atresia ani.docx
DESCRIPTION
atresia aniTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Atresia berasal dari bahasa Yunani.A artinya tidak ada trepis artinya nutrisi
atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia adalah keadaan tidak adanya
atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara konginetal
atau disebut juga clausura. Dapat juga dikatakan tidak adanya lubang di
tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh.
Atresia dapat terjadi di seluruh tubuh,dalam hal ini misalnya atresia ani
disebut juga anus imperforata. Ada juga pengertian atresia ani adalah
ketiadaan, penutupan, atau konstriksi rektum atau anus. Kondisi ini
merupakan salah satu cacat lebih umum dari saluran pencernaan (Forrester,
2002).
Pada umumnya gambaran atresia ani yang terjadi pada 1,5%-2% atresia ani
adalah Atresia rektum, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 4:0.
Kejadian yang tinggi terjadi pada daerah India selatan (M Kisra, 2005).
Atresia ani terdapat pada satu dari 5000 kelahiran hidup (Roberton, D.A.R,
1965). Atresia ani terjadi dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 7:3.
Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip Hamami, atresia ani
dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.
Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel
urin, atresia rektum, perineum datar, fistel tidak ada dan pada invertogram:
udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan yaitu
kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada dan
pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan
golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina,
fistel rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada invertogram:
udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan
yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada
invertogram: udara < 1 cm dari kulit.
1
II. ISI
Pengertian Atresia Ani
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM) Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu kelainan
kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
Embriologi
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut
2
membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm/analpit . Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai
primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.
Etiologi Atresia Ani
Penyebab atresia ani belum diketahui secara pasti tetap ini merupakan penyakit anomaly kongenital (Bets. Ed tahun 2002). Akan tetapi atresia juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
Patofisologi Atresia Ani
a. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
d. Berkaitan dengan sindrom downe. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Manifestasi Klinis Atresia Ani
a. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
3
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.f. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal. Perut
kembung. (Betz. Ed 7. 2002) Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.
DiagnosisisBayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir, Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula. Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti
Komplikasi Atresia Ani
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :1. Asidosis hiperkioremia.
2. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4. Komplikasi jangka panjang. Eversi mukosa anal, Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis), Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi). Prolaps mukosa anorektal, Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)(Ngustiyah, 1997 : 248)
Klasifikasi Atresia Ani
Klasifikasi atresia ani :
Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.
4
Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum (Wong, Whaley. 1985).
Penatalaksanaan Medis Atresia Ani
a. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel
b. Pengobatan1. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)2. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)3.c. Edukasi
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi serta memperhatikan kesehatan bayi (Staf Pengajar FKUI. 205)
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto rontgen menurut metode Wangensteen dan Rice bermanfaat
dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu. Foto diambil setelah 24
jam setelah lahir, jangan sampai kurang karena jika kurang usus bayi belum cukup
berisi udara sehingga diagnosisnya nanti bisa kabur.
Setelah berumur sekurang-kurangnya 24 jam, bayi kemudian diletakkan dalam
posisi terbalik selama sekitar 3 menit, sendi panggul dalam keadaan sedikit
5
ekstensi, dan kemudian dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral, setelah
suatu petanda diletakkan pada daerah lekukan anus. Penilaian foto rontgen
dilakukan terhadap letak udara di dalam rektum dalam hubungannya dengan garis
pubokoksigeus dan jaraknya terhadap lekukan anus. Udara di dalam rektum yang
terlihat di sebelah proksimal garis pubokoksigeus menunjukkan adanya kelainan
letak tinggi. Sebaliknya, udara di dalam rektum yang tampak di bawah bayangan
tulang iskium dan amat dekat dengan petanda pada lekukan anus memberi kesan
ke arah kelainan letak rendah. Pada kelainan letak tengah, ujung rektum yang
buntu berada pada garis yang melalui bagian paling bawah tulang iskium sejajar
dengan garis pubokoksigeus.
Gambar 8. gambaran radiologis atresia ani
6
Gambar 9. gambaran radiologis atresia ani
Pemeriksaan Lateral Prone Cross Table. Alternatif pemeriksaan invertogram pada
kasus atresia ani untuk memperlihatkan bayangan udara di dalam colon mencapai
batas maksimal tinggi/ naik di daerah rectum bagian distal.
