asuhan keperawatan klien dengan tumor

Upload: hendra-amet

Post on 15-Jul-2015

294 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TUMOR OTAKPENGERTIANTumor otak ( Brain Tumor ) adalah lesi oleh karena ada desakan ruang oleh pertumbuhan sel yang abnormal baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak.

ETIOLOGI Riwayat trauma kepala Faktor genetik Paparan bahan kimia yang bersifat carsinogenik Virus tertentu PATOFISIOLOGI Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial). KLASIFIKASI BERDASARKAN JENIS TUMOR1. Jinak

- Acoustic neuroma - Meningioma - Pituitary adenoma - Astrocytoma (grade I)2. Malignant

- Astrocytoma (grade 2,3,4)

- Oligodendroglioma - Apendymoma BERDASARKAN LOKASI1. Tumor intradural

a) Ekstramedular - Cleurofibroma - Meningioma b) Intramedular - Apendymoma - Astrocytoma - Oligodendroglioma - Hemangioblastoma2. Tumor ekstradural

Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, tiroid, paruparu, ginjal dan lambung. MANIFESTASI KLINIS

Nyeri kepala Nyeri bersifat dalam, terus menerus, tumpul dan kadang kadang bersifat hebat sekali. Biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas, yang biasanya menyebabkan peningkatan TIK yaitu batuk, membungkuk dan mengejan. Nausea dan muntah Akibat rangsangan pada medula oblongata Papiledema Stasis vena menimbulkan pembengkakan papilla saraf optikus.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN

Identifikasi faktor resiko paparan dengan radiasi atau bahan bahan kimia yang bersifat carcinogenik. Identifikasi tanda dan gejala yang dialami: sakit kepala, muntah dan penurunan penglihatan atau penglihatan double. Identifikasi adanya perubahan perilaku klien. Observasi adanya hemiparase atau hemiplegi. Perubahan pada sensasi: hyperesthesia, paresthesia. Observasi adanya perubahan sensori: asteregnosis (tidak mampu merasakan benda tajam), agnosia (tidak mampu mengenal objek pada umumnya), apraxia (tidak mampu menggunakan alat dengan baik), agraphia (tidak mampu menulis). Observasi tingkat kesadaran dan tanda vital. Observasi keadaan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Psikososial: perubahan kepribadian dan perilaku, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran. Laboratorium: 1) Jika tidak ada kontraindikasi: lumbal puncti. 2) Fungsi endokrin Radiografi: 1) CT scan. 2) Electroencephalogram 3) Rontgen paru dan organ lain untuk mencari adanya metastase.

DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Perubahan perfusi jaringan otak b/d kerusakan sirkulasi akibat penekanan oleh tumor. b. Nyeri b/d peningkatan tekanan intrakranial. c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d ketidakmampuan mengenal informasi. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Perubahan perfusi jaringan otak b/d kerusakan sirkulasi akibat penekanan oleh tumor. Data penunjang: perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan respon sensorik/motorik, gelisah, perubahan tanda vital. Kriteria hasil: Tingkat kesadaran stabil atau ada perbaikan, tidak adanya tanda tanda peningkatan Tekanan Intra Kranial. Intervensi & Rasional 1. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar. R/ Mengkaji adanya perubahan pada tingkat kesadran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan okasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP. 2. Pantau tanda vital tiap 4 jam. R/ Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah ke otak yang stabil. Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi serebral lokal dan menyeluruh. 3. Pertahankan posisi netral atau posisi tengah, tinggikan kepala 200-300. R/ Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK. 4. Pantau ketat pemasukan dan pengeluaran cairan, turgor kulit dan keadaan membran mukosa. R/ Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. 5. Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran feses yang dipaksakan/mengejan. R/ Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intra toraks dan intra abdomen yang dapat meningkatkan TIK. 6. Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai lainnya. R/ Petunjuk non verbal ini mengindikasikan adanya penekanan TIK atau menandakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal. Nyeri b/d peningkatan tekanan intrakranial. Data penunjang: klien mengatakan nyeri, pucat pada wajah, gelisah, perilaku tidak terarah/hati hati, insomnia, perubahan pola tidur.

Kriteria hasil: Klien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, klien menunjukkan perilaku untuk mengurangi kekambuhan. Intervensi & Rasional 1. Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk dan meredakan. R/ Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan. 2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital. R/ Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami. 3. Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul. R/ Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan. 4. Berikan kompres dingin pada kepala. R/ Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.

Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d ketidakmampuan mengenal informasi. Data penunjang: Klien dan keluarga meminta informasi, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku yang tidak tepat. Kriteria hasil: Klien/keluarga mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan pengobatan, memulai perubahan perilaku yang tepat. Intervensi & Rasional 1. Diskusikan etiologi individual dari sakit kepala bila diketahui. R/ Mempengaruhi pemilihan terhadap penanganan dan berkembnag ke arah proses penyembuhan. 2. Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor predisposisi. R/ Menghindari/membatasi faktor-faktor yang sering kali dapat mencegah berulangnya serangan. 3. Diskusikan mengenai pentingnya posisi/letak tubuh yang normal. R/ Menurunkan regangan pada otot daerah leher dan lengan dan dapat menghilangkan ketegangan dari tubuh dengan sangat berarti. 4. Diskusikan tentang obat dan efek sampingnya. R/ Pasien mungkin menjadi sangat ketergantungan terhadap obat dan tidak mengenali bentuk terapi yang lain.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MYASTHENIA GRAVISDefinisi miastenia gravis Miastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunteer dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial, serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita 15 sampai 35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun. Etiologi Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot. Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang paling banyak berperanan Insiden

