bab ii n iii

25
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat- Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul ”VITILIGO”. Ucapan terima kasih penulis kepada dr. Frida Adelina Ginting, Sp. KK atas bimbingan dalam penulisan referat ini. Tujuan penulisan referat ini adalah dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati - Rumah Sakit Umum Kabanjahe Medan. Penulis menyadari referat ini masih memiliki kekurangan, untuk itu kritik dan saran penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan penulisan referat ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Medan , Febuari 2015 1

Upload: jude-beck

Post on 13-Nov-2015

239 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

kulit

TRANSCRIPT

KATA PENGANTARPuji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat- Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul VITILIGO. Ucapan terima kasih penulis kepada dr. Frida Adelina Ginting, Sp. KK atas bimbingan dalam penulisan referat ini.

Tujuan penulisan referat ini adalah dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati - Rumah Sakit Umum Kabanjahe Medan.

Penulis menyadari referat ini masih memiliki kekurangan, untuk itu kritik dan saran penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan penulisan referat ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan , Febuari 2015

Penulis

BAB I

PENDAHULUANVitiligo ialah kelainan pigmentasi yang didapat pada kulit dan membran mukosa, yang ditandai dengan makula hipopigmentasi dengan batas yang tegas dengan patogenesis yang kompleks. Asal mula kata vitiligo tidak diketahui. Pada abad ke 16 Hieronemyus mercurialis menduga bahwa vitiligo berasal dari bahasa latin yaitu kata vitium atau vitellum yang berarti cacat. Pada sumber yang lain menyebutkan bahwa vitiligo berasal dari kata vitellus yang berarti veal dalam bahasa inggris yaitu daging sapi muda (pucat, berwarna pink).Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai pigmen. Yang berperan pada penentuan warna kulit adalah karoten, melanin, oksihemoglobin dan hemoglobin bentuk reduksi. Diantara berbagai pigmen tersebut yang paling berperan adalah pigmen melanin. Pigmen yang memberikan warna hitam pada kulit dan sekaligus sebagai salah satu faktor pelindung kulit terhadap paparan sinar ultraviolet. Salah satu kelainan yang melibatkan menyebabkan penurunan produksi melanin yaitu Vitiligo.

Pengobatan Vitiligo mempunyai banyak pilihan dan bersifat individual. Repigmentasi biasanya membutuhkan waktu yang lama sehingga membutuhkan kesabaran penderita, dokter maupun orang tua.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Definisi Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat, yang ditandai dengan adanya makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata.Kulit yang mengalami depigmentasi ini secara fungsional berbeda dengan kulit normal. Pada vitiligo, kulit tidak bereaksi secara normal terhadap sensitisasi kontak atau kontak terhadap alergen. Selain itu, jika kulit putih memiliki kecenderungan terhadap kanker kulit, kulit dengan vitiligo secara umum memiliki resistensi terhadap karsinogenesis yang berasal dari keratinosit.II. 2 EpidemiologiVitiligo terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi 0,1 sampai 0,2 persen. Di Amerika Serikat, diperkirakan insidensinya sebesar 1 persen. Vitiligo pada umumnya dimulai pada masa anak-anak atau usia dewasa muda, dengan puncak onsetnya pada usia 10-30 tahun, tetapi kelainan ini dapat terjadi pada semua usia. Tidak dipengaruhi oleh ras, dengan perbandingan laki-laki sama dengan perempuan. Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena masalah kosmetik.III. 3 EtiologiPenyebab vitiligo yang pasti belum diketahui, diduga suatu penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Penelitian terdahulu melaporkan 38% penderita vitiligo mempunyai keluarga yang menderita vitiligo,dan pada penelitian yang lain menyebutkan angka 35%. Beberapa faktor pencetus terjadinya vitiligo antara lain:1. Faktor mekanisPada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi.

2. Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet APada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atau UV A dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang terpajan.

3. Faktor emosi / psikisDikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelah mendapat gangguan emosi, trauma atau stres psikis yang berat.

