askep pasien dengan pneumothorax

19
ASKEP PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX BAB I TINJAUAN TEORITIS A. PENDAHULUAN Pneumothorax didefenisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk mempertahankan paru dalam keadaan berkembang ( imflasi ). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O. Kerusakan pada pleura parietal dan atau pleura visceral dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma thorax dan karena berbagai prosedur diagnostic maupun terapeutik. Jhonston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumothorax berkisar antara 2,4 – 17, 8/100.000/tahun. Beberapa karateristik pada pneumothorax antara lain : laki – laki lebih sering dari pada wanita ( 4:1). Sering pada usia 20 – 30 tahun. Pneumothorax spontan yang timbul pada umur lebih dari 40 tahun seringkali disebabkan oleh adanya bronchitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang – orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi ( astenikus ) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumothorax kanan lebih sering terjadi dari pada kiri.

Upload: firman-akbar

Post on 09-Apr-2016

42 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Pasien Dengan Pneumothorax

ASKEP PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A.    PENDAHULUAN

Pneumothorax didefenisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura.

Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk mempertahankan paru dalam

keadaan berkembang ( imflasi ). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm

H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.

Kerusakan pada pleura parietal dan atau pleura visceral dapat menyebabkan udara luar

masuk ke dalam rongga pleura. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma thorax

dan karena berbagai prosedur diagnostic maupun terapeutik.

Jhonston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumothorax berkisar antara 2,4 – 17,

8/100.000/tahun. Beberapa karateristik pada pneumothorax antara lain : laki – laki lebih sering

dari pada wanita ( 4:1). Sering pada usia 20 – 30 tahun.

Pneumothorax spontan yang timbul pada umur lebih dari 40 tahun seringkali disebabkan

oleh adanya bronchitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang – orang dengan bentuk

tubuh kurus dan tinggi ( astenikus ) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan merokok.

Pneumothorax kanan lebih sering terjadi dari pada kiri.

B.     ANATOMI FISIOLOGI RONGGA THORAX

Kerangka dada terdiri atas tulang dan tulang rawan. Batas – batas yang membentuk rongga di

dalam thorax ialah :

a.       Depan : Sternum dan tulang rawan iga – iga.

b.      Belakang : 12 ruas tulang punggung beserta cakram antarruas (diskus invertebralis) yang terbuat

dari tulang rawan.

c.       Samping : Iga – iga beserta otot interkostal

d.      Bawah : Diafragma

e.       Atas : Dasar leher.

Page 2: Askep Pasien Dengan Pneumothorax

Rongga thorax berisikan :

Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru – paru beserta pembungkus pleuranya.

Pleura ini membungkus setiap belah, dan membentuk batas lateral pada mediastinum.

Mediastinum ialah ruang di dalam rongga dada antara kedua paru – paru. Isinya jantung dan

pembuluh – pembuluh darah besar, usofagus, duktus torasika, aorta desendens, dan vena kava

superior, saraf vagus, dan frenikus dan sejumlah besar kelenjar limfe.

BAB II

KONSEP DASAR TEORI

1.      PENGERTIAN

Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat terjadi secara spontan

(spontaneous pleura), sebagai akibat trauma ataupun proses patologis, atau dimasukkan dengan

sengaja (Dorland 1998 : 872).

Pneumothorax/kolaps paru – paru adalah penimbunan udara atau gas di dalam rongga pleura.

Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru – paru dan

rongga dada.

2.      ETIOLOGI

Pneumothorax terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan

atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkus. Pelebaran /alveoli dan

pecahnya septa – septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatus

fibrosis. Granulomatus fibrosis adalah salah satu penyebab tersering terjadinya pneumothorax,

karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empisema.

3.      KLASIFIKASI

1)      Berdasarkan terjadinya yaitu:

a.       Artificial           

Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau pneumothoraks

disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan kavitas proses spesifik

yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan pneumothoraks sengaja lainnya ialah diagnostik

untuk membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab

lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.

Page 3: Askep Pasien Dengan Pneumothorax

b.      Traumatic

Masuknya udara melaui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea atau

esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda asing tajam

yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga

pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.

Barotrauma Pada Paru

Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension pneumathorax. Tension.

