audit bab 9

34
TUGAS ESSAY PENGAUDITAN “MATERIALITY AND RISK” Dosen Pengampu: Agung Nur Probohudono, SE., M.Si., PhD., Ak, CA. Disusun Oleh: Dian Perwitasari S4312003 Devi Narulitasari S431402009 Dini Pramesti Putri S431402010 Dwi Rahayu S431402011 Rudy Hartanto S431402030 PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI 1

Upload: milapurani

Post on 15-Jan-2016

173 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

Audit

TRANSCRIPT

Page 1: Audit Bab 9

TUGAS ESSAY PENGAUDITAN

“MATERIALITY AND RISK”

Dosen Pengampu: Agung Nur Probohudono, SE., M.Si., PhD., Ak, CA.

Disusun Oleh:

Dian Perwitasari S4312003

Devi Narulitasari S431402009

Dini Pramesti Putri S431402010

Dwi Rahayu S431402011

Rudy Hartanto S431402030

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

20141

Page 2: Audit Bab 9

MATERIALITY AND RISK

Frasa penting yang berkaitan dengan materialitas dan risiko dalam laporan auditor terdapat

dalam paragraf ruang lingkup, yaitu:

“Kami melaksanakan audit sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum. Standar-

standar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan melaksanakan audit untuk

memperoleh kepastian yang layak tentang apakah laporan keuangan telah bebas dari salah

saji yang material”

Maksud dari frasa memperoleh kepastian yang layak di sini adalah untuk memberi tahu

para pemakai laporan bahwa auditor tidak menjamin atau memastikan kewajaran penyajian

laporan keuangan.Maksud dari frasa bebas dari salah saji yang material di sini adalah untuk

memberi tahu para pemakai laporan bahwa tanggung jawab auditor terbatas pada informasi

keuangan yang material saja (Arens et al., 2008).

MATERIALITAS

Materialitas adalah pertimbangan yang utama auditor untuk menentukan ketepatan laporan

auditan yang dikeluarkan oleh auditor. Definisi materialitas menurut FASB 2 adalah besarnya

suatu penghapusan dan salah saji informasi yang dengan memperhitungan suatu situasi yang

menyebabkan seseorang yang mengandalkan informasi tersebut akan mungkin berubah atau

terpengaruh dengan adanya penghapusan atau salah saji tersebut (Arens et al., 2008).

Sedangkan menurut PSAP konsep materialitas mengakui beberapa hal, baik secara

individual ataupun secara keseluruhan adalah penting bagi kewajaran penyajian akuntansi yang

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Frase dalam laporan audit

“menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang

berlaku umum di Indonesia” menunjukkan bahwa keyakinan auditor akan laporan keuangan

secara keseluruhan tidak mengandung salah saji material (IAPI, 2011)

2

Page 3: Audit Bab 9

Dalam melakukan audit terhadap laporan keuangan oleh auditor, dimana auditor

menemukan salah saji yang material maka auditor harus menyampaikan temuan tersebut kepada

klien sehingga bisa dilakukan tindakan koreksi, karena auditor bertanggung jawab untuk

menentukan apakah laporan keuangan tersebut salah saji secara material. Apabila laporan

keuangan secara keseluruhan sangat diandalkan oleh perusahaan dalam melakukan perjanjian

jual-beli, jumlah yang dianggap material oleh auditor mungkin akan lebih kecil daripada audit

sejenis dalam situasi yang berlawanan (Arens et al., 2008).

Dalam melakukan audit, auditor juga tidak dapat memberikan jaminan bahwa laporan

keuangan adalah akurat. Auditor tidak memberikan jaminan karena auditor tidak memeriksa

setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat mementukan apakah

semua laporan yang disusun telah dicatat, diringkas, digolongkan dan dikompilasi secara

semestinya. Oleh karena itu, auditor memberikan keyakinan berikut ini (Mulyadi, 2002):

1. Keyakin diberikan oleh auditor terkait jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan

keuangan beserta dengan penyajian dan pengungkapan telah dicatat, diringkas,

digolongkan dan di kompilasi.

2. Auditor memberikan keyakinan terhadap proses auditnya dengna mengumpulkan bukti

audit yang kompeten yang cukup sebagai dasar yang memadai untuk memberikan suatu

pendapat atas laporan keuangan auditan.

3. Keyakinan yang diberikan oleh auditor dalam bentuk pendapat yang dicantumkan dalam

laporan auditan yang memberikan penjelasan mengenai informasi yang dalam hal

terdapat perkecualian bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara

wajar serta tidak terdapat salah saji yang material karena kekeliruan dan kecurangan.

Langkah-langkah dalam menerapkan materialitas (Arens et al., 2008):

1. Menetapkan suatu pertimbangan pendahuluan dalam memutuskan materialitas

2. Dalam penetapan materialitas, dilakukan alokasi pertimbangan pendahuluan ke

dalam segmen-segmen.

3. Setelah mengalokasikan dalam segmen-segmen, auditor melakukan estimasi total

salah saji yang terdapat dalam segmen. 3

Page 4: Audit Bab 9

4. Melakukan perkiraan salah saji gabungan yang terdapat dalam segmen-segmen

5. Melakukan pembandingna terhadap salah saji gabungan dengan pertimbangan

pendahuluan yang telah direvisi tentang suatu materialitas.

