bab 1 n

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bronkiolitis adalah peradangan pada bronkiolus, yaitu cabang saluran napas yang paling kecil dan paling ujung, yang bersambungan dengan alveolus (jaringan paru). Biasanya, bronkiolitis didahului infeksi saluran napas atas akut, misal, batuk pilek biasa. Proses perjalanan dari batuk pilek biasa hingga menjadi bronkiolitis memakan waktu antara 3-10 hari. 1 Penyebab utama bronkiolitis adalah virus. Adapun yang paling banyak menyerang adalah Respiratory Syncytial Virus atau biasa disingkat RSV. Di Indonesia, ungkap Darmawan, pernah dilakukan studi untuk mengetahui secara persis kuman yang paling sering menyebabkan bronkiolitis. Namun karena kemampuan diagnostik di sini terbatas, belum dapat diambil kesimpulan secara akurat. 2 Bronkitis adalah suatu peradangan pada cabang tenggorok (bronchus) (saluran udara ke paru-paru). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius. 2 1.2 Tujuan Penulisan

Upload: erick-iyeth

Post on 09-Jul-2016

216 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: bab 1 n

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bronkiolitis adalah peradangan pada bronkiolus, yaitu cabang saluran

napas yang paling kecil dan paling ujung, yang bersambungan dengan alveolus

(jaringan paru). Biasanya, bronkiolitis didahului infeksi saluran napas atas akut,

misal, batuk pilek biasa. Proses perjalanan dari batuk pilek biasa hingga menjadi

bronkiolitis memakan waktu antara 3-10 hari.1

Penyebab utama bronkiolitis adalah virus. Adapun yang paling banyak

menyerang adalah Respiratory Syncytial Virus atau biasa disingkat RSV. Di

Indonesia, ungkap Darmawan, pernah dilakukan studi untuk mengetahui secara

persis kuman yang paling sering menyebabkan bronkiolitis. Namun karena

kemampuan diagnostik di sini terbatas, belum dapat diambil kesimpulan secara

akurat.2

Bronkitis adalah suatu peradangan pada cabang tenggorok (bronchus)

(saluran udara ke paru-paru). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada

akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit

menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia

lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.2

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan tinjauan pustaka ini, diharapkan mahasiswa

mampu memahami dan menjelaskan tentang definisi bronkiolitis, etiologi

bronkiolitis, patofisiologi bronkiolitis, klasifikasi dan manifestasi klinis,

diagnosis, diagnosis banding, penatalaksaanaan, komplikasi, dan

pencegahan bronkiolitis.

1.2.2 Tujuan Khusus

Setelah mempelajari tinjauan pustaka ini, diharapkan

mahasiswa mampu:

a. Memahami dan menjelaskan definisi bronkiolitis

b. Memahami dan menjelaskan etiologi bronkiolitis

c. Memahami dan menjelaskan patofisiologi bronkiolitis

Page 2: bab 1 n

d. Memahani dan menjelaskan klasifikasi dan manifestasi klinis

bronkiolitis

e. Memahami dan menjelaskan diagnosis bronkiolitis

f. Memahami dan menjelaskan diagnosis banding bronkiolitis

g. Memahami dan menjelaskan penatalaksaanaan bronkiolitis

h. Memahami dan menjelaskan komplikasi bronkiolitis

i. Memahami dan menjelaskan pencegahan bronkiolitis

Page 3: bab 1 n

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anatomi Fisiologi

Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung

oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung

CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Fungsi dari sistem pernapasan

adalah untuk mengambil O2 yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh

untuk mengadakan pembakaran, mengeluarkan CO2 hasil dari metabolisme.3

Gambar 2.1. Anatomi Pernapasan Manusia

a. Hidung

Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang

dipisahkan oleh sekat septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk

menyaring udara, debu dan kotoran. Selain itu terdapat juga konka nasalis

inferior, konka nasalis posterior dan konka nasalis media yang berfungsi untuk

mengahangatkan udara.3

Page 4: bab 1 n

b. Faring

Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan

makanan. Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang rongga hidung, dan

mulut sebelah depan ruas tulang leher. Di bawah selaput lendir terdapat jaringan

ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening.3

c. Laring

Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara.

Terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk

ke dalam trakea di bawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita

suara dan bagian epiglotis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis.3

d. Trakea

Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 – 20 cincin yang

terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang berfungsi untuk

mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah dalam diliputi oleh

selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, yang berfungsi untuk

mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.3

e. Bronkus

Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian

vertebra thorakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan

dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek

daripada bronkus kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus

kiri terdiri dari 9 – 12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang

lebih kecil dinamakan bronkiolus, disini terdapat cincin dan terdapat gelembung

paru yang disebut alveolli.3

f. Paru-paru

Page 5: bab 1 n

Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembung-

gelembung. Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam darah

dan CO2 dikeluarkan dari darah.3

2.2 Bronkiolitis

2.2.1 Definisi

Bronkhiolitis adalah penyakit IRA – bawah yang ditandai dengan adanya

inflamasi pada bronkiolus. Yang sering di derita bayi dan anak kecil yang

berumur kurang dari 2 tahun. Angka kejadian tertinggi rata-rata ditemukan pada

usia 6 bulan..Secara klinis ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada

dan wheezing. Bronkhiolitis bisa disertai dengan superinfeksi bakteri.2

Gambar 2.2. Edema Bronchus pada Bronchiolitis

2.2.2 Epidemiologi

Bronkiolitis sering mengenai anak usia di bawah 2 tahun dengan insiden

tertinggi pada bayi umur 6 bulan. Pada daerah yang penduduknya padat insiden

bronkiolitis oleh karena RSV terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda umur

bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang

menderita bronkiolitis berat mungkin terjadi oleh karena kadar antibodi maternal

(Maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan

penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan

neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk

Page 6: bab 1 n

terjadinya penyakit yang lebih berat. Penyakit ini menimbulkan morbiditas

infeksi saluran napas bawah terbnyak pada anak.2

Di negara dengan 4 musim, epidemiologi bronkiolitis menunjukkan

puncak yang tajam setiap tahun pada musim dingin antara bulan januari dan maret

sampai awal musim semi dan di negara tropis banyak ditemukan pada musim

hujan. Faktor yang memicu bronkiolitis RSV meningkat setiap musim dingin

belum diketahui. Persentase rendah kasus bronkiolitis ditemukan pada musim

panas.1

Insiden infeksi Respiratory Synctial Virus (RSV) sama pada laki-laki dan

wanita, namun bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-laki. Faktor resiko

terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi

rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, rendahnya antibodi

maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapat air susu ibu (ASI). Sekitar

70% kasus bronkiolitis pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat

di rumah sakit, sedangkan sisanya biasanya dapat dirawat di poliklinik.2

2.2.3 Etiologi

Penyebabnya adalah RSV (respiratory syncytial virus). Virus lainnya yang

menyebabkan bronkiolitis adalah parainfluenza, influenza dan adenovirus. Virus

ditularkan melalui percikan ludah. Meskipun pada orang dewasa RSV hanya

menyebabkan gejala yang ringan, tetapi pada bayi bisa menyebabkan penyakit

yang berat.2

RSV adalah penyebab utama bronkiolitis dan merupakan satu-satunya

penyebab yang dapat menimbulkan epidemi. Virus RSV lebih virulen daripada

virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak bertahan lama. Penyakit ini

merupakan infeksi nosokomial yang paling sering dalam bangsal pediatrik, dan

infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan gejala klinis. Virus ini

ditemukan dengan cara kultur, enzyme immunoassay (EIA) atau dengan tes

serologik pada pasien yang dirawat di RS.2

Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus.

Hal ini karena antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4-6 minggu

kehidupan, kemudian akan menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi

terhadap infeksi saluran napas bawah, terutama terhadap virus. Bakteri sangat

Page 7: bab 1 n

jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Latar belakang genetik tidak begitu

jelas.2

2.2.4 Patofisiologi

RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350

nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang

merupakan bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G

(attachment protein) yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang

menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua

protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua

macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala

yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Sebagian besar

infeksi saluran napas ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus

RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak

tahun-tahun pertama kehidupan akan bermanifestasi berat.6

Gambar 2.3. Saluran Pernapasan Anak

Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring

kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui

penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi

Page 8: bab 1 n

nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan

replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran

patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas

menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam

lumen bronkiolus.7

Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier,

mukus tertimbun di dalam bronkiolus. Kerusakan sel epitel saluran napas juga

mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga

dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan

kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas

juga meningkatkan ekpresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan

produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi,

bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran

nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas.6

Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu,

menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta

meningkatkan shunt. Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan

kerja sistem pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi,

atelektasis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas. Karena

resistensi aliran udara saluran nafas berbanding terbalik dengan diameter saluran

