autism

21
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943, selanjutnya ia juga memakai istilah “Early Infantile Autism”, atau dalam bahasa Indonesianya diterjemahkan sebagai “Autisme masa kanak- kanak” . Hal ini untuk membedakan dari orang dewasa yang menunjukkan gejala autisme seperti ini. Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak yang sifatnya komplek dan berat, biasanya telah terlihat sebelum berumur 3 tahun, tidak mampu untuk berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan maupun keinginannya. Akibatnya perilaku dan hubungannya dengan orang lain menjadi terganggu, sehingga keadaan ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. Autisme dapat mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik, tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi. Autisme bukanlah masalah baru, dari berbgai bukti yang ada, diketahui kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Hanya saja istilahnya relatif masih baru. Diperkirakan kira-kira sampai 15 tahun yang lalu, autisme merupakan suatu gangguan yang masih jarang ditemukan, diperkirakan hanya 2-4 penyandang autisme. Tetapi sekarang terjdi peningkatan jumlah penyandang autisme sampai lebih kurang 15-20 per 10.000 anak. Jika angka kelahiran pertahun di Indonesia 4,6 juta anak, maka

Upload: maya-jou-san-ismayanti

Post on 20-Oct-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hasil belajar

TRANSCRIPT

Page 1: Autism

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943,

selanjutnya ia juga memakai istilah “Early Infantile Autism”, atau dalam bahasa

Indonesianya diterjemahkan sebagai “Autisme masa kanak-kanak” . Hal ini untuk

membedakan dari orang dewasa yang menunjukkan gejala autisme seperti ini.

Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak yang sifatnya komplek

dan berat, biasanya telah terlihat sebelum berumur 3 tahun, tidak mampu untuk

berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan maupun keinginannya. Akibatnya

perilaku dan hubungannya dengan orang lain menjadi terganggu, sehingga keadaan

ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.

Autisme dapat mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik, tingkat

pendidikan, sosial dan ekonomi. Autisme bukanlah masalah baru, dari berbgai bukti

yang ada, diketahui kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Hanya

saja istilahnya relatif masih baru. Diperkirakan kira-kira sampai 15 tahun yang lalu,

autisme merupakan suatu gangguan yang masih jarang ditemukan, diperkirakan

hanya 2-4 penyandang autisme. Tetapi sekarang terjdi peningkatan jumlah

penyandang autisme sampai lebih kurang 15-20 per 10.000 anak. Jika angka

kelahiran pertahun di Indonesia 4,6 juta anak, maka jumlah penyandang autisme

pertahun akan bertambah dengan 0,15% yaitu 6900 anak.

I.2 Tujuan dan manfaat

1. Menambah wawasan bersama

Page 2: Autism

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi autisme

Istilah autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri dan

“isme” yang berarti suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu

paham tertarik pada dunianya sendiri (Suryana, 2004). Autisme pertama

kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Kanner

mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk

berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan

dengan penguasaan bahasa yang tertunda, echolalia, mutism, pembalikan

kalimat, adanya aktivitas bermain repetitive dan stereotype, rute ingatan

yang kuat dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di

dalam lingkungannya (Dawson & Castelloe dalam Widihastuti, 2007).

Gulo (1982) menyebutkan autisme berarti preokupasi terhadap pikiran

dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi

kepada pikiran subjektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita

kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme disebut orang

yang hidup di “alamnya” sendiri.

Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis

pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut sindrom

Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong seolah-olah

sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk

menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi

(Budiman, 1998).

Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks

menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi.

Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun (Suryana, 2004).

Menurut dr. Faisal Yatim DTM&H, MPH (dalam Suryana, 2004), autisme

bukanlah gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala)

dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan

berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autisme hidup

Page 3: Autism

dalam dunianya sendiri. Autisme tidak termasuk ke dalam golongan suatu

penyakit tetapi suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan

perkembangan. Dengan kata lain, pada anak Autisme terjadi kelainan

emosi, intelektual dan kemauan (gangguan pervasif).

