askep klien lanjut usia dengan loss

39
BAB I A.PENDAHULUAN KONSEP DIRI BERHUBUNGAN DENGAN KEPRIBADIAN Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam hubungan interpersonal, karena setiap individu akan bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya. Hal ini berarti bahwa, apabila konsep diri seseorang positif, maka individu akan cenderung mengembangkan sikap-sikap postitif dalam dirinya sendiri. seperti rasa percaya diri yang baik serta kemampuan untuk melihat dan menilai diri sendiri secara positif. Sebaliknya bila individu memiliki konsep diri yang negatif, maka individu tersebut cenderung akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri, merasa ragu, dan kurang percaya diri. Individu dengan konsep diri yang negatif akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosial. Sehingga akan ada perbedaan karakteristik pada individu dengan konsep diri yang positif dan negative dalam mengaktualisasikan dirinya terhapap lingkungan dan kehidupan sekitarnya Menurut Maslow aktualisasi dirimerupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi dan untuk mencapainya diperlukan konsep diri yang sehat. Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan dan nilai yang diketahui individu tantang dirinya dan memengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri

Upload: johariscan

Post on 14-Aug-2015

73 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

BAB I

A.PENDAHULUAN

KONSEP DIRI BERHUBUNGAN DENGAN KEPRIBADIAN

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam hubungan interpersonal,

karena setiap individu  akan bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya. Hal ini berarti bahwa,

apabila konsep diri seseorang positif, maka individu akan cenderung mengembangkan sikap-

sikap postitif dalam dirinya sendiri. seperti rasa percaya diri yang baik serta kemampuan untuk

melihat dan menilai diri sendiri secara positif. Sebaliknya bila individu memiliki konsep diri

yang negatif, maka individu tersebut cenderung akan mengembangkan perasaan tidak mampu

dan rendah diri, merasa ragu, dan kurang percaya diri. Individu dengan konsep diri yang negatif

akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosial. Sehingga akan ada

perbedaan karakteristik pada individu dengan konsep diri yang positif dan negative dalam

mengaktualisasikan dirinya terhapap lingkungan dan kehidupan sekitarnya

Menurut Maslow aktualisasi dirimerupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi dan

untuk mencapainya diperlukan konsep diri yang sehat. Konsep diri adalah semua perasaan,

kepercayaan dan nilai yang diketahui individu tantang dirinya dan memengaruhi individu dalam

berhubungan dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi mulai

mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain.

Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenaipengalaman ya

ng berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukanaku. Rogers menggambarkan 

pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yangmengalami penghargaan positip tanpa sya

rat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilaiadanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tid

ak bersifat defensif namun cenderung untukmenerima diri dengan penuh kepercayaan. Konsep

diri adalah citra subyektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan

persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri dikembangkan melalui proses yang sangat

kompleks yang melibatkan banyak variable. Variabel yang menjadi komponen dari  konsep diri

adalah identitas, citra tubuh, harga diri dan peran. Konsep diri adalah kombinasi dinamis yang

dibentuk selama selama bertahun-tahun dan didasarkan pada hal berikut :

1.      Reaksi orang lain terhadap tubuh seseorang

Page 2: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

2.      Persepsi berkelanjutan tentang reaksi orang lain terhadap dirinya

3.      Hubungan dengan diri dan orang lain

4.      Struktur kepribadian

5.      Persepsi terhadap stimulus yang mempunyai dampak pada diri

6.      Pengalaman baru atau sebelumnya

7.      Perasaan saat ini tentang fisik, emosional dan social diri

8.      Harapan tentang diri

Konsep diri memberikan rasa kontinuitas, keutuhan dan konsistensi pada individu. 

Konsep diri yang sehat mempunyai tingkat kestabilan yang tinggi dan membangkitkan perasaan

negatif atau positif yang ditujukan pada diri. Secara umum konsep diri adalah semua tanda,

keyakinan dan pendirian yang merupakan suatu pengetahuan individu tentang dirinya yang dapat

mempengaruhi hubungannya dengan orang lain, termasuk karakter, kemampuan, nilai, ide, dan

tujuan.

B.     Komponen konsep diri

Konsep diri dapat digambarkan dalam istilah rentang dari kuat sampai lemah atau dari

positif sampai negatif. Ada empat komponen konsep diri yang merupakan kekuatan dari individu

yaitu :

1.         Identitas

Identitas mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan dan konsistensi dari seseorang

sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi. Identitas menunjukkan menjadi lain dan terpisah

dari orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik.

Pencapaian identitas diperlukan untuk hubungan yang intim karma identitas seseorang

diekspresikan dalam berhubungan dengan orang lain.

2.      Citra tubuh

Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal.

Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi

oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari

pandangan orang lain.

Citra tubuh juga dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik, sikap, nilai

cultural dan sosial.

Page 3: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

3.      Harga diri

Harga diri berdasarkan pada factor internal dan eksternal. Harga diri dapat dipahami dengan

memikirkan hubungan antara konsep diri seseorang dan diri ideal. Diri ideal terdiri atas aspirasi,

tujuan, nilai dan standar perilaku yang diupayakan untuk dicapai. Evaluasi diri adalah proses

mental yang berkelanjutan. Nilai-nilai atau harga diri adalah kebutuhan dasar manusia yang

dipengaruhi oleh sejumlah control yang mereka miliki terhadap tujuan dan keberhasilan dalam

hidup. 

4.      Peran

Peran mencakup harapan atau standar perilaku yang telah diterima oleh keluarga, komunitas dan

kultur. Perilaku didasarkan pada pola yang ditetapkan melalui sosialisasi. Sosialisasi itu sendiri

dimulai tepat setelah lahir, ketika bayi berespons terhadap orang dewasa dan orang dewasa

berespons terhadap perilaku bayi. Anak belajar perilaku yang diterima oleh masyarakat melalui

proses berikut :

a.         Reinforcement-extinction : perilaku tertentu menjadi umum atau dihindari, bergantung apakah

perilaku ini diterima dan diharuskan atau tidak diperbolehkan dan dihukum.

b.        Inhibisi : seorang anak belajar memperbaiki perilaku, bahkan ketika berupaya untuk

melibatkan diri mereka.

c.         Substitusi : seorang anak menggantikan satu perilaku dengan perilaku lainnya, yang

memberikan kepuasan peribadi yang sama

d.        Imitasi : seorang anak mendapatkan pengetahuan, keterampilan atau perilaku dari anggota

social atau kelompok cultural.

e.         Identifikasi : seorang anak menginternalisasikan keyakinan, perilaku, dan nilai dari model

peran ke dalam ekspresi diri yang unik dan personal.