napas pangkat 4, maka penebalan dinding bronkiolus sedikit saja sudah

memberikan akibat cukup besar pada aliran udara. Apalagi diameter saluran napas

bayi dan anak kecil lebih sempit. Resistensi aliran udara saluran nafas meningkat

pada fase inspirasi maupun pada fase ekspirasi. Selama fase ekspirasi terdapat

mekanisme klep hingga udara akan terperangkap dan menimbulkan overinflasi

dada. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2 kali di atas normal.

Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi total. Proses patologik ini menimbulkan

gangguan pada proses pertukaran udara di paru, ventilasi berkurang, dan

hipoksemia. Pada umumnya, hiperkapnia tidak terjadi kecuali pada keadaan yang

sangat berat.7

Page 9: bab 1 n

Gambar 2.4. Proses Patomekanisme Bronchiolitis

Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa jarang mengalami

bronkiolitis bila terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi antara paru-paru bayi

muda dan anak yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi terhadap hal ini.

Respon proteksi imunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak lengkap.

Infeksi yang berulang pada saluran napas bawah akan meningkatkan resistensi

terhadap penyakit. Akibat infeksi yang berulang-ulang, terjadi cumulatif immunity

sehingga pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih tahan

terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV. Fase penyembuhan

bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalm 3-4 hari,

sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat mencapai 15 hari.2

Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus

dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat

sampai 15 hari . Ada 2 macam fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi

virus saluran napas dan asma: (1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau

anak keci seringkali disertai wheezing. (2) Penderita wheezing berulang yang

disertai dengan penurunan tes faal paru, ternyata seringkali mengalami infeksi

virus saluran napas pada saat bayi/usia muda. Infeksi RSV dapat menstimulasi

respon imun humoral dan selular. Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan

Page 10: bab 1 n

dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun yang lebih

buruk.6

Glezen dkk (dikutip dari Bar-on, 1996) mendapatkan bahwa terjadi

hubungan terbalik antara titer antibodi neutralizing dengan resiko reinfeksi. Tujuh

puluh sampai delapan puluh persen anak dengan infeksi RSV memproduksi IgE

dalam 6 hari perjalanan penyakit dan dapat bertahan sampai 34 hari. IgE-RSV

ditemukan dalam sekret nasofaring 45% anak yang terinfeksi RSV dengan mengi,

tapi tidak pada anak tanpa mengi. Bronkiolitis yang disebabkan RSV pada usia

dini akan berkembang menjadi asma bila ditemukan IgE spesifik RSV.6

2.2.5 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang

encer dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai

demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai

oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel,

muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak

dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas

yang ringan. Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan

bahkan ada yang mengalami hipotermi.1

Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit,

kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas

cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya

tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru).

Terdapat ekspirasi yang memanjang, wheezing yang dapat terdengar dengan

ataupun tanpa stetoskop. Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma

karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Ronkhi nyaring halus kadang-kadang

terdengar pada akhir inspirasi atau pada permulaan ekspirasi. Pada keadaan yang

berat sekali suara pernafasan hampir tidak terdengar karena kemungkinan

obstruksi hamper total. Ekspirasi memanjang dan mengi kadang-kadang terdengar

dengan jelas.1

Page 11: bab 1 n

Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan skala klinis. Digunakan

berbagai skala klinis, misalnya Respiratory Distress Assessment Instrument

(RDAI) atau modifikasinya yang mengukur laju pernafasan/respiratory rate (RR),

usaha nafas, beratnya wheezing dan oksigenasi.2

Skala klinis yang digunakan Abul – Ainine dan Luyt adalah :

1. Respiratory Rate (RR) : dihitung manual, baik dengan palpasi dan melihat

gerakan dada, dilakukan selama 1 menit penuh, dua kali perhitungan

diambil rata-ratanya.

2. Heart Rate (HR) diambil dari pulse oxymetri yang dibaca lima kali selama

pengamatan 1 menit, diambil rata-ratanya.

3. Saturasi O2 : dari pulse oxymetri yang dibaca lima kali selama pengamatan

1 menit, diambil rata-ratanya.

4. Respiratory clinical status yang dinilai menggunakan RDAI menurut

Lowell dkk.

