lp atresia ani
DESCRIPTION
Atresia AniTRANSCRIPT
ATRESIA ANI
1. Definisi Atresia AniAtresia ani berasal dari dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, atresia artinya
nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan
tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubuler secara
kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain, tidak adanya lubang di tempat
yang seharusnya atau buntunya saluran atau rongga tubuh. Hal ini bisa terjadi karena
bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai
saluran itu.
Atresia ani yaitu tidak berlubangnya anus. Atresia ani adalah tidak lengkapnya
perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal.
Atresia ani adalah kondisi dimana rektal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama
pertumbuhan dalam kandungan.
2. Klasifikasi Atresia Ani2.1 Secara Fungsionala. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi
perempuan dengan fistula recto-vagina atau recto-fourchette yang relatif besar,
dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan
dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi
spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera.
2.2 Berdasarkan Letaka. Anomali rendah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi
normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistuls genitourinarius-retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit perineum
lebih dari 1 cm.
2.3 Klasifikasi Wingspread2.3.1 Jenis Kelamin Laki-lakiGolongan Ia. Kelainan fistel urin
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra,
mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis
menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter
terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter.
Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila
evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera.
b. Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan. Pada atresia
rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat
masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi.
c. Perineum datar
Tidak ada keterangan lebih lanjut.
d. Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka
perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan IIa. Kelainan fistel perineum
Fistel perineum sama dengan pada perempuan, lubangnya terletak lebih
anterior dari letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan
obstipasi..
c. Membran anal
Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah
selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat
mungkin.
d. Stenosis anus
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada stenosis anus, lubang
anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak
lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitif.
e. Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka
perlu segera dilakukan kolostomi.
2.3.2 Jenis Kelamin PerempuanGolongan Ia. Kelainan kloaka
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus
genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu
cepat dilakukan kolostomi.
b. Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi
tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi.
c. Fistel rektovestibular
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi
feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat
penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila
penderita dalam keadaan optimal.
d. Atresia rektum
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur
jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga
perlu segera dilakukan kolostomi.
e. Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu
segera dilakukan kolostomi.
Golongan IIa. Kelainan fistel perineum
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus
normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi.
b. Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat
sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan
terapi definitif.
c. Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu
segera dilakukan kolostomi.
3. Etiologi Atresia Ania. Faktor penyebab
- Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
- Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
- Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke-4
hingga ke-6 usia kehamilan.
- Berkaitan dengan Sindrom Down
- Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
- Kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
b. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya atresia ani dapat disebabkan oleh kelainan
kongenital saat lahir seperti:
- Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal,
jantung, trachea, esofagus, ginjal, dan kelenjar limfe).
- Kelainan sistem pencernaan.
- Kelainan sistem pekemihan.
- Kelainan tulang belakang.
4. Patofisiologi Atresia AniAtresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang.
Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinarius dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya
penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara minggu ke-7 dan ke-10 dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga dapat terjadi karena kegagalan
dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak adanya
pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi
ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses yang mengalir ke
arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya
akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90%
kasus atresia ani dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum
(rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke
vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika). Pada letak rendah, fistula menuju ke
uretra (rektouretralis).
5. Manifestasi Klinik Atresia Ani- Mekonium tidak keluar dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran.
- Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
- Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya (vagina
atau uretra)
- Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).
- Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
- Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
- Perut kembung.
- Tidak bisa buang air besar
- Tidak adanya anus, dengan ada/tidak adanya fistula
- Pada atresia ani letak rendah distensi perut, muntah, gangguan cairan
elektrolit dan asam basa.
6. Studi Diagnostik Spesifik Atresia Ania. Pemeriksaan fisik rektum
Pemeriksaan colok dubur dan inspeksi visual adalah pemeriksaan
diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini. Kepatenan rektal dapat
dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
b. Pemeriksaan radiologi
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya. Pemeriksaan
sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya
kumpulan udara dalam ujung rektum yang buntu. Juga bisa digunakan untuk
mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius. Pada
pemeriksaan radiologis dapat ditemukan:
- Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi
- Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia ani / anus imperforata.
Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon / rektum.
- Dibuat foto anter-posterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala
dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga foto
daerah antara benda radio-opak dengan bayangan udara trtinggi dapat diukur.
c. USG abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaan dan mencari adanya faktor reversibel seperti obstruksi oleh karena
massa tumor. USG dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rektal.
d. CT scan, Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Aspirasi jarum
Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan menusukan jarum
tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum
sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
f. Pieolgrafi intravena, Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
g. Pemeriksaan urine, Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya
sel-sel epitel mekonium.
7. Penatalaksanaan Atresia Ani7.1 Penanganan secara preventif- Ibu hamil hingga usia usia gestasi tiga bulan dianjurkan untuk berhati-hati terhadap
obat-obatan, makanan awetan, dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani.
- Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika
sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat
berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
- Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari
konstipasi.
7.2 Rehabilitasi dan pengobatan-Melakukan pemeriksaan colok dubur.
- Melakukan pemeriksaan radiologik.
Pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak
ujung rektum yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi harus diletakkan dalam
keadaan posisi terbalik selama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikit
ekstensi lalu dibuat foto pandangan antero-posterior dan lateral setelah petanda
diletakkan pada daerah lekukan anus.
- Melakukan tindakan kolostomi neonatus, tindakan ini harus segera diambil jika
tidak ada evakuasi mekonium.
- Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap hari dengan kateter uretra,
dilatasi hegar, atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat
melakukan dilatasi sendiri di rumah dengan jari tangan yang dilakukan selama 6
bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai normal.
- Melakukan operasi anapelasti perineum kemudian dilanjutkan dengan dilatasi
pada anus yang baru pada kelainan adanya membran tipis yang menutupi anus.
- Pada kelainan anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu suatu
kantung yang buntu dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui ano-proktoplasti
pada masa neonatus.
- Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain:
Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun).
Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-12 bulan)
Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
- Penanganan pada saluran anus dan rektum bagian bawah yang membentuk suatu
kantung buntu yang terpisah dilakukan dengan kolostomi, kemudian dilanjutkan
dengan operasi "abdominalpull-through". Manfaat kolostomi a.L:
Mengatasi obstruksi usus.
Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan
operasi yang bersih.
Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap
dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan
kelainan bawaan yang lain.
7.3 Prosedur operasiTeknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano
Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong
pasien. Teknik ini merupakan pengganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli
Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka
dinding perut.
a. Teknik Operasi
-Dilakukan dengan general anestesi, dengan endotrakeal intubasi, dengan posisi
pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan.
-Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal
dimple.
- Insisi bagian tengah sakrum ke arah bawah melewati pusat spingter dan berhenti 2
cm di depannya.
-Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex. Os
Coxigeus dibelah sampai tampak muskulus levator, dan muskulus levator
dibelah tampak dinding belakang rektum.
-Rektum dibebaskan dari jaringan sekitarnya.
-Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber.
-Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai ada tension.
b. Perawatan Pasca Operasi PSARP
-Antibiotik intravena diberikan selama 3 hari, salep antibiotik diberikan selama 8-10
hari.
- 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari
dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikkan
sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya.
-Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.
c. Skoring Klotz
Penilaian hasil skoring: nilai scoring 7 – 21
< 7 = Sangat baik
8-10 = Baik
11-13 = Cukup
> 14 = Kurang
No. Variabel Kondisi Skor1. Defekasi 1-2 kali sehari
2 hari sekali3 – 5 kali sehari3 hari sekali> 4 hari sekali
11223
2. Kembung Tidak pernahKadang-kadangTerus-menerus
123
3. Konsistensi NormalLembekEncer
123
4. Perasaan ingin BAB TerasaTidak terasa
13
5. Soiling Tidak pernahTerjadi bersama flatusTerus-menerus
123
6. Kemampuan menahan feses yang akan keluar
> 1 menit< 1 menitTidak bisa menahan
123
7. Komplikasi Tidak ada 1
Komplikasi minorKomplikasi mayor 2
3
8. Komplikasi Pasien dengan Atresia Ania. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat konstriksi jaringan perut di-anastomosis)
e. Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajiana. Persepsi kesehatan: pola manajemen kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga untuk melanjutkan perawatan di
rumah.
b. Pola nutrisi: metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umum terjadi pada pasien dengan
atresia ani post-kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh
mual dan muntah sebagai dampak dari anestesi.
c. Pola eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka
tubuh dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk
buangan. Pada atresia ani tidak terdapat lubang pada anus sehingga pasien akan
mengalami kesulitan dalam defekasi.
d. Pola aktivitas dan latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari adanya
kelemahan otot.
e. Pola persepsi kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya
ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
f. Pola tidur dan istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada
luka inisisi.
g. Konsep diri dan persepsi diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan
operasi.
h. Peran dan pola hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah
sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran.
i. Pola pertahanan diri, stress dan toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah.
j. Pola keyakinan dan nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama
yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan
perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya
pelaksanaan ibadah.
k. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan yang didapatkan: anus tampak merah, usus melebar,
kadang-kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus
tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium
dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina.
2. Diagnosa Keperawatan1. Inkontinensia alvi berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan,
distensi abdomen.
3. Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, muntah.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan, aliran feses
ke traktus urinarius.
5. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
(distensi abdomen).
6. Ketidakseimbangan asam-basa berhubungan dengan perubahan aliran urine
ke rektum.
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
8. Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi
bayi.
9. Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di
rumah.
3. Rencana Intervensi KeperawatanDx. Inkontinensia alvi b.d tidak lengkapnya pembentukan anus.
Tujuan:
- Terjadi peningkatan fungsi usus
Kriteria hasil:
- Pasien menunjukkan konsistensi tinja lembek, terbentuknya tinja, tidak ada
nyeri saat defekasi, tidak terjadi perdarahan.
Intervensi – Mandiri:
- Dilatasikan anal sesuai program.
Rasional: Mencapai ukuran anus yang sesuai dengan usia anak.
- Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal.
Rasional: Menurunkan resiko iritasi mukosa.
- Lakukan enema atau irigasi rektal sesuai order
Rasional: Evaluasi bowel meningkatkan kenyamanan pada anak.
- Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam.
Rasional: Meyakinkan berfungsinya usus.
- Ukur lingkar abdomen
Rasional: Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya
distensi
Dx.Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d trauma saraf jaringan, distensi abdomen.Tujuan:
- Pasien akan melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, akan tampak rileks.
Kriteria hasil:
- Ekspresi wajah pasien relaks, TTV normal.
Intervensi – Mandiri:
- Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien.
Rasional: Membantu evaluasi derajat ketidaknyamanan.
- Tanyakan pada pasien tentang nyeri.
Rasional: Menurunkan ansietas / takut dapat meningkatkan kenyamanan.
- Jelaskan penyebab nyeri dan awasi perubahan kejadian.
Rasional: Menurunkan ansietas / takut dapat meningkatkan kenyamanan.
- Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi, distraksi.
Rasional: Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif sehingga menurunkan
nyeri dan ketidaknyamanan.
- Berikan posisi yang nyaman pada pasien.
Rasional: Menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, dan
meningkatkan kemampuan koping.
Intervensi – Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyamanan, meningkatkan
penyembuhan.
Dx.Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, muntah.Tujuan:
- Kebutuhan nutrisi tubuh tercukupi.
Kriteria hasil:
- Menunjukkan peningkatan BB, nilai laboratorium normal, bebas tanda
malnutrisi.
Intervensi – Mandiri:
- Pantau masukan dan pengeluaran makanan / cairan.
Rasional: Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan untuk membantu memilih
intervensi.
- Kaji makanan kesukaan anak.
Rasional: Meningkatkan nafsu makan dan jumlah intake makanan.
- Beri makan sedikit tapi sering.
Rasional: Mencegah muntah sehingga meningkatkan intake nutrisi.
- Pantau berat badan secara periodik.
Rasional: Mengidentifikasi status nutrisi dan memastikan kebutuhan metabolik.
- Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk anak
untuk makan.
Rasional: Mendorong keinginan pasien untuk makan, menurunkan anoreksia.
- Beri perawatan mulut sebelum makan.
Rasional: Memperbaiki kemampuan lidah untuk merasakan makanan,
meningkatkan nafsu makan.
- Berikan isirahat yang adekuat.
Rasional: Menurunkan resiko muntah setelah makan, menurunkan kebutuhan
energi.
Intervensi – Kolaborasi:
- Pemberian nutrisi secara parenteral.
Rasional: Mempertahankan kebutuhan kalori sesuai program diet.
Dx.Resiko tinggi infeksi b.d prosedur pembedahan, aliran feses ke traktus urinarius.Tujuan:
- Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil:
- Tidak ada tanda-tanda infeksi.
- TTV normal.
- Lekosit normal.
Intervensi – Mandiri:
- Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine.
Rasional: Adanya feses pada urine menunjukkan adanya fistel urine yang
dapat menyebabkan infeksi berulang.
- Selidiki keluhan kandung kemih penuh.
Rasional: Adanya retensi urine dapat meningkatkan resiko infeksi pada traktus
urinarius.
- Pertahankan teknik septik dan aseptik secara ketat pada prosedur medis atau
perawatan.
Rasional: Menurunkan resiko infeksi silang, mempercepat proses
penyembuhan.
- Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.
Rasional: Adanya tanda kemerahan, bengkak, nyeri, eksudat / pus
menunjukkan adanya infeksi.
- Pantau suhu tubuh.
Rasional: Peningkatan suhu tubuh menunjukkan adanya infeksi.
- Pantau dan batasi pengunjung, beri isolasi jika memungkinkan.
Rasional: Menurunkan resiko infeksi silang, meningkatkan istirahat pasien
sehingga daya tahan tubuh adekuat.
Intervensi – Kolaborasi:
- Awasi / observasi hasil laboratorium (sel darah putih).
Rasional: Adanya peningkatan sel darah putih menunjukkan adanya infeksi.
- Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (misal: antibiotik).
Rasional: Mempercepat proses penyembuhan, meminimalkan resiko
komplikasi. Pemberian antibiotik dapat menghilangkan agen
penyebab infeksi.
Dx.Pola pernapasan tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (distensi abdomen).Tujuan:
- Pola pernapasan efektif sesuai pola pernapasan normal.
Kriteria hasil:
- Pasien mempertahankan ventilasi adekuat.
- Tidak mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain, dengan GDA dalam
rentang normal.
Intervensi – Mandiri:
- Awasi kecepatan / kedalaman pernapasan.
Rasional: Adanya suara stridor menandakan adanya penurunan ventilasi dan
dapat mengakibatkan hipoksia.
- Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Adanya suara tambahan menunjukkan penurunan ventilasi paru.
- Tinggikan kepala tempat tidur 30o.
Rasional: Mendorong pengembangan diafragma atau ekspansi paru optimal,
meminimalkan tekanan isi abdomen pd rongga toraks.
- Ubah posisi secara periodik.
Rasional: Meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru.
- Hindari penggunaan pengikat abdomen (misal: gurita, baju ketat).
Rasional: Dapat membatasi ekspansi paru.
Intervensi – Kolaborasi:
- Berikan oksigen tambahan.
Rasional: Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran dan penurunan
kerja napas.
Dx.Ketidakseimbangan asam-basa b.d perubahan aliran urine ke rektum.Tujuan:
- Keseimbangan asam-basa membaik.
- Bebas komplikasi.
Kriteria hasil:
- Nilai elektrolit dalam batas normal.
Intervensi – Mandiri:
- Kaji tingkat kesadaran dan perhatikan kemajuan perubahan pada status
neuromuskuler (misal: kekuatan, tonus, gerakan).
Rasional: Asidosis dapat menyebabkan perubahan status mental karena
penurunan pH cairan SSP.
- Pantau frekuensi / irama jantung.
Rasional: Asidemia dapat dimanifestasikan oleh perubahan pada konfigurasi
EKG dan adanya taki-disritmia atau bradi-disritmia serta
peningkatan iritabilitas ventrikel.
- Kaji suhu kulit, warna, dan pengisian kapiler.
Rasional: Mengevaluasi status sirkulasi, perfusi jaringan, efek hipotensi.
- Auskultasi bising usus, ukur lingkar abdomen sesuai indikasi.
Rasional: Menandakan adanya distress GIT.
- Tes / pantau pH urine.
Rasional: Menandakan kompensasi asidosis dengan mengekskresi kelebihan
hidrogen dalam bentuk asam lemah.
Intervensi – Kolaborasi:
- Bantu dengan identifikasi / pengobatan penyebab dasar.
Rasional: Pengobatan faktor penyebab dapat mengembalikan pH menjadi
normal.
- Ganti cairan sesuai indikasi.
Rasional: Mengurangi asidosis.
- Beri obat sesuai indikasi (misal: natrium bikarbonat, kalium klorida, fosfat,
kalsium).
Rasional: Membantu mengembalikan keseimbangan asam-basa pasien.
Dx.Gangguan integritas kulit b.d kolostomi.Tujuan:
- Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil:
- Mempertahankan integritas kulit.
- Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit.
- Mengindentifisikasi faktor resiko individu.
Intervensi – Mandiri:
- Lihat stoma / area kulit peristomal pada setiap penggantian kantong.
Rasional: Adanya tanda kemerahan, bengkak, nyeri, eksudat / pus
menunjukkan adanya infeksi.
- Ukur stoma secara periodik misalnya tiap perubahan kantong.
Rasional: Pelebaran stoma menunjukkan adanya gangguan / keterlambatan
penyembuhan luka.
- Berikan perlindungan efektif pada kulit.
Rasional: Mempertahankan kulit tetap bersih, meminimalkan kerusakan pada
kulit.
- Kosongkan irigasi dan bersihkan dengan rutin.
Rasional: Mencegah terjadinya komplikasi infeksi akibat adanya timbunan sisa
pencernaan.
- Awasi adanya rasa gatal disekitar stoma.
Rasional: Adanya rasa gatal merupakan gejala infeksi.
Intervensi – Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan ahli terapi.
Rasional: Memberikan terapi yang sesuai dengan masalah kesehatan yang
sedang dihadapi.
Dx.Kecemasan keluarga b.d prosedur pembedahan dan kondisi bayi.Tujuan:
- Memberi dukungan emosional pada keluarga.
Kriteria hasil:
- Keluarga akan mengekspresikan perasaan dan pemahaman terhadap
kebutuhan intervensi perawatan dan pengobatan.
Intervensi – Mandiri:
- Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.
Rasional: Mengidentifikasi rasa takut sebagai antisipasi terhadap prosedur
pembedahan.
- Ajarkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien.
Rasional: Meningkatkan pemahaman terhadap kondisi anak sehingga dapat
mengurangi kecemasan.
- Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan
fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan alat, media dan gambar.
Rasional: Agar orang tua mengerti kondisi klien.
- Beri jadwal studi diagnosa, jadwal operasi, identifikasi pasien, dan informed
consent dengan orang tua.
Rasional: Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan
kecemasan karena mengurangi rasa takut akan kesalahan prosedur.
- Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
Rasional: Membantu mengurangi kecemasan klien
Dx.Kurangnya pengetahuan keluarga b.d kebutuhan perawatan di rumah.Tujuan:
- Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah.
Kriteria hasil:
- Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan bayi di
rumah.
Intervensi – Mandiri:
- Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka
dapat melakukan perawatan.
Rasional: Meningkatkan pelaksanaan perilaku positif, menurunkan resiko
ketidaktepatan perawatan bedah atau perkembangan komplikasi.
- Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan pada
perawat.
Rasional: Pengenalan awal dan pengobatan perkembangan komplikasi dapat
mencegah perkembangan ke arah situasi yang lebih serius
(membahayakan jiwa).
- Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan
dilatasi pada anal secara tepat.
Rasional: Membantu mencapai ukuran anus yang sesuai dengan usia anak.
- Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.
Rasional: Meningkatkan kompetensi perawatan diri dan meningkatkan
kemandirian.
- Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
Rasional: Mengembalikan fungsi anus sesuai dengan kondisi normal.
- Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diet (misalnya serat).
Rasional: Menurunkan resiko obstruksi usus, membantu memperlancar BAB,
meningkatkan kontrol usus lebih baik.
4. Evaluasi1. Inkontinensia alvi tidak terjadi.
2. Nyeri berkurang atau hilang.
3. Nutrisi adekuat.
4. Infeksi tidak terjadi.
5. Pola pernapasan efektif.
6. Keseimbangan asam-basa adekuat.
7. Integritas kulit baik.
8. Kecemasan keluarga berkurang atau tidak ada.
9. Pengetahuan keluarga adekuat.
Buku Sumber:Suriadi dan Yuliani, Rita. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi I. Jakarta:
Fajar Interpratama