atresia ani

25
ATRESIA ANI A. Pengertian Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal. Atresia ani atau anus imperporata adalah malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai lubang ke luar (Wong, 2003). Sebagian besar prognosis atresia ani biasanya baik bila didukung perawatan yang tepat dan juga tergantung kelainaan letak anatomi saat lahir. Atresia ani bila tidak segera ditangani maka dapat terjadi komplikasi seperti obstruksi intestinal, konstipasi dan inkontinensia feses. Klasifikasi atresia ani: 1. Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan Translevator), ciri- cirinya adalah rektum turun sampai ke otot puborektal, spingter ani eksternal dan internal berkembang sempurna dengan fungsi yang normal, rektum menembus muskulus levator ani sehingga jarak kulit dan rektum paling jauh 2 cm. Tipe dari kelainan rendah antara lain adalah anal stenosis, imperforata membrane anal, dan fistula ( untuk laki-laki fistula ke perineum, skrotum atau permukaan penis, dan untuk perempuan anterior ektopik anus atau anocutaneus fistula merupakan fistula ke perineal, vestibular atau vaginal). 2. Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate Anomaly), ciri- cirinya adalah ujung rektum mencapai tingkat muskulus Levator ani tetapi tidak menembusnya, rektum turun melewati otot

Upload: dian-kusuma-putri

Post on 18-Jan-2016

52 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan pendahuluan

TRANSCRIPT

Page 1: Atresia Ani

ATRESIA ANI

A. Pengertian

Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada dan trepsis

yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan

tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal. Atresia ani atau anus imperporata adalah

malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai lubang ke luar (Wong, 2003).

Sebagian besar prognosis atresia ani biasanya baik bila didukung perawatan yang tepat

dan juga tergantung kelainaan letak anatomi saat lahir. Atresia ani bila tidak segera ditangani

maka dapat terjadi komplikasi seperti obstruksi intestinal, konstipasi dan inkontinensia feses.

Klasifikasi atresia ani:

1. Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan Translevator), ciri-cirinya adalah rektum turun

sampai ke otot puborektal, spingter ani eksternal dan internal berkembang sempurna

dengan fungsi yang normal, rektum menembus muskulus levator ani sehingga jarak kulit

dan rektum paling jauh 2 cm. Tipe dari kelainan rendah antara lain adalah anal stenosis,

imperforata membrane anal, dan fistula ( untuk laki-laki fistula ke perineum, skrotum atau

permukaan penis, dan untuk perempuan anterior ektopik anus atau anocutaneus fistula

merupakan fistula ke perineal, vestibular atau vaginal).

2. Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate Anomaly), ciri-cirinya adalah ujung rektum

mencapai tingkat muskulus Levator ani tetapi tidak menembusnya, rektum turun melewati

otot puborektal sampai 1 cm atau tepat di otot puborektal, ada lesung anal dan sfingter

eksternal. Tipe kelainan intermediet antara lain, untuk laki-laki bisa

rektobulbar/rektouretral fistula yaitu fistula kecil dari kantong rektal ke bulbar), dan anal

agenesis tanpa fistula. Sedangkan untuk perempuan bisa rektovagional fistula, analgenesis

tanpa fistula, dan rektovestibular fistula.

3. Kelainan Tinggi (High Anomaly/Kelainan Supralevator). Kelainan tinggi mempunyai

beberapa tipe antara lain: laki-laki ada anorektal agenesis, rektouretral fistula yaitu rektum

buntu tidak ada hubungan dengan saluran urinary, fistula ke prostatic uretra. Rektum

berakhir diatas muskulus puborektal dan muskulus levator ani, tidak ada sfingter internal.

Perempuan ada anorektal agenesis dengan fistula vaginal tinggi, yaitu fistula antara rectum

dan vagina posterior. Pada laki dan perempuan biasanya rektal atresia.