Selama sosialisasi, seorang anak umumnya mengembangkan keterampilan yang

diperlukan untuk berfungsi dalam banyak peran yang berbeda. Sosialisasi yang tidak berhasil

adalah ketidakmampuan untuk berfungsi seperti yang dapat diterima oleh nilai masyarakat.

Komponen-komponen konsep diri menurut Hurlock (1976:22) antara lain :

1.      The perceptual component

Gambaran dan kesan seseorang tentang penampilan tubuhnya dan kesan yang dibuat pada orang

lain atau sering disebut konsep diri fisik. Tercakup didalamnya gambaran yang dipunyai

Page 4: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

seseorang tentang daya tarik tubuhnya (attractiveness) dan keserasian jenis kelamin (sex

approriateness). Komponen ini sering disebut physical self concept.

2.      The conseptual component

Pandangan tentang karakteristik yang berbeda dengan orang lain baik tentang kemampuan dan

kekurangannya serta disusun dari kualitas penyesuaian hidupnya tentang kepercayaan diri

tergantung keberanian, kegagalan dan kelemahannya. Komponen ini sering disebut

psychological self concept.

3.      The attitudinal component

Perasaan tentang kebanggaan dan rasa malunya. Yang termasuk dalam komponen ini adalah

keyakinan nilai, aspirasi dan komitmen yang membentuk dirinya.

Sedangkan menurut Pudjijogyanti (1988:3) komponen-komponen konsep diri ada dua

yaitu :

1.         Komponen kognitif

Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya, misalnya “saya

anak bodoh” atau “saya anak nakal”. Jadi komponen kognitif merupakan penjelasan dari “siapa

saya” yang akan memberi gambaran tentang diri saya. Gambaran diri (self-picture) tersebut akan

membentuk citra diri (self- image).

2.      Komponen afektif

Komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap diri. Penilaian tersebut akan

membentuk penerimaan terhadap diri (self acceptance), serta harga diri (self-esteem) individu.

C.    Perkembangan konsep diri

Perkembangan konsep diri adalah proses sepanjang hidup. Setiap tahap perkembangan

mempunyai aktivitas spesifik yang membantu seseorang dalam mengembangkan konsep diri

yang positif.

1.         Bayi

Apa yang pertama kali dibutuhkan seorang bayi adalah pemberi perawatan primer dan hubungan

dengan pemberi perawatan tersebut. Bayi menumbuhkan rasa percaya dari konsistensi dalam

interaksi pengasuhan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh orang tua atau orang lain.

Penyapihan, kontak dengan orang lain, dan penggalian lingkungan memperkuat kewaspadaan

diri. Tanpa stimulasi yang adekuat dari kemampuan motorik dan penginderaan, perkembangan

Page 5: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

citra tubuh dan konsep diri mengalami kerusakan. Pengalaman pertama bayi dengan tubuh

mereka yang sangat ditentukan oleh kasih sayang dan sikap ibu adalah dasar untuk

perkembangan citra tubuh.     

2.      Todler

Tugas psikososial utama mereka adalah mengembangkan otonomi. Anak-anak beralih dari

ketergantungan total kepada rasa kemandirian dan keterpisahan diri mereka dari orang lain.

Mereka mencapai keterampilan dengan makan sendiri dan melakukan tugas higien dasar. Anak

usia bermain belajar untuk mengoordinasi gerakan dan meniru orang lain. Mereka belajar

mengontrol tubuh mereka melalui keterampilan locomotion, toilet training, berbicara dan

sosialisasi.  

3.      Usia prasekolah

Pada masa ini seorang anak memiliki inisiatif, mengenali jenis kelamin, meningkatkan kesadaran

diri, meningkatkan keterampilan berbahasa, dan sensitive terhadap umpan balik keluarga. Anak-

anak belajar menghargai apa yang orang tua mereka hargai. Penghargaan dari anggota keluarga

menjadi penghargaan diri. Kaluarga sangat penting untuk pembentukan konsep diri anak  dan

masukan negatif pada masa ini akan menciptakan penurunan harga diri dimana orang tersebut

sebagai orang dewasa akan bekerja keras untuk mengatasinya.

4.      Anak usia sekolah

Pada masa ini seorang anak menggabungksn umpan balik dari teman sebaya dan guru. Dengan

anak memasuki usia sekolah, pertumbuhan menjadi cepat dan lebih banyak didapatkan

keterampilan motorik, sosial dan intelektual. Tubuh anak berubah, dan identitas seksual

menguat, rentan perhatian meningkat dan aktivitas membaca memungkinkan ekspansi konsep

diri melalui imajinasi ke dalam peran, perilaku dan tempat lain. Konsep diri dan citra tubuh dapat

berubah pada saat ini karna anak terus berubah secara fisik, emosional, mental dan sosial.

5.      Masa remaja

Masa remaja membawa pergolakan fisik, emosional, dan sosial. Sepanjang maturasi seksual,

perasaan, peran, dan nilai baru harus diintegrasikan ke dalam diri. Pertumbuhan yang cepat yang

diperhatikan oleh remaja dan orang lain adalah faktor penting dalam penerimaan dan perbaikan

citra tubuh.

Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan erat dengan pembentukan identitas.

Pengamanan dini mempunyai efek penting. Pengalaman yang positif pada masa kanan-kanak

Page 6: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

memberdayakan remaja untuk merasa baik tentang diri mereka. Pengalaman negatif sebagai anak

dapat mengakibatkan konsep diri yang buruk. Mereka mengumpulkan berbagai peran perilaku

sejalan dengan mereka menetapakan rasa identitas.     

6.      Masa dewasa muda

Pada masa dewasa muda perubahan kognitif, sosial dan perilaku terus terjadi sepanjang hidup.

Dewasa muda adalah periode untuk memilih. Adalah periode untuk menetapakan tanggung

jawab, mencapai kestabilan dalam pekerjaan dan mulai melakukan hubungan erat. Dalam masa

ini konsep diri dan citra tubuh menjadi relatif stabil.

