asuhan keperawatan pada klien dengan osteoporosis
DESCRIPTION
osteoporosisTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS
1. A. Konsep Dasar Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot, tendon dan bursae. Pertumbuhan dan
perkembangan struktur ini terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja. Struktur tulang dan jaringan
ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan dan
fungsi sistem muskuloskeletal sangat bergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang
memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka tulang
merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang
memungkinkan tubuh bergerak.
Pembagian skeletal, yaitu :
1. Axial skeleton terdiri dari kerangka tulang kepala dan leher, tengkorak, kolumna vertebrae,
tulang iga, tulang hioid sternum.
2. Apendikular skeleton, terdiri dari :
1. Kerangka tulang lengan dan kaki
2. Ekstremitas atas ( skapula, klavikula, humerus, ulna, radial ) dan tangan
( karpal, metakarpal, falang )
3. Ekstremitas bawah ( tulang pelvik, femur, patela, tibia, fibula ) dan kaki ( tarsal,
metatarsal, falang )
Kelompok tulang tubuh manusia :
1. Tulang-tulang panjang
a) Humerus, radius, ulna, femur, tibia, fibula.
b) Tulang-tulang ini tidak benar-benar lurus, tetapi agak melengkung, tujuannya supaya tulang
menjadi kuat menahan beban dan tekanan.
1. Tulang-tulang pendek
a) Perbandingan tebal dan panjang hampir sama,terdapat pada pergelangan tangan dan kaki,
bentuknya seperti kubus.
1. Tulang-tulang pipih
a) Tulang iga, tempurung kepala, panggul dan belikat.
b) Bentuk pipih berfungsi untuk perlindungan otak, rongga dada dan perlekatan yang luas.
1. Tulang-tulang tidak teratur
a) Tulang-tulang pada wajah dan vertebra
b) Ada kelompok tulang yang lain, tetapi fungsinya berbeda, yaitu tulang-tulang sesamoid.
Sel-sel penyusun tulang terdiri dari :
1. Osteoblas berfungsi menghasilkan jaringan osteosid dan menyekresi sejumlah besar
fosfatase alkali yang berperan penting dalam pengendapan kalsium dan fosfat kedalam
matriks tulang.
2. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan untuk pertukaran
kimiawi melalui tulang yang padat.
3. osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang
dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecah matriks dan
beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam darah.
Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh sejumlah mineral dan hormone meliputi :
1. Kalsium dan fosfor. Keseimbangan kalsium dan fosfor dipertahankan oleh kalsitonin dan
hormone paratiriod (PTH).
2. Kalsitonin. Diproduksi oleh kelenjar tiroid dan menrunkan konsentrasi Ca serum.
3. Vitamin D. diperlukan agar kalsium dan fosfor dapat diabsorpsi dari usus dan dugunakan
tubuh.
4. Hormon paratiroid (PTH)
5. Hormon pertumbuhan
6. Glukokortikoid. Mengatur metabolisme protein.
7. Hormon seksual
a) Ekstrogen. Menstimulasi aktivitas osteoblastik dan cenderung menghambat peran hormone
paratiroid.
b)Androgen. Seperti testosterone, meningkatkan anabolisme dan masa tulang.
Kerangka ada dua macam yaitu skelet aksis yang terdiri dari kurang lebih 80 tulang. Disusun oleh
ruas-ruas tulang belakang dan tulang-tulang di sekitarnya (tulang iga dan tulang dada). Jenis kedua
adalah skelet apendiks yang bawah serta tulang-tulang penghubung anggota dengan skeleton aksis,
misalnya scapula panggul dan klavikula.
Tulang-tulang tersebut membentuk persendian. Sendi dibagi berdasarkan fungsi dan bentuk. Sendi
adalah hubungan antara dua tulang atau lebih. Berdasarkan fungsinya sendi dibagi menjadi :
1. Sinartrosis (tidak bergerak, tulang kepala). Tulang yang dihubungkan oleh jaringan fibrous
atau kartilago.
2. Diartrosis (bergerak). Persendian yang dapat bergerak lebih leluasa.
3. Amfiartrosis (kadang bergerak).
Berdasarkan bentuknya sendi dibagi menjadi :
1. Ada tidak rongga atau celah sendi
2. Jenis jaringan pengikat tulang
Berdasarkan pengikatnya sendi dibagi menjadi :
1. Pengikat jaringan fibrosa. Sendi ini tidak mempunyai celah. Tulang dihubungkan oleh
jaringan ikat fibrosa dan berubah sifatnya.
2. Sindermosis. Jaringan fibrosa membentuk ligamentum.
3. Glomphosis. Mungkin ada gerakan atau tidak. Hubungannya disebut sinkondrosis. Terdapat
pada tulang iga dan tulang dada.
Gerakan sendi dipengaruhi oleh letak bagian lunak sendi yang disebut aposigi (sendi siku yang
tidak dapat bertemu), ketegangan ligamentum (sendi lutut), ketegangan otot (sendi paha), atau
bentuk permukaan tulang pembentuk sendi.
Beberapa jenis gerakan sendi adalah rotasi : berputar pada sumbu, sirkumduksi : berputar pada
satu titik. Satu sumbu dapat ditemui pada sendi siku, sedangkan dengan dua sumbu pada sendi
pergelangan tangan.
Bursae adalah kantong yang berisi cairan yang memudahkan gerakan pada suatu sendi. Bursae
dapat terganggu oleh radang yang disebut bursitis, ditandai dengan edema, panas, merah, dan nyeri
serta perubahan funsi sendi.
Beberapa jenis otot adalah otot polos (terdapat pada usus, saluran kemih, pembuluh darah), otot
lurik (terdapat pada otot jantung dan otot kerangka). karena adanya kontraksi, terjadi gerakan tubuh
dan mampu beradaptasi dengan lingkungan.
Gangguna gerakan (arthritis) bisa karena rusaknya permukaan tulang rawan/sendi dan kurangnya
pelumas (termasuk di sini adala reumatik). Beberapa sistem yang berperan dalam musculoskeletal
adalah :
1. Sistem kerangka, yang menyiapkan pengungkit tulang\
2. Sistem otot, yang menyediakan tenaga untuk menggunakan pengungkit
3. Sistem saraf, yang mengatur kegiatan tubuh.
1. B. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteoporosis
1. Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat perubahan
pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan
pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi
porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan
menimbulkan pengaruh pada tulang normal (Brunner&Suddarth, 2000).
Osteoporosis adalah gangguan metabolisme tulang sehingga masa tulang berkurang. Resorpsi terjadi
lebih cepat dari pada formasi tulang, sehingga tulang menjadi tipis (Pusdiknakes, 1995). Jadi
osteoporosis adalah kelainan atau gangguan yang terjadi karena penurunan masa tulang total.
1. Etiologi Osteoporosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1. a. Determinan Massa Tulang
1) Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada
umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang
yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena
osteoporosis
2) Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya beban
akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa
tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara
massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik
Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.
Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada
otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot
maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang
lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan
pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa
tulang di sampihg faktor genetik
3) Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral),
pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan.
Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan
pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.
1. b. Determinan Penurunan Massa Tulang
1) Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang
kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar.
Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap
individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar
badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa
tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih
mempunyai tulang tobih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama
2) Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses penurunan
massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada
interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis
akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
3) Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan
nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya
rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif,
sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan
keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada
hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada
wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta
absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan
estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25
mg kalsium sehari.
4) Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan
yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin,
hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.
Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila
makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium
melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir
dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi
keseimbangan kalsium yang negatif
5) Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
6) Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa
tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap
penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium
melalui urin maupun tinja.
7) Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme
mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang
meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
1. Patofisiologi Osteoporosis
Osteoporosis menunjukan adanya penurunan absolut dari jumlah tulang yang diperlukan sebagai
kekuatan penyanggah mekanik. Berkurangnya masa tulang, dan demikian pula dengan massa otot
sesungguhnya berkaitan dengan proses menua. Hanya apabila berkurangnya (hilangnya) jaringan
tulang cukup luas sampai menimbulkan gejala maka disebut osteoporosis.
Osteoporosis dapat dikategorikan menjadi 2 kategor, meliputi :
1. Primer : bentuk yang lebih umum
1. Sekunder : berkurangnya jaringan tulang yang berkaitan dengan bermacam-
macam sindrom patologik yang jelas. Hal ini meliputi :
1. Malnutrisi sebagai akibat kekurangan protein dalam diet atau karena
sindrom malabsorpsi
2. Beberapa kelainan endokrin seperti sindrom cushing tirotoksikosis
3. Immobilisasi yang cukup lama.
Berkurangnya kalsium
dalam diet
Rangsangan sekresi PTH aktivasi osteoklas rearbsorpsi
kalsium tulang
berkurangnya meningkatnya
arbsorpsi kalsium sensitivitas osteoklas
terhadap PTH
menurunnya sintesis vitamin D
yang aktif oleh ginjal
kadar ekstrogen yang rendah
skema tentang kemungkinan patogenesis osteoporosis post manepouse. Garis putus-
putus menunjukan hambatan balik (Robins&Kumar, 1995).
1. Manifestasi Klinik Osteoporosis
Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat fraktur kompressi
pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12) adalah:
2. Nyeri timbul mendadak
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di t4 tidur
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan
aktivitas
6. Deformitas vertebra thorakalis à Penurunan tinggi badan
1. Komplikasi Osteoporosis
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra
mengakibatkan deformitas skelet.
1. Pemeriksaan Penunjang Osteoporosis
Pemeriksaan non-invasif yaitu ;
1. Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk memeriksa kalsium total dan
massa tulang.
2. Pemeriksaan absorpsiometri
3. Pemeriksaan komputer tomografi (CT)
4. Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi
mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi
tulang. Biopsi dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.
5. Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan kimia urine biasanya dalam
batas normal.sehingga pemeriksaan ini tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan
biomakers osteocalein (GIA protein).
1. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan pada klien dengan osteoporososis meliputi :
1. a. Pengobatan
1) Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan tulan
adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
2) Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah
kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat
b. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1) Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2) Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a) Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b) Latihan teratur setiap hari
c) Hindari :
i. Makanan tinggi protein
ii. Minum alkohol
iii. Merokok
iv. Minum kopi
v. Minum antasida yang mengandung aluminium
1. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Osteoporosis
1. a. Pengkajian
Adapun pengkajian yang dilakukan pada klien dengan osteoporosis meliputi :
1) Riwayat keperawatan. Dalam pengkajian riwayat keperawatan, perawat perlu mengidentifikasi
adanya :
a) Rasa nyeri/sakit tulang punggung (bagian bawah), leher, dan pinggang
b) Berat badan menurun
c) Biasanya di atas 45 tahun
d) Jenis kelamin sering pada wanita
e) Pola latihan dan aktivitas
f) Keadaan nutrisi (mis, kurang vitamin D dan C, serta kalsium)
g) Merokok, mengonsumsi alkohol dan kafein
h) Adanya penyakit endokrin: diabetes mellitus, hipertiroid, hiperparatiroid, Sindrom Cushing,
akromegali, Hipogonadisme
2) Pemeriksaan fisik :
a) Lakukan penekanan pada tulang punggung terdapat nyeri tekan atau nyeri pergerakan
b) Periksa mobilitas pasien
c) Amati posisi pasien yang nampak membungkuk
3) Riwayat Psikososial. Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul kecemasan,
takut melakukan aktivitas, dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-masalah
psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang menyertainya.
1. b. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan untuk klien osteoporosis sebagai berikut :
1) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit.
2) Gangguan konsep diri : perubahan citra tubuh dan harga diri yang berhubungan dengan proses
penyakit
3) Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
4) Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang osteoporotik
5) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
1. c. Tujuan
Sasaran umum pasien dapat meliputi dapat meningkatkan mobilitas dan aktivitas fisik, dapat
menggunakan koping yang positif, nyeri reda, cedera tidak terjadi, dan memahami osteoporosis dan
proram pengobatan.