4. Faktor hormonalDiduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada penggunaan kontrasepsi oral. Tetapi pendapat tersebut masih diragukan.

III. 4 Gejala KlinisGejala subyektif tidak ada, tetapi dapat timbul rasa panas pada lesi. Gejala atau gambaran klinis vitiligo dimulai dengan bintik bintik atau makula putih yang makin lama makin lebar hingga mencapai ukuran lentikular atau plakat dengan batas tegas tanpa perubahan epidermis yang lain. Biasanya tidak gatal atau nyeri.

Didalam makula vitiligo dapat ditemukan makula dengan pigmentasi normal atau hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifolikular. Kadang kadang ditemukan tepi lesi yang meninggi, eritema dan gatal disebut inflamatoar. III. 5 Patofisiologi

Ada 4 mekanisme yang mungkin bisa menjelaskan mengenai terjadinya vitiligo, yaitu autimun, neurohumoral, autositotoksik, dan pajanan bahan kimiawi.1. Hipotesis AutoimunMenyatakan bahwa melanosit yang terpilih dihancurkan oleh limfosit tertentu yang telah diaktifkan. Namun mekanisme pengaktifan limfosit tersebut belum diketahui secara pasti. Teori ini juga berdasarkan adanya temuan klinis antara vitiligo dengan orang yang menderita penyakit autoimun. Auto antibodi organ spesifik untuk tiroid, sel parietal lambung dan jaringan adrenal lebih sering ditemukan pada pasien dengan vitiligo daripada populasi umum. Pada beberapa laporan ditemukan adanya hubungan antara vitiligo dengan beberapa kondisi autoimun seperti penyakit tiriditis hashimoto, anemia pemisiosa, dan hipoparatiroid melanosit dijumpai pada serum 80% penderita vitiligo.2. Hipotesis NeurohumoralKarena melanosit terbentuk dari neuralcrest maka diduga faktor neural berpengaruh terhadap kejadian vitiligo. Tirosin adalah substrat untuk pembentukan melanin dan katekol. Kemungkinan adanya produk intermediate yang terbentuk selama sintesis katekol yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada gangguan keringat dan pembuluh darah terhadap respons transmiter saraf, misalnya asetilkolin.3. Hipotesis AutotoksikSel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan DOPA ke dopakinon. Dopakinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan radikal bebas. Melanosit pada lesi vitiligo dirusak oleh penumpukan prekursor melanin. Secara in vitro dibuktikan tirosin, dopa dan dopakrom merupakan sitotoksik terhadap melanosit.4. Terpapar bahan kimiawi

Depigmentasi kulit dapat terjadi karena terpapar Mono Benzil Eter Hidrokinon dalam sarung tangan atau detergen yang mengandung fenol.

III. 6 Histopatologi

Gambar : Histopatologi pada VitiligoPada gambar diatas merupakan biopsi kulit pada vitiligo aktif. Pada (A) dan (B) tampak pigmentasi yang berkurang pada lapisan basalis (dengan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE) dan Fontana Masson (FM stain) pembesaran 100x dan 400x). Pada gambar C tampak pigmentasi epidermis residual pada lesi vitiligo, dengan granul-granul melanin yang tersusun halus pada dermis bagian atas (pengecatan FM pembesaran 400x).III. 7 Klasifikasi1. Vitiligo berdasarkan Lokalisata :

a. Fokal : Biasanya berupa makula soliter atau beberapa makula tersebar pada satu area, paling banyak pada area distribusi nervus Trigeminus, meskipun leher dan batang tubuh juga sering terkena.

b. Segmental : Makula unilateral pada satu dermatom atau distribusi quasi-dermatom. Jeni sini cenderung memiliki onset pada usia muda, dan tak seperti jenis lain, jenis ini tidak berhubungan dengan penyakit tiroid atau penyakit autoimun lainnya. Jenis ini lebih sering terjadi pada anak-anak. Perubahan pada neural peptide turut dipengaruhi pada patogenesis jenis ini. Lebih dari separuh pasien dengan vitiligo segmental memiliki patch pada rambut yang memutih yang dikenal sebagai poliosis.

c. Mukosal : Hanya melibatkan lokasi pada membrane mukosa

2. Vitiligo Berdasarkan Generalisataa. Akrofasial : Depigmentasi pada jari-jari bagian distal dan area periorificium.

b. Vulgaris : Makula tanpa pola tertentu di banyak tempat.

c. Universal : Makula dan patch depigmentasi meliputi hampir seluruh tubuh, sering berhubungan dengan sindroma endokrinopati multipel.

III. 8 Manifestasi KlinikPasien dengan vitiligo memiliki satu atau beberapa makula amelanosit yang berwarna seperti kapur atau seperti susu putih. Lesi biasanya berbatas tegas, namun dapat juga tepinya mengelupas. Lesi membesar secara sentrifugal dengan kecepatan yang tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi pada lokasi tubuh manapun, termasuk membran mukosa. Akan tetapi, lesi inisial terjadi paling sering pada tangan, lengan bawah, kaki, dan wajah. Jika vitiligo terjadi pada wajah, seringkali distribusinya pada perioral dan periokular.

III. 9 DiagnosisKriteria diagnosis bisa didasarkan atas pemeriksaan klinis (Anamnesa, pemeriksaan fisik), uji diagnostik (Untuk membedakan dengan penyakit lain yang menyerupai) dan pemeriksaan laboratorium (Untuk membantu mencari adanya kaitan dengan penyakit sistemik.

a. Anamnesa

Adakah riwayat penyakit, riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini, Riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia areata, diabetes mellitus, dan anemia pernisiosa, Kemungkinan faktor pencetus, misalnya stress, emosi, terbakar surya dan pajanan bahan kimia, Riwayat inflamasi, iritasi atau ruam kulit sebelum bercak putih.b. Pemeriksaan Fisik

Perlu dilakukan pemeriksaan umum, adanya depigmentasi yang asimptomatik, tanpa gejala inflamasi, ada tidaknya batas inflamasi sekitar lesi, tempat lesi pertama kali muncul (tangan, lengan, kaki, muka dan bibir), pola vitiligo (fokal, segmental, universal atau akral/akrofasial).c. Pemeriksaan Laboratorium

1. TSH : Jika curiga tiroid2. Gula darah puasa : Jika curiga Diabetes Mellitus3. Hitung darah lengkap : atas indikasi Anemia Pernisiosa

4. Tes Stimulasi ACTH : Jika curiga Addisons disease

d. Pemeriksaan Histopatologis

Pada lesi baru jumlah melanosit berkurang. Pada lesi yang lama tidak terdapat melanosit di lapisan basal epidermis. Pada pemeriksaan mikroskop elektron, terlihat hilangnya melanosit, digantikan dengan sel-sel Langerhans.Vitiligo sering dihubungkan dengan kelainan autoimun. Kelainan endokrinopati yang paling sering dihubungkan dengan vitiligo adalah disfungsi tiroid, baik itu hipertiroidisme (graves disease) atau hipotiroidisme (Tiroiditis Hashimoto). Vitiligo biasanya mendahului onset dari disfungsi tiroid. Addison disease, anemia pernisiosa, alopecia aerata, dan diabetes mellitus juga terjadi dengan meningkatnya pasien vitiligo. Vitiligo bisa jadi mempengaruhi melanosit yang aktif pada seluruh tubuh, termasuk sel pigmen pada rambut, telinga bagian dalam, dan retina. Poliosis (leukotrichia) terjadi pada beberapa pasien vitiligo. Rambut yang beruban terlalu dini dilaporkan terjadi pada pasien vitiligo dan pada kerabat dekat mereka, gangguan pendengaran dan penglihatan juga terjadi pada beberapa penderita vitiligo. Meningitis aseptik juga dapat terjadi, meskipun jarang, dan diduga sebagai akibat dari kerusakan melanosit leptomeningeal. Depigmentasi yang menyerupai vitiligo dapat terjadi pada pasien dengan melanoma maligna dan dipercaya sebagai akibat dari reaksi T cell mediated terhadap antigen sel melanoma.III. 10 Diagnosis Banding 1. Pityriasis alba : skuama halus, batas tidak jelas/tegas,warna kulit sedikit memutih.