Konsep diri dan citra tubuh adalah kreasi sosial, penghargaan dan penerimaan diberikan untuk

penampilan normal dan perilaku yang sesuai berdasarkan standar sosial. Konsep diri secara

konstan terus berkembang dan dapat diidentifikasi dalam nilai, sikap, dan perasaan tentang diri.

7.      Usia dewasa tengah

Usia dewasa tengah terjadi perubahan fisik seperti penumpukan lemak, kebotakan, rambut

memutih dan varises. Tahap perkembangan ini terjadi sebagai akibat perubahan dalam produksi

hormonal dan sering penurunan dalam aktivitas mempengarui citra tubuh yang selanjutnya dapat

mengganggu konsep diri.

Tahun usia tengah sering merupakan waktu untuk mengevaluasi kembali pengalaman hidup dan

mendefinisikan kembali tentang diri dalam peran dan nilai hidup. Orang usia dewasa tengah

yang manerima usia mereka dan tidak mempunyai keinginan untuk kembali pada masa-masa

muda menunjukkan konsep diri yang sehat.    

8.      Lansia

Parubahan pada lansia tampak sebagai penurunan bertahap struktur dan fungsi. Terjadi

penurunan kekuatan otot dan tonus otot.

Konsep diri selama masa lansia dipengaruhi oleh pengalaman sepanjang hidup. Masa lansia

adalah waktu dimana orang bercermin pada hidup mereka, meninjau kembali keberhasilan dan

kekecewaan dan dengan demikian menciptakan rasa kesatuan dari makna tentang diri makna

tentang diri mereka dan dunia membentu generasi yang lebih muda dalam cara yang positif

sering lansia mengembangkan perasaan telah meninggalkan warisan.

Burns (1979) menyatakan bahwa konsep diri berkembang terus sepanjang hidup manusia,

namun pada tahap tertentu, perkembangan konsep diri mulai berjalan dalam tempo yang lebih

lambat. Secara bertahap individu akan mengalami sensasi dari badannya dan lingkungannya, dan

Page 7: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

individu akan mulai dapat membedakan keduanya. Lebih lanjut Cooley (dalam Partosuwido,

1992) menyatakan bahwa konsep diri terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai-nilai,

sikap, peran, dan identitas dalam hubungan interaksi simbolis antara dirinya dan berbagai

kelompok primer, misalnya keluarga. Hubungan tatap muka dalam kelompok primer tersebut

mampu memberikan umpan balik kepada individu tentang bagaimana penilaian orang lain

terhadap dirinya. Dan dalam proses perkembangannya, konsep diri individu dipengaruhi dan

sekaligus terdistorsi oleh penilaian dari orang lain (Sarason, 1972). Dengan demikian bisa

dikatakan bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan individu menuju kedewasaan sangat

dipengaruhi oleh lingkungan asuhnya karena seseorang belajar dari lingkungannya.

D.    Factor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

Adapun factor-faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri adalah sebagai

berikut :

1.      Tingkat perkembangan dan kematangan

Perkembangan anak seperti dukungan mental, perlakuan dan pertumbuhan anak akan

mempengaruhi konsep dirinya.

2.      Budaya

Dimana pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya, kelompoknya dan

lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan membawa anak lebih dekat pada

lingkungannya.

3.      Sumber eksternal dan internal

Dimana kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri.

4.      Pengalaman sukses dan gagal

Ada kecendrungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan konsep diri demikian pula

sebaliknya.

5.      Stresor

Stresor menantang kapasitas adaptif seseorang. Selye (1956) menyatakan bahwa stres adalah

kehilangan dan kerusakan normal dari kehidupan, bukan hasil spesifik tindakan seseorang atau

respon khas terhadap sesuatu. Proses normal dari kematangan dan perkembangan itu sendiri

adalah stresor. Stresor konsep diri adalah segala perubahan nyata atau yang diserap yang

mengancam identitas, citra tubuh, harga diri, atau perilaku peran.

Page 8: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

a.         Stresor identitas

Identitas didefinisikan sebagai pengorganisasian prinsip dari system kepribadian yang

bertanggung jawab terhadap kesatuan, kontinuitas, keunikan, dan konsistensi dari kepribadian.

Identitas dipengaruhi oleh stresor seumur hidup. Bingung identitas terjadi ketika seseorang tidak

mempertahankan identitas personal yang jelas, konsisten, dan terus sadar. Kebingungan identitas

dapat terjadi kapan saja dalam kehidupan jika seseorang tidak mampu mengatasi stresor

identitas. Dalam stress ekstrem seorang individu dapat mengalami depersonalisasi, yaitu suatu

keadaan dimana realitas internal dan eksternal atau perbedaan antara diri dan orang lain tidak

dapat ditetapkan.

b.      Stresor citra tubuh

Perubahan dalam penampilan, struktus atau fungsi bagian tubuh akan membutuhkan perubahan

dalam citra tubuh. Makna dari kehilangan fungsi atau perubahan dalam penampilan dipengaruhi

oleh persepsi individu tentang perubahan yang dialaminya. Citra tubuh terdiri atas elemen ideal

dan nyata. Seorang wanita yang memasukkan payudara sebagai citra tubuhnya dalam elemen

ideal, maka kehilangan payudara akibat mastektomi dapat menjadi perubahan yang signifikan.

Makin besar makna penting dari tubuh atau bagian spesifik, maka makin besar ancaman yang

dirasakan akibat perubahan dalam citra tubuh.

c.       Stresor harga diri

Harga diri adalah rasa dihormati, diterima, kompeten dan bernilai. Banyak stresor mempengaruhi

harga diri seorang bayi, usia bermain, prasekolah dan remaja. Ketidakmampuan untuk memenuhi

harapan orang tua, kritik tajam, hukuman yang yang tidak konsisten, persaingan antara saudara

sekandung, dan kekalahan yanmg berulang dapat menurunkan tingkat nilai diri. Stresor pada

orang dewasa mencakup ketidakberhasilan dalam pekerjaan dan kegagalan dalam hubungan.

d.      Stresor peran

Peran membentuk pola perilaku yang diterima secara sosial yang berkaitan dengan fungsi

seorang individu dalam berbagai kelompok sosial. Sepanjang hidup orang menjalani berbagai

perubahan peran. Perubahan normal yang berkaitan dengan pertumbuhan dan maturasi

mengakibatkan transisi perkembangan. Masing-masing dari transisi dapat mengancam konsep

diri yang mengakibatkan konflik peran, ambiguitas peran atau ketegangan peran.

