aspek2 hk. lngk

25
ASPEK-ASPEK HUKUM LINGKUNGAN BAB 1 PENDAHULUAN A. Aspek-aspek Hukum Lingkungan. Sebagaimana dikemukakan oleh Koesnadi Hardjosoemantri, bahwa “hukum lingkungan di Indonesia dapat meliputi aspek-aspek sebagai berikut : 1. Hukum tata lingkungan. 2. Hukum perlindungan lingkungan. 3. Hukum kesehatan lingkungan. 4. Hukum Pencemaran Lingkungan (dalam kaitannya dengan misalnya pencemaran oleh industri, dan sebagainya). 5. Hukum Lingkungan Transnasional/Internasional (dalam kaitannya dalam hubungan antar negara). 6. Hukum Perselisihan Lingkungan (dalam kaitannya dengan misalnya penyelesaian masalah ganti kerugian, dan sebagainya. B. Pengertian Hukum Lingkungan. St. Moenadjat Danusaputra membagi Hukum Lingkungan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : 1. Hukum Lingkungan Modern yang berorientasi kepada lingkungan atau environment-oriented, yaitu : 1

Upload: aditiblam

Post on 02-Jul-2015

226 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASPEK2 HK. LNGK

ASPEK-ASPEK HUKUM LINGKUNGAN

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Aspek-aspek Hukum Lingkungan.

Sebagaimana dikemukakan oleh Koesnadi Hardjosoemantri, bahwa “hukum

lingkungan di Indonesia dapat meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1. Hukum tata lingkungan.

2. Hukum perlindungan lingkungan.

3. Hukum kesehatan lingkungan.

4. Hukum Pencemaran Lingkungan (dalam kaitannya dengan

misalnya pencemaran oleh industri, dan sebagainya).

5. Hukum Lingkungan Transnasional/Internasional (dalam kaitannya

dalam hubungan antar negara).

6. Hukum Perselisihan Lingkungan (dalam kaitannya dengan

misalnya penyelesaian masalah ganti kerugian, dan sebagainya.

B. Pengertian Hukum Lingkungan.

St. Moenadjat Danusaputra membagi Hukum Lingkungan dibagi menjadi 2 (dua),

yaitu :

1. Hukum Lingkungan Modern yang berorientasi kepada lingkungan atau

environment-oriented, yaitu : Hukum lingkungan modern

menetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak

perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan

dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin

kelestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus

digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-generasi

mendatang.

2. Hukum Lingkungan Klasik yang berorientasi kepada penggunaan

lingkungan atau use-oriented law, yaitu : Hukum lingkungan klasik

1

Page 2: ASPEK2 HK. LNGK

menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama

untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya

lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna

mencapai hasil semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu

yang sesingkat-singkatnya.

C. Sejarah Peraturan Perundang Undangan Lingkungan di Indonesia.

Dalam sejarahnya peraturan perundang-undangan lingkungan, telah terdapat

peraturan perundang-undangan jaman Hindia-Belanda. Sebagaimana

tercantum dalam Himpunan Peraturan Perundang-Undanangan dibidang

Lingkungan Hidup yang disusun oleh Panitia Perumus dan Rencana Kerja bagi

Pemerintah di bidang Pengembangan Lingkungan Hidup dan diterbitkan pada

tanggal 5 Juni 1978. Sedangkan pada jaman kemerdekaan ketentuan

lingkungan hidup mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup. Namun demikian harus diakui

bahwa peraturan perundang-undangan tersebut kini sudah tidak memadai lagi

dan perlu diadakan peninjauan kembali. Kemudian Undang-undang Nomor 4

Tahun 1982 diganti dan saat ini Undang-undang yang mengatur lingkungan

hidup adalah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

BAB 2

HUKUM TATA LINGKUNGAN

Hukum Tata Lingkungan, menurut Koesnadi Hardosoemantri disebut juga HTL,

yaitu mengatur penataan lingkungan guna mencapai keselarasan hubungan

antara manusia dengan lingkungan hidup, baik lingkungan hidup fisik maupun

lingkungan hidup sosial budaya. Beliau mengemukakan bahwa, dengan adanya

penataan lingkungan yang dikaitkan dengan hubungan antara manusia dengan

lingkungan soaial budaya, maka jangkauan HTL lebih luas dari Hukum Tata

Ruang, atau Recht van de Ruimtelijke Ordening. Definisi HTL dari Van Driel

2

Page 3: ASPEK2 HK. LNGK

dan van Vliet, manusia merupakan titik sentral. Yang menjadi titik tolak adalah

bagaimana ruang dapat dimanafaatkan untuk kesejahteraan manusia atau

dengan kata lain, bagaimana mencari keserasian timbal balik yang paling baik

antara ruang dan masyarakat yang ditujukan kepada kepentingan masyarakat.