Berdasarkan uraian di atas, maka autisme adalah gangguan

perkembangan yang sifatnya luas dan kompleks, mencakup aspek interaksi

sosial, kognisi, bahasa dan motorik

2. Epidemiologi

Penyandang autisme pada anak (autsme infantil) dalam kurun waktu

10- 20 tahun terahir semakin meningkat di dunia. Prevalensi anak autis di

dunia pada tahun 1987 diperkirakan 1 berbanding 5.000 kelahiran.

Sepuluh tahun kemudian yaitu tahun 1997, angka itu berubah menjadi 1

berbanding 500 kelahiran dan tahun 2000 prevalensi anak autisme

meningkat menjadi 1 banding 150 kelahiran dan tahun 2001

perbandingannya berubah menjadi 1:100 kelahiran. Secara global

prevalensinya berkisar 4 per 10.000 penduduk, dan pengidap autisme laki-

laki lebih banyak di banding wanita (lebih kurang 4 kalinya). Sedangkan

penyandang autis di indonesia di perkirakan lebih dari 400.000 anak.

3. Etiologi

Etiologi pasti dari autis belum sepenuhnya jelas. Beberapa teori yang

menjelaskan tentang autisme

a) Teori psikoanalitik

Teori yang menyatakan bahwa autismekarena penolakan orang tua

terhadap anaknya. Anak menolak orang tuanya dan mampu merasakan

perasaan negatif mereka. anak tersebut meyakini bahwa dia tidak

memiiki dampak apapun pada dunia sehingga menciptakan benteng

kekosongan untuk melindungi dirinya dari penderitaan dan

kekecewaan.

b) Genetik

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki 3-4 kali lebih

beresiko lebih tinggi dari wanita. Sementara resiko autis jika memiliki

saudara kandung yang juga autis sekitar 3%. Kelainan gen pembentuk

Page 4: Autism

metalotianin juga berpengaruh pada kejadian autis. Metalotianin

adalah kelompok protein yang juga merupakan mekanisme kontrol

tubuh terhadap tembaga dan seng. Fungsi lainnya

c) Studi biokimia dan riset neurologis

4. Patogenesis autisme

Sampai sejauh ini tidak ada gen spesifik autisme yang teridentifikasi

meskipun bu ini telah dikemukakan ada keterkaitan dengan gen serotonin

transporter. Selain itu adanya teori opioidyang mengemukakan bahwa

autisme timbul dari beban yang berlebihan pada susunan saraf pusat oleh

opioid pada usia dini.

5. Ciri-ciri autisme

Menurut American Psychiatric Association dalam buku Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorder Fourth Edition Text Revision

(DSM IV-TR, 2004), kriteria diagnostik untuk dari gangguan autistik

adalah sebagai berikut:

A. Jumlah dari 6 (atau lebih) item dari (1), (2) dan (3), dengan

setidaknya dua dari (1), dan satu dari masing-masing (2) dan (3):

1) Kerusakan kualitatif dalam interaksi sosial, yang

dimanifestasikan dengan setidak-tidaknya dua dari hal

berikut:

a) Kerusakan yang dapat ditandai dari penggunaan

beberapa perilaku non verbal seperti tatapan langsung,

ekspresi wajah, postur tubuh dan gestur untuk mengatur

interaksi sosial.

b) Kegagalan untuk mengembangkan hubungan teman

sebaya yang tepat menurut tahap perkembangan.

c) Kekurangan dalam mencoba secara spontanitas untuk

berbagi kesenangan, ketertarikan atau pencapaian

dengan orang lain (seperti dengan kurangnya

menunjukkan atau membawa objek ketertarikan).

d) Kekurangan dalam timbal balik sosial atau emosional.