1. d. Intervensi
Intervensi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosis yang ditemukan, meliputi :
1) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit
Intervensi :
a) Gunakan matras dengan tempat tidur papan untuk membantu memperbaiki posisi tulang
belakang
b) Bantu pasien menggunakan alat bantu walker atau tongkat
c) Bantu dan anjarkan latihan ROM setiap 4 jam untuk meningkatkan fungsi persendian dan
mencegah kontraktur
d) Anjurkan menggunakan brace punggung atau korset, pasien perlu dilatih menggunakannya dan
jelas tujuannya
e) Kolaborasi dalam pemberian analgetik, ekstrogen, kalsium, dan vitamin D
f) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam program diet tinggi kalsium serta vitamin C dan D
g) Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam memantau kadar kalsium
2) Gangguan konsep diri : perubahan citra tubuh dan harga diri yang berhubungan dengan proses
penyakit
Intervensi :
a) Bantu pasien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan penuh perhatian. Perhatian
sungguh-sungguh dapat meyakinkan pasien bahwa perawat bersedia membantu mengatasi
masalahnya dan akan tercipta hubungan yang harmonis sehingga timbul koordinasi
b) Klasifikasi jika terjadi kesalahpahaman tentang proses penyakit dan pengobatan yang telah
diberikan. Klasifikasi ini dapat meningkatkan koordinasi pasien selama perawatan
c) Bantu pasien mengidentifikasi pengalaman masa lalu yang menimbulkan kesuksesan atau
kebanggan saat itu. Ini dapat membantu upaya mengenal diri kembali
d) Identifikasi bersama pasien tentang alternative pemecahan masalah yang positif. Hal ini akan
mengembalikan rasa percaya diri
e) Bantu untuk meningkatkan komunikasi dengan keluarga dan teman
3) Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
Intervensi :
a) Anjurkan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau miring
b) Atur posisi lutut fleksi, meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot
c) Kompres hangat intermiten dan pijat pungung dapat memperbaiki otot
d) Anjurkan posisi tubuh yang baik dan ajarkan mekanika tubuh
e) Gunakan korset atau brace punggung, saat pasien turun dari tempat tidur
f) Kolaborasi dalam pemberian analgesik untuk mengurangi rasa nyeri
4) Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang osteoporotis
Intervensi :
a) Anjurkan untuk melakukan aktivitas fisik untuk memperkuat otot, mencegah atrofi, dan
memperlambat demineralisasi tulang progresif
b) Latihan isometrik dapat digunakan untuk memperkuat otot batang tubuh
c) Anjurkan pasien untuk berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan postur tubuh yang baik
d) Hindari aktivitas membungkuk mendadak, melengok, dan mengangkat beban lama
e) Lakukan aktivitas di luar ruangan dan dibawah sinar matahari untuk memperbaiki kemampuan
tubuh menghasilkan vitamin D
5) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
a) Jelaskan pentingnya diet yang tepat, latihan, dan aktivitas fisik yang sesuai, serta istirahat yang
cukup
b) Jelaskan penggunaan obat serta efek samping obat yang diberikan secara detail
c) Jelaskan pentingnya lingkungan yang aman. Misalnya, lantai tidak licin, tangga menggunakan
pegangan untuk menghindari jatuh
d) Anjurkan mengurangi kafein, alcohol, dan merokok
e) Jelaskan pentingnya perawatan lanjutan
1. e. Evaluasi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan :
1) Aktivitas dan mobilitas fisik terpenuhi
a) Melakukan ROM secara teratur
b) Menggunakan alat bantu saat aktivitas
c) Menggunakan brace / korset saat aktivitas
2) Koping pasien positif
a) Mengekspresikan perasaan
b) Memilih alternatif pemecah masalah
c) Meningkatkan komunikasi
3) Mendapatkan peredaan nyeri
a) Mengalami redanya nyeri saat beristirahat
b) Mengalami ketidaknyamanan minimal selama aktivitas kehidupan sehari-hari
c) Menunjukkan berkurangnya nyei tekan pada tempat fraktur
4) Tidak mengalami fraktur baru
a) Mempertahankan postur yang bagus
b) Mempegunakan mekanika tubuh yang baik
c) Mengkonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D
d) Rajin menjalankan latihan pembedahan berat badan (berjalan-jalan setiap hari)
e) Istirahat dengan berbaring beberapa kali sehari
f) Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah
g) Menciptakan lingkungan rumah yang aman
h) Menerima bantuan dan supervisi sesuai kebutuhan
5) Mendapatkan pengetahuan mengenai oesteoporosis dan program penanganannya.
a) Menyebutkan hubungan asupan kalsium dan latihan terhadap massa tulang
b) Mengkonsumsi kalsium diet dalam jumlah yang mencukupi
c) Meningkatkan tingkat latihan
d) Gunakan terapi hormon yang diresepkan
e) Menjalani prosedur skrining sesuai anjuran
A. Latar belakangDengan bertambahnya usia harapan hidup orang Indonesia, jumlah manusia lanjut usia di
Indonesia akan bertambah banyak pula. Dengan demikian, masalah penyakit akibat penuaan akan semamkin banyak kita hadapi. Salah satu penyakit yang harus diantisipasi adalah penyakit osteoporosi dan patah tulang. Pada situasi mendatang, akan terjadi perubahan demografis yang akan meningkatkan populasi lanjut usia dan meningkatkan terjadinya patah tulang karena osteoporosis.
Kelainan ini 2-4 klien lebih serng terjadi pada wanita dibandingkan pria. Dari seluruh klien, satu antara tiga wanita yang berusia di atas 60 tahun Dan satu diantara enam pria yang berusia di atas 75 tahun akan mengalami patah tulang akibat kelainan ini.
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosteron pada pria). Juga persediaan vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap kalsium dari makanan dan memasukkan ke dalam tulang.
Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang secara perlahan. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis. Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
B. TujuanSetelah membaca makalah ini diharapkan dapat memahami tentang konsep osteoporosis
serta bagaimana proses keperawatan pada penyakit tersebut dan mampu menerapkannya dalam memberikan pelayanan kesehatan nyata.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. PengertianOsteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang sehingga mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. (Brunner & Suddarth, 2000).
Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang kronik dan progresif, yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan struktural jaringan tulang, yang dapat mengakibatkan kerapuhan tulang. (Sharon L. Lewis, 2007)
Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/ massa tulang, peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai dengan kerusakakn arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah patah.
B. EtiologiDi bawah ini merupakan beberapa penyebab terjadinya Osteoporosis yaitu :
1. Osteoporosis postmenopausalTerjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu
mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis senilis
Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis sekunderDialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis
lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatikMerupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
C. Faktor Resiko OsteoporosisBeberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu :
1. Usia Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,82. Genetik Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia) Seks (wanita > pria) Riwayat keluarga3. Lingkungan, dan lainnya Defisiensi kalsium Aktivitas fisik kurang Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin) Merokok, alcohol Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)4. Hormonal dan penyakit kronik Defisiensi estrogen, androgen Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)5. Sifat fisik tulang Densitas (massa) Ukuran dan geometri Mikroarsitektur Komposisi6. Penurunan respons protektif Kelainan neuromuscular Gangguan penglihatan Gangguan keseimbangan7. Peningkatan fragilitas tulang
Densitas massa tulang rendah Hiperparatiroidisme8. Gangguan penyediaan energy Malabsorpsi
D. FatofisiologiOsteoporosis menunjukan adanya penurunan absolut dari jumlah tulang yang diperlukan
sebagai kekuatan penyanggah mekanik. Berkurangnya masa tulang, dan demikian pula dengan massa otot sesungguhnya berkaitan dengan proses menua (penuaan). Hanya apabila berkurangnya (hilangnya) jaringan tulang cukup luas sampai menimbulkan gejala maka disebut osteoporosis.
Kelemahan dan perasaan mudah lelah
Insufisiensi paru
Relaksasi otot abdominal, perut
menonjol
Perubahan Postural
Penurunan tinggi badan
Kifosis prorgresif
Penurunan kemampuan pergerakan
Deformitas skelet
Preubahan Postural
Konstipasi
Gangguan fungsi ekstremitas atas dan
bawahPergerakan fragmen tulang, spasme otot
Kompresi syaraf pencernaan ileus
paralitik
Tulang menjadi rapuh dan mudah patah
Kolaps bertahap tulang vertebra
Fraktur kompresi vertebra torakalis
Fraktur kompresi vertebra lumbalis
Fraktur Femur
Fraktur
Colles
OSTEOPOROSIS
Penurunan massa tulang total
Gambar 1. Fathway Osteoporosis (Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal
E. Klasifikasi Osteoporosis1. Osteoporosis primer
Kondisi ini lebih sering terjadi, dan bukan karena kondisi patologis. Osteoporosis primer dapat terjadi pada pria dan wanita pada berbagai usia tetapi lebih sering terjadi pada wanita setelah menopause dan pria pada usia lanjut. Osteoporosis primer dibagai lagi menjadi 2 subtipe yaitu :
a. Tipe I (postmenopause) : terjadi pada wanita antara usia 55 dan 65 tahun.b. Tipe II (senile) : terjadi pada usia lebih dari 65 tahun.2. Osteoporosis sekunder
Disebabkan karena kondisi medis/penyakit-penyakit tulang erosive (seperti hiperparatiroidisme, myeloma multiple, hipertiroidisme) Dan akibat terapi obat-obatan jangka panjang seperti kortikosteroid ataupun karena imobilisasi yang lama, seperti pada pasien dengan injuri spinal cord.
3. Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis Idiopatik adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada usia anak-anak (juvenile), usia remaja (adolesen), wanita pra-menopause dan pada pria usia pertengahan.
F. Manifestasi Klinik OsteoporosisGejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
1. Nyeri Tulang, terutama pada tulang belakang yang intensitas serangannya meningkat pada malam hari.
2. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang3. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur4. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas5. Deformitas tulang. Dapat terjadi traumatik pada vertebra Dan menyebabkan kifosis angular yang
dapat menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
G. Komplikasi OsteoporosisOsteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra
mengakibatkan deformitas skelet
H. Pemeriksaan Penunjang OsteoporosisBeberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu ;
1. BMD (Bone Mineralo Densitometry)Bone Mineralomentry atau Bone Mineralo Densitometry (BMD) merupakan suatu
pemeriksaan kuantitatif untuk mengukur kandungan mineral tulang. Alat ini sangat membantu seseorang yang hendak mengetahui, secara sederhana, apakah seseorang mengalami osteoporosis atau tidak.
2. Pemeriksaan radioisotopa. Single Photon Absorbtimetry (SPA)
Sumber sinyal berasal dari foton dari sinar 1-125 dengan dosis 200 mci, yang diperiksa pada tulang perifer radius dan calcaneus.
b. Dual Photon Absorpmetry (DPA)Sumber sinar berasal dari radionuklida GA-135 sebanyak 1,5 CI yang mempunyai energi
(44 kev dan 100 kev) digunakan untuk mengukur vertebra dan kolum femoris.
3. Quantitative Computerized TomographyMerupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai mineral tulang secara
volumetrik dan trabekulasi tulang radius, tibia dan vertebra.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)Dapat mengukur struktur trabekulasi dan kepadatannya. Tidak memakai radiasi, hanya
dengan lapangan magnet yang sangat kuat, tetapi pemeriksaan ini mahal dan memerlukan sarana yang banyak.
5. Dual-energy X Ray Absorbtiometry
Pemeriksaan ini prinsip kerjanya hampir sama dengan SPA dan DPA. Bedanya pemeriksaan ini menggunakan radiasi sinar X yang sangat rendah. Pemeriksaan ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu SXA Single X-ray Absorbtiometry dan SXA-DEXA-Dual Energy X-Ray Absorbtiometry. Metode ini sangat sering digunakan untuk pemeriksaan osteoporosis baik pada pria maupun wanita, mempunyai presisi dan akurasi yang tinggi.
Hasil yang diberikan pada pemeriksaan DEXA berupa: Densitas massa tulang. Mineral tulang yang pada area yang dinilai satuan bentuk gram per cm. Kandungan mineral tulang, dalam satuan gram. Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas pada orang
seusia dan sewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z score atau T-score).6. Ultra Sono Densitometer (USG) metode Quantitative Ultrasound (QUS)
Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas massa tulang perifer menggunakan gelombang ultrasound yang menembus tulang. Dalam pemeriksaan ini, yang dinilai adalah kekuatan dan daya tembus gelombang yang melewati tulang dengan ultra broad band tanpa risiko radiasi. Adanya elastisitas tulang membuktikan adanya kecepatan tembus gelombang dan kekuatan tulang dengan ultrasound.
7. Pemeriksaan BiopsiBersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas,
osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.
I. PenatalaksanaanPenanganan yang dapat dilakukan pada klien dengan osteoporosis adalah antara lain :
1. Diet2. Pemberian kalsium dosis tinggi3. Pemberian vitamin D dosis tinggi4. Pemasangan penyangga tulang belakang (spiral brace) untuk mengurangi nyeri punggung5. Pencegahan dengan menghindari faktor risiko osteoporosis (misalnya merokok, mengurangi
konsumsi alkohol, berhati-hati dalam aktivitas fisik)6. Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjadi.
J. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Osteoporosis1. Pengkajian
Pengkajian merupakan salah satu tindakan keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi dari pasien baik yang bersifat objektif dan subjektif agar mempermudah dalam menentukan masalah keperawatan.
a. Anamnesa1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan dan sebagainya
2) Riwayat penyakit dahuluDalam pengkajian Merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita pasien sebelum diagnosis osteoporosis muncul seperti reumatik, Diabetes Mellitus, hipertiroid, hiperparatiroid dan lain sebagainya.
3) Riwayat penyakit sekarangMerupakan keluhan-keluhan yang dirasakan pasien sehingga ia dibawa ke Rumah Sakit, seperti nyeri pada punggung.
4) Riwayat penyakit keluargaDalam pengkajian, kita juga perlu mengkaji riwayat penyakit keluarga pasien, yaitu apakah sebelumnya ada salah satu keluarga pasien yang memiliki penyakit yang sama.
b. Pengkakjian bio-psiko-sosisal dan spiritual1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit Kebiasaan minum alkohol, kafein Riwayat keluarga dengan osteoporosis Riwayat anoreksia nervosa, bulimia Penggunaan steroid jangka panjang2) Pola nutrisi metabolik Inadekuat intake kalsium3) Pola aktivitas dan latihan Fraktur Badan bungkuk Jarang berolah raga4) Pola tidur dan istirahat Tidur terganggu karena adanya nyeri5) Pola persepsi kognitif Nyeri pada punggung6) Pola reproduksi seksualitas Menopause7) Pola mekanisme koping terhadap stres Stres, cemas karena penyakitnya
c. Pemeriksaan Fisika. B1 (Breathing). Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada Dan tulang belakang.