Page 2: Atresia Ani

B. Etiologi

Penyebab kelainan ini belum diketahui secara pasti. Dalam beberapa kasus, atresia ani

kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (seperti peggunaan obat-

obatan dan konsumsi alkohol selama masa kehamilan) namun hal ini masih belum jelas

(Bobak, 2005). Kelainan genetik atau bawaan (autosomal) anus disebabkan oleh gangguan

pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada minggu kelima

sampai ketujuh pada usia kehamilan, terjadi gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan

sinus urogenital, biasanya karena gangguan perkembangan septum urogenital.

C. Anatomi

a. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di

antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut

zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang

melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang

dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula

dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar

( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ).

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong

(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak

setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua

belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale

dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal,

yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang

normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara

saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa

Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.

Page 3: Atresia Ani

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang

merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum

melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh,

duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan

makanan.

2. Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua

dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).

Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah

bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh

dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan

terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis

dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner.

Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel

goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus

penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti

“lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus,

yang berarti “kosong”.

3. Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem

pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah

duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7

dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam

empedu.

b. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan

rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari :

Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens (kiri)

Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam

Page 4: Atresia Ani

usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.

Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.

Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa

menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi

yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

c. Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah

suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari

usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian

besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum

yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

d. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada

organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat

menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau

peritonitis (infeksi rongga abdomen).

Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix

(atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai

cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi

apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di

pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya umbai

cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa

apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing

dikenal sebagai appendektomi.

Page 5: Atresia Ani

e. Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang

berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini

berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong

karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon

desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air

besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam

rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi.

Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana

penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,

konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa

menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam

pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari

tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari

usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh

melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

D. Patofisiologi

Pada usia gestasi minggu ke-5, kloaka berkembang menjadi saluran urinari, genital dan

rektum. Usia gestasi minggu ke-6, septum urorektal membagi kloaka menjadi sinus urogenital

anterior dan intestinal posterior. Usia gestasi minggu ke-7, terjadi pemisahan segmen rektal

dan urinari secara sempurna. Pada usia gestasi minggu ke-9, bagian urogenital sudah

mempunyai lubang eksterna dan bagian anus tertutup oleh membrane. Atresia ani muncul

ketika terdapat gangguan pada proses tersebut.

Selama pergerakan usus, mekonium melewati usus besar ke rektum dan kemudian

menuju anus. Persarafan di anal kanal membantu sensasi keinginan untuk buang air besar

(BAB) dan juga menstimulasi aktivitas otot. Otot tersebut membantu mengontrol pengeluaran

feses saat buang air. Pada bayi dengan malformasi anorektal (atresia ani) terjadi beberapa

kondisi abnormal sebagai berikut: lubang anus sempit atau salah letak di depan tempat

Page 6: Atresia Ani

semestinya, terdapat membrane pada saat pembukaan anal, rectum tidak terhubung dengan

anus, rektum terhubung dengan saluran kemih atau sistem reproduksi melalui fistula, dan

tidak terdapat pembukaan anus.

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik pada klien dengan atresia ani antara lain meconium tidak keluar dalam

24 jam pertama setelah kelahiran atau keluar melalui saluran urin, vagina atau fistula. Pada

bayi baru lahir tidak dapat dilakukan pengukuran sehu secara fekal. Distensi abdomen dapat

terjadi bertahap dalam 8-24 jam pertama. Pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda-tanda

obstruksi usus dan adanya konstipasi. Muntah pada bayi umur 24048 jam atau bila bayi diberi

makan juga perlu diperhatikan. Pembukaan anal terbatas atau adanya misplaced pembukaan

anal. Lebih dari 50% klien dengan atresia ani mempunyai kelainan congenital lain (Kurniah,

2013).

F. Pemeriksaan Penunjang

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

1. Pemeriksaan radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

2. Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak

pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.

3. Ultrasound terhadap abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan

mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

4. CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

5. Pyelografi intra vena

Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

6. Pemeriksaan fisik rektum

Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.

Page 7: Atresia Ani

7. Rontgenogram abdomen dan pelvis juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya

fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

G. Komplikasi

Komplikasi jangka pendek yang dapat terjadi pada klien atresia ani adalah asidosis

hiperkloremi, infeksi saluran kemih yang berkepanjangan, dan kerusakan uretra. Komplikasi

jangka panjang yang dapat terjadi antara lain eversi mukosa anal, stenosis, infaksi dan

kostipasi, masalah toilet training, prolaps mukosa anorectal, dan fistula kambuhan. Komplikasi

lainnya antara lain obstruksi intestinal dan inkontinensia bowel (Kurniah, 2013).

H. Penatalaksanaan Medis

Ada beberapa penataklasaan medis, yaitu (Kurniah, 2013):

1. Kolostomi

Bayi laki-laki maupun perempuan yang didiagnosa mengalami malformasi anorektal

(atresia ani) tanpa fistula membutuhkan satu atau beberapa kali operasi untuk

memperbaikinya. Kolostomi adalah bentuk operasi yang pertama dan biasa dilakukan.

Kolostomi dilakukan untuk anomaly jenis kelainan tinggi (High Anomaly), rektovaginal

fistula, rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum, dan jika hasil jarak udara

di ujung distal rektum ke tanda timah atau logam di perineum pada radiologi invertogram

> 1 cm. Tempat yang dianjurkan ada 2 : transverso kolostomi dan sigmoidostomi. Bentuk

kolostomi yang aman adalah stoma laras ganda. Kolostomi merupakan perlindungan

sementara (4-8 minggu) sebelum dilakukan pembedahan. Pemasangan kolostomi

dilanjutkan 6-8 minggu setelah anoplasty atau bedah laparoskopi. Kolostomi ditutup 2-3

bulan setelah dilatasi rektal/anal postoperatif anoplasty. Kolostomi dilakukan pada periode

perinatal dan diperbaiki pada usia 12-15 bulan.

1. Dilatasi Anal (secara digital atau manual)

Dilatasi anal dilakukan pertama oleh dokter, kemudian dilanjutkan oleh perawat.

Setelah itu prosedur ini diajarkan kepada orang tua kemudian dilakukan mandiri. Klien

dengan anal stenosis, dilatasi anal dilakukan 3x sehari selama 10-14 hari. Dilatasi anal

Page 8: Atresia Ani

dilakukan dengan posisi lutut fleksi dekat ke dada. Dilator anal dioleskan cairan/minyak

pelumas dan dimasukkan 3-4 cm ke dalam rektal.

Pada perawatan postoperatif anoplasty, dilatasi anal dilakukan beberapa minggu

(umumnya 1-2 minggu) setelah pembedahan. Dilatasi anal dilakukan dua kali sehari selama

30 detik setiap hari dengan menggunakan Hegar Dilator. Ukuran dilator harus diganti

setiap minggu ke ukuran yang lebih besar. Ketika seluruh ukuran dilator dapat dicapai,

kolostomi dapat ditutup, namun dilatasi tetap dilanjutkan dengan mengurangi frekuensi.

Ukuran Hegar Dilator:

Umur Anak Hegar Dilator1-4 bulan 12

4-12 bulan 138-12 bulan 141-3 tahun 15

3-12 tahun 16>12 tahun 17

2. Anoplasty

Anoplasty dilakukan selama periode neonatal jika bayi cukup umur dan tanpa

kerusakan lain. Operasi ditunda paling lama sampai usia 3 bulan jika tidak mengalami

konstipasi. Anoplasty digunakan untuk kelainan rektoperineal fistula, rektovaginal

fistula, rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum.

3. Bedah Laparoskopik/Bedah Terbuka Tradisional

Pembedahan ini dilakukan dengan menarik rectum ke pembukaan anus.

I. Penatalaksanaan Keperawatan

Ada beberapa tindakan lkeperawatan yang dapat dilakukan, yaitu (Kurniah, 2013):

1. Toilet Training

Toilet training dimulai pada usia 2-3 tahun. Menggunakan strategi yang sama dengan

anak normal,misalnya pemilihan tempat duduk berlubang untuk eliminasi dan atau

penggunaan toilet. Tempat duduk berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh

benda lain memungkinkan anak merasa aman. Menjejakkan kaki le lantai juga

memfasilitasi defekasi

2. Bowel Management

Page 9: Atresia Ani

Meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk membersihkan kolon.

3. Diet Konstipasi

Makanan disediakan hangat atau pada suhu ruangan, jangan terlalu panas/dingin.

Sayuran dimasak dengan benar. Menghindari buah-buahan dan sayuran mentah.

Menghindari makanan yang memproduksi gas/menyebabkan kram, seperti minuman

karbonat, permen karet, buncis, kol, makanan pedas, pemakaian sedotan

4. Diet Laksatif/Tinggi Serat

Diet laksatif/tinggi serat antara lain dengan mengkonsumsi makanan seperti ASI, buah-

buahan, sayuran, jus apel dan apricot, buah kering, makanan tinggi lemak, coklat, dan

kafein.

J. Pembedahan Pada Atresia Ani

Tindakan sementara

Salah satu tindakan sementara adalah kolostomi. Kolostomi adalah suatu operasi

untuk membentuk suatu lubang buatan antara kolon dengan permukaan kulit pada

dinding perut. Lubang buatan ini bisa bersifat sementara atau selamanya. Jenis – jenis

kolostomi, antara lain(Anderson,2002) :

1. Kolostomi transversum

2. Kolostomi sigmoid

3. Kolostomi kolon asenden

4. Kolostomi kolon desenden.

Untuk kolostomi kolon asenden dan desenden sangat jarang digunakan karena

letak anatomis dari kolon asenden dan desenden tersebut retroperitoneal (Brunicardi,

2005)

Terapi definitif

Terapi definitif yang biasa digunakan pada atresia ani adalah anoplasti.

Anoplasti adalah tindakan pembedahan untuk membuat anus pada penderita

malformasi anorektal.

Anoplasti dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Abdominoperineal pulltrough

Page 10: Atresia Ani

Indikasi: Rektum terletak sangat tinggi dan tidak mungkin dicapai melalui insisi

perineum

Dilakukan dengan:

Posisi pronasi, panggul diganjal bantal dilanjutkan posisi supinasi

Insisi sagital mulai koksigeus melalui pusat kontraksi sfingter ani ke arah

perineum

Bila didapatkan fistel ð dipisahkan dan dijahit

Gambar Abdominoperineal pulltrough

2. Posterosagital Anorektoplasti (PSARP)

Indikasi:

Atresia ani letak tinggi

Fistel rektouretral

Fistel rektovesikal

Fistel rektovestibular

Fistel rektovaginal

Kloaka

Dilakukan dengan :

Identifikasi sfingter ani eksterna

Insisi posterosagital

Identifikasi otot perineum – stimulator elektrik

Insisi diperdalam dengan memotong sfingter ani dan otot levator sampai mencapai

rektum

Page 11: Atresia Ani

Dinding rektum diinsisi dan dijahit

Fistel dicari, dipisahkan, dan diligasi

Rektum dipisahkan dengan uretra dan jaringan sekitarnya

Diseksi melingkari rektum sampai rektum mencapai perineum

Otot levator dan sfingter ani dijahit dengan mengikutsertakan sebagian dinding

rektum

Fiksasi rektum di perineum

Gambar PSARP

3. Limited Posterosagital Anorektoplasti

Tidak diperlukan pemotongan otot levator untuk mencapai rectum. Indikasi :

Atresia ani letak rendah (<1cm).

Dilakukan dengan:

Posisi pronasi, punggung diganjal bantal

Identifikasi pusat kontraksi sfingter

Insisi posterosagital, diperdalam sampai mencapai rektum dengan memotong

sfingter ani

Dinding rektum diinsisi dan dijahit

Diseksi melingkari rektum sampai rektum mencapai perineum

Fiksasi rektum di perineum

4. Anoplasti Perineal

Indikasi: Fistel anoperineal dan anovestibular

5. Laparoskopik anoplasti

Page 12: Atresia Ani

Indikasi: Atresia ani letak tinggi (supralevator)

(Purwadi, 2003).

K. Kasus dan Asuhan Keperawatannya

a. Kasus

Seorang bayi baru lahir dengan berat badan 3kg dirujuk dari rumah sakit daerah ke rumah

sakit Muhammad Husein Palembang dengan kasus kelahiran tanpa memiliki anus. Setelah

dilakukan pemeriksaan, bayi dijadwalkan operasi 3 hari lagi. Buat asuhan keperawatannya!

b. Asuhan keperawatan

Pengkajian

1. Biodata Klien

2. Riwayat keperawatan

Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan masa lalu

3. Riwayat Psikologis (Koping keluarga dalam menghadapi masalah)

4. Riwayat Tumbuh Kembang

BB lahir abnormal

Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah

mengalami trauma saat sakit

Sakit kehamilan mengalami infeksi intraparta

Sakit kehamilan tidak keluar mekonium

5. Riwayat sosial (Hubungan sscial dengan orang lain maupun lingkungan sekitar)

6. Pemeriksaan fisik

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak

merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang

dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan

hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan

vagina. (Whaley & Wong,1996).

Page 13: Atresia Ani

Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :

1. Pre Operasi

a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.

b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.

c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan

prosedur perawatan.

2. Post Operasi

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

Page 14: Atresia Ani

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.

d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan dirumah.

Intervensi

Intervensi keperawatan :

1. Pre Operasi

a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.

Tujuan : Terjadi peningkatan fungsi usus. 29

KH : 1.) Pasien menunjukkan konsistensi tinja lembek

2.) Terbentuknya tinja

3.) Tidak ada nyeri saat defekasi

4.) Tidak terjadi perdarahan

Intervensi :

a.) Lakukan dilatasi anal sesuai program.

Rasional : Meningkatkan kenyamanan pada anak.

b.) Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam.

Rasional : Menyakinkan berfungsinya usus.

c.) Ukur lingkar abdomen klien.

Rasional : Membantu mendeteksi terjadinya distensi.

d.) Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal.

Rasional : Memulihkan dan mengembalikan fungsi usus.

b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.

Tujuan : Volume cairan terpenuhi

Kriteria Hasil :

1.) Turgor kulit baik dan bibir tidak kering

2.) TTV dalam batas normal

Intervensi :

a.) Awasi masukan dan keluaran cairan.

Rasional : Untuk memberikan informasi tentang keseimbangan cairan. 30

b.) Kaji tanda-tanda vital seperti TD, frekuensi jantung, dan nadi.

Page 15: Atresia Ani

Rasional : Kekurangan cairan meningkatkan frekuensi jantung, TD dan nadi turun.

c.) Observasi tanda-tanda perdarahan yang terjadi post operasi.

Rasional : Penurunan volume menyebabkan kekeringan pada jaringan.

d.) Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit sesuai indikasi.

Rasional : Untuk pemenuhan cairan yang hilang.

c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan

prosedur perawatan.

Tujuan : Rasa cemas dapat hilang atau berkurang.

Kriteria Hasil :

1.) Ansietas berkurang

2.) Klien tidak gelisah

Intervensi :

a.) Kaji status mental dan tingkat ansietas dari klien dan keluarga.

Rasional : Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima.

b.) Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan operasi.

Rasional : Dapat meringankan ansietas terutama ketika tindakan operasi tersebut dilakukan.

31

c.) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.

Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.

d.) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi ansietas.

2. Post Operasi

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.

