asuhan keperawatan pada anak dengan masalah kesehatan sistem pernafasan

60
Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan 1. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan padanan istilah : Acute Respiratory Infections (ARI). 2. ISPA mengandung 3 unsur, yaitu : 1. Infeksi. 2. Saluran pernafasan. 3. Akut. Batasan-batasan masing-masing unsur : a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak, sehingga menimbulkan gejala penyakit. b. Saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ saluran pernafasan. c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari (batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun ISPA dapat lebih 14 hari). 1.Pneumonia 1.Pneumonia pada anak seringkali bersamaan terjadinya proses infeksi akut pada bronchus dan disebut bronchopneumonia.

Upload: ayu-wita

Post on 24-Jun-2015

1.357 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Masalah Kesehatan

Sistem Pernafasan

1. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan padanan istilah : Acute Respiratory

Infections (ARI).

2. ISPA mengandung 3 unsur, yaitu :

1. Infeksi.

2. Saluran pernafasan.

3. Akut.

Batasan-batasan masing-masing unsur :

a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan

berkembang biak, sehingga menimbulkan gejala penyakit.

b. Saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ

seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura secara anatomis mencakup saluran

pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru)

dan organ saluran pernafasan.

c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari (batas 14 hari

diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun ISPA dapat lebih 14 hari).

1.Pneumonia

1. Pneumonia pada anak seringkali bersamaan terjadinya proses infeksi akut pada bronchus

dan disebut bronchopneumonia.

2. Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi

akut pada bronchus (bronchopneumonia). Dalam pelaksanaan program P2 ISPA semua

bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun bronchopneumonia) disebut Pneumonia.

Pneumonia adalah merupakan infeksi akut yang secara anatomi mengenai lobus paru.

Pneumonia Berdasarkan Penyebab :

1. Pneumonia bakteri.

2. Pneumonia virus.

3. Pneumonia Jamur.

Page 2: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

4. Pneumonia aspirasi.

5. Pneumonia hipostatik.

Pneumonia berdasarkan anatomic :

1. Pneumonia lobaris adalah radang paru-paru yang mengenai sebagian besar/seluruh lobus

paru-paru.

2. Pneumonia lobularis (bronchopneumonia) adalah radang pada paru-paru yang mengenai

satu/beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate.

3. Pneumonia interstitialis (bronkhiolitis) adalah radang pada dinding alveoli (interstitium)

dan peribronkhial dan jaringan interlobular.

Patofisiologi Bronkhopneumonia :

1. Bronkhopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder.

2. Keadaan yang dapat menyebabkan bronchopneumonia adalah pertusis, morbili, penyakit

lain yang disertai dengan infeksi saluran pernafasan atas, gizi buruk, paska bedah atau

kondisi terminal.

Etiologi :

1. Streptokokus.

2. Stapilokokus.

3. Pneumokokus.

4. Hemovirus Influenza.

5. Pseudomonas.

6. Fungus.

7. Basil colli.

Sehingga menimbulkan :

1. Reaksi radang pada bronchus dan alveolus dan sekitarnya.

2. Lumen bronkhiolus terisi eksudat dan sel epitel yang rusak.

3. Dinding bronkhiolus yang rusak mengalami fibrosis dan pelebaran.

4. Sebagian jaringan paru-paru mengalami etelektasis/kolaps alveoli, emfisema hal ini

disebabkan karena menurunnya kapasitas fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan.

Gejala Klinis :

1. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara

mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).

Page 3: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

2. Gejala khas :

1. Sianosis pada mulut dan hidung.

2. Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.

3. Gelisah, cepat lelah.

3. Batuk mula-mula kering produktif.

4. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.

5. Pemeriksaan laboratorium = lekositosis.

6. Foto thorak = bercak infiltrate pada satu lobus/beberapa lobus.

Komplikasi :

Bila tidak ditangani secara tepat

1. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan

masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga

tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke

dalam dan timbul efusi.

2. Efusi pleura.

3. Emfisema.

4. Meningitis.

5. Abses otak.

6. Endokarditis.

7. Osteomielitis.

Penatalaksanaan :

1. Oksigen.

2. Cairan, kalori dan elektrolit à glukosa 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1 ditambah larutan KCl 10

mEq/500 ml cairan infuse.

3. Obat-obatan :

1. Antibiotika berdasarkan etiologi.

2. Kortikosteroid bila banyak lender.

Prognosa : dengan pemberian antibiotic yang tepat, mortalitas dapat menurun.

Page 4: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

Asuhan Keperawatan Anak dengan Pneumonia

1. Pengkajian

1. Riwayat Kesehatan :

1. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan sebelumnya/batuk, pilek, takhipnea,

demam.

2. Anoreksia, sukar menelan, muntah.

3. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas, seperti ; morbili, pertusis,

malnutrisi, imunosupresi.

4. Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernafasan.

5. Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernafasan cepat dan dangkal, gelisah,

sianosis.

2. Pemeriksaan Fisik :

1. Demam, takhipnea, sianosis, cuping hidung.

2. Auskultasi paru ronchi basah, stridor.

3. Laboratorium lekositosis, AGD abnormal, LED meningkat.

4. Roentgen dada abnormal (bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru).

3. Faktor Psikososial/Perkembangan :

1. Usia, tingkat perkembangan.

2. Toleransi/kemampuan memahami tindakan.

3. Koping.

4. Pengalaman berpisah dengan keluarga/orang tua.

5. Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya.

4. Pengetahuan Keluarga, Psikososial :

1. Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit bronchopneumonia.

2. Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit saluran pernafasan.

3. Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.

4. Koping keluarga.

5. Tingkat kecemasan.

Page 5: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

2. Diagnosa Keperawatan

1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan secret.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler alveolus.

3. Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, demam,

takipnea.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen darah.

5. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan demam, dispnea, nyeri dada.

6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.

7. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan anak setelah pulang dari rumah

sakit.

8. Kecemasan berhubungan dengan dampak hospitalisasi.

3. Intervensi

a.   Dx. : Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan secret.

Tujuan : Jalan nafas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada penumpukan secret.

Rencana tindakan :

1. Monitor status respiratori setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan status pernafasan dan bunyi

nafas abnormal.