Page 9: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

Konflik peran adalah tidak adanya kesesuaian harapan peran. Jika seseorang diharuskan untuk

secara bersamaan menerima dua peran atau lebih yang tidak konsisten, berlawanan, atau sangat

eksklusif maka dapat terjadi konflik peran. Terdapat tiga jenis dasar konflik peran yaitu :

a.         Konflik interpersonal terjadi ketika satu orang atau lebih mempunyai harapan yang

berlawanan atau tidak cocok secara individu dalam peran tertentu.

b.        Konflik antar-peran terjadi ketika tekanan atau harapan yang berkaitan dengan satu peran

melawan tekanan atau harapan yang saling berkaitan.

c.         Konflik peran personal terjadi ketika tuntutan peran melanggar nilai personal individu. 

Ambiguitas peran mencakup harapan peran yang tidak jelas. Ketika terdapat ketidakjelasan

harapan, maka orang menjadi tidak pasti apa yang harus dilakukan, bagaimana harus

melakukannya, atau keduanya.

Ketegangan peran adalah perpaduan antara konflik peran dan ambiguitas peran. Ketegangan

peran dapat diekspresikan sebagai perasaan frustasi ketika seseorang merasakan tidak adekuat

atau merasa tidak sesuai dengan peran.

Kelebihan beban peran terjadi ketika seseorang individu tidak dapat memutuskan tekanan mana

yang harus dipatuhi karna jumlah tuntutan yang banyak dan konflik prioritas.

6.      Usia, keadaan sakit dan trauma

Dimana usia tua dan keadaan sakit akan memengaruhi persepsi seseorang.

E.     Pengaruh perawat pada konsep diri klien

Penerimaan perawat terhadap klien dengan perubahan konsep diri membantu

menstimulasi rehabilitasi yang positif. Klien yang penampilan fisiknya telah mengalami

perubahan dan yang harus beradaptasi terhadap citra tubuh yang baru, hampir pasti baik klien

maupun keluarganya akan melihat pada perawat dan mengamati respons dan reaksi mereka

terhadap situasi yang baru. Dalam hal ini perawat mempunyai dampak yang signifikan. Rencana

keperawatan yang dirumuskan untuk membantu klien dengan perubahan konsep diri dapat

ditingkatkan atau digagalkan oleh nilai dan perasaan bawah sadar perawat. Penting artinya bagi

perawat untuk mengkaji dan mengklarifikasi hal-hal berikut mengenai diri mereka :

1.      Perasaan perawat sendiri mengenai kesehatan dan penyakit

2.      Bagaimana perawat bereaksi terhadap stress

Page 10: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

3.      Kekuatan komunikasi nonverbal dengan klien dan keluarganya dan bagaimana hal tersebut

ditunjukkan.

4.      Nilai dan harapan pribadi apa yang ditunjukkan dan mempengaruhi klien

5.      Bagaimana pendekatan tidak menghakimi dapat bermanfaat bagi klien

Untuk menciptakan hubungan antara perawat dan pasien diperlukan komunikasi yang

akan mempermudah dalam mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta

kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik

akan memepermudah proses komunikasi tersebut.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan

kegiatannya dipusatkan untuk untuk kesembuhan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik itu

sendiri adalah :

1.         Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat

mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang

diperlukan.

2.         Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan

mempertahankan kekuatan egonya.

3.         Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Menurut Carl rogers prinsip-prinsip komunikasi terapeutik diantaranya :

1.      Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri

serta nilai yang dianut.

2.      Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling

menghargai.

3.      Perawat harus memahami, manghayati nilai yang dianut oleh pasien.

4.      Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.

5.      Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan suasana yang memungkinkan pasien

bebas berkembang tanpa rasa kuat.

6.      Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi

untuk mengubah dirinya sendiri baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan

dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

7.      Mampu menetukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.

8.      Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.

Page 11: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

9.      Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain

tentang kesehatan, oleh karma itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik

mental, spiritual dan gaya hidup.

10.  Bertanggung jawab dalam dua hal yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang

dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

Adapun masalah-masalah yang dihadapi seseorang yang berhubungan dengan konsep diri

adalah sebagai berikut :

1.         Kehilangan

Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual meupun potensial yang dapat dialami individu

ketika berpisah dengan suatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi

perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan dapat berupa

kehilangan yang nyata (actual loss) yaitu kehilangan orang atau obyek yang tidak lagi bisa

dirasakan, dilihat, diraba atau dialami oleh seseorang dan kehilangan yang dirasakan (perceived

loss) yaitu kehilangan yang sifatnya unik menurut orang yang mengalami kedukaan.

2.      Berduka

Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Adapun jenis berduka

yaitu :

a.         Berduka normal terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan.

b.        Berduka antisipatif yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan atau

kematian yang sesungguhya terjadi.

c.         Berduka yang rumit dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ketahap berikutnya.

d.        Berduka tertutup yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.

3.      Sekarat dan kematian

Sekarat (dying)  merupakan kondisi pasien yang sedang manghadapi kematian, yang memiliki

berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Kematian (death)merupakan kondisi

terhentinya pernapasan, nadi dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus

eksternal.

Page 12: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

BAB II

PEMBAHASAN

a. Pengertian

Loss  :Peristiwa hilangnya sesuatu atau seseorang yang sangat berarti atau bernilai bagi

seseorang.

Grief : Reaksi emosi karewna persepsi atau penghayatan peristiwa kehilangan tersebut.

Kehilangan : Suatu keadaan di mana individu terpisahkan (untuk sebagian atau seluruhnya) dari

sesuatu yang sebelumnya ada atau dimilikinya. Sesuatu yang hilang tersebut dapat berupa orang

yang bermakna, harta milik pribadi, kesehatan, serta pekerjaan.