Palpasi : Taktil Fremitus seimbang kanan Dan kiri. Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi : pada kasus lansia biasanya didapatkan suara ronki.
b. B2 (Blood). Pengisapan kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitanngan efek obat.
c. B3 (Brain). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
Kepala Dan Wajah : terdapat sianosis Mata : skelera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis Leher : biasanya JVP dalam batas normald. B4 (Bladder). Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak adaa keluhan pada system
perkemihan
e. B5 (bowel). Pada kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi, namun juga penting dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
f. B6 (Bone). Pada Inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering menunjukkan kifosis atau ngibbus (dowager’s hump) Dan penurunan tinggi badan Dan berat badan. Ada gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, Dan nyeri spinal. Lokasi fraktur sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 Dan lumbalis 3.
d. Pemeriksaaan penunjang1. CT-Scan2. BMD (Bone Mineralo Densitometry)3. Pemeriksaan radioisotop4. Quantitative Computerized Tomography5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)6. Dual-energy X Ray Absorbtiometry7. Ultra Sono Densitometer (USG)8. Pemeriksaan Biopsi
e. Analisa DataNo Symtom Etiologi Problem1. DS :
Pasien mengatakan Nyeri Tulang, belakang yang intensitas serangannya meningkat pada malam hari.(skala : 1-10)
Pasien mengatakan Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
Pasien mengatakan Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidurDO :
Pasien kelihatan menahan nyeri
Pasien tidak bisa bergerak bebas
Tulang rapuh dan mudah patah
Fraktur
Gangguan fungsi ekstremitas atas
dan bawah
Pergerakan fragmen tulang,
spasme otot
Nyeri berhubungan dengan dampak skunder dari fraktur vertebra
Nyeri
2. DS : Pasien mengatakan
aktivitasnya terganggu Pasien mengatakan
kesulitan dalam bergerakDO :
Pasien mengalami kesulitan bergerak tempat tidur
Pasien terlihat terbaring lemah di tempat tidur
Tulang rapuh dan mudah patah
Jatuh
Deformitas skelet
Berkurangnya kemampuan pergerakan
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) atau fraktur baru
3.
DS : Pasien mengatakan lemas
Dan kakuDO :
Pasien tampak lemah
Osteoporosis
Tulang rapuh dan mudah patah
Jatuh/kecelakaan
Resiko Tinggi Cidera
Risiko tinggi injury atau fraktur berhubungan dengan kecelakaan ringan/jatuh
2. Diangnosa Keperawatana. Nyeri berhubungan dengan dampak skunder dari fraktur vertebrab. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis) atau fraktur baruc. Risiko tinggi injury atau fraktur berhubungan dengan kecelakaan ringan/jatuhd. Defisiensi pengetahuan dan informasi berhhubungan dengan salah persepsi dan kurang
informasi
3. Intervensi Keperawatan
NoDiagnosa
KeperawatanTujuan dan
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan dampak skunder dari fraktur vertebra
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x8 jam, diharapkan nyeri klien berkurang dengan kriteria hasil:
Klien mampu mengenali onset nyerinya (Skala 5)
Klien melaporkan nyerinya terkontrol (Skala 5).
Klien mampu mendeskripsikan nyerinya (Skala 5).
Klien mampu melaporkan nyeri (Skala 5)
Klien mampu melaporkan lama nyeri berlangsung (Skala 5)
Klien tidak cemas (Skala 5)
Pantau atau kaji tingkat/skala nyeri (1-10), intensitas dan sifat nyeriP :Provocate = Faktor PencetusQ : Quality = KualitasR : Region = LokasiS: Severe =KeparahanT: Time = Durasi
Atur posisi pasien senyaman mungkin
Ajarkan klien dan keluarganya manajemen nyeri
Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Untuk mengetahui penyebab nyeri Dan sifat nyeri apakah bersifat terlokasi atau menyebar dan waktunya
Posisi yang baik dapat mengurangi rasa nyeri
Klien dapat mengatasi nyeri secara mandiri
Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat melakukan mobilitas fisikKriteria
Ajarkan klien untuk melakukan latihan-latihan fisik secara bertahap
Ajarkan klien tentang pentingnya latihan fisik
Latihan fisik dapat meningkatkan kekuatan otot serta melancarkan sirkulasi darah.
Klien mengetahui pentingnya latihan fisik dan mau melakukannya
skeletal (kifosis) atau fraktur baru
Hasil : klien mampu melakukan aktivitas normal secara mandiri.
Anjurkan klien untuk menghindari latihan fleksi, membungkuk dengan tiba-tiba Dan mengangkat beban berat
Kolaborasi dalam pemberian obat
secara rutin
Gerakan yang menimbulkan kompresi vertical berbahaya dan dapat mengakibatkan risiko fraktur vertebra.
Membantu dalam proses penyembuhan
3. Risiko tinggi injury atau fraktur berhubungan dengan kecelakaan ringan/jatuh
Tujuan : klien tidak mengalami injuryKriteria hasil : Klien tidak mengalami jatuh atau fraktur akibat jatuh
Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas bahaya bagi klien
Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu jalan atau tongkat.
Bantu klien penuhi ADL (activities daily living) dan cegah klien dari pukulan yang tidak sengaja atau kebetulan
Anjurkan klien untuk belok dan menunduk/bongkok secara perlahan dan tidak mengangkat beban yang berat.
Ajarkan klien tentang pentingnya diet (tinggi kalsium, vitamin D) dalam mencegah osteoporosis lebih lanjut
Anjurkan klien untuk menguragi kafein, rokok dan alcohol
lingkungan yang bebas bahaya mengurangi risiko untuk jatuh dan mengakibatkan fraktur
Memberi support ketika berjalan mencegah tidak jatuh pada lansia
Benturan yang keras menyebabkan fraktur tulang, karena tulang sudah rapuh, porus dan kehilangan kalsium
Gerakan tubuh yang cepat dapat mempermudah fraktur compression vertebral pada klien dengan osteoporosis
Diet kalsium memelihara tingkat kalsium dalam serum, mencegah kehilangan kalsium ekstra dalam tulang
Kafein yang berlebihan meningkatkan pengeluaran kalsium berlebihan dalam urine
4. Defisiensi pengetahuan dan informasi
Tujuan :Meningkatkan pengetahuan klien
Kaji tingkat pengetahuan klien tentang osteoporosis.
Mengetahui sejauh mana klien tahu tentang penyakitnya
berhhubungan dengan salah persepsi dan kurang informasi
tentang osteoporosisKriteria Hasil : klien tau tentang penyakitnya, mengerti bagaimana pencegahan osteoporosisi
Berikan informasi yang tepat kepada klien tentang osteoporosis, cara pencegahan serta cara pennanganannya
Meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosi sehingga pasien bisa melakukan pencegahan atau penanganannya secara mandiri
4. ImplementasiMerupakan tindakan-tindakan dari intervensi keperawatan yang telah ditetapkan dalam
memberikan aasuhan keperawatan kepada klien5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses akhir dari prosedur keperawatan yang meliputi pendokumentasian tindakan-tindakan yang sudah dilakukan dalam pemberian perawatan terhadap klienNo Diagnosa Evaluasi1. Nyeri berhubungan dengan dampak
skunder dari fraktur vertebra Klien mampu mengenali onset nyerinya
(Skala 5). Klien melaporkan nyerinya terkontrol (Skala
5). Klien mampu mendeskripsikan nyerinya
(Skala 5). Klien mampu melaporkan nyeri (Skala 5) Klien mampu melaporkan lama nyeri
berlangsung (Skala 5) Klien melaporkan nyeri (Skala 5) Klien tidak cemas
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) atau fraktur baru.
Klien mampu menyangga berat badan Klien mampu berjalan dengan benar Klien mampu berjalan dengan langkah pelan Klien mampu berjalan dengan langkah sedang Klien mampu mempertahankan keseimbangan
tubuh saat duduk tanpa penyangga punggung ;skala 5
· Mempertahankan keseimbangan tubuh saat berjalan
3. Risiko tinggi injury atau fraktur berhubungan dengan kecelakaan ringan/jatuh
Keseimbangan tubuh meningkat Klien dapat bergerak dengan mudah Klien mengetahui cara latihan mengurangi
resiko jatuh
BAB IIIPENUTUP
A. KesimpulanOsteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/massa tulang,
peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai dengan kerusakakn arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah patah.
Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu : usia, genetik, defisiensi kalsium, aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin), merokok, alcohol serta sifat fisik tulang (densitas atau massa tulang) dan lain sebagainya.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet
B. Saran1. Lansia
Harus lebih memperhatikan kesehatan dengan menghindari faktor-faktor resiko osteoporosis serta memenuhi asupan gizi yang lengkap terutama untuk tulang
2. Tenaga medisSebagai seorang tenaga medis harus mampu memberikan pendidikan kesehatan yang baik
terutama bagi lansia sehingga dapat menghindarkan atau mencegah terjadinya penyakit osteoporosis
3. mahasiswaharus lebih memahami tentang asuhan keperaawatan pada gangguan system
musculoskeletal “osteoporosis” sehingga mampu menerapkannya di lhan praktik demi memberi pelayanan kesehatan yang baik bagi klien.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan KeperawatanKlien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Kumar, Vinay, Abul K. Abbas dan Nelson Fausto. 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.Seventh Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders.
Lewis, Sharon L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC.
BAB IKONSEP MEDIK
1.1 DefinisiOsteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostatis normal, kecepatan resorbsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. (Keperawatan Medikal Bedah, 2335)
Osteoporosis adalah penurunan massa tulang yang disebabkan karena meningkatnya resorbsi tulang melebihi pembentukan tulang. Dua penyebab ketidakseimbangan ini yang paling penting adalah fungsi gonad yang menurun dan proses penuaan normal. (Patofisiologi volume 2, 1359)
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan meningkatnya kerentanan terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total.
1.2 Etiologi1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun,
wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki
risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita Osteoporosis Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis
menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baika. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang
merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.b. Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
c. Malas Olahraga Mereka yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses
pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
d. Merokok Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena
osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dantersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
e. Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akanmengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.(Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)6. Mengkonsumsi ObatObat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan anti kejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.Tulang adalah jaringan dinamis yang diatur oleh faktor endokrin, nutrisi, dan aktivitas fisik. Biasanya penanganan gangguan tulang terutama osteoporosis hanya fokus pada masalah hormon dan kalsium, jarang dikaitkan dengan olahraga. Padahal, Wolff sejak 1892 menyarankan bahwa olahraga sangatlah penting.Osteoporosis (kekeroposan tulang) adalah proses degenerasi pada tulang. Mereka yang sudah terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik sebagai bagian dari pengobatan. Olahraga teratur dan cukup takarannya tidak hanya membentuk otot, melainkan juga memelihara dan meningkatkan kekuatan tulang. Dengan demikian, latihan olahraga dapat mengurangi risiko jatuh yang dapat memicu fraktur (patah tulang). (Mulyaningsih, 2008).
1.3 PrognosisOsteoporosis merupkan masalah kesehatan yang utama. Berdasarkan data dari Third
National Health and Nutrition Examination Survey, yang mencakup pengukuran densitas mineral tulang pada pinggul, 20% wanita dan 5% pria berusia 50 tahun keatas menderita osteoporosis. Densitas tulang yang rendah merupakan penyebab utama dari meningkatnya resiko retak atau patah tulang. Kira-kira 250,000 kasus patah tulang terjadi setiap tahun. Dari data dapat disimpulkan bahwa pria dan wanita yang mengalami patah tulang pinggul mengalami tingkat mortalitas tinggi, sedangkan yang berhasil sembuh setelah dirawat memiliki resiko cacat jangka panjang.
Osteoporosis merupakan akibat dari kombinasi berkurangnya masa puncak tulang dan meningkatnya masa otot yang hilang. Masa puncak tulang biasanya dicapai pada usia 20-an dan tergantung pada faktor keturunan pada masa anak-anak dan remaja. Hal ini merupakam masalah kesehatan yang serius karena hamper 1 dari 4 wanita berusia di atas 65 tahun, 1 dari 2 wanita berusia di atas 80 tahun akan mengalami penyakit ini. (Iwan Sain, S. Kep,ASKEP Pada Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang : OSTEOPOROSIS.pdf)
1.4 Manifestasi KlinisGejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
1. Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak
2. Nyeri timbul mendadak3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas6. Postur tubuh kelihatan memendek atau penurunan tinggi badan akibat dari Deformitas vertebra
thorakalis. (Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)
1.5 Klasifikasi StageMenurut Farida Mulyaningsih (2008), osteoporosis diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Osteoporosis PostmenopausalTerjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis SinilisMerupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih seringmenyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis SekunderDialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisamemperburuk keadaan osteoporosis.
4. Osteoporosis Juvenil IdiopatikMerupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya belum diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Mulyaningsih, 2008).
