atresia esofagus

26
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Atresia esofagus didefinisikan sebagai kelainan kongenital berupa gangguan kontinuitas pada lumen esofagus. Atresia esofagus dapat disertai dengan fistula trakeoesofagus yaitu lumen penghubung antara bagian proksimal dan atau distal esofagus dengan jalan napas (trakea). 1 B. ETIOLOGI Etiologi dari atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus masih belum jelas. Adanya hubungan dengan anomali lainnya menandakan gangguan yang bersifat menyeluruh selama fase awal embriologi. Organ lain yang mengalami anomali kongenital bersamaan dengan atresia esofagus diantaranya jantung (35%), genitourinaria (24%), traktus gastrointestinal (24%), skeletal (13%), susunan saraf pusat (10%). 1 Beberapa pola abnormalitas yang berhubungan dengan atresia esofagus diantaranya VATER (Vertebral defect, Anal atresia, Trakeo- esophageal fistula, Esophageal, Renal abnormality), VACTERYL (Vertebral, Anal, Cardiac, Trache-

Upload: freddy-panjaitan

Post on 31-Dec-2014

439 views

Category:

Documents


133 download

TRANSCRIPT

Page 1: Atresia Esofagus

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Atresia esofagus didefinisikan sebagai kelainan kongenital berupa

gangguan kontinuitas pada lumen esofagus. Atresia esofagus dapat disertai

dengan fistula trakeoesofagus yaitu lumen penghubung antara bagian

proksimal dan atau distal esofagus dengan jalan napas (trakea).1

B. ETIOLOGI

Etiologi dari atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus masih belum jelas.

Adanya hubungan dengan anomali lainnya menandakan gangguan yang

bersifat menyeluruh selama fase awal embriologi. Organ lain yang mengalami

anomali kongenital bersamaan dengan atresia esofagus diantaranya jantung

(35%), genitourinaria (24%), traktus gastrointestinal (24%), skeletal (13%),

susunan saraf pusat (10%).1 Beberapa pola abnormalitas yang berhubungan

dengan atresia esofagus diantaranya VATER (Vertebral defect, Anal atresia,

Trakeo-esophageal fistula, Esophageal, Renal abnormality), VACTERYL

(Vertebral, Anal, Cardiac, Trache-oesophageal, Esophageal, and Radial

abnormalities) dan CHARGE (Colobomata, Heart disease, choanal Atresia,

mental Retardation, Genital hypoplasia, and Ear abnormalities).2 Atresia

esofagus dengan atau tanpa fistula juga kerap ditemukan pada pasien dengan

sindrom DiGeorge dan sindrom Down.1

Hal yang dikaitkan berpengaruh terhadap kejadian atresia esofagus

diantaranya kekurangan vitamin A, adanya agen infeksius, penggunaan lama

pil kontrasepsi dan pajanan yang tinggi terhadap hormon progesteron selama

kehamilan.2 Sampai saat ini tidak ditemukan adanya gen khusus yang

berhubungan dengan kejadian atresia esofagus pada manusia.5

Page 2: Atresia Esofagus

C. EMBRIOLOGI

Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum

respiratorius (tunas paru) tampak di dinding ventral usus depan, di perbatasan

dengan faring, menginvasi jaringan mesoderm splanknik di sekitarnya.5,7

Divertikulum ini berangsur-angsur terpisah dari bagian dorsal usus depan

melalui sebuah pembatas, yang dikenal sebagai septum esofagotrakealis dan

akan mengalami pemanjangan. Dengan cara ini, usus depan terbagi menjadi

bagian ventral yaitu primordium pernapasan dan bagian dorsal yaitu esofagus.

Lapisan otot yang dibentuk oleh mesenkim sekitarnya bercorak serat lintang

pada dua pertiga bagian atasnya dan dipersarafi oleh nervus vagus. Lapisan

otot di sepertiga bawah adalah otot polos dan dipersarafi oleh pleksus

splangnikus.7

Gambar 1. Urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esofagus melalui penyekatan usus depan pada akhir minggu ke-3 (A) dan

selama minggu ke-4 (B dan C) 7

Normalnya, jaringan mesenkim akan berproliferasi diantara tabung

pernapasan dan esofagus untuk memisahkan keduanya. Beberapa teori

menyatakan bahwa adanya pertumbuhan abnormal sel epitelial diantara kedua

tabung tersebut dapat menimbulkan terbentuknya fistula trakeoesofagus,

sedangkan kelebihan pertumbuhan jaringan mesenkimal dapat mengganggu

dan menghalangi proses perkembangan esofagus dan menimbulkan

terbentuknya atresia esofagus.1

Page 3: Atresia Esofagus

Di daerah fistula, cincin trakea akan berbentuk U dengan bagian

membranosa yang lebar dibandingkan dengan normalnya yang berbentuk C

dengan bagian membranosa yang pendek. Keadaan ini menyebabkan

trakeomalacia. Mukosa trakea juga dapat kehilangan sel epitel silia dan sel

goblet yang penting bagi pernapasan. Pada esofagus yang mengalami atresia,

perkembangan plexus myenterikus dan plexus Auerbach dapat terganggu

sehingga menyebabkan gangguan gerak peristaltik esofagus dan gangguan

fungsi sfingter esofagus distal. Fungsi jaringan otot pada esofagus juga dapat

menjadi abnormal.1

D. KLASIFIKASI

Perbedaan gambaran anatomi atresia esofagus dengan atau tanpa fistula

trakeoesofagus menimbulkan perbedaan dalam hal pengklasifikasiannya,

namun salah satu klasifikasi yang banyak dipakai dan praktis secara klinis

ialah sistem klasifikasi oleh Gross dan Vogt yang membedakan atresia

esofagus menjadi 5 tipe sebagai berikut 1,2,6 :

1. Tipe A : atresia esofagus terisolasi. Angka kejadiannya sekitar 8% dari

semua kasus.

2. Tipe B : atresia esofagus distal dengan fistula yang menghubungkan

bagian proksimal esofagus dengan trakea (fistula trakeoesofagus

proksimal) dengan angka kejadian 0,8%.

3. Tipe C : merupakan tipe yang paling sering terjadi yaitu sekitar 88,5%

- 90% dimana terdapat proksimal atresia esofagus disertai fistula

trakeoesofagus di bagian distal.

4. Tipe D : atresia esofagus dengan double fistula trakeoesofagus yaitu di

bagian proksimal dan distal esofagus dengan angka kejadian 1,4%.

5. Tipe E : disebut juga tipe-H dimana tidak terdapat atresia esofagus

namun terdapat fistula trakeoesofagus dengan angka kejadian sekitar

4% dari semua kasus.

Page 4: Atresia Esofagus

Gambar 2. Klasifikasi atresia esofagus oleh Gross dan Vogt 1

E. EPIDEMIOLOGI

Atresia esofagus dengan atau tanpa fistula merupakan malformasi

kongenital yang umum terjadi dan mengancam kehidupan. Insidensinya 1

dalam 3500 kelahiran hidup.5 Kelainan kongenital ini dapat berdiri sendiri

namun lebih sering terjadi bersamaan dengan anomali lain.1,5 Di Amerika,

kelainan ini terjadi 1 diantara 4500 kelahiran hidup dan 50%-nya juga

menderita kelainan bawaan lain.2 Adanya riwayat keluarga terutama

meningkatkan resiko kejadian menjadi 2,5% dibandingkan jika tanpa adanya

riwayat keluarga resikonya hanya 1%.5 Bentuk yang paling sering ditemukan

ialah tipe C dimana bagian proksimal esofagus memiliki kantong buntu dan

bagian distalnya terdapat fistula trakeoesofagus.7

Anuntkosol dkk., di Thailand pada tahun 2000 mendapatkan insidensi

atresia esofagus 1,2 : 10.000 kelahiran hidup dengan 90% merupakan tipe C.

sebanyak 34,2% tanpa disertai dengan anomali lainnya dan sisanya disertai

anomali organ lain dan yang terbanyak ialah jantung (47,6%), kelainan

vertebra dan ortpedik lain (27,5%), traktus gastrointestinal (18,0%), traktus

Page 5: Atresia Esofagus

urinarius (11,4%) dan sisanya berupa kelainan susunan saraf pusat, kelainan

kromosom, dan labiopalatoskisis.8

Penelitian di India mendapatkan sejumlah 127 kasus atresia esofagus dari

tahun 2004 – 2006 dengan bentuk terbanyak ialah tipe C (117 kasus/92%),

atresia esofagus murni/ tipe A ditemukan sebanyak 9 kasus (7%) dan satu

kasus (1%) merupakan bentuk tipe D. Perbandingan laki-laki dan perempuan

ialah 1,95:1, namun secara umum tidak terdapat perbedaan ydalam hal gender.

