askep anak dengan atresia ani vieeeee

Upload: michael-bagas

Post on 14-Jul-2015

347 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Askep Anak dengan Atresia AniPengertian Atresia Ani Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara kongenital (Dorland, 1998). Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002) Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).

Atresia Ani Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya

Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross (1966) membagi anus inperforata dalam 4 golongan, yaitu: 1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus 2. Membran anus menetap 3. Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum 4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang sering ditemukan fisula rektovaginal (bayi buang air besar lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektobrinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir dikandung kemih atau uretra serta jarang rektoperineal Etiologi Atresia Ani Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur 2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan 3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan. . Patofisiologi Atresia Ani Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena : 1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik 2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur 3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan 4) Berkaitan dengan sindrom down 5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

Terdapat tiga macam letaky

y y

Tinggi (supralevator) rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital Intermediate rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya Rendah rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius

Gambaran Klinik Atresia Ani Pada sebagian besar anomati ini neonatus ditemukan dengan obstruksi usus. Tanda berikut merupakan indikasi beberapa abnormalitas: 1. 2. 3. 4. Tidak adanya apertura anal Mekonium yang keluar dari suatu orifisium abnormal Muntah dengan abdomen yang kembung Kesukaran defekasi, misalnya dikeluarkannya feses mirip seperti stenosis

Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau. Pemeriksaan Penunjang Atresia Ani 1. X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus 2. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius 3. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium Penatalaksanaan Atresia Ani Medik: 1. Eksisi membran anal

2. Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus Keperawatan : Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta memperhatikan kesehatan bayi. Diagnosa Keperawatan Atresia Ani 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Gangguan eliminasi BAK b.d Dysuria Gangguan rasa nyaman b.d vistel rektovaginal, Dysuria Resti infeksi b.d feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma jaringan post operasi Resti infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol

Path Ways

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Atresia Ani 1. Gangguan eliminasi BAK b.d vistel rektovaginal, dysuria

Tujuan : Tidak terjadi perubahan pola eliminasi BAK setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria evaluasi: Pasien dapat BAK dengan normal, tidak ada perubahan pada jumlah urine. Intervensi :y y y y y

Kaji pola eliminasi BAK pasien Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine Selidiki keluhan kandung kemih penuh Awasi/observasi hasil laboratorium Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d vistel rektovaginal, dysuria

2.

Tujuan : Pasien merasa nyaman setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH:y y

Nyeri berkurang Pasien merasa tenang

Intervensi :y y y y y

kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien Ajarkan teknik relaksasi distraksi Berikan posisi yang nyaman pada pasien Jelaskan penyebab nyeri dan awasi perubahan kejadian Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia

3.

Tujuan : Tidak terjadi kekurangan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH :y y y y

Pasien tidak mengalami penurunan berat badan Turgor pasien baik Pasien tidak mual, muntah Nafsu makan bertambah

Intervensi :y y y y y y

Kaji KU pasien Timbang berat badan pasien Catat frekuensi mual, muntah pasien Catat masukan nutrisi pasien Beri motivasi pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan menu Nyeri b.d trauma jaringan post operasi (Kolostomi)

4.

Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam pertama dengan KH:y y y

Nyeri berkurang Pasien merasa tenang Tidak ada perubahan tanda vital

Intervensi :y y y y

Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien Berikan penjelasan pada pasien tentang nyeri yang terjadi Berikan tindakan kenyamanan, yakinkan pada pasien bahwa perubahan posisi tidak menciderai stoma Ajarkan teknik relaksasi, distraksi

y y y

Bantu melakukan latihan rentang gerak Awasi adanya kekakuan otot abdominal Kolaborasi pemberian analgetik Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol

5.

Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit setalah dilakukan tindakan keperawatan 24 jam pertama dengan KH:y y y

Mempertahankan integritas kulit Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit Mengindentifisikasi faktor resiko individu

Intervensi :y y y y y y

Lihat stoma/area kulit peristomal pada setiap penggantian kantong Ukur stoma secara periodik misalnya tiap perubahan kantong Berikan perlindungan kulit yang efektif Kosongkan irigasi dan kebersihan dengan rutin Awasi adanya rasa gatal disekitar stoma Kolaborasi dengan ahli terapi.

DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta. Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC. Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta : EGC. Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC. Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25. Jakarta: EGC Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC. Jakarta.

Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. USA: CV Mosby

1.DefinisiIstilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.

Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.

Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.

Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.

2. EtiologiEtiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan

rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.Faktor predisposisi

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :

1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe). 2. Kelainan sistem pencernaan. 3. Kelainan sistem pekemihan. 4. Kelainan tulang belakang.

3. KlasifikasiSecara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :

1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna.

Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.

2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja.

Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :

1. Anomali rendah

Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.

2. Anomali intermediet

Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.

3. Anomali tinggi

Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius retrouretral (pria) atau

rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.

Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia rectum,

anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.

Golongan II pada laki laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara

4. PatofisiologiAnus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi.

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)

Bayi muntah muntah pada usia 24 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

7. Pemeriksaan PenunjangUntuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

2.

Pemeriksaan radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

3.

Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.

4.

Ultrasound terhadap abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

d. CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

e. Pyelografi intra vena

Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

f. Pemeriksaan fisik rectum

Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.

g. Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

8. Penatalaksaan1. Penatalaksanaan Medis 1. Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital. 2. Colostomi sementara

2.

Penatalaksanaan Keperawatan

2.1 Pengkajian

Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan keberhasilan proses keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi :

1.

Persepsi Kesehatan Pola Manajemen Kesehatan

Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.

2.

Pola nutrisi Metabolik

Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.

3.

Pola Eliminasi

Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley & Wong,1996).

4.

Pola Aktivitas dan Latihan

Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.

5.

Pola Persepsi Kognitif

Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.

6.

Pola Tidur dan Istirahat

Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.

7.

Konsep Diri dan Persepsi Diri

Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi (Doenges,1993).

8.

Peran dan Pola Hubungan

Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran (Doenges,1993).

9.

Pola Reproduktif dan Sexual

Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi (Doenges,1993).

10. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi

Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah (Doenges,1993).

11. Pola Keyakinan dan Nilai

Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan

perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah (Mediana,1998).

2.

Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (Whaley & Wong,1996).

2.

Diagnosa Keperawatan

Data yang diperoleh perlu dianalisa terlebih dahulu sebelum mengemukkan diagnosa keperawatan, sehingga dapat diperoleh diagnosa keperawatan yang spesifik. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien atresia ani yaitu:

a. Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus (Suriadi,2001).

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia (Doenges,1993).

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges,1993).

d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges,1993).

5. 6. 7. 8.

Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi (Suriadi,2001). Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges,1993). Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,1993). Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan penumpuksan secket berlebih (Doenges,1993).

9.

Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di rumah (Whaley & Wong,1996).

2.

Intervensi Keperawatan

Fokus intervensi keperawatan pada atresia ani adalah sebagai berikut :

1. Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik)berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus (Suriadi,2001).Tujuan yang diharapkan yaitu terjadi peningkatan fungsi usus, dengan kriteria hasil : pasien akan menunjukkan konsistensi tinja lembek, terbentuknya tinja,tidak ada nyeri saat defekasi, tidak terjadi perdarahan.

Intervensi :

1. 2.

Dilatasikan anal sesuai program. Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal.

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi(Doenges,1996).Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi gangguan integritas kulit, dengan kriteria hasil : penyembuhan luka tepat waktu, tidak terjadi kerusakan di daerah sekitar anoplasti.

Intervensi :

1. 2. 3.

Kaji area stoma. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area stoma. Sebelum terpasang colostomy bag ukur dulu sesuai dengan stoma.

4. 5.

Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih besar sekitar 1/8 dari ukuran stoma. Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges,1993).Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil : tidak ada tanda tanda infeksi, TTV normal, lekosit normal.

Intervensi :

1. Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada prosedur medis atau perawatan. 2. Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi. 3. Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih. 4. Pantau dan batasi pengunjung , beri isolasi jika memungkinkan. 5. Beri antibiotik sesuai advis dokter.

d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan sekret berlebih (Doenges,1993).

Tujuan yang diharapkan adalah mempertahakan efektif jalan nafas, mengeluarkan sekret tanpa bantuan dengan kriteria hasil : bunyi nafas bersih, menunjukkan perilaku perbaikan jalan nafas misalnya, batuk efektif dan mengeluarkan sekret.

Intervensi :

1. Kaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot tambahan.

2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan dahak atau batuk efektif, catat karakter, jumlah spuntum, adanya hemaptoe. 3. Berikan posisi semi fowler dan Bantu pasien untuk batuk efektif dan latihan nafas dalam. 4. Bersihkan secret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan. 5. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra indikasi. 6. Kolaborasi pemberian mukolitik dan bronkodilator.

e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia (Doenges,1993).Tujuan yang diharapkan adalah kebutuhan nurtisi tubuh tercukupi, dengan kriteria hasil : menunjukkan peningkatan BB, nilai laboratorium normal, bebas tanda mal nutrisi.

Intervensi :

1. Pantau masukan/ pengeluaran makanan / cairan. 2. Kaji kesukaan makanan anak. 3. Beri makan sedikit tapi sering. 4. Pantau berat badan secara periodik. 5. Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk anak untuk makan. 6. Beri perawatan mulut sebelum makan. 7. Berikan isirahat yang adekuat.

8. Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk mempertahankan kebutuhan kalori sesuai program diit.

6. Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi.(Suriadi,2001;159)Tujuan yang diharapkan adalah memberi support emosional pada keluarga, dengan kriteria hasil : keluarga akan mengekspresikan perasaan dan pemahaman terhadap kebutuhan intervensi perawatan dan pengobatan.

Intervensi :

1. Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan. 2. Berikan informasi tentang kondisi, pembedahan dan perawatan di rumah. 3. Ajarkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien. 4. Berikan pujian pada keluarga saat memberikan perawatan pada pasien. 5. Jelaskan kebutuhan terapi IV, NGT, pengukuran tanda tanda vital dan pengkajian.