1.6 PatofisiologiDidalam kehidupan, tulang akan selalu mengalami proses perbaharuan. Tulang memiliki
2 sel, yaitu osteoklas (bekerja untuk menyerap dan menghancurkan/merusak tulang) dan osteoblas (sel yang bekerja untuk membentuk tulang). (Compston, 2002). Tulang yang sudah tua dan pernah mengalami keretakan, akan dibentuk kembali. Tulang yang sudah rusak tersebut akan diidentifikasi oleh sel osteosit (sel osteoblas menyatu dengan matriks tulang). (Cosman, 2009) Kemudian terjadi penyerapan kembali yang dilakukan oleh sel osteoklas dan nantinya akan menghancurkan kolagen dan mengeluarkan asam. (Tandra, 2009) Dengan demikian, tulang yang sudah diserap osteoklas akan dibentuk bagian tulang yang baru yang dilakukan oleh osteoblas yang berasal dari sel prekursor di sumsum tulang belakang setelah sel osteoklas hilang. (Cosman, 2009) Proses remodelling tulang tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4: Siklus remodelling tulang, Cosman, 2009
Menurut Ganong, ternyata endokrin mengendalikan proses remodelingtersebut. Dan hormon yang mempengaruhi yaitu hormon paratiroid (resorpsitulang menjadi lebih cepat) dan estrogen (resorpsi tulang akan menjadi lama).Sedangkan pada osteoporosis, terjadi gangguan pada osteoklas, sehinggatimbul ketidakseimbangan antara kerja osteoklas dengan osteoblas. Aktivitassel osteoclas lebih besar daripada osteoblas. Dan secara menyeluruh massatulang pun akan menurun, yang akhirnya terjadilah pengeroposan tulang padapenderita osteoporosis. (Ganong, 2008) Gambar 5 menunjukan perbedaantulang yang normal dan tulang yang sudah mengalami pengeroposan.
Gambar 5: Tulang Normal dan KeroposTulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang penting pada pembentukan t
ulang yaitu osteoclas dan osteoblas. Osteoblas berperan pada pembentukan tulang dan sebaliknya osteoklas pada proses resorpsi tulang. Matriks ekstra seluler terdiri atas dua komponen, yaitu anorganik sekitar 30-40% dan matrik inorganik yaitu garam mineral sekitar 60-70 %. Matrik inorganik yang terpenting adalah kolagen tipe 1 ( 90%), sedangakan komponen anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfat, disampinh magnesium, sitrat, khlorid dan karbonat.
Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan mengalami perubahan selama kehidupan melalui tiga fase: Fase pertumbuhan, fase konsolodasi dan fase involusi. Pada fase pertumbuhan sebanyak 90% dari massa tulang dan akan berakhir pada saat epifisi tertutup. Sedangkan pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa tulang bertambah dan mencapai puncak ( peak bone mass ) pada pertengahan umur tiga puluhan. Serta terdapat dugaan bahwa pada fase involusi massa tulang berkrang ( bone Loss ) sebanyak 35-50 tahun
Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari Adanya massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor genetic, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain seperi obat obatan atau aktifitas fisik yang kurang serta faktor genetik. Akibat massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang menyebabkan. Densitas tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadinya fraktur.
Kejadian osteoporosis dapat terjadi pada setiap umur kehidupan. Penyebabnya adalah akibat terjadinya penurunan bone turn over yang terjadi sepanjang kehidupan. Satu dari dua wanita akan mengalami osteoporosis, sedangkan pada laki-laki hanya 1 kasus osteoporsis dari lebih 50 orang laki-laki. Dengan demikian insidensi osteoporosis pada wanita jauh lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini di duga berhubungan dengan adanya fase masa menopause dan proses kehilangan pada wanita jauh lebih banyak.
Gambar 6: Percepatan Pertumbuhan Tulang Gambar diatas menunjukan bahwa terjadi percepatan pertumbuhan tulang, yang mencapai massa puncak tulang pada usia berkisar 20 - 30 tahun, kemudian terjadi perlambatan formasi tulang dan dimulai resorpsi tulang yang lebih dominan. Keadan ini bertahan sampai seorang wanita apabila mengalami menopause akan terjadi percepatan resorpsi tulang, sehingga keadaan ini tulang menjadi sangat rapuh dan mudah terjadi fraktur.
Setelah usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulaiN akhirnya akan lebih dominan dibandingkan dengan pembentukan tulang. Kehilangan massa tulang menjadi cepat pada beberapa tahun pertama setelah menopause dan akan menetap pada beberapa tahun kemudian pada masa postmenopause. Proses ini terus berlangsung pada akhirnya secara perlahan tapi pasti terjadi osteoporosis. Percepat osteoporosis tergantung dari hsil pembentukan tulang sampai tercapainya massa tulang puncak.
Massa tulang puncak ini terjadi sepanjang awal kehidupan sampai dewasa muda. Selama ini, tulang tidak hanya tumbuh tetapi juga menjadi solid. Pada usia rata-rata 25 tahun tulang mencapai pembentuk massa tulang puncak. Walaupun demikian massa puncak tulang ini secara individual sangat bervariasi dan pada umumnya pada laki-laki lebih tinggi dibanding pada wanita. Massa puncak tulang ini sangatlah penting, yang akan menjadi ukuran seseorang menjadi risiko terjadinya fraktur pada kehidupannya. Apabila massa puncak tulang ini rendah maka akan mudah terjadi fraktur kan saja, tetapi apabila tinggi makan akan terlindung dari ancaman fraktur. Faktor faktor yang menentukan tidak tercapainya massa tulang puncak sampai saai ini belum dapat dimengerti sepenuhnya tetapi diduga terdapat beberapa faktor yangberperan, yaitu genetik, asupan kalsium, aktifitas fisik, dan hormon seks. Untuk memelihara dan mempertahan massa puncak tulang adalah dengan diet, aktifitas fisik, status reproduktif, rokok, kelebihan konsumsi alkohol, dan beberapa obat (Permana, 2009).
1.7 KomplikasiOsteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Berbagai fraktur yang terjadi akibat komplikasi dari osteoporosis antara lain ; fraktur vertebra, fraktur pinggul, fraktur femur, fraktur pergelangan tangan, dan berbagai macam fraktur lainnya. (Askep Osteoporosis.pdf)
1.8 Pemeriksaan DiagnostikSeseorang yang ingin menentukan terjadinya osteoporosis atau tidak, biasanya
diagnosis yang digunakan yaitu dengan pemeriksaan Densitas Mineral Tulang (DMT) agar mengetahui kepadatan tulang pada orang tersebut. (Hartono, 2004). Untuk menentukan kepadatan tulang tersebut, ada 3 teknik yang biasa digunakan di Indonesia, antara lain :
1. Densitometri DXA (dual-energy x-ray absorptiometry)
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling tepat dan mahal. Orang yang melakukan pemeriksaan ini tidak akan merasakan nyeri dan hanya dilakukan sekitar 5 - 15 menit. Menurut Putri, DXA dapat digunakan pada wanita yang mempunyai peluang untuk mengalami osteoporosis, seseorang yang memiliki ketidakpastian dalam diagnosa, dan penderita yang memerlukan keakuratan dalam hasil pengobatan osteoporosis. (Putri, 2009).
Keuntungan yang didapatkan jika melakukan pemeriksaan ini yaitu dapat menentukan kepadatan tulang dengan baik (memprediksi resiko patah tulang pinggul) dan mempunyai paparan radiasi yang sangat rendah. Akan tetapi alat ini memiliki kelemahan yaitu membutuhkan koreksi berdasarkan volume tulang (secara bersamaan hanya menghitung 2 dimensi yaitu tinggi dan lebar) dan jika pada saat seseorang melakukan pengukuran dalam posisi yang tidak benar, maka akan mempengaruhi hasil pemeriksaan tersebut. (Cosman, 2009)
Hasil dari DXA dapat dinyatakan dengan T-score, yang dinilai dengan melihat perbedaan BMD dari hasil pengukuran dengan nilai rata-rata BMD puncak. (Tandra, 2009) Hasil dari pemeriksaan BMD dapat dilihat pada gambar 2.3.
k;uiou
Gambar 7: Hasil Pemeriksaan Osteoporosis Berdasarkan BMDMenurut WHO, kriteria T-score dibagi menjadi 3, yaitu T-score > -1 SD yang
menunjukkan bahwa seseorang masih dalam kategori normal. T-score <-1 sampai -2,5 dikategorikan osteopenia, dan < - 2,5 termasuk dalam kategori osteoporosis, apabila disertai fraktur, maka orang tersebut termasuk dalam osteoporosis berat. (WHO, 1994)
2. Densitometri US (ultrasound)Kerusakan yang terjadi pada tulang dapat didiagnosis dengan pengukuran ultrsound,
yaitu dengan mengunakan alat quantitative ultrasound (QUS). Hasil pemeriksaan ini ditentukan dengan gelombang suara, karena cepat atau tidaknya gelombang suara yang bergerak pada tulang dapat terdeteksi dengan alat QUS. Jika suara terasa lambat, berarti tulang yang dimiliki padat. Akan tetapi, jika suara cepat, maka tulang kortikal luar dan trabekular interior tipis. Pada beberapa penelitian,menyatakan bahwa dengan QUS dapat mengetahui kualitas tulang, akan tetapi QUS dan DXA sama-sama dapat memperkirakan patah tulang . (Lane, 2003)
Dengan alat ini, seseorang tidak akan terpapar radiasi karena tidak menggunakan sinar X. Kelemahan alat ini, yaitu tidak memiliki ketelitian yang baik (saat dilakukan pengukuran ulang sering terjadi kesalahan), tidak baik dalam mengawasi pengobatan (perubahan massa tulang) (Cosman, 2009).
3. Pemeriksaan CT (computed tomography)Pemeriksaan CT merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan dengan memeriksa biokimia CTx (C-Telopeptide). Dengan pemeriksaan ini dapat menilai kecepatan pada proses pengeroposan tulang dan pengobatan antiesorpsi oral pun dapat dipantau. (Putri, 2009) Kelebihan yang didapatkan jika menggunakan alat ini yaitu kepadatan tulang belakang dan tempat biasanya terjadi patah tulang dapat diukur dengan akurat.
Akan tetapi pada tulang yang lain sulit diukur kepadatannya dan ketelitian yang dimiliki tidak baik serta tingginya paparan radiasi. (Cosman, 2009) (Agustin, 2009).
Penilaian langsung densitas tulang untuk mengetahui ada tidaknya osteoporosis dapat dilakukan secara:
1. Radiologic2. Radioisotope3. QCT (Quantitative Computerized Tomography)4. MRI (Magnetic Resonance Imaging)5. Densitometer (X-ray absorpmetry)
Penilaian osteoporosis secara laboratorik dilakukan dengan melihat petanda biokimia untuk osteoblas, yaitu osteokalsin, prokolagen I peptide dan alkali fosfatase total serum. Petanda kimia untuk osteoklas; dioksipiridinolin (D-pyr), piridinolin (Pyr) Tartate Resistant Acid Phosfotase (TRAP), kalisium urin, hidroksisiprolin dan hidroksi glikosida. Secara bioseluler, penilaian biopsi tulang dilakukan secara histopometri dengan menilai aktivitas osteoblas dan osteoklas secara langsung. Namun pemeriksaan diatas biayanya masih mahal.
1.9 Penatalaksanaan1. Pengobatan
Pengobatan osteoporosis difokuskan kepada memperlambat atau menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya. tujuan dari pengobatan ini adalah mencegah terjadinya fraktur (patah tulang).
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas dan atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat yang beredar pada umumnya bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat antiresorpsi misalnya: esterogen, kalsitonin, bifosfonat. Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak mempunyai efek antiresorpsi maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses pembentukan tulang oleh sel osteoblas.
a. EstrogenMekanisme estrogen sebagai antiresorpsi, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun sel
osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna. Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan, peningkatan berat badan, tromboembolisme, dan pada pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen adalah: kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik, karsinoma ovarium, dan penyakit hait yang berat Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai dengan dosis untuk anti resorpsi, adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17-estradiol oral 1 Ð 2mg/ hari, 17-estradiol perkutan 1,5 mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25 Ð 50 mg setiap 6 bulan. Kombinasi estrogen dengan progesteron akan menurunkan risiko kanker endometrium dan harus diberikan pada setiap wanita yang mendapatkan TSH, kecuali yang telah menjalani histerektomi.
Saat ini pemakaian fitoestrogen (isoflavon) sebagai suplemen mulai digalakkan pemakaiannya sebagai TSH. Beberapa penelitian menyatakan memberikan hasil yang baik untuk keluhan defisiensi estrogen, atau mencegah osteoporosis. Fitoestrogen terdapat banyak dalam kacang kedelai, daun semanggi.
Ada golongan preparat yang mempunyai efek seperti estrogen yaitu golongan Raloksifen yang disebut juga Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada
reseptor estrogen-b sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan payudara. Mekanisme kerja Raloksifen terhadap tulang diduga melibatkan TGF yang dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel osteoklas.
b. BifosfonatBifosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis. Bifosfonat
merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh atom karbon. Bifosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas dengan cara berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah osteoklas. Pemberian bifosfonat secara oral akan diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat buruk (kurang dari 55 dari dosis yang diminum). Absorpsi juga akan terhambat bila diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation divalen lainnya, dan berbagai minuman lain kecuali air. Idealnya diminum pada pagi hari dalam keadaan perut kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan apapun minimal selama 30 menit, dan selama itu penderita harus dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring. Sekitar 20 Ð 50% bifosfonat yang diabsorpsi, akan melekat pada permukaan tulang setelah 12 Ð 24 jam. Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas, bifosfonat akan tetap berada di dalam tulang selama berbulan-bulan bahkan bertahuntahun, tetapi tidak aktif lagi. Bifosfonat yang tidak melekat pada tulang, tidak akan mengalami metabolism di dalam tubuh dan akan diekresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga harus hati-hati pemberiannya pada penderita gagal ginjal..
