asuhan keperawatan pada klienrepository.stikespantiwaluya.ac.id/327/4/manuscript.pdf · prodi d-iii...
TRANSCRIPT
1
2
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PNEUMONIA DENGAN MASALAH
RESIKO DEFISIT NUTRISI DI RUMAH SAKIT PANTI
WALUYA SAWAHAN MALANG
Rindi Ambarwati, Wibowo, Wisoedhanie Widi A
Prodi D-III Keperawatan STIKes Panti Waluya Malang
Email : [email protected]
Abstrak
Pneumonia merupakan suatu penyakit infeksi yang terjadi pada parenkim paru karena adanya suatu
inflamasi dari bakteri yang menyebabkan alveolus terisi oleh debris dan menjadi eksudat. Konsolidasi di
dalam alveoli mengganggu pernafasan eksternal dan mengurangi oksigen yang berdifusi dari alveolus ke
sirkulasi pulmonal, sehingga semakin lama peradangan di alveolus maka produksi sputum akan menjadi
semakin meningkat dan terjadinya akumulasi sputum di bronkus yang menyebabkan asam lambung mulai
meningkat lalu merangsang terjadinya mual muntah sehingga terjadi penurunan nafsu makan berakibat
mengalami masalah resiko defisit nutrisi. Tujuan penelitian adalah melaksanakan asuhan keperawatan pada
klien Pneumonia dengan resiko defisit nutrisi. Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus terhadap
2 klien Pneumonia yang mengalami resiko defisit nutrisi. Waktu penelitian pada bulan April – Juni 2019 di
Pavilliun St. Maria di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang dengan lama perawatan 3 hari untuk
setiap klien. Pengkajian didapatkan kedua klien mengalami mual muntah dan nafsu makan menurun. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan yang sama, masalah resiko defisit nutrisi Pada klien 1 masalah teratasi
sebagian dengan tercapainya 5 dari 11 kriteria hasil yang telah ditetapkan, sedangkan pada klien 2 masalah
teratasi sebagian yaitu tercapainya 8 dari 11 kriteria hasil yang telah ditetapkan. Tindakan keperawatan yang
tepat pada masalah resiko defisit nutrisi yaitu melakukan oral hygiene sebelum makan dan memberikan air
minum yang hangat untuk meningkatkan nafsu makan klien.
Kata kunci : Pneumonia, Resiko Defisit Nutrisi
Abstrack
Pneumonia is an infectious disease that occurs in the pulmonary parenchyma because of an inflammation of
the bacteria that causes the alveoli to fill with debris and become exudates. Consolidation in the alveoli
interferes with external breathing and reduces oxygen diffusing from the alveolus into the pulmonary
circulation, so that the longer the inflammation in the alveolus, the more sputum production will occur and
the accumulation of sputum in the bronchi which causes stomach acid to increase and stimulate nausea and
vomiting. decreased appetite results in problems with the risk of nutritional deficits. The purpose of the
study was to carry out nursing care for clients of Pneumonia with a risk of nutritional deficits. The research
design used was a case study of 2 Pneumonia clients who experienced a risk of nutritional deficits. Time of
study in April - June 2019 at Pavilliun St. Maria at the Pahan Waluya Hospital in Sawahan Malang with 3
days treatment for each client. The study found that both clients experienced nausea vomiting and decreased
appetite. After carrying out the same nursing actions, the problem of the risk of nutritional deficits in clients
1 problem is resolved in part by achieving 5 of the 11 criteria that have been determined, while in the client
2 problems are partially resolved, namely the achievement of 8 of 11 predetermined criteria. The right
nursing action on the problem of the risk of nutritional deficits is to do oral hygiene before eating and
provide warm drinking water to increase the client's appetite.
Keywords: Pneumonia, risk of nutritional deficit
2
Pendahuluan
Pneumonia merupakan suatu proses inflamasi
yang terjadi pada parenkim paru karena adanya
suatu inflamasi dari bakteri yang menyebabkan
alveolus terisi oleh debris dan menjadi eksudat.
Eksudat dengan cepat memenuhi neutrofil,
eritrosit, dan fibrin serta massa padat dan
terbentuk suatu konsolidasi yang menyebar
pada kedua paru atau terkonsentrasi pada salah
satu massa yang mempengaruhi satu atau lebih
lobus. Konsolidasi di dalam alveoli
mengganggu pernafasan eksternal dan
mengurangi oksigen yang berdifusi dari
alveolus ke sirkulasi pulmonal, sehingga
semakin lama peradangan di alveolus maka
produksi sputum akan menjadi semakin
meningkat dan mengalami okumulasi sputum
di bronkus. Akumulasi menyebabkan asam
lambung mulai meningkat dan merangsang
terjadinya mual muntah sehingga nafsu makan
menjadi menurun (Nair & Peate, 2015).
Berdasarkan data dari World Health
Organization (WHO, 2016) Pneumonia
memiliki angka kesakitan sangat tinggi di
dunia, terdapat kasus Pneumonia mengalami
peningkatan dari 2,1% pada tahun 2007
menjadi 2,7% pada tahun 2013 (Farida dkk,
2017). Hasil Prevalensi Pneumonia
berdasarkan kelompok umur mulai meningkat
pada umur 21 - 54 sehingga mengakibatkan
terjadinya 920.136 kematian Pneumonia pada
tahun 2015 (Farida dkk, 2017). Berdasarkan
dari data Riskesdas (2013) di Indonesia
ditemukan kasus Pneumonia dengan
persentase dari 1,8 % meningkat menjadi 4,5 %
pada tahun 2012. Berdasarkan dari data
Kemenkes RI (2011) di Jawa Timur terdapat
76.745 kasus Pneumonia pada tahun 2010 dan
meningkat sebanyak 4.392 kasus pada tahun
2012. Pada tahun 2012 di wilayah Jawa Timur
terdapat peningkatan kasus pneumonia dari
20,05% menjadi 31,37% pada tahun 2014
(Riskesdas, 2015). Hasil yang didapat dari
pengkajian data Rekam Medis di RS Panti
Waluya Sawahan Malang pada bulan Januari
2018 hingga Desember 2018 ditemukan 148
kasus Pneumonia diantaranya pada usia remaja
sebanyak 35 kasus, pada usia dewasa sebanyak
44 kasus dan dengan jumlah angka kematian
sebanyak 6 kasus (Rekam Medik RS.Panti
Waluya Malang 2019). Hasil penelitian
Artawan mengatakan status gizi dengan derajat
keparahan Pneumonia memiliki hubungan,
bahwa pasien Pneumonia mengalami
malnutrisi dapat menimbulkan Pneumonia
lebih parah dengan memiliki resiko 2,176 kali
lebih besar menyebabkan lebih berat derajat
Pneumonia, peningkatan buruknya derajat
malnutrisi pada Pneumonia yaitu derajat 1
sebanyak 35,5% dan derajat IV sebanyak 72%
sehingga ditotal sebanyak 30% yang
mengalami malnutrisi Pneumonia
dibandingkan 9% dengan yang tanpa malnutrisi
(Artawan dkk 2016).
3
Riyadi & Sukirman (2009) mengatakan Resiko
Defisit Nutrisi dikarenakan virus, bakteri,
jamur masuk ke invasi saluran nafas bawah lalu
bakteri berkembang di alveolus menimbulkan
peradangan yang hebat dan menghasilkan
sputum. Semakin lama peradangan di alveolus
maka produksi sputum akan menjadi semakin
meningkat. Jika bakteri penyebab Pneumonia
terbawa bersama makanan akan masuk ke
lambung dan terjadi peningkatan asam lambung
yang menyebabkan terjadinya mual, muntah,
dan anoreksia, sehingga timbul masalah Resiko
Defisit Nutrisi Gizi. individu yang tidak
mendapatkan asupan gizi yang cukup dapat
mengakibatkan tubuh kekurangan asupan
energi, protein, dapat mempengaruhi sistem
pertahanan tubuh, dan menghambat sistem
pembentukan antibodi terhadap
mikroorganisme sehingga tubuh mudah sekali
terkena infeksi (Anderson dkk, 2009).