2. Lakukan perkusi, vibrasi dan postural drainage setiap 4 – 6 jam.

3. Beri therapy oksigen sesuai program.

4. Bantu membatukkan sekresi/pengisapan lender.

5. Beri posisi yang nyaman yang memudahkan pasien bernafas.

6. Ciptakan lingkungan yang nyaman sehingga pasien dapat tidur tenang.

7. Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernafasan.

8. Beri minum yang cukup.

9. Sediakan sputum untuk kultur/test sensitifitas.

10. Kelolaa pemberian antibiotic dan obat lain sesuai program.

b.   Dx. : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler alveolus.

Tujuan : Pasien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal dan

oksigenasi jaringan secara adekuat.

Rencana Tindakan :

1. Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda sianosis setiap 2 jam.

Page 6: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

2. Beri posisi fowler/semi fowler.

3. Beri oksigen sesuai program.

4. Monitor analisa gas darah.

5. Ciptakan lingkungan yang tenang dan kenyamanan pasien.

6. Cegah terjadinya kelelahan pada pasien.

c. Dx. : Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, demam,

takipnea.

Tujuan : Pasien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal.

Rencana Tindakan :

1. Catat intake dan out put cairan. Anjurkan ibu untuk tetaap memberi cairan peroral hindari

milk yang kental/minum yang dingin à merangsang batuk.

2. Monitor keseimbangan cairan àmembrane mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran

menurun, tanda-tyanda vital.

3. Pertahankan keakuratan tetesan infuse sesuai program.

4. Lakukan oral hygiene.

d. Dx. : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen darah.

Tujuan : Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai kondisi.

Rencana Tindakan :

1. Kaji toleransi fisik pasien.

2. Bantu pasien dalam aktifitas dari kegiatan sehari-hari.

3. Sediakan permainan yang sesuai usia pasien dengan aktivitas yang tidak mengeluarkan

energi banyak sesuaikan aktifitas dengan kondisinya.

4. Beri O2 sesuai program.

5. Beri pemenuhan kebutuhan energi.

e. Dx. : Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan demam, dispnea, nyeri dada.

Tujuan : Pasien akan memperlihatkan sesak dan keluhan nyeri berkurang, dapat batuk efektif

dan suhu normal.

Rencana Tindakan :

1. Cek suhu setiap 4 jam, jika suhu naik beri kompres dingin.

2. Kelola pemberian antipiretik dan anlgesik serta antibiotic sesuai program.

3. Bantu pasien pada posisi yang nyaman baginya.

Page 7: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

4. Bantu menekan dada pakai bantal saat batuk.

5. Usahakan pasien dapat istirahat/tidur yang cukup.

f. Dx. : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan : Suhu tubuh dalam batas normal.

Rencana Tindakan :

1. Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.

2. Beri kompres dingin.

3. Kelola pemberian antipiretik dan antibiotic.

4. Beri minum peroral secara hati-hati, monitor keakuratan tetesan infuse.

g. Dx. : Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan anak setelah pulang dari rumah

sakit.

Tujuan : Anak dapat beraktifitas secara normal dan orang tua tahu tahap-tahap yang harus

diambil bila infeksi terjadi lagi.

Rencana Tindakan :

1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan anak dengan bronchopneumonia.

2. Bantu orang tua untuk mengembangkan rencana asuhan di rumah ; keseimbangan diit,

istirahat dan aktifitas yang sesuai.

3. Tekankan perlunya melindungi anak kontak dengan anak lain sampai dengan status RR

kembali normal.

4. Ajarkan pemberian antibiotic sesuai program.

5. Ajarkan cara mendeteksi kambuhnya penyakit.

6. Beritahu tempat yang harus dihubungi bila kambuh.

7. Beri reinforcement untuk perilaku yang positif.

h. Dx. : Kecemasan berhubungan dengan dampak hospitalisasi.

Tujuan : Kecemasan teratasi.

Rencana Tindakan :

1. Kaji tingkat kecemasan anak.

2. Fasilitasi rasa aman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya.

3. Dorong ibu untuk selalu mensupport anaknya dengan cara ibu selalu berada di dekat

anaknya.

4. Jelaskan dengan bahasa sederhana tentang tindakan yang dilakukan à tujuan, manfaat,

Page 8: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

bagaimana dia merasakannya.

5. Beri reinforcement untuk perilaku yang positif.

4. Implementasi

Prinsip implementasi :

1. Observasi status pernafasan seperti bunyi nafas dan frekuensi setiap 2 jam, lakukan

fisioterapi dada setiap 4 – 6 jam dan lakukan pengeluaran secret melalui batuk atau

pengisapan, beri O2 sesuai program.

2. Observasi status hidrasi untuk mengetahui keseimbangan intake dan out put.

3. Monitor suhu tubuh.

4. Tingkatkan istirahat pasien dan aktifitas disesuaikan dengan kondisi pasien.

5. Perlu partisipasi orang tua dalam merawat anaknya di RS.

6. Beri pengetahuan pada orang tua tentang bagaimana merawat anaknya dengan

bronchopneumonia.

5. Evaluasi.

Hasil evaluasi yang ingin dicapai :

1. Jalan nafas efektif, fungsi pernafasan baik.

2. Analisa gas darah normal.

2. Ashma

Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana

trakheobronkhial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan  ciri meningkatnya respon trachea dan bronkhus

terhadap berbagai rangsangandengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan

derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan.

Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan

asma bronkhial.

1. Faktor Predisposisi

-   Genetik

Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara

penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang

Page 9: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah

terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.

2. Faktor Presipitasi

- Alergen

Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang, serbuk

bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.

b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan

c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam, dan jam

tangan.

- Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Kadang-

kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau,

musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.

- Stress

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan asma

yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya

karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

- Olah raga/aktivitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita akan mendapat serangan juka melakukan aktivitas jasmani atau

olahraga yang berat.lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.

Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,

seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora

jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik

terhadap alergi.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap penctus yang tidak

spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya

Page 10: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering

sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronis dan

emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik

dan non-alergik.

Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan 

sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda

asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang

alergi àmembentuk sejumlah antibodi IgE abnormal àreaksi alergi. Pada asma, antibodi ini

terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat

dengan bronkhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi IgE

orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan

menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat

anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien), faktor kemotaktik eosinofilik, dan

bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding

bronkhiolus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot

polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkhiolus berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi

karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar

bronkhiolus. Bronkhiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan selanjutnya adalah akibat

dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.pada

penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi hanya sekali-

kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume

residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesulitan mengeluarkan

udara ekspirasi dari paru. Hal in dapat menyebabkan barrel chest.

