asam asetat
DESCRIPTION
gratissTRANSCRIPT
asam asetat
III.4 Proses Pembuatan Asam Asetat
III.4.1 Spesifikasi Bahan Baku & Katalis
a. Methanol
Metanol digunakan sebagai bahan baku pembuatan asam asetat dengan metode
karbonilasi methanol. Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobic oleh
bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah
beberapa hari, uap methanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar
matahari menjadi karbondioksida dan air.
b. Iodida
Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan konversi methanol menjadi metil
iodide:
MaOH + HI MeI + H2O
Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus
katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO)2I2]- sehingga
terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]-
c. Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]−)
Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]−) berperan sebagai katalis dalam proses pembuatan asam
asetat dalam skala industri. Katalis ini sangat aktif sehingga akan memberikan reaksi dan
distribusi produk yang baik. Struktur katalis kompleks Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]−) dapat
dilihat seperti gambar berikut:
d. Iridium ([Ir(CO)2I2]−)
Iridium ([Ir(CO)2I2]−) berperan sebagai katalis dalam proses pembuatan asam asetat
dalam skala industri.Penggunaan iridium memungkinkan penggunaan air lebih sedikit dalam
campuran reaksi.Struktur katalis kompleks Ir[(CO)2I2]– dapat dilihat seperti gambar berikut
III.4.2 Proses Pembuatan
Ada beberapa teknik yang digunakan dalam pembuatan asam asetat, diantaranya ialah;
karbonilasi methanol, sintesis gas metan, oksidasi asetaldehida, oksidasi etilena, oksidasi
alkana, oksidatif fermentasi, dan anaerob fermentasi. Karbonilisasi methanol merupakan
teknik yang umum digunakan dalam industri asam asetat dan menjadi teknik penghasil asam
asetat lebih dari 65% dari kapasitas global. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri
kimia, 75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui
metode-metode alternatif.
Teknik Karbonilisasi methanol
Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi ini,
metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat
CH3OH + CO → CH3COOH
Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam
tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.
(1) CH3OH + HI → CH3I + H2O
(2) CH3I + CO → CH3COI
(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI
Ada dua macam proses pembuatan asam asetat dengan metode karbonilisasi
methanol yakni proses monsanto dan proses cativa. Proses monsanto menggunakan katalis
kompleks Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]−), sedangkan proses cativa menggunakan katalis
iridium ([Ir(CO)2I2]−)yang didukung oleh ruthenium.
a. Proses Monsanto
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh pabrik Perusahaan Monsanto di Texas
City. Keunggulan dari metode ini ialah dapat dijalankan pada tekanan yang rendah. Bahan
dasar dari pembuatan asam asetat menggunakan metode ini ialah methanol. Prinsip
pembuatannya ialah methanol direaksikan dengan gas CO menghasilkan asam asetat
difasilitasi katalis rhodium.
Mekanisme kerja proses monsanto berjalan dengan beberapa tahap,
1. Siklus katalitik konversi metanol menjadi metiliodida
CH3OH + HI CH3I + H2O
2. Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus
katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO)2I2]-
sehingga terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]-
3. Kemudian dengan cepat CO pindah berikatan dengan CH3 membentuk kompleks
seperti pada gambar 3 pada diagram reaksi berikut.
4. Setelah itu direaksikan dengan karbon monoksida, dimana gas CO berkoordinasi
sebagai ligan dalam kompleks Rh, menjadi rhodium-alkil kemudian membentuk
ikatan menjadi kompleks asil-rhodium (III)
5. Dengan terbentuknya kompleks pada gambar 4 maka gugus CH3COI mudah lepas.
Kompleks ini kemudian direduksi menghasilkan asetil iodide dan katalis rhodium
yang terpisah. Ditangki ini bekerja suhu 1500C-2000C dan tekanan 30 atm- 60 atm.
6. Asetil iodida yang terbentuk kemudian dihidrolisis dengan H2O menghasilkan
CH3COOH dan HI.
Dimana HI yang terbentuk dapat digunakan lagi untuk mengkonversi methanol menjadi MeI
yang akan masuk dalam proses reaksi.dan melanjutkan siklus. Asam asetat yang dihasilkan
masuk dalam tangki pemurnian untuk dipisahkan dari pengotor yang mungkin ada seperti
asam propionate. Pemurnian dilakukan dengan cara destilasi.
b. Proses Cativa
Proses Cativa adalah metode lain untuk produksi asam asetat oleh carbonylation dari
metanol . Teknologi ini mirip dengan proses Monsanto hanya berbeda dalam penggunaan
katalis. Proses ini didasarkan pada iridium yang mengandung katalis seperti kompleks
Ir[(CO)2I2]–.
1. Metanol direaksikan dengan asam iodide menghasilkan Metil Iodida.
2. Setelah itu, metal iodida masuk dalam tangki reaktor bereaksi sengan katalis
kompleks iridium (gambar 1) membentuk [Ir(CO)2I3CH3]-
3. Setelah terbentuk struktur ini dengan cepat direaksikan dengan gas CO sehingga I -
akan keluar dari kompleks digantikan CO sehingga terbentuk kompleks baru
[Ir(CO)3I]
4. Struktur ini kurang stabil sehingga untuk menstabilkan CO di mutasi berikatan
dengan CH3
5. Gugus CH3CO pada kompleks mudah lepas, sehingga dengan adanya ion I - di sekitar
kompleks menyebabkan gugus CH3CO lepas dari kompleks dan bereaksi dengan I-
membentuk CH3COI.
6. Senyawa CH3COI ini kemudian dihidrolisis menghasilkan asam asetat (CH3COOH)
dan asam halida (HI). Dimana HI yang terbentuk ini ditarik lagi masuk dalam siklus
bereaksi dengan methanol membentuk Metil Iodida yang akan bereaksi lagi dengan
katalis.
7. Asam asetat yang terbentuk belum murni. Untuk memisahkan asam asetat dari
pengotor maka dilakukan destilasi.
etanolC2H5OH.
Proses Pembuatan Etanol
Pembuatan etanol dari fermentasi umbi kayu dapat dilakukan dengan
beberapa tahap. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah :
1. Tahapan pemurnian bahan baku
Pada tahapan persiapan, bahan baku berupa padatan harus dikonversi terlebih
dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya difermentasi untuk menghasilkan
etanol. Bahan padatan dikenai perlakuan pengecilan ukuran dan juga tahap
pemasakan. Proses pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan menggiling bahan
(singkong) sebelum memasuki tahap pemasakan. Tahap pemasakan bahan meliputi
proses liquifikasi dan sakarifikasi. Pada tahap ini, tepung/pati dikonversi menjadi
gula. (Hambali, E., dkk. 2008)
2. Tahap Hidrolisa
Kemudian umbi kayu dihidrolisa dengan menggunakan enzin atau asam untuk
mengubah sukrosa menjadi glukosa. Dengan memanfaatkan enzim pengurai pati dari
mikroorganisme, konversi pati untuk menghasilkan maltose dan dekstrin yang tidak
terfermentasi terjadi karena hidrolisis enzimatis. Komposisi kimia dari pati adalah
amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer dari glukosa yang merupakan
rantai lurus dan secara kuantitatif amilosa dapat dihidrolisis menghasilkan maltose
sedangkan amilopektin hanya akan terhidrolisis sebagian. Pati jagung yang
disakarifikasi akan menghasilkan 80% maltose dari total pati dan sisanya disebut
limit dekstrin (Hidayat N., dkk. 2006). Enzim yang digunakan nzim alfa-amilase dan
gluko-amilase lalu dipanaskan selama 4 jam.
Reaksi yang terjadi di reaktor Hidrolisa :
C12H22O11 + H2O 2C6H12O6
Sukrosa Glukosa
3. Tahap Fermentasi
Proses peragian dilakukan di fermentor. Khamir yang digunakan didalam
fermentor adalah Saccharomycess cereviciae dengan lama fermentasi selama 36
jam. Bahan nutrisi yang digunakan pada fermentasi ini adalah H3PO4 dan (NH4)2SO4.
Pada fermentor terjadi konversi glukosa menjadi etanol berdasarkan reaksi :
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2
Konsentrasi etanol yang dihasilkan berkisar antara 7 – 10% (Sumber : Riegel, 1992)
Fermentasi adalah proses pengubahan bahan organik menjadi suatu bentuk
kimia yang lain dengan menggunakan proses yang menghasilkan enzim dengan cara
penambahan mikroorganisme. Secara umum, khamir yang digunakan
diklasifikasikan berdasarkan kemampuan khamir untuk menyerap oksigen. Proses
pengrusakan glukosa menjadi etanol dipengaruhi oleh rangkaian yang sangat kompleks
dimana reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut :
C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6
(Sukrosa) (Glukosa) (Fruktosa)
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + Panas/kalor
(Glukosa) (Etanol) (Karbon dioksida)
4. Tahap Pemurnian Produk
Untuk mendapatkan etanol murni, maka Saccharomycess cereviciae yang terikut
harus dipisahkan dengan filter press dan ditampung pada Bak penampung. Saccharomycess
cereviciae yang terpisah dikembangbiakan untuk dipergunakan kembali pada proses peragian
berikutnya.