5. Status aktivitas bayi (empat tingkat : tidur, tenang, rewel dan menangis).

Sedangkan Shuh, yang diadaptasi oleh Dobson, menilai skor klinis sebagai

berikut :

1. Keadaan umum : diberi skor 0 (tidur) hingga 4 (sangat

rewel)

2. Penggunaan otot bantu nafas : Skor 0 (tidak ada retraksi)

hingga 3 (retraksi berat)

3. Wheezing : skor 0 (tidak ada) hingga 3 (wheezing hebat

inspiratorik dan ekspiratorik).

Atas dasar frekuensi nafas dan keadaan umum bronkiolitis dibagi menjadi:

bronkiolitis ringan dan bronkiolitis berat (R ≥ 60 x/ menit).

Berdasarkan gejala klinis, bronkiolitis juga dibagi menjadi bronkiolitis

ringan, sedang, berat dengan tanda sebagai berikut:

Page 12: bab 1 n

Tabel 2.1. Klasifikasi Bronkiolitis berdasarkan gejala klinis

Bronkiolitis

Ringan Sedang Berat

     Kemampuan untuk makan

normal

     Sedikit atau tidak ada

gangguan pernafasan

     Tidak kebutuhan akan

oksigen tambahan (saturasi

O2 > 95 %

      Gangguan pernafasan

sedang dengan

beberapa kontraksi

dinding dada dan nafas

cuping hidung

      Hipoksemia ringan dan

dapat dikoreksi dengan

oksigen

      Mungkin

menampakkan

pernafasan yang pendek

ketika makan

      Mungkin memiliki

episode apnoe yang

singkat

        Tidak dapat untuk

makan

        Gangguan pernafasan

berat, dengan retraksi

dinding dada yang jelas,

nafas cuping hidung dan

dengkuran.

        Hipoksemia yang tidak

terkoreksi dengan

oksigen tambahan

        Mungkin terdapat

peningkatan frekuensi

atau episode apnoe yang

panjang.

        Mungkin menampakkan

peningkatan kelelahan.

2.2.6 Diagnosis

Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan

adanya epidemi RSV di masyarakat . Kriteria bronkiolitis terdiri dari:

1) wheezing pertama kali.

2) umur 24 bulan atau kurang

3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk,

pilek, demam.

4) menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan

wheezing.2

Page 13: bab 1 n

Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory

Distress Assessment Instrument (RDAI), yang menilai distres napas berdasarkan 2

variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor lebih dari 15 dimasukkan

kategori berat, bila skor kurang 3 dimasukkan dalam kategori ringan.2

Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif dan berguna untuk

menilai derajat keparahan penderita. Saturasi oksigen < 95% merupakan tanda

terjadinya hipoksia dan merupakan indikasi untuk rawat inap.2

Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal. Pada

pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk

batang. Kim dkk (2003) mendapatkan bahwa ada subgrup penderita bronkiolitis

dengan eosinofilia.17 Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia

akibat V/Q mismatch dan asidosis metabolik jika terdapat dehidrasi.Gambaran

radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat

paru-paru mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang

tersebar, mungkin atelektasis (patchy atelectasis ) atau pneumonia (patchy

infiltrates).4

Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan

diafragma tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan

hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung yang menyempit, jantung

terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada

bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah paru

tampak tersebar. Bayi-bayi dengan bronkiolitis mengalami wheezing untuk

pertama kalinya, berbeda dengan asma yang mengalami wheezing berulang.4

Page 14: bab 1 n

Gambar 2.5. Gambaran Radiologi Penderita Bronchiolitis

Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan

aspirasi atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi

memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50%

kasus. Ada cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan

menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini

adalah 80-90%.4

2.2.7 Diagnosis Banding

Dalam penegakan diagnosis bronkiolitis, perlu memperhatikan manifestasi

klinis yang dapat menyerupai penyakit lain. Diagnosis banding sebaiknya

dipikirkan, misalnya asma bronkiale serangan pertama, bronkhitis, gagal jantung

kongestif, edema paru, pneumonia, aspirasi benda asing, refluks gastroesophageal,

sistik fibrosis, miokarditis, pneumothorak, pertussis.6

2.2.8 Penatalaksanaan

Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga

sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu

pemberian oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan

Page 15: bab 1 n

cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan

respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator,

antiinflamasi seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan

dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline (polyclnal) atau humanized RSV

monoclonal antibody (palvizumad).5

Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan

peroral yang adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat

inap. Penderita resiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari

3 bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis,

defisiensi imun, distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah terapi

suportif, mencegah dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan pemberian

antivirus.4

Manajemen dasar pengobatan bronkiolitis adalah meyakinkan pasien

secara klinis stabil, oksigenasi baik dan hidrasi baik. Manfaat utama dari rawat

inap bagi pasien dengan akut bronkiolitis adalah :

Pengawasan yang hati-hati terhadap status klinis

Pemantauan saluran nafas (melalui penempatan posisi, pengisapan dan

pembersihan cairan).

Pemantauan hidrasi cairan tubuh yang adekuat

Edukasi orang tua.

Untuk mendukung pasien anak

Untuk mendeteksi dan mengobati komplikasi yang mungkin timbul

Untuk mencegah penyebaran infeksi terhadap pasien lain dan pegawai

Untuk pengobatan menggunakan antivirus yang spesifik jika terdapat

indikasi.4

Indikasi-indikasi untuk perawatan di rumah sakit :

Tanda klinis gangguan pernafasan atau tanda kelelahan

Apnoe

Ketidakmampuan untuk makan

Keadaan sosial khusus

Hypoxemia

Page 16: bab 1 n

Pasien dengan kondisi dasar medis.4

Pengobatan Suportif

A.    Pengawasan

Untuk pasien yang dirawat inap penting dilakukan pengawasan sistem

jantung paru dan jika ada indikasi dilakukan pemasanag pulse oxymetri.5

B.     Oksigenasi

Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia,

sehingga memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi

ventilasi paru-paru. Pemberian oksigen tambahan direkomendasikan ketika

saturasi oksigen menetap dibawah 91% dan dihentikan ketika saturasi oksigen

menetap diatas 94%. Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 – 40 % sering

digunakan untuk mengoreksi hipoksia. Gunakan nasal kanul (dengan kecepatan

maksimun 2L/m) masker muka atau kotak kepala.5

Gambar 2.6. Oksigenasi

Jika mungkin gunakan oksigen yang dilembabkan. Jika hipoksemia

menetap dengan atau tanpa distress berat, meskipun sudah diberikan oksigen

dengan kecepatan tinggi, maka segera lakukan permintaan untuk penangan ICU

anak dengan pemasangan ventilator.5

C.     Pengaturan Cairan

Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi akiba

keluarnya cairan lewat evaporasi, karena pernafasan yang cepat dan kesulitan

minum. Jika tidak terjadi dehidrasi diberikan cairan rumatan. Berikan tambahan

Page 17: bab 1 n

cairan 20 % dari kebutuhan rumatan jika didapatkan demam yang naik turun atau

menetap (suhu > 38,5  0C). Cara pemberian cairan ini bisa secara intravena atau

pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus hati-hati pemberian cairan

lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak nafas, akibat

lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma ke paru-paru. Selain itu harus

dicegah terjadinya overload cairan. Lakukan pemeriksaan serum elektrolit dan

jika mendapatkan nilai yang tidak normal lakukan penggantian dengan cairan

elektrolit.5

Pengobatan Medikamentosa

A.    Antivirus (Ribavirin)

Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat

untuk mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin adalah

obat antivirus yang bersifat virus statik. Tetapi, penggunaan obat ini masih

kontroversial mengenai efektivitas dan keamanannya. The American of Pediatric

merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan diperkirakan penyakitnya

menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan jantung,

fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada bayi-bayi

premature. Ada beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan ribavirin pada

penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung dapat menurunkan angka kesakitan

dan kematian jika diberikan pada saat awal. Penggunaan ribavirin biasanya

dengan cara nebulizer aerosol 12-18 jam per hari atau dosis kecil dengan 2 jam 3

x/hari.5

B.     Bronkodilator

Peran bronkodilator sampai saat ini masih kontroversial. Secara umum

jangan gunakan bronkodilator pada pasien anak dengan usia dibawah 6 bulan.

Bronkodilator juga tidak dianjurkan dan sebetulnya merupakan kontra indikasi

karena dapat memperberat keadaan anak. Penderita dapat menjadi lebih gelisah

dan keperluan oksigen akan meningkat.5

Bronkodilator digunakan secara luas untuk bayi dengan bronkiolitis, yaitu

sekitar 68-96% bayi dipusat pelayanan pediatrik tersier di Kanada. Pada survey

yang dilakukan pada 88 pusat pelayanan pediatrik di Eropa, 54 pusat pelayanan

Page 18: bab 1 n

melaporkan penggunaan bronkodilator pada semua pasien dengan bronkiolitis,

dan 15 pusat pelayanan melaporkan hanya menggunakan bronkodilator pada

pasien dengan resiko tinggi. Di Inggris dan Australia, penggunaan bronkodilator

lebih jarang.5

Wohl dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran

respiratory adalah inflamasi dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan

mukosa, serta kolapsnya saluran respiratori kecil pada bayi dengan bronkiolitis,

sehingga pendekatan logis terapi adalah kombinasi α-adrenergik dan agonis β-

adrenergik.5

Kelebihan epinefrin dibandingkan dengan bronkodilator β-adrenergik selektif

adalah :

Kerja konstriktor α-adrenergik yang merupakan dekongestan mukosa,

membatasi absorbsinya dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan

sedikit efek pada ventilation perfusing matching.

Relaksasi otot bronkus karena efek β-adrenergik

Kerja β-adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi

Efek fisiologik antihistamin yang melawan efek histamin seperti edema

Mengurangi sekresi kataral.

Beta – agonis masih sering digunakan dengan alasan 15 – 25 % pasien

bronkiolitis nantinya akan menjadi asma. Inhalasi β2-agonis diberikan satu kali

sebagai trial dose. Karena efek akan tampak dalam 1 jam, maka dosis ulangan

akan diberikan bila pasien menunjukkan perbaikan klinis fungsi paru yang jelas

dan menetap.5

C.     Kortikosteroid

Tentang pemberian kortikosteroid masih belum ada keseragaman. Masing-

masing negara melakukan pemberian kortikosteroid disesuaikan dengan masing-

masing Panduan Nasional maupun konsensus yang berdasarkan bukti. Untuk

pasien rawat jalan dengan akut bronkiolitis pemberian steroid sistemik mungkin

dapat dipertimbangkan tetapi total pemberian tidak lebih dari 5 hari. Untuk pasien

rawat inap steroid sistemik tidak rutin diberikan tergantung dari studi penelitian.

Sedangkan untuk penanganan pasien pada intensive care unit dengan bronkiolitis

Page 19: bab 1 n

berat pemberian steroid sistemik dapat dipertimbangkan. Sedangkan pemberian

steroid inhalasi (budesonide & Fluticasone) sangat sedikit evidence based yang

merekomendasikan.5

D.    Antibiotik

Pemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis,

karena sebagian besar disebabkan oleh virus, kecuali jika ada tanda-tanda infeksi

sekunder dan diberikan antibiotik spektrum luas. Pemberian antibiotik justru akan

meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik

tersebut. Antibiotik bila dicurigai adanya infeksi bakteri dapat digunakan

ampisilin 100-200 mg/kgBB/hr secara intravena dibagi 4 dosis. Bila ada

konjungtivitis dan bayi berusia 1 – 4 bulan kemungkinan sekunder oleh

Chlamidia trachomatis.5

Pengobatan Intensive Care Unit

Dilakukan konsultasi untuk perawatan pada ICU anak jika :

Terjadi progresivitas untuk gangguan pernafasan berat terutama pada

kelompok yang beresiko.

Terdapat episode apnoe yang signifikan dengan gangguan saturasi atau

adanya frekuensi pernafasan pendek lebih dari 15 detik.

Saturasi oksigen rendah yang menetap

Ketika pemeriksaan analisa gas darah telah selesai dan menggambarkan

gangguan pernafasan dimana pada darah arteri didapatkan : pO2 < 80

mmHg; pCO2 > 50 mmHg; pH < 7,25.5

Tabel 2.2. Penatalaksanaan Bronkiolitis Berdasarkan Berat Ringannya Gejala

Bronkiolitis

Ringan Sedang Berat

    Tidak memerlukan

penilaian lebih lanjut

     Perawatan dirumah, jika

orang tua pasien

      Perawatan di rumah sakit

      Berikan oksigen

sehingga saturasi oksigen

> 93 %

        Perawatan di rumah

sakit

        Pemberian oksigen

sampai saturasi oksigen >

Page 20: bab 1 n

mampu dan sudah

dijelaskan serta

mempunyai kendaraan.

