asuhan keperawatan pada atresia ani-libre

19
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN KELAINAN KONGINETAL ( ATRESIA ANI ) KELAS : 2D, KELOMPOK : 9 Di Susun Oleh : 1. Arifatus Novitasari (201304030) 2. Siska Rohma Fadila (201304041) 3. Erika Yunita Kusuma W. (201304054) AKADEMI KEPERAWATAN BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO 2014 – 2015

Upload: muhammad-hidayatullah

Post on 25-Dec-2015

71 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Atresia Ani

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI

DENGAN KELAINAN KONGINETAL ( ATRESIA ANI )

KELAS : 2D, KELOMPOK : 9

Di Susun Oleh :

1. Arifatus Novitasari (201304030) 2. Siska Rohma Fadila (201304041)

3. Erika Yunita Kusuma W. (201304054)

AKADEMI KEPERAWATAN

BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO

2014 – 2015

BAB I

TINJAUAN TEORI

1.1 DEFINISI Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate

meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).

Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang

memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak

sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus

namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)

Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran

anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).

Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau

makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau

tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga

clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau

buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau

terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi

pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya

dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka

hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan

normalnya.

1.2 ETIOLOGI

Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan

kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus

dari tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa

lubang dubur.

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum

bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai

keenam usia kehamilan.

4. Berkaitan dengan sindrom down ( kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala mental

dan fisik khas ini di sebabkan oleh kelainan gen dimana terdapat ekstra salinan

kromosom 21)

5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.

1.3 PATOFISIOLOGI Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan

embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari

bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan

struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.

Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon

antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena

kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada

pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan

sehingga intestinal mengalami obstruksi.

Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini

mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.

Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga

terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius

menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara

rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)

atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula

menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju

ke uretra (rektourethralis).

1.4 POHON MASALAH

1.5 MANIFESTASI KLINIS 1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.

2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.

3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.

4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada fistula).

5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.

7. Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)

GAMBARAN KLINIS :

1.6 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:

a. Asidosis hiperkloremia.

b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

d. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi

jaringan perut dianastomosis).

e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).

g. Prolaps mukosa anorektal.

h. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi).

(Ngastiyah, 2005).

1.7 KLASIFIKASI a. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat

keluar.

b. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.

c. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum dengan anus.

d. Rektal atresia adalah tidak memiliki rektum.

1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum

dilakukan pada gangguan ini.

2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.

3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan

adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang

mencegah udara sampai keujung kantong rectal.

4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut

sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk

1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

6. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :

a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.

b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan

gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada

bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid,

kolon/rectum.

c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah

dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara

benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

1.9 PENATALAKSANAAN

1. Pembedahan Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan

kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk

kelainan dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir, kemudian anoplasti perineal

yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada

bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan

untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk

berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan

bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan di atas dengan menarik kantong

rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup

kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal

membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel

2. Pengobatan a. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)

b. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan

korksi sekaligus (pembuat anus permanen) (Staf Pengajar FKUI. 205).

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI

2.1 PENGKAJIAN

2.1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama, Tempat tgl lahir, umur , Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Suku Bangsa

Pendidikan, Pekerjaan , No. CM, Tanggal Masuk RS, Diagnosa Medis

2.1.2 RIWAYAT KESEHATAN

a. Keluhan Utama : Distensi abdomen

b. Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa

buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin

c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam

pertama kelahiran

d.Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/

penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain

e.Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi

kejadian atresia ani

2.1.3 POLA FUNGSI KESEHATAN

a. Pola persepsi terhadap kesehatan

Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa yang

dirasakan dan apa yang diinginkan

b. Pola aktifitas kesehatan/latihan

Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih

bayi.

AKTIFITAS 0 1 2 3 4

Mandi

Berpakaian

Eliminasi

Mobilitas ditempat tidur

Pindah

Ambulansi

Makan .

Keterangan :

0 : Mandiri

1 : Dengan menggunakan alat bantu

2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain

3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu

4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktifitas

c. Pola istirahat/tidur

Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain

d. Pola nutrisi metabolik

Klien hanya minum ASI atau susu kaleng

e.Pola eliminasi

Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium

f. Pola kognitif perseptual

Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientas i dengan baik pada

orang lain

g. Pola konsep diri

1) Identitas diri : belum bisa dikaji

2) Ideal diri : belum bisa dikaji

3) Gambaran diri : belum bisa dikaji

4) Peran diri : belum bisa dikaji

5) Harga diri : belum bisa dikaji

h. Pola seksual Reproduksi

Klien masih bayi dan belum menikah

i. Pola nilai dan kepercayaan

Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan

j. Pola peran hubungan

Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara

mandiri

k. Pola koping

Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon terhadap

adanya suatu masalah

2.1.4 PEMERIKSAAN FISIK

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus

tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer

yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan

hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan

vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).