Proses terjadinya Resiko Defisit Nutrisi pada
Pneumonia karena adanya penurunan level IgA
pada sistem imunitasnya. Fungsi dari IgA
tersebut yaitu untuk melindungi saluran napas
atas dari infeksi organisme patogenik. Maka
dari itu, jika level IgA menurun akan
mengakibatkan penurunan sistem imun pada
saluran napas sehingga memperparah derajat
infeksi sistem saluran napas (Artawan dkk,
2016).
Fenomena yang penulis dapatkan pada saat
praktek klinik bulan Januari sampai Februari
tahun 2018 di rungan rawat inap Dewasa
(umum) maupun pada ruangan perawatan
intensif, peneliti menemukan kasus Pneumonia
klien berusia 26 tahun menderia Pneumonia
dengan Masalah Resiko Defisit Nutrisi. Klien
mengeluhkan saat makan sering sesak,
batuk,mual muntah, mengalami kesulitan
menelan dan nafsu makan menurun dalam 3
hari hanya menghabiskan ± setengah porsi.
Klien mengalami mual saat makan dan saat
setelah minum obat, membran mukosa kering
(pucat). Hasil foto thorak tampak infiltrat
pneumonia di lobus paru-paru. Penatalaksanaan
dari ahli gizi diberikannya Diit TKTP (Tinggi
Kalori Tinggi Protein) serta mengedukasikan
ke keluarga tentang kebutuhan nutrisi klien.
Masalah Resiko Defisit Nutrisi yang terjadi
pada klien Pneumonia jika tidak segera diatasi
akan menyebabkan suatu dampak atau
komplikasi seperti perubahan struktur paru
normal, perluasan infeksi lokal untuk mengenai
pleura (pleuritis), kerusakan yang berlebihan
pada parenkim berlebihan dengan nekrosis,
abses paru yang terjadi secara lambat dari
penurunan berat badan dan bisa mengalami
empiema atau efusi pleura (Lemone, Burke &
Bauldoff, 2011). Krisnasari (2010) mengatakan
menurunnya daya tahan tubuh disebabkan oleh
asupan makanan tidak dapat memenuhi
kebutuhan tubuh, maka dapat membuat daya
4
tubuh atau sistem kekebalan tubuh menurun
dan mudah untuk terserang infeksi.
Sebagai seorang perawat, pertolongan
kesehatan dengan memberikan asuhan
keperawatan pada Klien Pneumonia dengan
Masalah Resiko Defisit Nutrisi bertujuan agar
nutrisi klien kembali seimbang dan masalah
klien terselesaikan dengan memberikan
intervensi berupa memberikan lingkungan yang
nyaman selama makan, membantu klien oral
hygiene, memberikan makanan sedikit tapi
sering dan lunak. Serta melalui pendekatan
preventif memberikan edukasi dan pemahaman
tentang penyakit Pneumonia kepada klien dan
keluarga. Berkolaborasi dalam pemberian
terapi gizi yang seimbang (Lemone, Burke &
Bauldoff, 2011). Dengan begitu, diharapkan
klien yang mengalami Pneumonia dapat
sembuh dari penyakitnya. Maka dari itu,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
studi kasus mengenai “Asuhan Keperawatan
Pada Klien Pneumonia dengan Masalah Resiko
Defisit Nutrisi di Rumah Sakit Panti Waluya
Sawahan Malang”.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian inin
adalah studi kasus untuk mengeksplorasi
masalah Asuhan Keperawatan pada Klien yang
mengalami Pneumonia dengan masalah Resiko
Defisit Nutrisi di Rumah Sakit Panti Waluya
Sawahan Malang. Kriteia pada penderita
adalah:
1) Klien yang di diagnosa medis Pneumonia
dengan masalah resiko defisit nutrisi.
2) Klien dewasa yang berusia 18 – 60 tahun.
3) Klien mengalami mual muntah setelah
makan.
4) Membran mukosa kering.
5) Mengalami penurunan nafsu makan dalam 1
x 24 jam, setelah direcall untuk asupan
nutrisi 1 x 24 jam sebelumnya.
6) Menghabiskan makanan setengah porsi dari
porsi makanan yang sudah diberikan.
7) Kelemahan pada tonus otot.
