asam salisilat

7
Efek Samping Asam Salisilat Topikal Absorpsi Sistemik Secara umum penggunaan terapi topikal relatif lebih aman dan memiliki efek samping minimal bila dibandingkan dengan rute pemberian sistemik, namun terapi topikal memiliki potensi toksisitas sistemik, efek teratogenik, dan interaksi obat akibat absorpsi sistemik yang harus diwaspadai. Penggunaan asam salisilat pada area yang luas dapat mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah yang signifikan. Asam salisilat diabsorpsi secara cepat karena sifatnya yang cenderung lipofilik, terutama bila diberikan dalam vehikulum minyak/salap dengan atau tanpa oklusi. Bioavailibilitas absopsi asam salisilat melalui kulit bervariasi antara 11,8%- 30,7%. Asam salisilat yang diberikan secara topikal tidak melalui metabolisme awal di hati, sehingga tidak mengalami penurunan signifikan jumlah zat aktif sebelum bekerja. Hal inilah yang menyebabkan asam salisilat relatif aman bila diberikan secara oral, namun dapat memberikan manifestasi gejala kelainan saraf pusat akibat toksisitas pada pemberian secara topikal dalam dosis yang sama. Batas maksimal pemberian asam salisilat adalah 2g/24 jam. Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Sistemik dan Toksisitas Absorpsi Perkutan Toksisitas asam salisilat perkutan berkorelasi langsung dengan absorpsi perkutan. Terdapat beberapa faktor yang

Upload: anisa-listya

Post on 10-Apr-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

narasi

TRANSCRIPT

Page 1: asam salisilat

Efek Samping Asam Salisilat Topikal

Absorpsi Sistemik

Secara umum penggunaan terapi topikal relatif lebih aman dan memiliki efek

samping minimal bila dibandingkan dengan rute pemberian sistemik, namun terapi topikal

memiliki potensi toksisitas sistemik, efek teratogenik, dan interaksi obat akibat absorpsi

sistemik yang harus diwaspadai. Penggunaan asam salisilat pada area yang luas dapat

mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah yang signifikan. Asam salisilat diabsorpsi secara

cepat karena sifatnya yang cenderung lipofilik, terutama bila diberikan dalam vehikulum

minyak/salap dengan atau tanpa oklusi. Bioavailibilitas absopsi asam salisilat melalui kulit

bervariasi antara 11,8%- 30,7%. Asam salisilat yang diberikan secara topikal tidak melalui

metabolisme awal di hati, sehingga tidak mengalami penurunan signifikan jumlah zat aktif

sebelum bekerja. Hal inilah yang menyebabkan asam salisilat relatif aman bila diberikan

secara oral, namun dapat memberikan manifestasi gejala kelainan saraf pusat akibat

toksisitas pada pemberian secara topikal dalam dosis yang sama. Batas maksimal

pemberian asam salisilat adalah 2g/24 jam.

Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Sistemik dan Toksisitas

Absorpsi Perkutan

Toksisitas asam salisilat perkutan berkorelasi langsung dengan absorpsi perkutan.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan, yaitu konsentrasi obat,

vehikulum, penggunaan oklusi, luas permukaan aplikasi, frekuensi dan durasi aplikasi, serta

keadaan kulit. Semakin tinggi konsentrasi obat maka akan semakin tinggi ke- mungkinan

absorpsi sistemik. Penggunaan vehikulum minyak/ salap akan lebih mudah diserap

dibandingkan krim. Semakin luas permukaan aplikasi, semakin sering frekuensi aplikasi

dan semakin lama durasi pengunaan asam salisilat topikal, serta oklusi akan meningkatkan

absorpsi sistemik. Keadaan kulit, terutama fungsi sawar, berpengaruh terhadap absorpsi

asam salisilat perkutan. Asam salisilat telah terde- teksi dalam urin dalam 24 jam setelah

aplikasi topikal pada penderita eritroderma. Penggunaan asam salisilat 3% dengan

frekuensi 3x/hari pada seluruh area kulit kecuali wajah dan leher menyebabkan toksisitas

sistemik pada hari ke-5.

Page 2: asam salisilat

Usia

Populasi bayi, anak, dan lanjut usia memiliki risiko kejadian toksisitas lebih besar

dibandingkan dewasa. Bayi dan anak memiliki perbandingan volume dan luas permukaan

tubuh yang besar. Selain itu fungsi detoksifikasi dan ekskresi belum berkembang secara

sempurna. Pada usia lanjut, volume cairan ekstravaskular juga lebih rendah.

Fungsi Hati dan Ginjal

Asam salisilat mengalami metabolisme di retikulum endoplasmik dan mitokondria

sel hati, serta di eksresi melalui ginjal sebagai asam salisilat bebas, salicyluric acid, dan

asam gentisat. Kegagalan fungsi hati akan menyebabkan kadar asam salisilat dalam plasma

meningkat sedangkan kegagalan fungsi ginjal akan menyebabkan ekskresi asam salisilat

dan metabolitnya menurun, sehingga meningkatkan akumula- sinya dalam plasma.