Pneumothorax merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura

akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan

bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami

tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi udara

tidak makin bertambah sehingga tekanan terhadap organ didalam rongga dada juga tidak

meningkat.

Akumulasi darah dalam rongga toraks (hemotoraks) dapat menimbulkan masalah yang

mengakibatkan terjadinya hemopneumotoraks.

c.       Spontan.

Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Timbul sobekan subpleura dari

bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini

dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu

trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma atau inflamasi.

Pneumotoraks spontan dapat diklasifikasikan menjadi Pneumotoraks Spontan Primer dan

Pneumotoraks Spontan Sekunder. Pneumotoraks Spontan Primer biasanya disebabkan oleh

pecahnya bleb pada paru (sering terjadi pada pria muda yang tinggi kurus dan pada Marfan

syndrome), sedangkan Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali terjadi akibat Penyakit Paru

Obstruktif Kronis (PPOK).

2)      Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis, mediastinalis dan basalis

3)      Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan partialis.

4)      Berdasarkan jenis fistel.

Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura

dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama dengan

tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan

Page 4: Askep Pasien Dengan Pneumothorax

pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2

ekspirasi dan – 2 inspirasi).

Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar.

Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak

adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif.

Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak

meskipun tekanannya sudah negatif  (- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi).

Pneumotoraks ventil. Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung

adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke

percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke

rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga

pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi

yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi

di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin

meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada waktu

ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-

lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa.

4.      PATOFISIOLOGI

Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative daripada tekanan intrabronkhial, sehingga

paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luaryang tekanannya nol akan

masuk ke bronchus sehingga sampe ke alveoli.

Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih

tinggi dari tekanan dialveolus ataupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar melalui

bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan

intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin atau mengejan, karena pada

keadaan ini glotis tertutup. Apabila dibagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang

lemah, bronkhus atau alveolus itu akan pecah atau robek.

Secara singkat proses terjadinya pneumothoraks adalah sebagai berikut:

a.       Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk kea rah jaringan

peribronkhovaskuler. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam alveoli akan meningkat.

Page 5: Askep Pasien Dengan Pneumothorax

b.      Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor presipitasi yang

memudahkan terjadinya robekan.

c.       Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan fibrosis di

peribronkovaskular kearah hilus, masuk mediastinum, dan menyebabkan pneumothoraks.

5.      MANIFESTASI KLINIS

a.       Tachypnea

b.      Dyspnea

c.       Cyanosis.

d.      Decreased or absent breath sounds on affected side.

e.       Tracheal deviation.

f.       Dull resonance on percussion.

g.      Unequal chest rise.

h.      Tachycardia.

i.        Hypotension

j.        Pale, cool, clammy skin.

k.      Possibly subcutaneous air.

l.        Narrowing pulse pressure.

6.      PENATALAKSANAAN MEDIK

Penatalaksanaan pneumotorax tergantung dari luasnya pneumothorax. Tujuannya yaitu untuk

mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.

Prinsip – prinsip penanganan pneumothorax menurut British Sosiety dan American collage

of chest fisician adalah :

a.       Observasi dan pemberian tambahan oksigen

b.      Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube trakeostomi dengan atau tanpa

pleurodesis.

c.       Trakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya blep atau bula.

d.      Torakotomi

7.      PENGKAJIAN FISIK

Page 6: Askep Pasien Dengan Pneumothorax

1)      Identitas pasien

a) nama

b) umur

c) jenis kelamin

d) agama

e) status perkawinan

f) pendidikan

g) pekerjaan

h) tanggal masuk

i) no register

j) diagnosa medic

2. Penanggung jawab

a) nama

b) umur

c) jenis kelamin

d) pekerjaan

e) hubungan dengan pasien

f) pendidikan

2)      Riwayat Kesehatan

a.       Riwayat penyakit saat ini

Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri

dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan

pernapasan. Melakukan pengkajian apakah ada riwat trauma yang mengenai rongga dada seperti

peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan pada paru

meningkat, kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul di dada atau tusukan

benda tajam langsung menembus pleura.

b.      Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB Paru dimana sering terjadi

pada pneumothorax spontan

c.       Riwayat penyakit keluarga

Page 7: Askep Pasien Dengan Pneumothorax

Perlu ditanyakan adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang mungkin menyebabkan

pneumothorax seperti kanker paru, asma, TB paru dan lain-lain.

8.      DATA FOKUS TERKAIT PENURUNAN FUNGSI DAN PEMERIKSAAN FISIK

1. Aktivitas atau istirahat

Gejala : Dispnea dengan aktivitas atau istirahat.

2. Sirkulasi

Tanda : Takikkardia.

-          Frekuensi tak teratur atau distritnia

-          Irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap effusi).

-          Tanda Homman

-          TD : hipertensi/hipotensi

-          DVJ

3. Integritas ego

Tanda : ketakutan, gelisah.

4. Makanan atau cairan

Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/ infuse tekanan

5. Nyeri atau kenyamanan

Gejala : nyeri dada unilateral meningkat karena pernapasan, batuk. Timbul tiba-tiba gejala

sementara batuk atau reganggan (pneumothorax spontan). Tajam dan nyeri menusuk yang

diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen (efusi pleural).

Tanda :

-          berhati-hati pada area yang sakit.

-          Perilaku yang distraksi

-          Mengkerutkan wajah

6. Pernapasan

Gejala :

-          kesulitan bernapas, lapar napas.

-          Batuk (mungkin gejala yang ada)

-          Riwayat bedah dada/trauma : penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru (empiema/effusi)

penyakit interstisial menyebar (sarkoidosis), keganasan pneumothorax spontan sebelumnya.

Page 8: Askep Pasien Dengan Pneumothorax

Tanda : pernapasan :

-          Peningkatan frekuensi/takipnea.

-          Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada dan leher, retraksi

interkortal, eksipirasi abdominal kuat.

-          Bunyi napas menurun atau tidak ada.

-          Fremitus menurun.

Perkusi dada :

-          Hiperresonan diatas area terisi udara (pneumothorax), bunyi pekak diatas area yang terisi area

(hemothorax).

Observasi dada dan palpasi dada :

-          Gerakan dada tidak sama (paradogsik) bila trauma atau kemps,penurunan pengembangan thorax

(area yang sakit).

Kulit :

-          Pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi sub kutan.

Mental :

-          Ansietas, gelisah, bingung, pingsan

-          Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif/ terapi PEEP.

7. Keamanan

Gejala : adanya trauma dada.

Radiasi/ kemotherapi untuk keganasan.

8. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : riwayat faktor resiko keluarga, tuberculosis, kanker.

-          Adanya bedah intrathorakal/biopsy paru

-          Bukti kegagalan membaik.

11. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1)      Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area pleural, data menunjukkan

penyimpangan struktur mediastinal (jantung).

2)      GDA : variable tergantung pada derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik

pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2

mungkin normal/menurun, saturasi oksigen biasa menurun.

3)      Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemotoraks)

Page 9: Askep Pasien Dengan Pneumothorax

4)      HB : mungkin menurun menunjukkan kehilangan darah

5)      Laboratorium (darah lengkap dan astrup)

12. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunya ekspansi paru sekunder

terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.

2.      Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan dengan pemasangan WSB.

3.      Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.

BAB III

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Dx Keperawatan I: Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya

ekspansi paru skunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.

Tujuan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

pola pernapassan klien kembali efektif.

INTERVENSI RASIONAL

1. Identifikasi factor penyebab kolaps

spontan, trauma keganasan, infeksi

komplikasi mekanik pernapasan.

2. Kaji kualitas, frekuensi, dan

kedalaman pernafasan, laporkan setiap

perubahan yang terjadi

3. Baringkan klien dalam posisi yang

nyaman, atau dalam posisi duduk.

4. Observasi tanda-tanda vital (nadi,

RR)

5.Lakukan auskultasi suara napas tiap

2-4 jam.

1. Memahami penyebab dari

kolaps paru sangat penting untuk

mempersiapkan WSD pada

pneumothoraks dan menentukan

untuk interfensi lainnya.

2. Dengan mengkaji kualitas,

frekuensi, dan kedalaman

pernapasan, kita dapat mengetahui

sejauh mana perubahan kondisi

klien.

3.Penurunan diafragma

memperluas daerah dada sehingga

ekspansi paru bisa maksimal.

Page 10: Askep Pasien Dengan Pneumothorax

6.Bantu dan ajarkan klien untuk batuk

dan napas dalam yang efektif.

7. Kolaborasi untuk tindakan

dekompresi dengan pemasangan

WSD.

4.Peningkatan RR dan takikardi

merupakan indikasi adanya

penurunan fungsi paru

5. Auskultasi dapat menentukan

kelainan suara napas pada bagian

paru. Kemungkinan akibat dari

berkurangnya atau tidak

berfungsinya lobus, segmen, dan

salah satu dari paru. Pada daereah

kolaps paru suara pernapasan

tidak terdengar tetapi bila hanya

sebagian yang kolaps suara

pernapasan tidak terdengar

dengan jelas. Hal tersebut dapat

menentukan fungsi paru yang baik

dan ada tidaknya atelektasis paru.

6. Menekan daerah yang nyeri

ketika batuk atau napas dalam.

Penekanan otot-otot dada serta

abdomen membuat batuk lebih

efektif.

7. Dengan WSD memungkinkan

udara keluar dari rongga pleura

dan mempertahankan agar paru

tetap mengembang dengan jalan

mempertahankan tekanan

negative pada intrapleura.

Dx Keperawatan II: Resiko tinggi trauma pernapasan yang berhubungan dengan pemasangan

WSD.

Page 11: Askep Pasien Dengan Pneumothorax

Tujuan Kriteria Hasil : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi resiko trauma

pernapasan tidak terjadi.

Intervensi Rasional

1. Kaji kualitas, frekuensi,dan

kedalaman pernapasan,laporkan setiap

perubahan yang terjadi.

2. Observasi tanda-tanda vital (nadi,

rr).

3.Baringkan klien dalam posisi yang

nyaman, dalam posisi duduk.

4. Perhatikan undulasi pada selang

WSD

1. Dengan mengkaji kualitas,

frekuensi dan kedalaman

pernapasan, kita dapat mengetahui

sejauh mana perubahan klien.

2. Peningkatan RR dan takikardi

merupakan indikasi adanya

penurunan fungsi paru.

3. Posisi setengah duduk atau

duduk dapat mengurangi resiko

pipa/selang WSD terjepit.

4. Undulasi (pergerakan cairan

diselang dan adanya gelembung

udara yang keluar dari air dalam

botol WSD) merupakan indicator

bahwa drainase selang dalam

keadaan optimal. Bila undulasi

tidak ada, ini mempunyai makna

yang sangat penting Karena

beberapa kondisi dapat terjadi,

antara lain:

         Motor suction tidak berjalan

         Selang terlipat atau tersumbat

         Paru telah mengembang

Oleh karena itu, perawat harus

yakin apa yang menjadi penyebab,

segera periksa kondisi system

drainase, dan amati tanda-tanda

kesulitan bernapas.

Page 12: Askep Pasien Dengan Pneumothorax

5. Anjurkan klien untuk memegang

selang apabila akan mengubah posisi.

6. Beri tanda pada batas cairan setiap

hari, catat tanggal dan waktu.

7. Botol WSD harus selalu lebih

rendah dari tubuh.

8. Beri penjelasan pada klien tentang

perawatan WSD.

9. Bantu dan ajarkan klien unuk

melakukan napas dalam yang efektif.

5. Menghindari tarikan spontan

pada selang yang mempunyai

resiko tercabutnya selang dari

rongga dada.

6. Tanda atau batas pada botol

dapat menjadi indicator dan bahan

monitor terhadap keadaan

draidase WSD.

7. Gravitasi. Udara dan cairan

mengalir dari takanan yang tinggi

ke tekanan yang rendah.

8. Meningkatkan sikap kooperatif

klien dan mengurangi resiko

trauma pernapasan.

9. Menekan daerah yang nyeri

ketika batuk atau napas dalam.

Penekanan otot-otot dada serta

abdomen membuat batuk lebih

efektif.

Daftar Pustaka :

1.      Kumala, Poppy et all. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta : EGC,1998.

2.      Slamet Suyono, (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, FKUL : Jakarta

3.      Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

4.      Muttaqin, Arif.2008.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system pernapasan.

Jakarta:Salemba Medika

5.      Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia