asal usul sejarah agama hindu.docx

21
Asal Usul Sejarah Agama Hindu Agama Hindu (Bahasa Sanskerta: Sanātana Dharma ससससस सससस "Kebenaran Abadi" [1]), dan Vaidika-Dharma ("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo- Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini.[2][3] Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa.[4] Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa,Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap). ETIMOLOGI Dalam bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sanskerta). [5] Dalam Reg Weda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard 1.18) — sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu. Hindu sendiri sebenarnya baru terbentuk setelah Masehi ketika beberapa kitab dari Weda digenapi oleh para brahmana. Pada zaman munculnya agama Buddha, agama Hindu sama sekali belum muncul semuanya masih mengenal sebagai ajaran Weda. KEYAKINAN DALAM AGAMA HINDU Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam bentuk. Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni: 1. Widhi Tattwa - percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya

Upload: aryantha-suathama

Post on 22-Dec-2015

60 views

Category:

Documents


23 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

Asal Usul Sejarah Agama Hindu

Agama Hindu (Bahasa Sanskerta: Sanātana Dharma सना�तना धर्म� "Kebenaran Abadi" [1]), dan

Vaidika-Dharma ("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini.[2][3] Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa.[4]

Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa,Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).

ETIMOLOGIDalam bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sanskerta). [5] Dalam Reg Weda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard 1.18) — sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu. Hindu sendiri sebenarnya baru terbentuk setelah Masehi ketika beberapa kitab dari Weda digenapi oleh para brahmana. Pada zaman munculnya agama Buddha, agama Hindu sama sekali belum muncul semuanya masih mengenal sebagai ajaran Weda.

KEYAKINAN DALAM AGAMA HINDUHindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam bentuk.

Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:

1. Widhi Tattwa - percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya2. Atma Tattwa - percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk3. Karmaphala Tattwa - percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan4. Punarbhava Tattwa - percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)5. Moksa Tattwa - percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia

KONSEP KETUHANANAgama Hindu merupakan agama tertua di dunia dan rentang sejarahnya yang panjang menunjukkan bahwa agama Hindu telah melewati segala paham ketuhanan yang pernah ada di dunia.[9] Menurut penelitian yang dilakukan oleh para sarjana, dalam tubuh Agama Hindu

Page 2: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

terdapat beberapa konsep ketuhanan, antara lain henoteisme, panteisme, monisme, monoteisme, politeisme, dan bahkan ateisme. Konsep ketuhanan yang paling banyak dipakai adalah monoteisme (terutama dalam Weda, Agama Hindu Dharma dan Adwaita Wedanta), sedangkan konsep lainnya (ateisme, panteisme, henoteisme, monisme, politeisme) kurang diketahui. Sebenarnya konsep ketuhanan yang jamak tidak diakui oleh umat Hindu pada umumnya karena berdasarkan pengamatan para sarjana yang meneliti agama Hindu tidak secara menyeluruh.

PUSTAKA SUCIAjaran agama dalam Hindu didasarkan pada kitab suci atau susastra suci keagamaan yang disusun dalam masa yang amat panjang dan berabad-abad, yang mana di dalamnya memuat nilai-nilai spiritual keagamaan berikut dengan tuntunan dalam kehidupan di jalan dharma. Di antara susastra suci tersebut, Weda merupakan yang paling tua dan lengkap, yang diikuti dengan Upanishad sebagai susastra dasar yang sangat penting dalam mempelajari filsafat Hindu. Sastra lainnya yang menjadi landasan penting dalam ajaran Hindu adalah Tantra, Agama dan Purana serta kedua Itihasa (epos), yaitu Ramayana dan Mahabharata. Bhagawadgita adalah ajaran yang dimuat dalam Mahabharata, merupakan susastra yang dipelajari secara luas, yang sering disebut sebagai ringkasan dari Weda.

Hindu meliputi banyak aspek keagamaan, tradisi, tuntunan hidup, serta aliran/sekte. Umat Hindu meyakini akan kekuasaan Yang Maha Esa, yang disebut dengan Brahman dan memuja Brahma, Wisnu atau Siwa sebagai perwujudan Brahman dalam menjalankan fungsi sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta.

Secara umum, pustaka suci Hindu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kitab Sruti dan kelompok kitab Smerti.

* Sruti berarti "yang didengar" atau wahyu. Yang tergolong kitab Sruti adalah kitab-kitab yang ditulis berdasarkan wahyu Tuhan, seperti misalnya Weda, Upanishad, dan Bhagawadgita. Dalam perkembangannya, Weda dan Upanishad terbagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil, seperti misalnya Regweda dan Isopanishad. Kitab Weda berjumlah empat bagian sedangkan kitab Upanishad berjumlah sekitar 108 buah.

* Smerti berarti "yang diingat" atau tradisi. Yang tergolong kitab Smerti adalah kitab-kitab yang tidak memuat wahyu Tuhan, melainkan kitab yang ditulis berdasarkan pemikiran dan renungan manusia, seperti misalnya kitab tentang ilmu astronomi, ekonomi, politik, kepemimpinan, tata negara, hukum, sosiologi, dan sebagainya. Kitab-kitab smerti merupakan penjabaran moral yang terdapat dalam kitab Sruti.