5.Tahap Pemisahan Etanol Dari Larutan
Karena konsentrasi etanol yang diperoleh dari hasil fermentasi masih sangat rendah (
7 - 10 %), maka etanol tersebut didistilasi (KD-101) untuk memperoleh kadar etanol
yang diinginkan sesuai standar (96 %).(The Gasohol Handbook,1981). Setelah diperoleh
etanol yang sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan, kemudian etanol tersebut
dikondensasi (K-101) untuk mengubah etanol kedalam fasa cair. Etanol yang sudah berada
dalam fasa cair kemudian dialirkan kedalam tangki penyimpanan.
polystirene• (C8H8)n
2.1. Reaksi Pembentukan Polistirena
1. Tahap Inisiasi
Proses inisiasi adalah proses pembentukan radikal bebas dari inisiator. (Billmayer, 1970). Reaksi inisiasi dipicu oleh Benzoyl peroxide yang ketika dipanaskan pada suhu 900 akan terpecah menjadi radikal carboxyl yang segera terdekomposisi menjadi radikal phenyl
Sebuah Radikal Phenyl akan masuk pada Styrene yang akan membentuk radikal Benzylic. Reaksi ini memulai pertumbuhan rantai polimer
2. Tahap Propagansi
Proses propagasi adalah proses pertumbuhan polimer sebagai akibat dari penggabungan monomer-monomer ke dalam rantai radikal aktif (Billmayer, 1970).
3. Tahap Terminasi
Proses propagasi dilanjutkan dengan proses terminasi yang merupakan proses penghentian propagasi (Billmayer, 1970).
Rantai ini akan terus memanjang dengan adisi ratusan hingga puluhan ribu unit styrene. Reaksi berantai iniakan berhenti ketika monomer habis.
2.2. Produksi Polistirena
1. Polimerisasi bulk (larutan)
Dalam industri umunya, polimerisasi bulk (larutan) disebut polimerisasi massa. Sebagian besar polistirena yang diproduksi sekarang ini menggunakan proses ini. Pada proses ini menggunakan sejumlah solvent yang biasanya adalah monomer stirena itu sendiri dan Etil Benzena. Ada 2 jenis polimerisasi bulk, yaitu :
Polimerisasi bulk batch
Beberapa produsen polistirena masih menggunakan proses ini, dimana
proses ini terdiri dari unit polimerisasi yang didalamnya terdapat tangki
polimerisasi berpengaduk dengan konversi di atas 80%. Larutan polimer
kemudian dipompa ke bagian finishing untuk devolatilisasi ataupun proses
polimerisasi akhir dan grinding. ( U.S. Patent, 1983)
Polimerisasi bulk continuous
Proses ini merupakan proses pembuatan polistirena yang paling banyak
digunakan. Ada beberapa jenis desain dimana beberapa diantaranya sudah
mendapatkan lisensi. Secara umum proses ini terdiri dari satu atau lebih
reaktor tangki berpengaduk (CSTR). CSTR ini biasanya diikuti oleh satu atau
lebih reaktor yang didesain untuk menangani larutan yang kental (viskositas
tinggi). Reaktor ini didesain untuk memindahkan panas baik secara langsung
melalui koil maupun pendingin uap. Dengan menggunakan proses ini,
konversi monomer stirena menjadi polistirena dapat mencapai lebih dari 85%
berat. Polimerisasi diikuti terjadinya devolatilisasi yang terus menerus.
Devolatilisasi ini dapat terjadi melalui preheating dan vacuum flash chambers,
devoitizing extruders atau peralatan yang sesuai. Tingkat volatilitas dari 500
ppm stirena atau kurang dapat tercapai dengan peralatan khusus, meskipun
polistirena yang umum dikomersialkan mempunyai tingkat volatilitas sekitar
2000 ppm stirena. ( U.S. Patent, 1983)
2. Polimerisasi Suspensi
Polimerisasi suspensi adalah sistem batch yang sangat popular untuk tahapan
khusus pembuatan polistirena. Proses ini dapat digunakan untuk memproduksi kristal
maupun HIP. Untuk memperoduksi HIP, stirena dan larutan karet diolah dengan bulk
polymerized melalui fase inverse. Kemudian disuspensikan ke dalam air untuk
mendapatkan suspense air dan minyak dengan menggunakan sabun atau zat
pesuspensi. Kemudian butiran suspense ini dipolimerisasi lagi sampai selesai dengan
menggunakan inisiator dan pemanasan bertahap. Fase air digunakan sebagai heat
sink dan media perpindahan panas terhadap jaket yang dikontrol suhunya.
3. Polimerisasi Emulsi
Polimerisasi emulsi biasanya digunakan pada proses kopolimerisasi stirena dengan monomer atau polimer lain. Proses ini merupakan metode komersial yang jarang digunakan untuk memproduksi polistirena kristal atau HIP. Proses ini mempunyai persamaan dengan proses polimerisasi suspense kecuali bahwa butiran monomer yang digunakan dalam polimerisasi emulsi ini dalam ukuran mikroskopis. Air digunakan sebagai carrier dengan agen pengemulsi untuk memberikan partikel yang sangat kecil dan aktalis untuk mempercepat kecepatan reaksi.(Meyer,1984).
Jenis Produksi Kelebihan Kekurangan
1. Polimerisasi bulk
-bulk batch Prosesnya mudah.
Kemurnian Produk.
Alat-alat sederhana.
Produk yang dihasilkan
lebih seragam.
Kemurnian produk tinggi.
Pengontrolan suhu lebih
Sangat eksotermis.
Waktu pengerjaan
lama.
Membutuhkan
pengadukan dan
-bulk continous mudah. alat recycle.
2. Polimerisasi
Suspensi
Tidak ada kesulitan dengan
panas polimerisasi.
Ketel untuk proses
polimerisasi sederhana.
Volatilitas dapat dikurangi
sampai pada tingkat yang
rendah dengan pemilihan
katalis dan suhu yang tepat.
Dimungkinkan
adanya kontaminasi
dari air dengan agen
penstabil.
3. Polimerisasi
Emulsi
Prosesnya cepat dan tidak
ada kesulitan dengan panas
polimeriasi.
Beberapa proses
polimerisasi yang tidak
mungkin dilakukan dengan
teknik lain tapi dengan
mudah dilakukan dengan
proses ini.
Dapat diterapkan untuk
polimeriasi secara kontinyu.
Dimungkinkan
terjadinya
kontaminasi polimer
dengan air dan agen
pengemulsi.
Berat molekul
polimer tinggi untuk
proses pembentukan
yang cepat dengan
menggunakan
injeksi.
Berdasarkan hasil pengamatan kelebihan dan kekurangan proses pembuatan High
Impact Polystyrene diatas, maka pada pra rancangan pembuatan High Impact Polystyrene ini
digunakan proses bulk continuous.
Proses pembuatan High Impact Polystyrene secara berkelanjutan dilakukan dengan
beberapa tahap proses, yaitu :
1. Tahap penyiapan bahan baku
a. Stirena
Stirena monomer sebagai bahan baku utama disimpan dalam bentuk cair
dalam tangki penyimpan (T-01) pada suhu 30Oc dan tekanan 1 atm, dialirkan ke
dalam mixer 1 (M-01) untuk dicampur dengan arus recycle dengan menggunakan
pompa sentrifugal P-01 dan selanjutnya dialirkan ke mixer 2 (M-02) yang
sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu oleh pemanas HE-01.
b. Etil Benzena
Etil Benzena sebagai pelarut disimpan dalam bentuk cair dalam tangki
penyimpan (T-02) pada suhu 30Oc dan tekanan 1 atm, dialirkan ke mixer 1(M-01)
dengan menggunakan pompa sentrifugal P-02 dan selanjutnya bersama stirena dan
arus recycle dialirkan ke mixer 2 (M-02) yang sebelumnya dipanaskan terlebih
dahulu oleh pemanas HE-01.
c. Cis 1-4 polibutadiena
Cis 1-4 polibutadiena yang disimpan dalam bentuk padat dalam gudang (G-
01) pada suhu 30Oc dan 1 atm, diangkut dengan menggunakan bucket elevator
BE-01 menuju Hammer mill HM-01 untuk direduksi ukurannya dari 2,5 cm
menjadi 10 μm, kemudian polibutadiena yang tidak memenuhi syarat dan yang
melebihi ukuran dipisahkan di screner SC-01. Polibutadiena yang memenuhi
syarat dikirim ke mixer 2 (M-02) dengan menggunakan belt conveyor BC-01,
sedangkan yang melebihi ukuran akan menjadi limbah. Di mixer 2 (M-02) yang
dilengkapi dengan pengaduk, polibutadiena dicampur dengan bahan baku lainnya.
Supaya polibutadiena terlarut sempurna, maka mixer 2 (M-02) dioperasikan pada
suhu 105Oc dan tekanan 1 atm dengan waktu tinggal 4,5 jam. (US Patent,1983)
2. Tahap reaksi
Campuran stirena monomer, Etil Benzena, Polibutadiena dan inisiator Benzoil
Peroksida dimasukkan ke dalam reaktor (R-01) yang berupa tangki berpengaduk.
Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis sehingga diperlukan pendingin dengan
menggunakan jaket pendingin. Sebagai pendingin digunakan air yang masuk pada
suhu 30oC dan keluar pada suhu 45oC. Kondisi operasi dalam reaktor dipertahankan
pada suhu 137oC dan tekanan 1 atm selama 7,6 jam untuk mencapai konversi sebesar
85% (US Patent,1976).
3. Tahap akhir
Produk yang keluar dari reaktor berbentuk slurry dengan menggunakan pompa
sentrifugal P-05 dialirkan ke devolatilizer yang dioperasikan pada suhu 150oC dan
tekanan vacuum 0,5 atm untuk memisahkan sisa pereaktan dengan produk High
Impact Polystyrene berdasarkan titik didihnya. Sisa pereaktan yang berupa Stirena
monomer, Etil Benzena dikondensasikan di kondensor (C-01) dan hasil kondensasi
direcycle kembali sebagai bahan baku.
Produk High Impact Polystyrene yang telah terpisah dari sisa pereaktan
dengan suhu 150oC didinginkan terlebih dahulu di cooler (C-02) sampai suhu 30oC.
Kemudian dimasukkan ke Rotary Dryer (RD) untuk dikeringkan dengan efisiensi
72%. Selanjutnya dalam pellet mill (PM) strand dipotong menjadi bentuk pellet,
kemudian HIP akan di teruskan ke screner (SC-02) untuk mendapatkan keseragaman
ukuran dan selanjutnya HIP akan dimasukkan ke dalam unit pengantongan pada
gudang (G–03).
polietilenCH2=CH2
6 Proses Pembuatan Polyethylene
Polyethylene dapat dibuat dengan cara polimerisasi gas etilen, yang dapat dilakukan
dengan memberi gas hydrogen petroleum pada pemecahan minyak (nafta), gas alam atau
asetilen. Selain itu juga ada beberapa macam proses pembuatan produk polyethylene,
diantaranya:
a. High Presure Process
Dalam proses high pressure ini dapat digunakan 2 jenis reaktor yaitu autoclave
reaktor atau tubular reaktor (jacketted tube) yang mempunyai kondisi operasi yang
berbeda seperti :
• Autoclave reaktor
- Tekanan operasinya antara 150-200 Mpa (typical)
- Waktu tinggal 30-60 detik (typical)
• Tubular Reaktor
- Tekanan operasi yang digunakan antara 200-250 Mpa (typical)
- Temperatur reaksinya tergantung dari jenis inisiator oksigen maka temperatur
reaksinya 1900oC dan jika menggunakan inisiator peroxycarbonate maka
temperatur reaksinya menjadi 1400oC.
b. Suspension (Slurry) Process
Dalam proses ini polyethylene disuspensikan dalam diluent hidrocarbon untuk
mempermudah proses. Ada 2 macam proses dalam suspension (slurry) proses, yaitu
autoclave process dan loop reaktor process.
• Autoclave Process
- Tekanan operasinya 0.5-1 Mpa (typical)
- Temperatur reaksinya antara 80-900oC (typical)
- Diluent yang digunakan adalah hexane
- Katalis yang digunakan dicampur dengan alkyl alumunium
• Loop Reactor Process - Tekanan operasinya 3-4 Mpa (typical)
- Temperatur reaksinya 1000oC (typical)
- Diluent yang digunakan adalah isobutene
- Jika menggunakan Philip type maka katalisnya adalah campuran Ti dan Alkyl
alumunium
c. Gas Phase Process
Union Carbide banyak menggunakan proses ini dengan menggunakan reaktor
fluidized bed. Disebut gas phase process karena hampir semua bahan baku disuplai
dalam bentuk gas.
i. Tekanan operasi yang digunakan antara 0.7-2 Mpa (typical)
ii. Temperatur reaksinya antara 80-100 oC (typical)
iii. Poison catalyst : CO2, CO, H2O
Dalam Pra-rancangan pembuatan Pabrik Linear Low Density Polyethylene
(LLDPE) ini dipilih proses Gas Phase (Unipol). Pemilihan proses dilakukan dengan
memperhatikan :
• Pengoperasiannya mudah karena proses yang sederhana dengan unggun
terfluidisasi menyebabkan proses lebih stabil dan fleksibel
• Dengan menggunakan fase gas dan tidak adanya solvent, kemungkinan
terjadinya aglomerasi lebih kecil
• Kebutuhan Utility Plant sedikit
• Produk yang dihasilkan memiliki kemurnian yang tinggi
• Konversi reaksi yang diperoleh mencapai 98 % sehingga secara ekonomis
proses ini layak dibuat dalam skala pabrik
etil benzenC6H5CH2CH3
3.1. Proses Pembuatan Etil Benzena
a. Proses Pembuatan Ethylbenzene dengan Fase Cair
Proses pembuatan ethylbenzene fase cair telah dikembangkan
oleh perusahaan-perusahaan Badger Company, Dow Chemical,
BASF, Shell Chemical, Monsanto, Societe Chimique Des
Cahrbonnages,Cosden Oil and Gas Company, and Union Carbide.
Union Carbide beroperasi pada tekanan diatas 125 psig dan
temperature 80 sampai 1300C. Tetapi proses Monsanto merupakan
proses yang paling komersial dan paling modern. Katalis yang
digunakan dapat berupa AlCl3, ethylchloride atau HCl. Tetapi yang
paling umum digunakan adalah AlCl3, pada suhu 40 sampai 1000C.
Alkilasi benzene dengan katalis AlCl3 merupakan reaksi eksotermis (
H = -114 kJ/mol ) dan berlangsung sangat cepat. Katalis promoter
yang berupa ethylchloride atau HCl akan dapat mengurangi
konsumsi AlCl3.
Reaksi yang terjadi pada proses fase cair menurut Kirk Othmer
(1981) sebagai berikut :
C6H6 + C2H4C6H5CH2CH3
Pada proses Monsanto yang telah dikembangkan menggunakan
dua reaktor. Pada reaktor pertama terjadi reaksi alkilasi antara
benzene dengan ethylen pada tekanan lebih rendah dibandingkan
pada proses fase gas, yaitu 70-150 psig dan temperature 300-3500F.
Perbandingan mol benzene dan ethylen dalam reaktor adalah 3:1
sampai 5:1. Perbandingan AlCl3 dan C2H4 adalah 0,001-0,0025. Pada
reaktor transalkilasi terjadi reaksi antara benzene sisa dan
polyethyllbenzene yang direcycle. Produk keluar reaktor transalkilasi
selanjutnya dikirim ke neutralizer untuk menghilangkan HCl dan
katalis yang terdapat didalam produk reaktor. Setelah produk yang
keluar bebas dari impuritas, produk dipisahkan dengan tiga menara
distilasi. Pada kolom pertama benzene di recycle untuk
dikembalikan ke reaktor alkilasi. Pada kolom kedua menghasilkan
produk ethylbenzene. Produk atas dari kolom ketiga adalah
polyethyllbenzene dan tars, yang dapat digunakan sebagai bahan
bakar. Karena kebutuhan katalis sangat sedikit, maka tidak
dibutuhkan regenerasi katalis. Jadi garam-garam yang dihasilkan
dari neutralizer sistem bisa langsung dibuang dan dikirim ke sistem
pengolahan limbah. Produk keluar kolom distilasi kemurniannya
minimum 99,7% berat.
b. Proses Pembuatan Ethylbenzene dengan Fase Gas
Proses ini menggunakan bahan baku benzene yang dialkilasi
dengan ethylen menggunakan katalis BF3, ZMS-5 atau bisa juga
menggunakan silika alumina. Tekanan dalam rektor sangat tinggi,
yaitu sekitar 6000 kPa (870 psi) dan temperatur lebih dari 3000C.
Dengan menggunakan rasio benzene terhadap ethylen yang cukup
besar dapat meminimumkan terbentuknya polyethylbenzene.
Konversi terhadap ethylen di reaktor alkilasi antara 98-99%.
Pembuatan ethylbenzene pada fase gas mulai dikenal sejak
tahun 1940. Sampai saat ini dikenal dua macam proses dalam
alkilasi fase gas, yaitu :
1) Proses Alkar
Proses Alkar merupakan proses yang dikembangkan oleh
Universal Oil Product ( UOP ) pada tahun 1958. Proses ini dapat
menghasilkan ethylbenzene dengan kemurnian tinggi. Katalis
yang digunakan adalah BF3 (boron trifluoride). Katalis ini sangat
sensitif terhadap air, senyawa sulfur dan oksigen. Bahkan dengan
adanya jumlah air kurang dari 1 mg/kg reaktan akan
menghidrolisa BF3. Karena itu, baik ethylen maupun benzene yang
masuk reaktor harus dengan kondisi anhidrous. Reaksi alkylasi
terjadi pada tekanan tinggi (2,5-3,5 MPa : 25-35 bar) dan
temperatur rendah (100-1500C). Umpan masuk reaktor biasanya
menggunakan rasio molar antara ethylen:benzene adalah 0,15 :
0,2. Suhu masuk reaktor dikontrol oleh recycle masuk reaktor.
Produk dari reaktor tersebut dipisahkan dengan separator.Hasil
bawah dimasukkan ke benzenecolumn untuk memisahkan
benzene dan produk ethylbenzene.Hasil atas direcycle dan
dicampur dengan umpan benzene.Hasil bawah diumpankan
kedalam ethylbenzene column.Cairan jenuh dari benzene column
dipisahkan di ethylbenzene column menjadi ethylbenzene sebagai
hasil atas dan diethylbenzene sebagai hasil
bawah.Poliethylbenzene selanjutnya dipurging untuk mengurangi
tumpukan atau impurities. Keuntungan dari proses ini adalah
sedikit menimbulkan korosi dari pada proses fase cair dan
kemurniannya bisa mencapai 99,9%. Proses alkar dapat
dioperasikan dengan konsentrasi ethylen pada umpan sebesar 8-
10% mol ethylen, tetapi karena katalisnya sangat sensitif, maka
perlu dilakukan pemurnian bahan baku terlebih dahulu sebelum
masuk reaktor untuk menghilangkan senyawa sulfur, oksigen dan
air.
Reaksi yang terjadi pada proses Alkar menurut Kirk Othmer
(1981) sebagai berikut :
C6H6 + C2H4C6H5C2H5
½ C6H6 + C2H4½ C6H4 ( C2H5)2
2) Proses Mobil Badger
Proses ini dikembangkan sejak tahun 1970-an oleh Mobile Oil
Corporation dengan menggunakan katalis zeolit sintetis (ZMS-5).