Sebuah penelitian yang menguji pengaruh pengalaman audit secara alami dan beberapa

isyarat yang manang mempengaruhi penggunaan bentuk dari pertimbangan maaterialitas auditor

menggunakan variabel sebagai berikut (Carpenter, Dirsmith, & Gupta, 1994):

H1 = budaya perusahaan audit berpengaruh terhadap prosedur penilaian materialitas audit

anggotanya.

H1a = auditor dari perusahaan-perusahaan memiliki budaya mekanistik relatif "rasional-

komprehensif" dalam proses penilaian materialitas (yaitu, menggabungkan isyarat lebih

dalam membentuk penilaian)

H1b = auditor dari perusahaan-perusahaan yang memiliki budaya organik/alami yang relatif

"puas" terhadap proses penilaian materialitas penghakiman (yaitu, mereka menggabungkan

tunggal, dominan kerena ukuran mereka relatif terhadap laba bersih dalam membentuk

penilaian)

H2 = Semakin besar tingkat pengalaman, semakin auditor akan menunjukkan strategi penilaian

materialitas terkait dengan budaya perusahaan audit.

H2A = Auditor yang memiliki lebih banyak pengalaman dengan budaya perusahaan yang relatif

mekanistik akan menunjukkan lebih tinggi, rasional proses penilaian materialitas

komprehensif

H2b = auditor yang memiliki lebih banyak pengalaman dengan budaya perusahaan yang relatif

organik akan menunjukkan lebih tinggi, kepuasan proses penilaian materialitas

Penelitian tersebut mengembangkan serangkaian pendekatan audit terstruktur dan tidak

terstruktur. Pengembangan KAP antara yang terstruktur dengan tidak terstruktur terdiri dari:

1. Terstruktur: Deloitte, Haskins & Sells (DHS & S); Gambut. Marwick, Mitchell &

Co(PMM); Touche Ross (TR); dan dua perusahaan yang lebih kecil.

2. Menengah: Arthur Andersen (AA): Tiur Muda (AY); Ernst & Whihlnney (E & K '); dua

non-Big Delapan perusahaan; dan satu perusahaan kecil.

3. Unstructured: Coopers & Lybrand (C & L); Price Waterhouse (PVC '); dan sembilan

perusahaan kecil.

4

Page 5: Audit Bab 9

Ia menemukan bahwa perusahaan dengan metodologi audit yang relatif terstruktur

cenderung mendukung proposal yang mencakup standar teknis yang relatif menambahkan

bimbingan terstruktur (misalnya, Standard 39 berkaitan dengan mengaudit sampling dan Standar

47 yang berkaitan dengan mengaudit risiko dan materialitas). Dia juga menemukan bahwa

sementara perusahaan menengah memenangkan paling suara, kecenderungan muncul untuk

Dewan secara keseluruhan untuk memilih mendukung standar terstruktur. Kinney

direkomendasikan penelitian masa depan diarahkan pada mempelajari perilaku auditor

sehubungan dengan tingkat struktur yang dikenakan oleh suatu perusahaan. Seperti Cushing dan

Loebbecke yang belajar, studi Kinney telah mempengaruhi hampir semua penelitian berikutnya

di bidang ini (Carpenter et al., 1994).

MENETAPKAN PERTIMBANGAN PENDAHULUAN TENTANG MATERIALITAS

Dalam melakukan proses audit diawal, pada saat auditor mengembangkan suatu strategi

audit secara keseluruhan, auditor juga harus telah memutuskan besarnya salah saji gabungan

dalam laporan keuangan yang dianggap material bagi auditor. Keputusan auditor terhadap salah

saji material dalam pertimbangan awal bisa disebut sebagai pertimbangan pendahuluan tentang

materialitas (preliminary judgment about materiality) karena mungkin saja hal tersebut dapat

berubah selama penugasan meskipun merupakan pendapat profesional. Apabila selama

pelaksanaan audit pertimbangan pendahuluan tentang materialitas diubah oleh auditor, maka hal

ini disebut sebagai pertimbangan tentang materialitas yang direvisi (revised judgement about

materiality) (Arens et al., 2008).

Dalam audit laporan keuangan, pertimbangan pendahuluan auditor tentang materialitas

dalam laporan keuangan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor (Arens et al., 2008). Faktor

tersebut antara lain terdiri dari:

a) Materialitas merupakan konsep yang bersifat relatif daripada absolut

Salah saji dalam jumlah tertentu dalam suatu perusahaan kecil, bisa saja dianggap tidak

material jika terdapat didalam perusahaan besar.

5

Page 6: Audit Bab 9

b)Dasar yang diperlukan dalam mengevaluasi materialitas

Auditor harus mempunyai dasar yang tepat dalam menentukan apakah salah saji itu

material, karena materialitas bersifat relatif. Laba bersih sebelum pajak dianggap sebagai

item informasi yang penting bagi para pemakai laporan keuangan, maka seringkali menjadi

dasar yang utama bagi auditor untuk menentukan berapa besarnya material yang terdapat

pada perusahaan yang telah berorientasi untuk menghasilkan laba. Selain itu dasar utama

lainnya adalah penjualan bersih, laba kotor dan total aktiva atau aktiva bersih.

c) Faktor-faktor kuantitatif yang juga mempengaruhi materialitas

Bagi para pemakai laporan keuangan, jenis salah saji tertentu mungkin merupakan hal

yang sangat penting dibandingkan dengan salah saji yang lainnya, meskipun mempunyai

nominal yang sama, misalnya:

1) Jumlah yang melibatkan kecurangan biasanya dianggap lebih penting daripada

kesalahan yang tidak disengaja dengan nilai nominal yang sama, karena

kecurangan mencerminkan kejujuran serta reliabilitas manajemen atau personil

lain yang terlibat.