Kematian :  Seseorang yang dianggap sudah mati ialah apabila ia tidak lagi mempunyai denyut

nadi, tidak bernafas selama beberapa menit dan ketiadaan segala refleks, serta ketiadaan kegiatan

otak.

b. Kematian dan Menjelang Ajal

Teorinya mengatakan bahwa orang yang menjelang ajal mengalami lima tahap. Dimulai dengan

penyikapan awal terminalitas dan berakhir dengan momen akhir kehidupan.

1.      Penyangkalan dan isolasi, biasanya mewakili pertahanan temporer yang digantikan dengan

penerimaan parsial.

2.      Kemarahan dan penyangkalan digantikandengan perasaan marah, gusar, iri, dan kebencian.

3.      Tawar menawar, orang yang menjelang ajalakan mencoba menunda kemudianyang tidak

terelakandemgan menentukan sendiri tengat waktu untuk peristiwa keluarga yang khusus, seperti

pernikahan dan fungsi religius.

4.      Depresi, meliputi dua jenis kehilangan: kehilangan yang terjadi di masa lalu dan kehilangan

hidup yang akan terjadi, yang disebut sebagai kesiapan berduka oleh kubler ross.

5.      Penerimaan merupakan fase akhir dari proses menjelang ajal.

Kematian Pasangan

Salah satu kehilangan yang paling berat yand dapat dialami seseorang adalah kematian pasangan.

Masa menjanda atau menduda dapat secara serius mempengaruhi status finansial lansia, jaringan

sosial, serta kesehatan fisik dan mental.

Selain kehilangan pasangan hidup, masalah yang belum terselesaikan dapat terus diingat sampai

bertahun-tahun setelah kematian pasangan, pernikahan yang berumur panjang belum tentu

Page 13: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

sebuah pernikahan yang bahagia. Perasaan bersalah yang belum hilang yang berhubungan

dengan ketidaksetiaan, penganiayaan fisik atau penyalagunaan zat atau masalah finansial setelah

masa menjanda atau menduda adalah beberapa contoh dari masalah-masalah yang dapat

memburuk dan menyebabkan penyakit yang serius kadang kala berlangsung sampai 10 tahun

setelah kematian pasangan. Keluarga dan khusus pemberi asuhan pasangan tersebut dapat belum

terselesaikan.

c. Pertimbangan Khusus

o Pastikan pasien menyadari akan layanan konseling, kelompok pendukung dan sumber lain

tersedia untuk membantunya mengatasi kehilangan pasangan.

o Motivasi pasien mengungkapkan secara verbal ketakutan dan kekhawatirannya mengenal

kematian sendiri. Persiapan akan kematian dapat menjadi pengalaman positif dan tugas

perkembangan yang utama pada masa dewasa.

Konsep Perawatan Paliatif

a. Pengertian

  Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban penderita, terutama

yang tidak mungkin disembuhkan.

  Tindakan aktif tersebut diatas artinya mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan keluhan

lain serta memperbaiki aspek psikologis, sosial dan spiritual.

  Perawatan paliatif adalah pelayanan aktif dan menyeluruh yang dilakukan oleh satu tim dari

berbagai disiplin ilmu.

  Tim paliatif terdri atas tim terintegrasi, antara lain dokter, perawat, psikolog, ahli fisioterapi,

pekerja sosial medis, ahli gizi, rohaniawan dan relawan.

   Keberhasilan keperawatan paliatif bergantung pada kerja sama yang efektif dan pendekatan

interdisiplin antara dokter, perawat, pekerja sosial medis, rohaniawan atau pemuka agama,

relawan dan anggota pelayanan lain sesuai dengan kebutuhan.

   Tim harus mampu mengupayakan dan menjamin agar pasien lanjut usia mendapat pelayanan

seutuhnya yang mencakup bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual. Artinya, tidak ada anggota tim

yang menjadi primadona. Pemimpin tim dibantu anggotanya harus berusaha keras untuk

mencapai tujuan perawatan.

Page 14: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

  Kerjasama yang erat antara anggota tim perawatan paliatif dengan keluarga pasien dirasakan

sebagai kebutuhan utama yang saling mendukung kelancaran perawatan paliatif.

   Dukungan keluarga saat masa sulit sangat penting yaitu:

o Pada saat perawatan

o Pada saat mendekati kematian

o Pada saat kematian

o Pada saat masa duka

  Perawatan tim paliatif merupakan perawatan yang cukup kompleks. Pendekatan holistik

(menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan mengikutsertakan keluarga lanjut usia akan menyentuh

faktor fisiki, psikis, sosial, spiritual dan budaya pasien. Keberhasilan program tidak dapat

dijamin tanpa kemantapan dokter dan tim paliatif dalam kualitas ilmu, kualitas karya dan kualitas

perilaku serta pertimbangan etika dalam pelaksanaannya.

  Perawat.tim perawatan paliatif perlu dan harus memperhatikan serta mengacu kutipan Dame

Cecely Saunders “ You matter because are you, you matter to the last moment of your life, and

we will do all we can, not only to help you die peacefully, but to life until you die”

b. Tujuan Perawatan Paliatif:

Mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit (lanjut usia) daperawatan tim paliatf

Meringankan, bukan menyembuhkan.

Meningkatkan kualitas hidup dengan menumbuhkan semangat dan motivasi.                     

Mengurangi beban penderitaan lanjut usia.

c. Prinsip Pemberian Perawatan Paliatif adalah memberi perawatan paripurna kepada klien lanjut

usia dengan pengawasan dari tim professional.

d. Dalam memberikan perawatan paliatif, tim tersebut harus berpijak pada pola dasar yang

digariskan oleh WHO yaitu:

Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.

 Tidak mempercepat dan menunda kematian lansia

Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu.

 Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.

 Berusaha agar lanjut usia yang sakit tetap sakit sampai akhir hayatnya.

Page 15: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

 Berusaha mambantu mengatasi suasana duka cita keluarga klien lanjut usia.

e. Kekhususan Tim Paliatif:

1. Profesi setiap anggota tim telah dikenal cakupan dan lingkup kerjanya.

2. Para profesional ini bergabung dalam satu kelompok kerja.

3. Secara bersama, mereka manyusun dan merancang tujuan akhir perawatan, melakukan

langkah tujuan pendek.

4. Bila perlu, kepemimpinan dapat terbagi di antara anggota tim, bergantung pada kondisi yang

paling diperlukan oleh pasien lanjut tua.