7
Colostogram in a patient with an ideally placed colostomy, in which plenty of length was left for
the pull through.
8
Dengan pemeriksaan voiding cystogram dapat menentukan letak fistula
rektouretra. Gambaran udara di dalam kandung kemih menunjukkan adanya
fistula. Tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan primer anak-anak kelainan
anorectal karena kepekaannya lebih lemah dibandingkan dengan distal
9
colostography. Distal colostography, Ini menjadi satu-satunya test diagnostik
paling utama yang digunakan untuk memperjelas anatomi pada semua anak-anak
dengan kelainan yang memerlukan colostomy. Kateter dimasukkan kedalam tubuh
ditempatkan ke distal stoma, dan balon dipompa. Kateter ditekan, dan kontras
yang larut dalam air disuntik dengan tangan. Tekanan ini diperlukan
untuk memperlemah tekanan dari levator otot dan untuk memasukkan kontras
sehingga mengalir ke bagian paling rendah kolon dan mengetahui letak fistule.
Semua bayi yang mengalami kelainan bentuk anorektum perlu
menjalani pemeriksaan foto rontgen seluruh bagian kolumna vertebralis dan
urogramintravena untuk menemukan kelainan bawaan lainnya di daerah tersebut.
Apabila belum sempat dilakukan pada masa prabedah, maka kedua pemeriksaan
tersebutsebaiknya dikerjakan setelah dilakukan kolostomiSacral Radiograpi.
Dilakukan Untuk melihat sakrum, posteroanterior dan lateral. Dilakukan untuk
memastikan rasio sakral dan untuk melihat ada tidaknyadefek pada sakral,
hemivertebra dan massa presacral. Ini dilakukan sebelum operasiUSG abdomen,
Spesifik Untuk memeriksa saluran kemih dan untuk melihat ada tidaknya massa
lain. Dilakukan sebelum operasi dan harus diulang setelah 72 jam karena USG
yang lebih awal menemukan sebab awal ultrasonography mungkin tidak cukup
untuk mengesampingkan hydronephrosis akibat vesicoureteral reflux USG spinal
atau MRI, CT scan Banyak anak dengan atresia ani juga memiliki kelainan
tethered spinal cord.
Proyeksi Wangensteen Rice
Persiapan pasien: Tidak ada persiapan khusus yang harus dilakukan tetapi untuk mendapatkan gambaran yang baik maka sebelum dilakukan proyeksi bayi di letakkan dengan posisikepala berada di bawah dan kaki berada di atas selama +5 menit dengan tetap menjaga kenyamanan pasien.
Tujuan Persiapan: agar udara dalam kolon dapat mencapai rectum bagian distal anal yang di pasang marker sehingga pada foto daerah antara marker dengan bayangan udara yang tertinggi dapat diukur.
1. Posisi AP
10
Untuk melihat ada tidaknya atresia ani dan untuk melihat beratnya distensi atau peregangan usus.
a. Posisi Pasien : Pasien diposisikan dalam keadaan inverse ( kepala di
bawah, kaki di atas) di depan standart kaset yang telah di siapkan. Kedua
tungkai difleksikan 90 terhadap badan untuk menghindari superposisi
antara trokanter mayor paha dengan ischii. MSP tubuh tegak lurus kaset.
b. Posisi Objek : Obyek diatur sehingga daerah abdomen bagian distal masuk
dalam film., Pada daerah anus di pasang marker.
c. CR: Horisontal tegak lurus kaset.
d. CP: Pertengahan garis yang menghubungkan kedua trokhanter mayor.
e. FFD: 90cm
f. Eksposi dilakukan pada saat pasien tidak bergerak.
2. Posisi Lateral
Untuk melihat ketinggian atresia ani.
a. Posisi Pasien : Pasien diposisikan dalam keadaan inverse ( kepala di
bawah, kaki di atas) dengan salah satu sisi tubuh bagian kiri atau kanan
menempel kaset. Kedua paha di tekuk semaksimal mungkin ke arah perut
agar bayangan udara pada radiograf tidak tertutup oleh gambaran paha.