KARAKTERISTIKDalam agama Hindu, seorang umat berkontemplasi tentang misteri Brahman dan mengungkapkannya melalui mitos yang jumlahnya tidak habis-habisnya dan melalui penyelidikan filosofis. Mereka mencari kemerdekaan dari penderitaan manusia melalui praktik-praktik askese atau meditasi yang mendalam, atau dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui cinta kasih, bakti dan percaya (Sradha).

Umat Hindu juga menyebut agamanya sebagai Sanatana Dharma yang artinya Dharma yang kekal abadi.

Menurut kepercayaan para penganutnya, ajaran Hindu langsung diajarkan oleh Tuhan sendiri, yang turun atau menjelma ke dunia yang disebut Awatara. Misalnya Kresna, adalah penjelmaan Tuhan ke dunia pada zaman Dwaparayuga, sekitar puluhan ribu tahun yang lalu[14]. Ajaran

Page 3: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

Kresna atau Tuhan sendiri yang termuat dalam kitab Bhagawadgita, adalah kitab suci Hindu yang utama. Bagi Hindu, siapapun berhak dan memiliki kemampuan untuk menerima ajaran suci atau wahyu dari Tuhan asalkan dia telah mencapai kesadaran atau pencerahan. Oleh sebab itu dalam agama Hindu wahyu Tuhan bukan hanya terbatas pada suatu zaman atau untuk seseorang saja. Bahwa wahyu Tuhan yang diturunkan dari waktu ke waktu pada hakekatnya adalah sama, yaitu tentang kebenaran, kasih sayang, kedamaian, tentang kebahagiaan yang kekal abadi, tentang hakekat akan diri manusia yang sebenarnya dan tentang dari mana manusia lahir dan mau ke mana manusia akan pergi, atau apa tujuan yang sebenarnya manusia hidup ke dunia.

ENAM FILSAFAT HINDUTerdapat dua kelompok filsafat India, yaitu Astika dan Nastika. Nastika merupakan kelompok aliran yang tidak mengakui kitab Weda, sedangkan kelompok Astika sebaliknya. Dalam Astika, terdapat enam macam aliran filsafat. Keenam aliran filsafat tersebut yaitu: Nyaya, Waisasika, Samkhya, Yoga, Mimamsa, dan Wedanta. Ajaran filsafat keenam aliran tersebut dikenal sebagai Filsafat Hindu. Kelompok Nastika umumnya kelompok yang lahir ketika Hindu masih berbentuk ajaran Weda dan kitab Weda belum tergenapi. Hindu baru muncul selah adanya kelompok Astika. Kedua kelompok tersebut antara Astika dan Nastika merupakan kelompok yang sangat berbeda (Nastika bukanlah Hindu)

Terdapat enam Astika (filsafat Hindu) — institusi pendidikan filsafat ortodok yang memandang Weda sebagai dasar kemutlakan dalam pengajaran filsafat Hindu — yaitu: Nyāya, Vaisheṣhika, Sāṃkhya, Yoga, Mīmāṃsā (juga disebut dengan Pūrva Mīmāṃsā), dan Vedānta (juga disebut dengan Uttara Mīmāṃsā) ke-enam sampradaya ini dikenal dengan istilah Sad Astika Darshana atau Sad Darshana. Diluar keenam Astika diatas, terdapat juga Nastika, pandangan Heterodok yang tidak mengakui otoritas dari Weda, yaitu: Buddha, Jaina dan Carvaka.

Meski demikian, ajaran filsafat ini biasanya dipelajari secara formal oleh para pakar, pengaruh dari masing-masing Astika ini dapat dilihat dari sastra-sastra Hindu dan keyakinan yang dipegang oleh pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari.

KONSEP HINDUHindu memiliki beragam konsep keagamaan yang diterapkan sehari-hari. Konsep-konsep tersebut meliputi pelaksanaan yajña, sistem Catur Warna (kasta), pemujaan terhadap Dewa-Dewi, Trihitakarana, dan lain-lain.

DEWA- DEWI HINDUDalam ajaran agama Hindu, Dewa adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga, setara dengan malaikat, dan merupakan manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Kata “dewa” berasal dari kata “div” yang berarti “beResinar”. Dalam kitab suci Reg Weda, Weda yang pertama, disebutkan adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Di antara Dewa-Dewi dalam agama Hindu, yang paling terkenal sebagai suatu konsep adalah: Brahmā, Wisnu, Çiwa. Mereka disebut Trimurti.

Dalam kitab-kitab Weda dinyatakan bahwa para Dewa tidak dapat bergerak bebas tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa juga tidak dapat menganugerahkan sesuatu tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa, sama seperti makhluk hidup yang lainnya, bergantung kepada kehendak Tuhan. Filsafat Advaita (yang berarti: “tidak ada duanya”) menyatakan bahwa tidak ada yang setara dengan Tuhan dan para Dewa hanyalah perantara antara beliau dengan umatnya.

Page 4: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

GOLONGAN MASYARAKATDalam agama Hindu, dikenal istilah Catur Warna bukan sama sekali dan tidak sama dengan kasta. Karena di dalam ajaran Pustaka Suci Weda, tidak terdapat istilah kasta. yang ada hanyalah istilah Catur Warna. Dalam ajaran Catur Warna, masyarakat dibagi menjadi empat golongan, yaitu:

* Brāhmana : golongan para pendeta, orang suci, pemuka agama dan rohaniwan* Ksatria : golongan para raja, adipati, patih, menteri, dan pejabat negara* Waisya : golongan para pekerja di bidang ekonomi* Sudra : golongan para pembantu ketiga golongan di atas

Menurut ajaran catur Warna, status seseorang didapat sesuai dengan pekerjaannya. Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu. Catur Warna menekankan seseorang agar melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Keempat golongan sangat dianjurkan untuk saling membantu agar mereka dapat memperoleh hak. Dalam sistem Catur Warna terjadi suatu siklus “memberi dan diberi” jika keempat golongan saling memenuhi kewajibannya.