Pada penelitian ini yang menjadi partisipan
peneliti yaitu klien 1 Tn. A yang berusia 57
tahun dirawat di Diagnosa Pneumonia pada 8
April 2019 di Ruang Pavilliun St. Maria serta
klien 2 Tn. M yang berusia 60 tahun dirawat di
Diagnosa Pneumonia pada 10 April 2019 di
Ruang Pavilliun St. Maria di Rumah Sakit
Panti Waluya Sawahan Malang.
1) Penelitian dilakukan selama 3 hari terhadap
kedua klien dengan menggunakan teknik
pengumpulan data berupa observasi,
wawancara, pemeriksaan fisik, studi data
intervensi, implementasi, serta evaluasi.
Disematkan pula etika yang menjadi dasar
penyusunan karya tulis ilmiah, terdiri dari
Informed Consent, Anonimity,
Confidentiality.
5
Hasil
Pada studi kasus ini diperoleh hasil sebagai
berikut:
1. Pengkajian
Data yang didapatkan pada klien 1, berusia
57 tahun, Saat dilakukan pengkajian
didapatkan data keluarga mengatakan bahwa
klien sebelumnya memiliki riwayat penyakit
infeksi paru. Klien mengeluh sesak dan
demam selama 5 hari, sehari sebelumnya
mengalami penurunan nafsu makan, klien
mengatakan makan hanya 5 sendok dari
porsi yang sudah diberikan, klien masih
mual dan mutah cair setelah makan kurang
lebih setengah gelas berukuran 200 cc, klien
mengatakan tidak nafsu makan karena sesak
dan sering batuk. Keluarga mengatakan BB
sebelum sakit 51 kg setelah Masuk Rumah
Sakit BB klien menjadi 52 kg. Didapatkan
hasil pemeriksaan kulit tampak lemba,
turgor kulit kembali dalam 2 detik CRT
kembali dalam 2 detik, Mukosa bibir tampak
kering, di dalam rongga mulut ada bercak
putih, lidah tampak sedikit kotor bercak
putih-putih di lidah paling ujung, rambut
klien tampak putih, tipis dan sedikit rontok,
klien tampak sedikit sesak dan batuk,
keadaan umum lemas, bising usus 35
x/menit. Data yang di dapatkan pada klien 2
berusia 60 tahun. Saat dilakukan pengkajian
didapatkan data keluarga mengatakan bahwa
klien sebelumnya memiliki riwayat penyakit
infeksi paru. Klien mengeluh sesak dan
demam selama 3 hari, sehari sebelumnya
mengalami penurunan nafsu makan, klien
mengatakan makan hanya ½ dari porsi yang
sudah diberikan, klien masih mual dan
mutah cair setelah makan kurang lebih
setengah gelas berukuran 200 cc, klien
mengatakan tidak nafsu makan karena batuk
dan mual muntah setelah makan. Keluarga
mengatakan BB sebelum sakit 60 kg setelah
Masuk Rumah Sakit BB klien menjadi 61
kg. Didapatkan hasil pemeriksaan kulit
tampak kering, turgor kulit kembali dalam 2
detik CRT kembali dalam 2 detik, Mukosa
bibir tampak kering, lidah tampak sedikit
kotor berwarna putih, rambut klien tampak
sedikit rontok, klien tampak sedikit sesak
dan batuk, keadaan umum lemas, bising
usus 31 x/menit.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan dari hasil pengkajian, pada
Klien 1 maupun Klien 2 ditegakkan
diagnosa keperawatan yang sama yaitu
Resiko Defisit Nutrisi.