Definisi Tata Ruang sebagaimana tertera dalam Rancangan Undang-

undang tentang Penataan Ruang (Naskah 1989) berbunyi : Tata ruang adalah

wujud struktural pemanfaataan ruang suatu wilayah perkotaan dan pedesaan

bagi dengan direncanakan maupun tidak, yang menunjukkan adanya hirarki dan

keterkaitan pemanfaatan ruang serta menyerasikan tata guna tanah, tata guna

air, dan tata guna angkasa serta tata guna sumber daya lainnya dalam kesatuan

wawasan nusantara.

Hasan Purbo menyatakan lebih lanjut bahwa sebagian lingkungan sosial

dan lingkungan fisik dapat diartikan sebagai tata ruang dengan definisi tersebut

diatas.

Secara lebih rinci mengenai salah satu bagian penting dari Hukum Tata

lingkungan adalah Hukum Tata Ruang tersebut, dimana dasar hukumnya adalah

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982, yaitu :

1. Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dpergunakan untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat.

2. Sumberdaya buatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak diatur

penggunaannya oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

3. Hak menguasai dan mengatur oleh negara sebagaimana tersebut dalam

ayat (1) dan ayar (2)

Peraturan perundang-undangan ini dibidang tata ruang ini mulai berlaku pada

tanggal 23 Juli 1948. Kemudian karena didesak oleh kepentingan

dibutuhkannya pedoman untuk perencanaan kota guna memberikan arah guna

kepada pesatnya perkembangan kota-kota di Indonesia, telah ditetapkan

Peraturan Menteri Dalam negeri tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota,

yang menghapus Surat Edaan Menteri Dalam Negeri Nomor Perda 18/2/6

tanggal 14 mei 1973 tentang Rencana Pembangunan Kota bagi tiap Ibukota

Kabupaten. Peraturan Dalam Negeri ini menyatakan, bahwa tindakan

3

Page 4: ASPEK2 HK. LNGK

perencanaan yang dimaksud merupakan rumusan kebijaksanaan serta pedoman

pengarahan bagi pelaksanaan pembangunan. Sifat tindakan perencanaan pada

dasarnya adalah sesuai dengan sifat pembangunan yakni sebagai proses yang

berkelanjutan.

Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam negeri No. 2 Tahun 1987 tentang

Pedoman Penyusunan Rencana Kota. Pasal ini memuat pengertiaa-pengertian,

yaitu :

a) Kota

b) Perkotaan

c) Perencanaan Kota

d) Rencana Kota

e) Rencana Umum Tata Ruang

f) Rencana Umum Tata Ruang Perkotaan (RUTRP)

g) Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK).

h) Rencana Detail Ruang Kota(RDTRK).

i) Rencana Teknis Ruang Kota (RTRK)

j) Wilayah Perencanaan.

k) Bagian Wilayah Kota.

l) Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.

m) Daerah adalah Daerah Tk. I dan Derah Tk. II.

Contoh yang menarik mengenai tata ruang ini adalah penataan ruang kawasan

Puncak, Bogor. Penanganan khusus penataan ruang dan pengendalian

pembangunan wilayah tersebut diatur dalam Keppres No. 48 Tahun 1983

tentang Penataan Ruang Kawasan Puncak. Pasal 4 Keppres tersebut mengatur

penataan ruang yang meliputi :

a. Perumusan penataan ruang, yang merupakan kegiatan penyusunan

Rencana Umum Tata Ruang berjangka panjang, Penyusunan Rencana

Umum Tata Ruang Bagian dari Penyusunan Program Pemanfaatan

Ruang beserta penyusunan Rencana teknik ruang dan penyiapan ruang.