Generasi Bifosfonat adalah sebagai berikut:1) Generasi I : Etidronat, Klodronat2) Generasi II: Tiludronat, Pamidronat, Alendronat3) Generasi III: Risedronat, Ibandronat, Zoledronat
Hormon lain: hormon-hormon ini akan membatu meregulasi kalsium dan fosfat dalam tubuh dan mencegah kehilangan jarungan tulang.
1) Kalsitonin2) Teriparatide
Kalsium: kalsium dan vtamin D diperlukan untuk meningkatkan kepadatan tulang.1) Konsumsi perhari sebanyak 1200-1500 mg (melalui makanan dan suplemen).2) Konsumsi vitamin D sebanyak 600-800 IU diperlukan untuk meningkatkan kepadatan tulang.
c. Latihan pembebanan (olahraga)Olahraga merupakan bagian yang sangat penting pada pencegahan maupun pengobatan
osteoporosis. Program olahraga bagi penderita osteoporosis sangat berbeda dengan olahraga untuk pencegahan osteoporosis. Gerakan-gerakan tertentu yang dapat meningkatkan risiko patah tulang harus dihindari. Jenis olahraga yang baik adalah dengan pembebanan dan ditambah latihanlatihan kekuatan otot yang disesuaikan dengan usia dan keadaan individu masing-masing. Dosis olahraga harus tepat karena terlalu ringan kurang bermanfaat, sedangkan terlalu berat pada wanita dapat menimbulkan gangguan pola haid yang justru akan menurunkan densitas tulang. Jadi olahraga sebagai bagian dari pola hidup sehat dapat menghambat kehilangan mineral tulang, membantu mempertahankan postur tubuh dan meningkatkan kebugaran secara umum untuk mengurangi risiko jatuh. Monoklonal antibodi RANK-Ligand.
Seperti diketahui terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan aktivitas sel osteoklas menyerap tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler RANK-L sangat berperan. RANK-L akan bereaksi dengan reseptor RANK pada osteoklas dan membentuk RANK- RANKL kompleks, yang lebih lanjut akan mengakibatkan meningkatnya deferensiasi dan aktivitas osteoklas. Untuk
mencegah terjadinya reaksi tersebut digunakanlah monoklonal antibodi (MAbs) dari RANK-L yang dikenal dengan: denosumab. Besarnya dosis yang digunakan adalah 60 mg dalam 3 atau 6 bulan.
2. Pencegahana. Mengurangi asupan protein hewani: Protein hewani meningkatkan kehilangan kalsium.
Studi lintas budaya telah menemukan hubungan yang kuat antara asupan protein hewani dan risiko patah tulang pinggul. Tingginya asupan daging (lima atau lebih porsi per minggu) secara signifikan meningkatkan risiko retak tulang lengan bawah pada perempuan, dibandingkan dengan makan daging kurang dari sekali per minggu. Wanita lansia yang mengkonsumsi sejumlah besar daging kehilangan tulang lebih cepat dan risiko lebih besar terkena retak tulang pinggul.Risiko masalah tulang tampaknya berkurang ketika protein hewani diganti dengan protein dari sumber nabati, terutama kedelai. Dalam studi klinis dengan wanita menopause, makanan kedelai telah ditemukan mencegah keropos tulang. Penelitian telah menunjukkan hubungan positif antara protein kedelai dan kepadatan mineral tulang pada wanita menopause. Hal ini mungkin karena konsentrasi senyawa yang relatif tinggi yang disebut isoflavon dalam protein nabati.
b. Peningkatan konsumsi buah dan sayuranPenelitian telah menunjukkan bahwa diet kaya buah-buahan dan sayur-sayuran berkaitan
dengan kepadatan mineral tulang lebih tinggi pada pria dan wanita. Asosiasi ini mungkin karena kalium, magnesium, dan vitamin K dalam buah-buahan dan sayuran.
c. Mengurangi asupan natriumBeberapa studi telah menemukan bahwa asupan tinggi natrium menyebabkan hilangnya
kalsium dari tubuh. Namun, efek dari pembatasan natrium terhadap integritas tulang jangka panjang dan risiko patah tulang masih belum jelas dan memerlukan penelitian lebih lanjut.
d. Pola makan rendah lemakStudi telah menemukan bahwa asupan lemak yang lebih tinggi dikaitkan dengan
kehilangan tulang yang lebih besar dan risiko patah tulang lebih besar. Mekanisme yang mungkin meliputi kecenderungan asupan lemak yang berlebihan mengurangi penyerapan kalsium dan mempengaruhi produksi hormon. Secara khusus, asam lemak omega-6 dapat menyebabkan hilangnya tulang dengan mengorbankan pembentukan tulang baru.
e. Moderasi dalam penggunaan kafeinPenelitian telah menemukan bahwa perempuan yang mengkonsumsi paling banyak
kafein telah mempercepat kehilangan tulang belakang dan hampir tiga kali lipat risiko terkena patah tulang pinggul. Resiko kehilangan tulang tampak tertinggi pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 18 ons kopi per hari, atau 300 mg kafein dari sumber lain.
f. Membatasi suplemen vitamin APenelitian telah menunjukkan bahwa asupan vitamin A yang terlalu tinggi, baik dengan
makanan atau suplemen, dapat menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko fraktur pinggul. Asupan sehat dan cukup vitamin A dapat dipastikan dengan beta-karoten dari sumber tanaman, sayuran terutama oranye dan kuning.
g. Kombinasi suplemen vitamin D dan kalsiumPada klien dengan obat-yang menyebabkan osteoporosis, kombinasi dari kedua nutrisi
tampaknya bermanfaat signifikan dalam mengurangi kehilangan tulang lebih lanjut. Suplemen vitamin D (500 sampai 800 IU/hari) dan kalsium (1200-1300 mg/hari) juga telah ditemukan meningkatkan kepadatan tulang dan penurunan kehilangan tulang dan risiko patah tulang pada wanita dewasa yang lebih tua. Klien wanita dengan diagnosa osteoporosis harus mendapatkan
asupan kalsium total dari pola makan dan suplemen sekitar 1500 mg/hari dalam dosis terbagi tiga atau lebih, ditambah sedikitnya 400 sampai 800 IU vitamin D setiap hari. Namun, klien yang tidak berisiko tinggi untuk osteoporosis mungkin tidak memerlukan suplemen kalsium. Hal ini terutama berlaku untuk pria, yang mungkin memiliki peningkatan risiko terkena kanker prostat jika mereka mengkonsumsi terlalu banyak kalsium atau susu. (Iwan Sain, S. Kep, ASKEP Pada Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang : OSTEOPOROSIS.pdf)
BAB IIKONSEP KEPERAWATAN
2.1 PengkajianNy. M, umur 56 tahun datang ke IGD RSAS dengan keluhan nyeri di pinggul. Keluhan nyeri ini sering muncul sejak 1 bulan yang lalu. keluhan nyeri pinggul juga tidak berkurang meskipun sudah meminum obat yang dibeli di pasar. Ny. M mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari karena nyeri yang dirasakan. Siklus menstruasi Ny. M sudah berhenti sejak 3 tahun yang lalu. dari hasil pemeriksaan, didapatkan TD: 130/90 mmHg, N: 96 kali/menit, S: 36ºC, RR: 24 kali/menit. Hasil pengukuran Bone Mineral Density (BMD): - 3,5 mg/dl
2.2 Analisa DataNo. Data Masalah Keperawatan1. DS :
- Klien mengeluh nyeri di pinggul.
- Keluhan nyeri ini sering
Nyeri akut
muncul sejak 1 bulan yang lalu
- Klien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari karena nyeri yang dirasakan
- Siklus menstruasi Ny. M sudah berhenti sejak 3 tahun yang lalu.DO :
- TD: 130/90 mmHg- N: 96 kali/menit- S: 36ºC- RR: 24 kali/menit- Hasil pengukuran Bone
Mineral Density (BMD): - 3,5 mg/dl
2.3 Diagnosa Keperawatan1. Nyeri akut.
2.3 Rencana Asuhan KeperawatanNo. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi1. Nyeri akut.
Definisi:Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti (International Association for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.Batasan Karakteristik:
- Klien mengeluh nyeri di pinggul.- Keluhan nyeri ini sering muncul
sejak 1 bulan yang lalu- Klien mengatakan tidak bisa
melakukan aktivitas sehari-hari karena nyeri yang dirasakan
- Siklus menstruasi Ny. M sudah berhenti sejak 3 tahun yang lalu.
- TD: 130/90 mmHg- N: 96 kali/menit- S: 36ºC- RR: 24 kali/menit- Hasil pengukuran Bone Mineral
Density (BMD): - 3,5 mg/dlFaktor-Faktor yang berhubungan:Agens-agens penyebab cedera, berupa agen biologis dan kimia.
NOC:1. Tingkat kenyamanan2. Kontrol nyeri3. Tingkat nyeri
Tujuan dan Kriteria Hasil:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam nyeri klien teratasi, dengan indicator:
Tingkat kenyamanan. Dapat melakukan aktivitas
seperti biasa tanpa harus merasakan nyeri.
Kontrol nyeri Mampu mengenali faktor
penyebab Mampu melaporkan gejala pada
tenaga kesehatan Mampu mengenali gejala-gejala
nyeri Tingkat nyeri
Mampu melaporkan adanya nyeri, frekuensi nyeri dan episode lamanya nyeri.
Tanda-tanda vital kembali normal.
Manajemen Nyeri:Kaji secara komphrehensif tentang nyeri,
meliputi: lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
Gunakan komunkasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
Kaji tingkat keetidaknyamanan pasien dan catat perubahan dalam catatan medik dan informasikan kepada seluruh tenaga yang menangani pasien
Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi, mood, relationship, pekerjaan, tanggungjawab peran.
Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan.
Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex: temperatur ruangan, penyinaran, dll).
Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri nyeri.
Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon pasien.
Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup. Lakukan teknik variasi untuk mengurangi
nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal).
Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat dan tenaga profesional lain unntuk memilh tenik non farmakologiPemberian Analgesik:
Cek catatan medis untuk jenis obat, dosis, dan frekuensi pemberian analgetik.
Kaji adanya alergi obat. Monitor tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgetik narkotik saat pertama kali atau jika muncul tanda yang tidak
biasanya. Kaji kebutuhan akan kenyamanan atau
aktivitas lain yang membantu relaksasi untuk memfasilitasi respon analgetik.
Evaluasi kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam pemilihan jenis analgetik, rute, dan dosis yang akan digunakan.
Pilih analgetik atau kombinasi analgetik yang sesuai ketika menggunakan lebih dari satu obat.
Tentukan pilihan jenis analgetik (narkotik, non-narkotik, atau NSAID/obat anti inflamasi non steroid) bergantung dari tipe dan beratnya nyeri.
Berikan analgetik sesuai jam pemberian. Informasikan kepada individu dengan
pemberian narkotik, mengantuk kadang-kadang muncul pada 2 atau 3 hari pertama kemudian berkurang
Ajarkan tentang kegunaan anlgetik, strategi untuk menurunkan efek samping, dan harapan untuk keterlibatan pembuatan keputusan tentang penurunan nyeri.
Dokumentasikan respon analgetik dan efek yang muncul.
Kolaborasikan dengan dokter jika obat, dosis, dan rute pemberian, atau perubahan interval diindikasikan, buat rekomendasi spesifik berdasar pada prinsip kesamaan analgetik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. OSTEOPOROSIS(Askep Osteoporosis.pdf).http://www.4shared.com/office/rBkkM-fK/Askep_Osteoporosis.html, diakses pada 10 September 2013 13.20 WITA.Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Lane, Nancy E. 2001. Lebih Lengkap Tentang: Osteoporosis. Jakarta: Fajar Interpratama Offset.Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume
2. Jakarta: EGC.Sain, Iwan S.Kep. ASKEP Pada Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang :
OSTEOPOROSIS(41_2.pdf). http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&ved=0CDwQFjAC&url=http%3A%2F%2Fwww.stikeskusumahusada.ac.id%2Fimages%2Ffile%2F41.pdf&ei=m4ouUrPeJc_qrQf934H4CQ&usg=AFQjCNH7zQtIxHV-RwYYg0z0u4TmQxa6gg&sig2=8y2WZhvX5fhx6_IyJ2PXvw&bvm=bv.51773540,d.bmk, diakses pada 10 September 2013 13.15 WITA.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.Jakarta: EGC.Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA, intervensi NIC,
kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.
Penyakit Keropos Tulang (Osteoporosis) di dalam Keperawatan/ Osteoporosis in Nursing Care Plan
Source/ Sumber:
1) Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan & Masalah Kolaboratif. Jakarta : EGC
2) Knele, Julie D. 2011. Keperawatan Ortopedik dan Trauma Edisi . Jakarta : EGC.
Lukman & Ningsih, Nurna. 2012. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
3)(Rewritten by/ Diketik kembali oleh: Dimas Erda Widyamarta. and the friends.2014. please follow blog/ silahkan ikuti blog: www.ithinkeducation.blogspot.com orwww.ithinkeducation.wordpress.com)
4)Wirakusuma, Elma. 2007. Mencegah Osteoporosis. Jakarta : Penebar Swadaya.
2.1 DEFINISI
Osteoporosis yang dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan meningkatnya kerentanan terhadap tulang patah. Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total.
Menurut konsesus di Kopenhagen 1990, osteoporosis didefinisikan sebagai suatu penyakit dengan karakteristik massa tulang yang berkurang dengan kerusakan mikroarsitektur jaringan yang menyebabkan kerapuhan tulang dan resiko fraktur yang meningkat. (gonda, P 1996).
Osteoporosis merupakan gangguan metabolik tulang dengan meningkatkan kecepatan resorbsi tulang, tetapi kecepatan pembentukannya berjalan lambat sehingga terjadi kehilangan massa tulang (Kowalak, Jenifer P. 2011).
Klasifikasi osteoporosis :
Klasifikasi osteoporosis dibagi ke dalam dua kelompok yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Istilah”osteoporosis primer” mengacu pada tidak adanya penyakit lain yang terus menyebabkan gangguan ini. Definisi ini, terutama mengacu pada defisiensi estrogen pasca menopause yang selanjutnya menyebabkan penurunan densitas tulang. Keadaan ini banyak dialami oleh pasien wanita yang mengalami osteoporosis.
Osteoporosis primer terdapat pada wanita postmenopause (postmenopause osteoporosis) dan pada laki-laki lanjut usia (senile osteoporosis). Penyebab osteoporosis belum diketahui dengan pasti.
Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan Kelainan endokrin misalnya Chusing’s disease, hipertiriodisme, hiperparatiriodisme, diabetes melitus, hopogonadisme pada pria. Karena obat misalnya terapi kortikosteroid, terapi heparin (jangka panjang), anikonvulsan. Masalah neoplastik misalnya mieloma multipel, metastasis tulang. Penyebab lainnya : alkoholisme, anoreksia nervosa, pascatransplantasi, sindrom malabsorbsi misalnya penyakit coeliac..
Djuantoro (1996), membagi osteoporosis menjadi osteoporosis postmenopause (Tipe I), Osteoporosis involutional (Tipe II), osteoporosis idiopatik, osteoporosis juvenil dan osteoporosis sekunder.
1. Osteoporosis Postmenopause (Tipe I)
Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih dan asia. Bentuk osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resopsi tulang yang berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi hormon estrogen pada masa menopause.
2. Osteoporosis involutional (Tipe II)
Terjadi pada usia diatas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe ini diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan resorpsi tulang dengan kecepatan pembentukan tulang.
3. Osteoporosis idiopatik
Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita premenopouse dan pada laki-laki yang berusi di bawah 75 tahun. Tipe ini tidak berkaitan dengan penyebab sekunder atau faktor resiko yang mempermudah timbulnya penurunan densitas tulang.
4. Osteoporosis juvenil
Merupakan bentuk yang paling jarang terjadi dan bentuk osteoporosis yang terjadi pada anak-anak prepubertas.
5. Osteoporosis sekunder.
Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan fraktur atraumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan kortikosteroid, atraumatik reumatoid, kelainan hati/ ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastisitosis sistemik, hipertiriodisme , varian status hipogonade dan lain-lain.
2.2 Etiologi
Osteoporosis postmenopouse terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopouse, pada wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam,.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kasium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu keadaan penurunan masa tulang yang hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan dua kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan postmenopouse.
Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obet-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) dan obat- obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang, hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yanh berlebihan dan kebiasaan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
Osteoporosis juvenil ideopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
Faktor genetik juga berpengaruh terhadap timbulnya osteoporosis. Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur daripada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu memiliki ketentuan normal sesuai dengan sifat genetiknya beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu dengan tulang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis)
sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak daripada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
Faktor Risiko osteoporosis
Sejumlah faktor diketahui meningkatkan risiko osteoporosis. Selain gangguan dan obat, faktor risiko yang paling sering dimiliki wanita adalah amenorea selama 6 bulan atau lebih dan menopause alami yang dini atau menopause pembedahan sebelum usia 45 tahun. Faktor resiko osteoporosis digolongkan menjadi 2 kelompok besar yaitu resiko yang tidak dapat dikendalikan dan resiko yang dapat dikendalikan.
1. Faktor resiko yang dapat dikendalikan
a. Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko osteoporosis lebih besar dari para pria. Sekitar 80 % diantara penderita osteoporosis adalah wanita. Secara umum, wanita menderita osteoporosis 4x lebih banyak dari pada pria. 1 dari 3 wanita memiliki kecenderungan osteoporosis. Hal ini terjadi antara lain karena masa tulang wanita lebih kecil dibanding dengan pria (hanya sekitar 800 gram lebih kecil dibandingkan pria yaitu sekitar 1200 gram )
b. Umur
Semakin tua umur seseorang, resiko terkena osteoporosis semakin besar. Proses densitas tulang hanya berlangsung sampai seseorang berusia 25 tahun. Selanjutnya, kondisi tulang akan konstan hingga usia 40 tahun. Setelah umur 40 tahun, densitas tulang akan bertulang secara berlahan.
c. Ras
Semakin terang kulit seorang maka resiko osteoporosis menjadi semakin tinggi. Ras kaukasia dan Asia memiliki insiden terkena osteoprosis lebih besar dibandingkan dengan ras Afrika – Amerika. Antara masa tulang dan massa otot terdapat kaitan yang erat. Semakin besar otot, tekanan pada tulang semakin tinggi dan tulng semakin besar. Ditambah lagi kadar hormone estrogen ras Afrika – Amerika lebih tinngi dari ras yang lain sehingga wanita Afrika – Amerika cendrung lebih lambat menua dari pada kulit putih. Pigmentasi kulit dan tempat tinggal juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Wanita Afrika berkulit gelap yang bertempat tinggal dekat dengan garis katulistiwa memiliki resiko osteoporosis yang lebih rendah dari pada wanita yang berkulit putih yang tinggal jauh dari garis katulistiwa.
2. Faktor resiko yang dapat dikendalikan
a. Kurang aktifitas
Semakin rendah aktifitas fisik, semakin besar resiki terkena osteoporosis. Hal ini terjadi karena aktifitas fisik ( olah raga ) dapat membangun tulang dan otot menjadi tebih kuat, juga meningkatkan keseimbangan metabolisme.
b. Diet yang buruk
Bila makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan tulang. Makanan sumber kalsium, fosfor, dan vitamin D yang dikonsumsi cukup sejak usia dini dapat memperkuat masa tulang.
c. Merokok
Pada wanita perokok ada kecenderungan kadar estrogen dalam tubuhnya lebih rendah dan kemungkinan memasuki masa menaupose lima tahun lebih awal dibanding dengan bukan perokok. Asap rokok dapat menghambat kerja ovarium. Disamping itu, nikotin juga mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyerap dan mengeluarkan kalsium.
d. Minun minuman beralkohol
Alkohol dapat menyebabkan luka – luka kecil pada lambung yang terjadi pada saat setelah minum minuman beralkohol. Banyaknya luka kecil akibat minum minuman beralkohol menyebabkan tubuh kehilangan kalsium karena kalsium banyak trdapat dalam darah.
2.3 MANIFESTASI KLINIS
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan, sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada beberapa penderita. Jika kepadatan tulang sangat berkurang yang menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Tulang-tulang yang terutama terpengaruh pada osteoporosis adalah radius distal, korpus vertebra terutama mengenai T8-L4, dan kollum femoris
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari pungung yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk), yang menyebabkan terjadinya ketegangan otot dan rasa sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Selain itu , yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami penyembuhan secara perlahan. Tinggi badan berkurang
2.4 PATOFISIOLOGI
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi setelah tercaipainya puncak
massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya estrogen pada saat menopouse dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopouse.
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily allowance) meningkat pada usia 11 – 24 tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk memaksimalakan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi pada perempuan pasca menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas. Karena penyerapan kalsium kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal (Smeltzer, 2002).
Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen dapat menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron Cushing, hipertiriodisme dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa tulang. Obat- obatan seperti isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida yang mengandung alumunium, furosemid, antikonvulsan, kortikosteroid dan suplemen tiroid mempengaruhi penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.
Imobilitas juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi dengan gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari pembentukannya sehingga terjadi osteoporosis.
2.5 KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum vemoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan.
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Terdapat kemajuan pesat dalam penegakkan diagnosis osteoporosis, terutama dalam kemampuan untuk mendeteksi dan mengukur masa tulang sebelum fraktur terjadi pada area yang sering mengalami fraktur: vertebra, pinggul, dan pergelangan tangan.
Puncak massa tulang terjadi pada saat dewasa awal, sekitar usia 30 tahun. Pencapaian massa tulang yang optimal dipengaruhi oleh faktor genetik, asupan kalsium yang adekuat, latihan menopang berat, dan tidak adanya faktor risiko. Prubahan massa tulang dikelompokkan berdasarkan nilai statistik densitas tulang:
a. Osteopenia: standar deviasi -1,00 hingga -2,5 di bawah rata-rata dewasa muda.
b. Osteoporosis: standar deviasi lebih dari -2,5 di bawah rata-rata dewasa muda.
Densinometri tulang merupakan kunci untuk menegakkan diagnosis meskipun juga memiliki keterbatasan. Beberapa upaya awal untuk mengukur densitas mineral tulang (bone mineral density,BMD) menggunakan sinar X skeletal; upaya ini mempunyai nilai terbatas karena demineralisasi hanya diketahui setelah terjadi kehilangan densitas tulang sebesar 30% atau lebih. Metode yang paling sering digunakan di inggris adalah dual energy X-ray absorptimetry (DXA), quantitativ computed tomography (QCT) danquantitatif ultrasound (QUS) (tabel 19.1). instrumen skrining ini menjadi indikator risiko fraktur di massa mendatang (Raisz, 1999).
Scanning DXA kini diyakini sebagai standar terbaik untuk mengkaji BMD, memperkirakan risiko fraktur dimasa mendatang, dan mengkaji respons terhadap penanganan yang telah dilakukan. Scanning DXA memberi hasil yang akurat, tersedia luas, merupakan prosedur yang relatif cepat dengan keakuratan tinggi, dan memiliki resolusi tinggi dengan pajanan terhadap radiasi yang kecil.
QCT merupakan merupakan metode yang unik dalam memberikan gambaran tiga dimensi karena memungkinkan pengukuran langsung densitas tulang dan pemisahan spasial trabekula dari korteks tulang. Kerugian metode ini adalah mahalnya prosedur dan pasien yang terpajan radiasi yang lebih tinggi.
QUS berperan dalam pengkajian struktur mikro tulang, metode pengukuran BMD yang mandiri (Keen, 2000). Kalkaneum sering dipilih sebagai area pengukuran karena mudah diakses, memiliki sentase tinggi terhadap kehilangan trabekula tulang yang dapat diukur, dan merupakan tulang penopang berat. Keuntungan metode QUS adalah tidak menggunakan radiasi ion, lebih murah, dan mudah dibawa dibandingkan densinometer tulang konvensdional yang melakukan scan spina atau femur. QUS merupakan metode pengganti yang efektif jika dilakukan oleh operator ahli yang terbukti sebagai teknoligi yang lebih tepat mengkaji risiko fraktur pada populasi yang lebih besar.
Pemeriksaan Radiologik dilakukan untuk menikai densitas tulang. Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah tuberkuler. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
Pemeriksaan menggunakan MRI juga digunakan dalam menilai densitas tulang traberkula melalui dua langkah yaitu pertama T2 sum-sum tulangdapat digunakan untuk menilaindensitas serta kualitas jaringan traberkula dan yang kedua untuk menilai arsitektur traberkula.
CT –SCAN dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam diagnosis dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineralvertebra dibawah 65 mg/ cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
2.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Diet tinggi kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup. Diet ditingkatkan pada awal usia pertengahan karena dapat melindungi tulang dari demineralisasi skeletal. Tiga gelas susu krim atau makanan lain yang kaya kalsium. Untuk mencukupi asupan kalsium perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium karbonat).
Terapi penggantian hormon dengan estrogen dan progesteron perlu diresepkan lagi bagi perempuan menopause, untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang. Perempuan yang telah menjalani pengangkatan ovarium atau telah mengalami menopause prematur dapat mengalami osteoporosis pada usia muda. Estrogen dapat mengurangi resorpsi tulang tapi tidak mengingkatkan massa tulang. Penggunaan hormon jangka panjang masih dievaluasi. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit peningkatan insiden kanker payudara dan endometrial. Oleh karena itu, selama HRT klien diharuskan memeriksakan payudaranya setiap bulan dan diperiksa panggulnya.,termasuk usapan Papaninicolaou dan biopsi endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua kali setahun.
Pemberian estrogen secara oral memerlukan dosis terendah estrogen terkonjugasi sebesar 0,625 mg/hari atau 0,5 mg/hari estradiol. Pada osteoporosis, sumsum tulang dapat kembali seperti pada masa pramenopouse dengan pemberian estrogen. Dengan demikan hal tersebut menurunkan risiko fraktur.
Perlu juga meresepkan obat-obat lain, dalam upaya menanggulangi osteoporosis, termasuk kalsitonin, natrium fluorida, bifosfonat, natrium etidronat, dan alendronat. Alendronat berfungsi mengurangi kecepatan penyerapan tulang pada wanita pascamenopouse, meningkatkan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul, dan mengurangi angka kejadian patah tulang. Agar alendronat dapat diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas air pada pagi hari dan dalam waktu 30 menit kemudian tidak boleh makan-minum lainnya. Alendronat bisa mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga setelah meminumnya tidak boleh berbaring, minimal selama 30 menit sesudahnya. Obat ini tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki kesulitan menelan atau penyakit kerongkongan dan lambung tertentu. Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang disertai nyeri.
Kalsitonin secara primer menakan kehilangan tulang dan pemberiannya secara suntikan subkutan, intramuskuler atau semprot hidung. Efek samping, berupa gangguan gastrointestinal,aliran panas,peningkatan frekuensi urine biasanya terjadi dan ringan. Natrium fluorida memperbaiki aktivitas osteoblastik dan pembentukan tulang, namun kualitas tulang yang baru masih dalam pengkajian. Natrium etidronat menghalangi resorpsi tulang osteoklastik, dan dalam penelitian untuk efisiensi sebagai terapi osteoporosis.
Tambahan fluorida bisa meningkatkan kepatan tulang tetapi tulang bisa mengalami kelainan dan menjadi rapuh, sehingga pemakaiannya tidak dianjurkan. Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron.
Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back brace dan dilakukan terapi fisik.
Pencegahan terhadap Osteoporosis
Strategi pencegahan osteoporosis juga digunakan untuk menurunkan resiko terjadinya fraktur pada pasien osteoporosis. Manfaat menangani pasien yang lebih tinggi berisiko tinggi lebih besar dibandingkan menangani pasien berisiko rendah. Hal ini terjadi karena indikator risiko fraktur dan osteoporosis yang dimiliki pasien berisiko rendah lebih sedikit.
a. Perubahan Gaya Hidup
Berbagai perubahan gaya hidup dapat mencegah pemburukan osteoporosis dan menurunkan risiko terjadinya fraktur. Perubahan yang mungkin terjadi Harus didiskusikan dengan pasien. Karena perubahan gaya hidup sulit dilakukan, tingkat motifasi internal untuk menerima dan bertindank sesuai perubahan harus ditimbulkan. Dukungan kontinyu dari tim pelayanan kesehatan dan keluarga pasien sangat penting.
Perubahan gaya hidup meliputi :
a. Mengurangi dan berhenti merokok
b. Mengurangi atau berhenti minum alkohol
c. Meningkatkan latihan penopang berat
d. Meningkatkan asupan kalsium dan vitamin D
e. Mengatur lingkungan rumah untuk menurunkan resiko jatuh
b. Latihan Fisik
Tujuan intervensi non-framakologis untuk osteoposis adalah mencegah, menangani, atau mengurangi akibat osteoporosis (Lips & Ooms, 2000). Latihan fisik berperan penting dalam mencegah dan menangani osteoporosis serta mencegah fraktur (Hertel & Trahiotis, 2001). Selain mempengaruhi proses penyakit, latihan fisik juga meningkatkan kesehatan umum pasien, kesejahteraan dan kualitas hidup, serta mempertshsnksn kemandirian (Sharkey et al, 2000).
Gaya hidup aktif dapat dilakukan oleh berbagai kelompok usia karena program latihan fisik yang tepat dapat meningkatkan massa tulang remaja dan individu dewasa. Penelitan menunjukan bahwa latihan fisik yang sedang dapat membantu melawan osteoporosis. Sedangkan latihan fisik yang telalu ringan dan berlebihan dapat mempercepat laju hilangnya massa tulang (O’Brein, 2001).
Penting bagi pasien, sebelum memulai atau meningkatkan latihan fisik, untuk memastikan bahwa mereka melakukan langkah yang tepat sesuai dengan kemampuan dan usia individu. Latihan fisik pada lansia ditekankan untuk meningkatkan kekuatan dan keseimbangan otot dapat merurunkan resiko jatuh.
c. Diet
Diet yang beragam dan seimbang sangat penting untuk kesehatan muskuloskeletal. Rat-rata tubuh manusia mengandung lebih dari 1 kg kalsium, yang 99% di antaranya disimpan didalam tulang. Pria dan wanita membutuhkan asupan diet kalsium dan vitamin D yang adekuat sepanjang usia untuk untuk mempertahankan kadar kalsium dan vitamin D serta kesehatan tulang yang optimal
2.8 POHON MASALAH
Menopouse Faktor kekurangan Kelainan Obat-obatan Gaya hidup
estrogen Mekanik kalsium hormonal (kortikosteroid, (merokok,
pengangkutan lansia Barbiburat, anti kafein,
kalsium ke faktor nutrisi Kejang) alkohol)
tulang hormonal
terganggu aktivitas
Terjadi ketidakseimbangan antara kecepatan
hancurnya tulang dan pembentukan tulang baru
OSTEOPOROSIS
Kurang
pengetahuan
Pemberian steroid
Reabsorbsi tulang
Osteoblast
terganggu
Kurang informasi
Tulang keropos
Fraktur vertebra & radius
radikal
Nyeri
Apoptosis
Tulang mudah rapuh & mudah patah
Reabsorbsi
tulang
Resiko injury
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Pengumpulan data.
1. Identitas Klien.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama ,pekerjaan dan lain-lain.
2. Riwayat kesehatan.
Riwayat penyakit dahulu : dalam pengkajian merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita pasien sebelum diagnosis osteoporosis muncul seperti reumatik, hipertiroid, hiperpaatiroid.
Riwayat penyakit sekarang :
Keluhan yang dirasakan pasien seperti nyeri pada punggung.
Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang menderita osteoporosis.
3. Pemeriksaan Fisik
B1 (breathing)
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada tulang belakang.
Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : suara resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronchi.
B2 ( Blood)
Sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya pulpus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
B3 (brain)
Kesadaran kompos metis. pada kasus yang lebih parah klien dapat mengeluh pusing dan gelisah. Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya fraktur.
B4 (Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, biasanya mengalami konstipasi.
B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis delapan dan lumbalis tiga.
Pengkajian psikososial
Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada klien kifosis berat . klien mungkin membatasi interaksi sosial karna perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik . osteoporosis mrnyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pada pasien.
Pola aktivitas sehari- hari
Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak dan persendian adalah agility, sttamina menurun , koordinasi menurun, dan dexterity (kemampuan memanipulasi keterampilan motorik halus ) menurun.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal ( kifosis atau fraktur baru).
3. Kurang pengetahuan tentang proses osteoporosis dan program terapi berhubungan dengan kurangnya informasi.
4. Resiko injuri atau fraktur berhubungan dengan kecelakaan ringan atau jatuh.
3.3 Rencana Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri klien dapat berkurang.
Kritreria Hasil :
a. Dengan skala numeric nyeri pasien dapat berkurang.
b. Nyeri yang dirasakan dapat berkurang.
c. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
d. Wajah pasien tidak meringis.
e. Pasien dapat tenang dan beristirahat 6-8jam/Hari
Intervensi Rasional
Selidiki keluhan nyeri. Perhatikan perubahan pada derajat dan sisi (guanakan 0 – 10).
Mengetahui penyebab dan sifat nyeri apakah sifat terlokasi atau menyebar dan waktunya.
Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stress
Meningkatkan istirahat dan kemampuan koping.
Ajarkan teknik manajemen nyeri. Klien dapat mengatasi nyeri secara
mandiri
Awasi tanda vital, perhatikan petunjuk non-verbal, misalnya pegangan otot dan gelisah
Dapat membantu mengevaluasi pernyataan verbal dak keefektifan intervensi.
Kolaborasi dalam pemberian analgesik. Analgesik dapat mengurangi rasa nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal ( kifosis atau fraktur baru )
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat melakukan mobilitas fisik
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan peningkatan mobilitas fisik.
b. Klien mampu melakukan aktifitas normal secara mandiri.
Inrevensi Rasional
Kaji tingkat mobilisasi pasien secara berkala.
Menunjukkan perubahan tingkatan mobilitas pasien setiap hari.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan–latihan fisik secara bertahap.
Latihan fisik dapat meningkatkan kekuatan otot serta melancarkan sirkulasi darah
Anjurkan klien untuk menghindari latihan fleksi, membungkuk dengan tiba –tiba dan mengangkat beban berat
Gerakan yang menimbulkan kompresi fertikal berbahaya dan dapat meningkatkan resiko fraktur vertebra
Intruksikan klien latihan sedikitnya tiga kali seminggu selama 30 menit.
program latihan konsistensi merangsang pembentukan tulang dan memperlambat penurunan tulang dan memperlambat penurunan tulang. Ini juga memberi keuntungan sekunder terhadap perbaikan kondisi neuromuskular, ketangkasan, dan penurunan kemungkinan jatuh.
Rencana periode istirahat adekuat, berbaring pada posisi telentang selama sedikitnya 15 menit saat nyeri punggung meningkat.
Keletihan menurunkan motivasi latihan.
3. Kurang pengetahuan tentang proses osteoporosis dan program terapi berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis.
Kriteria Hasil :
a. Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya.
b. Klien mampu menyebutkan program terapi yang di berikan
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan klien tentang osteoporosis.
Mengetahui sejauh mana klien tahu tentang penyakitnya
kd Berikan informasi kepada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis.
Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami
tentang penyakitnya.
Berikan informasi yang tepat kepada klien tentang osteoporosis cara penanganannya.
Meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis sehingga klien bisa melakukan penanganannya secara mandiri
Jelaskan terapi obat yang ditentukan, tekankan pentingnya mematuhi rencana tindakan.
Kepatuhan terhadap program pengobatan dapat memperlambat progresi osteoporosis. Kesadaran akan kemungkinan efek samping memungkinkan pelaporan dan intervensi segera untuk meminimalkan efek yang merugikan.
Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat.
Suplemen kalsium sering menyebabkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal.
Anjurkan klien makan makanan tinggi kalsium, misalnya sardin, tahu, produk dari susu, dan sayuran berdaun hijau.
Sumber diit memberi cara terbaik peningkatan masukan kalsium.
Berikan informasi mengenai makanan yang menjadi sumber vitamin D. Misalnya susu, sereal, kuning telur, dan ikan laut.
Vitamin D penting untuk adsorbsi kalsium dan fosfor. Namun, masukan vitamin D berlebih dapat mengakibatkan penurunan massa tulang.
Dorong masukan protein adekuat tetapi tidak berlebih, kurang lebih 44 g/ hari.
Masukan protein tidak boleh melebihi kebituhan normal yang dianjurkan, karena protein berlebih dapat mempercepat kehilangan massa tulang dengan menyebabkan peningkatan sekresi kalsium.
Konsultasikan dengan ahli gizi untuk Meningkatkan asupan kalsium yang
pemberian kalsium yang cukup. diperlukan untuk pembentukan tulang.
.
4. Resiko injuri atau fraktur berhubungan dengan kecelakaan ringan atau jatuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam resiko injuri dapat dihindari.
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak mengalami fraktur akibat jatuh.
b. Klien menggunakan alat bantu untuk mencegah fraktur.
Intervensi Rasional
Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas bahaya bagi klien
Lingkungan yang bebas dari bahaya mengurangi resiko untuk jatuh dan mengakibatkan jatuh
Anjurkan klien menggunakan alat bantu sesuai kebutuhan misalnya tongkat atau kruk.
Memberi support ketika berjalan mencegah tidak jatuh
Bantu klien memenuhi ADL
(activitiest daily living ) dan cegah klien dari pukulan yang tidak sengaja atau kebetulan.
Benturan yang keras menyebabkan fraktur tulang, karena tulang sudah rapuh, porus, dan kehilangan kalsium.
Anjurkan klien untuk belok dan menunduk atau bongkok secara perlahan dan tidak mengangkat beban yang berat.
Gerak tubuh yang cepat dapat mempermudah fraktur compression vertebral pada klien dengan osteoporosis.
Ajarkan klien tentang pentingnya diet ( tinggi kalsium, vitamin D ) dalam mencegah osteoporosis lebih lanjut.
Diet kalsium memelihara tingkat kalsium dalam serum, mencegah kehilangan kalsium ekstra dalam tulang.
Anjurkan klien untuk mengurangi Kafein yang berlebihan meningkatkan
kafein, rokok dan alkohol. pengeluaran kalsium berlebih dalam urin.
Ajarkan untuk memantau dan melaporkan tanda dan gejala fraktur.
Nyeri hebat tiba-tiba pada punggung bawah, terutama setelah mengangkat atau membungkuk.
B. Spasme otot paravertebral nyeri.
Kolaps vertebral terhadap (dikaji dengan perubahan tinggi badan atau pengukuran tanda kifosis).
Nyeri punggung kronik.
Keletihan
Konstipasi.
Deteksi dini dan tindakan terhadap fraktur dapat mencegah kerusakan jaringan dan ketidakmampuan serius.
3.4 Evaluasi
Hasil yang di harap meliputi :
A. Mendapatkan peredaan nyeri
a. Mengalami redanya nyeri saat beristirahat.
b. Mengalami ketidaknyamanan minimal selama aktivitas kehidupan sehari-hari.
c. Menunjukkan kurangnya nyeri tekan pada tempat fraktur.
B. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik klien
C. Klien dapat memahami mengenai penyakitnya dan program penanganannya.
a. Menyebutkan hubungan asupan klsium dan latihan terhadap massa tulang.
b. Mengonsumsi kalsium diit dalam jumlah yang mencukupi.
c. Meningkatkan tingkat latihan
d. Menggunakan terapi hormon yang diresepkan
e. Menjalani prosedur scrining sesuai anjuran.
D. Tidak terjadi cidera pada klien
a. Memperthankan postur yang bagus.
b. Menggunakan mekanika tubuh yang baik.
c. Mengonsumsi diit seimbang tinggi kalsium dan vitamin D.
d. Rajin menjalankan latihan.
LAPORAN PENDAHULUAN DANASUHAN KEPERAWATAN
OSTEOPOROSIS
Disusun oleh:
Lutfy Nooraini
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas anugerah-NYA Tugas Makalah Keperawatan Medikal Bedah yang berjudul “OSTEOPOROSIS” telah selesai.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas KMB III yang diampu oleh Ibu Sri mulyani, S.Kep.,Ns, selain itu dalam makalah ini dibahas mengetahui pengertian osteoporosis, etiologi, patofisiologi, pathway, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang diagnostik, komplikasi, penatalaksanaan medis, dan proses asuhan keperawatan.
Namun kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat benyak kekurangan, karena itu kami sangat mengharapkan berbagai kritik dan saran yang membangun sebagai evaluasi demi penyempurnaan makalah ini selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.
Wonosobo , 25 Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... .... iKATA PENGANTAR................................................................................................... .... iiDAFTAR ISI.................................................................................................................. .... iiiBAB I PENDAHULUAN............................................................................................. .... 1
A. Latar Belakang.................................................................................................... .... 1B. Tujuan................................................................................................................. .... 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. .... 3A. Definisi............................................................................................................... .... 3B. Etiologi............................................................................................................... .... 4C. Patofisiologi........................................................................................................ .... 6D. Pathways............................................................................................................. .... 7E. Tanda dan Gejala ............................................................................................... .... 8F. Pemeriksaan Penunjang...................................................................................... .... 8G. Penatalaksanaan.................................................................................................. .... 9H. Pengkajian .......................................................................................................... .... 9I. Diagnosa Keperawatan ........................................................................................... 10J. Intervensi Keperawatan .......................................................................................... 10
BAB III PENUTUP....................................................................................................... .... 12DAFTAR PUSTAKA
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit tulang dan patah tulang merupakan salah satu dari sindrom geriatric, dalam arti
insidens dan akibatnya pada usia lanjut yang cukup significant.Dengan bertambahnya usia terdapat peningkatan hilang tulang secara linear. Hilang tulang ini
lebih nyata pada wanita dibanding pria. Tingkat hilang tulang ini sekitar 0,5 – 1% per tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopause dan pada pria > 80 tahun. Hilang tulang ini lebih mengenai bagian trabekula dibanding bagian korteks, dan pada pemeriksaan histologik wanita dengan osteoporosis spinal pasca menopause tinggal mempunyai tulang trabekula < 14% (nilai normal pada lansia 14 – 24% ) (Peck, 1989).
Sepanjang hidup tulang mengalami perusakan (dilaksanakan oleh sel osteoklas) dan pembentukan (dilakukan oleh sel osteoblas) yang berjalan bersama-sama, sehingga tulang dapat membentuk modelnya seseuai dengan pertumbuhan badan (proses remodelling). Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa proses remodelling ini akan sangat cepat pada usia remaja (growth spurt). Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengrusakan oleh kedua jenis sel tersebut. Apabila hasil akhir perusakan (resorbsi/destruksi) lebih besar dari pembentukan (formasi) maka akan timbul osteoporosis.
Kondisi ini tentu saja sangat mencemaskan siapapun yang peduli, hal ini terjadi karena ketidaktahuan pasien terhadap osteoporosis dan akibatnya. Beberapa hambatan dalam penanggulangan dan pencegahan osteoporosis antara lain karena kurang pengetahuan, kurangnya fasilitas pengobatan, faktor nutrisi yang disediakan, serta hambatan-hambatan keuangan. Sehingga diperluan kerja sama yang baik antara lembaga-lembaga kesehatan, dokter dan pasien. Pengertian yang salah tentang perawatan osteoporosis sering terjadi karena kurangnya pengetahuan.
Peran dari petugas kesehatan dalam hal ini adalah dokter dan perawat sangatlah mutlak untuk dilaksanakan. Karena dengan perannya akan membantu dalam mengatasi peningkatan angka prevalensi dari osteoporosis. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan berperan dalam upaya pendidikan dengan memberikan penyuluhan tentang pengertian osteoporosis, penyebab dan gejala osteoporosis serta pengelolaan osteoporosis. Berperan juga dalam meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan serta peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik pasien serta keluarganya dalam melaksanakan pengobatan osteoporosis. Peran yang terakhir adalah peningkatan kerja sama dan system rujukan antar berbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini akan memberi nilai posistif dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum :Untuk megetahui gambaran secara nyata dan lebih mendalam tentang pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan osteoporosis.
2. Tujuan Khusus :a. Mahasiswa mampu memahami pengertian osteoporosisb. Mahasiswa mampu memahami etiologi osteoporosisc. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi osteoporosis
d. Mahasiswa mampu memahami manifestasi osteoporosise. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik osteoporosisf. Mahasiswa mampu memahami komplikasi osteoporosisg. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan osteoporosish. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan osteoporosis
BAB IIKONSEP TEORI
A. DEFINISIOsteoporosis adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang per unit volume, sehingga
tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal. Secara histopatologis osteoporosis ditandai oleh berkurangnya ketebalan korteks disertai dengan berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang.(Doengoes, Marilynn E:2000).
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang, peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah patah.( R. Boedhi Darmojo:2000)
osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat.( Brunner & Suddarth:2002)Penurunan Massa tulang ini sebagai akibat dari berkurangnya pembentukan, meningkatnya perusakan (destruksi) atau kombinasi dari keduanya (Corwn elizabeth. 2001.).Menurut pembagiannya dapat dibedakan atas : (Brunner & Suddarth:2002) :
1. Osteoporosis Primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit yang lain, yang dibedakan lagi atas :
a. Osteoporosis tipe I (pasca menopause), yang kehilangan tulang terutama dibagian trabekulab. Osteoporosis tipe II (senilis), terutama kehilangan Massa tulang daerah korteksc. Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda denganpenyebab yang tidak diketahui
2. Osteoporosis sekunder yang terjadi pada atau akibat penyakit lain, antara lain hiperparatiroid, gagal ginjal kronis, arthritis rematoid dan lain-lain.
B. ETIOLOGI
1. Determinan Massa TulangMassa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh berbagai factor antara lain :
a. Faktor geneticPerbedaan genetic mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang
b. Faktor mekanikBeban mekanik berpengaruh terhadap massa tulang, bertambahnya beban akan menambah
massa tulang dan berkurangnya massa tulang. Ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respon terhadap kerja mekanik. Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.
c. Faktor makanan dan hormonPada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetic yang bersangkutan
2. determinan pengurangan massa tulangFaktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada usia lanjut yang
dapat mengakibatkan fraktur osteoporosis pada dasarnya sama seperti pada factor-faktor yang mempengaruhi massa tulang.
a. Faktor geneticFactor genetic berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang
yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko fraktur dari seseorang denfan tulang yang besar.b. Factor mekanis
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanik, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Faktor lain1.) Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan kalsium yang rendah dan absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan keseimbangan kalsium yang negatif begitu sebaliknya.
2.) ProteinParotein yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan keseimbangan kalsium
yang negatif3.) Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium, karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium diginjal.
4.) Rokok dan kopiMerokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan
penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh rokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
5.) AlkoholIndividu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium yang rendah,
disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang pasti belum diketahui.
C. PATOFISIOLOGIRemodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan massa tulang sampai
sekitar usia 35 tahun. Genetik, nutrisi, gaya hidpu (merokok, minum kopi), dan aktifitas fisik mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan karena usia mulai segera setelah tercapai puncaknya massa tulang. Menghilangnya estrogen pada saat menopause mengakibatkan percepatan resorbsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopause.
Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk absorbsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium dan vitamin D harus mencukupi untuk mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis.
D. PATHWAYS
Normal
Genetik,gaya hidup,alcohol,
penurunan prod.hormon
Penurunan masa tulang
Osteoporosis (gangguan muskuloskeletal)
Kiposis/Gibbus
Pengaruh pada fisik Pengaruh pada psikososial
Fungsi tubuh Keterbatasan gerak Konsep diri
menurun -pembatasan grk & lat. -Gmbaran body image
-nyeri pinggang -kemampuan memenuhi ADL -Isolasi sosial
-TB & BB menurun -Inefektif koping individu
Reseptor nyeri nafsu makan menurun
Gang.rs nyaman (nyeri)
Lemas,letih
Disfungsi skelet Adaptasi lingkungan berkurang
Perubahan mobilitas fisikResiko injuri
E. TANDA DAN GEJALA1. Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata2. Nyeri timbul secara mendadadak3. Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)4. Nyeri akan bertambah karena melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-hari atau karena
pergerakan yang salah5. Rasa sakit karena oleh adanya fraktur pada anggota gerak6. Rasa sakit karena adanya kompresi fraktur pada vertebra7. Rasa sakit hebat yang terlokalisasi pada daerah vertebra8. Rasa sakit akan berkurang apabila pasien istirahat di tempat tidur
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi demineralisasi 25% sampai 40%. Tampak radiolusesnsi tulang. Ketika vertebra kolaps, vertebra torakalis menjadi berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi bikonkaf.
Pemeriksaan laboratorium (missal kalsium serum, fosfat, serum, fosfatase alkalu, ekskresi kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit, laju endap darah), dan sinar-x dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis medis lain (missal ; osteomalasia, hiperparatiroidisme, dlll) yang juga menyumbang terjadinya kehilangan tulang.
Absorbsiometri foton-tunggal dapat digunakan untuk memantau massa tulang pada tulang kortikal pada sendi pergelangan tangan. Absorpsiometri dual-foton, dual energy x-ray absorpsiometry (DEXA) , dan CT mampu memberikan informasi mengenai massa tulang pada tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk mengidentifikasi tulang osteoporosis dan mengkaji respon terhadap terapi.
G. PENATALAKSANAANDiet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan
peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan, dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal.
Pada menopause, terapi penggantian hormon dengan estrogen dan progesterone dapat diresepkan untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya.
Obat-obat yang lain yang dapat diresepkan untuk menanngani osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium florida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer menekan kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau intramuskular. Efek samping (misal : gangguan gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin), biasanya ringan dan hanya kadang-kadang dialami. Natrium florida memperbaiki aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang.
H. PENGKAJIANPromosi kesehatan, identifikasi individu dengan resiko mengalami osteoporosis, dan
penemuan masalah yang berhubungan dengan osteoporosis membentuk dasar bagi pengkajian keperawatan. Wawancara meliputu pertanyaan mengenai terjadinya osteoporosis dalam keluarga, fraktur sebelumnya, konsumsi kalsium diet harian, pola latihan, awitan menopause, dan penggunaan kortikosteroid selain asupan alcohol, rokok dan kafein. Setiap gejala yang dialami pasien, seperti nyeri pingggang, konstipasi atau gangguan citra diri, harus digali.
Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya patah tulang, kifosis vertebra torakalis atau pemendekan tinggi badan. Masalah mobilitas dan pernafasan dapat terjadi akibat perubahan postur dan kelemahan otot. Konstipasi dapat terjadi akibat inaktifitas.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologi.2. Perubahan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis).3. Risiko injuri berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
J. INTERVENSI KEPERAWATAN1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologi
Tujuan :Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang .Intervensi :
a. Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku).
b. Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.c. Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan nafasa dalam,
imajinasi visualisasi, sentuhan teraupetik.d. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
2. Perubahan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik .
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.
b. Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari-hari yang dapat dikerjakan.
c. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi.Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
3. Risiko injuri berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh
Tujuan :Cedera/injuri tidak terjadi.Intervensi :
a. Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat tidur rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah untuk diobservasi.
b. Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat beban berat
c. Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan.
BAB IIIPENUTUP
A. KesimpulanOsteoporosis adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang per unit volume, sehingga
tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal. Secara histopatologis osteoporosis ditandai oleh berkurangnya ketebalan korteks disertai dengan berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang.(Doengoes, Marilynn E:2000).
B. Saran Sebagai perawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan berperan dalam upaya
pendidikan dengan memberikan penyuluhan tentang pengertian osteoporosis, penyebab dan gejala osteoporosis serta pengelolaan osteoporosis. Berperan juga dalam meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan serta peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik pasien serta keluarganya dalam melaksanakan pengobatan osteoporosis. Peran yang terakhir adalah peningkatan kerja sama dan system rujukan antar berbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini akan memberi nilai posistif dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Corwn elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGCBrunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 3, Jakarta, EGC, 2002Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000Price, S. A & Wilson, L. Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit; alih bahasa, Brahm U. Pendit..[et. al]. Edisi 6. Jakarta: ECG.2001R. Boedhi Darmojo, Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000