laporan kasus anestesi pada atresia esofagus tipe...

28
1 LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek Agus Heryana Putra, SpAn DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2018

Upload: others

Post on 22-Aug-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

1

LAPORAN KASUS

ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C

dr. Kadek Agus Heryana Putra, SpAn

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018

Page 2: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya

laporan kasus yang berjudul “Anestesi Pada Atresia Esofagus Tipe C” ini dapat terselesaikan

tepat pada waktunya.

Semoga laporan kasus ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para

pembaca. Akhir kata, penulis menyadari bahwa laporan kasus yang disusun ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan

masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan kasus ini. Atas perhatiannya,

penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Page 3: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii

BAB I

PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Esofagus ................................................................................................. 2

II. Epidemiologi ......................................................................................................... 2

II. Etiologi .................................................................................................................. 3

IV. Patofisiologi .......................................................................................................... 3

V. Klasifikasi ............................................................................................................. 4

VI. Presentasi Klinis .................................................................................................... 5

VII. Diagnosis ............................................................................................................... 6

VIII. Terapi .................................................................................................................... 7

IX. Penatalaksanaan Anestesia .................................................................................... 7

BAB III

LAPORAN KASUS................................................................................................................. 9

BAB IV

PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 19

BAB V

KESIMPULAN ........................................................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 24

Page 4: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

1

BAB I

PENDAHULUAN

Atresia esofagus didefinisikan sebagai kelainan kongenital berupa gangguan kontinuitas

pada lumen esofagus. Atresia esofagus dapat disertai dengan fistula trakeoesofagus yaitu lumen

penghubung antara bagian proksimal dan atau distal esofagus dengan jalan napas (trakea).

Pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Gibson pada tahun 1967. Terjadi pada 2500-3000

kelahiran hidup, dua sampai tiga kali lebih sering terjadi pada anak kembar.1,2,3

Etiologi atresia esofagus merupakan multifaktorial dan masih belum diketahui dengan

jelas. Adanya hubungan atresia esofagus dengan berbagai kelainan bawaan lainnya,

menunjukkan bahwa lesi ini terjadi akibat adanya gangguan dalam embriogenesis, yang

penyebab pastinya belum teridentifikasi.2

Bayi dengan atresia esofagus akan menunjukkan gejala hipersalivasi dan sesak napas

yang ditimbulkan akibat aspirasi pneumonia. Ketika selang nasogastrik tidak dapat melewati

esofagus maka dapat diduga adanya atresia. Pemeriksaan radiologi memiliki peran penting dalam

mendiagnosis atresia esofagus, menegaskan atresia esofagus dengan fistula atau tanpa fistula dan

mendiagnosis anomali lainnya yang terkait dengan VACTERL.4,5

Pengetahuan dan kemampuan

seorang anestesiologis dalam menangani pasien-pasien dengan kelainan tersebut saat akan sangat

memainkan peranan penting dalam keberhasilan durante operasi. Pemahaman terhadap

komplikasi yang mungkin terjadi dan hasil jangka panjang serta gejala sisa yang muncul setelah

operasi, akan menentukan prognosis dari pasien tersebut1

Page 5: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Esofagus

Esofagus merupakan tabung muskuler yang menghubungkan faring dengan gaster.

Panjang esofagus saat lahir bervariasi antara 8-10 cm dan pada usia 15 tahun sekitar 19 cm.

Esofagus memanjang dari batas bawah kartilago cricoid (setinggi corpus vertebra servikal 6)

hingga ke orifisium kardiak gaster setinggi corpus vertebra thorakal 11. Batas atas pada bayi

baru lahir terletak setinggi corpus vertebra servikal 4 atau 5 dan berakhir lebih tinggi yaitu

setinggi corpus vertebra thorakal 9.6

Berdasarkan regio yang dilewati, esofagus dapat dibagi menjadi esofagus servikal,

esofagus thorakal dan esofagus abdominal. Esofagus servikal di mulai dari ujung orofaring

hingga corpus vertebra cervical 6. Esofagus thorakal berada di sepanjang mediastinum mulai

setinggi corpus vertebra thorakal 10 melintasi diafragma yang merupakan jaringan muskuler kuat

dan membatasi thorax dengan abdomen. Esofagus abdominal mulai setinggi corpus vertebra

thorakal 11, masuk kedalam lambung, membentuk sudut yang tajam disebut cardiac angle.1,6

Esofagus memiliki pembuluh darah yang kompleks sesuai dengan pembagian anatomi

esofagus. Esofagus cervical mendapatkan aliran darah dari arteri tiroid inferior. Esofagus

thorakal mendapat aliran darah dari cabang aorta thorakal dan arteri brakhial. Esofagus

abdominal mendapatkan darah dari artei gastrika sinistra dan aorta abdominal cabang phrenik

sinistra inferior. Begitu juga dengan aliran darah vena.1

II. Epidemiologi

Atresia esofagus merupakan malformasi kongenital yang terjadi pada 2500-3000

kelahiran hidup. Dua sampai tiga kali lebih sering terjadi pada anak kembar. Angka kejadian

atresia esofagus di amerika serikat sekitar satu pada 4500 kelahiran. Di Finlandia memiliki angka

kejadiaan yang tinggi yaitu satu pada 2440 kelahiran.2,4

Atresia esofagus lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Walaupun

beberapa kasus bersifat sporadik, adanya riwayat keluarga dengan atresia esofagus telah

dilaporkan. Sekitar 6% bayi dengan atresi esofagus merupakan anak kembar. Orang tua yang

memiliki satu bayi dengan atresia esofagus , anak selanjutnya beresiko 0,5-2 % memiliki atresia

Page 6: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

3

esofagus. Jika terdapat lebih satu orang keluarga dengan atresia esofagus angka resiko memiliki

kelainan yang sama sekitar 20%.4

III. Etiologi

Adanya hubungan atresia esofagus dengan berbagai kelainan bawaan lainnya,

menunjukkan bahwa lesi ini terjadi akibat adanya gangguan dalam embriogenesis, yang

penyebab pastinya belum teridentifikasi. Adanya gangguan organogenesis pada awal kehamilan

dapat menyebabkan gangguan perkembangan organ secara bersamaan, seperti jantung,

musculoskeletal, gastrointestinal dan genitourinari. Terdapat pola yang simultan dengan kejadian

atresia esofagus yang disebut sebagai VACTERL dan CHARGE. VACTERL merupakan

singkatan dari beberapa kelainan organ yaitu vertebra, malformasi anorektal, malformasi

cardiovascular, atresia esofagus, anomali renal dan limb defect. CHARGE berhubungan dengan

colobomata, penyakit jantung, atresia coana, retardasi mental, hipoplasia genital dan kelainan