PELAKSANAAN RITUALDalam ajaran Hindu, Yajña merupakan pengorbanan suci secara tulus ikhlas kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada para leluhur, kepada sesama manusia, dan kepada alam semesta. Biasanya diwujudkan dalam ritual yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan umat Hindu. Tujuan pengorbanan tersebut bermacam-macam, bisa untuk memohon keselamatan dunia, keselamatan leluhur, maupun sebagai kewajiban seorang umat Hindu. Bentuk pengorbanan tersebut juga bermacam-macam, salah satunya yang terkenal adalah Ngaben, yaitu ritual yang ditujukan kepada leluhur (Pitra Yadnya).

SEKTE (ALIRAN) DALAM HINDUJalan yang dipakai untuk menuju Tuhan (Hyang Widhi) jalurnya beragam, dan kemudian dikenallah para dewa. Dewa yang tertinggi dijadikan sarana untuk mencapai Hyang Widhi. Aliran terbesar agama Hindu saat ini adalah dari golongan Sekte Waisnawa yaitu menonjolkan kasih sayang dan bersifat memelihara; yang kedua terbesar ialah Sekte Siwa sebagai pelebur dan pengembali yang menjadi tiga sekte besar, yaitu Sekte Siwa, Sekte Sakti (Durga ), dan Sekte Ganesha, serta terdapat pula Sekte Siwa Siddhanta yang merupakan aliran mayoritas yang dijalani oleh masyarakat Hindu Bali, sekte Bhairawa dan Sekte - Sekte yang lainnya. Yang ketiga ialah Sekte Brahma sebagai pencipta yang menurunkan Sekte Agni, Sekte Rudra, Sekte Yama, dan Sekte Indra. Sekte adalah jalan untuk mencapai tujuan hidup menurut Agama Hindu, yaitu moksha (kembali kepada Tuhan), dan pemeluk Hindu dipersilahkan memilih sendiri aliran yang mana menurutnya yang paling baik/bagus.

TOLERANSI UMAT HINDUAgama ini memiliki ciri khas sebagai salah satu agama yang paling toleran, yang mana di dalam kitab Weda dalam salah satu baitnya memuat kalimat berikut:

Sansekerta: एकर्म सत वि�प्रा�: बहुध� �दन्ति�तAlihaksara: Ekam Sat Vipraaha Bahudhaa VadantiCara baca dalam bahasa Indonesia: Ekam Sat Wiprah Bahuda WadantiBahasa Indonesia: "Hanya ada satu kebenaran tetapi para orang pandai menyebut-Nya dengan banyak nama."

— Rg Weda (Buku I, Gita CLXIV, Bait 46)

Page 5: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

Dalam berbagai pustaka suci Hindu, banyak terdapat sloka-sloka yang mencerminkan toleransi dan sikap yang adil oleh Tuhan. Umat Hindu menghormati kebenaran dari mana pun datangnya dan menganggap bahwa semua agama bertujuan sama, yaitu menuju Tuhan, namun dengan berbagai sudut pandang dan cara pelaksanaan yang berbeda. Hal itu diuraikan dalam kitab suci mereka sebagai berikut:

samo ‘haṁ sarva-bhūteṣu na me dveṣyo ‘sti na priyahye bhajanti tu māṁ bhaktyā mayi te teṣu cāpy aham

(Bhagawadgita, IX:29)

Arti:

Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk.Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi.Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula

Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham,mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah

(Bhagawadgita, 4:11)

Arti:

Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku,Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Kudengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)

Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati,tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham

(Bhagawadgita, 7:21)

Arti:

Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,Aku perlakukan mereka sama danKu-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap

Meskipun ada yang menganggap Dewa-Dewi merupakan Tuhan tersendiri, namun umat Hindu memandangnya sebagai cara pemujaan yang salah. Dalam kitab suci mereka, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda:

ye ‘py anya-devatā-bhaktā yajante śraddhayānvitāḥte ‘pi mām eva kaunteya yajanty avidhi-pūrvakam

(Bhagawadgita, IX:23)

Arti:

Orang-orang yang menyembah Dewa-Dewa dengan penuh keyakinannyasesungguhnya hanya menyembah-Ku, tetapi mereka melakukannyadengan cara yang keliru, wahai putera Kunti (Arjuna)

Pemeluk agama Hindu juga mengenal arti Ahimsa dan "Satya Jayate Anertam". Mereka diharapkan tidak suka (tidak boleh) membunuh secara biadab tapi untuk kehidupan pembunuhan dilakukan kepada binatang berbisa (nyamuk) untuk makanan sesuai swadarmanya, dan diminta jujur dalam melakukan segala pikiran, perkataan, dan perbuatan.

Page 6: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

Weda Sumber Ajaran Agama Hindu Artikel

 Pengertian Weda 

Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian

yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi. Weda merupakan jiwa yang

meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai-sungai yang

amat panjang dalam sepanjang abad. Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.

Weda secara ethimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui

atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi serta

berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab

suci Weda adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para

maha Rsi. Juga disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian

yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan

kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.

Bahasa Weda

Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta dipopulerkan

oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang

sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta.

Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Weda dikenal

dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis penggunaan tatabahasa

Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan karyanya adalah kitab

Bhasa. Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci.

Pembagian dan Isi Weda

Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh manusia.

Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu banyak. maha Rsi Manu

membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti.

Pembagian ini juga dipergunakan untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai

kitab Weda, baik yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara

turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah.

Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber

dari Weda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak bertentangan

dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smerti, keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak

boleh diragukan kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas.

    Srutistu wedo wijneyo dharma

    sastram tu wai smerth,

    te sarrtheswamimamsye tab

    hyam dharmohi nirbabhau. (M. Dh.11.1o).

Artinya:

Page 7: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

Sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya harus

tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi

sumber ajaran agama Hindu. (Dharma)

    Weda khilo dharma mulam

    smrti sile ca tad widam,

    acarasca iwa sadhunam

    atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6).

Artinya:

Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah Smerti

di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda). dan

kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri).

    Srutir wedah samakhyato

    dharmasastram tu wai smrth,

    te sarwatheswam imamsye

    tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37).

Artinya:

Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra;

keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam

dharma itu.

Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama ajaran Hindu

yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar yang harus dipegang

teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha.

Untuk mempermudah sistem pembahasan materi isi Weda, maka dibawah ini akan diuraikan tiap-tiap

bagian dari Weda itu sebagai berikut:

SRUTI

Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan (Hyang Widhi Wasa) melalui

para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang sebenarnya (originair) yang diterima melalui pendengaran,

yang diturunkan sesuai periodesasinya dalam empat kelompok atau himpunan. Oleh karena itu Weda

Sruti disebut juga Catur Weda atau Catur Weda Samhita (Samhita artinya himpunan). Adapun kitab-

kitab Catur Weda tersebut adalah:

Rg. Weda atau Rg Weda Samhita.

Adalah wahyu yang paling pertama diturunkan sehingga merupakan Weda yang tertua. Rg Weda

berisikan nyanyian-nyanyian pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan seluruhnya terbagi dalam 10

mandala. Mandala II sampai dengan VIII, disamping menguraikan tentang wahyu juga menyebutkan

Sapta Rsi sebagai penerima wahyu. Wahyu Rg Weda dikumpulkan atau dihimpun oleh Rsi Pulaha.

Sama Weda Samhita.

Adalah Weda yang merupakan kumpulan mantra dan memuat ajaran mengenai lagu-lagu pujaan.

Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi Jaimini.

Yajur Weda Samhita.

Page 8: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

Adalah Weda yang terdiri atas mantra-mantra dan sebagian besar berasal dari Rg. Weda. Yajur

Weda memuat ajaran mengenai pokok-pokok yajus. Keseluruhan mantranya berjumlah 1.975 mantra.

Yajur Weda terdiri atas dua aliran, yaitu Yayur Weda Putih dan Yayur Weda Hitam. Wahyu Yayur

Weda dihimpun oleh Rsi Waisampayana.

Atharwa Weda Samhita

Adalah kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa Weda terdiri dari

5.987 mantra, yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Isinya adalah doa-doa untuk kehidupan

sehari-hari seperti mohon kesembuhan dan lain-lain. Wahyu Atharwa Weda dihimpun oleh Rsi

Sumantu.

Sebagaimana nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg. Weda maka dapat diperkirakan bahwa

wahyu Rg Weda dikodifikasikan di daerah Punjab. Sedangkan ketiga Weda yang lain (Sama, Yayur,

dan Atharwa Weda), dikodifikasikan di daerah Doab (daerah dua sungai yakni lembah sungai Gangga

dan Yamuna.

Masing-masing bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan

tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara. Disamping kitab Brahmana,

Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad.

Kitab Aranyaka isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan Brahmana.

Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan mengenai bagaimana cara

melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang hubungan Atman dengan Brahman serta

mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana

digolongkan ke dalam Karma Kandha sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana

Kanda.

SMERTI

Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan atas

pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi. Secara garis besarnya Smerti

dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni kelompok Wedangga (Sadangga), dan

kelompok Upaweda.

Kelompok Wedangga:

Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu:

(1).Siksa (Phonetika)

Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta rendah tekanan

suara.

(2).Wyakarana (Tata Bahasa)

Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta menentukan, karena

untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa

yang benar.

(3).Chanda (Lagu)

Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Sejak dari

sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan Chanda itu, semua ayat-

ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang mudah diingat.

(4).Nirukta

Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.

(5).Jyotisa (Astronomi)

Page 9: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan

untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata surya, bulan dan badan

angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yadnya.

(6).Kalpa

Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis isinya, Kalpa

terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang Dharma, dan bidang Sulwa.

Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain,

terutama yang berhubungan dengan upacara keagamaan. Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat

berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang

berumah tangga. Lebih lanjut, bagian Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang

peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan Sulwasutra, adalah memuat peraturan-peraturan

mengenai tata cara membuat tempat peribadatan, misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan

suci lainnya yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.

Kelompok Upaweda:

Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok Upaweda terdiri dari

beberapa jenis, yaitu:

(1).Itihasa

Merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata. Kitan

Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam tujuh Kanda dan

berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun ketujuh kanda tersebut adalah

Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Tiap-

tiap Kanda itu merupakan satu kejadian yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia

cerita Ramayana sangat populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno.

Kekawin ini merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.

Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh maharsi

Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan  keluarga Bharata dan menggambarkan pecahnya

perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari arti Itihasa (berasal dari kata "Iti", "ha" dan

"asa" artinya adalah "sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya") maka Mahabharata itu

gambaran sejarah, yang memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran

Hindu. Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa,

Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Sauptikaparwa,

Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa,

Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.

Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab Bhagavad Gita,

yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna tentang ajaran filsafat yang amat

tinggi.

(2).Purana

Merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan silsilah para raja

yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan bhatara, cerita mengenai silsilah

keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat ceitra-ceritra

yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum yang pernah di jalankan. Selain itu Kitab

Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritra kejadian alam

semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara

keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci.

Dan yang terpenting dari kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme

Page 10: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

(Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai madzab Hindu. Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri dari

18 buah, yaitu Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada

Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana, Matsya Purana,

Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.

(3).Arthasastra

Adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu politik.

Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma atau pula Dandaniti. Ada

beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini adalah kitab Usana, Nitisara, Sukraniti dan

Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati,

Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya.

(4).Ayur Weda

Adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai sistem

sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun medis. Oleh karena demikian, maka

luas lingkup ajaran yang dikodifikasikan di dalam Ayur Weda meliputi bidang yang amat luas dan

merupakan hal-hal yang hidup. Menurut isinya, Ayur Weda meliptui delapan bidang ilmu, yaitu ilmu

bedah, ilmu penyakit, ilmu obat-obatan, ilmu psikotherapy, ilmu pendiudikan anak-anak (ilmu jiwa

anak), ilmu toksikologi, ilmu mujizat dan ilmu jiwa remaja.

Disamping Ayur Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh Maharsi Punarwasu. Kitab

inipun memuat delapan bidan ajaran (ilmu), yakni Ilmu pengobatan, Ilmu mengenai berbagai jens

penyakit yang umum, ilmu pathologi, ilmu anatomi dan embriologi, ilmu diagnosis dan pragnosis,

pokok-pokok ilmu therapy, Kalpasthana dan Siddhistana. Kitab yang sejenis pula dengan Ayurweda,

adalah kitab Yogasara dan Yogasastra. Kitab ini ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat

pokok-pokok ilmu yoga yang dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting artinya dalam

pembinaan kesehatan jasmani dan rohani.

(5).Gandharwaweda

Adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku penting yang

termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi Natyawedagama dan

Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-lain.

Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti meliptui banyak buku dan

kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-kitab agama misalnya Saiwa

Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-kitab Darsana yaitu Nyaya, Waisesika,

Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta. Kedua terakhir ini termasuk golongan filsafat yang

mengakui otoritas kitab Weda dan mendasarkan ajarannya pada Upanisad. Dengan uraian ini kiranya

dapat diperkirakan betapa luasnya Weda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam

ajaran Weda, yang perlu adalah disiplin ilmu, karena tiap ilmu akan menunjuk pada satu aspek

dengan sumber-sumber yang pasti pula. Hal inilah yang perlu diperhatikan dan dihayati untuk dapat

mengenal isi Weda secara sempurna.

Tuntunan Dasar Agama Hindu (milik Departemen Agama)

Disusun oleh Drs. Anak Agung Gde Oka Netra

Makna Kasta dalam Masyarakat Hindu

Di dalam masyarakat Hindu dikenal adanya tingkatan-tingkatan kelas yang disebut dengan kasta.

Terdapat empat kasta dalam masyarakat Hindu, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dari

keempat kasta tersebut yang tertinggi adalah Brahmana, karena dalam buku ke-10 Rig-Veda tertulis:

Page 11: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

“golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahmana, golongan Ksatria dari tanganya, Waisya dari

paha atau perutnya, Sudra keluar dari telapak kakinya”.

Arti kiasan yang mengatakan bahwa golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahma adalah

bahwa golongan Brahmana adalah guru rakyat, karena bukankah mulut itu saluran buah pikiran?

Oleh karena itu golongan Brahmana merupakan kasta tertinggi yang suaranya harus didengar dan

ditaati. Golongan ini terdiri atas para pendeta dan pemimpin agama. Tugasnya menjalankan upacara-

upacara keagamaan.

Golongan Ksatria yang dikatakan keluar dari tangan Brahma berarti, berarti bahwa golongan Ksatria

menjadi golongan pemerintah, karena tangan diperlukan untuk memanggul senjata pada saat

peperangan menahan serangan musuh. Golongan Ksatria terdiri dari raja, bangwasan, dan prajurit.

Tugasnya menjalankan pemerintahan.

Kasta Waisya keluar dari perut atau paha Dewa Brahma. Paha berfungsi membawa tubuh dari suatu

tempat ke tempat lain. Oleh karena itu, Kasta Waisya terdiri dari pada pedagang yang membawa

dagangan ke berbagai tempat. Dengan kata lain kasta Waisya bertugas menjalankan roda

perekonomian.

Kasta Sudra keluar dari telapak kaki Dewa Brahma. Kaki adalah bagian tubuh yang paling di bawah,

maka kasta Sudra menjadi kasta yang paling rendah kedudukannya dan harus melayani kasta-kasta

yang ada di atasnya.