Miastenia gravis lebih banyak terdapat pada wanita daripada pria (usia 40 tahun). Kalau penderita punya thymomas, justru mayoritas pada pria dengan 50-60 tahun. Klasifikasi Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas I Kelas II Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup mata dan kekuatan otot-otot lain normal Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular. Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otototot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa. Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan. Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi. Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Kelas IIa

Kelas IIb

Kelas III

Kelas III a

Kelas III b

Kelas IV

Kelas IV a

Kelas IV b

Kelas V

Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe : 1. Ocular miastenia

terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada kematian 2. Generalized myiasthenia a) Mild generalized myiasthenia Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otototot skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik. b) Moderate generalized myasthenia Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak memuaskan. 3. Severe generalized myasthenia A. Acute fulmating myasthenia Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi penyakit biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma B. Late severe myasthenia Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek 4. Myasthenia crisis Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat disebabkan : pekerjaan fisik yang berlebihan emosi infeksi melahirkan anak progresif dari penyakit obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin, neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan. Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium

Secara sederhana, Miastenia gravis juga dapat dikelompokkan seperti dibawah ini :

Miastenia gravis dengan ptosis atau diplopia ringan.

Miastenia gravis dengan ptosis, diplopi, dan kelemahan otot-otot untuk untuk mengunyah, menelan, dan berbicara. Otot-otot anggota tubuh pun dapat ikut menjadi lemah. Pernapasan tidak terganggu. Miastenia Gravis yang berlangsung secara cepat dengan kelemahan otot-otot oculobulbar. Pernapasan tidak terganggu. Penderita dapat meninggal dunia.

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak menurun Patofisiologi Dasar ketidaknormalan pada myastenia gravis adalah adanya kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran post sinaps pada sambungan neuromuscular. Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap lansung melawan reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak tranmisi neuromuscular. Komplikasi Bisa timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi Pneumonia Bullous death

Penatalaksanaan Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat antikolinestrase dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi Obat anti kolinestrase piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida (Mytelase), neostigmin bromide (Prostigmin). diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan otot, hasil diperkirakan dalam 1 jam setelah pemberian. ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan antibody secara langsung dengan pertukaran plasma. kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang menghambat pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara dalam titer antibodi

Terapi imunosupresif

Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi) menyebabkan remisi subtansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus.

ASUHAN KEPERAWATANPengkajian Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status Keluhan utama : Kelemahan otot Riwayat kesehatan : Diagnosa miastenia didasarkan pada riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan myastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana . riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot. B1 (Breathing) Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut B2 (Bleeding) Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi B3 (Brain) Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik B4 (Bladder) Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih. B5 ( Bowel) Kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun. B6 (Bone) Gangguan aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan. Prioritas masalah keperawatan Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan potensial pasien dapat meliputi hal berikut : 1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan 2. Defisit perawatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia, intubasi, atau paralisis otot. Intervensi dokumentasi1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan

Tujuan : Pasien akan mempertahankan pertukaran gas yang adekuat: Lakukan pendekatan pada klien dengan komunikasi alternatif jika klien menggunakan ventilator Catat saturasi O2 dengan oksimetri, terutama dengan aktivitas Ukur parameter pernafasan dengan teratur Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antikolinergik Sucktion sesuai kebutuhan obat-obatan antikolinergik meningkatkan sekresi bronkial)

2. Defisit perawatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum Tujuan ; Pasien akan mampu melakukan sedikitnya 25 % aktifitas diri dan berhias Buat jadwal perawatan diri dengan interval Berikan waktu istirahat di antara aktivitas Lakukan perawatan diri untuk pasien selama kelemahan otot yang sangat berlebihan atau sertakan keluarga Peragakan tehnik-tehnik penghematan energi

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia, intubasi, atau paralisis otot.

Tujuan : Masukan kalori akan adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik Kaji reflek gangguan menelan dan refek batuk sebelum pemberian peroral Hentikan pemberian makan per oral jika pasien tidak dapat mengatasi sekresi oral atau jika reflek gangguan menelan atau batuk tertekan Pasang selang makan kecil dan berikan makan per-selang jika terdapat dysfagia. Catat intake dan output Lakukan konsultasi gizi untuk mengevaluasi kalori Timbang pasien setiap hari.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. M (2000), Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian, ed. 3, EGC, Jakarta. Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol. 2. EGC.jakarta. Ramali, A.( 2000 ). Kamus Kedokteran. Djambatan, Jakarta. Engel, A. G. MD. Myasthenia Gravis and Myasthenic Syndromes. Ann Neurol 16: Page: 519-534.1984. Lewis, R.A, Selwa J.F, Lisak, R.P. Myasthenia Gravis: Immunological Mechanisms and Immunotherapy. Ann Neurol. 37(S1):S51-S62. 1995. Ngoerah, I. G. N. G, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press. Page: 301-305. 1991.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN COMBUSTIO PENGERTIANLuka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energy dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Dalamnya luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan agen tersebut. ETIOLOGI Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn) berupa Gas, Cairan, Bahan padat (Solid) Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn) Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn) Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

KLASIFIKASI LUKA BAKAR A. Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak: Luka bakar derajat satu (superfisial) Pada luka bakar derajat satu, epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera. Luka tersebut bisa terasa nyeri, tampak merah, dan kering seperti luka bakar matahari, atau mengalami lepuh/bulae.