Manifestasi Klinis

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada

saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke

depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik: sesak nafas,

Page 11: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

mengi (wheezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Pada

serangan asma yang lebih berat, gejala yang timbul makin banyak, antara lain: silent chest,

sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada, takikardi, dan pernafasan cepat-dangkal.

Serangan asma sering terjadi pada malam hari.

Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:

1.Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan

tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan

pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.

2.Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran

udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

3.Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen

4.Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya

paru.

5.Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas

karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan

yang luas.

 Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah:

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera

2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma.

Meliputi pengobatan dan perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan

pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawat.

-       Pengobatan

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1)   Pengobatan non farmakologik

a. Memberikan penyuluhan

b. Menghindari faktor pencetus

c. Pemberian cairan

d. Fisioterapi

Page 12: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

2)  Pengobatan farmakologik

-  Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:

a.   Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)

Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).

b.   Santin (teofilin)

Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin

(Amilex)

Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.

-   Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah

serangan asma. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang

lain dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian 1 bulan.

-   Ketolifen

Mempunya efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan

dosis 2 kali 1 mg/hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.

Pencegahan Serangan Asma pada Anak

1.   Menghindari pencetus

Cara menghindari berbagai pencetus serangan pada asma perlu diketahui dan

diajarkan pada keluarganya yang sering menjadi faktor pencetus adalah debu rumah.

Untuk menghindari pencetus karena debu rumah dianjurkan dengan mengusahakan

kamar tidur anak:

-    Sprei, tirai, selimut minimal dicuci 2 minggu sekali. Sprei dan sarung bantal lebih

sering. Lebih baik tidak menggunakan karpet di kamar tidur atau tempat bermain

anak. Jangan memelihara binatang.

-    Untuk menghindari penyebab dari makanan bila belum tau pasti, lebih baik jangan

makan coklat, kacang tanah atau makanan yang mengandung es, dan makanan

yang mengandung zat pewarna.

-     Hindarkan kontak dengan penderita influenza, hindarkan anak berada di tempat

yang sedang terjadi perubahan cuaca, misalnya sedang mendung.

2.   Kegiatan fisik

Page 13: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

Anak yang menderita asma jangan dilarang bermain atau berolah raga. namun

olahraga perlu diatur karena merupakan kebutuhan untuk tumbuh kembang anak.

Pengaturan dilakukan dengan cara:

-    Menambahkan toleransi secara bertahap, menghindarkan percepatan gerak yang

mendadak

-    Bila mulai batuk-batuk, istirahatlah sebentar, minum air dan setelah tidak batuk-

batuk, kegiatan diteruskan.

-     Adakalanya beberapa anak sebelum melakukan kegiatan perlu minum obat atau

menghirup aerosol terlebih dahulu.

Asuhan Keperawatan Anak dengan Ashma

1.       Pengkajian

a.       Riwayat kesehatan masa lalu

-  Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya

-  Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan

b.      Aktivitas

-  Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas

-  Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan melakukan

aktivitas sehari-hari

-  Tidur dalam posisi duduk tinggi

c.       Pernapasan

-  Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan

-  Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur

-  Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, melebarkan

hidung.

-  Adanya bunyi napas mengi

-  Adanya batuk berulang

d.      Sirkulasi

-  Adanya peningkatan tekanan darah

-  Adanya peningkatan frekuensi jantung

-  Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis

e.      Integritas ego

Page 14: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

-  Ansietas

-  Ketakutan

-  Peka rangsangan

-  Gelisah

f.        Asupan nutrisi

-  Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan

-  Penurunan berat badan karena anoreksia

g.       Hubungan sosial

-  Keterbatasan mobilitas fisik

-  Susah bicara atau bicara terbata-bata

-  Adanya ketergantungan pada orang lain

Pemeriksaan Penunjang

a.  Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan

menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang

bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.

Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai

berikut:

-  Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah

-  Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan

semakin bertambah.

-  Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru

-  Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal

-  Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium,

maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

b.  Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat

menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

c.   Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3

bagian dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:

Page 15: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

-  Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock

wise rotation

-  Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right

Bundle branch Block)

-  Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES

atau terjadinya depresi segmen ST negatif.

d.  Scanning Paru

Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh

pada paru-paru.

e.  Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Pemeriksaan

spirometri tdak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting

untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.

2.       Diagnosa Keperawatan

1)   Bersihan jalan napas tidak efektif b.d bronkospasme

Tujuan: mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi bersih dan jelas

Intervensi:

-  Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi

-  Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi

-  Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat

-  Tempatkan klie pada posisi yang nyaman. Contoh: meninggikan kepala TT,

duduk pada sandaran TT

-  Pertahankan polusi lingkungan minimum. Contoh: debu, asap,dll

-  Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/hari sesuai toleransi

jantung, memberikan air hangat.

-  Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi.

2)   Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen

Tujuan: perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat

Intervensi:

-  Kaji/awasi secara rutin keadaan kulit klien dan membran mukosa

-  Awasi tanda vital dan irama jantung

Page 16: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

-  Kolaborasi: .berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan

toleransi klien

-  Sianosis mungkin perifer atau sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia

-  Penurunan getaran vibrasi diduga adanya penggumpalan cairan/udara

-  Takikardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek

hipoksemia sistemik.

3)   Cemas pada orang tua dan anak b.d penyakit yang dialami anak

Tujuan: menurunkan kecemasan pada orang tua dan anak

Intervensi untuk anak:

-  Bina hubungan saling percaya

-  Mengurangi perpisahan dengan orang tuanya

-  Mendorong untuk mengekspresikan perasaannya

-  Melibatkan anak dalam bermain

-  Siapkan anak untuk menghadapi pengalaman baru, misal: pprosedur tindakan

-  Memberikan rasa nyaman

- Mendorong keluarga dengan memberikan pengertian informasi (Waley & Wong,

1989).

4)   Risiko tinggi kopong keluarga tidak efektif b.d tidak terpenuhinya

kebutuhan psikososial orang tua

Tujuan: koping keluarga kembali efektif

Intervensi:

-  Buat hubungan dengan orang tua yang mendorong mereka mengungkapkan

kesulitan

-  Berikan informasi pada orang tua tentang perkembangan anak

-  Berikan bimbingan antisipasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan

-  Tekankan pentingnya sistem pendukung

-  Anjurkan orang tua untuk menyediakan waktu sesuai kebutuhan

-  Bantu orang tua untuk merujuk pada ahli penyakit

-  Informasikan kepada orang tua tentang pelayanan yang tersedia di masyarakat.

