asuhan keperawatan pada atresia ani-libre
DESCRIPTION
Atresia AniTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI
DENGAN KELAINAN KONGINETAL ( ATRESIA ANI )
KELAS : 2D, KELOMPOK : 9
Di Susun Oleh :
1. Arifatus Novitasari (201304030) 2. Siska Rohma Fadila (201304041)
3. Erika Yunita Kusuma W. (201304054)
AKADEMI KEPERAWATAN
BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO
2014 – 2015
BAB I
TINJAUAN TEORI
1.1 DEFINISI Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran
anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga
clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau
buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau
terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi
pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya
dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka
hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan
normalnya.
1.2 ETIOLOGI
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus
dari tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.
4. Berkaitan dengan sindrom down ( kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala mental
dan fisik khas ini di sebabkan oleh kelainan gen dimana terdapat ekstra salinan
kromosom 21)
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
1.3 PATOFISIOLOGI Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan
struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon
antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena
kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada
pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)
atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju
ke uretra (rektourethralis).
1.5 MANIFESTASI KLINIS 1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)
GAMBARAN KLINIS :
1.6 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
a. Asidosis hiperkloremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi
jaringan perut dianastomosis).
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi).
(Ngastiyah, 2005).
1.7 KLASIFIKASI a. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
b. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
c. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum dengan anus.
d. Rektal atresia adalah tidak memiliki rektum.
1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada gangguan ini.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan
adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang
mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut
sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk
1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada
bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid,
kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah
dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara
benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
1.9 PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk
kelainan dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir, kemudian anoplasti perineal
yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada
bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan
untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk
berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan
bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan di atas dengan menarik kantong
rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup
kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal
membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel
2. Pengobatan a. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
b. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan
korksi sekaligus (pembuat anus permanen) (Staf Pengajar FKUI. 205).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI
2.1 PENGKAJIAN
2.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama, Tempat tgl lahir, umur , Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Suku Bangsa
Pendidikan, Pekerjaan , No. CM, Tanggal Masuk RS, Diagnosa Medis
2.1.2 RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama : Distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa
buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam
pertama kelahiran
d.Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/
penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain
e.Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi
kejadian atresia ani
2.1.3 POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa yang
dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih
bayi.
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilitas ditempat tidur
Pindah
Ambulansi
Makan .
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktifitas
c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
e.Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientas i dengan baik pada
orang lain
g. Pola konsep diri
1) Identitas diri : belum bisa dikaji
2) Ideal diri : belum bisa dikaji
3) Gambaran diri : belum bisa dikaji
4) Peran diri : belum bisa dikaji
5) Harga diri : belum bisa dikaji
h. Pola seksual Reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan
j. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara
mandiri
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon terhadap
adanya suatu masalah
2.1.4 PEMERIKSAAN FISIK
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus
tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer
yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).
Pemeriksaan Fisik Head to toe
1. Tanda-tanda vital
• Nadi : 110 X/menit.
• Respirasi : 32 X/menit.
• Suhu axila :37º Celsius.
2. Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada
benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.
3. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak
ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.
4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada pus dan lendir.
5. Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak
cheilochisis.
6. Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk
sempurna
7. Leher
Tidak ada webbed neck.
8. Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,
pernafasan normal
9. Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur
10. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak
terdapat perdarahan pada umbilicus
11. Getalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia
pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang
tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan
oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.
13. Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan
kukunya tampak agak pucat
14. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid
15. Pemeriksaan Reflek
a. Suching +
b. Rooting +
c. Moro +
d. Grip +
e. Plantar +
2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Dx pre operasi
a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake,
muntah.
c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur perawatan.
2. Dx Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
c. Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa Pre Operasi
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Konstipasi
b/d ganglion
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x 24 jam
Klien mampu
mempertahankan
pola eliminasi
BAB dengan
teratur
KH : Penurunan
distensi
abdomen,
meningkatnya
kenyamanan
1. Lakukan enema
atau irigasi rectal
sesuai order
2. Kaji bising usus
dan abdomen setiap
4 jam
3. Ukur lingkar
abdomen
1. Evaluasi bowel
meningkatkan
kenyaman pada anak
2. Meyakinkan
berfungsinya usus
3. Pengukuran
lingkar abdomen
membantu
mndeteksi trjadinya
distensi
2. Resiko
kekurangan
volume
cairan b/d
menurunnya
intake,
muntah
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x 24 jam
Klien dapat
mempertahankan
keseimbangan
cairan
KH: Output urin
1-2
ml/kg/jam, capill
ary refill 3-5
detik, trgor kulit
baik, membrane
mukosa lembab
1. Monitor intake –
output cairan
2. Lakukan
pemasangan infus
dan berikan cairan
IV
3. Observasi TTV
4.Monitor status
hidrasi (kelembaban
membran mukosa,
nadi adekuat,
1. Dapat
mengidentifikasi
status cairan klien
2. Mencegah
dehidrasi
3. Mengetahui
kehilangan cairan
melalui suhu tubuh
yang tinggi
4. Mengetahui tanda-
tanda dehidrasi
takanan darah
ortostatik)
3. Cemas
orang tua
b/d kurang
pengetahuan
tentang
penyakit
dan
prosedur
perawatan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x 24 jam
Kecemasan orang
tua dapat
berkurang
KH: Klien tidak
lemas
1. Jelaskan dg
istilah yg
dimengerti tentang
anatomi dan
fisiologi saluran
pencernaan normal.
