bab 1 forensik

5
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat perkembangan kasus perkosaan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat dikatakan bahwa kejahatan pemerkosaan telah berkembang dalam kuantitas maupun kualitas perbuatannya. Lebih buruknya adalah salah satu dari pelaku tindak pidana pemerkosaan adalah orang terdekat atau bahkan orang yang berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai bertentangan dengan seluruh norma yang ada, karena pemerkosaan dilakukan dalam suatu perbuatan yang memaksakan seseorang (perempuan) untuk bersetubuh diluar perkawinan/ didalam perkawinan. Bahkan pemerkosaan adalah puncak dari pelecehan seksual yang paling mengerikan yang bagi setiap perempuan adalah hal yang menakutkan dan tidak seorang perempuan pun yang menginginkannya. Tindak pidana pemerkosaan sering menimbulkan luka traumatik yang mendalam. Berbagai kasus pemerkosaan yang sering terjadi, pelaku bukan hanya melakukan pemerkosaan, tetapi juga diikuti dengan tindak kejahatan lain seperti merampas barang si korban atau bahkan membunuh si korban, dan

Upload: roza-kurnia-wahyuningrum

Post on 10-Sep-2015

223 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

pendahuluan

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tingkat perkembangan kasus perkosaan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat dikatakan bahwa kejahatan pemerkosaan telah berkembang dalam kuantitas maupun kualitas perbuatannya. Lebih buruknya adalah salah satu dari pelaku tindak pidana pemerkosaan adalah orang terdekat atau bahkan orang yang berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai bertentangan dengan seluruh norma yang ada, karena pemerkosaan dilakukan dalam suatu perbuatan yang memaksakan seseorang (perempuan) untuk bersetubuh diluar perkawinan/ didalam perkawinan. Bahkan pemerkosaan adalah puncak dari pelecehan seksual yang paling mengerikan yang bagi setiap perempuan adalah hal yang menakutkan dan tidak seorang perempuan pun yang menginginkannya. Tindak pidana pemerkosaan sering menimbulkan luka traumatik yang mendalam. Berbagai kasus pemerkosaan yang sering terjadi, pelaku bukan hanya melakukan pemerkosaan, tetapi juga diikuti dengan tindak kejahatan lain seperti merampas barang si korban atau bahkan membunuh si korban, dan bagi korban tindak pidana pemerkosaan sesungguhnya adalah sebuah penderitaan yang jauh lebih sekedar kehilangan harta benda. Perempuan korban pemerkosaan biasanya akan mengalami trauma psikologis, mereka juga akan memperoleh stigma sebagai korban dari masyarakat. Pada tindak kejahatan ini walaupun beratnya ancaman sanksi pidana yang telah diatur didalam KUHP tampaknya tidak terpikirkan oleh si pelaku. Kesulitan utama yang sering muncul dalam kasus tindak pidana pemerkosaan biasanya adalah soal pembuktian diakui atau tidak, sebab pembuktian tindak pidana pemerkosaan dipengadilan sangatlah tergantung sejauh mana penyidik dan penuntut umum mampu menunjukkan bukti-bukti bahwa telah terjadi tindak pidana pemerkosaan. Untuk mengungkap suatu kasus pemerkosaan pada tahap penyidikan akan dilakukan serangkaian tindakan oleh penyidik untuk mendapatkan bukti-bukti yang terkait dengan tindak pidana yang terjadi. Adanya peranan dokter dalam membantu penyidik dalam memberikan keterangan medis mengenai keadaan korban pemerkosaan, hal ini merupakan upaya untuk mendapatkan bukti atau tanda pada diri korban yang dapat menunjukkan bahwa telah benar terjadi suatu tindak pidana pemerkosaan. Keterangan dokter yang dimaksudkan tersebut dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan visum et repertum. Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat pemberitaan tentang segala hal (fakta) yang dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa tubuh manusia yang diperiksa dengan pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-sebaiknya dan pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang pemeriksaan tersebut.1 Permohonan visum et repertum pada kedokteran kehakiman dalam tindak pidana pemerkosaan tidak dapat dilakukan oleh setiap orang, yang berhak meminta visum et repertum adalah penyidik, hakim pidana, hakim perdata dan hakim Agama.2 Penulis dalam hal ini hanya menguraikan permohonan visum et repertum yang dilakukan oleh penyidik terhadap dokter ahli forensik1. Oleh karena itu visum et repertum semata-mata hanya dibuat agar suatu perkara pidana menjadi jelas dan hanya beguna bagi kepentingan pemeriksaan dan untuk keadilan serta diperuntukkan bagi kepentingan peradilan. Visum et repertum dengan demikian tidaklah dibuat / diterbitkan untuk kepentingan lain, karena tujuan visum et repertum adalah untuk memberikan kepada Hakim ( Majelis ) suatu kenyataan akan fakta-fakta dari bukti-bukti tersebut atas semua keadaan/atau hal sebagaimana tertuang dalam bagian pemberitaan agar hakim dapat mengambil putusannya dengan tepat atas dasar kenyataan atau fakta-fakta tersebut, sehingga dapat menjadi pendukung atas keyakinan hakim.3

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana kekuatan pembuktian Visum Et Repertum terhadap korban tindak pidana pemerkosaan di bawah umur ? 2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana pemerkosaan dibawah umur ?

1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui kekuatan visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana pemerkosaan.2. Untuk mengetahui kedudukan visum et repertum sebagai alat bukti dalam mengungkap tindak pidana pemerkosaan. 3. Untuk mengetahui bahwa visum et repertum merupakan salah satu bagian dari alat bukti di dalam KUHAP.

1.4 Manfaat Penulisan 1. Dapat menambah pengetahuan tentang ilmu hukum secara umum dan pengetahuan tentang ilmu kedokteran forensik secara khusus. 2. Secara praktis, dengan adanya penulisan skripsi ini dapat mengetahui perkembangan dari ilmu kedokteran forensik dimana pada saat ini semakin dibutuhkan ahli-ahli bagian forensik dalam membantu meringankan tugas penyidik dalam memberikan keterangan medis yang dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan Visum et repertum.