     Berobat ulang ke dokter

setelah 2 – 3 hari

kemudian

      Pertimbangkan

pemberian cairan

intravena

      Pengamatan seksama

terhadap perburukan

kondisi

      Foto thorak

      Aspirasi nasopharyngeal

untuk virus

imunoflurorecency dan

kultur

95 %

        Pengamatan seksama

untuk antisipasi

kemungkinan

memerlukan intubasi dan

pemakaian ventilator

        Berikan cairan intravena

        Monitor system

cardiorespiratori

        Foto thorak

        Aspirasi nasopharyngeal

untuk virus

imunoflurorecency dan

kultur

        Pertimbangkan

pengawasan gas

pembuluh darah arteri

        Pertimbangkan untuk

konsultasi perawatan

ICU anak.

Kriteria Pulang

Pasien direkomendasikan pulang dengan kriteria :

- Status pernafasan

Laju pernafasan kurang dari 70 kali dalam 1 menit dan tidak didapatkan

tanda klinis usaha pernafasan lebih

Orang tua dapat membersihkan saluran pernafasan anak dengan

menggunakan alat sedot gelembung.

Pasien dapat berada dalam ruang dengan udara bebas dengan oksigen

terapi yang stabil.

Page 21: bab 1 n

Saturasi oksigen harus lebih dari 90% tanpa pemberian oksigen tambahan

kecuali anak dengan penyakit paru kronis, penyakit jantung atau

mempunyai faktor resiko lain harus dilakukan diskusi terlebih dahulu

dengan konsultan.

- Status nutrisi

Pasien dapat makan melalui mulut pada tingkatan dapat mencegah

dehidrasi

- Sosial

Peralatan dirumah mampu untuk digunakan dalam perawatan dirumah

Orang tua atau penjaga anak mampu untuk melakukan perawatan

dirumah

Dilakukan edukasi keluarga yang lengkap

- Peninjauan lebih lanjut

Ketika ada indikasi, perawat rumah dan penyedia alat medis harus

melukakan visit terakhir.

Pemberi pertolongan utama harus memberikan persetujuan untuk

pemulangan

Janji untuk peninjauan lebih lanjut harus dilakukan.5

Edukasi Keluarga

Dilakukan pada saat pasien akan dipulangkan. Yaitu dengan memberitahukan :

Informasi mengenai penyakit bronkiolitis

Bagaimana cara membersihkan jalan nafas dengan menggunakan

penghisap gelembung.

Segera memanggil bantuan atau membawa pasien ke rumah sakit kembali

jika didapatkan gangguan pernafasan

Cara pencegahan penyakit dan penyebarannya dengan menghindari anak

dari paparan asap rokok ataupun zat yang mengiritasi lainnya, melakukan

cuci tangan, dll.5

2.2.9 Komplikasi

Page 22: bab 1 n

Komplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari

penatalaksanaan penyakit sebelumnya.  Pada beberapa kasus didapatkan adanya

gangguan fungsi paru yang menetap, dimana timbulnya whezing berulang dan

hiperaktifitas bronkial. Komplikasi seperti otitis media akut, pneumonia bakterial

dan gagal jantung jarang dijumpai. Beberapa studi kohort menghubungkan infeksi

bronkiolitis akut berat pada bayi akan berkembang menjadi asma. Suau studi

kohort prospektif menemukan bahwa 23 % bayi dengan riwayat bronkhiolitis

berkembang menjadi asma pada usia 3 tahun, dibandingkan dengan 1 % pada

kelompok kontrol.6

2.10 Pencegahan

Langkah preventif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian

imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi pasif dapat dilakukan dengan pemberian

gammaglobulin yang mengandung titer antibodi protektif tinggi, (respigrama).

Dosis yang dianjurkan 750 mg/KgBB setiap bulan, diberikan secara intravena

pada anak dibawah umur 24 bulan. Indikasi lain adalah bayi yang lahir dengan

umur kehamilan < 35 minggu dan bayi dengan displasia bronchopulmonari.