2. Gunakan alat,
media dan gambar
Beri jadwal studi
diagnosa pada
orang tua
3. Beri informasi
pada orang tua
tentang operasi
kolostomi
1. Agar orang tua
mengerti kondisi
klien
2. Pengetahuan
tersebut diharapkan
dapat membantu
menurunkan
kecemasan
3. Membantu
mengurangi
kecemasan klien
2. Diagnosa post oprasi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan
integritas
kulit b/d
kolostomi.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1 x 24 jam
diharapkan
integritas kulit
dapat dikontrol.
KH : - temperatur
jaringan dalam
batas normal,
sensasi dalam batas
normal, elastisitas
dalam batas normal,
1. Hindari kerutan
pada tempat tidur
2. Jaga kebersihan
kulit agar tetap
bersih dan kering
3. Monitor kulit akan
adanya kemerahan
4. Oleskan
lotion/baby oil
pada daerah yang
1. Mencegah
perlukaan pada
kulit
2. Menjaga
ketahanan kulit
3. Mengetahui
adanya tanda
kerusakan
jaringan kulit
4. Menjaga
kelembaban
kulit
hidrasi dalam bats
normal, pigmentasi
dalam batas normal,
perfusi jaringan
baik.
tertekan
5. Monitor status
nutrisi klien
5. Menjaga
keadekuatan
nutrisi guna
penyembuhan
luka
2. Resiko
infeksi b/d
prosedur
pembedaha
n
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1 x 24 jam
diharapkan klien
bebas dari tanda-
tanda infeksi
KH : bebas dari
tanda dan gejala
infeksi
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Batasi pengunjung
3. Pertahankan
teknik cairan
asepsis pada klien
yang beresiko
4. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
5. Ajarkan keluarga
klien tentang
tanda dan gejala
infeksi
6. Laporkan
kecurigaan infeksi
1. mengetahui
tanda infeksi
lebih dini
2. menghindari
kontaminasi
dari pengunjung
3. mencegah
penyebab infeks
4. mengetahui
kebersihan luka
dan tanda
infeksi
5. Gejala infeksi
dapat di deteksi
lebih dini
6. Gejala infeksi
dapat segera
teratasi
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa Pre oprasi
Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD
Konstipasi b/d
ganglion
1.Enema atau irigasi rectal sesuai
order
2.Mengauskultasi bising usus dan
abdomen
3. Mengukur lingkar abdomen
Resiko
kekurangan
volume cairan
b/d
menurunnya
intake, muntah
1. Memonitor intake – output cairan
2. Memasang infus
3. Mengobservasi TTV
4. Memonitor status hidrasi
(kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat, takanan darah ortostatik)
Cemas orang
tua b/d kurang
pengetahuan
tentang
penyakit dan
prosedur
perawatan
1. Menjelaskan dengan istilah yg
dimengerti tentang anatomi dan
fisiologi saluran pencernaan normal.
2. Menggunakan alat, media dan
gambar
2. Memberi jadwal studi diagnosa
pada orang tua
3. Memberi informasi pada orang
tua tentang operasi kolostomi
Diagnosa Post Oprasi
Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD
Gangguan
integritas kulit
b/d kolostomi.
1. Menghindarkan kerutan pada
tempat tidur
2. Menjaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
3. Memonitor kulit akan adanya
kemerahan
4. Mengoleskan lotion/baby oil pada
daerah yang tertekan
5. Memonitor status nutrisi klien
Resiko infeksi
b/d prosedur
pembedahan
1. Memonitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Membatasi pengunjung
3. Mempertahankan teknik cairan
asepsis pada klien yang beresiko
4. Menginspeksi kondisi luka/insisi
bedah
5. Mengajarkan keluarga klien
tentang tanda dan gejala infeksi
6. Melaporkan kecurigaan infeksi
5.IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa Pre oprasi
Tanggal Jam Diagnosa Evaluasi TTD
Konstipasi b/d
ganglion
S : Klien mampu mempertahankan
pola eliminasi BAB dengan teratur
O : distensi abdomen menurun
A : Diagnosa keperawatan konstipasi
teratasi
P : Intervensi dihentikan
Resiko
kekurangan
volume cairan
b/d
menurunnya
intake, muntah
S : Klien dapat mempertahankan
keseimbangan cairan
O : Output urin 1-2
ml/kg/jam, capillary refill 3-5
detik, turgor kulit baik, membrane
mukosa lembab
A : Diagnosa keperawatan Resiko
kekurangan volume cairan teratasi
P : Intervensi dihentikan
Cemas orang S : orang tua mengatakan sudah
tua b/d kurang
pengetahuan
tentang
penyakit dan
prosedur
perawatan
tidak cemas
O : klien tidak lemas
A : Diagnosa Keperawatan Cemas
orang tua Teratasi
P : Intervensi dihentikan
Diagnosa Post Oprasi
Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD
Gangguan
integritas kulit
b/d kolostomi.
S : integritas kulit klien dapat
terkontrol
O : Temperatur jaringan dalam batas
normal, sensasi dalam batas normal,
elastisitas dalam batas normal,
hidrasi dalam batas normal,
pigmentasi dalam batas normal,
perfusi jaringan baik.
A : Diagnosa Keperawatan
Gangguan integritas kulit teratasi
P : Intervensi dihentikan
Resiko infeksi
b/d prosedur
pembedahan
S : Klien sudah tidak mengalami
infeksi
O : tanda gejala infeksi tidak ada
A : Diagnosa Keperawatan Resiko
infeksi teratasi
P : Intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA
Daengaoes, Maryllin E.1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC
Ngastiyah.1995. perawatan anak sakit . Jakarta :EGC
Syamsuhidajat, R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC
Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC
www. Bedah Anak . Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibularis.co.id
http://bedahugm.net/Bedah-Anak/Atresia-Ani.html