Kelainan bawaan lain ditemukan pada 52 kasus (41%) dengan rincian

penyakit jantung bawaan (17 kasus), traktus gastrointestinal (15 kasus),

anomali vertebra dan sistem saraf pusat (8 kasus), anomali muskuloskeletal (6

kasus). 11

F. GAMBARAN KLINIS

Gejala yang dapat terlihat dalam hari pertama setelah kelahiran berupa

tidak bisa minum ASI, tersedak atau muntah dan tidak dapat menelan air liur

sehingga terjadi hipersalivasi. Jika disertai dengan fistula trakeoesofagus

proksimal (tipe B) dapat terjadi aspirasi ASI ke paru-paru karena seluruh ASI

yang ditelan bayi akan berakhir di paru-paru sehingga bayi tampak sesak

napas dan sianosis. Adanya ASI (makanan/benda asing) di paru-paru dapat

menyebabkan pneumonia. Distensi abdomen dapat terjadi jika terdapat aliran

udara dari trakea ke lambung melalui fistula trakeoesofagus distal (tipe C dan

D).3 Atresia esofagus tipe D selain adanya fistula trakeoesofagus distal juga

terdapat fistula di bagian proksimal dan merupakan salah satu tipe yang sulit

terdiagnosis. Gejala klinisnya dapat berupa asthma atau batuk yang persisten

karena aspirasi dalam beberapa tahun. Namun, pada tipe D dengan adanya

fistula memberikan jalan bagi ASI dan makanan mencapai lambung melalui

fistula proksimal ke trakea dan melalui fistula distal kembali ke esofagus dan

akhirnya ke lambung. 4

Atresia esofagus tipe E atau disebut juga tipe H merupakan tipe yang sulit

didiagnosis dini dan dapat terdiagnosis setelah bayi tumbuh menjadi anak-

anak atau dewasa. Pada tipe ini tidak terdapat atresia esofagus sehingga

Page 6: Atresia Esofagus

makanan dapat mencapai lambung namun, makanan juga dapat masuk ke

paru-paru melalui fistula. Begitu juga sebaliknya udara dari trakea dapat

masuk ke lambung melalui fistula sehingga terdapat udara dalam jumlah yang

banyak di abdomen dan tampak distensi abdomen. Gejala tipikal lainnya

berupa sering tersedak ketika makan dan minum, dan pneumonia aspirasi yang

berulang. Untuk itu, Bayi dengan atresia esofagus baik dengan fistula atau

tidak memiliki mortalitas yang tinggi.3

G. DIAGNOSIS

Atresia esofagus baik secara klinis maupun etiologi merupakan kondisi

yang heterogen/ beragam. Beberapa hal yang dapat membantu diagnosis

diantaranya sebagai berikut 3,5 :

Anamnesis meliputi :

a. Riwayat ibu selama kehamilan misalnya adanya pajanan terhadap

teratogen seperti methimazole. Penting juga untuk menanyakan ada

tidaknya penyakit diabetes pada ibu. 5

b. Riwayat keluarga yaitu adanya anggota keluarga lain dengan

atresia esofagus atau fistula trakeoesofagus, atresia

Gastrointestinal tract, malformasi jantung atau ginjal, IUFD pada

kehamilan lanjut, riwayat kematian bayi sesaat setelah lahir,

mikrocephali atau gangguan mental dan gangguan belajar. Hal

tersebut mengarahkan pada diagnosis sindrom Feingold. 5

Pemeriksaan antenatal. Kecurigaan ke arah atresia esofagus dapat

didukung oleh temuan pemeriksaan USG antenatal berupa polihidramnion dan

sedikit atau tidak ditemukan gas di dalam lambung dan usus (absent stomach

bubble).2 Pada beberapa pasien, adanya sekresi dari lambung dan adanya

fistula trakeoesofagus membantu visualisasi dari lambung.6

Normalnya, fetus akan menelan cairan amnion di dalam kandungan namun

dengan adanya atresia esofagus maka cairan amnion tidak dapat ditelan dan

menimbulkan polihidramnion.3 Temuan ini dapat memprediksikan kejadian

Page 7: Atresia Esofagus

atresia esofagus sekitar 40-50% dari semua kasus dan meningkat menjadi 56%

jika disertai temuan tidak adanya gambaran gas di lambung. Gambaran ini

dapat tampak pada atresia esofagus terisolasi (tipe A) maupun atresia esofagus

dengan fistula trakeoesofagus.2,6

Diagnosis atresia esofagus juga dapat ditegakkan dengan gambaran

dilatasi dari kantong esofagus proksimal yang buntu. Gambaran ini membantu

diagnosis atresia esofagus meskipun terdapat gambaran udara di lambung dan

usus, sehingga USG merupakan pemeriksaan penunjang yang reliabel dan

spesifik untuk atresia esofagus baik dengan maupun tanpa fistula

trakeoesofagus.6

Gambar 3. A : gambaran potongan transversal USG abdomen fetus menunjukkan cairan di lambung (fluid-filled stomach). B : gambaran potongan koronal dari leher dan dada fetus yang menunjukkan ujung buntu kantong esofagus tanpa gambaran udara di lambung (empty phase). C : gambaran potongan koronal dari leher dan dada fetus yang menunjukkan ujung buntu kantong esofagus proksimal dengan gambaran udara di lambung (full phase).6