telinga. 4,9,10

Etiologi atresia esofagus merupakan multifaktorial dan masih belum diketahui dengan

jelas. Kelainan kromosom seperti trisomi 18 dan 21, adanya agen infektif seperti kekurangan

vitamin A dan penggunaan dosis tinggi pil kontrasepsi yang mengandung progesteron selama

kehamilan diduga sebagai penyebab atresia esofagus. 2,4,7

IV. Patofisologi

Esofagus dan trakea berasal dari foregut primitif. Terjadi selama minggu ke empat dan

kelima perkembangan embrio. Pemisahan struktur tubular terjadi pada minggu keempat

kehamilan dan lengkap pada 34-36 hari. Trakhea sebagai divertikulum ventral dari faring

primitif yaitu bagian kaudal dari foregut. Septum trakheoesofaeal berkembang pada tempat

dimana lipatan tracheoesofageal bersatu. Septum ini membagi foregut menjadi bagian ventral

yaitu tabung laringotrakheal dan bagian dorsal (esofagus). Atresia esofagus terjadi jika septum

trakea menyimpang ke posterior. Penyimpangan ini menyebabkan pemisahan yang tidak lengkap

dari esofagus dari tabung laringotracheal dan menghasilkan fistula tracheoesofageal secara

bersamaan.4,8

Atresia esofagus selalu mempengaruhi mortalitas esofagus. Kelainan peristaltik biasanya

terjadi di esofagus segmen distal. Apakah kelainan motalitas merupakan kelainan primer akibat

Page 7: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

4

inervasi abnormal seperti kejadian pada abnormalitas distribusi neuropeptida atau akibat

sekunder kerusakan nervus vagal yang terjadi selama operasi perbaikan belum jelas. Tekanan

saat relaksasi di seluruh esofagus secara signifikan lebih tinggi dari pasien normal dan tekanan

pada spinkter esofagus distal berkurang.2

Pada atresia esofagus juga terdapat kelainan pada trakea berupa berkurangnya kartilago

trakea dan peningkatan panjang muskulus transversus pada dinding posterior trakea. Pada

kondisi lanjut dapat menimbulkan trakeomalasia dengan kolaps trakea sekitar 1-2 cm dari fistula.

Meskipun beberapa teori embriologi telah mengungkapkan proses pembentukan malformasi

trakea, tidak semuanya dapat menjelaskan variasi anomali anatomi. Terdapat kejadian cukup

tinggi yang menunjukaan adanya kerusakan jaringan mesenkimal selama minggu ke empat

kehamilan.2,4

V. Klasifikasi

Perbedaan gambaran anatomi atresia esofagus dengan atau tanpa fistula trakeoesofagus

menimbulkan perbedaan dalam hal pengklasifikasiannya, namun salah satu klasifikasi yang

banyak dipakai dan praktis secara klinis ialah sistem klasifikasi oleh Gross dan Vogt yang

membedakan atresia esofagus menjadi 5 tipe sebagai berikut:

1. Tipe A : atresia esofagus terisolasi. Angka kejadiannya sekitar 8% dari semua kasus.

2. Tipe B : atresia esofagus distal dengan fistula yang menghubungkan bagian proksimal

esofagus dengan trakea (fistula trakeoesofagus proksimal) dengan angka kejadian 0,8%.

3. Tipe C : merupakan tipe yang paling sering terjadi yaitu sekitar 88,5% - 90% dimana

terdapat proksimal atresia esofagus disertai fistula trakeoesofagus di bagian distal.

4. Tipe D : atresia esofagus dengan double fistula trakeoesofagus yaitu di bagian proksimal dan

distal esofagus dengan angka kejadian 1,4%. 5. Tipe E : disebut juga tipe-H dimana tidak terdapat atresia esofagus namun terdapat fistula

trakeoesofagus dengan angka kejadian sekitar 4% dari semua kasus. 6. Tipe F : Stenosis esophagus

Page 8: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

5

Gambar 1. Klasifikasi atresia esofagus oleh Gross dan Vogt

VI. Presentasi Klinis

Gejala yang dapat terlihat dalam hari pertama setelah kelahiran berupa tidak bisa minum

ASI, tersedak atau muntah dan tidak dapat menelan air liur sehingga terjadi hipersalivasi. Jika

disertai dengan fistula trakeoesofagus proksimal (tipe B) dapat terjadi aspirasi ASI ke paru-paru

karena seluruh ASI yang ditelan bayi akan berakhir di paru-paru sehingga bayi tampak sesak

napas dan sianosis. Adanya ASI (makanan/benda asing) di paru-paru dapat menyebabkan

pneumonia. Distensi abdomen dapat terjadi jika terdapat aliran udara dari trakea ke lambung

melalui fistula trakeoesofagus distal (tipe C dan D). Atresia esofagus tipe D selain adanya fistula

trakeoesofagus distal juga terdapat fistula di bagian proksimal dan merupakan salah satu tipe

yang sulit terdiagnosis. Gejala klinisnya dapat berupa asthma atau batuk yang persisten karena

aspirasi dalam beberapa tahun. Namun, pada tipe D dengan adanya fistula memberikan jalan

bagi ASI dan makanan mencapai lambung melalui fistula proksimal ke trakea dan melalui fistula

distal kembali ke esofagus dan akhirnya ke lambung.

Atresia esofagus tipe E atau disebut juga tipe H merupakan tipe yang sulit didiagnosis

dini dan dapat terdiagnosis setelah bayi tumbuh menjadi anak- anak atau dewasa. Pada tipe ini

tidak terdapat atresia esofagus sehingga makanan dapat mencapai lambung namun, makanan

Page 9: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

6

juga dapat masuk ke paru-paru melalui fistula. Begitu juga sebaliknya udara dari trakea dapat

masuk ke lambung melalui fistula sehingga terdapat udara dalam jumlah yang banyak di

abdomen dan tampak distensi abdomen. Gejala tipikal lainnya berupa sering tersedak ketika

makan dan minum, dan pneumonia aspirasi yang berulang. Untuk itu, Bayi dengan atresia

esofagus baik dengan fistula atau tidak memiliki mortalitas yang tinggi

VII. Diagnosis

Diagnosis atresia esofagus sebaiknya ditegakkan sedini mungkin untuk meminimalkan

komplikasi paru, dapat ditegakkan baik pada prenatal maupun postnatal. Diagnosis prenatal

dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi pada ibu. Adanya temuan polihidramnion,

berkurangnya cairan intraluminal usus bayi dan ketidakmampuan mendeteksi lambung janin

pada pemeriksaan ultrasonografi dapat memberikan petunjuk awal atresia esofagus. Adanya

pouch sign yang tampak sebagai bayangan echoik di tengah janin pada usia 26 minggu

kehamilan juga menunjukkan adanya atresia esofagus, tetapi dalam pemeriksaan membutuhkan

pengalaman. Nilai diagnosis prenatal ini sangat rendah kecuali ditemukan pouch sign dan

polihidramnion secara bersamaan. Polihidramnion tanpa pouch sign merupakan indikasi yang

lemah atresia esofagus. Hanya 1 dari 12 pasien dengan polihidramnion dengan atresia esofagus.