6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,1996).Tujuan yang diharapkan adalah pasien akan melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, pasien akan tampak rileks, dengan kriteria hasil : ekspresi wajah pasien relaks, TTV normal.

Intervensi :

1. Tanyakan pada pasien tentang nyeri.

2. Catat kemungkinan penyebab nyeri. 3. Anjurkan pemakaian obat dengan benar untuk mengontrol nyeri. 4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi.

6. Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan diit (Doenges,1993).Tujuan yang diharapkan adalah pola eliminasi sesuai kebutuhan, dengan kriteria hasil : BAB 1x/hari, feses lunak, tidak ada rasa nyeri saat defekasi.

Intervensi :

1. Auskultasi bising usus. 2. Observasi pola diit dan itake cairan

6. Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges,1996).Tujuan yang diharapkan adalah pasien mau menerima kondisi dirinya sekarang, dengan kriteria hasil : pasien mentatakan menerima perubahan ke dalam konsep diri tanpa harga diri rendah, menunjukkan penerimaan dengan merawat stoma tersebut, menyatakan perasaannya tentang stoma.

Intervensi :

1. Kaji persepsi pasien tentang stoma. 2. Motivasi pasien untuk megungkapkan perasaannya. 3. Kaji ulang tentang alasan pembedahan. 4. Observasi perilaku pasien.

5. Berikan kesempatan pada pasien untuk merawat stomanya. 6. Hindari menyinggung perasaan pasien atau pertahankan hubungan positif.

6. Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di rumah (Walley & Wong,1996).Tujuan yang diharapkan adalah pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah, dengan kriteria hasil keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawata untuk bayi di rumah.

Intervensi :

1. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka dapat melakukan perawatan. 2. Ajarkan untuk mengenal tanda tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat. 3. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi pada anal secara tepat. 4. Ajarkan cara perawatan luka yang tepat. 5. Latih pasien untuk kebiasaan defekasi. 6. Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat)

2.5 Implementasi Keperawatan

Seperti tahap lainnya dalam proses keperawatan fase pelaksanaan terdiri dari : validasi rencana keperawatan, dokumentasi rencana keperawatan dan melakukan tindakan keperawatan.

1. Validasi rencana keperawatan

Suatu tindakan untuk memberikan kebenaran. Tujuan validasi data adalah menekan serendah mungkin terjadinya kesalahpahaman, salah persepsi. Karena adanya potensi manusia berbuat salah dalam proses penilaian.

2. Dokumentasi rencana keperawatan

Agar rencana perawatan dapat berarti bagi semua pihak, maka harus mempunyai landasan kuat, dan bermanfaat secara optimal. Perawat hendaknya mengadakan pertemuan dengan tim kesehatan lain untuk membahas data, masalah, tujuan serta rencana tindakan.

3. Tindakan keperawatan

Meskipun perawat sudah mengembangkan suatu rencana keperawatan yang maksimal, kadang timbul situasi yang bertentangan dengan tindakan yang direncanakan, maka kemampuan perawat diuji untuk memodifikasi alat maupun situasi.

6. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu kegiatan yang terus menerus dengan melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan keehatan dan strategi evaluasi. Tujuan dari evaluasi adalah menilai apakah tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum. Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Diharapkan mahasiswi Akademi Kebidanan mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada neonatus sakit dengan atresia ani secara menyeluruh dan terdapat keterpaduan dengan pendekatan manajement kebidanan menurut Varney.

1.2.2 Tujuan Khusus Diharapkan mahasiswi Akademi Kebidanan mampu : 1. Melakukan penkajian pada neonatus dengan atresia ani 2. Mampu merumuskan diagnosa pada neonatus dengan atresia ani 3. Mengantisipasi masalah potensial pada neonatus atresia ani 4. Mengidentifikasi kebutuhan segera pada neonatus dengan atresia ani 5. Mengembangkan rencana sesuai rencana 6. Melakukan tindakan sesuai rencana 7. Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan 1.3 Manfaat 1.3.1 Manfaat Teoritis Dalam asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan atresia ani ini diharapkan dapat memperoleh informasi dalam mengembangkan teori dalam penanganan bayi baru lahir dengan atresia ani yang lebih maksimal. 1.3.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Ibu Bersalin Merupakan tambahan pengetahuan ibu tentang bayi baru lahir dengan atresia ani sehingga ibu dapat

menerapkannya dalam perawatan bayi sehari-hari. 2. Bagi Institusi Untuk memperbanyak dan memperluas ilmu pengetahuan khususnya pada mata kuliah asuhan pada bayi baru lahir dengan atresia ani. 3. Bagi Tenaga Kesehatan ( Bidan ) Memberikan masukan pada bidan untuk dapat memberikan informasi sesuai hasil asuhan pada bayi baru lahir dengan atresia ani kepada bayi baru lahir yang diasuhnya.