Diagnosis klinis atresia esofagus atau fistula trakeoesofagus biasanya

dapat ditegakkan dalam beberapa jam pertama setelah bayi lahir. Gejala klinis

yang dapat ditemukan diantaranya hipersalivasi (drooling) dan distres

pernapasan ringan. Pemberian makanan pertama berupa ASI diikuti oleh

regurgitasi, tersedak (choking), batuk-batuk dan bahkan sianosis. Bayi dengan

atresia esofagus disertai fistula trakeoesofagus distal sering menunjukkan

distensi abdomen dikarenakan udara dari trakea dapat lewat melalui fistula

menuju esofagus menuju lambung dan traktus gastrointestinal. Namun, untuk

klasifikasi tipe H yang tidak disertai atresia esofagus dapat tidak menunjukkan

Page 8: Atresia Esofagus

gejala sesaat setelah lahir melainkan adanya episode sianosis dan infeksi paru

berulang misalnya pneumonia lobus atas paru kanan dalam masa neonatal

sampai masa anak-anak.2

Pemeriksaan fisik untuk melihat adanya kelainan bawaan lain seperti

jumlah dan bentuk jari-jari, ada tidaknya coloboma, anophtalmia/

microphtalmia, pertumbuhan yang terhambat dapat mengarahkan pada

sindrom CHARGE.5

Konfirmasi diagnosis atresia esofagus dapat dilakukan dengan

pemasangan NGT (nasogactric tube) atau OGT (orogastric tube) yang tidak

dapat mencapai lambung karena esofagus yang buntu sehingga pipa akan

bergelung di ujung kantong buntu esofagus tersebut. Pemeriksaan radiologi X-

ray (photo polos abdomen) menunjang hal tersebut dengan memberikan

gambaran pipa NGT/OGT yang berakhir di ujung buntu esofagus dan bukan

di lambung. Jika terdapat fistula trakeoesofagus maka pipa tersebut dapat

terlihat berakhir di paru-paru. Bagian distal esofagus dapat memberikan

gambaran terisi udara dan hal ini menandakan adanya fistula trakeoesofagus

distal.2,3 Gambaran ini juga dapat memberikan informasi mengenai celah

pemisah (gap) antara esofagus proksimal dan distal yang mengalami atresia

dan dinilai berdasarkan tulang vertebra. Atresia esofagus terisolasi (tipe A)

maupun atresia esofagus dengan fistula di proksimal akan memberikan

gambaran “gaslessness” pada photo polos abdomen. Photo polos abdomen

juga bermanfaat untuk mendeteksi adanya kelainan atau abnormalitas lainnya

seperti atresia duodenal, anomali vertebra, agenesis sacrum dan adanya

tambahan atau ketiadaan tulang iga.2 Photo polos thorax juga dapat menilai

ada tidaknya konsolidasi dikarenakan pneumonia aspirasi terutama terlihat di

lobus atas paru.12

Lebih dari seperempat pasien atresia esofagus tipe C memiliki hubungan

dengan kelainan traktus gastrointestinal lainnya seperti stenosis pylorus,

atresia duodenum dan malformasi anorektal. Pola distribusi udara pada photo

polos abdomen memberikan petunjuk ada tidaknya kelainan tersebut.