Begitu juga dengan tidak adanya udara gaster, hal ini dapat ditemukan di kelainan lainnya. 1,10

Diagnosis postnatal atresia esofagus dapat dibuat ketika terjadi kesulitan atau

ketidakmampuan selang nasogastrik atau orogastrik melewati esofagus. Normalnya kardiak

lambung pada bayi terletak 17 cm dari gusi bayi, tetapi pada kasus atresia esofagus, selang

berhenti ketika masuk sepanjang 10-12 cm. Foto sinar X babygram memperlihatkan selang

nasogatrik melingkar dalam kantung esofagus proksimal. Untuk memperkirakan celah atau jarak

antara segmen esofagus, selang nasogastrik dimasukkan semaksimal mungkin. Jarak antara

ujung selang dengan karina memperkirakan celah. Jika jarak kurang dari 2-2,5 cm corpus

vertebra merupakan sesuatu yang menguntungkan dalam tindakan operasi.1,4

Radiografi thorax dan abdomen penting dilakukan untuk mendapatkan diagnosis yang

tepat dari atresia esofagus. Selain mengevaluasi letak dari selang nasogastrik, juga dapat menilai

letak distribusi udara usus, arkus aorta, pneumonia aspirasi, kelainan bawaan jantung dan

anomali tulang belakang. 1,10

Page 10: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

7

Pemeriksaan dengan barium tidak diindikasikan dalam penegakan diagnosis atresia

esofagus karena adanya resiko tinggi terjadinya tracheobronchitis aspirasi kimia1,4

Penilaian

kardiologi termasuk echocardiografi merupakan rutinitas sebelum dilakukan operasi untuk

mengetahui adanya kelainan jantung bawaan.9

VIII. Terapi

Bayi dengan atresia esofagus memerlukan resusitasi awal. Jika terjadi gangguan

pernapasan maka bayi membutuhkan ventilator. Bayi yang menggunakan ventilator harus segera

di operasi karena terdapat resiko memburuknya gangguan pernapasan dan perforasi lambung.

Operasi dilakukan kurang dari 8 jam setelah pemakaian ventilator.7

Hal yang paling penting pada bayi dengan atresia esofagus tanpa ventilator adalah

pencegahan aspirasi sekresi faring dan refluks isi lambung melalui fistula. Yang pertama

diperlukan adalah pengisapan secara berkala atau aspirasi dari kantong proximal esofagus

menggunakan kateter double lumen bertekanan rendah. Bayi diletakkan dengan kepala lebih

tinggi untuk meminimalkan refluks lambung.7

Sebelum operasi dilakukan tes darah seperti hitung darah lengkap, elektrolit, glukosa

darah, pembekuan darah dan cross match. Jika kelainan yang berhubungan telah teridentifikasi,

kemudian dinilai tingkat keparahan sebelum operasi dilakukan. Bedah dilakukan dengan anastesi

umum dengan pemasangan pipa endotrakeal. Tujuan prosedur bedah yaitu untuk memisahkan

fistula dan menutupnya pada sisi trachea serta menyambung ujung- ujung segmen esofagus.9

IX. Penatalaksanaan Anestesia

Neonatus dengan TEF memiliki kecendrungan mengalami distensi gaster dan

pneumoperitoneum. Penatalaksanaan anestesia dan bedah akan memberikan fokus utama pada

ventilasi paru tanpa tanpa ventilasi dari fistula. Teknik anestesia yang digunakan meliputi

intubasi trakeal sadar (awake tracheal intubation) dan menghindari penggunaan pelumpuh otot

serta tekanan ventilasi positif yang berlebihan hingga fistula yang ada dapat diidentifikasi dan

dikendalikan7,16

. Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan suction pada proksimal

esophagus, lalu bayi akan diberikan preoksigenasi selama 3 menit dengan ventlasi spontan.

Selanjutnya, dilakukan awake intubation dengan menggunakan endotrakeal tube no 3.0-3.5 mm

(internal diameter) endotracheal tube dengan cuff karena cuff dapat menguntungkan untuk

Page 11: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

8

menutup fistula. Asisten dibutuhkan untuk mendengarkan suara nafas. Intubasi biasanya

dilakukan dengan memasukkan endotrakeal tube sedalam dalamnya hingga ke bronkus kanan,

lalu ditarik pelan pelan kira kira 0.5-1.0 cm hingga suara nafas terdengar sama, bevel lubang tube

juga diarahkan ke anterior untuk menghindari intubasi pada fistula.

Pencegahan distensi lambung dapat tercapai dengan penempatan yang tepat dari selang

endotrakea, atau dengan pembuatan lubang gastrostomy terlebih dahulu pada periode preoperatif

dengan anestesia lokal maupun sesaat setelah induksi dilakukan dimana hal ini akan mengurangi

tekanan lambung7.

Pasien kemudian akan diposisikan lateral decubitus kiri atau kanan. Suara nafas harus

diperiksa ulang untuk mendeteksi adanya endobronkial intubasi yang ditandai dengan hilangnya

suara nafas pada paru kiri, sianosis, bradikardia, dan hipotensi.

Persiapan preoperatif terhadap neonatus yang akan menjalani operasi meliputi stabilisasi

kondisi umum pasien. Pemberian cairan infus preoperatif haruslah adekuat guna mencegah

dehidrasi dan hipoglikemia1,2

. Cairan isotonik (normal saline) merupakan pilihan utama untuk

mengoreksi kondisi hipovolemia, yang diikuti dengan pemberian cairan pemeliharaan yang

mengandung glukosa (5% dextrose dalam ¼ normal saline) sebanyak 5 mL/kgBB/jam. Sulfas

atropine ( 0,1 mg/kgbb) diberikan sebelum induksi untuk memblok tonus vagal.6,16

Pelumpuh otot diberikan setelah fistula berhasil diidentifikasi dan dilakukan ligasi,

