asas hukum acara pidana

11

Click here to load reader

Upload: maulanafarid9082

Post on 05-Aug-2015

53 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asas Hukum Acara Pidana

A. ASAS HUKUM ACARA PIDANA

Hukum Acara Pidana (Hukum Pidana Formil) adalah keseluruhan aturan hukum yang

mengenai cara melaksanakan ketentuan Hukum Pidana jika ada pelanggaran terhadap

norma-norma yang dimaksud oleh ketentuan ini.

Pemeriksaan dalam hukum acara pidana adalah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan pendahuluan (vooronderzoek)

Dalam pemeriksaan pendahuluan ini dikumpulkan bahan-bahan yang mungkin

dapat menjadi bukti terjadinya pelanggaran atau kejahatan. Dalam pemeriksaan

Pendahuluan, dipergunakan sebagai pedoman asas-asas sebagai berikut :

1. Asas kebenaran materiil (kebenaran dan kenyataan), yaitu usaha-usaha

untuk mengetahui apakah benar-benar terjadi pelanggaran atau kejahatan.

2. Asas Inquisitoir, yaitu bahan dalam pemeriksaan pendahuluan ini si

Tertuduh / si Tersangka hanyalah merupakan objek. Asas ini hanya berlaku

ketika menggunakan sistem HIR.

b. Pemeriksaan terakhir (eindonderzoek) di dalam sidang Pengadilan pada

tingkat pertama.

Pemeriksaan dalam sidang bertujuan untuk menguji apakah suatu tindak

pidana betul-betul terjadi atau apakah bukti-bukti yang diajukan itu sah atau

tidak. Pemeriksaan dalam sidang terdakwa / tertuduh telah dianggap sebagai

Subjek yang berarti telah mempunyai kedudukan sebagai pihak yang sederajat

dengan penuntut umum. Sifat pemeriksaan itu adalah accusatoir.

NAMA : ABDUL WAHAB AFANDI

NIM : 8111412217

TUGAS : PENGANTAR HUKUM INDONESIA

Page 2: Asas Hukum Acara Pidana

Pemeriksaan dalam sidang dilakukan secara terbuka (sesuai pasal 19 UU No.

14 Tahun 2004) untuk umum, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.

Dalam UU No.14 tahun 1970 ada satu lagi asas yang penting, yaitu yang

tercantum dalam pasal 8 yang berbunyi sebagai berikut :

“Setiap orang, yang Tersangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan / atau

dihadapan muka pengadilan, wijib dianggap tidak bersalah sebelum adanya

putusan pengadilan yang dinyatakan kesalahannya dan memperoleh

kekuatan hukum yang tetap (asas presumption of innocent)”.

Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum

(Pasal 37 UU No.4 Tahun 2004)

Pengaturan dalam UU Pokok Kekuasaan Kehakiman lebih maju mengenai

kedudukan Tersangka, seperti dalam Pasal 38-nya yang berbunyi : “Dalam

perkara Pidana seorang Tersangka terutama sejak saat dilakukannya

penangkapan dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan

Penasihat Hukum”.

Jaksa sebagai penuntut umum dalam melakukan penuntutan di Indonesia

menganut prinsip “oportunita” disamping kita masih mengenal prinsip yang lain

yaitu prinsip “legalita”.

Prinsip Legalita, dalam prinsip ini penuntut umum tidak boleh tidak mesti

menuntut seseorang di muka Hakim Pidana, apabila ada bukti cukup untuk

mendakwa seseorang telah melanggar suatu peraturan Hukum Pidana. Prinsip

Oportunita yang menggantungkan hal akan melakukan suatu tindakan kepada

keadaan yang nyata dan yang ditinjau satu persatu.

Alat bukti yang dikenal dalam Hukum Acara Pidana yang diatur dalam KUHP

Pasal 184 adalah :

1. Keterangan Saksi.

2. Keterangan Ahli.

3. Surat – Surat.

4. Petujuk.

5. Keterangan Terdakwa.

Page 3: Asas Hukum Acara Pidana

Keputusan Hakim dapat berupa :

1. Putusan yang mengandung pembebasan Terdakwa (vrijspraak), dalam

hal ini perbuatan yang dituduhkan Jaksa tidak terbukti.

2. Putusan yang mengandung pelepasan Terdakwa dari segala tuntutan

(ontslag van rechtsvervolging), dalam hal ini perbuatan yang dituduhkan

Jaksa terbukti tetapi bukan merupakan kejahatan ataupun pelanggaran.

3. Putusan yang mengandung penghukuman.

c. Memajukan upaya hukum (rechtsmiddelen) yang dapat dijalankan terhadap

putusan Hakim, baik ditingkat pertama maupun pada tingkat banding.

Sesudah perkara diputuskan oleh hakim, maka apabila Jaksa atau Terdakwa

tidak puas terhadap putusan Hakim, mereka dapat mengajukan upaya hukum,

dalam hal ini dapat banding ke Pengadilan Tinggi. Jika keputusan Pengadila

Tinggi belum memuaskan dapat minta kasasi kepada Mahkamah Agung.

d. Pelaksanaan putusan Hakim.

Jika keputusan Pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, artinya

sudah tidak dapat diajukan perlawanan lagi, maka keptusan itu dapat

dilaksanakan dan ini merupakan tugas Jaksa untuk mengeksekusi atau

melaksanakan putusan Hakim.

B. ASAS HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Pasal 10 Ayat (1) Undang –Undang Nomor 14 Tahun 1970 menyebutkan bahwa,

Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan :

1. Peradilan Umum

2. Peradilan Agama

3. Peradilan Militer

4. Peradilan Tata Usaha Negara

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang susunan, kekuasaan, hukum

acara dan kedudukan hakim, serta tata kerja administrasi pada Pengadilan Tata Usaha

Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Page 4: Asas Hukum Acara Pidana

Hukum acara yang digunakan pada PTUN mempunyai persamaan dengan acara yang

digunakan pada Peradilan Umum untuk perkara Perdata dengan beberapa perbedaan

antara lain :

1. Pada PTUN Hakim berperan lebih aktif dalam proses persidangan, guna

memperoleh kebenaran material dan untuk itu Undang-Undang ini mengarah

pada ajaran pembuktian bebas

2. Suatu gugatan Tata Usaha Negara padadasarnya tidak bersifat menunda

pelaksanaan keputusan TUN yang disengketakan.

3. Kedudukan Penggugat dan Tergugat pada PTUN akan tetap sama sampai tingkat

Kasasi tidak dimungkinkan adanya gugat balik, sehingga tidak ada Penggugat

atau Tergugat rekonvensi

4. Pada PTUN pengajuan gugatan diberi batas waktu yaitu 90 hari.

Wewenang Peradilan Tata Usaha Negara

Wewenang PTUN adalah mengadili sengketaTata Usaha Negara antara Orang atau

Badan Hukum Privat (sebagai Penggugat dengan Badan atau Pejabat TUN)

Objek Sengketa Tata Usaha Negara

Menurut Pasal 1 butir ke-3 UU No.5 Tahun 1986, dikatakan bahwa Objek atau

pangkal sengketa Tata Usaha Negaera adalah : “Keputusan Tata Usaha Negara adalah

suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata UsahaNegara

yang berisikan tindakan hukum tata usaha yang berdasarkan peraturan perundangan yang

berlaku bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulka akibat hukum bagi

seseorang atau badan hukum perdata”.

Dari rumusan diatas dapat diuraikan sebagai unsur-unsur sebagai berikut :

1. Penetapan Tertulis

Menunjuk kepada isi dan bukan kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan.

Pernyataan tertulis itu diharuskan untuk kemudahan segi pembuktian.

2. Konkrit

Artinya objek yang diputuskan dalam Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi

berwujud tertentu atau dapat ditentukan.

3. Individual

Artinya keputusan TUN itu tidak ditujukan untuk umum tapi tertentu alamat atau

hal yang dituju.