11
MSP (mid sagital plane) tubuh sejajar terhadap garis pertengahan film,
MCP (mid coronal plane) tubuh diatur tegak lurus terhadap film.
b. Posisi Objek : Obyek diatur sehingga daerah abdomen bagian distal masuk
dalam film. Pada daerah anus di pasang marker.
c. CR: Horisontal tegak lurus kaset.
d. CP: Pada trokhanter mayor.
e. FFD: 90cm
f. Eksposi dilakukan pada saat pasien tidak bergerak.
Lateral Prone Cross Table
Alternatif pemeriksaan invertogram pada kasus atresia ani untuk memperlihatkan bayangan udara di dalam colon mencapai batas maksimal tinggi/ naik di daerah rectum bagian distal.
1. Posisi Pasien : Pasien diposisikan prone.
2. Posisi Objek : kedua paha ditekuk (hip fleksi), angkat bagian punggung bayi
sehingga letak pelvis lebih tinggi dan kepala/wajah lebih rendah. Kaset pada
salah satu sisi lateral dengan trokhanter mayor pada pertengahan kaset.
12
Ilustrasi posisi pasien pada Lateral cross table
3. CP: pada trochanter mayor menuju pertengahan kaset.
4. CR: Horisontal, tegak lurus film/kaset.
5. FFD: 90 cm
6. Ekspose dilakukan saat bayi tidak bergerak.
Keuntungan posisi ini :
1. Posisi lebih mudah.
2. Waktu untuk memposisikan lebih singkat.
3. Pasien lebih tenang dan nyaman.
13
4. Udara pada rectum tampak naik dan lebih tinggi sehingga posisi ini lebih baik.
Pemeriksaan Penunjang Atresia Ani
a. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
b. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
c. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
d. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.e. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum
tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
14
f. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di
daerah tersebut. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir
dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
15
III. KESIMPULAN
1. Atresia ani adalah ketiadaan, penutupan, atau konstriksi rektum atau
anus.
2. Atresia ani sampai saat ini masih belum jelas, diduga genetik juga
berperan dalam munculnya kelainan ini. Kelainan bawaan anus
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus
dari tonjolan embriogenik.
3. Diagnosis acapkali dapat ditegakkan segera setelah bayi lahir dengan
melakukan inspeksi secara cermat daerah perineum. Apakah ditemukan
adanya fistul atau tidak,memeriksa ada tidaknya lubang pada daerah
anal, memeriksa ada tidaknya lubang anus dan keadaan muskulus
spinkter.
4. Pemeriksaan foto rontgen menurut metode Wangensteen dan
Rice bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang
buntu. Gambaran radiologis atresia penilaian foto rontgen dilakukan
terhadap letak udara di dalam rektum dalam hubungannya dengan garis
pubokoksigeus dan jaraknya terhadap lekukan anus. Udara di dalam
rektum yang terlihat di sebelah proksimal garis pubokoksigeus
menunjukkan adanya kelainan letak tinggi. Sebaliknya, udara di dalam
rektum yang tampak di bawah bayangan tulang iskium dan amat dekat
dengan petanda pada lekukan anus memberi kesan ke arahkelainan letak
rendah. Pada kelainan letak tengah, ujung rektum yang buntu berada
pada garis yang melalui bagian paling bawah tulang iskium sejajar
dengan garis pubokoksigeus.
5. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu
pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
16
IV. DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23480/5/Chapter%20I.pdf
http://sheymsi.wordpress.com/2010/01/13/atresia/
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/11/askep-atresia-ani/
http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/08/teknik-radiografi-pada-kasus-
atresia.html
Junaidi P., Atiek S., Husna A., Hernia, Kapita Selekta Kedokteran. FK UI, Jakarta: Media Aesculapius : 1991
Sjamsuhidajat R., de Jong W, Hernia, Buku Ajar Ilmu Bedah, eds. Revisi, Jakarta : EGC : 1998
Schwartz. et al.intisari prinsip-prinsip ilmu bedah.Ed. 6. jakarta: penerbit buku kedokteran EGC, 2000.
17