Luka bakar derajat dua (partial-thickness) Luka bakar derajat dua meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian dermis yang lebih dalam. Luka tersebut terasa nyeri, tampak merah dan mengalami eksudasi cairan. Pemutihan jaringan yang terbakar diikuti oleh pengisian kembali kapiler, folikel rambut masih utuh. Luka bakar derajat tiga (full-thickness) Luka bakar derajat tiga meliputi destruksi total epidermis serta dermis, dan pada sebagian kasus, jaringan yang berada di bawahnya. Warna luka bakar sangat bervarisi, mulai dari warna putih hingga merah, cokelat atau hitam. Darah yang terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut sarafnya hancur. Luka bakar tersebut tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut dan kelenjar keringat turut hancur. B. Klasifikasi luka bakar berdasarkan luas permukaan tubuh yang terbakar Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu: Total Kepala dan leher = 9% Lengan masing-masing 9% = 18% Badan depan 18%, badan belakang 18% = 36% Tungkai maisng-masing 18% = 36% Genetalia/perineum = 1%

: 100%

American college of surgeon membagi dalam:Parah critical:

Tingkat II Tingkat III

: 30% atau lebih. : 10% atau lebih.

Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah. Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.

Sedang moderate Ringan minor: Tingkat II Tingkat III : kurang 15% : kurang 1% Tingkat II Tingkat III : 15 30% : 1 10%

PATOFISIOLOGI (Hudak & Gallo; 1997)

PATOFISIOLOGI (Brunner &Suddarth ; 1997)

PENATALAKSANAAN COMBUSTIO

Penatalaksanaan kedaruratan. Prioritas pertama dalam ruang darurat adalah ABC (airway, breathing, circulation). Untuk cedera paru yang ringan, udara pernafasan dilembabkan dan pasien didorong supaya batuk sehingga secret saluran nafas bisa dikeluarkan dengan penghisapan. Sesudah tercapai status respirasi dan sirkulasi yang adequat, perhatian harus diberikan kepada luka bakarnya sendiri. Semua pakaian dan perhiasan pasien dilepas. Perhatian yang cermat harus diberikan pada tehnik aseptic. Sprei dan selimut yang steril atau bebas kuman diletakkan di bawah serta di atas tubuh pasien untuk melindungi daerah luka bakar dari kontaminasi dan untuk mengurangi rasa nyeri akibat aliran udara. Penatalaksanaan Kehilangan cairan dan syok. Setelah menangani kesulitan pernafasan, kebutuhan yang paling mendesak adalah mencegah terjadinya syok irreversible dengan menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang. Kebutuhan cairan yang diproyeksikan dalam 24 jam pertama dihitung berdasarkan luas luka bakar. Beberapa kombinasi kategori cairan dapat digunakan

krstaloid/elektrolit misalnya larutan natrium klorida fisiologik atau larutan Ringer laktat. koloid seperti whole blood, plasma serta plasma expander,

Perawatan luka umum Pembersihan luka Berbagai tindakan dapat dilakukan untuk membersihkan luka bakar. Misalnya hidrotherapi dengan perendaman total dengan menggunakan larutan salin atau antiseptic, seperti larutan yodium atau bethadin yang encer. Therapi antibiotic topical Therapi antibakteri topical tidak mensterilkan luka bakar tetapi hanya mengurangi jumlah bakteri agar keseluruhan populasi mikroba dapat dikendalikan oleh mekanisme pertahanan tubuh pasien. Therapi topical akan meningkatkan upaya untuk mengubah luka yang terbuka dan kotot menjadi luka yang tertutup dan bersih. Penggantian balutan Balutan dapat diganti di kamar pasien, ruang hidrotherapi, ataupun di bagian perawatan kurang lebih 20 menit sesudah pemberian analgetik. Debridemen Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar. Tindakan ini memiliki dua tujuan : Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing, sehingga pasien dilindungi terhadap kemungkinan invasi bakteri Untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati atau eskar dalam persiapan bagi graft dan kesembuhan luka. Graft pada luka bakar Jika lukanya dalam (full-thickness) atau sangat luas, reepiteliasisasi spontan tidak mungkin terjadi. Karena itu diperlukan graft (pencangkokan) kulit dari pasien itu sendiri (autograft).

PROSES KEPERAWATAN KLIEN COMBUSTIOPENGKAJIAN Aktifitas/istirahat: Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus. Sirkulasi: Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar). Integritas ego: Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah. Eliminasi: Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik. Makanan/cairan: Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah. Neurosensori: Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf). Nyeri/kenyamanan: Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

Pernafasan: Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi). Keamanan: Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik). Pemeriksaan diagnostik: LED: mengkaji hemokonsentrasi. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

DIAGNOSA KEPERAWATAN Berdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada klien luka bakar diantaranya adalah : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi tracheobronchiale, trauma inhalasi. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan Aktual/resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik, katabolisme protein. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan tahanan. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit karena luka bakar. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh primer, kerusakan jaringan. Aktual/Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penguapan cairan tubuh yang berlebihan. Gangguan konsep diri : Body image berhubungan dengan kejadian traumatic, kecacatan.

INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Meningkatkan pertukaran gas dan bersihan jalan nafas. Pemeriksaan untuk mengkaji pertukaran gas yang adekuat dan bersihan jalan nafas merupakan aktivitas keperawatan yang esensial. Frekuensi, kualitas dan dalamnya respirasi harus dicatat. Tindakan perawatan pulmoner yang agresif, termasuk tindakan membalikan tubuh pasien, mendorong pasien untuk batuk serta bernafas dalam, memulai inspirasi kuat yang periodic dengan spirometri, dan mengeluarkan timbunan secret melalui pengisapan trachea jika diperlukan, semuanya ini merupakan tindakan yang penting terutama pada pasien luka bakar dengan cedera inhalasi. Pengaturan posisi tubuh pasien untuk mengurangi kerja pernafasan serta meningkatkan ekspansi dada yang maksimal, dan pemberian oksigen yang dilembabkan atau pelaksanaan ventilasi mekanis, dapat menurunkan lebih lanjut stress metabolic dan memastikan oksigenasi jaringan yang adekuat. Nyeri terasa lebih hebat pada luka bakar derajat dua ketimbang pada luka bakar derajat tiga, karena ujung-ujung sarafnya tidak rusak. Ujung-ujung saraf yang terpajan sangat sensitive terhadap aliran udara yang dingin sehingga diperlukan kassa penutup steril yang bisa membantu mengurangi rasa nyeri tersebut. Untuk

Mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan.

meningkatkan efektivitas pengobatan nyeri, preparat analgetik harus sudah diberikan sebelum nyeri terasa sangat hebat.

Intervensi keperawatan seperti mengajarkan teknik-teknik relaksasi kepada pasien, memberikan kemampuan kepada pasien untuk mengontrol sendiri proses perawatan lukanya serta pemakaian analgetiknya, dan terus menerus menentramkan kekhawatiran pasien, merupakan tindakan yang sangat membantu. Pendekatan lainnya untuk mengurangi nyeri adalah pengalihan perhatian melalui program video atau video games, hypnosis, biofeedback, dan modifikasi perilaku juga berguna bagi penanganan nyeri. Perawat harus kolaborasi dengan ahli gizi untuk merencanakan diet tinggi kalori tinggi protein yang dapat diterima oleh pasien. Suplemen nutrisi seperti ensure atau resource dapat ditawarkan pula. Asupan kalori pasien harus dicatat Suplemen vitamin dan mineral boleh diberikan. Lingkungan pasien sedapat mungkin harus dibuat menyenangkan pada jamjam makan. Memesan makanan yang disukai pasien dan menawarkan kudapan yang kaya akan protein serta vitamin merupakan cara-cara untuk mendorong pasien agar mau meningkatkan secara bertahap asupan makanannya. Prioritas dini adalah mencegah komplikasi akibat imobilitas. Bernafas dalam, membalikan tubuh, dan mengatur posisi yang benar merupakan praktik keperawatan yang esensial untuk mencegah atelektasis serta pneumonia, untuk mengendalikan edema, dan untuk mencegah decubitus serta kontraktur. Latihan gerak yang aktif maupun pasif dapat dimulai sejak awal masuk rumah sakit dan kemudian dilanjutkan dengan pembatasan yang ditentukan oleh dokter setelah dilakukan pencangkokan kulit. Bidai atau alat-alat fungsional lainnya dapat digunakan pada ekstremitas untuk mengendalikan kontraktur. waktu dalam perawatan luka bakar.Fungsi keperawatan mencakup pengkajian serta pencatatan setiap perubahan atau kemajuan dalam proses kesembuhan luka dan menjaga agar semua anggota tim perawatan terus mendapatkan informasi tentang berbagai perubahan pada luka atau penanganan pasien. Perawat bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman serta bersih dan meneliti luka bakar dengan cermat guna mendeteksi tanda-tanda dini infeksi, hasil pemeriksaan kultur dan pemeriksaan leukosit harus dipantau. Teknik aseptic harus diterapkan dalam prosedur perawatan luka bakar serta prosedur invasive lainnya. Seperti pemasangan infuse dan kateter urin. Membasuh tangan dengan teliti sebelum dan sesudah menyentuh setiap pasien juga merupakan komponen yang esensial dalam pencegahan infeksi. Perawat harus melindungi pasien terhadap sumber-sumber kontaminasi yang mencakup pasien lain, anggota staf keperawatan, pengunjung dan peralatan. Para pengunjung harus menjalani skrining agar pasien luka bakar yang fungsi

Mempertahankan nutrisi yang adekuat.

Meningkatkan Mobilitas Fisik.

Memperbaiki Integritas Kulit dengan Perawatan Luka

Mencegah Infeksi.

kekebalannya terganggu tidak terkena mikroorganisme yang pathogen. Memandikan bagian-bagian tubuh yang tidak terbakar dan mengganti linen yang dilakukan secara teratur dapat membantu mencegah infeksi. Memulihkan keseimbangan Cairan dan Elektrolit Perawat harus memeriksa Tanda-tanda Vital dan keluaran urin dengan sering disamping menilai tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonalis, serta curah jantung pada pasien luka bakar yang berat. Volume cairan yang diinfuskan harus sebanding dengan volume haluaran urin. Kadar elektrolit serum juga harus dipantau. Dalam fase akut perawatan luka bakar, pasien sedanga berhadapan dengan realitas trauma luka bakar dan berduka karena mengalami kehilangan yang nyata. Depresi, regresi dan perilaku manipulatip merupakan mekanisme koping yang lazim digunakan oleh pasien-pasien luka bakar. Perawat dapat membantu pasien untuk mengembangkan strategi koping yang efektif dengan menetapkan harapan yang spesifik terhadap perilaku, meningkatkan komunikasi yang jujur untuk membangun hubungan saling percaya, membantu pasien dalam mempraktikan berbagai strategi yang tepat, dan memberikan dorongan yang positif bila diperlukan.

Memperkuat Strategi koping.

EVALUASI Memelihara pertukaran gas dan bersihan jalan nafas Memperlihatkan frekuensi respirasi antara 12 dan 20 x/mnt Memperdengarkan suara paru yang bersih pada auskultasi Memperlihatkan tingkat saturasi oksigen arterial yang melebihi 96% (dengan oksimetri denyut nadi) Memiliki secret respirasi yang minimal, tidak berwarna dan encer. Mengalami nyeri yang minimal Mengalami nyeri yang minimal Memerlukan preparat analgetik hanya untuk aktifitas fisiotherapi atau perawatan luka yang spesifik Melaporkan nyeri yang minimal Tidak memperlihatkan tanda-tanda fisiologik atau nonverbal yang menunjukkan terdapatnya nyeri yang sedang atau berat Menggunakan tindakan untuk mengendalikan nyeri seperti tehnik relaksasi, imajinasi, dan distraksi untuk mengatasi serta menghilangkan gangguan rasa nyaman Dapat tidur tanpa terganggu oleh rasa nyeri Melaporkan bahwa kulit terasa nyaman tanpa rasa gatal atau kencang.

Memperlihatkan status nutrisi yang anabolic

Mengalami kenaikan berat badan setiap hari sesudah sebelumnya menunjukan penurunan awal yang terjadi sekunder karena dieresis cairan dan tidak adanya asupan makanan atau cairan peroral Tidak menunjukan tanda-tanda defisiensi protein, vitamin atau mineral Memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan lewat asupan peroral Turut berpartisipasi dalam memilih makanan yang mengandung nutrient Memperlihatkan kadar protein serum yang normal

Mempertlihatkan mobilitas fisik yang optimal Memperbaiki kisaran gerak pada sendi setiap hari Mempertlihatkan kisaran gerak pra-luka bakar pada semua sendi Tidak mengalami tanda-tanda kalsifikasi disekitar sendi Turut berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari Mempertahankan kulit yang secara umum tampak utuh dan bebas dari infeksi, decubitus, serta cedera Memperlihatkan daerah-daerah luka terbuka yang berwarna merah muda, mengalami reepitelialisasi dan bebas dari infeksi Memperlihatkan lokasi donor (tempat cangkokan kulit diambil) yang bersih dan sedang berada dalam proses kesembuhan Sudah memperlihatkan luka yang sembuh, teraba lunak dan halus Memperlihatkan kulit yang licin dan elastic

Memperlihatkan perbaikan integritas kulit

Tidak mengalami infeksi local maupun sistemik Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur dengan jumlah bakteri yang minimal Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur sputum dan urin yang normal

Mencapai keseimbangan cairan yang optimal Mempertahankan asupan serta keluaran cairan dan berat badan yang mempunyai korelasi dengan pola yang diharapkan Memperlihatkan tanda-tanda vital, CVP, tekanan arteri pulmonalis yang tetap berada dalam batas-batas yang direncanakan Memperlihatkan peningkatan haluaran urin sebagai reaksi terhadap pemberian diuretic dan preparat vasoaktif Memiliki frekuensi denyut jantung yang kurang dari 110 x/mnt dengan irama sinus yang normal

Menggunakan strategi koping untuk menghadapi masalah pasca luka bakar

Dengan kata-kata mengutarakan reaksi terhadap luka bakar, prosedur terapeutik, kehilangan Turut bekerja sama dengan petugas kesehatan dalam pelaksanaan terapi yang diperlukan Turut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan perawatan Dengan kata-kata mengutarakan kemampuan dan tujuan yang realistic Memperlihatkan sikap yang penuh harapan terhadap masa depan

DAFTAR PUSTAKA Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta. Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta. Brunner and suddart. (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN9 September 2011 Tinggalkan sebuah Komentar

PengertianAsuhan Keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/ pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah Keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistic,dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Menurut Ali (1997) Proses Keperawatan adalah metode Asuhan Keperawatan yang ilmiah, sistematis, dinamis dan terus-menerus serta berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah kesehatan pasien/klien, dimulai dari Pengkajian (Pengumpulan Data, Analisis Data dan Penentuan Masalah) Diagnosis Keperawatan, Pelaksanaan dan Penilaian Tindakan Keperawatan (evaluasi). Asuhan keperawatan diberikan dalam upaya memenuhi kebutuhan klien. Menurut Abraham Maslow ada lima kebutuhan dasar manusia yaitu: Kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, cairan, nutrisi Kebutuhan rasa aman dan perlindungan Kebutuhan rasa cinta dan saling memiliki

Kebutuhan akan harga diri Kebutuhan aktualisasi diri Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Asuhan Keperawatan merupakan seluruh rangkaian proses keperawatan yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan dengan kiat-kiat keperawatan yang di mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun memelihara derajat kesehatan yang optimal.

Tujuan Asuhan KeperawatanAdapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain: Membantu individu untuk mandiri Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang kesehatan Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara kesehatannya Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang optimal

Fungsi Proses KeperawatanProses Keperawatan berfungsi sebagai berikut: Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi tenaga keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan keperawatan . Memberi ciri profesionalisasi asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah dan pendekatan komunikasi yang efektif dan efisien. Memberi kebebasan pada klien untuk mendapat pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhanya dalam kemandirianya di bidang kesehatan.

Tahap-Tahap Proses Keperawatan1. Pengkajian1. Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk

dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan.tahap ini mencakup tiga kegiatan,yaitu Pengumpulan Data, Analisis Data dan Penentuan Masalah kesehatan serta keperawatan. a. Pengumpulan data Tujuan : Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Data tersebut harus akurat dan mudah dianalisis. Jenis data antara lain:

Data Objektif, yaitu data yang diperoleh melalui suatu pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan, misalnya suhu tubuh, tekanan darah, serta warna kulit.

Data subjekif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan pasien, atau dari keluarga pasien/saksi lain misalnya; kepala pusing, nyeri dan mual. Status kesehatan sebelumnya dan sekarang Pola koping sebelumnya dan sekarang Fungsi status sebelumnya dan sekarang Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan Resiko untuk masalah potensial Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien

Adapun focus dalam pengumpulan data meliputi :

b. Analisa data Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan. c. Perumusan masalah Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi dengan Asuhan Keperawatan (Masalah Keperawatan) tetapi ada juga yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis. Selanjutnya disusun Diagnosis Keperawatan sesuai dengan prioritas. Prioritas masalah ditentukan berdasarkan kriteria penting dan segera. Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan menimbulkan komplikasi, sedangkan Segera mencakup waktu misalnya pada pasien stroke yang tidak sadar maka tindakan harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih parah atau kematian. Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan menurut Maslow, yaitu : Keadaan yang mengancam kehidupan, keadaan yang mengancam kesehatan, persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.

2. Diagnosa KeperawatanDiagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito,2000). Perumusan diagnosa keperawatan :

Actual : Menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang ditemukan. Resiko : Menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi. Kemungkinan : Menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan masalah keperawatan kemungkinan. Wellness : Keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi. Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan actual dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.

3. Rencana keperawatanSemua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan (Gordon,1994). Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi konyinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten. Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga mencakup kebutuhan klien jangka panjang(potter,1997)

4. Implementasi keperawatanMerupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut : Tahap 1 : persiapan Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap perencanaan. Tahap 2 : intervensi Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan : independen,dependen,dan interdependen. Tahap 3 : dokumentasi Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

5. EvaluasiPerencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya. Sasaran evaluasi adalah sebagai berikut: Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/ rencana yang telah disusun. Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan criteria keberhasilan yang telah di rumuskan dalam rencana evaluasi.

Hasil Evaluasi Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :

1. Tujuan tercapai,apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. 2. Tujuan tercapai sebagian,apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal, sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya. 3. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru.dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan. Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien ,seluruh tindakannya harus didokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi keperawatan.

Dokumentasi keperawatanDokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang (potter 2005). Potter (2005) juga menjelaskan tentang tujuan dalam pendokumentasian yaitu : 1. Komunikasi Sebagai cara bagi tim kesehatan untuk mengkomunikasikan (menjelaskan) perawatan klien termasuk perawatan individual,edukasi klien dan penggunaan rujukan untuk rencana pemulangan. 2. Tagihan financial Dokumentasi dapat menjelaskan sejauh mana lembaga perawatan mendapatkan ganti rugi (reimburse) atas pelayanan yang diberikan bagi klien. 3. Edukasi Dengan catatan ini peserta didik belajar tentang pola yang harus ditemui dalm berbagai masalah kesehatan dan menjadi mampu untuk mengantisipasi tipe perawatan yang dibutuhkan klien. 4. Pengkajian Catatan memberikan data yang digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan mendukung diagnose keperawatan dan merencanakan intervensi yang sesuai. 5. Riset Perawat dapat menggunakan catatan klien selama studi riset untuk mengumpulkan informasi tentang faktor-faktor tertentu 6. Audit dan pemantauan Tinjauan teratur tentang informasi pada catatan klien memberi dasar untuk evaluasi tentang kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan dalam suatu institusi. 7. Dokumentasi legal