4

Page 5: ASPEK2 HK. LNGK

b. Perwujudan pemanfaatan ruang, yang merupakan kegiatan penyusunan

rencana teknik ruang dan penyiapan ruang.

c. Pengendalian tata ruang yang merupakan usaha pengawasan dan

tindakan turun tangan dalam pemanfaatan ruang guna menjamin

pencapaian tujuan penataan ruang.

Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Puncak sebagaimana tersebut dalam

pasal 7 Keppres 48 Tahun 1983 ditetapkan dengan Keppres 48 Tahun 1983

ditetapkan dengan Keppres no. 79 Tahun 1985. Pasal 5 Keppres ini

menyatakan sebagai berikut :

(1) Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Puncak sebagaimana dimaksud

dalam pasal 1 meliputi rencaca alokasi peruntukan ruang berdasarkan

fungsinya sebagai berikut :

a. Kawasan lindung yang terdiri dari hutan lindung, hutan suaka alam,

dan areal lindung lainnya diluar hutan.

b. Kawasan penyangga yang terdiri dari peruntukan ruang untuk

perkebunan teh, tanaman tahunan dan hutan produksi terbatas.

c. Kawasan budi daya pertanian yang terdiri dari peruntukan ruang

untuk tanaman tahunan, tanaman pangan lahan kering dan

tanaman tanaman lahan basah.

d. Kawasan budi daya non pertanian yang terdiri dari peruntukan

ruang untuk pemukiman perkotaan, pemukiman pedesaan, industri,

dan pariwisata.

(2) Rencana alokasi peruntukan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) merupakan arahan dominasi peruntukan ruang secara optimal, serasi,

seimbang, dan lestari untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan

dengan Keputusan Presiden dapat ditinjau kembali setiap 5(lima) tahun.

(3) Perincian lebih lanjut mengenai penjabaran fungsi kawasan kedalam jenis

peruntukan ruang dan lokasi adalah sebagaimana terlampir pada Keppres

ini, dan merupakan peruntukan dominasi untuk tingkat Rencana Umum

5

Page 6: ASPEK2 HK. LNGK

Tata Ruang. Keppres No. 79 Tahun 1985 tersebut dilampiri peta dengan

penetapan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Puncak sampai

dengan tahun 2004. Untuk peta kerja digunakan peta sekala ketelitian 1 :

50.000. Penertiban tata Ruang Kawasan Puncak ini dapat digunakan

sebagai pola penertiban tata ruang di daerah-daerah lain.

Dengan adanya Keppres No. 79 Tahun 1985 tersebut, kemudian muncul istilah

yang sangat popular dalam penataan tata ruang dengan penertiban wilayah,

Jakarta, Bogor, Puncak, Cianjur (Jabopunjur). Ada juga istilah yang sangat

popoler program kerjasama antar kota yaitu : Jakarta Bogor, Tangerang, Bekasi

(Jabotabek). Juga ada istilah lain program kerjasama antarkota yaitu : Gresik,

Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan lamongan (Gerbangkertasusila).

Selain itu setelah sukses dengan program tersebut diatas, saat ini pemerintah

akan membuat program 4 kota kembar (sister city) yaitu : Ngawi, Cepu, Nganjuk

dan Boyolali (Ngaceng-bo).

BAB 3

HUKUM PERLINDUNGAN LINGKUNGAN

Undang-Undang yang mengatur Hukum Perlindungan Lingkungan UU No. 4

Tahun 1982. Dari UU tersebut, maka jelas perhatian Pemerintah untuk

mengatur mengenai hukum perlindungan demikian besarnya, sehingga

ketentuan yang lebih rinci berkaitan dengan perlindungan lingkungan harus

diatur dengan undang-undang, diantaranya adalah perlindungan atas tanah, air

dan lain sebagainya.

A. Hukum Perlindungan Atas Sumberdaya Alam Nonhayati.

Peraturan mengenai UU Lingkungan HIdup (pengaturan sumberdaya non hayati)

adalah UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-pokok Agraria.