Induksi inhalasi adalah alternatif dari intubasi sadar. Setelah neonatus ter-anestesi dalam,

intubasi dapat dilakukan tanpa pelumpuh otot yang diikuti dengan ventilasi tekanan positif yang

ringan. Narkotik merupakan pilihan untuk agen analgesia, yang diberikan bersamaan anestesi

volatile untuk pemeliharaan anestesia. Desaturasi akan terjadi saat dokter bedah menahan

pengembangan paru guna guna menarik bagian distal esofagus untuk proses anastamosis. Paru

perlu dikembangkan kembali guna mengembalikan saturasi ke nilai normal, hal ini dapat

dilakukan dengan pemberian PEEP ( positive end expiratory pressure) atau pemberian ventilasi

tekanan positif yang besar sesekali untuk pengembangan paru.16,17,18

Setelah operasi yang tanpa komplikasi maka bayi akan diberikan reverse dengan

neostigmine methylsulfate (0.06 mg/kg) and atropine sulfate (0.2 mg/kg) IV dan diekstubasi

dengan bersamaan melakukan suction pada trakea dan esophagus. Pasien pasien dengan penyulit

preoperative sebelumnya maupun perioperative durante operasi akan dilakukan kontrol ventilasi

dengan ventilasi mekanik terlebih dahulu hingga fungsi respirasi berfungsi normal kembali.16,17

Page 12: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

9

BAB III

LAPORAN KASUS

EVALUASI PRAANESTESIA

Identitas Penderita

Nama : Bayi Ni Wayan Sutini

No Rekam Medis : 17055781

Umur : 0 hari (28 Desember 2017)

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Kebangsaan : Indonesia

Alamat : Jl. R Tanah Lot Br Beraban Kediri Tabanan

Masuk Rumah Sakit : 28 Desember 2017 pkl 20 : 09 WITA

Diagnosis : Atresia esophagus tipe C + malformasi anorectal tanpa fistel

Jenis Operasi : Thoracotomy + Repair Fistel + Colostomy

Tanggal operasi : 29 Desember 2017

1. Anamnesis/ heteroanamnesis

Pasien dikeluhkan keluar buih lewat mulut dan tidak keluar mekonium sejak lahir. Pasien

riwayat lahir cesaria atas indikasi KPD 13 jam di RS Kasih ibu, langsung menangis

lemah . Setelah lahir pasien sempat diberi air susu ibu, namun langsung dimuntahkan. Di

RS Kasih ibu pasien sempat dipasang OGT tetapi tidak dapat masuk, kemudian pasien

dilakukan pemeriksaan penunjang berupa Babygram dan didapatkan suspek

Trakeoesofagal fistula, kemudian pasien di rujuk ke RSUP Sanglah. Pasien merupakan

anak kedua dan Berat badan lahir pasien 3000 gram. Riwayat konsumsi obat obatan

selama kehamilan disangkal ibu pasien, riwayat infeksi selama kehamilan juga disangkal.

Riwayat antenatal care rutin di dokter spesialis kandungan setiap bulan dan dilakukan

USG sebanyak tiga kali. Saat lahir, pasien dikatakan langsung menangis lemah dan

ketuban berwarna jernih. Terapi saat ini di triage bedah berupa IVFD Dextose 12,5% 162

Page 13: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

10

ml; nacl 3% 12 ml; ca glukonas 3 ml; kcl 3 ml, aminofusin 60 ml; ampicilin 185 mg tiap

8 jam; amikacin 28 mg tiap 12 jam.

Status Present

Kesadaran : ATR lemah

Respirasi : 45 x / menit

Nadi : 150 x / menit

Suhu Axilla : 37,1 oC

Berat Badan : 3000 gram

Saturasi oksigen : 97-98% room air

Neonatal pain scale : 0

2. Status Fisik

1. Sistem Saraf Pusat : Normal , konjungtiva Ikterik +/+

2. Sistem Sirkulasi : bunyi jantung s1 s2 tunggal tanpa murmur

3. Sistem Respirasi : RR 48x/menit bronkovesikular tanpa ronki wheezing,

retraksi subcostal

4. Sistem Hematologi : Normal

5. Sistem Gastro Intestinal : BU (+) normal, distensi (-),

6. Sistem Urogenital : buang air kecil spontan

7. Sistem Metabolik : Normal

8. Sistem Otot Rangka : Akral hangat, capillary refiil time dibawah 2 detik

3. Pemeriksaan Penunjang

1. Hematologi (28/12/2017) :

WBC 23,54 x103/µL; HGB 20,68 g/dL; HCT 63,23 %; PLT 219 x10

3µL

2. Faal Hemostasis (28/12/2017) :

PT 18,1 detik ( 10,8 – 14,4); APTT 37,4 detik ( 24 - 36); INR 1,58

Page 14: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

11

3. Kimia darah (28/12/2017) :

SGOT 152,6 U/L; SGPT 18,5 U/L; alb 4,1 g/dL ; BUN 7,2 mg/dL; Na 134

mmol/L; K 4,89 mmol/L; Cl 96,4 mmol/L; GDS 41 mg/dL.

4. Thorax foto AP (28/12/2018) : Suspek Tracheoesofageal Fistula, Cor dan pulmo

tak tampak kelainan

5. Foto BOF (28/12/2018) : Foto BOF tak tampak kelainan

4. Kesimpulan : Status Fisik ASA 3

MASALAH :

Permasalahan Aktual

- Neonatus (1 hari)

- Kelainan VACTREL berupa Atresia esophagus type C dan malformasi anorektal

tanpa fistel

- Leukositosis (WBC 23,54 x103/µL)

- Transaminitis (SGOT 152,6)

- Pemanjangan Faal Hemostasis (PPT 18,1 ; APTT 37,4 : INR 1,58)

Permasalahan Potensial

- Gangguan hemodinamik

- Spasme

- Aspirasi

- Bradikardia

- Desaturasi

- Hipotermia

- Hipoglikemia

Page 15: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

12

5. PERSIAPAN PRAANESTESIA

Informed consent mengenai tindakan operasi dan anestesi, resiko anestesi dan

rencana anestesi yang akan dilakukan dan menandatangani surat perjanjian

persetujuan operasi dan anestesi

Persiapan fisik berupa puasa tetap dilanjutkan sejak awal kelahiran

Persiapan optimalisi keadaan umum pasien di ruangan (telah dilakukan oleh TS

pediatri)

Persiapan darah PRC 2 kolf masing-masing 25 mL

6. MANAJEMEN ANESTESIA

Pra anestesia :

Pasien disiapkan untuk dilakukan anestesi umum inhalasi dengan pemasangan pipa

endotrakeal nafas kendali dengan persiapan sevoflurane, fentanyl, atrakurium, alat-alat

untuk persiapan anestesi umum serta obat-obat emergensi. Di ruang persiapan :

Pukul 08.00 WITA pasien diterima masuk di ruang persiapan didalam inkubator dengan

infuse line central yang telah terpasang pada brachial dextra, dilakukan pemeriksaan

kelancaran infus dan pemasangan mikroburet, lalu diberi cairan Ringerfundin sesuai

kebutuhan cairan perjam.