Page 5: Autism

2) Kerusakan kualitatif dalam komunikasi yang

dimanifestasikan pada setidak-tidaknya satu dari hal berikut:

a) Penundaan dalam atau kekurangan penuh pada

perkembangan bahasa (tidak disertai dengan usaha

untuk menggantinya melalui beragam alternatif dari

komunikasi, seperti gestur atau mimik).

b) Pada individu dengan bicara yang cukup, kerusakan

ditandai dengan kemampuan untuk memulai atau

mempertahankan percakapan dengan orang lain.

c) Penggunaan bahasa yang berulang-ulang dan berbentuk

tetap atau bahasa yang aneh.

d) Kekurangan divariasikan, dengan permainan berpura-

pura yang spontan atau permainan imitasi sosial yang

sesuai dengan tahap perkembangan.

3) Dibatasinya pola-pola perilaku yang berulang-ulang dan

berbentuk tetap, ketertarikan dan aktivitas, yang

dimanifestasikan pada setidak-tidaknya satu dari hal berikut:

a) Meliputi preokupasi dengan satu atau lebih pola

ketertarikan yang berbentuk tetap dan terhalang, yang

intensitas atau fokusnya abnormal.

b) Ketidakfleksibilitasan pada rutinitas non fungsional

atau ritual yang spesifik.

c) Sikap motorik yang berbentuk tetap dan berulang

(tepukan atau mengepakkan tangan dan jari, atau

pergerakan yang kompleks dari keseluruhan tubuh).

d) Preokupasi yang tetap dengan bagian dari objek

B. Fungsi yang tertunda atau abnormal setidak-tidaknya dalam 1 dari

area berikut, dengan permulaan terjadi pada usia 3 tahun: (1)

interaksi sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi

sosial atau (3) permainan simbolik atau imajinatif.

C. Gangguan tidak lebih baik bila dimasukkan dalam Rett’s Disorder

atau Childhood Disintegrative Disorder.

Page 6: Autism

Gangguan autistik lebih banyak dijumpai pada pria dibanding wanita

dengan ratio 5 : 1. Dalam pengklasifikasian gangguan autisme untuk

tujuan ilmiah dapat digolongkan atas autisme ringan, sedang dan berat.

Namun pengklasifikasian ini jarang dikemukakan pada orangtua karena

diperkirakan akan mempengaruhi sikap dan intervensi yang dilakukan.

Padahal untuk penanganan dan intervensi antara autisme ringan, sedang

dan berat tidak berbeda. Penanganan dan intervensinya harus intensif dan

terpadu sehingga memberikan hasil yang optimal. Orangtua harus

memberikan perhatian yang lebih bagi anak penyandang autis. Selain itu

penerimaan dan kasih sayang merupakan hal yang terpenting dalam

membimbing dan membesarkan anak autis (Yusuf, 2003).

6. Tingkat kecerdasan anak autis

Pusponegoro dan Solek (2007) menyebutkan bahwa tingkat

kecerdasan anak autis dibagi mejadi 3 (tiga) bagian, yaitu:

a. Low Functioning (IQ rendah)

Apabila penderitanya masuk ke dalam kategori low functioning (IQ

rendah), maka dikemudian hari hampir dipastikan penderita ini tidak

dapat diharapkan untuk hidup mandiri, sepanjang hidup penderita

memerlukan bantuan orang lain.

b. Medium Functioning (IQ sedang)

Apabila penderita masuk ke dalam kategori medium functioning (IQ

sedang), maka dikemudian hari masih bisa hidup bermasyarakat dan

penderita ini masih bisa masuk sekolah khusus yang memang dibuat

untuk anak penderita autis.

c. High Functioning (IQ tinggi)

Apabila penderitanya masuk ke dalam kategori high functioning (IQ

”tinggi”), maka dikemudian hari bisa hidup mandiri bahkan mungkin

sukses dalam pekerjaannya, dapat juga hidup berkeluarga.

7. Perkembangan anak autisme

Menurut Wenar (1994) autisme berkembang pada 30 bulan pertama

dalam hidup, saat dimensi dasar dari keterkaitan antar manusia dibangun,

Page 7: Autism

karenanya periode perkembangan yang dibahas akan dibagi menjadi masa

infant dan toddler dan masa prasekolah dan kanak-kanak tengah.

1. Masa infant dan toddler

Hubungan dengan care giver merupakan pusat dari masa ini. Pada kasus

autisme sejumlah faktor berhubungan untuk membedakan perkembangannya

dengan perkembangan anak normal.