3. Intervensi Keperawatan
Pada Klien 1 dan Klien 2 telah ditetapkan
rencana keperawatan yang telah disesuaikan
dengan tinjauan pustaka berupa identifikasi
status nutrisi, identifikasi alergi dan
intoleransi makanan, identifikasi makanan
yang disukai, identifikasi kebutuhan dan
jenis nutrien, identifikasi perlunya
6
penggunaan selang nasogastrik, monitor
asupan makanan, monitor berat badan,
monitor hasil pemeriksaan laboratorium,
lakukan oral hygiene sebelum makan,
sajikan makanana secara menarik dan sushu
yang sesuai, beri makana tinggi kalori tinggi
protein, hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogatrikjika asupan oral
dapat toleransi, anjurkan posisi duduk, jika
mampu anjurkan diet yang di programkan,
kolaborasi medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), kolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien,
identifikasi faktor yang mempengaruhi
asupan gizi (mis. Pengetahuan, ketersediaan
makanan, agama/ kepercayaan, budaya,
mengunyah tidak adekuat, gangguan
menelan, penggunaan obat-obatan),
identifikasi perubahan berat badan,
identifikasi kelainan pada kulit (mis. Memar
yang berlebihan, luka yang sulit sembuh,
dan pendarahan), identifikasi kelainan pada
rambut (mis. Kering, tipis, kasar, dan mudah
patah), identifikasi pola makan (mis.
Kesukaan/ ketidaksukaan makanan,
konsumsi makanan cepat saji, makan
terburu-buru), identifikasi kemampuan
menelan (mis. Fungsi motorik wajah, reflek
menelan), identifikasi kelainan rongga mulut
(mis. Peradangan, gusi berdarah, bibir
kering), monitor mual muntah, monitor
asupan oral, monitor warna konjungtiva,
monitor hasil laboratorium (mis. Kadar
kolesterol, albumin serum, transferrin,
kreatinin, hemoglobin, hematokrit, dan
elektrolit darah), timbang berat badan, ukur
antropometrik komposisi tubuh (mis. Indeks
Massa Tubuh), hitung perubahan berat
badan, dokumentasikan hasil pemantauan,
jelaskan tujuan pemantauan, informasikan
hasil pemeriksan, jika perlu.
4. Implementasi
Pada Klien 1 dan Klien 2 telah dilakukan
implementasi keperawatan berdasarkan
intervensi keperawatan yang telah
ditetapkan.
5. Evaluasi
Pada Klien 1, Masalah Resiko Defisit
Nutrisi teratasi sebagian karena hanya 5 dari
11 kriteria hasil yang sudah tetapkan
tercapai dan pada Klien 2, Masalah Resiko
Defisit Nutrisi teratasi sebagian karena 8
dari 11 kriteria hasil yang sudah tetapkan.
Pembahasan
1. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian menunjukan
bahwa klien 1 dan 2 sama-sama di diagnosa
pneumonia. Pada klien 1 dan 2 menyatakan
keluhan yang sama yaitu sesak, batuk,
demam dan sebelumnya pernah MRS karena
infeksi paru. Klien 1 menyatakan sesak
dikarenakan proses peradangan di parenkim
7
paru yang menyebabkan terjadinya
konsolidasi dan pengisian rongga alveoli
oleh eksudat lalu terjadinya gangguan
pertukaran gas yang membuat obtruksi pada
jalan napas, sehingga klien mengalami sesak
napas membuat klien mengalami
ketidakmampuan menelan makanan,
sehingga semakin lama peradangan di
alveolus maka produkssi sputum meningkat
lalu terjadinya akumulasi sputum yang
membuat klien merangsang untuk batuk dan
terjadi penumpukan sehingga klien
mengalami distensi abdomen yang berakibat
asam lambung mulai meningkat membuat
klien mengalami mulal muntah lalu
menimbulkan nafsu makan klien menurun.
Klien 2 menyatakan batuk dikarenakan
proses peradangan di parenkim paru yang
menyebabkan terjadinya konsolidasi dan
pengisian rongga alveoli oleh eksudat,
sehingga semakin lama peradangan di
alveolus maka produkssi sputum meningkat
lalu terjadinya akumulasi sputum yang
membuat klien merangsang untuk batuk dan
terjadi penumpukan sehingga klien
mengalami distensi abdomen yang berakibat
asam lambung mulai meningkat membuat
klien mengalami mulal muntah lalu
menimbulkan nafsu makan klien menurun.
Hal tersebut sesuai dengan teori Menurut
Nair dan Peate (2015) Pneumonia
merupakan suatu proses inflamasi yang
terjadi pada parenkim paru karena adanya
suatu inflamasi dari bakteri yang
menyebabkan alveolus terisi oleh debris dan
menjadi eksudat. Eksudat dengan cepat
memenuhi neutrofil, eritrosit, dan fibrin
serta massa padat dan terbentuk suatu
konsolidasi yang menyebar pada kedua paru
atau terkonsentrasi pada salah satu massa
yang mempengaruhi satu atau lebih lobus.