3. TBC

Page 17: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru

disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M.,1999)..

Faktor Resiko

Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran dari Asia Tenggara.

Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang menimbulkan penurunan

status kesehatan.

Bayi dan anak di bawah 5 tahun.

Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid & kemoterapi kanker.

Gejala Klinis

1. Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influenza).

2. Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh darah).

3. Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.

4. Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.

5. Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

Asuhan Keperawatan Anak dengan Ashma

Pengkajian (Doegoes, 1999)

1. Aktivitas /Istirahat

- Kelemahan umum dan kelelahan.

- Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.

- Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.

- Mimpi buruk.

- Takikardia, takipnea/dispnea.

- Kelemahan otot, nyeri dan kaku.

2. Integritas Ego :

- Perasaan tak berdaya/putus asa.

- Faktor stress : baru/lama.

- Perasaan butuh pertolongan

- Denial.

- Cemas, iritable.

3. Makanan/Cairan :

Page 18: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

- Kehilangan napsu makan.

- Ketidaksanggupan mencerna.

- Kehilangan BB.

- Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.

4. Nyaman/nyeri :

- Nyeri dada saat batuk.

- Memegang area yang sakit.

- Perilaku distraksi.

5. Pernapasan :

- Batuk (produktif/non produktif)

- Napas pendek.

- Riwayat tuberkulosis

- Peningkatan jumlah pernapasan.

- Gerakan pernapasan asimetri.

- Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).

- Suara napas : Ronkhi

- Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.

6. Kemanan/Keselamatan :

- Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.

- Demam pada kondisi akut.

7. Interaksi Sosial :

- Perasaan terisolasi/ditolak.

Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.

3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi

spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,

penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi

kurang / tidak akurat.

Page 19: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

Intervensi

Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.

Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.

Kriteria hasil :

Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.

Mendemontrasikan batuk efektif.

Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

Rencana Tindakan :

1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret

di sal. pernapasan.

R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap

rencana teraupetik.

2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.

R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.

3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.

R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.

4. Lakukan pernapasan diafragma.

R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.

5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin

melalui mulut.

Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan

kuat.

R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.

6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.

R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.

7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang

adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.

R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang

mengarah pada atelektasis.

8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.

Page 20: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.

9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.

Pemberian expectoran.

Pemberian antibiotika.

Konsul photo toraks.

R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi

klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-

kapiler.

Tujuan : Pertukaran gas efektif.

Kriteria hasil :

Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.

Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.

Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Rencana tindakan :

1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi

yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.

R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang

tidak sakit.

2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda

vital.

R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress

fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.

3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan

klien terhadap rencana teraupetik.

4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana

teraupetik.

5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan

Page 21: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

lebih lambat dan dalam.

R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai

ketakutan/ansietas.

6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.

Pemberian antibiotika.

Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.

Konsul photo toraks.

R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia

Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat

Kriteria hasil :

Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori

Menu makanan yang disajikan habis

Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema

Rencana tindakan

1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.

R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu

memperbaiki kepatuhan teraupetik.

2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.

R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.

3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).

R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan

kapasitas.

4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.

R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.

5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling

suka untuk memakannya.

R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.

6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut

Page 22: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).

b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).

c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).

d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).

R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan

penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.

7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.

R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per

sendok.

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Masalah Kesehatan Akibat

Penyakit Infeksi

1.Difteri

Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh corynebacterium diphteriae yang

berasal dari membrane mukosa hidung dan nasofaring, kulit dan lesi lain dari orang yang

terinfeksi.

Patofisiologi

Kuman berkembang biak pada saluran nafas atas(vulva, kulit, mata jarang terjadi).

Kuman membentuk psudo membrane melepaskan eksotoksin.

Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis dan

timbul paralysis otot-otot pernafasan bila mengenai jaringan saraf.

Sumbatan jalan nafas terjadi akibat dari fungsi pseudo membrane pada laring dan trachea

dapat menyebabkan kondisi fatal.

Page 23: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

Corynebacterium diphteriae

Kontak dengan orang atau barang yang terkontaminasi.

Masuk lewat saluran pencernaan atau saluran pernafasan.

Aliran sistemik

Masa inkubasi 2 – 5 hari.

Mengeluarkan toksin (eksotoksin)

↓ ↓ ↓

Nasal Tonsil/faringeal Laring

Peradangan mukosa Tenggorokan sakit demam Demam suara serak,

hidung (flu, secret anorexia, lemah. Membrane batuk obstruksi sal.

Hidung serosa). Berwarna putih atau abu-abu napas, sesak nafas,

Linfadenitis (bull’s neck) sianosis.

Toxemia, syok septic.

Komplikasi

Miokarditis (minggu ke-2).

Neuritis.

Bronkopneumonia.

Nefritis.

Paralisis.

Etiologi

Corynebacterium diphteriae, bakteri berbentuk batang gram negative.

 Manifestasi Klinis

Khas adanya pseudo membrane.

Lihat dari alur atau jaras patofisiologi.

Page 24: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

 Penatalaksanaan Terapeutik

Pemberian oksigen.

Terapi cairan.

Perawatan isolasi.

Pemberian antibiotic sesuai program.

Asuhan Keperawatan Anak dengan Dipteri

Pengkajian

a. Riwayat keperawatan ; riwayat terkena penyakit infeksi, status immunisasi.

b. Kaji tanda-tanda yang terjadi pada nasal, tonsil/faring dan laring.

Lihat dari manifestasi klinis berdasarkan alur patofisiologi.

Diagnosa Keperawatan

1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan nafas.

2. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen.

3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakit (metabolisme

meningkat, intake cairan menurun).

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang

kurang).

Intervensi

1.  Anak akan menunjukkan tanda-tanda jalan nafas efektif.

2. Penyebarluasan infeksi tidak terjadi.

3. Anak menunjukkan tanda-tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi.

4. Anak akan mempertahankan keseimbangan cairan.

Implementasi

1. Meningkatkan jalan nafas efektif.

2. Perluasan infeksi tidak terjadi.

3. Kekurangan volume cairan tidak terjadi.

4. Meningkatkan kebutuhan nutrisi.

Perencanaan Pemulangan

a. Jelaskan terapi yang diberikan : dosis dan efek samping.

b. Melakukan immunisasi jika immunisasi belum lengkap sesuai dengan prosedur.