Page 9: Atresia Esofagus

Misalnya adanya udara yang terkurung atau terpisah di lambung dan

duodenum meningkatkan kecurigaan adanya atresia duodenum.12

A B

Gambar 4. A: Kombinasi photo polos abdomen dan thorax AP yang menggambarkan “gasless abdomen” pada atresia esofagus murni (tipe A) atau atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal (tipe B).2 B : photo polos lateral yang menunjukkan atresia esofagus dimana kantung esofagus proksimal berdilatasi dan terisi udara (tanda bintang). Gambaran udara di lambung dan usus menandakan adanya fistula trakeoesofagus distal.12

Pemeriksaan X-ray dengan kontras jarang dilakukan untuk mendiagnosis

atresia esofagus dengan frekuensi terbanyak (tipe C), melainkan digunakan

untuk memastikan adanya fistula pada klasifikasi tipe E dan untuk

menentukan panjang celah pada atresia esofagus murni (tipe A) dan jika

didapatkan celah yang cukup panjang maka tindakan pembedahan biasanya

ditunda.2 Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan ialah bronkoskopi

atau esofagoskopi. Esofagogram dengan fluoroskopik atau barium swallow

merupakan cara terbaik untuk mendiagnosis fistula trakeoesofagus tipe H

dimana pipa NGT dapat berakhir di lambung.3,12 Diagnosis dan tindakan

pembedahan pada pasien dengan fistula trakeoesofagus tipe-H biasanya

tertunda hingga bayi mencapai usia rata-rata 8 bulan.1

Page 10: Atresia Esofagus

H. PENATALAKSANAAN AWAL (KONSERVATIF)

Bayi dengan atresia esofagus dengan atau tanpa fistula memerlukan

tindakan resusitasi awal dan ventilasi terutama jika terdapat distres

pernapasan. Namun, jika bayi dengan fistula trakeoesofagus distal dilakukan

ventilasi maka tindakan pembedahan untuk meligasi fistula harus segera

dilakukan dalam 8 jam pertama terkait perburukan kondisi pernapasannya dan

resiko terjadinya perforasi gaster.2

Penatalaksanaan preoperatif yang juga sangat penting ialah mencegah

terjadinya aspirasi dari sekresi faring maupun refluks dari isi lambung melalui

fistula trakeoesofagus. Hal yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan

suction secara intermiten atau aspirasi yang berkelanjutan menggunakan

kateter bertekanan rendah dengan doubel lumen atau Replogle tube.2

Bayi diposisikan dengan bagian kepala lebih tinggi untuk mencegah

terjadinya refluks cairan lambung.2

Pemberian cairan intravena dan antibiotik spektrum luas

direkomendasikan untuk diberikan.2

I. TERAPI PEMBEDAHAN

Tujuan dari terapi pembedahan yaitu 2 :

1. Menyelamatkan nyawa bayi

2. Mengembalikan fungsi traktus gastrointestinal

3. Mempertahankan kondisi esofagus seperti semula

Prinsip dasar terapi pembedahan mencakup pendekatan terhadap tiga

kategori atresia esofagus yaitu atresia esofagus celah sempit dengan fistula

distal, atresia esofagus celah jauh dengan atau tanpa fistula proksimal dan

fistula trakeoesofagus tanpa atresia (tipe H).2

Kebanyakan bayi dengan atresia esofagus/ fistula trakeoesofagus

menjalani pembedahan di awal kehidupannya berupa anastomosis esofagus

primer dengan atau tanpa esophagomyotomi. Pada beberapa kasus yang berat,

tindakan anastomosis ditunda dan diganti dengan tindakan esophagostomi

Page 11: Atresia Esofagus

servikal. Anastomosis esofagus ditunda sampai terjadi pertumbuhan esofagus

yang cukup untuk menunjang anastomosis. Pada kasus dimana anastomosis

esofagus tidak mungkin dilakukan maka anastomosis dilakukan dengan

jaringan yang diambil dari gaster, jejunal atau kolon.1

1. Atresia esofagus celah sempit (narrow gap) dengan fistula distal

Definisi celah sempit pada atresia esofagus merupakan hal yang

subjektif yaitu jarak antara esofagus proksimal dan distal yang cukup

dekat sehingga dapat dilakukan reparasi/anastomosis primer. Celah

tersebut dinilai berdasarkan jumlah badan vertebra antara esofagus

proksimal dan distal yang terlihat melalui photo polos thorax. 2 Literatur

lain menyebutkan klasifikasi celah antar esofagus sebagai berikut11 :

Short gap : celah antar esofagus <1 cm atau kurang dari satu badan

tulang vertebra.

Intermediate gap : celah antar esofagus sepanjang antara 1-3 cm

atau sejumlah satu sampai tiga badan vertebra.

Long gap : celah antar esofagus > 3cm atau lebih dari 3 badan

vertebra.

Pada neonatus tanpa abnormalitas berat lainnya, tindakan pembedahan

normalnya dilakukan dalam 48 jam pertama setelah kelahiran bayi.

Tindakan operasi diawali dengan penilaian terhadap kantong atas esofagus

melalui esofagoskopi dan identifikasi letak fistula trakeoesofagus melalui

bronkoskopi. Insisi yang digunakan ialah thorakotomi sebelah kanan

kanan (biasanya melalui celah iga ke-4) dengan pendekatan retropleural.

Fistula dan kedua kantung esofagus diidentifikasi kemudian fistula

dipisahkan dari trakea dan dijahit tersendiri. Ujung buntu esofagus

proksimal dieksisi kemudian dihubungkan dengan ujung distalnya melalui

jahitan terputus. Beberapa ahli bedah sering meletakkan NGT di daerah

anastomosis (transanastomotic tube) untuk mengamankan anastomosis

dan memudahkan pemberian makanan per oral pascaoperasi. Drain

Page 12: Atresia Esofagus

retropleural juga kerap dipasang di akhir operasi untuk memudahkan

identifikasi ada tidaknya kebocoran dari anastomosis esofagus tersebut. 2

2. Atresia esofagus celah jauh (long gap) dengan atau tanpa fistula proksimal

Atresia esofagus dengan celah jauh merupakan tantangan bagi para

ahli bedah. Sama halnya dengan celah sempit, definisi celah jauh juga

bersifat subjektif namun istilah celah jauh biasanya ditujukan untuk atresia

esofagus murni dan atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus

proksimal (25% dari seluruh kasus atresia esofagus celah jauh).

Pendekatan pembedahan ialah dengan penundaan anastomosis primer

(delayed primary repair) atau dengan oesophageal replacement.2

Melalui bronkoskopi dan esofagoskopi, jika ditemukan fistula bagian

proksimal maka harus segera diligasi. Pemilihan tindakan bedah yang akan

dilakukan tergantung dari jarak antara ujung esofagus dan keahlian ahli

bedahnya. Jika ditemukan ujung distal esofagus menonjol di atas

diafragma maka penundaan operasi anastomosis merupakan pilihan yang

utama, sedangkan jika ujung distal esofagus murni terletak intraabdominal

maka oesophageal replacement diperlukan. 2

Penundaan operasi dilakukan sampai usia 6-8 bulan. Ada beberapa

bukti yang mendapatkan bahwa celah antar ujung esofagus berkurang

sejalan dengan pertumbuhan bayi dan kondisi esofagus juga semakin baik

untuk menunjang anastomosis (suture repair). Gastrostomi dilakukan

sebelum operasi anastomosis untuk menunjang pemberian makanan dan

untuk evaluasi. Selanjutnya, pendekatan operasi anastomosis primer yang

dilakukan sama halnya dengan atresia esofagus celah sempit.2 Gastrostomi

dan penundaan operasi merupakan pilihan terbaik pada bayi dengan

kondisi yang buruk dibandingkan dengan thorakotomi darurat untuk

meligasi fistula.8

Jika sejak awal dapat diketahui bahwa tindakan anastomosis primer

tidak dapat dilakukan maka dipilih operasi penyambungan esofagus

dengan jaringan lain yang dapat dilakukan dalam minggu pertama setelah

Page 13: Atresia Esofagus

kelahiran bayi atau dapat juga ditunda sampai 6-8 bulan. Jika operasi

penyambungan ditunda maka dilakukan esofagostomi servikal (proksimal

esofagus dinonfungsikan sebagai stoma) dan gastrostomi untuk pemberian

makanan. Esofagus biasanya disambung dengan jaringan yang diambil

dari gaster, jejunal, kolon atau dengan tabung khusus.2

3. Fistula trakeoesofagus tanpa atresia

Identifikasi fistula trakeoesofagus menggunakan bronkoskopi dan

esofagoskopi perlu dilakukan sebelum operasi. Kebanyakan operasi

pemisahan dan pengikatan fistula pada tipe H berhasil dengan baik

menggunakan pendekatan insisi servikal kanan atau torakotomi jika letak

fistula lebih rendah.2

Metode operasi anastomosis yang klasik dengan garis sirkular sering

menimbulkan komplikasi berupa striktur esofagus pascaoperasi di daerah

anastomosis tersebut. Untuk itu, dikembangkan metode operasi terbaru yang

bertujuan untuk mengurangi komplikasi tersebut dengan pendekatan yang

sama yaitu thorakotomi sisi kanan secara ekstrapleural. Pertama dilakukan

ligasi pada fistula trakeoesofagus, kemudian ujung kantong esofagus

proksimal dibebaskan dan dibuka dengan irisan bentuk tanda tambah “+”