Tabel 2. Perbedaan perkembangan anak normal dan anak autis pada masa infant dan toddler

No. Faktor Pembeda

Perkembangan Normal

Anak Autis

1. Pola tatapan mata Usia 6 bulan sudah

mampu melakukan kontak sosial melalui tatapan Toddler: menggunakan gaze sebagai sinyal pemenuhan vokalisasi mereka atau mengundang partner untuk bicara

Pandangan mereka melewati orang dewasa yang mencegah perkembangan pola interaksi melalui tatapan Lebih sering melihat kemana-mana daripada ke orang dewasa

2. Affect Usia 2,5-3 bulan sudah melakukan senyum sosial

Tidak ada senyum sosial Usia 30-70 bulan melihat dan tersenyum terhadap ibunya, tapi tidak disertai dengan kontak mata dan kurang merespon senyuman ibunya

3. Vokalisasi Usia 2-4 bualn anak dan ibu terlibat dalam pola yang simultan dan berganti vokal yang menjadi awal bagi komunikasi verbal selanjutnya.

Karakter mutism mereka tampak dari kurangnya babbling yang menghambat jalan interaksi sosial ini

4. Imitasi Sosial: berkaitan dengan responsifitas sosial, bermain bebas dan bahasa

Langsung muncul setelah lahir

Usia 8-26 bulan dapat meniru ekspresi wajah tapi melalui sejumlah keanehan dan respon mekanikal yang mengindikasikan sulitnya perilaku ini bagi mereka

Page 8: Autism

5. Inisiatif dan Reciprocity Merespon stimulus

yang ada sehingga timbul reciprocity

Anak menjadi penerima pasif dari permainan orang dewasa dan tidak berinteraksi secara ktif dengan mereka

6 Attachment Kelekatan pada anak autis diselingi dengan karakteristik pengulangan pergerakan motorik mereka seperti tepukan tangan, goncangan dan berputar-putar

7. Kepatuhan dan Negativisme

Anak autis patuh terhadap permintaan. Jika permintaan tersebut sesuai dengan kapasitas intelektual mereka, mereka dapat merespon secara pantas saat mereka dalam lingkungan yang terstruktur dan dapat diprediksi. Anak autis memiliki sifat negativistik secara berlebihan

2. Masa prasekolah dan kanak-kanak tengah

a. Faktor afektif-motivasional

Motivasi untuk menjadi partisipan aktif yang kuat pada anak

normal, lemah pada anak autis. Anak autis kurang tertarik dengan

teman sebayanya. Anak autis kurang dalam empati, yaitu proses

dimana seseorang berespon secara afektif terhadap orang lain

seperti mereka mengalami affect yang sama dengan orang tersebut.

b. Reciprocity

Pada anak autis, ketidakmampuan untuk berpartisipasi secara

penuh dalam interkasi sosial resiprokal yang sesuai umur dapat

bertahan seumur hidup mereka.

1) Kesulitan penerimaan

Mereka sulit mengenali wajah atau suara dari foto

atau rekaman suara, mungkin karena kesulitan kognitif

dalam memproses stimulus sosial yang kompleks. Anak

autis memahami penyebab dari emosi setidaknya pada

level-level sederhana. Misalnya: mereka memahami

hubungan antara situasi dan affect. Orang merasa senang

saat pesta ulang tahun, sedih saat jatuh.

Page 9: Autism

2) Kesulitan ekspresif

Mereka kurang dalam hal malu, afeksi dan bersalah

yang biasanya muncul pada anak normal usia 2-3 tahun.

Mereka juga mengalami kekurangan dalam ekspresi

wajah, miskinnya gesture tubuh dan kurangnya modulasi

dalam aspek ekspresif dari suara yang memberikan kesan

kaku.