Konsolidasi di dalam alveoli mengganggu
pernafasan eksternal dan mengurangi
oksigen yang berdifusi dari alveolus ke
sirkulasi pulmonal, sehingga semakin lama
peradangan di alveolus maka produksi
sputum akan menjadi semakin meningkat
dan mengalami okumulasi sputum di
bronkus. Akumulasi menyebabkan asam
lambung mulai meningkat dan merangsang
terjadinya mual muntah sehingga nafsu
makan menjadi menurun (Nair & Peate,
2015). .
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut penulis, pada Klien 1 menyatakan
sesak dikarenakan proses peradangan di
parenkim paru yang menyebabkan
terjadinya konsolidasi dan pengisian rongga
alveoli oleh eksudat lalu terjadinya
gangguan pertukaran gas yang membuat
obtruksi pada jalan napas, sehingga klien
mengalami sesak napas membuat klien
mengalami ketidakmampuan menelan
makanan, sehingga semakin lama
8
peradangan di alveolus maka produkssi
sputum meningkat lalu terjadinya akumulasi
sputum yang membuat klien merangsang
untuk batuk dan terjadi penumpukan
sehingga klien mengalami distensi abdomen
yang berakibat asam lambung mulai
meningkat membuat klien mengalami mulal
muntah lalu menimbulkan nafsu makan
klien menurun. Klien 2 menyatakan batuk
dikarenakan proses peradangan di parenkim
paru yang menyebabkan terjadinya
konsolidasi dan pengisian rongga alveoli
oleh eksudat, sehingga semakin lama
peradangan di alveolus maka produkssi
sputum meningkat lalu terjadinya akumulasi
sputum yang membuat klien merangsang
untuk batuk dan terjadi penumpukan
sehingga klien mengalami distensi abdomen
yang berakibat asam lambung mulai
meningkat membuat klien mengalami mulal
muntah lalu menimbulkan nafsu makan
klien menurun. Ditandai dengan keluhan
klien 1 dan 2 mengatakan sesak dan batuk
sehingga mual dan muntah setelah makan
dan menyebabkan klien tidak nafsu makan.
Dari tanda dan gejala yang di alami oleh
klien 1 penulis menyimpulkan dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan yaitu
resiko deficit nutrisi berhubungan dengan
Ketidakmampuan menelan makanan.dan
klien 2 1 penulis menyimpulkan dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan yang sama
yaitu resiko deficit nutrisi berhubungan
dengan Ketidakmampuuan mengabsorbsi
nutrien. Dari pernyataan opini di atas sesuai
dengan acuan kriteria hasil menurut SDKI
(2016) bahwa klien yang di diagnosa
Pneumonia khususnya dengan masalah
Resiko Deficit Nutrisi berhubungan dengan
Ketidakmampuan menelan makanan dan
Resiko Deficit Nutrisi berhubungan dengan
Ketidakmampuuan mengabsorbsi nutrien.
3. Implementasi
Penulis telah menerapkan 33 intervensi yang
sesuai teori yang ada. Seluruh intervensi
tersebut bertujuan untuk meningkatkan
nafsu makan klien, dari 33 intervensi yang
telah ditetapkan untuk klien 1 terdapat 20
intervensi dan klien 2 dengan 19 intervensi,
dengan terdapat intervensi unggulan yaitu
dilakukan oral hygiene sebelum makan
bertujuan untuk menjaga kontitunitas bibir,
lidah dan mukosa mulut, mencegah infeksi,
melembabkan membran mulut dan
bibirsehingga klien mampu makan. Dari
pernyataan diatas intervensi yang telah
direncanakan bagi klien 1 dan 2 yaitu nomor
1-19 dari 33 intervensi. Intervensi yang
diterapkan sesuai dengan acuan intervensi
dari PPNI yaitu Standart Intervensi
Keperawatan Indonesia (2018). Pada klien 1
perlu diberikan bantuan pada klien saat
makan karena menurut Ackley (2011)
9
mengatakan berikan bantuan pada klien saat
makan jika tidak dapat makan sendiri.
4. Evaluasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 hari, klien 1 didapatkan hasil
assessment masalah belum teratasi dengan
dicapainya 5 dari 19 kriteria hasil yang telah
ditetapkan saat dilakukan evaluasi.
Sedangkan pada klien 2 didapatkan hasil
assessment masalah teratasi sebagian dengan
dicapainya 8 dari 19 kriteria hasil yang telah
ditetapkan pada saat evaluasi. Perbedaan
tercapainya kriteria hasil, pada klien pertama
setiap harinya mengalami peningkatan nafsu
makan mulai hari pertama makan 6 sendok,
hari kedua 10 sendok, hari ketiga habis ½
porsi. Pada klien 2 mulai hari pertama
sampai hari ketiga hanya menghabiskan ½
porsi. Hal ini sesuai dengan teori Nugroho
(2011), Tarwoto dan Wartonah (2015) yang
menyatakan Evaluasi merupakan tahap akhir
dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan
keperawatan. Evaluasi pada dasarnya adalah
membandingkan status keadaan kesehatan
klien dengan tujuan atau kriteria hasil yang
telah ditetapkan.
5. Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada 2 klien
Pneumonia dengan masalah resiko defisit
nutrisi di Rumah Sakit Panti Waluya
Sawahan Malang dapat dilaksanakan pada
klien 1 dan 2 selama 3 hari, setelah
dilakukan pengkajian sampai dengan
evaluasi klien 1 dan 2 tidak mengalami
resiko defisit nutrisi. Pada klien 1 dan 2
dapat mencapai 5 dari 8 kriteria hasil yang
sudah ditetapkan sesuai teori dan kriteria
yang belum dicapai yaitu Menunjukan nafsu
makan yang meningkat, mengkonsumsi
makanan yang cukup, membran mukosa
bibir tidak pucat, tidak terjadi mual dan
muntah pada klien, tonus otot terdapat
tahanan yang wajar, sehingga masalah
keperawatan pada klien 1 dan 2 adalah
masalah resiko defisit nutrisi teratasi
sebagian.
Daftar Pustaka
Ackley, Ladwig. 2011. Nursing Diagnosis
Handbook An Evidence-Based Guide to
Planning Care Ninth Edition. Amerika
Anderson dkk. 2009. Patofisiologi : Konsep
klinis proses-proses penyakit. Jakarta :
EGC.
Artawan, dkk. 2016. Hubungan antara Status
Nutrisi dengan Derajat Keparahan
Pneumonia di RSUP Sanglah. Denpasar :
Sari Pediatri, Vol. 17, No. 6.
Depkes RI, 2010. Pharmaceutical Care Untuk
Infeksi Saluran Pernafasan. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Farida dkk. 2017. Journal of Pharmaceutical
Science and Clinical Research : Studi
Penggunaan Antibiotik Pada Pasien
10
Pneumonia di Rumah Sakit Rujukan
Daerah Surakarta.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2010. Jakarta
: Kementrian Kesehatan RI
Krisnasari. D., 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk.
Mansala of Health. Volume 4, No.1,
Januari 2010
LeMone, Burke, dan Bauldoff. 2011.
Keperawatan medikal bedah (medical-
surgical Nursing :critical thingking in
patient care). Jakarta : EGC
Muttaqin Arif. 2012. Asuhan Keperawatan
Klien dengan Gangguan sistem
Pernapasan. Salemba Medika : Jakarta
Nair, Muralitharan & Peate, Ian. 2015. Dasar
Dasar Patofisiologi Terapan. (edisi 2).
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP
PPNI
Rekam Medis RSPW 2019
Riyadi & Sukirman, 2009. Asuhan
Keperawatan pada Sistem Pernafasan.
(Edisi 1). Yogyakarta : Graha Ilmu.
Somantri Irman. 2009. Asuhan Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Salemba Medika : Jakarta
Tarwoto dan Wartonah. 2015. Kebutuhan
Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi 5._Jakarta : Salemban Medika.
WHO. 2013. Diarrheal Disease. USA: WHO
11
12