Page 25: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

c. Menekankan pentingnya control ulang sesuai jadual.

d. Informasikan jika terdapat tanda-tanda terjadinya kekambuhan.

2.DHF

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue

sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan

nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang

dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa

ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui

gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990).

DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain

yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik.

(Sir,Patrick manson,2001).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus

yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996).

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever

(DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong

arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang

terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi

yang disertai ruam atau tanpa ruam.

2. Etiologi

a. Virus dengue sejenis arbovirus.

b. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1

dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3

dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk

batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium

diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.

Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3

merupakan serotif yang paling banyak.

Page 26: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

3. Patofisiologi

Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan

kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody.

Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan

dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan

merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh

darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.

Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor

koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan

hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.

Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding

pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia

dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut.

Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel

dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik.

Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.

4. Tanda dan gejala

a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari

b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.

c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.

d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.

e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.

f. Sakit kepala.

g. Pembengkakan sekitar mata.

h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.

i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,

gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

5. Komplikasi

Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :

a. Perdarahan luas.

b. Shock atau renjatan.

Page 27: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

c. Effuse pleura

d. Penurunan kesadaran.

6. Klasifikasi

a. Derajat I :

Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi,

trombositopeni dan hemokonsentrasi.

b. Derajat II :

Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah

kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.

c. Derajat III :

Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan

system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang

lembab, dingin dan penderita gelisah.

d. Derajat IV :

Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi

renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.

7. Pemeriksaan penunjang

a. Darah

1) Trombosit menurun.

2) HB meningkat lebih 20 %

3) HT meningkat lebih 20 %

4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

5) Protein darah rendah

6) Ureum PH bisa meningkat

7) NA dan CL rendah

b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).

1) Rontgen thorax : Efusi pleura.

2) Uji test tourniket (+)

8. Penatalaksanaan

a. Tirah baring

b. Pemberian makanan lunak .

Page 28: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

c. Pemberian cairan melalui infus.

Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan

cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+

4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.

d. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,

e. Anti konvulsi jika terjadi kejang

f. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).

g. Monitor adanya tanda-tanda renjatan

h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut

i. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.

Asuhan Keperawatan Anak dengan DHF

1. Pengkajian

a. Mengkaji data dasar, kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual pasien dari berbagai sumber

(pasien, keluarga, rekam medik dan anggota tim kesehatan lainnya).

b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi

kebutuhan pasien.

c. Kaji riwayat keperawatan.

d. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak

nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut nadi cepat

dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis,

gelisah, penurunan kesadaran).

2. Diagnosa keperawatan .

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler,

perdarahan, muntah dan demam.

b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,

tidak ada nafsu makan.

d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya

informasi

e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.

Page 29: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

3. Intervensi

Perumusan rencana perawatan pada kasus DHF hendaknya mengacu pada

masalah diagnosa keperawatan yang dibuat. Perlu diketahui bahwa tindakan yang bisa

diberikan menurut tindakan yang bersifat mandiri dan kolaborasi. Untuk itu penulis akan

memaparkan prinsip rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa

keperawatan :

a. Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.

Tujuan :

Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi

Kriteria hasil :

Volume cairan tubuh kembali normal

Intervensi :

1) Kaji KU dan kondisi pasien

2) Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR )

3) Observasi tanda-tanda dehidrasi

4) Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus

5) Balance cairan (input dan out put cairan)

6) Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak

7) Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh

keringat.

b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

Tujuan

Hipertermi dapat teratasi

Kriteria hasil

Suhu tubuh kembali normal

Intervensi

1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh

2) Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak

Page 30: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

3) Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat

4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat

seperti terbuat dari katun.

5) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 – 2000 cc

per hari

6) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,

muntah, tidak ada nafsu makan.

Tujuan

Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi

Kriteria hasil

Intake nutrisi klien meningkat

Intervensi

1) Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi

2) Timbang berat badan klien tiap hari

3) Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering

4) Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual

5) Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi).

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik.

7) Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.

d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan

kurangnya informasi

Tujuan

Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat

Kriteria hasil

Klien mengerti tentang proses penyakit DHF

1) Kaji tingkat pendidikan klien.

2) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DHF

3) Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui Penkes.

4) beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti atau

diketahuinya.

Page 31: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien

e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trobositopenia.

Tujuan

Perdarahan tidak terjadi

Kriteria hasil

Trombosit dalam batas normal

Intervensi

1) Kaji adanya perdarahan

2) Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR)

3) Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan.

4) Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien

5) Monitor hasil darah, Trombosit

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan intra vena.

f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

Tujuan

Shock hipovolemik dapat teratasi

Kriteria hasil

Volume cairan tubuh kembali normal, kesadaran compos mentis.

Intervensi

1) Observasi tingkat kesadaran klien

2) Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR).

3) Observasi out put dan input cairan (balance cairan)

4) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi

5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan.

4. Evaluasi

a. Suhu tubuh dalam batas normal.

b. Intake dan out put kembali normal / seimbang.

c. Pemenuhan nutrisi yang adekuat.

d. Perdarahan tidak terjadi / teratasi.

e. Pengetahuan keluarga bertambah.

Page 32: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

f. Shock hopovolemik teratasi

PERTUSSIS

Pertusis disebut juga sebagai tussis quinta, whooping cough, batuk rejan. Penyebab pertusis

adalah Bordetella pertussis alau Haemophilus pertussis. Bordetella pertussis adalah suatu kuman

tidak bergerak, gram negative, dan didapatkan dengan cara melakukan pengambilan usapan pada

daerah nasofaring pasien pertusis kemudian ditanam pada agar media Bordet-Gangou. Basil

pertusis yang didapatkan secara langsung adalah tipe antigenetik fase I, sedangkan yang

diperoleh melalui pembiakan dalam bentuk lain ialah fase II, III. dan IV.

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Di tempat yang padat penduduknya dapat berupa

epidemi pada anak. Infeksi yang terjadi pad a satu keluanga akan cepat menjalar pada keluarga

lainnya. Pertusis dapat mengenai semua golongan umur, tidak ada kekebalan pasif dari ibu.

Penyakit ini terbanyak mengenai anak umur 1-5 tahun dan lebih banyak anak laki-laki daripada

anak wanita. Cara penularan melalui kontak dengan pasien pertusis. Pemberian imunisasi dapat

mengurangi angka kejadian dan kematian yang disebabkan pertusis.