6

Page 7: ASPEK2 HK. LNGK

1. Hukum Perlindungan Atas Tanah.

Peraturan yang mengatur masalah Lingkungan Hidup adalah UU Lingkungan

Hidup (pengaturan perlindungan sumber daya alam nonhayati) adalah UU No. 5

tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

2. Hukum Perlindungan Atas Air.

Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, pada tanggal 26

Deserber 1974. UU ini bersifat nasional dan disesuaikan dengan perkembangan

keadaan di Indonesia, ditinjau dari segi ekonomi, sisial dan teknologi, dan

memberi landasan bagi penyusunan peraturan perundang-undangan

selanjutnya.

B. Hukum Perlindingan Atas Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya.

Perlindungan hukum atas sumberdaya hayati dapat terlihat pada pasal 12 UU

No. 4 Tahun 1982 yang menyatakan , “Ketentuan tentang konservasi sumber

daya alam hayati dan ekosistemnya ditetapkan dengan undang-undang”.

Dalam penjelasannya dikatakan : Pengertian konservasi sumberdaya alam

hayati dan ekosistemnya mengandung tiga aspek, yaitu :

a. Perlindungan system penyangga kehidupan.

b. Pengawetan dan pemeliharaan keanekaragaman jenis tumbuhan dan

satwa serta ekosistemnya pada matra darat, air dan udara.

c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya.

C. Hukum Perlindungan Atas Sumber Daya Buatan.

Perlindungan Hukum atas sumber daya buatan terlihat dalam pasal 13 UU no. 4

Tahun 1982 yang berbunyi : sumber daya buatan ditetapkan dengan undang-

undang. Perlindungan sumber daya buatan yang penting ditujukan kepada

konservasi fungsi sumber daya tersebut bagi kesinambungan pembangunan.

7

Page 8: ASPEK2 HK. LNGK

D. Hukum Perlindungan Atas Cagar Budaya.

Pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1982 berbunyi : ketentuan tentang

perlindungan cagar budaya ditetapkan dengan Undang-Undang Dalam

penjelasannya dikatakan, perlindungan cagar budaya ditujukan kepada

konservasi peninggalan budaya yang mengnadung nilai-nilai luhur.

Peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan peninggalan-

peninggalan sejarah dan kepurbakalaan sudah ada sejak zaman sebelum

kemerdekaan. Yaitu dengan dikeluarkannya Momentum Ordonantie 1931(stbl.

No. 238 Tahun 1931), lazimnya disingkat MO.

Apabila didalam negeri kita sendiri usaha-usaha terhadap perlindungan

peninggalan sejarah dan purbakala termasuk cagar budaya perlu mendapat

perhatian, maka usaha-usaha dunia internasional disalurkan melalui UNESCO,

baik yang sudah berupa konvensi maupun rekomendasi, yang isinya :

1) Konvensi Perlindungan Benda Budaya dalam Konflik Bersenjata

(Konferensi Antar Pemerintah tentang Perlindungan Benda Budaya dalam

Konflik Bensenjata, Belanda 1954).

2) Rekomendasi atas Penerapan Prinsip-prinsip Internasional atas

Penggalian benda Purbakala, diambil dari Konferensi Umum UNESCO

pada 1956).

3) Rekomendasi tentang cara paling Efektif Mendapatkan Akses ke Museum

(diambil dari Kenferensi Umum UNESCO pada 1960).

4) Rekomendasi tentang Arti Larangan dan Pencegahan Eksport, Import,

Transfer kepemilikan Benda Budaya yang Membahayakan Pekerjaan

Umum dan Pribadi (diambil dari Konferensi Umum UNESCO pada 1964).

5) Rekomendasi tentang Pemeliharaan Benda Budaya yang Membahayakan

Pekerjaaan Umum dan Pribadi (diambil dari Konferensi Umum UNESCO

pada 1968).

6) Konvensi tentang Perlindungan Monumen, Kelompok Bangunan dan Situs

Bernilai Universal (1972).

7) Konvensi tentang Perlindungan Budaya Dunia dan Warisan Alam (1972).

8

Page 9: ASPEK2 HK. LNGK

8) Rekomendasi tentang Perlindungan pada Tingkat Nasional Warisan Alam

dan Budaya (1972).