Sama seperti proses alkar, proses ini terdiri dari dua proses
utama yaitu reaksi dan distilasi. Pada bagian reaksi, fresh dan
recycle benzene dipreheater dan kemudian diuapkan untuk
selanjutnya bersama-sama dengan recycle alkyl aromatis dan
ethylen segar dimasukkan ke dalam reactor fixed bed. Produk
reaktor selanjutnya dikirim ke bagian distilasi. Pada bagian
distilasi prosesnya hampir sama dengan proses fase cair, yaitu
terdiri dari kolom recovery benzene dan kolom pemurnian
ethylbenzene. Benzene yang tidak bereaksi dan diethylbenzene
yang terbentuk dikembalikan lagi ke reaktor. Katalis ZMS-5 berisi
silica-alumina bersifat tidak korosif dan tidak mencemari
lingkungan karena silica-alumina inert di lingkungan.
Reaksi yang terjadi pada proses Mobil Badger adalah sebagai
berikut :
C6H6 + C2H4C6H5CH2CH3
C6H5CH2CH3 + C2H4C6H4(C2H5)2
C6H4(C2H5)2 + C6H6 2C6H5CH2CH3
Proses reaksi berjalan pada tekanan 20-30 bar, temperatur
300-5000C dan rasio antara benzene dan ethylen sebesar
8:1.Konversinya bisa mencapai 85-90%.
c. Perkembangan baru
Dow Chemical dan Snamprogetti sedang mengembangkan
proses untuk membuat etilbenzena / stirena dari etana dan benzena.
Proses ini menggabungkan dehidrogenasi etana dan etilbenzena
dalam satu unit dan mengintegrasikan proses penyusunan etilena,
etil benzena, dan styrena. Proses ini diklaim memiliki biaya yang
lebih rendah daripada proses konvensional untuk stirena, sebagian
besar berasal dari biaya rendah dari etana dalam kaitannya dengan
etilen. rancangan telah beroperasi sejak tahun 2002 dan diprediksi
dapat dikomersialisasi pada akhir dekade.
anilinc6h5nh2. Proses Pembuatan Anilin
1. Aminasi Chlorobenzen
Pada proses aminasi chlorobenzen menggunakan zat pereaksi amoniak cair, dalam
fasa cair dengan katalis Tembaga Oxide dipanaskan akan menghasilkan 85 - 90 % anilin.
Sedangkan katalis yang aktif untuk reaksi ini adalah Tembaga Khlorid yang terbentuk
dari hasil reaksi samping ammonium khlorid dengan Tembaga Oxide. Mula - mula
amoniak cair dimasukkan ke dalam mixer dan pada saat bersamaan chlorobenzen
dimasukkan pula, tekanan di dalam mixer adalah 200 atm. Dari mixer campuran
chlorobenzen dengan amoniak dilewatkan ke preheater kemudian masuk ke reaktor
dengan suhu reaksi 235 °C dan tekanan 200 atm.
2. Reduksi Nitrobenzen
Proses pembentukan menggunakan proses hidrogenasi nitrobenzene yang
reaksinya adalah:
C6 H 5 N O2+3 H 2 silikagel→
C6 H 5 N H 2+2 H 2O
Aniline yang dibuat dengan proses ini dibuat dengan nitrobenzene
sebagai bahan baku utama serta menggunakan tembaga sebagai katalis.
Katalis dibuat dari silica hidrogel diatas adsorbed cupproaammonium
sulfate. Katalis yang berbentuk powder ( 10-20 % tembaga ) (20- 150 µm)
diaktifkan didalam tempat sebuah reactor melalui perlakuan dengan
hydrogen pada suhu 250 C.
Campuran antara nitrobenzene dengan uap hydrogen umpan melalui
piringan kedalam dasar fluidizied bed mempertahankan suhu 270 C dengan
tekanan 5 Psi. Kelebihan panas dari reaksi diubah dengan sirkulasi, pada heat
transfer dingin melalui pipa suspense di dalam bed katalis. Gas yang keluar
disaring secara bebas,dari katalis yang masih baik pada pemisah penyaring
stainless steel pada bagian atas reactor. Produk gas yang sudah disaring
dikondensasi sehingga menjadi dingin kemudian dikirimkan kepemisah
cairan / didekanter. Ekses hydrogen dikembalikan pada proses awal untuk
digunakan sebagai bahan baku. Lapisan paling bawah pada cairan didalam
separator ( aniline yang kotor mengandung kurang dari 0,5 % nitro benzene
dan 5% air) destilat dipindahakan ke boiler. Air dan uap aniline dilewatkan
diatas pemisah. Lapisan paling atas (cairan aniline) dari separator
dipompakan menuju kolom ekstrasi dimana melalui arah yang berlawanan
supaya nitro benzene dingin untuk mendaur ulang aniline yang terlarut.