Pukul 08.30 WITA pasien didorong masuk ke kamar operasi

Di kamar operasi :

Penderita tiba di kamar operasi pukul 08.30 WITA dan dilakukan pemasangan monitor,

didapatkan nadi 145-155 kali permenit, saturasi didapatkan 96%. Setelah semua alat-alat

anestesi dan resusitasi serta obat-obat anestesi dan resusitasi siap, pasien diberikan

preoksigenasi dengan oksigen 6 liter/menit. Pasien diberikan premedikasi berupa sulfas

atropine 0,1 mg intravena pada pkl 08.40 WITA. Dilakukan pemberian ko-induksi

dengan fentanyl 3 mcg secara perlahan-lahan dan Induksi dengan sevoflurane sambil

tetap mempertahankan nafas spontan pasien dan sesekali dibantu dengan assisted

ventilation. Tiga menit kemudian didapatkan nadi 135 x/menit dengan saturasi 97%,

Page 16: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

13

dilakukan laringoskopi intubasi tanpa pemberian obat pelumpuh otot dengan pipa

endotrakea no 2,5 tanpa cuff. Setelah dievaluasi pengembangan paru kanan dan kiri

simetris, dilakukan fiksasi lalu diikuti pemasangan packing di daerah supraglotis.

Pemeliharaan anestesi dengan compressed air, Oksigen, sevoflurane. Kendali nafas

dilakukan dengan assisted nafas spontan dengan pemberian PEEP ( positive end

expiratory pressure ) untuk mencegah kolapsnya paru. Fraksi oksigen diatur hingga

mencapai target saturasi diatas 88%. Dilakukan posisi pasien durante operasi lateral

dekubitus kiri. Prinsip-prinsip pencegahan hipotermia dilakukan dengan blanket warmer

dan infus warmer. Dilakukan tindakan thorakotomi dan anastomose esophagus pada pkl

09.40. Operasi berlangsung selama 3 jam 30 menit dengan perdarahan (± 5 cc). Saturasi

selama durante operasi didapatkan 89 – 97% dengan fraksi oksigen 50-80%. Sesaat

setelah operasi berakhir, pasien diposisikan dalam keadaan supine, pasien mengalami

desaturase hingga ke angka terendah 84% walaupun telah diberikan fraksi oksigen 80%,

dilakukan ventilasi manual dengan pemberian PEEP, perlahan saturasi perifer naik ke

96% dengan fraksi oksigen 60%. Pasien tidak diekstubasi dan direncakan dibawa ke

NICU dengan controlled ventilation. Pemeliharaan kecukupan cairan durante operasi

dengan cairan kristaloid 170 ml. Produksi urin didapatkan 0,6 ml/kgbb/jam. Analgetika

pasca operasi dengan fentanyl 40 mcg/24 jam via syringe pump dan metamizole 30 ml

tiap 8 jam intravena. pasien dirawat pasca operasi di NICU. Pada durante operasi

ditemukan atresia esophagus fistula pada bagian distal trakea dan dilakukan end to end

anastomose esophagus.

Page 17: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

14

7. Follow Up NICU

Hari I

Terapi Laboratorium

Status fisik

SSP : DPO IVFD Dextose 12,5% 162 AGD : pH 7,37; PO2 129,3;

Resp : On ventilator PCAC ml; nacl 3% 12 ml; ca PCO2 24,2 ; HCO3- 13,5 ; SO2C

FiO2 60% RR 40 Peep 6 glukonas 3 ml; kcl 3 ml, 98,6% ; BEecf -11,8 ; TCO2 14,3

SpO2 96% aminofusin 60 ml; ampicilin Kimia : BUN 30,5 ; SC 1,39

KV : Nadi 145x/menit 185 mg tiap 8 jam;

GIT : distensi – amikacin 28 mg tiap 12

UG : produksi urin : 0,3 jam,

ml/kgbb/jam Fentanyl 40 mcg/24 jam;

Suhu : 38,2 Metamizole 30 mg IV tiap 8

jam

Atracurium 1,5 mg

Hari II

Terapi Laboratorium

Status fisik

SSP : DPO IVFD Dextose 12,5% 153 AGD : pH 7,42 ; PO2 117,2 ;

Resp : On ventilator PCAC ml; nacl 3% 24 ml; ca PCO2 27,7 ; HCO3- 17,5 ; SO2C

FiO2 50% RR 40 Peep 6 glukonas 3 ml; kcl 3 ml, 98,4% ; BEecf -7,0 ; TCO2 18,3

SpO2 96% aminofusin 90 ml; ampicilin

KV : Nadi 135x/menit 185 mg tiap 8 jam; amikacin

GIT : distensi – 28 mg tiap 12 jam,

UG : produksi urin : 0,2 Fentanyl 40 mcg/24 jam;

ml/kgbb/jam Metamizole 30 mg IV tiap 8

Suhu : 37,8 jam

Midazolam 2 mg/jam

Albumin 0,6 ml/jam

Page 18: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

15

Hari III

Terapi Laboratorium

Status fisik

SSP : DPO IVFD Dextose 12,5% 153 AGD : pH 7,39 ; PO2 181,2 ;

Resp : On ventilator PCAC ml; nacl 3% 24 ml; ca PCO2 29,3; HCO3- 17,4 ; SO2C

FiO2 40% RR 40 Peep 6 glukonas 3 ml; kcl 3 ml, 99,3% ; BEecf - 7,5 ; TCO2 18,3

SpO2 95% aminofusin 120 ml; Kimia : Procalcitonin 24,25 ; Alb

KV : Nadi 125x/menit ampicilin 185 mg tiap 8 1,9 ; Na 127 ; K 5,01 ; Cl 98,8 ;

GIT : distensi – jam; amikacin 28 mg tiap 12 Ca 7,1 ; Alb 2,7

UG : produksi urin : 0,2 jam, DL : WBC 15,37 ; HB 11,09;

ml/kgbb/jam Fentanyl 40 mcg/24 jam; HCT 34,31 ; PLT 10,76

Suhu : 38,3 Metamizole 30 mg IV tiap 8

jam

Midazolam 2 mg/jam

Albumin 0,6 ml/jam

Hari IV

Terapi Laboratorium

Status fisik

SSP : DPO IVFD Dextose 12,5% 107 AGD : pH 7,31; PO2 126 ; PCO2

Resp : On ventilator PCAC ml; nacl 3% 24 ml; ca 38,4 ; HCO3- 19,00 ; SO2C

FiO2 30% RR 40 Peep 6 glukonas 3 ml; kcl 3 ml, 98,3% ; BEecf - 7,2 ; TCO2 20,20

SpO2 95% aminofusin 120 ml;