2) Salah saji yang sebenarnya kecil bisa menjadi material jika ada konsekuensi yang

mungkin timbul dari kewajiban kontraktual.

3) Salah saji yang sebenarnya tidak material dapat saja menjadi material jika

mempengaruhi tren laba.

Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Pertimbangan

tersebut berkaitan dengan salah saji dengan jumlah tertentu yang terdapat dalam alporan

keuangan. Sedangkan timbulnya sebab salah saji tersebut berkaitan dengan pertimbangan

kualitatif. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif material

karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut (Mulyadi, 2002).

6

Page 7: Audit Bab 9

Menurut Mulyadi (2002) pertimbangan kuantitaif dan kualitatif dicontohkan sebagai

berikut:

1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:

a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan

b. Total aktiva dalam neraca

c. Total aktiva lancar dalam neraca

d. Total ekuitas pemegang saham dalam neraca

2. Faktor kualitatif seperti:

a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum

b. Kemungkinan terjadinya kecurangan

c. Syarat yang telah tercantum dalam perjanjian kredit dari bank yang mengharuskan

seorang klien untuk mempertahankan beberapa syarat seperti rasio keuangan pada

tingkat minimum tertentu.

d. Adanya gangguan dalam trend laba

e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan

MENGALOKASIKAN PERTIMBANGAN PENDAHULUAN TENTANG

MATERIALITAS KE SEGMEN-SEGMEN (SALAH SAJI YANG DAPAT

DITOLERANSI)

Auditor harus melakukan pengumpulan bukti per segmen untuk mengalokasikan

pertimbangan pendahuluan tentang materialitas dan bukan untuk laporan keuangan secara

keseluruhan. Salah saji yang dapat ditoleransi (tolerable misstatement) menurut SAS 107 (AU

312) adalah materialitas yang dialokasikan ke saldo akun tertentu, yaitu pada saat auditor

melakukan alokasi pertimbangan pendahuluan tentang materialitas kedalam saldo akun.

7

Page 8: Audit Bab 9

Pada saat auditor mempertimbangkan tanggung jawab auditor dalam memperoleh

keyakinan yang memadai tentang laporan keuangan yang bebas dari salah saji material,

tidak akan ada perbedaan yang penting diantara kekeliruan dengan kecurangan. Kekeliruan

bisa berarti adanya salah saji atau penghilangan yang tidak disengaja jumlah atau

pengungkapan yang terdapat dalam laporan keuangan. Menurut IAPI (2011) Kekeliruan

mencakup:

1) Dalam melakukan pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber dalam

penyusunan laporan keuangan terdapat suatu kesalahan.

2) Estimasi yang dilakukan dalam penyajian laporan keuangan tidak masuk akal, hal

tersebut dikarenakan timbul dari kecerobahan atau salah tafsir dari fakta yang

seharusnya

3) Penerapan prinsip akuntansi jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan

telah salah atau keliru.

Tiga kesulitan utama yang dihadapi auditor dalam mengalokasikan materialitas pada

akun-akun neraca (Arens et al., 2008), yaitu:

1) Akun-akun tertentu yang mengandung lebih banyak salah saji maupun kurang saji

seharusnya bisa diperkirakan oleh auditor.

2) Harus mempertimbangkan baik lebih saji maupun kurang saji.

3) Biaya audit relatif mempengaruhi pengalokasian ini.

Tujuan mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke dalam akun-

akun neraca adalah untuk membantu auditor dalam hal memutuskan bukti yang tepat yang harus

dikumpulkan bagi setiap akun dalam neraca maupun laporan laba-rugi. Salah satu sasaran

pengalokasian ini adalah meminimalkan biaya audit tanpa mengorbankan mutu audit.

8

Page 9: Audit Bab 9

MENGESTIMASI SALAH SAJI DAN MEMBANDINGKAN DENGAN

PERTIMBANGAN PENDAHULUAN

Auditor yang melakukan pembuatan kertas kerja dalam setiap penugasnnya harus

mencatat semua salah saji yang ditemukan. Salah saji yang ditemukan dalam suatu akun

dibedakan menjadi dua jenis (Arens et al., 2008), yaitu:

a) Salah saji yang diketahui (known misstatement) yaitu salah saji dalam akun yang

jumlahnya dapat ditentukan oleh auditor.

b) Salah saji yang mungkin (likely misstatement), dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1) Salah saji yang berasal dari perbedaan antara pertimbangan manajemen dan auditor

tentang estimasi saldo akun.

2) Proyeksi salah saji berdasarkan pengujian auditor atas sampel dari suatu populasi.

Estimasi untuk kesalahan sampling timbul karena auditor hanya mengambil sampel dari

sebagian populasi dan ada risiko bahwa sampel itu tidak secara akurat mewakili populasi.

RISIKO

Risiko audit adalah risiko yang tanpa disadari auditor tidak memodifikasi pendapat

auditnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji

material (IAPI, 2011).

JENIS-JENIS RISIKO

a) Risiko deteksi yang direncanakan (planned detection risk)

Adalah risiko bahwa bukti audit untuk suatu segmen akan gagal mendeteksi salah saji

yang melebihi salah saji yang dapat ditoleransi. Dua hal penting tentang risiko deteksi

yang direncanakan (Arens et al., 2008), yaitu:

9

Page 10: Audit Bab 9

1) Risiko deteksi yang direncanakan tergantung pada tiga faktor lain dalam model

risiko audit.

2) Risiko deteksi yang direncanakan menentukan jumlah bukti substantif yang

direncanakan akan dikumpulkan auditor, yang besarnya berlawanan dengan risiko

deteksi yang direncanakan.

b) Risiko Inheren

Risiko inheren mengukur penilaian auditor mengenai salah saji (kekeliruan atau

kecurangna) yang material dalam segmen sebelum auditor memperhitungkan keefektifan

pengendalian intern entitas. Jika auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan besar akan

ada salah saji, dengan mengabaikan pengendalian internal, auditor akan menyimpulkan

bahwa risiko inheren adalah tinggi. Risiko inheren akan berbanding terbalik dengan

risiko deteksi yang direncanakan dan bersifat langsung dengan bukti (Arens et al., 2008).

Resiko inhern juga bisa didefinisikan sebagai Kerentanan saldo akun atau golongan

transaksi untuk kesalahan yang bisa material, bila digabungkan dengan kesalahan dalam

saldo atau kelas-kelas lain, dengan asumsi bahwa ada tidak terkait pengendalian

akuntansi internal (Miller, Cipriano, & Ramsay, 2012).

c) Risiko pengendalian (control risk)

Yaitu penilaian yang dilakukan oleh auditor dalam mengukur suatu salah saji yang

melebihi jumlah yang dapat ditoleransi dalam suatu segmen akan diceha atau dideteksi

secara tepat waktu oleh pengendalian internal klien. Jika auditor menyimpulkan bahwa

pengendalian internal efektif, risiko deteksi yang direncanakan dapat diperbesar sehingga

bukti dapat dikurangi. Bila pengendaliannya efektif maka auditor dapat memperbesar

risiko deteksi yang direncanakan karena pengendalian internal yang efektif akan

memperkecil kemungkinan terjadinya salah saji dalam laporan keuangan (Arens et al.,

2008).

Risiko pengendalian juga dapat didefinisikan dalam AICPA sebagai Risiko kesalahan

yang yang dapat terjadi dalam akun atau kelas transaksi dan yang bisa menjadi material,

10

Page 11: Audit Bab 9

bila digabungkan dengan kesalahan dalam saldo atau kelas-kelas lain, tidak akan dicegah

atau dideteksi secara tepat waktu oleh sistem pengendalian akuntansi internal (Miller et

al., 2012)

d) Risiko audit yang dapat diterima (acceptable audit risk)

Adalah ukuran kesediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan mungkin

mengandung salah saji yang material setelah audit selesai, dan pendapat wajar tanpa

pengecualian telah dikeluarkan. Ketika auditor ingin lebih yakin bahwa laporan keuangan

tidak disalahsajikan secara material, maka auditor harus memutuskan risiko audit yang

dapat diterima yang lebih rendah (Arens et al., 2008).

Auditor sering kali menggunakan istilah audit assurance dan bukan risiko audit yang dapat

diterima. Audit assurance ini merupaka pelengkap risiko audit yang dapat diterima, yaitu satu

dikurangi risiko audit yang dapat diterima.

Terdapat perbedaan dalam hal bagaimana auditor menilai keempat faktor risiko dalam

model risiko audit, yaitu:

a) Risiko audit yang dapat diterima, auditor memutuskan risiko yang bersedia diambil

kantor akuntan publik bahwa laporan keuangan disalahsajikan setelah audit selesai

berdasarkan faktor-faktor yang terkait dengan klien tertentu.

b) Risiko inheren dan risiko pengendalian didasarkan pada ekspektasi atau prediksi auditor

mengenai kondisi klien.

c) Risiko deteksi sangat tergantung pada ketiga risiko lainnya, jadi hanya dapat ditentukan

setelah auditor menilai ketiga risiko lainnya.

Dalam menilai salah saji yang material (RMM) dalam standar audit akhir-akhir ini telah

ditingkatkan, akan tetapi proses di mana risiko inhern dan risiko pengendalian harus

dipertimbangakn secara terpisah dan berurutan secara keseluruhan dalam menilai salah saji yang

material. Auditor justru mungkin menganggap tingkat batas dasar pengendalian internal dalam

penilaian IR mereka daripada tidak ada kontrol. Mereka kemudian menambah atau menurunkan

RMM tergantung pada apakah faktor CR lebih besar atau lebih kecil dari faktor diasumsikan 11

Page 12: Audit Bab 9

dalam dasar mereka. Namun, jika auditor mengevaluasi faktor risiko tertentu dalam konteks

ARM, mereka harus menilai IR dan CR faktor secara konsisten dengan bagaimana orang-

konstruksi didefinisikan dalam standar otoritatif (Miller et al., 2012). Menurut Mulyadi (2002)

hubungan diantara risiko dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Pada saat auditor harus mempertahankan suatu risiko audit yang konstan/tetap, maka

auditor harus menambah jumlah bukti yang telah dikumpulkan sehingga tingkat

materialitas dapat dikurangi.

2. Pada saat auditor harus mempertahankan tingkat materialitas yang konstan/tetap, dan

jumlah bukti audit yang dikumpulkan telah dikurangi maka risiko audit akan menjadi

meningkat.

3. Pada saat auditor mengurangi risiko audit yang timbul, auditor dapat menempuh beberapa

cara yaitu: Meningkatkan materialitas, sementara jumlah bukti audit yang dikumpulkan

dipertahankan/konstan; Meningkatkan jumlah bukti audit yang dikumpulkan sementara

tingkat materialitas konstan; Menambah sedikit jumlah bukti yang dikumpulkan dan

tingkat materialitas secara bersamaan.

12

Page 13: Audit Bab 9

13

Kerentanan asersi individual terhadap salah saji material

Risiko Bawaan Risiko Pengendalian

Risiko Deteksi Risiko Audit

Pengendalian Internal Klien

Salah saji material tidak dpt diccegah atau tidak dideteksi dengan Pengendalian internal klien

Prosedur Auditor Untuk memverifikasi

asersi

Salah saji material tetap tidak dapat dideteksi dalam asersi individual

Laporan keuangan

yang berisi slaah saji material,

namun diberi pendapat

wajar tanpa pengecualain

Salah saji dicegah dan

dideteksi dengna

pengendalian internal

klien

Salah saji dideteksi dengan

prosedur verifikasi auditor

Gambar: Hubungan Antar Risiko (Mulyadi, 2002)

Page 14: Audit Bab 9

MENILAI RISIKO AUDIT YANG DAPAT DITERIMA

Selama perencanaan audit, auditor harus memutuskan risiko penugasan dan kemudian

menggunakan penugasan tersebut untuk memodifikasi risiko audit yang dapat diterima. Risiko

audit yang dapat diterima yang tepat harus direncanakan oleh auditor (Arens et al., 2008).

Risiko audit yang dapat diterima oleh auditor dalam perencangan prosedur audit ditentukan oleh

tingkat yang diinginkan oleh auditor dalam pembatasan risiko audit suatu saldo akun atau

golongan transaksi dan bergantung pada penetapan auditor terhadap risiko bawaan dan risiko

pengendalian. Dalam hal penetapan risiko bawaan dan risiko pengendalian yang menurun, dan

risiko deteksi yang dapat diterimanya meingkat, auditor tidak boleh hanya mengandalkan risiko

bawaan dan risiko pengendalian dengan tidak melakukan suatu pengujian substantif terhadap

saldo akun atau terhadap transaksi, dikarenakan kemungkinan adanya salah saji yang material

jika digabungkan dengan salah yang yang terdapat dalam saldo akun dan golongan transaksi

yang lain (IAPI, 2011)

Risiko bahwa auditor atau kantor akuntan publik akan menderita kerugian setelah audit

selesai walaupun laporan audit sudah benar disebut sebagai risiko penugasan (Engagement risk).

Arens et al., (2008) Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima adalah:

a) Derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan

Keputusan yang tepat untuk mengurangi risiko audit yang dapat diterima adalah jika

pemakai eksternal sangat tergantung pada laporan keuangan. Akan timbul kerugian sosial

yang besar jika salah saji yang signifikan dalam laporan keuangan tetap tidak terdeteksi

apabila laporan keuangan tersebut sangat diandalkan.

Faktor yang merupakan indikator mengenai derajat ketergantungan pemakai ekstern

pada laporan keuangan, yaitu:

1) Ukuran klien. Semakin besar operasi klien maka akan semakin luas pula

pemakaian laporan keuangan. Ukuran klien yang diukur dari total aktiva atau total

pendapatan akan mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima.

14

Page 15: Audit Bab 9

2) Distribusi kepemilikan. Laporan keuangan perusahaan terbuka biasanya

diandalkan oleh lebih banyak pemakai daripada laporan keuangan perusahaan

tertutup.

3) Sifat dan jumlah kewajiban. Laporan keuangan kemungkinan besar akan

digunakan secara luas oleh kreditor aktual maupun calon kreditor apabila dalam

laporan keuangan terdapat kewajiban berjumlah besar.

b) Kemungkinan bahwa klien akan mengalami kesulitan keuangan setelah laporan audit

dikeluarkan

Auditor menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk membela mutu audit jika

klien terpaksa mengajukan permohonan kebangkrutan atau menderita kerugian yang

besar setelah audit selesai. Risiko audit yang dapat diterima harus dikurangi apabila

dalam situasi di mana auditor yakin bahwa peluang terjadinya kegagalan atau kerugian

keuangan cukup tinggi dan karenanya risiko penugasan juga meningkat.

Arens et al., (2008) mnejelaskan bahwa faktor yang merupakan indikator bahwa

probabilitas meningkat adalah sebagai berikut:

1) Posisi likuiditas. Indikasi ada masalah dalam membayar tagihan di masa depan

terjadi apabila klien terus mengalami kekurangan kas serta modal kerja. Auditor

harus menilai kemungkinan dan signifikansi posisi likuiditas yang terus menurun.

2) Laba (rugi) tahun-tahun sebelumnya. Auditor harus mengetahui masalah solvensi

yang mungkin dihadapi klien di masa depan apabila suatu perusahaan mengalami

penurunan laba atau kenaikan kerugian yang pesat selama beberapa tahun.

Auditor harus mempertimbangkan perubahan laba relatif terhadap saldo laba

ditahan yang tersisa.

3) Metode pembiayaan pertumbuhan. Semakin besar risiko kesulitan keuangan

apabila klien semakin mengandalkan utang sebagai alat pembiayaan sehingga

keberhasilan operasi klien menurun.

15

Page 16: Audit Bab 9

4) Sifat operasi klien. Jenis bisnis tertentu memiliki risiko inheren yang lebih besar

dari yang lainnya. Perusahaan teknologi canggih yang hanya mengandalkan satu

produk lebih besar kemungkinannya akan pailit daripada produsen makanan yang

terdiversifikasi.

5) Kompetensi manajemen. Manajemen yang kompeten akan selalu waspada

terhadap potensi kesulitan keuangan dan akan memodifikasi metode operasinya

untuk meminimalkan dampak masalah jangka pendek.

Untuk menilai risiko audit yang dapat diterima, auditor harus menilai setiap faktor yang

mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima. Evaluasi yang lazim atas risiko audit yang dapat

diterima adalah tinggi, sedang, atau rendah, di mana penilaian risiko audit yang dapat diterima

yang rendah berarti bahwa klien itu riskan dan membutuhkan bukti yang lebih ekstensif,

penugasan personil yang lebih berpengalaman, dan/atau review yang lebih ekstensif atas

dokumentasi audit (Arens et al., 2008).

Jasa audit keuangan telah berubah di AS selama setengah abad terakhir, mengakibatkan

pola siklus yang berbeda dari risiko audit relatif. Selama 40 tahun terakhir pasar untuk jasa audit

telah berubah secara dramatis. Alasan meliputi sifat siklus ekonomi, teknologi, perubahan

kompetisi perusahaan audit, berbagai tingkat litigasi, dan dinamika regulasi audit dan penegakan

hukum. Akibatnya, risiko auditor relatif telah pindah dalam pola siklus, mengakibatkan

pergeseran diamati dari praktik audit konservatif untuk memaafkan perilaku klien berisiko tinggi

relatif. Oleh karena itu auditor harus memperhatikan risiko keuangan, risiko manajemen laba dan

risiko ligitasi (Giroux & Cassell, 2011).

Risiko keuangan mengukur risiko yang berhubungan dengan kesehatan keuangan klien.

Ukuran risiko litigasi kemungkinan auditor dituntut karena audit yang dirasakan gagal. literatur

yang ada tidak mengeksplorasi secara rinci bagaimana perusahaan audit menyesuaikan portofolio

klien mereka untuk menerima klien berisiko atau mentolerir klien relatif berisiko dalam

pelaporan keuangan (misalnya, manipulasi laba) berdasarkan periode diperpanjang dalam

perubahan kondisi ekonomi dan institusional. Beberapa faktor tertentu (misalnya, mengubah

mandat pemasaran Audit pada akhir tahun 1970 atau SOX pada tahun 2002) memberikan

16

Page 17: Audit Bab 9

eksperimen alami di mana keputusan portofolio perusahaan audit klien dapat diamati di bawah

perubahan lingkungan peraturan. Perspektif jangka panjang diperlukan untuk lebih memahami

kekuatan teoritis menentukan perilaku auditor-klien dalam pengaturan portofolio (Giroux &

Cassell, 2011).

MENILAI RISIKO INHEREN

Salah satu konsep terpenting dalam auditing adalah pencantuman risiko inheren pada

model risiko audit, karenanya auditor harus berupaya mempridiksi di mana salah saji yang paling

besar dan paling kecil mungkin terjadi dalam segmen-segmen laporan keuangan (Arens et al.,

2008). Beberapa faktor utama yang harus dipertimbangkan auditor ketika menilai risiko inheren:

1) Sifat bisnis klien

Risiko inheren untuk akun-akun tertentu dipengaruhi oleh sifat bisnis klien. Informasi

yang diperoleh selama auditor berusaha memahami bisnis dan industry klien serta

menilai risiko bisnis klien, akan sangat berguna untuk menilai faktor ini.

2) Hasil audit sebelumnya

Karena banyak jenis salah saji bersifat sistemis dan organisasi sering lamban dalam

mengadakan perubahan untuk memperbaiki salah saji tersebut, maka salah saji yang

ditemukan dalam audit tahun sebelumnya dapat saja terjadi lagi dalam audit tahun

berjalan.

Jika selama beberapa tahun terakhir auditor tidak menemukan salah saji dalam

melakukan pengujian atas bidang audit tertentu, auditor dapat mengurangi risiko inheren

selama tidak terjadi perubahan situasi yang relevan.

3) Penugasan awal versus penugasan berulang

Setelah mengaudit klien selama beberapa tahun, auditor akan memperoleh

pengalaman dan pengetahuan tentang kemungkinan salah saji. Baiasanya auditor

menetapkan risiko inheren yang tinggi pada tahun pertama audit dan menguranginya

pada tahun-tahun berikutnya setelah memahami klien.

4) Pihak-pihak yang terkait17

Page 18: Audit Bab 9

Dalam SFAS 57 didefinisikan bahwa transaksi antara perusahaan induk dan

perusahaan anak, serta antara manajemen dan entitas perusahaan adalah contoh transaksi

dengan pihak yang terkait.

5) Transaksi non rutin

Transaksi-transaksi yang tidak biasa bagi klien lebih besar kemungkinannya dicatat

secara salah ketimbang transaksi rutin karena klien sering kali belum berpengalaman

mencatat transaksi nonrutin itu.

6) Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi dengan tepat

Saldo akun yang memerlukan estimasi dan banyak pertimbangan manajemen antara

lain adalah penyisihan untuk piutang tak tertagih, persediaan yang usang, kewajiban

pembayaran garansi, penggantian aktiva besar-besaran versus penggantian parsial serta

cadangan kerugian pinjaman bank.

7) Unsur-unsur populasi

Setiap item yang membentuk total populasi sering kali mempengaruhi ekspektasi

auditor mengenai salah saji yang material. Pada umumnya auditor menggunakan risiko

inheren yang lebih tinggi untuk piutang usaha yang sebagian besar rekeningnya sudah

lama jatuh tempo daripada yang sebagian besar akunnya lancar.

8) Faktor-faktor yang berkaitan dengan pelaporan keuangan yang curang dan misapropriasi

aktiva

Pada umumnya sulit memisahkan faktor-faktor risiko kecurangan menjadi risiko audit

yang dapat diterima, risiko inheren, atau risiko pengendalian. Risiko kecurangan dapat

dinilai untuk keseluruhan audit atau menurut siklus, akun, dan tujuan.

HUBUNGAN RISIKO DENGAN BUKTI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI RISIKO

Auditor merespons risiko terutama dengan melakukan perubahan terhadap luas pengujian

dan jenis prosedur audit, termasuk memasukkan unsur ketidakterdugaan dalam prosedur audit

yang akan digunakan. Dua cara yang dapat dipakai auditor untuk mengubah audit guna

merespons risiko, selain dengan memodifikasi bukti audit adalah sebagai berikut (Arens et al.,

2008):

18

Page 19: Audit Bab 9

1. Penugasan mungkin membutuhkan staf yang lebih berpengalaman.

Kantor akuntan publik harus menugaskan staf yang memiliki kualifikasi untuk setiap

penugasan. Apabila bidang audit seperti persediaan yang memiliki risiko inheren yang

tinggi, maka dibutuhkan staf yang berpengalaman dalam mengaudit persediaan.

2. Penugasan akan direview secara lebih seksama daripada biasanya.

Kantor akuntan publik harus memastikan bahwa file audit yang mendokumentasikan

rencana auditor, bukti yang dikumpulkan serta kesimpulan, dan masalah lain dalam audit

direview dengan memadai.

Risiko pengendalian maupun risiko inheren tidak dinilai untuk audit secara keseluruhan,

melainkan dinilai untuk setiap siklus dan untuk setiap akun, bahkan setiap tujuan audit untuk

akun itu. Risiko audit yang dapat diterima biasanya dinilai oleh auditor selama tahap

perencanaan dan tidak berubah pada setiap siklus serta akun utama.

Risiko deteksi yang direncanakan serta bukti audit yang dibutuhkan akan bervariasi dari

siklus ke siklus, akun ke akun, atau tujuan ke tujuan, seperti halnya risiko pengendalian dan

risiko inheren. Sulitnya mengukur komponen-komponen model menjadi salah satu keterbatasan

utama dalam menerapkan model risiko audit. Meskipun auditor sudah berusaha merencanakan

dengan sebaik-baiknya, penilaian risiko audit yang dapat diterima, risiko inheren, serta risiko

pengendalian, dan karenanya risiko deteksi yang direncanakan bersifat sangat subjektif dan

hanya mendekati realitas.

Auditor sangat memperhatikan masalah overauditing dan underauditing dalam

menerapkan model risiko audit. Pada umumnya auditor lebih mengkhawatirkan underauditing

karena membuat kantor akuntan publik rentan terhadap kewajiban hukum serta hilangnya

reputasi professional. Oleh karena itu para auditor pada umumnya menilai risiko secara

konservatif (Arens et al., 2008).

Berikut merupakan tabel dari hubungan diantara berbagai risiko:

19

Page 20: Audit Bab 9

Contoh AAR IR CR PDR

1 Sangat rendah Tinggi Tinggi Rendah

2 Rendah Rendah Tinggi Sedang

3 Sedang Tinggi Rendah Sedang

MENGEVALUASI HASIL

Model risiko audit yang digunakan untuk mengevaluasi hasil-hasil audit dinyatakan dalam SAS

107 sebagai:

AcAR = IR x CR x AcDR

di mana:

AcAR = Achieved audit risk (risiko audit yang dicapai).

Ukuran risiko yang sudah diambil auditor bahwa suatu akun dalam laporan

keuangan disalahsajikan secara material setelah auditor mengumpulkan bukti

audit.

IR = Inherent risk (risiko inheren).

Faktor risiko bawaan merupakan risiko bawaan yang belum direvisi dikarenakan

adanya informasi baru yang diperoleh oleh auditor.

CR = Control risk (risiko pengendalian).

Risiko pengendalian yang sama yang selama belum dilakukan revisi oleh auditor

AcDR = Achieved detection risk (Risiko deteksi yang dicapai).

Ukuran suatu risiko bahwa dalam bukti audit untuk suatu segmen tidka terdeteksi

salah saji yang telah melampaui salah saji yang dapat ditoleransi.