Toksisitas Sistemik

Kejadian toksisitas sistemik akibat absorpsi asam salisilat melalui kulit jarang

dijumpai, namun berpotensi menimbulkan gangguan serius, bahkan kematian. Lin dan

Nakatsui melakukan telaah pada publikasi berbahasa Inggris dan mendapatkan 32 kasus

toksisitas sistemik akibat penggunaan asam salisilat topikal. Sebagian besar pasien yang

mengalami toksisitas sistemik asam salisilat adalah pasien psoriasis (14) dan iktiosis (10).

Gejala umumnya timbul pada awal inisiasi terapi (2-3 hari setelah terapi dimulai).

Kematian terjadi pada 2 kasus.

Toksisitas akut asam salisilat melalui absorpsi topikal belum pernah diteliti pada

manusia. Toksisitas perkutan asam salisilat pada kelinci, sangat rendah, dengan LD 50

>500mg/ kg berat badan. Dosis letal LD 50 adalah dosis zat yang menyebabkan kematian

pada 50% populasi. Pada penelitian toksisitas subkronik asam salisilat topikal, dosis metil

salisilat >5g/kg BB diduga bersifat nefrotoksik, namun data pen- dukung yang tersedia

sangat terbatas. Gejala toksisitas dapat diamati pada kadar plasma 200-400 μg/ml.

Manifestasi klinis toksisitas sistemik pada berbagai sistem organ adalah sebagai berikut:

Page 3: asam salisilat

1. Salisilism

Salisilism merupakan suatu sindrom toksisitas asam salisilat yang bersifat kronik.

Gejala yang timbul meliputi nyeri kepala, pusing, tinitus, gangguan pendengaran, gangguan

penglihatan, gangguan perilaku (bingung, lesu, rasa kantuk), halusinasi, hiperventilasi,

berkeringat, haus, dan gangguan saluran pencernaan; yaitu: mual, muntah, sampai dengan

diare. Risiko kejadian salisilism meningkat pada penggunaan jangka panjang meliputi area

yang luas, anak, serta pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.

2. Efek Neurologik

Pada toksisitas asam salisilat dapat terjadi gangguan neurologis berupa: pusing, rasa

kantuk, vertigo, tinitus, gangguan pendengaran pada nada tinggi, delirium, dan psikosis.

Pada keadaan toksisitas berat, pasien dapat pingsan bahkan koma. Tinitus dan gangguan

pendengaran diduga terjadi akibat peningkatan tekanan pada labirin dan gangguan terhadap

sel rambut koklea. Hal itu merupakan akibat sekunder terhadap vasokonstriksi pembuluh

darah auditorik.

3. Efek Respiratorik

Asam salisilat mampu menstimulasi pusat pernapasan baik secara langsung maupun

tidak langsung. Gejala dan tanda toksisitas respiratorik meliputi hiperventilasi, alkalo- sis

respiratorik, dan asidosis metabolik. Efek ini mulai dapat diamati pada kadar plasma 350

μg/ml. Keadaan hiperventilasi pernafasan dapat diamati secara jelas pada kadar plasma 500

μg/ml. Bila keadaan ini terus berlanjut dapat terjadi depresi pernafasan yang berakhir pada

kegagalan sistem pernafasan.

4. Efek Metabolik

Asam salisilat mampu menginduksi sekresi steroid oleh kelenjar adrenal. Efek

inilah yang dimanfaatkan sebagai efek anti-inflamasi. Pada dosis tinggi asam salisilat dapat

mempengaruhi penggunaan glukosa yang berpotensi menyebabkan status hipoglikemik

pada pasien.

Page 4: asam salisilat

5. Efek Teratogenik

Pada kejadian absorpsi sistemik dalam dosis terapeutik sistemik, asam salisilat tidak

terbukti memiliki efek teratogenik. Ibu yang mengkonsumsi salisilat dan turunannya dalam

jangka waktu panjang selama masa kehamilan ternyata melahirkan bayi dengan berat badan

yang rendah. Penggunaan asam salisilat dalam jangka panjang pada trimester ke-3 dapat

meningkatkan mortalitas perinatal akibat penutupan prematur duktus arteriosus, anemia,

perdarahan antepartum dan postpartum, dan komplikasi pada proses.

6. Interaksi Obat

Saat mengalami absorpsi sistemik, 80-90% asam salisilat pada plasma berikatan

dengan protein (terutama albumin). Asam salisilat berkompetisi dengan berbagai obat yang

terikat pada albumin, yaitu tiroksin, triodotironin, penisilin, fenitoin, kaptopril, probenesid,

dan berbagai obat anti- inflamasi nonsteroid. Penggunaan asam salisilat secara bersamaan

dengan antikoagulan lain (sebagai contoh: warfarin dan heparin), obat hipoglikemia, dan

metotreksat perlu berhati-hati. Asam salisilat dapat meningkatkan toksisitas obat-obat

tersebut.

Klinisi perlu mempertimbangkan pendekatan sistemik secara rasional, misalnya:

fototerapi atau terapi sistemik alternatif pada pasien dengan kelainan kulit yang luas.

Pengetahuan ini mampu menjadi panduan dalam memaksimalkan efektivitas dan

tolerabilitas asam salisilat sebagai bahan dermatoterapi topikal.