Page 5: Asas Hukum Acara Pidana

4. Final

Artinya sudah definitif dan dapat menimbulkan akibat hukum. Keputusan yang

masih memerlukan persetujuan dari instasi lainbelum bersifat final.

Gugatan

Dalam pasal 53 Ayat (1) ditegaskan bahwa : “Seorang atau Badan Hukum Perdata

yang merasa dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang berisi tuntutan

agar keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak

sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi”.

Gugatan harus memuat :

1. Nama, Kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan Penggugat atau

Kuasanya

2. Nama Jabatan, tempat kedudukan tergugat

3. Dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan pengadilan

Pemeriksaan Persiapan (Pasal 63)

Sebelum pemeriksaan pokok dimulai, hakim wajib mengadakan pemeriksaan

persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas, dalam hal ini hakim bertindak :

1. Memberi nasihat kepada Penggugat untuk memperbaiki gugatannya dan

melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka 30 hari.

2. Dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang

bersangkutan.

Penetapan Hari Sidang (Pasal 59 Ayat 3, Pasal 64)

Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 hari sesudah gugatan dicatat, Hakim

menentukan hari, jam dan tempat persidangan, serta menyuruh memenggil kedua belah

pihak untuk hadir.

Pemeriksaan dalam Sidang

Pemeriksaan dimulai dengan membacakan isi gugatan dan surat jawabannya oleh

hakim, dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat diberi kesempatan untuk

mengajukan jawaban.

Page 6: Asas Hukum Acara Pidana

Pembuktian

Alat bukti yang dikenal dalam Hukum Acara PTUN adalah :

1. Surat atau Tulisan

2. Keterangan Ahli

3. Keterangan Saksi

4. Pengakuan Para Pihak

5. Pengetahuan Hakim

Putusan Hakim

Putusan Hakim itu (Pasal 97 Ayat 7) dapat berupa :

1. Gugatan ditolak

Menolak gugatan, berarti memperkuat putusan Badan / Pejabat Tata Usaha

Negara

2. Gugatan dikabulkan

Mengabulkan gugatan, berarti tidak membenarkan Keputusan Badan / Pejabat

Tata Usaha Negara, baik seluruhnya atau sebagian.

3. Gugatan tidak diterima

Berartyi gugatan itu tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan.

4. Gugatan gugur

Berarti apabila pihak atau (para) kuasanya, kesemuanya tidak hadir pada

persidangan yang telah ditentukan dan telah dipanggil secara patut.

Pelaksanaan Putusan Pengadilan

Hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat

dilaksanakan . Salinan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,

dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh panitera atas perintah Ketua

Pengadilan yang mengadilinya selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari.

Page 7: Asas Hukum Acara Pidana

Pemeriksaan di Tingkat Banding (Pasal 122 s/d 130)

Pemeriksaan banding dengan hakim majelis, dan dalam pemeriksaan itu dapat terjadi

hal-hal sebagai berikut :

1. Apabila terdapat putusan PTUN (tingkat I) yang menyatakan tidak berwenang

(absolut dan relatif) memeriksa perkara yang diajukan, sedangkan Majelis Tinggi

Tata Usaha Negaraberpendapat lain, maka ia dapat bertindak :

a. Memeriksa dan memutus perkara itu

b. Memerintahkan PTUN (tingkat I) yang bersangkutan memeriksa dan memutus

perkara itu.

2. Bilaman pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berpendapat, bahwa PTUN tingkat

pertama kurang lengkap, maka ia dapat bertindak :

a. Sidang untuk mengadakan pemeriksaan tambahan

b. Memerintahkan PTUN (Tingkat I) yang bersangkutan melakukan pemeriksaan

tambahan

Kasasi (Pasal 131)

Untuk acara pemeriksaan kasasi dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 77 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985vtentang Mahkamah

Agung yang diamandemen dengan UU No.5 Tahun 2004.

Peninjauan Kembali (Pasal 132)

Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat

diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung yang acaranya

diatur dalam Pasal 77 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung (diamandemen dengan UU No.5 Tahun 2004)