5. Tim adalah motor penggerak semua kegiatan pasien.

6. Proses interaksi adalah kunci keberhasilan.

f. Kekhususan Pasien Lanjut Usia:

1. Lanjut usia menghadapai kondisi yang penyakitnya tidak dapat disembuhkan. Artinya, terapi

yang diberikan hanya bersifat simptomatis atau paliatif (bukan kuratif).

2. Lanjut usia cenderung mengalami kelemahan dan kerapuhan, baik fisik maupun mental.

3. dengan demikian, kemungkinan pasien lanjut usia tidak mampu menghadapi stres fisik dan

mental yang timbul dari luar atau dari lingkungannya.

4. Lanjut usia berada diambang kematian yang terutama akan menimbulkan ketakutan dan

kegelisahan, yang sudah tentu perlu mendapat simpati dan dukungan mental atau spiritual.

5. bila proses kematian berlangsung lama (memakan waktu panjang), faktor etika dapat menjadi

masalah yang harus diatasi.

ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Asuhan Keperawatan Lanjut Usia dengan Loss (Kehilangan)

a. Sebab sebab kehilangan:

 Kehilangan fungsi, misalnya: fungsi seksual dan fungsi kontrol usus.

             Hilangnya gambaran diri atau citra diri.

             Hilangnya seseorang yang sangat dekat hubungannya.

             Kehilangan barang yang berharga (rumah, mobil, dan tabungan).

Page 16: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

b. Gejala-gejala Umum:

1. Tahap 1: Merasa shock atau terpukul dan tidak percaya. Hampir semua tingkah laku yang

tidak bersifat merusak merupakan sikap penyesuaian pada tahap ini.

2. Tahap 2: Munculnya kesadaran akan peristiwa kehilangan tersebut kemungkinan klien lanjut

usia akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang peristiwa kehilangan tersebut. Tingkah

laku penyesuaian diri, yaitu mulai mengakui peristiwa kehilangan tersebut serta pengaruhnya

terhadap seseorang.

3. Tahap 3: Pulih kembali, tingkah laku yang tampak, misalnya kemampuan untuk memahami

dan menghayati kehilangan tersebut. Setelah itu melanjutkan kegiatan hidupnya sehari-hari

dengan cara: merencanakan masa depannya, seraya mengingat kembali kejadian baik yang

menyenangkan maupun yang menyedihkan yang diakibatkan oleh peristiwa tersebut secara

realistis.

c. Penatalaksaan:

Tahap 1:

o Luangkan waktu sekurang-kurangnya 15-20 menit sehari untuk bercakap-cakap bersama klien

lanjut usia.

o Berikan kesempatan pada klien lanjut usia untuk mengarahkan pembicaraan.

o Katakan kepada klien lanjut usia bahwa dengan peristiwa itu berarti ia telah melakukan sesuatu

yang baik.

o Terima tingkah laku klien lanjut usia yang tidak merusak fisik.

Tahap 2:

o Gabungkan pengaruh peristiwa kehilangan tersebut baik pada diri klien lanjut usia maupun

keluarganya selama pembicaraan dengan klien lanjut usia.

o Libatkan klien lanjut usia dalam merencanakan dan melakukan perawatan diri.

Tahap 3:

o Diskusikan bersama klien lanjut usia segi-segi positif dan negatifnya peristiwa kehilangan

tersebut.

o Berikan motivasi untuk merencanakan masa depannya.

o Apabila klien lanjut usia menyangkal dengan melakukan sesuatu yang membahayakan

fisiknya, batasi tindakan tersebut dengan menghadapkan klien lanjut usia kepada kenyataan yang

ada. Intervensi dilakukan sesuai dengan tahapan yang dialami klien

Page 17: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

o Ulangi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan klien agar ia dapat mencari jawabannya berkat

bantuan perawat.

d. Rencana Selanjutnya:

o Yakinkanlah bahwa klien lanjut usia masih mempunyai dukungan baik dari keluarga maupun

teman-temannya

o Yakinkanlah bahwa klien lanjut usia sadar akan normalnya keadaan tersebut dan mengerti

setiap orang juga mengalami proses yang sama bila mengalami kehilangan.

2.2 Asuhan Keperawatan Lansia Usia dengan Tidak ada Harapan Sembuh (yang

menghadapi saat kematian)

A. Ciri-ciri atau tanda-tanda pada klien lanjut usia menjelang kematian:

1. Gerakan dan penginderaan menghilang secara perlahan.Dimulai pada anggota badan, kaki dan

ujung kaki.

2. Badan dingin dan lembab terutama pada kaki, tangan dan ujung hidungnya.

3. Kulit tampak pucat, berwarna kebiru-biruan atau kelabu.

4. Denyut nadi mulai tidak teratur.

5. Nafas dengkur berbunyi keras (stridor) yang disebabkan oleh adanya lender pada saluran

pernafasan.

6. Tekanan darahnya menurun.

7. Terjadi gangguan kesadaran.

B. Sebab-sebab Kematian:

1. Penyakit

o Keganasan, misalnya:

• Carnisoma (C)

• Carnisoma Hati

• Carnisoma Paru

o Penyakit Kronis, misalnya:

• CVD (Cerebro Vascular Diseases)

• CRF (Chronic Renal Failure) = Gangguan Ginjal

• DM Gangguan Endokrin

• MCI (Myocard Infarc) = Gangguan Kardiovaskular

• COPD (Chronic Obstruction Pulmo Diseases)

Page 18: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

C.  Tanda-tanda Kematian:

1. Pupil (bola matanya) tetap membesar atau melebar dan tidak berubah-ubah.

2. Hilangnya semua refleka dan ketiadaan kegiatan otak yang ampak jelas dalam hasil

pemeriksaan EEG yang menunjukkan mendatar dalam waktu 24 jam.

D.  Pengaruh Kematian:

  Pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut usia

• Bersikap kritis terhadap cara-cara perawatan.

• Keluarga dapat menerima keadaan kondisinya.

• Terputusnya komunikasi dengan orang lain menjelang maut.

• Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak dapat mengatasi rasa.

• Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi.

• Keluarga menolak diagnosa, penolakan tersebut dapat memperbesar beban emosi keluarga.

• Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan

E. Tahap-tahap Menuju Kematian:

Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap tetapi dapat saling tindih kadang-kadang

seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untuk kemudian kembali lagi ke tahap itu.

Lamanya setiap tahap dapat bervariasi mulai dari beberapa jam sampai beberapa bulan. Apabila

suatu tahap tertentu berlangasung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah-olah klien lanjut usia

melompati satu tahap terkecuali jika perawat mempertahankan secara seksama dan cermat.

1. Tahap Pertama (Tahap Penolakan)

Selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa semua orang

kecuali dia. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh penolakannya sehingga ia tidak

memperhatikan fakta-fakta yang mungkin sedang dijelaskan perawat kepadanya. Ia malahan

dapat menekan apa yang telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari berbagai

macam sumberprofesional dan non profesional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan

bawhwa maut sudah berada diambang pintu.

2. Tahap Kedua (Tahap Marah)

Tahap ini ditandai oleh rasa amarah dan emosi yang tidak terkendalikan. Klien lanjut usia mudah

marah terhadap perawat dan petugas-petugas kesehatan lainnya terhadap apa saja yang mereka

lakukan. Kemarahan disini merupakan mekanisme pertahanan diri klien lanjut usia. Akan tetapi,

kemarahan yang sesungguhnya tertuju kepada kesehatan dan kehidupan. Marah terhadap

Page 19: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

kenyataan bahwa kematian akan dialami daalm waktu dekat dan respon ini mungkin

diekspresikan kepada dokter dan perawat atau kepada pemuka agama.

3. Tahap Ketiga (Tahap Tawar Menawar)

Kemarahan biasanya mereda dan klien lanjut usia dapat menimbulkan kesan sudah dapat

menerima apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Akan tetapi, pada tahap tawar= menawar

inilah banyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum maut

tiba, dan akan menyiapkan hal-hal seperti membuat surat dan mempersiapkan jaminan hidup

bagi orang-orang tercinta yang ditinggalkan.

Selama tawar-menawar segala permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat dipenuhi karena

merupakan bagian dari urusan-urusan yang belum selesai dan harus dibereskan sebelum mati.

Misalnya: lanjut usia mempunyai satu permintaan terakhir untuk melihat pertandingan olahraga,

mengunjungi seorang kerabat, melihat cucu terkecil, pergi makan ke restaurant dsb. Perawat

dianjurkan memenuhi permohonan itu karena tawar-menawar membantu klien lanjut usia

memasuki tahap-tahap berikutnya.

4. Tahap Keempat (Tahap Sedih)

Tahap ini klien lanjut usia pada hakekatnya merasakan saat-saat sedih. Klien lanjut usia sedang

dalam suasana berkabung karena masa lampau ia sudah kehilangan orang yang dicintai dan

sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri, bersamaan dengan ini harus meninggalkan semua

hal yang menyenangkan yang telah dinikmatinya. Selama tahap ini klien lanjut usia cenderung

untuk tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat untuk duduk dengan

tenang disamping klien lanjut usia yang sedang melalui masa sedihnya sebelum maut.

5. Tahap Kelima (Tahap Akhir/Tahap Menerima)

Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini klien lanjut usia telah

membereskan urusan-urusan yang belum selesai dan mungkin tidak ingin berbicara lagi oleh

karena ia sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar-menawar sudah lewat dan tibalah saat

kedamaian dan ketenangan. Seseorang mungkin saja berada lama sekali dalam tahap mererima

tetapi bukanlah tahap pasrah yang berarti kekalahan. Dengan kata lain, pasrah kepada maut tidak

berarti menerima maut.

Menerima diagnosis dan mulai bekerja sama dalam membuat keputusan mengenai pemantauan

nyeri dan mendiskusikan aspek praktik perawatan terminal.

Page 20: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

F.  Penatalaksanaan:

1. Tahap Pertama (Tahap Penolakan)

• Berikan kesempatan klien lanjut usia mempergunakan caranya sendiri dalam menghadapi

kematiannya sejauh tidak merusak.

• Memfasilitasi klien lanjut usia menghadapi kematian, luangkan waktu setidak-tidaknya 10

menit sehari, baik dengan bercakap-cakap ataupun sekedar bersamannya.

2. Tahap Kedua (Tahap Marah)

• Berikan kesempatan klien lanjut usia mengungkapakan kemarahannya dengan kata-kata.

• Ingatlah bahwa dalam benaknya begejolak pertanyaan “mengapa hai nin terjadi padaku?”

• Seringkali perasaan ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai cara klien lanjut usia

bertingkah laku.

3. Tahap Ketiga (Tahap Tawar Menawar)

• Klien lanjut usia akan mempergunakan ungkapan-ungkapan, seperti, seandainya saya...

• Berikan kesempatan klien lanjut usia menghadapi kematian dengan tawar-menawar.

• Tanyakan kepada klien lanjut usia kepentingan-kepentingan apakah yang masih ia inginkan.

Dengan cara demikian dapat menunjukkan kemampuan perawat untuk mendengarkan keluh

kesah perasaannya.

4. Tahap Keempat (Tahap Sedih)

• Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia. Ingatlah bahwa tindakan ini sebenarnya

hanyalah memnuhi kebutuhan petugas, jangan takut menyaksikan klien lanjut usia atau

menangis. Hal ini merupakan ungkapan pengekspresian kesedihannya.anad boleh saja berduka

cita dengan empati bukan simpati.

• Klien lanjut usia hanya sekedar mengisidan menghabiskan waktu untuk

perasaan-perasaannya dan bukannya mencari jawaban. Biasanya klien lanjut usia menanyakan

sesuatu yang sebetulnya sudah mengetahui jawabannya.

5. Tahap Kelima (Tahap Akhir/Tahap Menerima)

Klien lanjut usia telah menerima, dapat mengatakan bahwa kematian akan tiba dan ia tidak

boleh menolak.• Sikap Menerima

Sebenarnya klien lanjut usia tidak menghendaki kematian ini terjadi, akan tetapi ia tahu bahwa

akan terjadi. Jadi, klien lanjut usia tidak merasa tenang dan damai.• Sikap Menyerah

Page 21: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

2.3 PROSES KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Perasaan takut.

Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak terkendalikan yang begitu sering

diasosiasikan dengan keadaan sakit terminal, terutama apabila keadaan itu disebabkan oleh

penyakit yang ganas. Perawat harus menggunakan pertimbangan yang sehat apabila sedang

merawat orang sakit terminal. Perawat harus mengendalikan rasa nyeri pasian dengan cara yang

tepat.

Perasaan takut yang muncul mungkin takut terhadap rasa nyeri, walaupun secara teori, nyeri

tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang rasa nyeri, seperti aspirin, dehidrokodein dan

dektomoramid. Apabila  berbicara mengenai perasaan takut mereka terhadap maut, respon

mereka secara tipikal mencakup perasaan takut tentang hal yang tidak jelas, takut meninggalkan

orang yang dicintai, kehilangan martabat, urusan yang belum selesai dsb.

Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan mengalami kematian tersebut.

Dalam menghadapi kematian ini, pada umumnya orang merasa takut dan cemas. Ketakutan dan

kecemasan terhadap kematian ini dapat membuat pasien tegang dan stress.

b. Emosi

Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian, mudah marah

c. Tanda Vital

Perubahan fungsi tubuh sering kali tercermin pada suhu badan, denyut nadi, pernapasan dan

tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang mengaturnya berkaitan satu sama lain.

d. Kesadaran

Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai awas waspada yang merupakan ekspresi

tentang apa yang dilihat, didengar, dialami dan perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, getar,

gerak, gerak tekan dan sikap, bersifat adekuat.

e. Fungsi Tubuh

Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ memiliki fungsi khusus.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Page 22: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

a. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen b.d adanya penyumbatan slem yang ditandai dengan

sesak napas.

b. Gangguan kenyamanan b.d batuk, panas tinggi yang ditandai dengan gelisah.

c. Gangguan kesadaran b.d dsampak patologis dengan manifestasi apatis/koma.

d. Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis dengan menampakkan makanan yang disajikan

sering tidak habis.

e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah dan diare yang ditandai dengan

turgor jelek, mata cekung, suhu naik.

f. Gangguan eliminasi alvi b.dobstipasi yang ditandai dengan beberapa hari pasien tidak

defekasi.

g. Gangguan eliminasi urine b.d produksi urinennya yang ditandai dengan jumlah urine berapa

cc.

h. Keterbatasan pergerakan b.d tirah baring lam ditandai dengan kaku sendi/otot.

i. Gangguan psikologis b.d perubahab pola seksualitas yang ditandai dengan susah tidur, pucat,

murung.

j. Cemas b.d memikirkan penyakitnya dengan keluarga.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Dx Kep: Gangguan kenyamanan b.d batuk, panas tinggi yang ditandai dengan gelisah.

 Tujuan: Rasa nyaman terpenuhi.

 Intervensi:

 Mengupayakan penurunan suhu tubuh.

 Memberi obat sesuai dengan program.

b. Dx Kep: Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis dengan menampakkan makanan yang

disajikan sering tidak habis.

 Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

 Intervensi: mempertahankan pemasukan makanan yang cukup.

c. Dx Kep: Gangguan eliminasi alvi b.dobstipasi yang ditandai dengan beberapa hari pasien tidak

defekasi.

Page 23: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

 Tujuan: Kebutuhan eliminasi (defekasi) terpenuhi.

 Intervensi: Mempertahankan kelancaran defekasi

d. Dx Kep: Gangguan eliminasi urine b.d produksi urinennya yang ditandai dengan jumlah urine

berapa cc.

 Tujuan: Kebutuhan eliminasi (berkemih) terpenuhi.

 Intervensi: Mempertahankan kelancaran berkemih.

e.  Dx Kep: Keterbatasan pergerakan b.d tirah baring lam ditandai dengan kaku sendi/otot.

 Tujuan: Kebutunan pergerakan (sendi/otot) terpenuhi.

 Intervensi: Memenuhi kebutuhan gerak (mobilisasi).

Page 24: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

 Dalam melakukan pendekatan Perawat harus menjalin hubungan dan persahabatan yang

sangat baik dengan lansia dalam perawatan menjelang kematian. Pada saat lansia memasuki

keadaan yang terminal, perawat bertanggung jawab untuk memberikan penjelasan mengenai

kondisi mereka dan memastikan tingkat pengetahuan mereka mengenai kondisinya tersebut.

Setiap informasi dapat dikumpulkan dalam suatu percakapan dengan individu dan dalam

konsultasi keluarga.

 Perawatan tim paliatif merupakan perawatan yang cukup kompleks. Pendekatan holistik

(menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan mengikutsertakan keluarga lanjut usia akan menyentuh

faktor fisiki, psikis, sosial, spiritual dan budaya pasien. Keberhasilan program tidak dapat

dijamin tanpa kemantapan dokter dan tim paliatif dalam kualitas ilmu, kualitas karya dan kualitas

perilaku serta pertimbangan etika dalam pelaksanaannya.

 Perawat.tim perawatan paliatif perlu dan harus memperhatikan serta mengacu kutipan

Dame Cecely Saunders “ You matter because are you, you matter to the last moment of your life,

and we will do all we can, not only to help you die peacefully, but to life until you die”

3.2 Saran

Demikian sedikit tentang materi gerontik yang dapat saya bagikan kepada pembaca semoga

bermanfaat bagi penbaca semua.saya selaku penulis artikel ini. Mohon maaf jika ada beberapa

materi yang kurang sesuai ato masii banyak kekurangan nya Tentu masih banyak sekali

kekurangan yang jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun masih

sangat kami butuhkan. Saya ucapkan banyak terimakasih telah mengunjungi blog saya. Sekali

lagi saya mohon maaf karena artikel ini jauh dari sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

1. Maryam, R, Siti dkk.2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta:Salemba Medika.

Page 25: Askep Klien Lanjut Usia Dengan Loss

2. Noorkasiani dan S, Tamher.2009.Kesehatan Usia Lanjut dengan pendekatan Asuhan

Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.

3. Nugroho, Wahjudi.2000. Keperawatan Gerontik.Jakarta:EGC.

4. Suseno, Tutu April A.2005.Buku Ajar Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,

Kematian, dan Berduka dan Proses Keperawatan.Jakarta:Sagung Seto

5. Stockslenger, Jaime L.2007.Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi 2. Jakarta:EGC.

6. Watson, Roger.2003.Perawatan Pada Lansia. Jakarta:EGC.

7. Stanley, Mickey anad Gauntlett P.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2.

Jakarta:EGC.