Pemeriksaan Fisik Head to toe

1. Tanda-tanda vital

• Nadi : 110 X/menit.

• Respirasi : 32 X/menit.

• Suhu axila :37º Celsius.

2. Kepala

Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada

benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.

3. Mata

Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak

ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.

4. Hidung

Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan cuping

hidung, tidak ada pus dan lendir.

5. Mulut

Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak

cheilochisis.

6. Telinga

Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk

sempurna

7. Leher

Tidak ada webbed neck.

8. Thorak

Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,

pernafasan normal

9. Jantung

Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur

10. Abdomen

Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak

terdapat perdarahan pada umbilicus

11. Getalia

Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia

pada penis, tidak ada hernia sorotalis.

12. Anus

Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang

tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan

oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.

13. Ektrimitas atas dan bawah

Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan

kukunya tampak agak pucat

14. Punggung

Tidak ada penonjolan spina gifid

15. Pemeriksaan Reflek

a. Suching +

b. Rooting +

c. Moro +

d. Grip +

e. Plantar +

2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Dx pre operasi

a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.

b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake,

muntah.

c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan

prosedur perawatan.

2. Dx Post Operasi

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan.

b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.

c. Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan.

d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Diagnosa Pre Operasi

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Konstipasi

b/d ganglion

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 1x 24 jam

Klien mampu

mempertahankan

pola eliminasi

BAB dengan

teratur

KH : Penurunan

distensi

abdomen,

meningkatnya

kenyamanan

1. Lakukan enema

atau irigasi rectal

sesuai order

2. Kaji bising usus

dan abdomen setiap

4 jam

3. Ukur lingkar

abdomen

1. Evaluasi bowel

meningkatkan

kenyaman pada anak

2. Meyakinkan

berfungsinya usus

3. Pengukuran

lingkar abdomen

membantu

mndeteksi trjadinya

distensi

2. Resiko

kekurangan

volume

cairan b/d

menurunnya

intake,

muntah

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 1x 24 jam

Klien dapat

mempertahankan

keseimbangan

cairan

KH: Output urin

1-2

ml/kg/jam, capill

ary refill 3-5

detik, trgor kulit

baik, membrane

mukosa lembab

1. Monitor intake –

output cairan

2. Lakukan

pemasangan infus

dan berikan cairan

IV

3. Observasi TTV

4.Monitor status

hidrasi (kelembaban

membran mukosa,

nadi adekuat,

1. Dapat

mengidentifikasi

status cairan klien

2. Mencegah

dehidrasi

3. Mengetahui

kehilangan cairan

melalui suhu tubuh

yang tinggi

4. Mengetahui tanda-

tanda dehidrasi

takanan darah

ortostatik)

3. Cemas

orang tua

b/d kurang

pengetahuan

tentang

penyakit

dan

prosedur

perawatan

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 1x 24 jam

Kecemasan orang

tua dapat

berkurang

KH: Klien tidak

lemas

1. Jelaskan dg

istilah yg

dimengerti tentang

anatomi dan

fisiologi saluran

pencernaan normal.

2. Gunakan alat,

media dan gambar

Beri jadwal studi

diagnosa pada

orang tua

3. Beri informasi

pada orang tua

tentang operasi

kolostomi

1. Agar orang tua

mengerti kondisi

klien

2. Pengetahuan

tersebut diharapkan

dapat membantu

menurunkan

kecemasan

3. Membantu

mengurangi

kecemasan klien

2. Diagnosa post oprasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Gangguan

integritas

kulit b/d

kolostomi.

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan selama

1 x 24 jam

diharapkan

integritas kulit

dapat dikontrol.

KH : - temperatur

jaringan dalam

batas normal,

sensasi dalam batas

normal, elastisitas

dalam batas normal,

1. Hindari kerutan

pada tempat tidur

2. Jaga kebersihan

kulit agar tetap

bersih dan kering

3. Monitor kulit akan

adanya kemerahan

4. Oleskan

lotion/baby oil

pada daerah yang

1. Mencegah

perlukaan pada

kulit

2. Menjaga

ketahanan kulit

3. Mengetahui

adanya tanda

kerusakan

jaringan kulit

4. Menjaga

kelembaban

kulit

hidrasi dalam bats

normal, pigmentasi

dalam batas normal,

perfusi jaringan

baik.