KV : Nadi 140x/menit ampicilin 185 mg tiap 8

GIT : distensi – jam; amikacin 28 mg tiap 12

UG : produksi urin : 0,2 jam,

ml/kgbb/jam Fentanyl 40 mcg/24 jam;

Suhu : 37,7 Metamizole 30 mg IV tiap 8

Midazolam 2 mg/jam

Albumin 0,6 ml/jam

Page 19: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

16

Hari V

Terapi Laboratorium

Status fisik

SSP : DPO IVFD Dextose 12,5% 147 AGD : pH 7,35 ; PO2 159,2 ;

Resp : On ventilator PCAC ml; nacl 3% 12 ml; ca PCO2 32,6 ; HCO3- 17,6 ; SO2C

FiO2 30% RR 40 Peep 6 glukonas 3 ml; kcl 3 ml, 99,0% ; BEecf - 8,0 ; TCO2 18,6

SpO2 95% aminofusin 120 ml; Kimia : Alb 2,2

KV : Nadi 135x/menit ampicilin 185 mg tiap 8

GIT : distensi – jam; amikacin 28 mg tiap 12

UG : produksi urin : 0,3 Fentanyl 40 mcg/24 jam;

ml/kgbb/jam Metamizole 30 mg IV tiap 8

Suhu : 37,9 Midazolam 2 mg/jam

Albumin 0,6 ml/jam

Hari VI

Terapi Laboratorium

Status fisik

SSP : DPO IVFD Dextose 12,5% 138 AGD : pH 6,84 ; PO2 55,90 ;

Resp : On ventilator PCAC ml; nacl 3% 16 ml; ca PCO2 32,7 ; HCO3- 5,4; SO2C

FiO2 30% RR 40 Peep 6 glukonas 3 ml; kcl 3 ml ; 62,9% ; BEecf -28,4 ; TCO2 6,4

SpO2 96% cefoperazone sulbactam 185 DL : WBC 19,17 ; HB 6,61 ;

KV : Nadi 145x/menit mg tiap 8 jam; amikacin 28 HCT 17,91 ; PLT 13,17

GIT : distensi – mg tiap 12 Kimia : bilirubin 18,67; bilirubin

UG : produksi urin : 0,3 Fentanyl 40 mcg/24 jam; direk 15,61 ; bilirubin indirek

ml/kgbb/jam Metamizole 30 mg IV tiap 8 3,06; BUN 61,0; SC 0,99 ; Na

Suhu : 38,1 Midazolam 1 mg/jam 124 ; K 4,59 ; Cl 94,1 ; Alb 2,4 ;

Albumin 0,6 ml/jam Procalcitonin 55,6

Transfuse PRC 3x15 ml Faal hemostasis : PT 20,2; APTT

Transusi TC 2x25 ml 46,2; INR 1,8

Page 20: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

17

Hari VII

Terapi Laboratorium

Status fisik

SSP : DPO IVFD Dextose 12,5% 138 AGD : pH 7,28 ; PO2 140,7 ;

Resp : On ventilator PCAC ml; nacl 3% 16 ml; ca PCO2 33,5 ; HCO3- 15,5 ; SO2C

FiO2 30% RR 40 Peep 6 glukonas 3 ml; kcl 3 ml ; 98,5% ; BEecf – 11,2 ; TCO2

SpO2 95% cefoperazone sulbactam 185 16,6

KV : Nadi 135x/menit mg tiap 8 jam; amikacin 28 Kimia : Na 122 ; K 8,35 ; Cl 90,5

GIT : distensi – mg tiap 12 ; Kolesterol total 35 ; HDL 4 ;

UG : produksi urin : 0,2 Fentanyl 40 mcg/24 jam; LDL 3 ; TG 61 ; Ca 8,6 ; GDS 10

ml/kgbb/jam Metamizole 30 mg IV tiap 8 DL : WBC 58,45 ; HB 6,16 ;

Suhu : 38,3 Albumin 0,6 ml/jam HCT 18,05 ; PLT 14,57

Transfuse PRC 3x15 ml Faal hemostasis : PT 45,9 ; APTT

Transusi TC 2x30 ml 64,7 ; INR 5,03

Hari VIII

Terapi Laboratorium

Status fisik

SSP : DPO IVFD Dextose 12,5% 138 AGD : pH 7,15; PO2 56,4; PCO2

Resp : On ventilator PCAC ml; nacl 3% 16 ml; ca 37,8; HCO3- 13,00 ; SO2C

FiO2 50% RR 40 Peep 6 glukonas 3 ml; kcl 3 ml ; 81,0% ; BEecf – 15,80 ; TCO2

SpO2 94% cefoperazone sulbactam 185 14,2

KV : Nadi 120x/menit mg tiap 8 jam; amikacin 28

GIT : distensi – mg tiap 12

UG : produksi urin : 0,15 Fentanyl 40 mcg/24 jam;

ml/kgbb/jam Metamizole 30 mg IV tiap 8

Suhu : 38,7 Albumin 0,6 ml/jam

Transfuse PRC 3x15 ml

Transusi TC 2x30 ml

Page 21: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

18

Hari IX :

Pkl 09.00 WITA pasien ditemukan dalam desaturasi 50% dan bradikardia 40x/menit, telah

dilakukan resusitasi selama 30 menit namun pasien meninggal pkl 09.30 WITA.

Page 22: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

19

BAB IV

PEMBAHASAN

Atresia diartikan sebagai kelainan kongenital berupa tidak adanya pembukaan normal

dari suatu saluran di tubuh. Fistula berarti hubungan abnormal antara dua struktur epitelial pada

tubuh. Atresia esofagus dan fistula trakeoesofageal merupakan kelainan kongenital yang

dicirikan dengan formasi yang tidak lengkap dari tubuler esofagus atau adanya hubungan yang

abnormal antara esofagus dan trakhea.

Pemeriksaan radiologi memiliki peran penting dalam mendiagnosis atresia esofagus,

menegaskan atresia esofagus dengan fistula atau tanpa fistula dan mendiagnosis anomali lainnya

yang terkait dengan VACTERL. Pemeriksaan pertama yang dilakukan adalah foto thorax

proyeksi AP dan lateral serta foto abdomen proyeksi AP atau foto babygram. Dipastikan leher

dan trakea terlihat baik. Kantong proximal esofagus tampak terisi udara atau sekresi yang tampak

sebagai massa di posterior trakea, melengkung di anterior trakea. Jika terdapat hubungan antara

trakea dan esofagus, maka lambung akan terisi udara. Jika tidak terdapat hubungan maka sistema

usus tak terisi udara. Lima persen bayi dengan atresia esofagus memiliki kelainan lainnya yang

melibatkan jantung, sistema usus, vertebra yang juga dapat terlihat pada pemeriksaan foto polos.