Rumus tersebut menunjukkan tiga cara untuk mengurangi risiko audit yang dicapai ke

tingkat yang dapat diterima:

1. Mengurangi risiko inheren.

2. Mengurangi risiko pengendalian.

3. Mengurangi risiko deteksi yang dicapai dengan meningkatkan pengujian audit substantif.,

20

Page 21: Audit Bab 9

Ketika penilaian awal atas risiko pengendalian atau risiko inheren ditetapkan terlalu rendah

atau risiko audit yang dapat diterima ditetapkan terlalu tinggi, maka auditor harus mengikuti

pendekatan dua langkah:

1. Auditor harus melakukan merevisi terhadap penilaian awal atas tingkat risiko yang tepat.

2. Auditor harus mempertimbangkan dampak dari revisi tersebut terhadap kebutuhan bukti

yang dikumpulkan, tanpa menggunakan model risiko audit.

Dalam formula tersebut, risko deteksi juga dapat dihitung dengan formula berikut ini:

Dari fomula tersebut, risiko deteksi dihitung melalui tahap-tahap berikut ini:

1. Menetapkan risiko audit, risiko bawaan, dan risiko pengendalian secara individual

berdasarkan pertimbangan profesional auditor

2. Melakukan perhitungan risiko deteksi sesuai dengan formula tersebut.

Dalam mencapai tujuan untuk mengurangi risiko audit ke tingkap yang cukup rendah

untuk mendukung pendapat yang dikeluarkan oleh auditor, baik dalam semua hal yang material

dan laporna keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang

berterima umum, auditor dapat menggunakan dan memilih strategi dalam perencanaa audit.

Pendekatan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu pendekatan terutama substantif dan pendekatan

tingkat risiko pengendalian taksiran rendah. Perbandingan dua strategi menurt Mulyadi (2001) tersebut

disajikan dalam tabel berikut ini:

Pendekatan terutama Substantif Pendekatan risiko pengendalian rendah

Auditor merencanakan taksiran risiko

pengendalian pada tingkat maksimum

atau mendekati maksimum

Auditor merencanakan taksiran risiko

pengendalian pada tingkat moderat atau tingkat

rendah

21

Page 22: Audit Bab 9

Auditor merencanakan prosedur yang

kurang ekstensif untuk memperoleh

pemahaman atas pengendalian intern

Auditor merencanakan prosedur yang lebih

ekstensif untuk memperoleh pemahaman atas

pengendalian intern

Auditor merencakan sedikit, jika ada,

pengujian pengendalian

Auditor merencakana pengujian pengendalian

secara luas

Auditor merencanakan akan melakukan

pengujian substantif secara luas

Auditor merencanakan akan membatasi

penggunaan pengujian subtantif

Berbeda dengan penilaian audit dalam sudut pandang auditor internal, dimana pada awal

abad kedua puluh satu, setelah sejumlah perusahaan besar mengalami skandal dan kegagalan,

tata kelola perusahaan menjadi topik yang sangat penting. Sebuah kunci bagian dari tata kelola

perusahaan yang sehat adalah budaya pengendalian internal yang kuat, dan ini termasuk fungsi

audit internal karena merupakan sumber berharga internal dan informasi risiko eksternal untuk

manajemen bank. Jadi, audit internal harus waspada terhadap seluruh proses pelaksanaan sistem

untuk mengelola OR dalam entitas. Memodifikasi bentuk perilaku dan tidak hanya mengadaptasi

prosedur dari sudut pandang fungsi pengawasan, tetapi juga berkontribusi terhadap penciptaan

budaya yang kuat, yang memperkuat kerangka dan mempromosikan suara OR manajemen.

Maka akan mungkin untuk mempertimbangkan pengelolaan OR sebagai lebih dari sebuah

kewajiban yang dibebankan oleh supervisor atau otoritas. OR menyediakan entitas dengan

kesempatan untuk membedakan antara mereka dan untuk penilaian risiko dan manajemen untuk

sepenuhnya terintegrasi dalam budaya perusahaan mereka. Pada akhirnya, hal ini akan

mengakibatkan beberapa besar manfaat dan citra yang lebih baik bagi klien, pihak ketiga seperti

perusahaan rating, pemasok, dll (Fernández-Laviada, 2007).

22

Page 23: Audit Bab 9

DAFTAR PUSTAKA

Arens et al. (2008). audit and assurance service (12th ed.). pearson.

Carpenter, B. W., Dirsmith, M. W., & Gupta, P. P. (1994). Materiality Judgmenet and Audit Firm Culture: Social-Behavioral and Political Perspectives. Accounting, Organizations and Society, 19(45), 355–380.

Fernández-Laviada, A. (2007). Internal audit function role in operational risk management. Journal of Financial Regulation and Compliance, 15(2), 143–155. doi:10.1108/13581980710744039

Giroux, G., & Cassell, C. (2011). Research in Accounting Regulation Changing audit risk characteristics in the public client market. Research in Accounting Regulation, 23(2), 177–183. doi:10.1016/j.racreg.2011.06.009

IAPI. (2011). Standar Professional Akuntan Publik (SPAP). Jakarta: Salemba Empat.

Miller, T. C., Cipriano, M., & Ramsay, R. J. (2012). Do auditors assess inherent risk as if there are no controls? Managerial Auditing Journal, 27(5), 448–461. doi:10.1108/02686901211227931

Mulyadi. (2002). Auditing (6th ed.). Jakarta: Salemba Empat.

23