(plus-shaped incision). Pada ujung esofagus distal dilakukan irisan

longitudinal sepanjang 2 mm di bagian anterior dan posteriornya. Ujung

esofagus proksimal dan distal kemudian disatukan dan dijahit seperti yang

terlihat pada gambar berikut ini. Teknik anastomosis ini tidak menyebabkan

peningkatan jarak antar ujung esofagus dan tidak menyebabkan kebocoran

didaerah anastomosis.9

Page 14: Atresia Esofagus

Gambar 5. A : irisan plus pada esofagus proksimal dan irisan longitudinal kecil pada esofagus distal. B : irisan dibuka. C : hasil akhir anastomosis esofagus. D : esofagus proksimal dengan irisan plus (tanda panah).9

Pemberian makanan dapat dilakukan setelah 48 jam pascaoperasi melalui

NGT yang dipasang saat operasi. Drain yang dipasang di dada dapat dilepas

pada hari kelima pascaoperasi jika tidak ditemukan tanda-tanda kebocoran.

Pemeriksaan esofagogram dengan kontras dilakukan pada hari ketujuh setelah

operasi dan jika tidak ditemukan tanda-tanda kebocoran maka pemberian

makanan per oral dapat sepenuhnya dilakukan. Pemeriksaan follow up

sebaiknya dilakukan seminggu sekali pada satu bulan pertama dilanjutkan

dengan dua minggu sekali pada dua bulan berikutnya dan sebulan sekali untuk

6 bulan seterusnya. Pemeriksaan esofagogram dengan kontras kembali

dilakukan saat follow up pada bayi-bayi dengan disfagia atau infeksi saluran

pernapasan berulang.10

J. KOMPLIKASI PASCAOPERASI

Komplikasi operasi dapat terjadi sesaat setelah operasi atau muncul di

kemudian hari. Komplikasi yang terjadi sesaat setelah operasi dapat berupa

kebocoran anastomosis, striktur esofagus dan fistula trakeoesofagus rekure.

Komplikasi yang terjadi di kemudian hari dapat berupa gstro-esofageal

refluks, trakeomalacia dan gangguan peristaltik.2

K. PROGNOSIS DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROGNOSIS

Atresia esofagus dengan atau tanpa fistula trakeoesofagus secara umum

memiliki prognosis yang buruk, bukan hanya dikarenakan tantangan pada

tindakan pembedahan namun juga karena adanya kelainan bawaan lain yang

terjadi bersamaan dengan atresia esofagus seperti kelainan jantung, kelainan

kromosom dan anomali saluran pernapasan. Berat badan bayi lahir juga

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prognosis. Klasifikasi

Waterson mengelompokkan bayi dengan atresia esofagus ke dalam 3

kelompok berdasarkan faktor resiko dan prognosis sebagai berikut 2:

Page 15: Atresia Esofagus

1. Grup A (resiko rendah) : Berat badan bayi > 2500 gr tanpa kelainan

bawaan lain.

2. Grup B (resiko sedang) : Berat badan bayi 2000 – 2500 gr tanpa kelainan

bawaan lain atau berat badan > 2500 gr dengan kelainan bawaan yang

moderat.

3. Grup C (resiko tinggi) : Berat badan bayi < 2000 gr tanpa kelainan bawaan

lain atau > 2000 gr dengan kelainan jantung bawaan yang berat.

Klasifikasi lain yang dikembangkan oleh Spitz menyatakan bahwa berat

badan bayi baru lahir <1500 gr dan kelainan jantung bawaan yang berat

memiliki prognosis yang paling buruk dengan survival rate 22% dibandingkan

survival rate 97-100% pada bayi dengan berat badan > 1500 gr tanpa kelainan

jantung bawaan.2

Penelitian yang dilakukan oleh Anwar dkk., di Pakistan mendapatkan total

pasien dengan atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus dari tahun 2004-

2005 sebanyak 80 orang dan sejumlah 33 bayi (41%) dapat bertahan hidup

setelah operasi sedangkan 47 bayi (58%) meninggal dengan rincian 20 bayi

(25%) meninggal sebelum operasi dan 27 bayi (34%) meninggal setelah

operasi. Tingginya mortalitas tersebut dikarenakan kebanyakan pasien

terlambat dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang memadai dan sudah

mendapatkan makanan (ASI) sebelumnya yang menyebabkan pneumonia

aspirasi.10

Penelitian Tandon dkk., di India melakukan penelitian dan mendapatkan

bahwa faktor yang mempengaruhi prognosis bayi dengan atresia esofagus

diantaranya ialah prematuritas, kelainan bawaan lain yang diderita, celah (gap)

antar kantong esofagus dan status respiratorius preoperatif. Prognosis dinilai

berdasarkan jumlah bayi hidup berdasarkan klasifikasi Waterson dimana

dinyatakan baik jika bayi yang telah dioperasi dan dapat keluar dari rumah

sakit dalam kondisi mampu menerima makanan per oral secara efektif.