Hidrogenasi tersebut bisa dibagi dua proses :
a. Reduksi fasa cair
Untuk fasa cair, nitrobenzen direduksi dengan hidrogen dalam suasana asam
( HCl ) serta adanya iron boring, dengan suhu sekitar 135 - 170 °C dan tekanan antara
50 - 500 atm, dimana asam ini akan mengikat oksigen sehingga akan terbentuk air,
dengan bantuan katalis Fe2O3 reaksinya sebagai berikut :
4 C6H5NO2 + 11 H2 ===> 4 C6H5NH2 + 8 H2O
( Faith and Keyes, DB, 1957 )
Proses reduksi dalam fasa cair sudah tidak digunakan lagi karena tekanan yang
digunakan tinggi sehingga kurang effisien dari segi ekonomis dan teknis. Yield yang
dihasilkan adalah 95 % ( John Wiley and Sons. Inc, 1957 ).
b. Reduksi fasa gas
Proses pembuatan anilin dari reduksi nitrobenzen dalam fasa gas, sebagai
pereduksi adalah gas hidrogen dan untuk mempercepat reaksi dibantu dengan
katalisator Nikel Oksid, reaksinya sebagai berikut :
C6H5NO2 + 3 H2 ===> C6H5NH2 + 2H2O
Pada proses reduksi fasa gas dengan suhu didalam reaktor sekitar 275 - 350 °C
dan tekanan 1,4 atm, reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis karena
mengeluarkan panas. Yield yang dihasilkan pada prosese ini adalah 98 % dan
kemurnian dari hasil ( anilin ) yang tinggi ini ( 99 % ) mengakibatkan anilin dari segi
komersial dapat digunakan ( Faith and Keyes, DB, 1957 ).
Dari beberapa uraian diatas, pada pabrik kami dipilih pembuatan anilin dari
nitrobenzen dan gas hidrogen pada reduksi fasa gas adalah dengan pertimbangan
pemilihan proses karena :
· Tekanan dalam proses relatif rendah
· Anilin yang dihasilkan dapat mencapai kemurnian sampai 99%
Yield yang dihasilkan 98 %
· Potensi ekonomi lebih besar.asam terepthalatC6H4(COOH)2
1. Jenis-Jenis Proses PembuatanAsam Terepthalat
1. Proses du Pont
Pada proses ini, udara (O2), p-xylene, dan HNO3 encer (30-40% berat)
dimasukkan ke dalam reactor dan reaksi terjadi pada fase cair. Gas NO yang
dihasilkan akan dioksidasi menjadi NO2 dan digunakan untuk memproduksi HNO3.
Kondisi reaktor dijaga pada suhu 165 oC dan tekanan 140 psig dan akan diperoleh
yield sebesar 80%.
Reaksi yang terjadi:
C6H4(CH3)2 + 3 O2 → (HOOC)C6H4(COOH)
p-xylene asam terepthalat
Pemakaian HNO3 dalam proses ini memiliki beberapa kelemahan:
Pabrik HNO3 perlu didirikan di dekat lokasi pabrik asam terepthalat
dikarenakan kebutuhannya besar, yaitu 2 lb/lb p-xylene
Proses yang terjadi sangat eksplosif
Produk mengandung impuritas nitrogen
2. Proses Eastman-Kodak
Eastman-Kodak Company memproduksi asam terepthalat secara konvensional
dengan proses oksidasi fase cair. Bahan baku yang digunakan adalah para-xylene,
asam asetat sebagai solvent, Co(II) asetat sebagai katalis, dan asetaldehid. Asetaldehid
digunakan sebagai promoter oksidasi dan akan teroksidasi menjadi asam asetat
sebagai produk samping. Kondisi operasi berlangsung pada suhu 121-177 oC dan
tekanan 100-200 psig. Konversi yang dihasilkan hanya sebesar 82% mol.
3. Proses Henkel
Proses ini dimulai dengan reaksi oksidasi naphthalene menjadi pthalic
anhydride, kemudian diubah menjadi monopotassium o-pthalat dan dipotassium o-
pthalat. Dipotassium o-pthalat diisomerisasikan pada suhu 100-130 oC dan tekanan
145-725 psi. Hasil dari proses isomerisasi ini adalah dipotassium terepthalat yang
kemudian dilarutkan ke dalam air dan direcycle ke awal proses. Kristal asam
terepthalat yang terbentuk diambil dengan filtrasi dan dikeringkan.
4. Proses Amoco
Pada proses ini, reaksi oksidasi paraxylene oleh udara terjadi pada fase cair
dengan menggunakan asam asetat sebagai solvent, Co(II) asetat sebagai katalis.
Kondisi operasi reaktor dijaga pada suhu 175-250 oC dan tekanan 220-435 psia. Asam
asetat setelah dipisahkan akan dimanfaatkan kembali sebagai umpan reaktor.
Keuntungan proses ini:
Konversi paraxylene mencapai 98% mol dan yield asam terepthalat yang
dihasilkan minimal 95%.
Menghasilkan kemurnian produk yang lebih dari 99%