asuhan keperawatan sirosis
DESCRIPTION
Asuhan Keperawatan SirosisTRANSCRIPT
“Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis”October 15, 2013Uncategorized
ASUHAN KEPERAWATAN
SIROSIS HEPATIS
1. TINJAUAN KASUS
1. A. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat
penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan
Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. (Price &
Willson, 2005, hal : 493).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik hati yang dikarakteristikkan oleh
gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan
selanjutnya aliran darah ke hati. (Doenges, dkk, 2000, hal: 544).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Sirosis hepatis
adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis
didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan
nekrosis.
1. B. Etiologi
Beberapa penyebab dari sirosis hepatic yang sering adalah:
1) Post nekrotic cirrhosis (viral hepatits)
2) Proses autoimmune:
a) Cronic active hepatitis.
b) Biliary cirhosis
3) Alkoholisme
4) Penyakit metabolik ( hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi alfa-1
antitripsin, Glikogenosis tipe IV, galaktosemi)
5) Penyakit saluran empedu (sirosis bilier primer, obstruksi saluran
empedu ekstrahepatik)
6) Venous overflow obstruction (veno-occlusive disease, sindroma budd-
Chiari)
7) Racun dan obat-obatan (alkaloid pyrolizidine, Methotrexate,
Oxyphenisatin, Alpa methyldopa).
C. Patofisiologi
Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor utama
terjadinya sirosis hepatis. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan
protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati, Namun demikian,
sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum
dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang
tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon
tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi
skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien
sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan
penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan
oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih
berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati
hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi
sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu
berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
WOC
Resiko Tinggi Cedera
D. Manifestasi Klinis
Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang
intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis
hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak.
Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui
melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran
hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada
selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang
setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat
dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi
Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan
berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik
tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah
tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan
konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang
kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan
dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan
semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan
pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah
dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat
hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan
pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting)
darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang
lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan
distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi
abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus
gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan
daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang
tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan
menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi
untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus
gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan
oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk
terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan
retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
Secara umum gejala yang ditimbulkan sirosis hati, sebagai berikut :
1. Mual-mual, nafsu makan menurun
2. Cepat lelah
3. Kelemahan otot
4. Penurunan berat badan
5. Air kencing berwarna gelap
6. Kadang-kadang hati teraba keras
7. Ikterus, spider naevi, erytema palmaris
8. Asites
9. Hematemesis, melena
10. Ensefalopati
E. Pemeriksaan Penunjang /Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom
mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme
dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah
mempunyai prognosis yang kurang baik.
2. Kenaikan kadar enzim transaminase – SGOT, SGPT bukan merupakan
petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul
dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin,
transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan
juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang
dan menghadapi stress.
4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun,
kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan
menunjukan prognasis jelek.
5. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam
dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan
kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan
fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik
dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
7. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila
terus meninggi prognosis jelek.
8. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb,
HBV DNA, HCV RNA. Untuk menentukan etiologi sirosis hati dan
pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah
terjadi transpormasi kearah keganasan.
Pemeriksaan Laboratorium Secara Umum dapat kita lihat dari :
1) Urine : bila ada ikterus, urobilin dan bilirubin menjadi positif.
2) Feses : ada perdarahan maka test benzidin positif.
3) Darah : dapat timbul anemia, hipoalbumin, hiponatrium.
4) Test faal hati.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Medis
a) Asites
Asites diterapi dengan tirah baring total dan diawali dengan diet rendah
garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gr atau 90mmol/hari.
Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200mg sekali
sehari.
Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari,
tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari bila edema kaki ditemukan.
Bila pemberian spironolaktin belum adekuat maka bisa dikombinasi dengan
furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis dilakukan jika jumlah
asites sangat besar.
b) Encephalophaty
Pada pasien dengan adanya ensephalophaty hepatik dapat digunakan
laktulosa untuk mengeluarkan amonia dan neomisin dapat digunakan untuk
mengeliminasi bakteri usus penghasil amonia.
c) Pendarahan Esofagus
Untuk perdarahan esofagus pada sebelum dan sesudah berdarah dapat
diberikan propanolol. Waktu perdarahan akut, dapat diberikan preparat
somatostatin atau okreotid dan dapat diteruskan dengan tindakan ligasi
endoskopi atau skleroterapi.
2. Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat faktor-
faktor pencetus
2. Status mental dikaji melalui anamnesis dan interaksi lain dengan pasien;
orientasi terhadap orang, tempat dan waktu harus diperhatikan
3. Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan rumah
tangga memberikan informasi tentang status jasmani dan rohani
1. 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Identitas penderita:
Pada umumnya sebagian besar penderita sirosis hati berusia antara 40 dan
70 tahun, rata-rata 50 tahun. Pria pada umumnya lebih banyak terkena ,
terutama pada bentuk sirosis alkoholik, kriptogenik dan hemokromatosis;
sedang wanita lebih dominan pada penyakit Wilson, sirosis bilier dan hepatitis
kronik aktif.
2) Keluhan utama:
Penyakit ini dapat berjalan tanpa keluhan dan dapat juga dengan atau tanpa
gejala klinik yang jelas. Mula-mula timbul kelemahan badan, rasa cepat payah
yang makin menghebat, nafsu makan menurun, penurunan berat badan,
badan menguning (ikterus), demam ringan, sembab tungkai dan pembesaran
perut (asites).
Pemeriksaan Fisik head to toe
Keadaan umum
– Keadaan umum :lemah
– Kesadaran :komposmetis (sadar)
Pemeriksaan tanda vital
– Tekanan darah :100/60 mmHg
– Suhu tubuh :37,5◦C
– Pernapasan :24X/menit
– Nadi 100X/menit (regular)
Kepala
– Rambut agak kotor, kulit kepala lembab, tidak ada lesi di kepala,
wajah pucat.
Mata
– Sklera putih, konjungtiva pink palpebra kecoklatan, lebih gelap di kulit
sekitarnya, mata cowong.
Telinga
– Bersih, sedikit cerumen, tidak ada lesi.
Hidung
– Bersih, tidak ada penyimpangan septum nadi.
Mulut
– Agak kotor, tidak ada lesi pada mulut.
Leher
– Tidak ada pembesaran kelenjar dan tyroid, tidak ada kaku kuduk.
Dada
– Inspeksi :bentuk dada normal
– Auskultasi :suara nafas ronchi
Abdomen
– Inspeksi : Tampak asites, umbilikus menonjol
– Palpasi : gelombang air
– Perkusi : pekak beralih
– Auskultasi :peristaltik usus 11 x/menit
Ekstremitas
– Kedua kaki oedem dari lutut sampai telapak kaki, skala odem 4.
B. Analisa Data
1. Data Subyektif
a) Keluhan perut tidak enak, mual dan nafsu makan menurun.
b) Mengeluh cepat lelah.
c) Mengeluh sesak nafas
2. Data Obyektif
b) Penurunan berat badan
c) Ikterus.
d) Spider naevi.
e) Anemia.Air kencing berwarna gelap.
f) Kadang-kadang hati teraba keras.
g) Kadar cholesterol rendah, albumin rendah.
h) Hematemesis dan melena.
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan otot.
2. Cemas b/d hematemesis dan melena.
3. Gangguan pola nafas b/d asites.
4. Resiko tinggi cedera b/d tingkat kesadaran.
D. Intervensi
1. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan otot.
Tujuan: Klien dapat beraktifitas sesuai dengan batas toleransi.
Kriteria hasil: Menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas.
Rencana tindakan:
Intervensi Rasional
Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh:
apakah tekanan darah stabil, perhatian terhadap
aktifitas dan perawatan diri.
jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas
contoh: posisi duduk di tempat tidur, bangun dari
tempat tidur, belajar berdiri dst.
Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan (makan,
minum, mandi, berpakaian dan eleminasi).
1. Stabilitas fisiologis penting untuk
menunjukkan tingkat aktifitas individu.
2. Kemajuan aktifitas bertahap mencegah
peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
3. Teknik penghematan energi menurunkan
penggunaan energi.
2. Cemas b/d hematemesis dan melena.
Tujuan: Cemas hilang atau berkurang.
Kriteria hasil: Pasien tampak rileks dan ansietas menurun.
Rencana tindakan:
Intervensi Rasional
1.Kaji tingkat kecemasan pasien
2. Berikan Penkes tentang hematemesis dan melena
3. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan
mengekspresikan perasaan
1. Tingkat kecemasan dapat mempengaruhi
proses penyembuhan pasien.
2. Memberikan penkes dapat menurunkan
tingkat kecemasan
3. Memberi kesempatan pasien menerima situasi
nyata, mengklarifikasi salah konsepsi dan
pemecahan masalah.
4.Libatkan keluarga pasien dalam proses
penyembuhan
4. Memberi keyakinan bahwa pasien tidak
sendiri dalam menghadapi masalah.
3. Gangguan pola nafas b/d asites.
Tujuan: Pola pernapasan efektif
Kriteria hasil: Pasien tidak mengalami dispneu
Rencana tindakan:
Intervensi Rasional
1. Tinggikan kepala tempat tidur 45 sampai 60 derajat
atau sesuai kebutuhan.
2. Auskultasi paru-paru untuk mendengarkan bunyi
napas setiap 4 jam.
3. Kaji terhadap tanda hipoksia.
1. Agar pasien mendapat posisi yang nyaman.
2. Agar dapat mengetahui perkembangan proses
penyembuhan,
3. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan
pasien.
4. Resiko tinggi cedera b/d tingkat kesadaran.
Tujuan: Pasien tidak mengalami cedera lebih lanjut
Kriteria hasil: Pasien merasa aman dan nyaman
Rencana tindakan:
Intervensi Rasional
1. Eksplorasikan ruangan dan alat-alatnya pada pasien.
2. Libatkan keluarga untuk menjaga keselamatan
pasien.
1. Pasien mengetahui situasi ruangan dengan
baik dan benar.
2. keluarga dapat menjaga keselamatan pasien.
E. Implementasi
Dalam tahap ini akan dilaksanakan tindakan keperawatan yang disesuaikan
dengan rencana.
F. Evaluasi
Dalam proses keperawatan berdasarkan permasalahan yang muncul maka
hal-hal yang diharapkan pada evaluasi adalah sebgai berikut :
1. Klien dapat beraktifitas sesuai dengan batas toleransi.
2. Cemas hilang atau berkurang.
3. Pola pernapasan efektif
4. Pasien tidak mengalami cedera lebih lanjut.