Tujuan : Nyeri dapat berkurang dan skala nyeri berkurang

Kriteria Hasil :

1.) Klien mengatakan nyeri berkurang

2.) Skala nyeri 0-1

3.) Ekspresi wajah terlihat rileks

Intervensi :

Page 16: Atresia Ani

a.) Kaji karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, dan kualitas nyeri.

Rasional : Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan dalam pengkajian.

b.) Ajarkan klien manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi.

Rasional : Membantu dalam menurukan atau mengurangi persepsi atau respon nyeri.

c.) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan anjurkan klien untuk istirahat.

Rasional : Memberikan kenyamanan untuk klien agar dapat istirahat.

d.) Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai advis dokter.

Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

Tujuan : Asupan nutrisi dapat terpenuhi dan menuunjukkan perbaikan usus.

Kriteria Hasil :

1.) Tidak terjadi penurunan BB.

2.) Klien tidak mual dan muntah

Intervensi :

a.) Kaji kemampuan klien untuk menelan dan menguyah makanan.

Rasional : Menentukan pemilihan jenis makanan sehingga mencegah terjadinya aspirasi.

b.) Timbang berat badan sesuai indikasi.

Rasional : Mengevaluasi keadekuatan rencana pemenuhan nutrisi.

c.) Jaga keamanan saat memberikan makan klien seperti kepala sedikit fleksi saat menelan.

Rasional : Menurunkan resiko terjadinya aspirasi dan mengurangi rasa nyeri pada saat

menelan.

d.) Berikan makanan lembut dalam porsi sedikit tapi sering.

Rasional : Meningkatkan pemasukan dan menurunkan distress gaster.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.

Tujuan : Tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi

Kriteria Hasil :

1.) Tidak ada tanda-tanda infeksi

2.) Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan peningkatan leukosit.

Page 17: Atresia Ani

3.) Luka post operasi bersih

Interversi :

a.) Pantau suhu tubuh klien (peningkatan suhu).

Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi.

b.) Ajarkan keluarga teknik mencuci tangan dengan benar dan menggunakan sabun anti

mikroba.

Rasional : Faktor ini paling sederhana tetapi paling penting untuk mencegah infeksi di rumah

sakit.

c.) Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka.

Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.

d.) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.

Rasional : Mencegah terjadinya infeksi luka.

e.) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.

Rasional : Peningkatan leukosit menunjukkan adanya infeksi.

d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan dirumah.

Tujuan : Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah

Kriteria Hasil :

1.) Kelurga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan untuk bayi di rumah.

2.) Keluarga tahu dan memahami dalam memberikan perawatan pada klien.

Intervensi :

a.) Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan.

Rasional : Agar keluarga dapat melakukannya.

b.) Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat.

Rasional : Agar segera dilakukan tindakan.

c.) Ajarkan keluarga cara perawatan luka yang tepat.

Rasional : Dapat memberikan pengetahuan keluarga

d.) Latih keluarga untuk kebiasaan defekasi.

Rasional : untuk melatih pasien.

e.) Ajarkan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat).

Rasional : Membantu klien memperlancar defekasi.

Page 18: Atresia Ani

DAFTAR PUSTAKA

Abdi, n. (2008). Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusia. Blog. Just another blog Unpad

(http://blogs.unpad.ac.id/haqsbageur/2010/03/26/anatomi-dan-fisiologi-sistem-pencernaan-

manusia/ diperoleh pada tanggal 22 November 2014).

Anderson, D. (2002). Kamus Kedokteran Dorlan, Colostomy. Jakarta : EGC

Bobak, I.M., Lowdermik, D.L., & Jensen, M.D. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas. Edisi 4.

Jakarta: EGC

Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, et al. (2005). Anorectal

Malformations in Schwart’z Principles of Surgery. 8th ed. United States of America.

Kurniah, A. (2013). Analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada klien

atresia ani di lantai III Utara RSUP Fatmawati. Karya ilmiah akhir-ners. Program Profesi Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia.

Purwadi. (2003). Anoplasti. Bedah Anak RSUD dr. Soetomo Surabaya.

Wong, Donna L. (2003). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester

(Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.