8. Diagnosis banding

Yang dapat menjadi diagnosis banding adalah

a) Gangguan perkembangan pervasif lainnya

1) Sindroma rett

2) Sindroma asperger

3) Sindroma disintegratif

b) Gangguan perkembangan bahasa

c) Skizofrenia dengan onset masa anak-anak

d) Retradasi mental

e) Afasia didapat dengan kejang

f) Ketulian kongenital atau gangguan pendengaran parah

g) Pemutusan psikososial

9. Pendekatan klinis autisme

1) Anamnesis

Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau

anak menurut usia

Usia 0-6 bulan : terlalu tenang, terlalu sensitif, gerakan ekstremitas

berlebih, tidak ada senyum sosial (di atais 10 minggu), tidak ada

kontak mata (diatas 3 bulan), perkembangan motor kasar dan halus

tampak normal

Usia 6-12 bulan: terlalu tenang, terlalu sensitif, gerakan ekstremitas

berlebih, sulit digendong, sering mengigit orang lain (berlebihan),

senyum sosial (-), kontak mata(-),perkembangan motor kasar dan

halus tampak normal

1-2 tahun :

Page 10: Autism

2) Pemeriksaan psikiatri

Kesan umum: tampak sakit jiwa

Kesadaran : kompos mentis

Sikap : hipoaktif

Tingkah laku: senyum sendiri, bicara sendiri, stereotipi

Orientasi: baik/ buruk

Bentuk pikir : autistik

Isi pikir: waham bizarre

Progresi pikir: neologisme, ekolali, inkoherensi, irrelevansi

Roman muka: sedikit mimik

Afek : inappropiate

Persepsi : halusinasi

Perhatian :sulit ditarik

Hubungan jiwa : sulit

Insight : buruk

3) Tatalaksana

Sampai saat ini belum ada obat-obatan atau cara lain yang dapat

menimbulkan autisme.terapi perilaku merupakan yang paling penting.

Metode yang digunakan adalah metode Lovans, dibedakan menjadi

enam kemampuan dasar yaitu:

1. Kemampuan memperhatikan

2. Kemampuan menirukan

3. Bahasa reseptif

4. Bahasa ekspresif

5. Ketrampilan praakademis

6. Kemampuan mengurus diri sendiri

Berikut juga dipaparkan tentang terapi menurut sugiarmin

1. Terapi Tingkah laku

Berbagai jenis terapi tingkahlaku telah dikembangkan untuk

mendidik penyandang autisme, mengurangi tingkahlaku yang

tidak lazim dan menggantinya dengan tingkahlaku yang bisa

diterima dslsm masyarakat Terapi ini sangat penting untuk

Page 11: Autism

membantu penyandang autisme untuk lebih bisa menyesuaikan

diri dalam masyarakat.

2. Terapi wicara

Terapi wicara seringkali masih tetap dibutuhkan untuk

memperlancar bahasa anak. Menerapkan terapi wicara pasda

anak autisme berbeda daripada anak lain. Oleh karena itu

diperlukan pengetahuan yang cukup mendalam tentang

gangguan bicara pada anak autisme.

3. Pendidikan kebutuhan khusus

Pendidikan pada tahap awal diterapkan satu guru untuk satu

anak. Cara ini paling efektif karena anak sulit memusatkan

perhatiannya dalam suatu kelas yang besar. Secara bertahap

anak dimasukan dalam kelompok kelas untuk dapat mengikuti

pembelajaran secara klasikal. Penggunaan guru pendamping

sebaiknya tidak terlalu dominan, yang diharapkan adalah anak

dengan gangguan autisme dapat secara terus menerus belajar

dengan anak-anak lainnya dalam satu pembelajaran bersama.

Pola pendidikan yang terstruktur baik di sekolah maupun di

rumah sangat diperlukan bagi anak ini. Mereka harus dilatih

untuk mandiri, terutama soal bantu diri. Maka seluruh keluarga

di rumah harus memakai pola yang sama Agar tidak

membingungkan anak.

4. Terapi okupasi

Sebagian individu dengan gangguan autisme mempunyai

perkembangan motorik terutama motorik halus yang kurang

baik. Terapi okupasi diberikan untuk membantu menguatkan,

memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot halus seperti

tangan. Otot jari tangan penting dilatih terutama untuk persiapan

menulis dan melakukan segala pekerjaan yang membutuhkan

keterampilan motorik halus.

5. Terapi medikamentosa (obat)

Page 12: Autism

Pada keadaan tertentu individu dengan gangguan autisme

mempunyai beberapa gejala yang menyertai gangguan autisme,

seperti perilaku agresif atau hiperaktivitas. Pada individu dengan

keadaan demikian dianjurkan untuk menggunakan pemberian

obat-obatan secara tepat. Penggunaaan obat-obat yang digunkan

biasanya dilakukan dengan cermat agar memperoleh pengaruh

positif terhadap perkembangan anak.

10. Prognosis

Prognosis anak autisme dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1) Berat ringannya gejala atau kelainan otak

2) Usia,

3) Kecerdasan,

4) Bicara dan bahasa

5) Terapi yang intensif dan terpadu

Prognosis untuk penderita autisme tidak selalu buruk. Pada gangguan

autisme, anak yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan

komunikasi bahasa mempunyai prognosis yang baik. Berdasarkan

gangguan pada otak, autisme tidak dapat sembuh total tetapi gejalanya

dapat dikurangi, perilaku dapat dirubah ke arah positif dengan berbagai

terapi.

11. Orangtua yang memiliki anak autis

Menurut Poerwadarminta (1985), orangtua adalah ibu dan bapak.

Sementara menurut Departemen Pendidikan Nasional dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2005), orangtua adalah ayah dan ibu kandung. Jadi, dari

definisi diatas, maka dapat dismpulkan bahwa orang tua yang memiliki

anak autis adalah ayah dan ibu yang memiliki anak-anak dengan ciri-ciri

autisme.

Dalam menerima kehadiran anak dengan gangguan autisme, beragam

hal terjadi pada diri orangtua. Orangtua biasanya stres, kecewa, patah

semangat, mencari pengobatan keman-mana, serba khawatir terhadap

masa depan anaknya dan lain-lain (Widihastuti, 2007). Hal ini ditegaskan

kembali oleh Williams dan Wright (2004) yang mengatakan bahwa

Page 13: Autism

keluarga akan melalui serangkaian emosi saat dikatakan anak mereka

autis. Ini bervariasi pada setiap keluarga, dan setiap keluarga punya

perjalanan emosionalnya sendiri. Beberapa keluarga telah melalui proses

diagnostik panjang dan beberapa harus menunggu lama waktu konsultasi.

Beberapa menemukan prosesnya sangat cepat sehingga punya sedikit

waktu untuk memikirkan akibatnya dari menata emosi mereka. Pada

beberapa anak, diagnosis lebih mudah dibuat pada saat anak berusia dini

dan pada beberapa, diagnosisnya sulit karena masalahnya lebih ringan.

Semua ini dapat mempengaruhi bagaimana orangtua akan memikirkan

langkah ke depan apa yang harus mereka lakukan.

Menurut Williams dan Wright (2004) semua orangtua memiliki

respon dan perasaan berbeda saat anak mereka didagnosa menderita

autisme. Beberapa reaksinya adalah sebagai berikut:

a. Lega, jika orangtua memahami mengenai autisme dan

mengetahui bagaimana mencari bantuan ahli.

b. Rasa bersalah, adalah perasaan orangtua yang khawatir jika

mereka melakukan hal yang salah selama kehamilan atau

pengasuhannya.

c. Kehilangan, jika mimpi dan cita-cita bagi anak mereka sebelum

lahir dan saat mereka masih kecil tidak terpenuhi.

d. Ketakutan akan masa depan, disebabkan keluarga sangat takut

akan masa depan anak-anak mereka dan harus mengubah

harapan akan masa depan anaknya.

e. Mencari informasi, keluarga ingin mengumpulkan informasi

sebanyak mungkin dan mencari keluarga lain untuk berbagi

pengalaman. Walaupun ada beberapa keluarga yang mungkin

menghindar dari informasi dan mencoba tidak

memperdulikannya.