Selain keempat kasta tersebut, masih terdapat golongan yang lebih rendah dari Sudra disebut kasta

Paria. Mereka sering disebut outcast (di luar kasta) atau untouchable (tidak boleh disentuh). Mereka

adalah golongan terbuang berasal dari bangsa Dravida yang mendapat perlakuan diskriminasi oleh

bangsa Arya karena mereka berkulit hitam dan berhidung pesek.

Puasa Dalam Agama Hindu2 CommentsPosted by admin on August 1, 2012

 

 

 

 

 

 

10 Votes

Puasa berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari kata Upa dan Wasa, di mana Upa artinya

dekat atau mendekat , dan Wasa artinya Tuhan atau Yang Maha Kuasa. Upawasa atau puasa

artinya mendekatkan diri kepada Tuhan yang maha esa. Puasa menurut Hindu adalah tidak

Page 12: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

sekedar menahan haus dan lapar, tidak untuk merasakan bagaimana menjadi orang miskin dan

serba kekurangan, dan tidak untuk menghapus dosa dengan janji surga. Puasa menurut Hindu

adalah untuk mengendalikan napsu Indria, mengendalikan keinginan. Indria haruslah berada

dibawah kesempurnaan pikiran, dan pikiran berada dibawah kesadaran budhi. Jika indria kita

terkendali, pikiran kita terkendali maka kita akan dekat dengan kesucian, dekat dengan Tuhan !

Jenis-jenis puasa dalam agama Hindu:

Puasa (Upawasa) yang wajib (diharuskan)

Siwaratri  jatuh setiap panglong ping 14 Tilem kapitu atau Prawaning Tilem Kapitu, yaitu sehari sebelum tilem. Puasa total tidak makan dan minum apapun dimulai sejak matahari terbit sampai dengan matahari terbenam.

Nyepi jatuh pada penanggal ping pisan sasih kedasa (lihat kalender ketika libur nasional). Puasa total tidak makan dan minum apapun dimulai ketika fajar hari itu sampai fajar keesokan harinya (ngembak gni).

Purnama dan tilem, puasa tidak makan atau minum apapun dimulai sejak fajar hari itu hingga fajar keesokan harinya.

Puasa untuk menebus dosa dinamakan dalam Veda Smrti untuk Kaliyuga: Parasara Dharmasastra, sebagai “Tapta krcchra vratam” adalah puasa selama tiga hari dengan tingkatan puasa: minum air hangat saja, susu hangat saja, mentega murni saja tanpa makan dan minum sama sekali.

Pilihan ditentukan oleh jenis dosa yang dilakukan: membunuh binatang, membunuh/ mencederai

sapi, hubungan kelamin terlarang (zina), makan makanan terlarang, membunuh manusia, dll.

Puasa yang tidak wajib

adalah puasa yang dilaksanakan di luar ketentuan di atas, misalnya pada hari-hari suci: odalan,

anggara kasih, dan buda kliwon. Puasa ini diserahkan pada kebijakan masing-masing, apakah mau

siang hari saja atau satu hari penuh. Ingat bahwa pergantian hari menurut Hindu adalah sejak fajar

sampai fajar besoknya; bukan jam 00 atau jam 12 tengah malam.

Puasa berkaitan dengan upacara tertentu

misalnya setelah mawinten atau mediksa, puasa selama tiga hari hanya dengan makan nasi kepel

dan air kelungah nyuhgading.

Puasa berkaitan dengan hal-hal tertentu

sedang bersamadhi, meditasi, sedang memohon petunjuk kepada Hyang Widhi, setiap saat (tidak

berhubungan dengan hari rerainan) dan jenis puasa tentukan sendiri apakah total (tidak makan

dan minum sama sekali) selama 1 hari 1 malam atau seberapa mampunya.

Memulai puasa dengan upacara sederhana yaitu menghaturkan canangsari kalau bisa dengan

banten pejati memohon pesaksi serta kekuatan dari Hyang Widhi. Mengakhiri puasa dengan

sembahyang juga banten yang sama. Makanan sehat yang digunakan sebelum dan setelah puasa

terdiri dari unsur-unsur: beras (nasi) dengan sayur tanpa bumbu keras, buah-buahan, susu, madu

dan mentega.

Makanan yang dianjurkan dan dilarang bagi umat Hindu ada dalam Manawa Dharmasastra buku ke

Page 13: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

V.

Silahkan lihat dan pelajari, usahakan menepati apa yang ditulis di sana. Wanita yang sedang haid

ada dalam keadaan cuntaka, jadi tidak boleh berpuasa. Tidak ada perbedaan puasa antara laki dan

perempuan.

Om Swastiastu : “Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi”.

Om Swastiastu

  "Sebelum dibaca postingan puniki, mohon bantuannya untuk melike Fanspage/halaman puniki dengan

mengklik like/suka di pojok kanan atas dan jika dirasa bermanfaat bisa dishare ke semeton lainnya". 

Om Swastiastu adalah salam yang kita ucapkan bila bertemu dengan orang lain, sapaan sekalugus doa untuk

lawan bicara agar orang tersebut selalu diberkahi oleh TuhanYang Maha Esa.Salam umat Hindu ini sekarang

telah menjadi salam resmi dalam pertemuan pertemuan resmi.

Selanjutnya yang perlu kita pahami bersama adalah apa makna yang berada di balik ucapan Om Swastiastu

tersebut.

OM adalah aksara suci untuk Sang Hyang Widhi.