Patologi

Lesi biasanya terdapat pada bronkus dan bronkiolus, tetapi terdapat perubahan-perubahan

pada selaput lender trakea, laring, dan nasofaring. Lesi berupa nekrosis bagian basal dan tengah

sel epitel torak, disertai infiltrate neurotrofil dan makrofag. Lender yang terbentuk dapat

menyumbat bronkus kecil hingga dapat menimbulkan emfisema dan atelektasis.

Prognosis

Prognosis pertusis bergantung ada tidaknya komplikasi, terutama komplikasi paru dan

susunan saraf yang sangat berbahaya khususnya pada bayi dan anak kecil.

Komplikasi

Komplikasi dari pertusis adalahsebagai berikut :

1. Alat pernafasan

Page 33: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

Dapat terjadi otitis media (sering pada bayi), bronchitis, bronkopneumonia, atelektasis

yang disebabkan sumbatan mucus, emfisema (dapat terjadi emfisema mediastinum, leher,

kulit pada kasus yang berat), bronkiektasis. Sedangkan tuberculosis yang sebelumnya

telah ada dapat menjadi bertambah berat.

2. Alat pencernaan

Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi (anak menjadi kurus sekali),

prolaps rectum atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya tekanan

intraabdominal, ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada

waktu serangan batuk, juga stomatitis.

3. Susunan saraf

Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah-muntah.

Kadang-kadang terdapat kongesti dan edema pada otak, mungkin pula terjadi perdarahan

otak.

4. Lain-lain

Dapat juga terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptitis dan perdarahan

subkonjungtiva.

Pencegahan

Tidak ada imunitas terhadap pertusis. Pencegahan dapat dilakukan dengan secara aktif dan pasif.

Secara aktif dengan memberikan vaksin pertusis dalam jumlah 12 unit di bagi dalam dosis

dengan interval 8 minggu. Menurut penyelidikan imunologis membuktikan bahwa bayi umur 1-

15 hari telah dapat membentuk antibody. Sebaiknya di negara dimana pertusis terdapat secara

endemic dipertimbangkan pemberian vaksin pertusis pada neonatus.

Tetapi didapatkannya komplikasi seperti kejang, renjatan, meningismus dan didapatkannya

gejala sisa setelah kejang pascavaksinasi pertusis seperti terjadinya retardasi mental, epilepsi.

Hemiparesis, maka dianjurkan untuk tidak memberikan vaksinasi pertusis bila dalam anamnesis

didapatkan riwayat kejang, iritasi serebral selama masa neonates, epilepsi dalam keluarga atau

penyakit susunan saraf pusat, adanya defek neurologis atau anak sedang menderita sakit

Page 34: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

khususnya penyakit traktus respiratorius yang disertai demam, reaksi local atau umum yang

gawat setelah mendapat vaksinasi pertusis yang lalu.

Pemberian vaksinasi pertusis hanya sampai anak berumur 6 tahun dengan pertimbangan

morbiditas pertusis yang menurun dengan bertambahnya umur, sedangkan kemungkinan

komplikasi neurologis pascavaksinasi bertambah. Secara pasif pencegahan dapal dilakukan

dengan memberikan kemoprofilaksis.

Gambarab klinis

Masa tunas: 7-14 hari; penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam

3 stadium, yaitu:

1. Stadium kataralis

Lamanya 1-2 minggu. Pada permulaan hanya berupa batuk-batuk ringan terutama pada

malam hari. Batuk-batuk ini makin lama makin bertambah berat dan terjadi siang dan

malam. Gejala lain ialah pilek, serak dan anoreksia. Stadium ini menyerupai influenza

biasa.

2. Stadium spasmodik

Lamanya 2-4 minggu. Pada akhir minggu batuk makin bertambah berat dan terjadi

paroksismal berupa batuk-batuk khas. Pasien tampak berkeringat, pembuluh darah leher

dan muka melebar. Batuk sedemikian beratrnya hingga pasien tampak gelisah dengan

muka merah dan sianotik. Serangan batuk panjang, tidak ada inspirium diantaranya dan

diakhiri dengan whoop (tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking). Sering

disertai muntah dan banyak sputum yang kental. Anak dapat terberak-berak dan

terkencing-kencing. Pada penyakit yang berat dapat terjadi perdarahan subkonjungtiva

dan epistaksis karena meningkatnya tekanan pada waktu serangan batuk. Aktivitas seperti

tertawa dan menangis dapat menimbulkan serangan batuk.

3. Stadium konvalesensi

Lamanya kira-kira 2 minggu sampai sembuh. Pada minggu keempat jumlah dan beratnya

serangan batuk berkurang pula, nafsu makan timbul kembali. Ronki difus yang terdapat

pada stadium spasmodic mulai menghilang. Infeksi semacam common cold dapat

Page 35: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

menimbulkan serangan batuk lagi. Bila menjumpai pasien dengan batuk sudah lama dan

telah diberi obat tidak ada perbaikan, apalagi terdapat keluhan batuk makin panjang

disertai muntah pada akhir batuk dan suara melengking, dapat diduga bahwa pasien

menderita pertusis.

Pemeriksaan diagnostic

Pada stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodic jumlah leukosit meninggi kadang

sampai 15000-45000 per mm3 dengan limfositosis, diagnosis dapat diperkuat dengan

mengisolasi kuman dari sekresi jalan nafas yang dikeluarkan pada waktu batuk. Secara

laboratorium diagnosis pertusis dapat ditentukan berdasarkan adanya kuman dalam biakan atau

dengan pemeriksaan imunofluoresen.

Penatalaksanaan

Medic

1. Antibiotic

a. Eritromisin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini

menghilangkan B. pertusis dari nasofaring dalam 2-6 hari (rata-rata 3-6 hari); dengan

demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi. Eritromisin juga

"menggugurkan" atau menyembuhkan pneumonia. Oleh karena itu, sangat penting

dalam pengobatan pertusis khususnya pada bayi muda.

b. Ampisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.

c. Lain-lain; kloramfenikol; tetrasiklin, kotrimoksazol dan lainnya.

.

2. Imunoglobulin: Belum ada persesuaian faham.

3. Ekspektoransia dan mukolitik.

4. Kodein diberikan bila terdapat batuk-batuk yang berat.

5. Luminal scbagai sedative.

Keperawatan

Page 36: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

Anak yang menderita pertusis tidak dirawat di rumah sakit walaupun anak menjadi sangat kurus

(bahaya penularan lebih besar) kecuali ada sebab lain.

Masalah yang perlu diperhatikan adalah gangguan kebutuhan nutrisi, gangguan rasa aman dan

nyaman, risiko terjadi komplikasi dan kurangnya pengetahuan oranggtua mengenai penyakit.

1. Gangguan kebutuhan nutrisi.

Gangguan kebutuhan nutrisi pada pasien batuk rejan terutama karena akibat selalu muntah setiap

serangan batuk. Serangan batuk yang berulang-ulang yang terjadi siang dan rnalam akan sangat

rnelelahkan dan menimbulkan anoreksia. Keadaan tersebut menyebabkan pasien batuk rejan

menjadi sangat kurus (kaheksia). Untuk mengurangi hal itu perlu diusahakan agar masukan

makanannya tidak terlalu kurang dengan cara setiap habis batuk dan munlah setelah beberapa

saat berikan anak makan atau minum susu.

Karena anak dalam keadaan anoreksia pemberian susu akan lebih baik di samping sari buah-

buahan. Usahakan pada setiap keadaan tenang memberikan makanan apa saja yang bergizi

misalnya makanan kecil yang dapat dimasukkan susu. Perlu diingat bahwa susu tidak boleh

terlalu manis atau makanan yang digoreng atau terlalu asin karena dapat merangsang batuk. Bila

pasien pertusis tersebut bayi, setiap habis serangan batuk dan muntah setelah tenang berikan

menetek lagi/beri susu lagi. Dengan demikian frekuensi minum bayi lebih sering daripada hari-

hari biasa.

2. Gangguan rasa aman dan nyaman

Pasien yang menderita batuk rejan akan sangat menderita gangguan aman dan nyaman karena

adanya serangan batuk yang panjang dan berulang-ulang, siang dan malam serta diakhirinya

dengan muntah terutama pada stadium spasmodik. Dengan demikian anak akan sangat kelelahan

dan tidak cukup istirahat. Pada saat batuk anak menderita kesukaran bernapas sehingga sangat

gelisah maka harus ada yang menemani dan membantu bila anak muntah. Setelah serangan reda,

bukalah bajunya dan seka keringatnya dan ganti baju serta celananya yang kotor. Berikan minum

serta usahakan agar anak dapat itirahat; setelah tenang bujuklah agar anak mau minum susu atau

sari buah. Untuk mengurangkan gangguan aman dan nyaman selain menolong kelika sedang

serangan batuk, yang penting menghindarkan adanya penyebab serangan batuk misalnya agar

Page 37: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

diperhatikan anak tidak terlalu banyak menangis atau tertawa- tawa/bercanda yang berlebihan.

Obat harus diberikan dengan benar dan jika dimuntahkan usahakan agar setelah tenang diberikan

lagi. Sebaiknya obat diberikan setelah anak mendapat serangan batuk dan sudah reda agar obat

tidak tcrbuang sia-sia (mungkin mula-mula belum terlihat hasilnya tetapi setelah 2-3 hati akan

berbcda). Untuk yang terakhir berikan sebelum tidur agar anak tidak terbangun dan mendapat

serangan batuk. Bila terjadi anak sampai terberak-berak/terkencing-kencing hindarkan sikap

yang menunjukkan kekesalan karena anak akan sangat ketakutan.

3. Risiko terjadi komplikasi

Penyakit batuk rejan menyebabkan daya tahan tubuh pasien sangat menurun sehingga mudah

terjadi komplikasi yang kadang-kadang bahayanya lebih besar daripada penyakit batuk rejan

sendiri misalnya penyakit tuberkulosis yang telah ada akan menjadi makin parah; dan jika terjadi

perdarahan pada otak setelah sembuh akan meninggalkan gejala sisa berupa kelumpuhan atau

bahkan retardasi mental. Keadaan ini akan menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan. Oleh

karena itu, penyakit batuk rejan perlu dicegah. Cara yang paling mudah ialah dengan pemberian

imunisasi bersama dengan vaksin lain yang biasa disebut DPT dan polio. Selain vaksinasi juga

jika anak sakit batuk segera dibawa berobat agar dapat diidiagnosis dini.

4. Kurang pengetahuan orangtua mengenai penyakit

Pada umumnya orang awam tidak mengerti bahwa anaknya menderita penyakit batuk rejan yang

dapat mcnyebabkan penderitaan lama bagi anaknya jika tidak segera mendapatkan pengobatan

yang tepat. Mereka hanya mengira batuk yang lama dan berat (pada waktu sebelum pengobatan

dengan antibiotika batuk ini sering disebut "batuk seratus hari" karena batuk ini memang

berlangsung lama).

Jika diagnosis telah ditentukan oleh dokter, perlu dijelaskan kepada orangtua pasien bahwa

penyakit ini mudah menular sehingga anak-anak di sekitarnya dapat ketularan; penyakit ini juga

berlangsung lama dan dapat menyebabkan anak menjadi kurus sekali sebagai akibat selalu

muntah setelah batuk dan dapat menimbulkan luka pada lidahnya karena tergigit. Untuk

menghidarkan penularan, jika dirumah masih ada anak lain sebaiknya dipisahkan dahulu

misalnya dititipkan ke tempat lain (kalau mungkin) dan anak dimintakan imunisasi. Pada pasien

sendiri supaya diberi tahu agar tidak bermain-main dengan tcmannya dahulu. .

Page 38: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

Karena pasien setiap habis batuk selalu muntah maka harus disediakan tempat muntahan dan

muntahan tersebut dibuang di wc disiram air sebanyak-banyaknya. Jika anak muntah di lantai

hendaknya bekas muntahan dibersihkan dengan desinfektan karena itu merupakan sumber

penularan. Untuk menghindarkan anak muntah dimana-mana maka setiap batuk sebaiknya selalu

ada yang mendampinginya. Untuk mencegah anak menjadi kurus sekali karena selalu muntah

dan tak adanya nafsu makan orangtua harus dengan telaten memberikan makanan yang bergizi.

Anjurkan agar selelah reda serangan batuknya anak diberikan makan/susu. Jika serangan batuk

sering sekali boleh diberi ekstra obat penenang/obat batuknya (tetapi sebaiknya minta petunjuk

dokter dahulu sampai berapa kali boleh diberikan). Penting menghindarkan penyebab serangan

batuk.

Hal yang penting dalam penyuluhan ini ialah manfaat imunisasi dan imunisasi baru berdaya-

guna jika diambil lengkap (jelaskan mengenai imunisasi sesuai dengan program). Selain hal

tersebut jelaskan kepada orang tua jika anak pernah kejang, atau ada saudaranya yang pernah

kejang/menderita penyakit saraf agar memberitahukan kepada petugas imunisasi karena pada

anak tersebut tidak boleh diberikan suntikan pertusis (P). Jadi pasien hanya diberi DT saja.

CAMPAK (RUBEOLA )

Agen :virus

Sumber : sekresi saluran pernapasan, darah, dan urine dari orang yang terinfeksi

Penularan : biasanya melalui kontak langsung dengan droplet individu terinfeksi

Periode inkubasi : 10-20 hari

Periode penularan : dari 4 hari sebelum sampai 5 hari setelah ruam muncul tetapi

terutama selama tahap prodromal (kataral)

MANIFESTASI KLINIK

Tahap prodromal (kataral)

Demam dan malaise dalam 24 jam diikiti koriza, batuk, konjungtivitis, bercaj koplik

(bercaj merah kecil, tidak teratu dan bagia tenga kecil putih kebiruan yang terlihat

pertama pada mukosa bykal disebrang molar 2 hr sebelum rau muncul); gejala meningkat

bertahap sampai hari ke-2 setelah muncul ruam, setelah itu gejala berkurang.

Page 39: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

Ruam : muncul 3-4 hr. Setelah awitan prodromal; mulai dengan erupsi makulopapular

eritematosus pada wajah dan bertahap menyebar ke bawah; tampak lebih parah di tempat

awal muncuknya ruam ( tampak konfluen) dan kurang intens pada area ruam berikitnya

(tampak diskret); setelah 3-4 hr tampak kecoklatan, dan terjadi deskuamasi halus diatas

area yang sakit.

Tanda dan gejala dasar : anoreksia, malaise, limfadenopati umum.

PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK / KOMPLIKASI

Suplementasi vitamin A

Suportif : tirah baring selama periode demam; antipiretik antibiotik untuk mencegah

infeksi bakteri sekunder pada anak beresiko tinggi

Komplikasi: otitis media, pneumonia, bronkiolitis, laringitis obstruktif dan

laringotrakeitis, ensefalitis.

PERTIMBANGAN KEPERAWATAN

Isolasi sampai ruam hari ke-5; bila dihospitalisasi, lakukan kewaspadaan pernapasan,

pertahankan tirah barinf selama prodromal; berikan aktivitas tenang.

Demam: anjurkan orang tua memberikan antipiretik; hindari menggigil, bila

cenderung kejang, lakukan kewaspadaan yang tepat (puncak demam dapat mencapai

40 derajat celcius hr ke-4 dan ke-5)

Perawatan mata: beri cahaya redup bila terjadi fotofobia; bersihkan kelopak mata

dengan larutan selain hangat untuk menghilangkan sekresi/krusta; jaga anak tidak

menggoaok mata; periksa kornea untuk tanda ulserasi.

Koriza/batuk: gunakan vaporizer embun dingin, lindungi kulit sekitar hidung dengan

lapisan petroleum; anjurkan untuk mengkonsumsi cairan dan makanan yang halus

dan leebut.

Perawatan kulit: jaga agar kulit tetap bersuh, gunakan mandi air hangat bila perlu.

POLIOMELITIS

Agens : enterovirus ,tiga tipe:

tipe 1: paling sering menyebabkan paralisis, baik epidemik dan endemik

tipe 2: jarang berhubungn dengan paralisis

tipe 3: paling sering kedua yang berkaitan dengan paralisis

Page 40: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

Sumber : feses dan sekresi orofaring dari orang terinfeksi, khususnya anak kecil

Penularan : koontakmlangsung dengan individu dengan infeksi aktif yang tampak atau

tidak tampak; penyebarab melalui rute fekal-oral dan faring-orofaring

Perode inkubasi : biasanya 7-14 hari, dengan rentan 5-35

Peride penularan : tidak doketahui dengan pasti; virus ada dalam tenggorokan dan feses

segera setelah infeksi dan menetap dalam kira-kira 1 minggu dalam tenggorokan dan 4-6

minngu dalam feses.

MANIFESTASI KLINIS

Dapat dimanipestasikan dalam tiga bentuk yang berbeda:

Abortif atau tidak tampak: demam,gelisah, sakit tenggorokan, sakit kepala, anoreksia,

muntah, nyeri abdomen, berakhir beberapa jam sampai beberapa hari.

Nonparalitik: manifestasi masa dengan abortis tetapi lebih hebat, dengan nyeri dan

kekakuan pada leher, punggung dan kaki.

Paralitik: perjalanan penyakit sama dengan tipe nonparalitik, diikuti dengan pemulihan

dan kemudian tanda-tanda paralisis sistem saraf pusat.

PENATA LAKSANAAN

Pemgobatan tidak spesifik, meliputi anti mikroba atai gamma globilin. Tirah baring total selama

fase akut, pentilasi pernapasan yang dibantu dengan alat pada kasus paralisis pernapasan. Terapi

fisik oto setelah tahap akut

Komplikasi:

o Paralisis permanen

o Henti napas

o Hipertensi

o Batu ginjal karena demineralisasi tulang selama imobilisasi yang blama.

PERTIMBANGN KEPERAWATAN

Pertahankan tirah baring total. Berikan sedatif ringan bila perlu untuk menghilangkan ansietas

dan meningkatkan istirahat. Berpartisifasi dalam prosedur fisioterapi (penggunaan kompres

panas lembab dan latihan rentan gerak) . posisikan anak untuk kesejajaran tubuh dan mencegah

kontraktu atau dekubitus; gunakan footboard. Dorong anak untuk bergerak; berikan analgetik

untuk kenyamaman maksimum selama aktivitas fisik. Obserpasi adanya paralisis pernapasan

( kesulitan bicara, batuk tak efektif, ketidak amapuan menahan napas, pernapasan cepat dan

Page 41: Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Kesehatan Sistem Pernafasan

dangkal); laporkan tanda dan gejala pada praktisi; sediakan trili trakeastomi di samping tempat

tidur.