Pendokumentasian yang akurat adalah salah satu pertahanan diri terbaik terhadap tuntutan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan. DOKUMENTASI PENTING UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI DAN PERAWATAN KLIEN SECARA INDIVIDUAL. Ada enam penting penting dalam dokumentasi keperawatan yaitu : 1. Dasar Faktual Informasi tentang klien dan perawatannya harus berdasarkan fakta yaitu apa yang perawat lihat,dengar dan rasakan. 2. Keakuratan Catatan klien harus akurat sehingga dokumentasi yang tepat dapat dipertahankan klien. 3. Kelengkapan Informasi yang dimasukan dalam catatan harus lengkap,mengandung informasi singkat tentang perawtan klien. 4. Keterkinian Memasukan data secara tepat waktu penting dalam perawatan bersama klien 5. Organisasi Perawat mengkomunikasikan informasi dalam format atau urutan yang logis. Contoh catatan secara teratur menggambarkan nyeri klien,pengkajian dan intervensi perawat dan dokter. 6. Kerahasiaan Informasi yang diberikan oleh seseorang ke orang lain dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa informasi tersebut tidak akan dibocorkan. Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Hal ini akan bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan dan bahan pertimbangan dalam kenaikan jenjang karir/ kenaikan pangkat. Selain itu dokumentasi keperawatan juga dapat menggambarkan tentang kinerja seorang Perawat Disimpan dalam ASKEP Dikaitkatakan dengan analisa data, askep, definisi askep, diagnosa keperawatan, evaluasi, metoda askep, pengertian askep, praktik keperawatan, tindakan keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN APPENDICITIS23 Agustus 2011 Tinggalkan sebuah Komentar ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN APPENDICITIS PENGERTIAN Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang palingsering(Mansjoer,2000). Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi

lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi(Wilson&Goldman,1989). Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston,1995) . Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001). ETIOLOGI Fekolit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat. Tumor apendiks. Cacing ascaris. Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica. Hiperplasia jaringan limfe. Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah Anoreksia Mual dan Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar). Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis. Nyeri lepas. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali. Konstipasi. Diare. Disuria. Iritabilitas. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.

MANIFESTASI KLINIS

PENATALAKSANAAN APPENDICITIS Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 : Sebelum operasi Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi Pemasangan kateter untuk control produksi urin.

Rehidrasi Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi. Operasi Apendiktomi. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan. Pasca operasi Observasi TTV. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 230 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang. Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai dengan : Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.

Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi . Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan : Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal. Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum. PROSES KEPERAWATAN KLIEN APPENDICITIS PENGKAJIAN WawancaraDapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai : Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien sekarang. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat. Kebiasaan eliminasi. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat. Sirkulasi : Takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena

berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

Demam lebih dari 38oC.

Data psikologis klien nampak gelisah. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat. Pemeriksaan Penunjang Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum). Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil. Pada enema barium apendiks tidak terisi. Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks. DIAGNOSA KEPERAWATAN Berdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnose keperawatan yang biasanya muncul pada klien dengan appendicitis adalah : 1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya continuitas jaringan/insisi bedah ; Trauma jaringan ; Dstensi jaringan usus oleh inflamasi 2. Aktual / Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah ; Kehilangan volume cairan secara aktif ; Kegagalan mekanisme pengaturan ; Pembatasan pasca operasi (puasa) 3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan Ingesti ; Digesti ; Absorbsi 4. Cemas berhubungan dengan Perubahan status kesehatan ; Kemungkinan dilakukannya operasi 5. Resiko infeksi berhubungan dengan Tidak adekuatnya pertahanan tubuh ; Prosedur invasive (insisi bedah) 6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan Kurang terpaparnya informasi ; Keterbatasan kognitif INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN 1. Mengurangi nyeri Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan. Observasi ketidaknyamanan non verbal

Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan. Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat. Monitor vital sign dan status hidrasi. Monitor status nutrisi Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan. Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi. Atur kemungkinan transfusi darah. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya. Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah. pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan. Memberikan informasi kepada klien mengenai prosedur dan tujuan dilakukan tindakan pembedahan Brbincang dengan klien mengenai apa yang akan dikerjakan Menggunakan pendekatan yang tenang untuk meyakinkan klien Memotivasi keluarga untuk selalu menemani klien Melakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic Mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi Memberikan antibiotic sesuai indikasi Memberikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya Memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang tindakan dan perkembangan kondisi klien

1. Mempertahankan keseimbangan cairan

1. Memenuhi kebutuhan nutrisi

1. Mengurangi kecemasan

1. Menghindari infeksi

1. Memberikan pendidikan kesehatan

EVALUASI 1. Melaporkan berkurangnya nyeri Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol

Klien tampak rileks, mampu tidur/istirahat Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab. Tidak ada rasa haus yang berlebihan Mempertahankan berat badan. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan. Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi. Turgor kulit baik. Klien tampak tenang Klien mengatakan mengerti tentang penyakitnya dan prosedur tindakan yang akan dilakukan Luka sembuh tanpa tanda infeksi Cairan yang keluar dari luka tidak purulen DAFTAR PUSTAKA Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta. Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc. Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.

1. Cairan tubuh seimbang

1. Nutrisi terpenuhi

1. Kecemasan berkurang

1. Menunjukan tidak ada tanda infeksi

1. Menyatakan pemahaman tentang penyakit dan prosedur tindakan yang akan dilakukan

Asuhan Keperawatan Klien Dengan StrokeA. Pengertian Stroke dapat didefinisikan sebagai defisit neurologi yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari Cerebrovaskular Disease ( CVD), yaitu gangguan neurology yang sering terjadi pada orang dewasa (Huddak & Gallo, 1996). Penyakit CVD menyangkut semua proses patologi yang mengenai pembuluh darah otak. Sebagian besar CVD terjadi karena trombosis, embolisme, atau hemoragi. Mekanisme masing-

masing etiologi ini berbeda, tetapi akibatnya sama, yaitu iskhemia atau hipoksia pada area otak setempat. Iskemia dapat menyebabkan nekrosis otak (infark).