2. Pityriasis versicolor alba : skuama halus berwarna putih, fluoresensi kuning keemasan pada pemeriksaan lampu Wood, hasil KOH (+) ( pemeriksaan KOH biasa pada infeksi jamur)3. Piebaldisme : white forelock, stabil, terdapat garis berpigmen pada punggung, adanya makula hiperpigmentasi di tengah-tengah area hipomelanosis.4. Sindroma Waardenburg : merupakan penyebab tersering ketulian kongenital, terdapat makula putih dan white forelock, heterokromia iris.

5. Lepra/kusta : terjadi pada daerah endemi, warna putih yang kurang jelas, biasanya ditemukan makula hipopigmentasi yang mati rasa.

6. Nevus depigmentosus : besar lesi tetap, kongenital, makula putih terlihat kurang jelas, unilateral.

III. 11 PenatalaksanaanMenurut seorang Clinical Professor, di Department of Dermatology, Severance Hospital, Yonsei University College of Medicine, Korea, nama obat (dan nama dagang di Amerika) untuk vitiligo adalah:A. Kortikosteroid : Untuk menghentikan penyebaran vitiligo menyempurnakan repigmentation.

1.Triamcinolone

2. Hydrocortisone 0.2%

3. Prednisone

B. Psoralens : Digunakan bersama dengan pemaparan ultraviolet A (UV-A) terapi vitiligo localized atau generalized.

1. Methoxsalen (8-MOP, Oxsoralen)

2. Trioxsalen (Trisoralen)

3. Tacrolimus ointment 0.03% atau 0.1% -> imunomodulator

4. Calcipotriene/Capcipotriol. -> vitaminMenurut Rekomendasi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI):

1. Non medikamentosa

* Penjelasan mengenai penyakit.

2. Medikamentosa

1. Topikal

* Kortikosteroid lemah-sedang

* Psoralen 1-5% (liquid atau cream)

* Psoralen + UVA

* Kamuflase estetik

2. Sistemik

* Psoralen 10-60 mg/hari selama 2-9 bulan.Ada banyak pilihan terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan vitiligo. Hampir semua terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen pada kulit. Seluruh pendekatan memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, dan tidak semua terapi dapat sesuai dengan masing-masing penderita. Sunscreen

Suncreen atau tabir surya mencegah paparan sinar matahari berlebih pada kulit dan hal ini dapat mengurangi kerusakan akibat sinar matahari dan dapat mencegah terjadinya fenomena Koebner. Selain itu sunscreen juga dapat mengurangi tanning dari kulit yang sehat dan dengan demikian mengurangi kekontrasan antara kulit yang sehat dengan kulit yang terkena vitiligo.

Kosmetik

Banyak penderita vitiligo, terutama jenis vitiligo fokal menggunakan kosmetik penutup sebagai pilihan terapi yang cukup baik. Area dari leukoderma,khususnya pada wajah, leher, atau tangan dapat ditutup dengan make-up konvensional, produk-produk self tanning, atau pengecatan topikal lain. Kosmetik memiliki keuntungan berupa biaya yang murah, efek samping minimal, dan kemudahan penggunaan. Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid topikal diindikasikan untuk terapi pada area vitiligo yang terbatas, dan seringkali digunakan sebagai terapi lini pertama pada anak. Lesi pada wajah memiliki respon paling baik terhadap terapi kostikosteroid topikal, sedangkan lesi pada leher dan ekstremitas (kecuali jari tangan dan kaki) memiliki respon yang cukup baik. Tidak diketahui mengapa lesi pada wajah memiliki respon yang lebih baik. Penjelasan yang mungkin adalah tingginya permeabilitas kulit wajah terhadap kortikosteroid, jumlah melanosit residual yang lebih banyak pada kulit wajah yang tidak terlibat, reservoir fulikoler yang lebih baik, atau kerusakan melanosit pada wajah yang lebih mudah diperbaiki. Lesi yang terlokalisir dapat diterapi dengan kortikosteroid terfluorinasi potensi tinggi selama satu sampai dua bulan, dengan dosis tepat dan secara bertahap diturunkan menjadi kortikosteroid potendi rendah. Pada anak dan pasien dengan lesi yang lebih besar, kortikosteroid terfluorinasi potensi sednag sering digunakan. Penggunaan kortikosteroid ini harus hari-hati terutama pada dan sekitar bulu mata, sebab penggunaan kortikosteroid topikal dapat meningkatkan tekanan intraokuler dan glaucoma eksaserbasi.Pemeriksaan lampu wood dapat digunakan untuk memonitor perkembangan terapi. Jika tidak ada respon terapi dalam 3 bulan, terapi harus dihentikan. Repigmentasi maksimum dapat dicapai dalam 4 bualn atau lebih (30%-40% memiliki rata-rata waktu respon selama 6 bulan pada penggunaan kortikosteroid) Immunomodulator Topikal

Tacrolimus topikal (oinment) 0,03% sampai 0,1% efektif untuk repigmentasi pada vitiligo jika digunakan dua kali sehari pada pasien vitiligo terlokalisir, terutama wajah dan leher. Dilaporkan bahwa terapi ini akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan terapi Ultraviolet B (UV B) atau terapi laser. Tacrolimus oinment secara umum lebih aman digunakan untuk anak dibandingkan dengan steroid topikal. Calcipotriol Topikal

Calcopotriol topikal 0,005% menghasilkan repigmentasi pada beberapa pasien dengan vitiligo. Terapi ini dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid topikal pada dewasa dan anak untuk hasil repigmentasi yang lebih cepat denganhasil pigmentasi yang lebih stabil. PseudocatalaseKalatase, merupakan enzim yang normal ditemukan pada kulit yang berfungsi mengurangi kerusakan kulit akibat radikal bebas. Katalase dilaporkan memiliki kadar yang rendah pada pasien vitiligo. Terapi penggantinya menggunakan analog dari katalase manusia normal (pseudokatalase) yang dikombinasikan dengan fototerapi narrow band UVB (NB-UVB). Terapi Sistemik Obat-obatan imunosupresif sistemik memiliki banyak efek samping potensial yang kurang menguntungkan pada vitiligo. Akan tetapi, kortikosteroid sistemik telah digunakan sebagai terapi denyut (pulse therapy) dengan hasil beragam dan dapat mencegah depigmentasi cepat pada penyakit yang aktif.

Psoralen dan Terapi Ultraviolet A

Terapi 8-methoxypsoralen oral atau topikal dikombinasikan denganradiasi UVA (320 sampai 400 nm) atau dikenal dengan PUVA, cukup efektif untuk terapi vitiligo, meskipun dibutuhkan waktu selama beberapa bulan dengan frekuensi sering. Setelah dilakukan ekspos dengan UVA, psoralen berikatan dengan DNA dan menghambat replikasi sel. Bagaimana proses ini dapat memicu terjadinya repigmentasi masih belum diketahui secara pasti. PUVA menstimulasi aktivitas tirosinase (suatu enzim esensial untuk sintesis melanin) dan melanogenesis. PUVA juga merupakan imunosupresan lokal, dan mengurangi ekspresi antigen vitiligo-associated melanocyte. Radiasi Narrowband Ultraviolet BRadiasi NB (311 nm)-UVB merupakan pilihan terapi lain untuk vitiligo dan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan pertama bagi kebanyakan pasien. Pada pasien dengan vitilido generalisata, terapi NB-UVB lebih efektif dibandingkan dengan PUVA topikal. Jika tidak ada perkembangan atas terapi ini dalam 6 bulan,terapi NB-UVB ini harus ditinggalkan. Pada suatu penelitian, 53 persen anak dengan vitiligo mengalami lebih dari 75% repigmentasi setelah terapi NB-UVB dan 6% menunjukkan repigmentasi komplit. Sekali lagi, pigmentasi yang lebih baik dicapai pada daerah wajah, batang tubuh, dan ekstremitas proximal daripada ekstremitas distal dan lipat paha.