tertekan

5. Monitor status

nutrisi klien

5. Menjaga

keadekuatan

nutrisi guna

penyembuhan

luka

2. Resiko

infeksi b/d

prosedur

pembedaha

n

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan selama

1 x 24 jam

diharapkan klien

bebas dari tanda-

tanda infeksi

KH : bebas dari

tanda dan gejala

infeksi

1. Monitor tanda dan

gejala infeksi

sistemik dan lokal

2. Batasi pengunjung

3. Pertahankan

teknik cairan

asepsis pada klien

yang beresiko

4. Inspeksi kondisi

luka/insisi bedah

5. Ajarkan keluarga

klien tentang

tanda dan gejala

infeksi

6. Laporkan

kecurigaan infeksi

1. mengetahui

tanda infeksi

lebih dini

2. menghindari

kontaminasi

dari pengunjung

3. mencegah

penyebab infeks

4. mengetahui

kebersihan luka

dan tanda

infeksi

5. Gejala infeksi

dapat di deteksi

lebih dini

6. Gejala infeksi

dapat segera

teratasi

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Diagnosa Pre oprasi

Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD

Konstipasi b/d

ganglion

1.Enema atau irigasi rectal sesuai

order

2.Mengauskultasi bising usus dan

abdomen

3. Mengukur lingkar abdomen

Resiko

kekurangan

volume cairan

b/d

menurunnya

intake, muntah

1. Memonitor intake – output cairan

2. Memasang infus

3. Mengobservasi TTV

4. Memonitor status hidrasi

(kelembaban membran mukosa, nadi

adekuat, takanan darah ortostatik)

Cemas orang

tua b/d kurang

pengetahuan

tentang

penyakit dan

prosedur

perawatan

1. Menjelaskan dengan istilah yg

dimengerti tentang anatomi dan

fisiologi saluran pencernaan normal.

2. Menggunakan alat, media dan

gambar

2. Memberi jadwal studi diagnosa

pada orang tua

3. Memberi informasi pada orang

tua tentang operasi kolostomi

Diagnosa Post Oprasi

Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD

Gangguan

integritas kulit

b/d kolostomi.

1. Menghindarkan kerutan pada

tempat tidur

2. Menjaga kebersihan kulit agar

tetap bersih dan kering

3. Memonitor kulit akan adanya

kemerahan

4. Mengoleskan lotion/baby oil pada

daerah yang tertekan

5. Memonitor status nutrisi klien

Resiko infeksi

b/d prosedur

pembedahan

1. Memonitor tanda dan gejala

infeksi sistemik dan lokal

2. Membatasi pengunjung

3. Mempertahankan teknik cairan

asepsis pada klien yang beresiko

4. Menginspeksi kondisi luka/insisi

bedah

5. Mengajarkan keluarga klien

tentang tanda dan gejala infeksi

6. Melaporkan kecurigaan infeksi

5.IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Diagnosa Pre oprasi

Tanggal Jam Diagnosa Evaluasi TTD

Konstipasi b/d

ganglion

S : Klien mampu mempertahankan

pola eliminasi BAB dengan teratur

O : distensi abdomen menurun

A : Diagnosa keperawatan konstipasi

teratasi

P : Intervensi dihentikan

Resiko

kekurangan

volume cairan

b/d

menurunnya

intake, muntah

S : Klien dapat mempertahankan

keseimbangan cairan

O : Output urin 1-2

ml/kg/jam, capillary refill 3-5

detik, turgor kulit baik, membrane

mukosa lembab

A : Diagnosa keperawatan Resiko

kekurangan volume cairan teratasi

P : Intervensi dihentikan

Cemas orang S : orang tua mengatakan sudah

tua b/d kurang

pengetahuan

tentang

penyakit dan

prosedur

perawatan

tidak cemas

O : klien tidak lemas

A : Diagnosa Keperawatan Cemas

orang tua Teratasi

P : Intervensi dihentikan

Diagnosa Post Oprasi

Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD

Gangguan

integritas kulit

b/d kolostomi.

S : integritas kulit klien dapat

terkontrol

O : Temperatur jaringan dalam batas

normal, sensasi dalam batas normal,

elastisitas dalam batas normal,

hidrasi dalam batas normal,

pigmentasi dalam batas normal,

perfusi jaringan baik.

A : Diagnosa Keperawatan

Gangguan integritas kulit teratasi

P : Intervensi dihentikan

Resiko infeksi

b/d prosedur

pembedahan

S : Klien sudah tidak mengalami

infeksi

O : tanda gejala infeksi tidak ada

A : Diagnosa Keperawatan Resiko

infeksi teratasi

P : Intervensi dihentikan

DAFTAR PUSTAKA

Daengaoes, Maryllin E.1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC

Ngastiyah.1995. perawatan anak sakit . Jakarta :EGC

Syamsuhidajat, R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC

Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC

www. Bedah Anak . Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibularis.co.id

http://bedahugm.net/Bedah-Anak/Atresia-Ani.html