Pada kasus ini bayi berusia 0 hari dengan kecurigaan atresia esofagus dengan fistula

proksimal dan distal. keluar buih lewat mulut dan tidak keluar mekonium sejak lahir. Pasien

riwayat lahir cesaria atas indikasi KPD 13 jam di RS Kasih ibu, langsung menangis lemah.

Setelah lahir pasien sempat diberi air susu ibu, namun langsung dimuntahkan. Di RS Kasih ibu

pasien sempat dipasang OGT tetapi tidak dapat masuk, kemudian pasien dilakukan pemeriksaan

penunjang berupa Babygram dan didapatkan suspek Trakeoesofagal fistula.

Menentukan klasifikasi atresia esofagus yang mungkin adalah tipe A, tipe B, tipe C dan

tipe D. Tipe E dapat disingkirkan karena pada tipe ini selang nasogastrik dapat melewati

esofagus dan berada di gaster. Pada tipe F selang masih mungkin melewati stenosis hingga ke

gaster. Ujung dari selang nasogastrik yang baik dalam menilai atresia esofagus adalah ujung

dalam posisi melingkar. Kemudian di nilai adanya udara di dalam gaster. namun pada klinis

didapatkan nilai saturasi perifer room air 94-96% sehingga tipe atresia esofagus yang mungkin

adalah tipe C dan tipe D.

Page 23: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

20

Atresia esofagus tipe C angka kejadiannya paling sering dibanding tipe lainnya.

Gambaran foto polos akan tampak selang nasogastrik tidak dapat masuk ke lambung dan tampak

lambung terisi udara. Tidak didapatkan gambaran aspirasi pneumonia. Dengan menganalisa foto

polos dapat menentukan tipe dari atresia esofagus dengan tepat. Pada kasus ini didapatkan

proyeksi nasogastric tube setinggi Thorakal 3 hal ini sesuai dengan adanya kemungkinan tipe

atresia esophagus tipe C atau tipe D. tetapi karena dari gambaran thorak tidak didapatkan

gambaran aspirasi pneumonia tetapi klinis menunjukkan adanya gejala distress nafas maka

belum dapat dipastikan tipe C atau D.

Beberapa kesulitan ditemukan selama manajemen anestesi termasuk ventilasi yang tidak

efektif karena pipa endotrakea ditempatkan di fistula, dilatasi lambung, komorbid penyakit

kelaianan kongenital lainnya terutama jantung dan aspirasi paru sebelumnya. Manajemen

anestesi berfokus pada ventilasi paru paru tanpa ventilasi fistula. Prinsip ventilasi pada pasien ini

adalah dengan memberikan frekuensi pernafasan yang sedikit lebih tinggi dengan volume tidal

yang lebih kecil. Hal ini agar ventilasi semenit tetap tercapai sesuai kebutuhan tanpa memberikan

tekanan yang berlebih sehingga tidak menghalangi pandangan lapangan operasi operator. Teknik

ini meliputi intubasi trakea dan menghindari pelumpuh otot dan ventilasi positif yang berlebihan

sampai fistel terkoreksi seperti yang dikerjakan pada pasien ini. Pada pasien ini pasien diberikan

sungkup oksigen 100% dengan mempertahankan nafas spontan dan ventilasi tekanan positif

diberikan minimal karena distensi lambung akan memperberat kompresi paru ipsi maupun

kontralateral. Intubasi dilakukan tanpa pemberian pelumpuh otot. pasien diinduksi dengan

sevoflurane hingga terhipnosis maka sebelum induksi pasien telah dipremedikasi dengan sulfas

atropine untuk menekan respon vagal. Induksi anestesia pada pasien ini dilakukan dengan obat

anestesi inhalasi sevoflurane pada konsentrasi 2,5 % sesuai dosis konsentrasi pasien infant.

Induksi pada pasien pediatrik lebih baik menggunakan agen inhalasi dikarenakan ventilasi

semenit yang tinggi sehingga distribusi obat akan lebih baik serta klirens yang cepat karena

melalui proses difusi di paru. Sevoflurane dipilih karena tidak merangsang peningkatan produksi

sekresi saluran nafas, sehingga tidak semakin memperbesar kemungkinan terjadinya aspirasi

pada pasien ini.

Kontrol nafas dipertahankan hingga target saturasi diatas 94%, pada pasien ini saturasi

ditargetkan saturasi diatas 88% dikarenakan dengan modal saturasi 94-96% room air

kemungkinan telah terjadi pneumonia aspirasi pada pasien. Pemberian cairan infus sebaiknya

Page 24: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

21

diberikan cairan yang mengandung glukosa, namun pada pasien ini diberikan kristaloid dengan

pertimbangan kristaloid merupakan cairan utama untuk resusitasi pada durante operasi, terutama

pada operasi dengan insensible water loss yang besar yaitu gastrointestinal..1,6

Operasi ini

dilakukan dengan posisi lateral dekubitus kiri melalui torakotomi di celah iga keempat kanan.

Waktu yang dibutuhkan untuk pembedahan kurang lebih 2-4 jam dengan perkiraan perdarahan

10 ml/kg. Pasca operasi pasien akan dirawat di ruang neonatal intensif care.

Hipotermia akan meningkatkan konsumsi oksigen, maka temperature lingkungan

dihangatkan hingga 30 -40 celcius karena neonates sangat berisiko terjadi hipotermia. Nyeri juga

dapat meningkatkan konsumsi oksigen, penatalaksaan pasien ini sudah tepat dengan pemberian

blanket warmer, infus warmer dan memasang monitor suhu. Untuk penanganan nyeri dipilih

penggunaan opioid fentanyl untuk mengurangi rangsangan simpatis. Fentanyl merupakan

analgetik opioid pilihan karena fentanyl tidak menurunkan aliran darah ke hepar atau

menurunkan suplai oksigen jika diberikan dengan dosis yang sedang.

Selama operasi paru akan diretraksi untuk memudahkan lapangan pandang operasi. Hal

ini menyebabkan desaturasi terutama bila paru dependen memiliki fungsi yang kurang optimal.

Jika pasien tidak mentolerir manipulasi operator, maka penghentian sementara operasi

dibutuhkan untuk mengembalikan ventilasi dan oksigenasi. Pada pasien ini, desaturasi terjadi

saat pasien diposisikan ke supine, hal ini dapat terjadi karena terjadi atelectasis pada paru

dependen, hal ini dapat diantisipasi dengan pemberian PEEP pada pasien.