Autolog Thin Thiersch Grafting

Thin split-thickness grafts pada terapi vitiligo ini didapatkan dengan menggunakan skalpel atau dermatom dan kemudian ditempatkan diatas lokasi kulit resipien yang telah disiapkan dengan cara yang sama atau dengan dermabrasi. Luas area kulit yang dapat digunakan dengan terapi ini antara 6-100cm. teknik ini juga telah berhasil digunakan untuk vitiligo pada bibir. Keuntungan teknik ini adalah cangkok kulit yang dapat melibatkan area kulit yang cukup luas dengan waktu yang relatif singkat. Akan tetapi, pertimbangannya adalah terapi ini membutuhkan anestesi total dan ada resiko timbulnya scar hipertrofi pada lokasi donor maupun resipien. Suction Blister Grafts

Pada terapi ini dilakukan pemisahan antara epidermis yang viabel dari dermis dengan produksi suction blister yang akan memisahkan kulit secara langsung pada dermal-epidermal junction. Epidermis berpigmen kemudian diambil dan digunakan untuk menutup kulit resipien yang telah disiapkan dengan cara dikelupas dengan menggunakan liquid nitrogen blister. Keuntungan dari suction blister grafts adalah pembentukan secara yang minimal oleh karena bagian dermis tetap intak baik pada daerah donor maupun resipien. Akan tetapi, kebanyakan dokter tidak memiliki perlengkapan mekanis yang diperlukan untuk memproduksi blister pada daerah donor.III. 12 Prognosis

Prognosis vitiligo bermacam-macam dan sulit di prediksi. Pada vitiligo, ada area yang dapat kembali normal (repigmentasi) tetapi area lainnya tidak dapat kembali normal. Kulit mengalami repigmentasi berwarna lebih terang atau lebih gelap di bandingkan kulit sekitar yang normal.BAB IIIKESIMPULAN

Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik dapat ditandai dengan adanya makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata.Ada 4 mekanisme yang menjelaskan mengenai terjadinya vitiligo, yaitu autoimun, neurohumoral, autositotoksik, dan pajanan bahan kimiawi.Gejala kliniknya adalah makula berwarna putih dengan diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas tanpa perubahan epidermis yang lain. Sedangkan prognosis vitiligo bermacam-macam dan sulit di prediksi. Pada vitiligo, ada area yang dapat kembali normal (repigmentasi) tetapi area lainnya tidak dapat kembali normal. Kulit mengalami repigmentasi berwarna lebih terang atau lebih gelap di bandingkan kulit sekitar yang normal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardiman L. Kelainan pigmen. Dalam: Djuanda A, HamzahM, Aisah S. Ilmu Penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2007:2962. Adamjee BB. Vitiligo. Dalam: SA Journal of diabetes and vascular disease. Bloemfontein: Department of Dermatology, University of the Free State: 2011:8:5-9.

3. Halilovic EK, Prohic A, Begovic B, dan Kurtovic MO.Association between vitiligo and thyroid autoimmunity. Dalam Journal of Thyroid Research: 20114. Aslanian FMNP, Noe RAM., Cuzzi T, Filgueira AL. Abnorma lhistological findings in active vitiligo include the normal-appearing skin. DalamPigment Cell Res: 2007:20: 144-145.5. Wolff K, dan Johnson RA. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 6th ed, New York: Mc Graw Hill. 2009: 336-339.6. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., (ed.). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI). Jakarta. 2005.7. Esfandiarpour I, Ekhlasi A, Farajzadeh S, Shamsadini S. The efficacy of pimecrolimus 1% cream plus narrow-band ultraviolet B in the treatment of vitiligo: A double-blind, placebo-controlled clinical trial. J Dermatolog Treat. Jun 16 2008;1-5

5