Istilah Om ini merupakan istilah sakral sebagai sebutan atau seruan pada Tuhan Yang Mahaesa. Om adalah

seruan yang tertua kepada Tuhan dalam Hindu. Setelah zaman Puranalah Tuhan Yang Mahaesa itu diseru

dengan ribuan nama. Kata Om sebagai seruan suci kepada Tuhan yang memiliki tiga fungsi kemahakuasaan

Tuhan. Tiga fungsi itu adalah, mencipta, memelihara dan mengakhiri segala ciptaan-Nya di alam ini.

Mengucapkan Om itu artinya seruan untuk memanjatkan doa atau puja dan puji pada Tuhan.

Dalam Bhagawad Gita kata Om ini dinyatakan sebagai simbol untuk memanjatkan doa pada Tuhan. Karena itu

mengucapkan Om dengan sepenuh hati berarti kita memanjatkan doa pada Tuhan yang artinya ya Tuhan.

Kata Swastiastu terdiri dari kata-kata Sansekerta: SU + ASTI + ASTU,

Su artinya baik,

Asti artinya adalah,

Su + Asti = Swasti

Setelah mengucapkan Om dilanjutkan dengan kata swasti. Dalam bahasa Sansekerta kata swasti artinya

Page 14: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

selamat atau bahagia, sejahtera. Dari kata inilah muncul istilah swastika, simbol agama Hindu yang universal.

Kata swastika itu bermakna sebagai keadaan yang bahagia atau keselamatan yang langgeng sebagai tujuan

beragama Hindu. Lambang swastika itu sebagai visualisasi dari dinamika kehidupan alam semesta yang

memberikan kebahagiaan yang langgeng.

 Menurut ajaran Hindu alam semesta ini berproses dalam tiga tahap. Pertama, alam ini dalam keadaan tercipta

yang disebut Srsti. Kedua, dalam keadaan stabil menjadi tempat dan sumber kehidupan yang membahagiakan.

Keadaan alam yang dinamikanya stabil memberikan kebahagiaan itulah yang disebut swastika. Dalam istilah

swastika itu sudah tersirat suatu konsep bahwa dinamika alam yang stabil itulah sebagai dinamika yang dapat

memberikan kehidupan yang bahagia dan langgeng. Dinamika alam yang stabil adalah dinamika yang sesuai

dengan hak asasinya masing-masing. Ketiga, adalah alam ini akan kembali pada Sang Pencipta. Keadaan itulah

yang disebut alam ini akan pralaya atau dalam istilah lain disebut kiamat.

Astu artinya mudah-mudahan atau semoga

Kata astu sebagai penutup ucapan Swastiastu itu berarti semoga.

Jadi arti keseluruhan OM SWASTIASTU adalah 

“Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi”.

Jika ditelusuri lebih lanjut, Kata Swastiastu sangat erat kaitnnya dengan simbol suci Agama Hindu yaitu

SWASTIKA.

Swastika merupakan dasar kekuatan dan kesejahteraan Buana Agung (Makrokosmos) dan Buana Alit

(Mikrokosmos). Bentuk Swastika ini dibuat sedemikian rupa sehingga mirip dengan galaksi atau kumpulan

bintang-bintang di cakrawala yang merupakan dasar kekuatan dari perputaran alam ini. Keadaan alam ini sudah

diketahui oleh nenek moyang kita sejak dahulu kala dan lambang Swastika ini telah ada beribu-ribu tahun

sebelum Masehi.

Dengan mengucapkan panganjali Om Swastiastu itu, sebenarnya kita sudah memohon perlindungan kepada

Sang Hyang Widhi yang menguasai seluruh alam semesta ini. Dan dari bentuk Swastika itu timbullah bentuk

Padma (teratai) yang berdaun bunga delapan (asta dala) yang kita pakai dasar keharmonisan alam, kesucian

dan kedamaian abadi.

Pengertian Swastiastu dalam beberapa kamus : 

1. Kamus Bahasa Bali  Kata “Swastyastu” berasal dari kata suasti, yang berarti selamat, menjadi

suastiastu yang berarti semoga selamat. 

2. Kamus Kawi-Bali  “Swastyastu berasal dari kata swasti yang berarti raharja, rahayu, bagia, dan

rahajeng. Astu yang berarti dumadak, patut, sujati, sinah. Kata astu berkembang menjadi “Astungkara”

yang berarti puji, alem dan sembah. Sehingga “swastyastu” berarti semoga selamat, semoga

berbahagia

3. Kamus Jawa Kuna-Indonesia  “Swasti” berarti kesejahteraan, nasib baik, sukses; hidup, semoga

terjadilah (istilah salam pembukaan khususnya pada awal surat atau dalam penerimaan dengan baik).

Sedangkan “astu” memiliki 2 arti yaitu: 1. Semoga terjadi, terjadilah…. (seringkali pada awal sesuatu

Page 15: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

kutuk, makian, berkah, ramalan), pasti akan….. 2. Nyata-nyata, sungguh-sungguh (campuran dengan

“wastu”?). Kata "astu" berkembang menjadi “astungkara” yang berarti berkata “astu”, mengakui,

mengiyakan dengan segan, perkataan “astu”. Dari pengertian tersebut kata “swastyastu” berarti

semoga terjadilah nasib baik, sungguh sejahtera. 

4. Kamus Sanskerta-Indonesia  “Svasti” berarti hujan batu es, salam, selamat berpisah, selamat tinggal.

Berkembang menjadi “svastika”, “svastimukha”, “svastivacya”. Kata svastika berarti tanda sasaran

gaib, tidak mendapat halangan, pertemuan empat jalan, lambang agama Hindu. Svastimukha berarti

yang belakang, terakhir, penyanyi, penyair. Svastivacya berarti salam ucapan selamat. Kata “astu”

berarti sungguh, memuji. Dari pengertian kedua kata tersebut dapat disimpukan “svastiastu” berarti

menyatakan selamat berpisah. 

Dari beberapa pengertian kata dalam kamus-kamus tersebut, dapat ditarik sebuah benang merah yang saling

terkait satu sama lainnya yaitu: 

pengertian “Swastyastu” dalam kamus Bahasa Bali, Kawi Bali dan Jawa Kuna memiliki pengertian

yang hampir sama, yaitu berarti semoga selamat, semoga bahagia, semoga sejahtera. Sedangkan

dalam kamus Sanskerta berarti pernyataan selamat berpisah, selamat tinggal 

kata “astu” sebagai penutup hanya mempertegas kata “svasti” yang memang memiliki arti semoga,

selamat berpisah, selamat jalan. 

Pada dasarnya pengertian “swastyastu” pada keempat kamus itu adalah sama, saling melengkapi satu sama

lainnya, yaitu Ya Tuhan semoga kami selamat, selamat tinggal dan semoga sejahtera (Semoga sejahtera

dalam lindungan Hyang Widhi), tidak ada manusia yang hidup di dunia ini tidak mendambakan keselamatan atau

kerahayuan di bumi ini. Selamat tinggal disini maksudnya adalah selamat tinggal pada hal-hal sebelumnya yang

telah dialami atau dilalui dan semoga selamat dan sejahtera pada apa yang akan dialami atau dilalui pada

kehidupan sekarang. Dalam hidup tidak bisa dipisahkan dari tiga waktu yaitu: atita, nagata, dan wartamana

(dahulu, sekarang, dan yang akan datang). 

Dalam penggunaannya pada kehidupan sehari-hari kata “swastyastu” diawali dengan kata “Om” sebagai ucapan

aksara suci Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sehingga menjadi “Om Swastyastu”. Kata ini biasa atau lumrah

digunakan sebagai salam pembuka (selain swastiprapta, yang berarti selamat datang) kemudian diakhiri dengan

“Om Santih, Santih, Santih Om” yang berarti semoga damai di hati, damai di dunia, dan damai di akhirat (selain

swastimukha yang berarti salam penutup yang belakang).

Di beberapa kota besar, kini kata “swastiastu” juga sering digunakan sebagai salam penutup atau akhir dari

sebuah percakapan.Jika dilihat dari pengertian arti katanya dalam kamus memang wajar kata itu dipergunakan

sebagai salam penutup sesuai dengan artinya, namun jika melihat nilai rasa maka akan terasa janggal atau

kurang pas. 

Dalam agama Hindu, sebuah awal adalah akhir dari semua yang terjadi, sedangkan akhir adalah sebuah awal

sesuatu yang baru. Hal ini yang mungkin dijadikan patokan penggunaan kata “swastiastu” sebagai salam

pembukaan dan salam penutup perjumpaan atau percakapan (selain mungkin penunjukan eksistensi terhadap

agama lain bahwa agama Hindu juga memiliki salam awal dan akhir seperti halnya agama lain). Namun, jika

melihat lagi pada nilai rasa, rasanya kedengaran janggal. Pada kesempatan ini saya juga mencoba

menyampaikan beberapa padanan kata, yang mudah-mudahan tidak jauh berbeda artinya dengan “swastyastu”

Page 16: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx

sebagai salam penutup perjumpaan atau percakapan. Beberapa kata tersebut antara lain: “swastimukha”, yang

berarti permulaan (mukha) kesejahteraan, permulaan nasib baik, permulaan keselamatan; “swastisanti”, yang

berarti ucapan selamat berpisah dan damai (santi), selamat jalan dan semoga damai.

Namun kini dikalangan remaja kata Om Swastiastu dan Om Santih, Santih, Santih Om sering disingkat dengan

kata OSA maupun OSSSO hal ini banyak ditemui ketika menjelang hari raya agama Hindu ucapan selamat Hari

Raya sering diawali dan diakhiri dengan kata OSA dan OSSSO. Hendaknya janganlh menyingkat Salam

Panganjali puniki karena seperti uraian diatas bahwa salam Om Swastiastu maupun Om Santih, Santih adalah

merupakan Salam sekaligus Doa.

Jadi, salam Om Swastiastu itu, meskipun ia terkemas dalam bahasa Sansekerta bahasa pengantar kitab suci

Veda, makna yang terkandung di dalamnya sangatlah universal. Pada hakikatnya semua salam yang muncul

dari komunitas berbagai agama memiliki arti dan makna yang universal. Yang berbeda adalah kemasan

bahasanya sebagai ciri khas budayanya. Dengan Om Swastiastu itu doa dipanjatkan untuk KESELAMATAN

SEMUA PIHAK TANPA KECUALI

Salam Om Swastiastu itu tidak memilih waktu. Ia dapat diucapkan pagi, siang, sore dan malam. Semoga salam

Om Swastiastu bertuah untuk meraih karunia Tuhan memberikan umat manusia keselamatan.

Demikianlah pengertian dan makna Om Swastiastu yang tiang dapat dari berbagai sumber, semoga dapat

memberikan pencerahan. mohon kritik dan sarannya.

Page 17: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx
Page 18: Asal Usul Sejarah Agama Hindu.docx