Monitor seperti elektrokardiogram, saturasi oksigen, end tidal CO2 dan temperature harus

dipasang. Stetoskop precordial diletakkan disebelah kiri untuk memastikan dan monitoring suara

nafas dan adanya kenungkinan pipa trakea tergeser selama operasi. Pada kasus dimana

bronkoskopi tidak dikerjakan, maka untuk konfirmasi pipa trakea dapat digunakan cara lain yaitu

setelah induksi intubasi mainstream kanan lalu diikuti withdrawal perlahan pipa trakea hingga

suara nafas terdengar disisi kiri, teknik ini yang dikerjakan pada pasien. Pada pasien dengan

fistel, pipa dengan cuff memiliki keuntungan untuk menutup fistula, tetapi pada kasus ini

dikarenakan keterbatasan alat, maka tidak dikerjakan. Bevel lubang pipa tetap diarahkan ke sisi

anterior untuk menghindari intubasi pada fistula.

Pada post operasi, pertimbangan untuk dilakukan ekstubasi harus dipikirkan secara

matang. Pada pasien yang dilakukan ekstubasi sekitar 30% akan mengalami reintubasi untuk

membersihkan secret, dan trakeomalasia yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas. Pada

Page 25: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

22

pasien ini dipilih kontrol ventilasi terlebih dahulu mengingat kemungkinan telah terjadi

pneumonia aspirasi sebelumnya mengingat modal saturasi room air dibawah 95%. Hal ini juga

dilakukan untuk menghindari dan mengamankan jalan nafas jika terjadi komplikasi seperti

trakeomalasia dan kebocoran anastomose.

Page 26: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

23

BAB V

KESIMPULAN

Seorang bayi laki laki, 0 hari datang kerumah sakit dengan keluar buih lewat mulut dan

tidak keluar mekonium sejak lahir. Pasien riwayat lahir cesaria atas indikasi KPD 13 jam di RS

Kasih ibu, langsung menangis lemah . Setelah lahir pasien sempat diberi air susu ibu, namun

langsung dimuntahkan. Di RS Kasih ibu pasien sempat dipasang OGT tetapi tidak dapat masuk,

kemudian pasien dilakukan pemeriksaan penunjang berupa Babygram dan didapatkan suspek

Trakeoesofagal fistula. Pasien didiagnosis dengan atresia esophagus dengan fistula distal dan

proksimal. Koreksi anastomse pada pasien ini merupakan tantangan yang besar bagi seorang

anesthesiologist. Manajemen anestesi yang baik menggunakan teknik sleep non apnea tanpa

pelumpuh otot dan mempertahankan nafas spontan dengan assisted ventilation dapat menjadi

pilihan pada kasus ini. Operasi berlangsung lancar dengan hemodinamik stabil durante operasi.

Pasien meninggal setelah perawatan hari ke-9 karena pneumonia yang semakin

memberat. Penangan Pneumonia pada neonatus memerlukan kemampuan neonatal intensive care

yang komprehensif, dimana harus adanya kerjasama antara Konsultan Anestesia Pediatri dengan

TS Pediatri konsultan PICU dan TS Bedah Anak agar pasien pasien kritis post end to end

anastomose esophagus dapat bertahan hidup mengingat Berdasarkan klasifikasi spitz untuk

mengetahui tingkat kelangsungan hidup berdasarkan berat badan lahir dan kelainan

kardiovaskular pada Grup 1 bila berat badan lahir > 1500 gram tanpa kelainan kardiovaskular

tingkat mortalitas hanya 3%.

Page 27: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Boia ES. Mittal A. Esophageal atresia and tracheoesopahgeal malformation. Jurnalul

Pediatrului. 2005; 8: 41-9.

2. Spitz L. Oesophageal atresia. Orphanet Journal of Rare Disease. 2007; 2: 24.

3. Tandon RK. Sharma S. Shinha SK. Esophageal atresia: factors influencing survival-

experience at Indian tertiary center. Journal Indian Association Pediatric Surgery. 2008;

13: 1-6.

4. Bambini DA. Tracheoesophageal Fistula and Esophageal Atresia. In: Arensman RM,

Bambini DA, Almond PS, editors. Pediatric surgery. Landes Bioscience; 2000. pp 318-

24.

5. Beale P. Lakho K. Oesophageal atresia. Available from : www.global-

help.org/.../books/help_pedsurgeryaf

6. Viswanatha B. Esophagus Anatomy. Medscape (Updated: Oct 14,2011, Cited: 2013 Nov

23). Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1948973-overview

7. Johnson PR. Oesophageal atresia. Infant. 2005; 1: 163-7.

8. Clark DC. Esophageal Atresia and Tracheoesophageal Fistula. American Family

Physician (Updated: Feb 15,1999, Cited: 2013 Nov 23). Available from :

http://www.aafp.org/afp/1999/0215/p910.html.

9. Hollwarth M. Esophageal Atresia and Tracheoesophageal Fistula. In: Puri P, Hollwarth

M, editors. Pediatric surgery. Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2009. pp 329-338.

10. Gupta KA. Guglani B. Imaging of congenital anomalies of the gastrointestinal tract.

Indian Journal Pediatric. 2005; 72 (5) : 403-14.

11. Berocal T. Tores I. Guiterezz J. Congenital anomaly of the upper gastrointestinal tract.

Radiographic; 1999: 855-72.

12. Vogel S. Paediatric gastrointestinal radiology. Auckland Distric Health Board. 2012; 1-7.

13. Serrao E. Santos A. Gaivao A. Congenital esophageal stenosis: a rare case of dysphagia.

Journal of Radiology Case Report. 2010; 4(6): 8-14.

14. Broemling N, Campbell F. Anesthetic management of congenital tracheoesophageal

fistula. Pediatric Anesthesia21(2011) 1092–1099.

Page 28: LAPORAN KASUS ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE Cerepo.unud.ac.id/id/eprint/26733/1/209c72b3275856864e013... · 2020. 7. 21. · ANESTESI PADA ATRESIA ESOFAGUS TIPE C dr. Kadek

25

15. Robins et al. Anesthetic Management of Acquired Tracheoesophageal Fistula : A Brief

Report. Anesthesia & Analgesia : October 2001 p 903-905

16. Gayle et al. Anesthetic Considerations For The Neonate with Tracheoesophageal Fistula.

M.E.J. Anesth 19 (6) 2008.

17. Diego MG, Manolo RL. Anesthetic management of Esophageal Atresia Tipe III with

Tracheoesophageal Fistula in Premature Infant without Invasive Monitoring : A Case

Report.. 2015. Journal of Anesthesia & Critical Care 2(4) : 00063.

18. Wong et al. Airway and Ventilatory Management Options in Congenital

Tracheoesophageal Fistula Repair. 2015. Journal of Cardiothoracic and vascular

anesthesia. April : pp 515 – 520