B. EtiologiBerdasarkan penyebabnya, stroke dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1. Stroke IskhemikStroke yang terjadi sebagai akibat dari adanya sumbatan pada arteri sehingga menyebabkan penurunan suplay oksigen pada jaringan otak ( iskhemik ) hingga menimbulkan nekrosis. 87 % kasus stroke disebabkan kerena adanya sumbatan yang berupa thrombus atau embolus. Trombus adalah gumpalan/sumbatan yang bers\asal dari pembuluh darah otak. Embolus adalah gumpalan/sumbatan yang berasal dari tempat lain, misalnya jantung atau arteri besar lainnya. Faktor lain yang berpengaruh adalah denyut jantung yang irreguler (atrial fibrillation) yang merupakan tanda adanya sumbatan di jantung yang dapat keluar menuju otak. Adanya penimbunan lemak pada pembuluh darah otak (aterosklerosis) akan meningkatkan resiko terjadinya stroke iskhemik.

2. Stroke HemoragiStroke yang terjadi sebagai akibat pecahnya pembuluh darah yang rapuh diotak. Dua tipe pembuluh darah otak yang dapat menyebabkan stroke hemoragi, yaitu ; aneurysms dan arteriovenous malformations (AVMs). Aneurysms adalah pengembangan pembuluh darah otak yang semakin rapuh sehingga data pecah. Arteriovenous malformations adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk abnormal, sehingga mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak. 87 % stroke diakibatkan oleh obstruksi vaskuler (thrombi atau emboli), mengakibatkan iskemia dan infark. Sekitar 17 % kasus stroke adalah hemoragi yang diakibatkan oleh penyakit vascular hypertensive (yang menyebabkan hemoragi intraserebral), ruptur aneurism, atau malformation arteriovenous (AVM). Stroke trombotik terjadi mendadak dan pada awalnya sempurna atau berkembng selama beberapa waktu, tergantung pada berapa banyak darah yang dapat melewati lumen vaskuler. Baik stroke embolik maupun hemoragik secara khas terlihat mendadak dan berkembang dengan cepat selama beberapa menit atau jam. Biasanya hanya memberikan sedikit tanda atau tidak sama sekali. Baca tulisan ini lebih lanjut

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR4 November 2010 2 Komentar PENGERTIAN Fraktur adalah hilangnya continuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. ETIOLOGI Trauma musculoskeletal yang dapat mengakibatkan fraktur adalah ; 1. Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang . Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

1. Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. KLASIFIKASI FRAKTUR 1. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. 2. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar). 3. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan infeksi tulang. FAKTOR PENYEMBUHAN FRAKTUR 1. Usia penderita. Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila usia bertambah, proses tersebut semakin berkurang. 2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur. Lokalisasi fraktur memegang peranan penting. Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat daripada fraktur diafisis. Disamping itu, konfigurasi fraktur seperti fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak. 3. Pergeseran awal fraktur. Pada fraktur yang periosteumnya tidak bergeser, penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan dengan fraktur yang bergeser. 4. Vaskularisasi pada kedua fragmen. Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur memiliki vaskularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian, pembentukan union akan terhambat atau mungkin terjadi non-union. 5. Reduksi serta imobilisasi. Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang mengganggu penyembuhan fraktur. 6. Waktu imobilisasi. Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, kemungkinan terjadinya non-union sangat besar. 7. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi, gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi. 8. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak. Adanya interposisi jaringan, baik berupa periosteum maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur. 1. Faktor adanya infeksi dan keganasan local. 2. Cairan synovial. Cairan synovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.

Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Secara kasar, waktu penyembuhan pada anak waktu penyembuhan orang dewasa. Faktor lain yang mempercepat penyembuhan fraktur adalah nutrisi yang baik, hormone-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, dan steroid anabolic, seperti kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan). Baca tulisan ini lebih lanjut Disimpan dalam ASKEP, Askep Bedah Dikaitkatakan dengan fraktur, patah tulang, synovial. trauma

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DHF11 Oktober 2010 Tinggalkan sebuah Komentar A. KONSEP DASAR Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990). DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996). Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.

Asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepalaDEFINISI Cidera kepala adalahsuatu keadaan traumatic yang mengenai otak dan menyebabkan perubahanperubahan fisik, intelektual, emosional, social, dan vokasional. (Joyce, M Black, 1997) Cidera kepala adalah trauma pada otak yang disebabkan adanya kekuatan fisik dari luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran. Akibatnya dapat menyebabkan gangguan kognitif, gangguan tingkah laku, atau fungsi emosional. Gangguan ini dapat bersifat sementara atau permanen, menimbulkan kecacatan baik partial atau total dan juga gangguan psikososial. (Donna, 1999) Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan ( accelerasi decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk. Dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

Prinsip prinsip pada trauma kepala: Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elatisitas untuk mengatasi adanya pukulan. Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur Berat/ringannya cedera tergantung pada: 1. Cedera kulit 2. Cedera jaringan tulang 3. Cedera jaringan otak 4. Keadaan kepala saat terjadi benturan Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial ( TIK ) TIK dipertahankan oleh 3 komponen:

1. Lokasi yang terpengaruh:

1. Volume darah / pembuluh darah ( 75 150 ml ) 2. Volume jaringan otak ( 1200 1400 ml ) 3. Volume LCS ( 75 150 ml )