat? Apakah apoteker dari apotek pihak ketiga atau apoteker di bawah instalasi farmasi? Siapa yang akan mengontrol peresepan yang masuk ke apotek pihak ketiga dalam rangka perbaikan formularium rumah sakit, pedoman diagnosa dan terapi serta monitoring efek samping obat. Siapakah yang akan melaksanakan visite/konsultasi farmasi di ward secara rutin dalam rangka perlindungan pasien dari kesalahan obat. Bila pelaksanaan tersebut tetap dikehendaki menjadi tanggung jawab apoteker dari instalasi farmasi maka rumah sakit tidak perlu mengadakan kerjasama dengan apotek pihak ketiga. Tetapi, mencukupkan dan meningkatkan mutu SDM farmasi dalam bidang manajemen barang/uang dan farmasi klinik (jumlah tenaga apoteker di rumah sakit 15% dari tenaga medis: dokter, dokter spesialis, dan dokter gigi).Dengan mengoptimalkan instalasi farmasi melalui pelayanan farmasi satu pintu maka seluruh pendapatan instalasi farmasi menjadi pendapatan rumah sakit yang dapat dimanfaatkan untuk menutupi biaya operasional rumah sakit dan peningkatan mutu SDM. Selain itu, pelaksanaan perlindungan konsumen dapat dilaksanakan lebih efektif sehingga memenuhi standar akreditasi rumah sakit.c. Kebijakan pimpinan rumah sakitPada umumnya, rumah sakit di Indonesia sangat jarang menempatkan farmasisnya di ward/ruangan/bangsal. Namun, dengan berkembangnya sistem Unit Dose Dispensing (UDD) dan asuhan kefarmasian, farmasis harus siap masuk ward dan berinteraksi serta bekerja sama dengan dokter, perawat, dan ahli gizi. Untuk menunjang program ini, sangat perlu sekali kebijaksanaan pimpinan rumah sakit untuk mengkondisikan farmasis masuk ward/ruangan di rumah sakit.d. Tarif visite/konsultasi farmasiSeperti pelayanan lainnya yaitu visite dokter atau konsultasi gizi yang mempunyai tarif, visite farmasi juga perlu diperjuangkan tarifnya. Mungkin ini dapat mengurangi keengganan apoteker belajar dan meningkat ilmunya (farmasi klinik).e. Pusat informasi obatUntuk melaksanakan asuhan kefarmasian, perlu perpustakaan yang cukup dan informasi obat yang terbaru sesuai dengan perkembangan obat yang beredar di pasaran. Selama ini informasi obat banyak diperoleh dari detailman/representative pabrik obat yang bersangkutan di mana informasinya tidak akurat (cenderung promotif). Untuk memperoleh informasi baru, akurat, dan terpercaya, diperlukan biaya yang mahal untuk mengadakan jurnal, teksbook, program internet, dll. Salah satu caranya dengan mengoptimalkan fungsi instalasi farmasi rumah sakit melalui pelayanan satu pintu sehingga sebagian dari surplusnya dapat dipakai untuk mengembangkan pusat informasi obat. Pusat informasi obat ini hal yang sangat vital untuk rumah sakit pendidikan.f. Klausula bakuBelum diciptakan klausula baku dalam memberikan pelayanan jasa di bidang kesehatan/farmasis oleh kalangan pemberi jasa kesehatan/farmasis. Artinya, ada standar baku/standar profesi yang diciptakan oleh para pemberi jasa di bidang kesehatan/farmasi. Dengan demikian, apabila ada tuntutan konsumen/pasien yang dapat menirukan apakah ada pelanggaran terhadap hak konsumen/pasien, terlebih dahulu kasus tersebut harus dilimpahkan ke para ahli di bidang kesehatan, yaitu majelis pertimbangan profesi. Majelis ini menilai apakah pelayanan pemberi jasa kesehatan/farmasi sudah melakukan kesalahan, khususnya yang melanggar klausula baku yang telah ditentukan. Bila pelayanan pemberi jasa sudah dilakukan dengan hati-hati dan teliti serta berdasarkan standar profesi maka apapun hasilyang diperoleh tenaga kesehatan/farmasi yang melayani dan rumah sakit tidak dapat dipersalahkan

BAB IVPENUTUPKesimpulan1. Pelayanan asuhan kefarmasian merupakan sarana dan implementasi dari UU No. 8 tanhun 1999 tentang perlindungan konsumen/pasien terhadap kesalahan obat.2. Pelayanan asuhan kefarmasian adalah sarana untuk memantau kepatuhan para penulis resep yang berdampak pada perampingan jenis item obat yang sama dan harus disediakan di rumah sakit untuk efisiensi dana.3. Peran profesi farmasis yang langsung kepada pasien memberikan manfaat meningkatkan kualitas hidup pasien, menurunkan biaya obat, dan meningkatkan kualitas SDM, terutama bagi farmasisnya sehingga farmasis lebih profesional menjalankan profesi dan lebih percaya diri.Daftar PustakaJ. Guwandi, Hukum Rumah Sakit. IRSJAM KE XIII Tahun 1989Rangkuman Pelatihan Apoteker Pengelola Apotek. Dit.Jen POM Depkes Rl, 1999 Lima Undang Undang Republik Indonesia Tahun 1999 Jakarta. Hal 3-17 Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Kesehatan. Depkes RlRangkuman Diskusi Panel Peningkatan Pelayanan Pharmaceutical Care melalui Pelayanan Satu Pintu di Rumah Sakit Surabaya, 2 Agustus 2000.Loeby Loqman, Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Hubungan Tenaga Kesehatan-Konsumen/Pasien. IRSJAM Edisi ke-51 Tahun 2000, hal: 5,6

.