Penelitian ini mendapatkan survival rate pada grup A sejumlah 100%, grup B

83% dan grup C 22 %. Bayi prematur dengan berat badan < 2500 gr

Page 16: Atresia Esofagus

merupakan resiko tinggi dan jika < 1800 gr maka prognosisnya sangat buruk

dikarenakan kerentanan yang tinggi terhadap sepsis. Bayi dengan distress

pernapasan dan pneumonitis memiliki prognosis yang buruk, begitu juga pada

bayi dengan jarak antar esofagus proksimal dan distal yang cukup panjang.

Bayi dengan kelainan kongenital lain seperti penyakit jantung kongenital juga

memiliki prognosis yang buruk.11

Page 17: Atresia Esofagus

DAFTAR PUSTAKA

1. Kovesi, T., Rubin, S., (2004), Long Term Complications of Congenital Esophageal Atresia and/or Tracheoesophageal Fistula, American College of CHEST Physicians. Didownload dari http://www.chestjournal.org

2. Johnson, P.R.V., (2005), Oesophageal Atresia, University of Oxford, SNL vol 1 issue 5.

3. Hefner, M.M.S., (1999), CHARGE Syndrome : Esophageal Atresia (EA) and Tracheoesophageal Fistula (TEF), CHARGE Syndrome Foundation Inc, Section III-11

4. Ezer, S.S., (2010), Diagnostic Difficulties in Esophageal Atresia with Proximal and Distal Tracheoesophageal Fistula: a Case Report, The Turkish Journal of Pediatrics; 52: 104-107.

5. Smith, C.S., (2006), Oesophageal Atresia, Tracheooesophageal Fistula, and the VACTERL Association: Review of Genetics and Epidemiology, Joint Information System Committee. Didownload dari http://www.jmg.bmj.com.

6. Vijayaraghavan, S.B., (1996), Antenatal Diagnosis of Esophageal Atresia with Tracheoesophageal Fistula, American Institute of Ultrasound in Medicine, J Ultrasound Med :15:417-419.

7. Sadler, T.W., (2000), Embriologi Kedokteran Langman edisi ke-7, penerbit

buku kedokteran EGC, Jakarta.

8. Hosseini, S.M.V., Davani, S.Z.N., Sabet, B., Forutan, H.R., Sharifian, M., (2008), The Role of Gastrostomy in the Staged Operation of Esophageal Atresia, Department of Pediatric Surgery, University of Medical Sciences, Iran. J Indian Assoc Pediatr Surg : Jan-Mar 2008/Vol 3/Issue 1. Didownload dari http://www.jiaps.com.

9. Melek, M., Cobanoglu, U., (2011), Methodology Report : A New Technique in Primary Repair of Congenital Esophageal Atresia Preventing Anastomotic Stricture Formation and Describing the Opening Condition of Blind Pouch: Plus (“+”) Incision, Hindawi Publishing Corporation, Gastroenterology Research and Practice, doi:10.1155/2011/527323.

10. Haq, A.U., Akhter, N., Samiullah, Javeria, Jan, I.A., Abbasi, Z., (2009), Factors Affecting Survival in Patients with Oesophageal Atresia and Tracheo-Oesophageal Fistula, Department of Paediatric Surgery, Aga Khan University, Karachi, Pakistan, J Ayub Med Coll Abbottabad ;21(4). Didownload dari http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/PAST/21-4/Anwar.pdf

11. Tandon, R.K., Sharma, S., Sinha, S.K., Rashid, K.A., Dube,R., Kureel, S.N., Wakhlu, A., Rawat, J.D., (2008), Esophageal Atresia : Factors Influencing Survival – Experience at an Indian Tertiary Centre, Department of Pediatric

Page 18: Atresia Esofagus

Surgery and Neonatology, King George’s Medical University, India, J Indian Assoc Pediatr Surg : 13 (1). Didownload dari http://www.jiaps.com.

12. Gupta, A.K., Guglani, B., (2005), Imaging of Congenital Anomalies of the Gastrointestinal Tract, Symposium on Common Pediatric Surgical Problems-II, India, Indian J Pediatr ; 72 (5) : 403-414.