Produk lain adalah antibodi kelas IgA monoklonal yang diberikan melalui tetes

hidung setiap hari dan antibodi kelas IgG monoklonal yang diberikan secara

intramuscular setiap bulan.6

Pendekatan profilaksis pada populasi resiko tinggi adalah meningkatkan

(augmentation) antibodi yang menetralisasi protein F dan G dengan cara

pemberian dari luar dan imunisasi dari ibu. Pada manusia, efek imunoglobulin

yang mengandung neutralizing antibody titer tinggi atau monoklonal terhadap

protein F akan mengurangi beratnya penyakit. Bila pada bayi premature atau bayi

dengan penyakit paru kronis diberikan RSV hyperimmune globulin atau antibodi

monoklonal terhadap protein F yang disebut dengan Palizumab setiap bulan,

diberikan secara intramuskular setiap hari, lama perawatan RSV akan berkurang

secara bermakna. Akan tetapi resiko efek samping kemungkinan meningkat pada

bayi dengan penyakit jantung sianotik.6

Sesudah penelitian dengan vaksin inaktif, dikembangkan vaksin live

attenuated. Vaksin RSV pertama, yang terdiri dari cold – passaged mutan, efektif

Page 23: bab 1 n

untuk orang dewasa, tetapi pada anak terlalu virulen dan tidak stabil karena dapat

berubah menjadi virus biasa kembali. Kemudian dari permukaan glikoprotein

murni, dikembangkan DNA dan peptik sintetik. Vaksin live – attenuated

mempunyai kelebihan, yaitu dapat diberikan intranasal dan menginduksi imunitas

mukosa dan sistemik.6

Selain itu dilakukan pencegahan penyebaran silang dari virus RSV. RSV

menyebar melalui hidung/muka ke tangan atau muka dari individu lain, sehingga

perlu dilakukan prosedur cuci tangan yang baik terhadap perawat, pegawai

maupun orang tua pasien untuk meminimalisir masalah tersebut. Dan hindari

perawatan pasien anak dengan bronkiolitis (RSV positif atau sedang menunggu

hasil) dengan anak-anak yang mempunyai resiko tinggi tertular RSV.6

2.11 Prognosis

Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan

penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas). Anak

biasanya dapat mengatasi serangan tersebut sesudah 48 – 72 jam. Mortalitas

kurang dari 1 %. Anak biasanya meninggal karena jatuh ke dalam apneu yang

lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang

disebabkan oleh takipneu dan kurang makan-minum.7

Page 24: bab 1 n

BAB 3

KESIMPULAN

Bronkhiolitis adalah penyakit IRA – bawah yang ditandai dengan adanya

inflamasi pada bronkiolus. yang sering di derita bayi dan anak kecil yang berumur

kurang dari 2 tahun. Bronkiolitis sebagian besar disebabkan oleh Respiratory

syncytial virus(RSV), penyebab lainnya adalah parainfluenza virus, Eaton agent

(mycoplasma pneumoniae), adenovirus dan beberapa virus lainnya. tetapi belum

ada bukti kuat bahwa bronkhiolitis disebabkan oleh bakteri.

Bronkiolitis secara klinis ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi

dinding dada dan wheezing. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya,

berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya epidemi RSV di

masyarakat

Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga

sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu

pemberian oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan

cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan

respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu baru pemberian medikamentosa

SARAN

Tim penulis menerima setiap kritik dan saran yang membangun dari para

pembaca demi kesempurnaan karya tulis ilmiah tentang Bronkiolitis.

Page 25: bab 1 n

DAFTAR PUSTAKA

1. Herry Garna, Prof, dr. Sp.A(K), Ph.D, Heda Melinda D. Nataprawira, dr.

Sp.A(K),2005. Bronkhiolitis dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi, Ilmu

Kesehatan Anak, Edisi Ke -3, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Padjajaran

2. Rahajoe Nasiti, N. Bambang Supriyatno. Darmawan Budi Setyanto.

2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta: Badan

Penerbit IDAI

3. K, Kendall. Tao L. 2012. Sinopsis Organ System Pulmologi. Jakarta:

Binarupa Aksara

4. Pusponegoro Hardono D, dkk, 2005. Standar Pedoman Medis Kesehatan

Anak. Edisi Pertama. Jakarta. Badan Penerbit IDAI

5. Doenges, Marilynn E, 1992. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3,

Jakarta: ECG

6. Ginageh, 2011. Penyakit Bronkitis.

http://ginageh.wordpress.com/2011/09/30/penyakit-bronkitis/. di akses

tanggal 30 oktober 2013 Pukul 15.00 WIB

7. Xamthone, 2010. Bronkitis. http://xamthone-plus.com/bronkitis. di akses

tanggal 30 oktober 2013 Pukul 15.00 WIB