9) Tahun 1975 sudah dibuat Konsep Rekomendasi tentang Pemeliharaan

Ukuran Sejarah, Perkotaan dan Situs dan Penggabungan hal itu kedalam

Lingkungan Modern.

BAB 4

HUKUM KESEHATAN LINGKUNGAN

Undang-Undang yang mengatur Hukum Kesehatan Lingkungan adalah UU No.

23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan

Hidup, yaitu :

A. Azas, Tujuan dan sasaran.

Pasal 3 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

berbunyi : “Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas

tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk

mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup

dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa.

B. Hak, Kewajiban, dan Peran Masyarakat.

Pasal 5 UU tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan : “

(1) Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan

sehat.

(2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang

berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.

(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka

pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

9

Page 10: ASPEK2 HK. LNGK

Dalam kaitan dengan peran serta masyarakat ini, adalah tidak terlepas

dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berperan sebagai

penunjang bagi pengelolaan lingkungan hidup. Lembaga Swadaya masyarakat

adalah organisasi yang tumbuh secara swadaya, atas kehendak dan keinginan

sendiri, di tengah masyarakat, dan berminat serta bergerak dalam bidang

lingkungan hidup (pasal 1 butir 12 UU No. 4 Tahun 1982). Lembaga Swadaya

masyarakat mencakup antara lain :

a. Kelompok profesi, yang berdasarkan profesinya tergerak

menangani masalah lingkungan.

b. Kelompok hobi, yang mencintai kehidupan alam dan terdorong

untuk melestarikannya.

c. Kelompok minat, yang berminat untuk berbuat sesuatu bagi

pengembangan lingkungan hidup. (penjelasan pasal 19 UU No. 4

Tahun 1982).

1. Hak dan Kewajiban Pengusaha dibidang Perindustiran.

Hal yang juga perlu dikemukakan adalah pasal 7 UU No. 4 Tahun 1982 yang

menyatakan :

(1) Setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib

memelihara kelestarian maupun lingkungan hidup yang serasi dan

seimbang untuk menunjang pembangunan yang

berkesinambungan.

(2) Kewajiban sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini

dicantumkan dalam setiap izin yang dikeluarkan oleh instansi yang

berwenang.

(3) Ketentuan tentang kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) dan ayat (2) pasal ini ditetapkan dengan peraturan perundang-

undangan.

10

Page 11: ASPEK2 HK. LNGK

2. Hak dan Kewajiban Pengusaha dibidang Perdagangan.

Peraturan yang mengatur tentang Hak dan kewajiban Pengusaha dibidang

Perdagangan diantaranya adalah Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi

tentang “Ketentuan Perizinan dibidang Usaha Perdagangan.

3. Hak dan Kewajiban Pengusaha dibidang Pertambangan.

Undang-Undang yang mengatur tentang Hak dan Kewajiban Pengusaha di

Bidang Pertambangan, yaitu UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Pertambangan.

4. Hak dan Kewajiban Pengusaha di Bidang Pertanian.

Peraturan yang mengatur Hak dan Kewajiban Pengusaha dibidang Pertanian

adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 1973.

5. Hak dan Kewajiban dibidang Kehutanan.

Peraturan yang mengatur Hak dan Kewajiban Pengusaha dibidang kehutanan,

yaitu : dikenal dengan istilah Agreement (Perjanjian Pengusaha Hutan).

Dengan berkembangnya investasi asing dan investasi dalam negeri

perkembangan pengusaha hutan maju pesat. Para Pengusaha yang bergerak

dibidang kehutanan yaitu Para hak Pengusaha Hutan (HPH) ini diikat oleh

Forestry Agreement.

Forestry Agreement merupakan dokumen yang melandasi cara kerja

pemegang HPH, disamping berbagai peraturan perundang-undangan lainnya

serta pedoman, petunjuk dan instruksi yang dikeluarkan pemerintah. Dokumen

tersebut pada intinya mewajibkan pengusaha untuk :

a. Melaksanakan logging operasi yang modern.

b. Menjamin kelestarian produk hutan dengan cara dan alat yang

ditetapkan Pemerintah.

c. Mengusahakan pemanfaatan tentang kerja secara maksimal

dengan cara mendirikan industri dan menghindarkan pemborosan.

11

Page 12: ASPEK2 HK. LNGK

d. Menciptakan kesempatan kerja yang maksimal bagi rakyat

Indonesia.

C. Insentif dan Disinsentif.

Pasal 8 UU No. 4 Tahun 1982 menyatakan :

(1) Pemerintah menggariskan dan melakukan tindakan yang mendorong

ditingkatkannya upaya pelestarian kemampuan lingkungan hidup untuk

menunjang pembangunan yang berkesinambungan.

(2) Kebijakan dan tindakan pemerintah sebagaimana tersebut dalam ayat (1)

pasal ini diatur dengan peraturan perundang-undangan. Penjelasan pasal

ini menyatakan, ketentuan pasal ini memberi wewenang kepada

pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tertentu misalnya dalam

bidang perpajakan, sebagai insentif guna lebih meningkatkan

pemeliharaan lingkungan, dan \disinsentif untuk mencegah dan

menangghalangi kerusakan dan pencemaran lingkungan. Kebijakan dan

tindakan sebagaimana tersebut dalam pasal ini dapat pula diarahkan

kepada pemberian penghargaan kepada setiap orang yang amat berjasa

dalam pelestarian kemampuan lingkungan hidup untuk menunjang

pembangunan yang berkesinambungan.

D. Baku Mutu Lingkungan.

Pasal 15 UU Lingkungan Hidup berbunyi, perlindungan lingkungan hidup

dilaksanakan berdasarkan baku mutu lingkungan yang diatur dengan peraturan

perundang-undangan. Penjelasan pasal menyatakan, agar dapat ditentukan

telah terjadinya kerusakan lingkungan hidup perlu ditetapkan baku mutu

lingkungan, baik penetapan kriteria kualitas lingkungan hidup maupun kualitas

buangan atau limbah.

E. Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).

Pasal 16 UU Lingkungan Hidup menerangkan, “setiap rencana yang diperkirakan

mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan

12

Page 13: ASPEK2 HK. LNGK

analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan

pemerintah”. Dampak yang penting ditentukan antara lain oleh :

(a) Besar jumlah manusia yang terkena.

(b) Luas wilayah penyebaran penduduk

(c) Lamanya dampak berlangsung.

(d) Intensitas dampak.

(e) Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena.

(f) Sifat kumulatif dampak tersebut.

(g) Berbalik (reversible) atau tidak terbaliknya (irreversible) dampak.

BAB 5

HUKUM PENCEMARAN LINGKUNGAN

Hukum Pencemaran Lingkungan atau Hukum Perusakan Lingkungan berkaitan

dengan pencegahan dan penanggulangan lingkungan, secara jelas sudah diatur

dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup . “Ketentuan-Ketentuan Pencegahan dan

penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan hidup beserta

pengawasannya yang dilakukan secara menyeluruh daan atau secara sektoral

ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan”.

A. Hukum Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Lingkungan

di Bidang Pertambangan.

Dengan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 04/P/M/Pertm/1977

telah ditetapkan pencegahan dan Penanggulangan terhadap Gangguan dan

Pencemaran Sebagai Akibat Usaha Pertambangan Umum.

B. Hukum Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Lingkungan

di Bidang Perindustrian.

Hukum Pencemaran Lingkungan dibidang Perindustrian terlihat dalam Undang-

Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Selain itu terdapat SK

13

Page 14: ASPEK2 HK. LNGK

Menteri Perindustrian No. 134/M/SK/I/1986 tertanggal 26 januari 1986 telah

ditetapkan lingkup Tugas Departemen Perindustrian dalak pengendalian

pencemaran industri terhadp lingkungan hidup, beserta pembagian tugas pokok

bagi unit-unitnya.

C. Hukum Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Lingkungan

di Bidang Pengairan.

Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang No. 11 Tahun 1974, yaitu : Undang-Undang

tentang Pengairan menyatakan, bahwa upaya-upaya sebagaimana tertera dalam

ayat (1) pasal tersebut, pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah. Peraturan Pemerintah tersebut kini telah diundangkan sebagai PP

No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.

D. Sampah atau Limbah Sebagai Sumber Pencemaran Lingkungan.

Sampah sejak lama sudah menjadi persoalan lingkungan hidup. Sampah

merupakan salah satu pencemar lingkungan hidup terutama di kota-kota besar.

Tidak hanya di Ibukota Jakarta yang berpenduduk padat, kota-kota besar lainnya

seperti Surabaya, Bandung, Padang, Medan, Semarang dan Malang juga tidak

luput dari persoalan ini. Berbagai upaya telah dilakukan, diantaranya

pembangunan tempat pembuangan sampah, pembuangan mesin pembakar

sampah, pembuatan pabrik kompos, hingga mendatangkan cacing tanah untuk

menghancurkan sampah pun sudah pernah dilakukan tiap kota. Berbagai

gerakan “perang” terhadap sampah pernah dikeluarkan, seperti gerakan kerja

bakti membuang sampah dan kewajiban memberi kantong plastik pembuangan

sampah. Bagi pembuang sampah sembarangan pun pernah dikenakan

tindakan hukum. Namun hingga kini persoalan sampah tidak juga mereda,

bahkan selalu menimbulkan persoalan.

1. Klasifikasi Sampah.

Terdapat berbagai penggolongan sampah yang terdapat dalam masyarakat

diantaranya adalah :

14

Page 15: ASPEK2 HK. LNGK

a. Sampah atau limbah padat dan limbah cair.

b. Sampah atau limbah organic.

c. Limbah atau sampah kimia.

d. Limbah atau sampah berbahaya.

e. Limbah atau sampah rasioaktif.

2. Kasus Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah bantar Gebang.

Jika kita bicara mengenai sampah khususnya di Ibukota Jakarta, maka tidak

akan terlepas kaitannya dengan Tempat pembuangan Akhir (TPA) sampah

Bantar Gebang. Tempat ini diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Wiyogo

Atmodarminto pada 29 Agustus 1989. Pemda DKI saat itu menjamin tidak akan

terjadi pencemaran disekitar TPA, sebab system pembuangan sampahnya

dalam bentuk yang dipadatkan. Namun kenyataannya sampai saat ini masih

menimbulkan masalah.

3. Pemanfaatan Tempat pembuangan Akhir (TPA) Sampah dengan

Sistem Sanitary Landfill.

Sanitary landfill adalah system pengelolaan sampah yang mengembangkan

lahan cekungan dengan syarat tertentu, antara lain jenis dan porositas tanah.

Dasar cekungan pada system ini dilapisi geotekstil. Lapisan yang menyerupai

plastik ini menahan peresapan lindi ke tanah. Diatas lapisan ini, dibuat jaringan

pipa yang akan mengalirkan lindi ke kolam penampungan. Lindi yang telah

melalui instalasi pengolahan baru dapat dibuang ke sungai. Sistem ini juga

mensyaratkan sampah diuruk dengan tanah setebal 15 cm tiap kali timbunan

mencapai ketinggian 2 meter.

4. Dampak negatif Akibat Sampah atau Limbah.

Polusi udara, perubahan aliran dan volume air tanah, perubahan struktur lapisan

tanah, perubahan struktur flora dan fauna dan timbulnya penyakit akibat sampah

dan atau limbah.

15

Page 16: ASPEK2 HK. LNGK

5. Dampak Positif Akibat Sampah atau Limbah.

Menciptakan lapangan kerja, Bernilai ekonomi kerakyatan dan penyelamatan

lingkungan.

BAB 6

HUKUIM LINGKUNGAN INTERNASIONAL/

HUKUM LINGKUNGAN TRANSNASIONAL.

Hukum Lingkungan Internasional atau Hukum Lingkunga Transnasional

berkaitan dengan perhatian dunia terhadap hukum Lingkungan. Hukum ini

melibatkan hubungan antar bangsa-bangsa di dunia dan juga melibatkan

organisasi bangsa-Bangsa di dunia seperti PBB. Berikut ini adalah beberapa

Konferensi Internasional yang secara tegas memperlihatkan bagaimana Hukum

Lingkungan itu dibicarakan secara internasional, serta bagaimana

perkembangan Hukum Lingkungan di Negara-Negara Asean dan Jepang.

A. Deklarasi Stockholm.

Perhatian terhadap masalah lingkungan hidup ini dimulai di kalangan Dewan

Ekonomi dan Sosial PBB pada waktu diadakan peninjauan terhadap hasil-hasil

gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-1 (1960-1980) guna merumuskan

strategi “Dasawarsa pembangunan Dunia ke-2 (1970-1980).

B. Deklarasi Montevidio.

Kemajuan lebih lanjut diperoleh dengan diadakannya Ad Hoc Meeting of Senior

Government Officials Expert in Onvironmental Law in Montevideo, Uruguay,

pada tanggal 28 Oktober - 6 Nopember 1981.

C. Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan

(Word Commission on Environment and Development – WCED).

Perkembangan terbaru dalam pengembangan kebijaksanaan lingkungan hidup

didorong oleh hasil kerja World Commission on Environment and Development,

16

Page 17: ASPEK2 HK. LNGK

disingkat WCED. WCED dibentuk PBB memenuhi Keputusan Sidang Umum

PBB Desember 1983. Keanggotaan WCED mencakup pemuka-pemuka dari

Zimbabwe, Jerman Barat, Hongaria, Jepang, Guyana, Saudi Srabia, Italia,

Mexico, Brazil, Aljazair, Yugoslavia dan Indonesia. Sekjen WCED berkedudukan

di Geneva.

D. Deklarasi Rio de Jeneiro.

Deklarasi Rio de Jenairo merupakan deklarasi yang dibuat dalam Konferensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan di

Rio de Jeneiro Brazil.

E. Hukum Lingkungan di Negara-Negara ASEAN dan Jepang sebagai

bagian dari hukum Lingkungan Internasional.

Negara-negara ASEAN dan Jepang merupakan bagian dari dunia Internasional

juga memperlihatkan perkembangan yang cukup pesat dalam hal membicarakan

hukum lingkungan. Utamanya pengaturan undang-undang mengenai

lingkungan hidup tumbuh dan berkembang setelah Konferensi Stockholm 1972.

BAB 7

HUKUM PERSELISIHAN LINGKUNGAN

Ada 3 bidang hukum yang selalu terjadi dalam praktik perselisihan mengenai

lingkungan, yaitu : penyelesaian melalui Hukum Perdata, Hukum Administrasi

negara, dan Hukum Pidana.

A. Penyelesaian Perselisihan Lingkungan Berdasarkan Hukum Perdata.

Dalam Hukum Perdata, persoalan lingkungan tidak menutup kemungkinan untuk

mengajukan gugatan perdata. Dalam hubungannya dengan penyelesaian ganti

kerugian, ketentuan yang lazim dipakai ialah sebagaimana tercantum dalam

pasal 1243 dan pasal 1365 serta pasal 1865 Kitab Undang-Undsang Hukum

Perdata.

17

Page 18: ASPEK2 HK. LNGK

B. Penyelesaian Perselisihan Lingkungan Berdasarkan Hukum

Administrasi Negara.

Hukum Administrasi Negara, maka dapat dikenakan sanksi administratif berupa

penghentian sementara atau pencabutan izin dari perusahaan yang

bersangkutan. Secara lebih rinci UU Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No.

23 tahun 1997 pasal 25).

C. Penyelesaian Perselisihan Lingkungan Berdasarkan Hukum Pidana.

Prosedur penyelesaian pelanggaran hukum lingkungan hidup terdapat dalam

penjelasan umum UU No. 23 Tahun 1997.

Terdapat banyak sanksi-sanksi pidana dalam berbagai peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan Hukum Lingkungan diantaranya terdapat

dibawah ini :

1. Sanksi Pidana Lingkungan yang terdapat dalam KUHP (Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana).

2. Sanksi Pidana Lingkungan di Bidang Pertambangan.

3. Sanksi Pidana Lingkungan di Bidang Perairan.

4. Sanksi Pidana Lingkungan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

5. Sanksi Pidana Lingkungan Dalam Bidang Perindustrian.

6. Sanksi Pidana Lingkungan di Bidang Perikanan.

7. Sanksi Pidana Lingkungan Dalam Bidang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya.

8. Sanksi Pidana Lingkungan Dalam Bidang Benda Cagar Alam.

9. Sanksi Pidana Dalam Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

10. Sanksi Pidana Lingkungan Dalam Bidang Kehutanan.

(Dah selesai)

18