audit hotel

6
1. Pendahuluan Industri perhotelan merupakan suatu usaha yang kinerja operasionalnya sangat membutuhkan ketersediaan energi yang besar. Kebutuhan akan energi yang besar tersebut digunakan untuk menjalankan sistem fasilitasfasilitas yang terdapat pada hotel, seperti system pendingin udara, sistem penerangan, sistem lift, dan sistem fasilitas hotel lainnya. Ketersediaan energi yang ada untuk operasional hotel tentunya menjadi salah satu faktor yang dapat menjaga kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap sebuah hotel. Hotel sebagai pengguna energi, rata-rata menghabiskan 30 % dari biaya operasionalnya untuk pembelian komponen energi (Elyza et al, 2005). Dan seiring dengan meningkatnya biaya energi yang ditetapkan, maka biaya untuk pembelian energi akan berpotensi mengalami kenaikan. Menurut Shiming & Burnett (2002), konsumsi energi untuk penerangan, system pengaturan suhu, dan sistem pemanas air umumnya mencapai 70 % dari penggunaan total energi pada bangunan hotel. Jumlah kebutuhan energi tersebut tentunya akan menentukan biaya operasional yang harus dikeluarkan pihak pengelola hotel setiap periode tertentu. Biaya operasional tersebut tentunya harus ditekan serendah mungkin agar pengelola hotel mampu mendapatkan keuntungan secara maksimal. Namun tentunya dilakukan dengan tetap mempertimbangkan faktor- faktor yang lain, seperti customer, biaya, tenaga kerja, dan sebagainya. Hal tersebut menjadi salah satu latar belakang mengapa pemilihan jenis penghematan energi pada operasional hotel menjadi suatu permasalahan yang dihadapi oleh pelaku

Upload: ranggaanastasius

Post on 08-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

audit hotel

TRANSCRIPT

Page 1: Audit Hotel

1. Pendahuluan

Industri perhotelan merupakan suatu usaha yang kinerja operasionalnya sangat

membutuhkan ketersediaan energi yang besar. Kebutuhan akan energi yang besar tersebut

digunakan untuk menjalankan sistem fasilitasfasilitas yang terdapat pada hotel, seperti system

pendingin udara, sistem penerangan, sistem lift, dan sistem fasilitas hotel lainnya.

Ketersediaan energi yang ada untuk operasional hotel tentunya menjadi salah satu faktor yang

dapat menjaga kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap sebuah hotel. Hotel sebagai

pengguna energi, rata-rata menghabiskan 30 % dari biaya operasionalnya untuk pembelian

komponen energi (Elyza et al, 2005). Dan seiring dengan meningkatnya biaya energi yang

ditetapkan, maka biaya untuk pembelian energi akan berpotensi mengalami kenaikan.

Menurut Shiming & Burnett (2002), konsumsi energi untuk penerangan, system pengaturan

suhu, dan sistem pemanas air umumnya mencapai 70 % dari penggunaan total energi pada

bangunan hotel. Jumlah kebutuhan energi tersebut tentunya akan menentukan biaya

operasional yang harus dikeluarkan pihak pengelola hotel setiap periode tertentu. Biaya

operasional tersebut tentunya harus ditekan serendah mungkin agar pengelola hotel mampu

mendapatkan keuntungan secara maksimal. Namun tentunya dilakukan dengan tetap

mempertimbangkan faktor-faktor yang lain, seperti customer, biaya, tenaga kerja, dan

sebagainya. Hal tersebut menjadi salah satu latar belakang mengapa pemilihan jenis

penghematan energi pada operasional hotel menjadi suatu permasalahan yang dihadapi oleh

pelaku industry perhotelan. Industri hotel memiliki waktu operasional penggunaan energi

yang relatif kontinyu selama 24 jam sehari. Hal ini membutuhkan jaminan ketersediaan

suplai listrik yang mencukupi untuk menjaga produktivitas pelayanan hotel. Namun,

keterbatasan PLN sebagai penyedia energi listrik negara serta ketentuan tarif dasar listrik

untuk konsumsi industri yang lebih tinggi menjadi suatu pertimbangan pelaku industri hotel

untuk melakukan penghematan energi. Adanya peraturan Pemerintah (PP) 70/2009 tentang

konservasi energi juga menjadi suatu tekanan dari pemerintah untuk menurunkan tingkat

konsumsi energi pada bangunan industri. Selain itu, adanya tekanan isu lingkungan yang

berkembang belakangan ini juga mendukung dilakukannya penghematan dalam penggunaan

energi. Oleh karena itu, adanya wacana untuk melakukan proses konservasi energi pada

operasional hotel dapat menjadi sebuah solusi yang dapat dilakukan. Konservasi energy

merupakan upaya mengefisienkan pemakaian energi dalam menghasilkan suatu produk

barang maupun jasa tanpa mengurangi kualitas dari produk tersebut. Dalam industri

perhotelan, efisiensi energi harus dilakukan tanpa mengurangi kenyamanan pelanggan dalam

Page 2: Audit Hotel

menggunakan fasilitas hotel. Audit energi sendiri merupakan bagian dari manajemen energi.

Hasil dari audit energy digunakan sebagai dasar untuk mengelola dan mengatur energi yang

terpakai dalam suatu bangunan agar efisien tanpa mengurangi tingkat pelayanan bagi para

konsumen. Proses audit energi pada penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap. Tahap

pertama disebut dengan Survei Energi (Survey Energi atau Walk Through Audit) dan tahap

kedua disebut dengan Audit Energi Awal (Pre-eleminary Audit). Hasil dari audit energi akan

digunakan pihak pengelola hotel sebagai pertimbangan untuk melakukan suatu jenis

konservasi energi. Dengan melakukan konservasi energi sebagai bentuk efisiensi energi,

diharapkan hotel dapat mengambil keuntungan tanpa harus mengurangi mutu pelayanan yang

disediakan untuk para konsumen hotel. Pendekatan MCDM yang akan dilakukan pada

penelitian ini adalah dengan menggunakan metode ANP (Analytical Network Process) dan

PROMETHEE (Preference Rangking Organization Method for Enrichment Evaluation).

Metode ANP digunakan sebagai alat bantu dalam pemberian nilai bobot prioritas untuk

masing-masing kriteria dan sub-kriteria yang ada. Sedangkan metode PROMETHEE

digunakan untuk mengolah data dari hasil ANP untuk melakukan perankingan alternatif yang

optimal.

Metodologi Penelitian

Metode penelitian ini dibagi menjadi empat tahap yaitu sebagai berikut:

Tahap Persiapan

Tahap ini merupakan tahap awal dalam melakukan penelitian. Tahap pendahuluan terdiri dari

identifikasi masalah, studi literatur, studi lapangan, dan penentuan tujuan penelitian.

Tahap Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan proses pengumpulan data. Data yang dikumpulkan meliputi data

sekunder dan data primer. Data primer didapatkan dengan cara diskusi dan menyebarkan

kuesioner kepada pihak ahli di Surabaya Plaza Hotel. Sedangkan data sekunder meliputi

deskripsi perusahaan, system operasional fasilitas hotel, data historis pemakaian energi hotel,

jenis fasilitas hotel, tingkat hunian hotel, dan data lain yang dapat mendukung penelitian ini.

Tahap Pengolahan Data

Pada tahap ini akan dilakukan pengolahan data baik data primer maupun data sekunder

dengan menggunakan metode yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara lebih detail

pengolahan data untuk penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Perhitungan nilai IKE pada proses Audit Energi

2. Pembobotan kriteria dan sub-kriteria dengan metode ANP

Page 3: Audit Hotel

3. Perangkingan alternatif dengan metode PROMETHEE

Tahap Analisis dan Kesimpulan

Tahap analisis dan kesimpulan merupakan tahap akhir dari rangkaian tahap dalam penelitian

ini. Dalam tahap ini akan dilakukan analisis terhadap hasil-hasil pengolahan data yang telah

didapatkan. Dari hasil analisis tersebut kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan.

3. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pada bab ini dijelaskan proses pengumpulan data yang diperlukan dalam melakukan

penelitian. Data tersebut didapatkan dari proses pengumpulan data historis perusahaan,

diskusi, wawancara, serta penyebaran kuisioner. Dari data tersebut kemudian diolah

berdasarkan metodologi penelitian sebagaimana yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya.

3.1 Survei Energi

Terdapat tiga jenis sumber energi yang digunakan di Surabaya Plaza Hotel, yaitu listrik, gas,

dan air. Dari ketiga jenis energi tersebut, energi listrik merupakan energi yang membutuhkan

biaya pengadaan paling besar dibandingkan dua jenis energi lainnya. Biaya pengadaan energi

listrik dapat mencapai sekitar 70-80% dari total biaya yang dikeluarkan untukkebutuhan

energi operasional hotel per bulannya. Oleh karena itu penghematan energi selama ini

ditekankan pada sektor energi listrik, meskipun tentunya dengan tidak mengabaikan sector

energi yang lain. Dari total energi listrik yang digunakan dapat dirinci lagi menurut jenis

fasilitas hotel yang membutuhkan energi listrik. Menurut data yang dimiliki oleh Departemen

Engineering, dapat diketahui bahwa fasilitas Air Conditioner (AC) merupakan fasilitas hotel

dengan penggunaan energi listrik paling besar. Energi yang dibutuhkan untuk operasional AC

seluruh fasilitas bangunan hotel dapat mencapai angka 60-70 % dari total kebutuhan energi

listrik keseluruhan. Sebelumnya telah dilakukan beberapa langkah-langkah penghematan

yang bertujuan untuk menghemat kebutuhan energi AC. Salah satunya adalah dengan

mengurangi kapasaitas Chiller AC yang semula sebesar 285 Ton Refrigrant menjadi 185 Ton

Refrigrant. Selain itu, dilakukan pemasangan kaca film Heat Reduction 35 % untuk

mengurangi panas dari sinar matahari yang masuk kedalam kamar. Sehingga suhu AC yang

diatur pada kamar dapat ditingkatkan untuk mengurangi energi yang dipakai oleh AC. Serta

beberapa seruan untuk hemat energi lainnya. Identifikasi peluang hemat energi juga dapat

dilakukan pada fasilitas bangunan hotel yang lain. Antara lain pada fasilitas pompa air

dimana frekuensi pemakaian yang sering membutuhkan energi yang lebih besar saat awal

penggunaan. Selain itu juga peluang konservasi energi pada fasilitas penerangan bangunan

hotel yang dapat dibagi lagi berdasarkan fungsi dan lokasinya. Namun selain faktor fasilitas

atau mesin sebagai peluang dilakukannya hemat energi, faktor sumber daya manusia (SDM)

Page 4: Audit Hotel

juga perlu untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan SDM sebagai pelaku atau eksekutor dari

semua rencana konservasi energi yang akan dilakukan. SDM yang dimaksud ini meliputi

seluruh bagian dari organisasi perusahaan tanpa terkecuali dan juga keadaran dari customer

sebagai pengguna energi di Hotel.

3.2 Audit Energi Awal

Data historis yang digunakan pada penelitian ini meliputi data pemakaian listrik, air, dan gas

beserta biayanya, luas bangunan hotel (kamar dan non-kamar), serta tingkat hunian hotel

pada periode tahun 2010. Hasil awal dari pengolahan data historis tersebut adalah profil dari

kebutuhan untuk tiap-tiap jenis energi yang digunakan operasional hotel. Dari profil tersebut

akan diketahui proporsi biaya yang dibutuhkan untuk tiap-tiap energi tersebut. Dari jumlah

keseluruhan pemakaian energy yang pada Surabaya Plaza Hotel, diketahui persentasi

kebutuhan biaya yang harus dikeluarkan dari tiap-tiap energi terhadap kebutuhan keseluruhan

operasional hotel. Berikut adalah persentasi dari kebutuhan biaya energi tersebut: