as3 cii tian
TRANSCRIPT
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 1/20
I. JUDUL PERCOBAAN :
PENCEMARAN AIR TERHADAP ORGANISME PERAIRAN ( IKAN )
II. TUJUAN PERCOBAAN :
1. Melihat adaptasi yang dilakukan oleh organisme perairan (ikan)
2. Mengamati berapa lama ikan mampu bertahan di dalam air yang tercemar
3. Mengamati pengaruh adaptasi ikan terhadap lingkungan perairan yang tercemar.
4. Mengetahui kandungan zat-zat pada detergen
5. Mengetahui dampak detergen terhadap organism perairan/ikan dan kaitannya dengan
pencemaran air.
III. TINJAUAN TEORITIS :
Detergen
Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi bagian dari
kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai industri. Di sisi lain,
detergen harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti fungsi jangka pendek (short therm
function) atau daya kerja cepat, mampu bereaksi pada suhu rendah, dampak lingkungan yang
rendah dan harga yang terjangkau (Jurado et al, 2006)
Produksi deterjen Indonesia rata-rata per tahun sebesar 380 ribu ton. Sedangkan tingkat
konsumsinya, menurut hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Audit Teknologi di wilayah
Jabotabek pada tahun 2002, per kapita rata-rata sebesar 8,232 kg (Anonimous, 2009).
Dibandingkan dengan produk terdahulu, sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara
lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Padaumumnya detergen bersifat surfaktan anionik yang berasal dari derivat minyak nabati atau
minyak bumi (Chantraine F et all, 2009).
Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai dikembangkan dengan gugus utama
surfaktant adalah ABS ( Alkyl Benzene Sulfonate) yang sulit di biodegradabel, maka pada tahun
1965 industri mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama surfaktant
LAS ( Linier Alkyl Benzene Sulfonate). Menurut Asosiasi Pengusaha Deterjen Indonesia
(APEDI), surfaktan anionik yang digunakan di Indonesia saat ini adalah alkyl benzene sulfonate
rantai bercabang (ABS) sebesar 40% dan alkyl benzene sulfonate rantai lurus (LAS) sebesar
60%. Alasan penggunaan ABS antara lain karena harganya murah, stabil dalam bentuk krim
pasta dan busanya melimpah. Dibandingkan dengan LAS, ABS lebih sukar diuraikan secara
alami sehingga pada banyak negara di dunia penggunaan ABS telah dilarang dan diganti dengan
LAS. Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai larangan penggunaan ABS belum ada.
Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam produk deterjen, antara lain karena harganya
murah, kestabilannya dalam bentuk krim pasta dan busanya melimpah (Anonimous, 2009).
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 2/20
Bahan – bahan yang umum terkandung pada deterjen adalah :
1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda
yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan
tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan
bahan. Surfaktant terbagi atas jenis anionic ( Alkyl Benzene Sulfonate /ABS, Linier Alkyl Benzene
Sulfonate /LAS, Alpha Olein Sulfonate /AOS), sedangkan jenis kedua bersifat kationik (Garam
Ammonium) dan jenis yang ketiga bersifat non ionic ( Nonyl phenol polyethoxyle) serta
Amphoterik ( Acyl Ethylenediamines).
2. Builder (Permbentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara
menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air, dapat berupa Phosphates (Sodium Tri Poly
Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra Acetate/EDTA),Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam sitrat).
3. Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan memantapkan
sehingga dapat menurunkan harga, misal Sodium sulfate
4. Additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya
pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan
daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk.
Contohnya enzyme, borax, sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar
kotoran yang telah dibawa oleh detergent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada
waktu mencuci (anti Redeposisi). Wangi – wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau
harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat.
Menurut kandungan gugus aktifnya detergen diklasifikasikan sebagai deterjen jenis keras
dan jenis lunak. Deterjen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan
deterjen tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan
pencemaran air. Salah satu contohnya adalah Alkil Benzena Sulfonat (ABS). Sedangkan detergen
jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme,
sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai, misalnya Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat . (LAS).
Pada awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian, namun kini meluas danditambahkan dalam berbagai bentuk produk seperti personal cleaning product (sampo, sabun
cuci tangan), laundry sebagai pencuci pakaian merupakan produk deterjen yang paling populer
di masyarakat, dishwashing product sebagai pencuci alat rumah tangga baik untuk penggunaan
manual maupun mesin pencuci piring, household cleaner sebagai pembersih rumah seperti
pembersih lantai, pembersih bahan-bahan porselen, plastik, metal, gelas (Arifin, 2008).
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 3/20
A. Manajemen Pengolahan Limbah Deterjen
Detergen merupakan suatu derivatik zat organik sehingga akumulasinya menyebabkan
meningkatnya COD (Chemichal Oxygen Demand ) dan BOD ( Biological Oxigen Demand ) dan
angka permanganat, maka dalam pengolahannya sangat cocok menggunakan teknik biologi.
Proses biologis dapat dikelompokkan berdasarkan pemanfaatan oksigen, sistem
pertumbuhan, proses operasi. Ditinjau dari pemanfaatan oksigennya, proses biologis untuk
mengolah air limbah deterjen dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama, yaitu
proses aerobic, proses anaerobic, proses anoksid dan kombinasi antara proses aerobik dengan
salah satu proses tersebut.
Proses biologis dapat pula dikelompokkan atas dasar proses operasinya yaitu proses
kontinu dengan atau tanpa daur ulang, proses batch, proses semi batch. Proses kontinu biasa
digunakan untuk pengolahan aerobik, sedangkan proses batch atau semi batch lebih banyak
digunakan untuk sistem anaerobic. Apabila BOD tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih
dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses
anaerob menjadi lebih ekonomis.BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan
jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai
atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. Bahan organik yang terdekomposisi
dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic
matter ). BOD merupakan suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba
yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat
diurai. Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah
oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik
mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan. Sedangkan COD atau Chemical
Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik
yang terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia
dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan
katalisator perak sulfat, sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun
yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan
BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa
saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD
menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. Air yang bersih kandungan BOD kurang
dari 1 mg/l atau 1ppm, jika BOD nya di atas 4 ppm maka air dikatakan tercemar (Hariyadi,
2004). Pada beberapa penelitian membuktikan bahwa alkyl benzena sulfonat (ABS) dapat
diuraikan dengan bakteri Staphylococcus epidermis, Enterobacter gergoviae, Staphylococcus
aureus, Pseudomonas facili, Pseudomonas fluoroscens, Pseudomonas euruginosa, Kurthia
zopfii, dan sebagainya. Bakteri ini akan merombak detergen yang juga merupakan zat organik
sebagai bahan makanan menjadi energi.
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 4/20
B. Dampak Limbah Deterjen terhadap Kesehatan Manusia dan Kesehatan
Lingkungan
Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain
atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi dan
meningkatkan umur pemakaian kain, karpet, alat-alat rumah tangga dan peralatan rumah lainnya,
sudah tidak diragukan lagi. Oleh karena banyaknya manfaat penggunaan deterjen sehingga
menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.
Tanpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari,
harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak
negatif baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk
deterjen yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak
langsung terhadap manusia dan lingkungannya.
Umumnya deterjen yang digunakan sebagai pencuci pakaian/ laundry merupakan deterjenanionik karena memiliki daya bersih yang tinggi. Pada deterjen anionik sering ditambahkan zat
aditif lain (builder ) seperti golongan ammonium kuartener (alkyldimetihylbenzyl-ammonium
cloride, diethanolamine/ DEA), chlorinated trisodium phospate (chlorinated TSP) dan beberapa
jenis surfaktan seperti sodium lauryl sulfate (SLS) , sodium laureth sulfate (SLES) atau linear
alkyl benzene sulfonate (LAS). Golongan ammonium kuartener ini dapat membentuk senyawa
nitrosamin. Senyawa nitrosamin diketahui bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan kanker.
Senyawa sodium lauryl sulfate (SLS) diketahui menyebabkan iritasi pada kulit,
memperlambat proses penyembuhan dan penyebab katarak pada mata orang dewasa.
Pembuangan limbah ke sungai/sumber-sumber air tanpa treatment sebelumnya,
mengandung tingkat polutan organik yang tinggi serta mempengaruhi kesesuaian air sungaiuntuk digunakan manusia dan merangsang pertumbuhan alga maupun tanaman air lainnya.
Selain itu deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang
mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi
menurun. Ikan membutuhkan air yang mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm
(part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang
kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai
menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen
terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik
menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat
dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati.
Keberadaan busa-busa di permukaan air juga menjadi salah satu penyebab kontak udara
dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan
organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian (Ahsan et al, 2005).
Selain itu pencemaran akibat deterjen mengakibatkan timbulnya bau busuk. Bau busuk
ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik
lanjutan oleh bakteri anaerob.
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 5/20
Fosfat memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener air dan
Builders. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan
magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat. Fosfat padaumumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP). Fosfat tidak memiliki daya racun,
bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi
dalam jumlah yang terlalu banyak, fosfat dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara
(eutrofikasi) yang berlebihan di badan air sungai/danau, yang ditandai oleh ledakan pertumbuhan
algae dan eceng gondok yang secara tidak langsung dapat membahayakan biota air dan
lingkungan. Di beberapa negara Eropa, penggunaan fosfat telah dilarang dan diganti dengan
senyawa substitusi yang relatif lebih ramah lingkungan (Anonimous, 2009).
Ahsan et al (2005) menyatakan bahwa penghilangan jumlah fosfat dapat dilakukan
dengan adsorpsi sederhana serta efisiensi penghilangan ion fosfat dengan concentrate menurundengan peningkatan suhu, sementara peningkatan suhu pada shell (kerang) cenderung dapat
meningkatkan efisiensi ion fosfat dari 20% menjadi 55%. Oleh karena itu, penghilangan ion
fosfat dengan shell dilakukan pada suhu yang relatif tinggi.
Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian menyebutkan
bahwa detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan dan bersifat karsinogen, misalnya
3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan detergen dalam air
minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Deterjen kationik memiliki sifat racun jika
tertelan dalam tubuh, bila dibanding deterjen jenis lain (anionik ataupun non ionik).
Terdapat dua ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana produk-produk kimia
(deterjen) aman di lingkungan yaitu daya racun (toksisitas) dan daya urai (biodegradable). ABS
dalam lingkungan mempunyai tingkat biodegradable sangat rendah, sehingga deterjen ini
dikategorikan sebagai ‘non-biodegradable’ .
Dalam pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat terurai, sekitar 50% bahan
aktif ABS lolos dari pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan. Hal ini dapat
menimbulkan masalah keracunan pada biota air dan penurunan kualitas air sehingga pada
perkembangannnya digantikan dengan LAS mempunyai karakteristik lebih baik, meskipun
belum dapat dikatakan ramah lingkungan. LAS mempunyai gugus alkil lurus/ tidak bercabang
yang dengan mudah dapat diurai oleh mikroorganisme.
LAS relatif mudah didegradasi secara biologi dibanding ABS. LAS bisa terdegradasisampai 90 persen. Akan tetapi prorsesnya sangat lambat, karena dalam memecah bagian ujung
rantai kimianya khususnya ikatan o-mega harus diputus dan butuh proses beta oksidasi, karena
itu perlu waktu. Penelitian Heryani dan Puji (2008 ) mendapatkan hasil bahwa alam
membutuhkan waktu 9 hari untuk menguraikan 50% LAS.
Detergen ABS sangat tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai oleh
bakteri pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada spektrumya. Dengan tidak
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 6/20
terurainya secara biologi deterjen ABS, lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh ABS akan
dipenuhi oleh busa, menurunkan tegangan permukaan dari air, pemecahan kembali dari
gumpalan (flock) koloid, pengemulsian gemuk dan minyak, pemusnahan bakteri yang berguna,
penyumbatan pada pori – pori media filtrasi.
Kerugian lain dari penggunaan deterjen adalah terjadinya proses eutrofikasi di perairan.
Ini terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi. Eutrofikasi menimbulkan
pertumbuhan tak terkendali bagi eceng gondok dan menyebabkan pendangkalan sungai.
Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat beresiko menyebabkan iritasi pada tangan dan kaustik.
Karena diketahui lebih bersifat alkalis. Tingkat keasamannya (pH) antara 10 – 12 (Ahsan S et al,
2005).
Tabel 2. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri
PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARANMAKSIMUM
(mg/liter) (kg/hari.Hari)
BOD5 50 4.3
COD 100 8.6
TSS 200 17.2
pH 6.0 - 9.0
Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3/MENLH/1/1998
Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri
C. Bahaya Surfactan
Surfaktan adalah bahan yang paling penting pada produk deterjen (hingga 15-40 % dari
total formulasi deterjen). Zat ini dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk
terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaikkan dan menurunkan
tegangan permukaan. Dengan surfaktant dapat terjadi perubahan dalam tegangan permukaan
yang menyertai proses pembasahan, daya busa yang stabil, daya emulsi yang stabil (Scheibel,
2004).
Efek negatif dari Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya
kelembaban alami yamg ada pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaanluar. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi
kontak dengan bahan kima dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi ‘sedang’
pada kulit. Surfaktan kationik bersifat toksik jika tertelan dibandingkan dengan surfaktan anionik
dan non-ionik. Sisa bahan surfaktan yang terdapat dalam deterjen dapat membentuk
chlorbenzene pada proses klorinisasi pengolahan air minum PDAM. Chlorbenzene merupakan
senyawa kimia yang bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan. Pengaruh lain yaitu
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 7/20
penghambatan pertumbuhan dalam tumbuhan, ikan, dan budding dalam hidra, kerusakan organ
sensoris luar yang peka sehingga dapat mengganggu pemilihan makanan, mempengaruhi sinergis
zat – zat dan surfaktan subletal menyebabkan pengambilan zat lipofilik yang lebih cepat dan
memperkuat toksisitas zat ini. Air yang mengandung surfaktan (2 – 4 ppm) tidak dapat dideteksi
perubahannya (Heryani dan Puji, 2008).
Penggunaan alat Trickling Filter, yaitu teknik untuk meningkatkan kontak dari air limbah
dengan mikroorganisme pemakan bahan-bahan organik yang mengambil oksigen untuk
metabolismenya dapat dipergunakan sebagai pengolahan limbah deterjen skala rumah tangga.
Diawali dengan mengembangbiakkan bakteri pada media pecahan genteng selama 40 hari dalam
limbah rumah tangga yang ada di selokan, kemudian dilakukan treatment/sirkulasi terhadap
limbah deterjen sintetik pada Trickling Filter dan dianalisa nilai konsentrasi LAS dengan
pengujian MBAS ( Metylene Blue Active Surfactan). media pertumbuhan mikroorganisme adalah
pecahan genteng yang direndam dalam selokan 40 hari. Jenis mikroorganisme yang ada di
selokan antara lain Crenothrix & Sphaerotilus, Chromatium & Thiobacillus, mikroalgae hijau &biru, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi, Shigella shigae, Eschericia Coli . Pengamatan
langsung dengan menggunakan mikroskop dan pengecatan gram menunjukkan bahwa komunitas
mikroba didominasi oleh bakteri gram negatif, menemukan komunitas bakteri dari golongan
Proteobacteria mendominasi komunitas bakteri yang mampu mendegradasi deterjen.
Pertumbuhan mikroorganisme ini berlangsung cukup lama karena dipengaruhi oleh suhu dan
nutrisi yang diperlukannya. Deterjen akan mengalami penurunan kadar LAS dengan semakin
bertambahnya waktu. Hal ini disebabkan mikroorganisme aerobik yang memakan zat yang
terkandung dalam deterjen. Kemampuan mikroba terutama bakteri dalam menggunakan deterjen
sebagai sumber karbon utama menunjukkan bahwa bakteri memegang peran penting. Deterjen
dengan kadar LAS yang besar membutuhkan waktu peruraian yang lebih lama dan deterjen
dengan kadar LAS yang kecil akan lebih cepat terurai. Dan semakin lama waktu sirkulasi
limbah deterjen maka kadar LAS pada ketiga merek deterjen yang diteliti akan semakin
mengalami penurunan, karena waktu kontak antara air deterjen dan mikroorganisme aerob
semakin lama sehingga memberikan waktu yang cukup lama pula bagi bakteri untuk
menguraikan deterjen (Heryani dan Puji, 2008).
Penanganan dengan cara lumpur aktif juga dapat dikembangkan , dan dapat menurunkan
COD, BOD 30 – 70 %, bergantung pada karakteristik air limbah yang, diolah dan kondisi proses
lumpur aktif yang dilakukan. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai
modifikasinya, antara lainoxidation ditch
dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proseslumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi
penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang
dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi
mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam).
Dengan tangki septic-filter up flow yang berisi pecahan batu bata sebagai media hidup
mikroba sanggup mereduksi kandungan Metylene Blue Active Surfactan atau MBAS (untuk
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 8/20
mendeteksi kandungan detergen) hingga mencapai efesiensi 87,93 persen. Dari sampel, air
limbah yang sebelum dimasukkan tangki memiliki kandungan MBAS sekitar 2,7 mg per liter.
Setelah keluar tangki, air hanya mengandung MBAS sekitar 0,326 mg per liter, atau lebih rendah
dari baku mutu yang digariskan, yakni 0,5 mg per liter. Adapun BOD yang didapat adalah
483,75 mg per liter (sebelum proses) dan 286,25 mg per liter (setelah proses) atau kandungan
BOD berkurang 40 persen lebih.
D. Mendestabilkan partikel deterjen dapat dimanfaatkan sebagai pengolahan limbah karena
detergen mempunyai sifat koloid. Karakteristik dari partikel koloid dalam air sangat dipengaruhi
oleh muatan listrik dan kebanyakan partikel tersuspensi bermuatan negative. Cara
mendestabilkan atau merusak kestabilan partikel dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan
mengurangi muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai potensial zeta dari koloid, proses ini
lazim disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah memberikan kesempatan kepada partikel untuk saling bertumbukan dan bergabung, cara ini dapat dilakukan dengan cara pengadukan dan
disebut sebagai flokulasi.
Pengurangan muatan elektris dilakukan dengan menambahkan koagulan seperti PAC. Di
dalam air PAC akan terdisposisi melepaskan kation Al3+
yang akan menurunkan zeta potensial
dari partikel. Sehingga gaya tolak-menolak antar partikel menjadi berkurang, akibatnya
penambahan gaya mekanis seperti pengadukan akan mempermudah terjadinya tumbukan yang
akan dilanjutkan dengan penggabungan partikel-partikel yang akan membentuk flok yang
berukuran lebih besar. Flok akan diendapkan pada unit sedimentasi maupun klarifikasi. Lumpur
yang terbentuk akan dibuang menggunakan scraper . Cara koagulasi umumnya berhasil
menurunkan kadar bahan organik (COD,BOD) sebanyak 40-70 %.
Detergen mampu memecah minyak dan lemak membentuk emulsi sehingga dapat
diendapkan dengan menambahkan inhibitor garam alkali seperti kapur dan soda. Buih yang
terbentuk akan dapat dihilangkan dengan proses skimming (penyendokan buih) atau flotasi.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung juga
dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan
lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Adsorpsi menggunakan karbon aktif dapat digunakan untuk mengurangi kontaminasi
detergen. Detergen yang merupakan molekul organik akan ditarik oleh karbon aktif dan melekat
pada permukaannya dengan kombinasi dari daya fisik kompleks dan reaksi kimia. Karbon aktif memiliki jaringan porous (berlubang) yang sangat luas yang berubah-ubah bentuknya untuk
menerima molekul pengotor baik besar maupun kecil. Zeolit dapat menurunkan COD 10-40%,
dan karbon aktif dapat menurunkan COD 10-60 %.
Detergen mempunyai ikatan – ikatan organik. Proses khlorinasi akan memecah ikatan
tersebut membentuk garam ammonium khlorida meskipun akan menghasilkan haloform dan
trihalomethans jika zat organiknya berlebih (Arifin, 2000)
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 9/20
IV. ALAT DAN BAHAN :
NO NAMA ALAT DAN BAHAN JUMLAH
1 Detergen Secukupnya
2 Toples kaca transparan 3 buah
3 Air Secukupnya
4 Pengaduk/sudip 1 buah
5 Stopwatch 1 buah
6 Ikan lele 3 ekor
7 Ikan gobi 3 ekor8 Ikan mas 3 ekor
V. PROSEDUR KERJA :
Praktikan menyiapkan alat dan bahan terlebih dahulu
Praktikan membuat 2 parameter yaitu :
1.
Air bersih murni + 1 gram detergen2. Air ditambah detergen 0,5 gram detergen
Mengisi wadah toples yang tersisa dengan air bersih yang dapt digunakan untuk wadah
bibit ikan lain.
Memasukkan masing-masing satu ekor ikan ke dalam masing-masing parameter dan
dibiarkan selama 5 menit.
Dalam waktu 5 menit tersebut, mengamati tingkah laku ataupun pergerakan ikan,
mencatat waktu dan tingkah laku ikan, bagaimana pergerakannya, apakah diam ataupun
meronta-ronta.
Melakukan perlakuan diatas pada masing-masing sampel ikan lainnya.
Membuat table hasil pengamatan dan ditulis dalam laporan sementara.
Membuat laporan sementara masing-masing kelompok untuk diparaf oleh asisten.
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 10/20
VI. HASIL PERCOBAAN ATAU REAKSI
KEL JENIS IKAN KEADAAN AIR
KONTROL (AIR BERSIH) DETERGEN
KONDISI TINGKAH
LAKU
1 GRAM ½ GRAM
KONDISI TINGKAH
LAKU
KONDISI TIN
L
I IKAN NILA STRES KURANG
AKTIF
MENGGELEPAR MERONTA-
RONTA
MENGGELE
PAR
MERO
RONT
IKAN GOBI BAIK BAIK BIASA PINGSAN BIASA PING
IKAN LELE BAIK BAIK BERLENDIR MENGGELEP
AR
BERLENDIR MEN
AR
II IKAN NILA HIDUP LINCAH MATI LEMAS MATI MERO
RONTIKAN GOBI HIDUP LINCAH MATI LEMAS LEMAS KEJAN
IKAN LELE HIDUP LINCAH MATI PINGSAN MATI MERO
RONT
III IKAN NILA BAIK TIDAK AKTIF BERLENDIR PINGSAN BERLENDIR
, PUCAT
MERO
RONT
IKAN GOBI STRES AKTIF MERONTA-RONTA PINGSAN PUCAT MERO
RONT
IKAN LELE BAIK AKTIF BERLENDIR,
INSANG BERDARAH
PINGSAN BERLENDIR MERO
RONT
IV IKAN NILA HIDUP BAIK BERLENDIR,
INSANG MERAH
MERONTA-
RONTA
BERLENDIR MERO
RONT
IKAN GOBI HIDUP BAIK BERLENDIR MERONTA-
RONTA
INSANG
MERAH
MERO
RONT
IKAN LELE HIDUP BAIK INSANG BERDARAH MERONTA-
RONTA
MATI MERO
RONT
V IKAN NILA BAIK BIASA BERLENDIR MERONTA-
RONTA
MATI MERO
RONT
IKAN GOBI BAIK LASAK MATI LASAK HIDUP MERO
RONT
IKAN LELE BAIK BIASA MATI LASAK HIDUP MERO
RONT
VI IKAN NILA STRES DIAM INSANG MERAH MERONTA-
RONTA
PINGSAN MERO
RONT
IKAN GOBI BAIK DIAM BERLENDIR MERONTA-
RONTA
PUCAT MERO
RONT
IKAN LELE STRES DIAM BERLENDIR MERONTA-
RONTA
DIAM MERO
RONT
VII IKAN NILA HIDUP NORMAL MATI MERONTA-
RONTA
MATI MERO
RONT
IKAN GOBI HIDUP NORMAL MATI MERONTA MATI MERO
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 11/20
Respon Fisiologis Ikan Terhadap Detergen
Pada ikan gobi atau paccilia sp, sebelum di masuukan kedalam detergen, ikan ini memengsudah lemas kerena faktor-faktor berikut antara lain: pengkarantinaan ikan terlalu lama,saat
akan dipercobakan di dalam detergen dan tidak di beri makanan. Saat akan dimasukan ikan
tersebut tidak mengalami respon fisik dari ikan tersebut dan setelah beberapa detik ikan
tersebut kelihatan lemah dan insannya berdarah. Dan setelah beberapa menit ikan tersebutmati.
Pada ikan Nila (Oreochomis Niloticus), saat di masukan ke dalam detergen ikan tersebut
meronta-ronta atau melompat-lompat dalam beberapa detik, warna ikan tersebut berubahmenjadi pucat dan setelah beberapa detik yang awalnya berada di bawah permukaan menjadi
melayang di permukaan air. Insan ikan tersebut menjadi berdarah dan pingsan. Ini di
akibatkan ikan tersebut tidak tahan dengan adaptasi lingkungan air yang tercemar, yang manaikan ini hanya bisa hidup di air tawar yang jernih dan bebas dari limbah. Hanya memasuki
detik ke-40, ikan tersebut langsung diam atau pingsan dan mengeluarkan lendir dari
tubuhnya, namun ikan ini dapat bertahan lama sampai 13 menit lebih. Hal ini dibuktikan
dengan pergerakan ikan yang tidak merespon atau diam didalam larutan detergen tadi.
Praktikan berpikir bahwa ikan telah mati tetapi saat disentuh atau digoyang-goyang ikantersebut bergerak meskipun bergerak dengan gerakan tidak normal.
Ikan Lele ( clavias batharus)
Dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan jenis ikan yang di praktikumkan, ikan
ini lebih lama memberikan respon seperti selalu meronta-ronta tetapi tidak terus-menerus,
kadang-kadang diam sejenak, setelah itu meronta kembali. Hingga seterusnya sampai menit ke-
3.Sama halnya dengan ikan Nila hanya saja jika tidak disentuh ikan tersebut tetap diam seperti
yang sudah mati. Tapi kalau disentuh ikan tersebut masih bergerak dengan gerakan yang
sedikit.
Resistensi Ikan terhadap Pencemaran Air
a) Pada Ikan Gobi (Pascilia sp)
Ikan ini umumnya lebih lama bertahan hidup didalam air yang tercemar. Mis: Larutan
detergen , sebab ikan ini memiliki daya resistensi yang lebih tinggi terhadap pencemaran
air. Sehinnga ikan Gobi kebanyakan tinggall di parit-parit.
RONT
IKAN LELE HIDUP NORMAL MATI MERONTA-
RONTA
MATI MERO
RONT
VIII IKAN NILA BAIK BAIK MATI MERONTA MATI MERO
IKAN GOBI BAIK BAIK PINGSAN MERONTA-
RONTA
HIDUP MERO
RONTIKAN LELE BAIK BAIK PINGSAN MERONTA-
RONTA
HIDUP MERO
RONT
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 12/20
b) Pada Ikan Nila (Oreo comishniloticus)
Umumnya ikan Nila hidup di air jernih bebas limbah seperti di air tawar, sehingga ikan
ini tidak tahan di air yang tercemar
c) Pada ikan Lele ( Clavias batharus)
Ikan lele banyak ditemukan didaerah perairan yang banyak lumpur. Sehingga ikan ini
juga tidak bisa hidup di air yang tercemar. Saat ikan ini berada di air tercemar ikan ini
berusaha bertahan dengan cara mengeluarkan banyak lendir dari dalam tubuhnya, namun
karena ikan tersebut mengeluarkan lendir yang berlebihan, cairan ikan tersebut habis
didalam tubuhnya. Sehingga ikan tersebut mati
JENIS-JENIS LIMBAH
Limbah atau sampah yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan karena pembuangan
sampah atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah atau sampah juga merupakan suatu bahan
yang tidak berarti dan tidak berharga, tapi kita tidak mengetahui bahwa limbah juga bisa
menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat jika diproses secara baik dan benar. Limbah
atau sampah juga bisa berarti sesuatu yang tidak berguna dan dibuang oleh kebanyakan orang,
mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu lama
maka akan menyebabkan penyakit padahal dengan pengolahan sampah secara benar maka bisa
menjadikan sampah ini menjadi benda ekonomis.
I. Jenis-jenis limbah
Jika didasarkan asalnya, limbah dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1. Limbah Organik
Limbah ini terdiri atas bahan-bahan yang besifat organik seperti dari kegiatan rumah
tangga, kegiatan industri. Limbah ini juga bisa dengan mudah diuraikan melalui proses yang
alami. Limbah pertanian berupa sisa tumpahan atau penyemprotan yang berlebihan, misalnya
dari pestisida dan herbisida, begitu pula dengan pemupukan yang berlebihan. Limbah ini
mempunyai sifat kimia yang setabil sehingga zat tersebut akan mengendap kedalam tanah,
dasar sungai, danau, serta laut dan selanjutnya akan mempengaruhi organisme yang hidup
didalamnya. Sedangkan limbah rumah tangga dapat berupa padatan seperti kertas, plastik dan
lain-lain, dan berupa cairan seperti air cucian, minyak goreng bekasdan lain-lain. Limbah
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 13/20
tersebut ada yang mempunyai daya racun yang tinggi misalnya : sisa obat, baterai bekas, dan
air aki. Limbah tersebut tergolong (B3) yaitu bahan berbahaya dan beracun, sedangkan limbah
air cucian, limbah kamar mandi, dapat mengandung bibit-bibit penyakit atau pencemar biologis
seperti bakteri, jamur, virus dan sebagainya.
2. Limbah Anorganik
Limbah ini terdiri atas limbah industri atau limbah pertambangan. Limbah anorganik
berasal dari sumber daya alamyang tidak dapat di uraikan dan tidak dapat diperbaharui. Air
limbah industri dapat mengandung berbagai jenis bahan anorganik, zat-zat tersebut adalah :
Garam anorganik seperti magnesium sulfat, magnesium klorida yang berasal dari
kegiatan pertambangan dan industri.
Asam anorganik seperti asam sulfat yang berasal dari industri pengolahan biji logam dan
bahan bakar fosil.
Adapula limbah anorganik yang berasal dari kegiatan rumah tangga seperti botol plastik,
botol kaca, tas plastik, kaleng dan aluminium.
Jika berdasarkan sumbernya limbah dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
1. Limbah Pabrik
Limbah ini bisa dikategorikan sebagai limbah yang berbahaya karena limbah ini
mempunyai kadar gasyang beracun, pada umumnya limbah ini dibuang di sungai-sungai
disekitar tempat tinggal masyarakat dan tidak jarang warga masyarakat mempergunakan sungai
untuk kegiatan sehari-hari, misalnya MCK(Mandi, Cuci, Kakus) dan secara langsung gas yang
dihasilkan oleh limbah pabrik tersebut dikonsumsi dan dipakai oleh masyarakat.
2. Limbah Rumah Tangga
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 14/20
Limbah rumah tangga adalah limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga limbah
ini bisa berupa sisa-sisa sayuran seperti wortel, kol, bayam, slada dan lain-lain bisa juga berupa
kertas, kardus atau karton. Limbah ini juga memiliki daya racun tinggi jika berasal dari sisa obat
dan aki.
Limbah rumah tangga dapat dibedakan menjadi 3 jenis. Yang pertama berupa sampah.
Kemudian ada air buangan yang dihasilkan dari kegiatan mandi dan mencuci. yang terakhir
adalah kotoran yang dihasilkan manusia. Limbah-limbah ini, jika tak dikelola baik, berpotensi
tinggi mencemari lingkungan sekitar.
3. Limbah Industri
Limbah ini dihasilkan atau berasal dari hasil produksi oleh pabrik atau perusahaan
tertentu. Limbah ini mengandung zat yang berbahaya diantaranya asam anorganik dan
senyawa orgaik, zat-zat tersebut jika masuk ke perairan maka akan menimbulkan pencemaran
yang dapat membahayakan makluk hidup pengguna air tersebut misalnya, ikan, bebek dan
makluk hidup lainnya termasuk juga manusia.Macam-macam bentuk dari limbah industri antara
lain:
A. Limbah Industri Pangan
Sektor Industri/usaha kecil pangan yang mencemari lingkungan antara lain ; tahu,
tempe, tapioka dan pengolahan ikan (industri hasil laut). Limbah usaha kecil pangan dapat
menimbulkan masalah dalam penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat,
protein, lemak , garam-garam, mineral, dan sisa0sisa bahan kimia yang digunakan dalam
pengolahan dan pembersihan. Sebagai contohnya limbah industri tahu, tempe, tapioka industri
hasil laut dan industri pangan lainnya, dapat menimbulkan bau yang menyengat dan polusi
berat pada air bila pembuangannya tidak diberi perlakuan yang tepat.
Air buangan (efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan dengan Biological
Oxygen Demand ( BOD) tinggi dan mengandung polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas
dan insektisida. Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 15/20
seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan dan biota
perairan lainnya.
B. Limbah Industri Kimia & Bahan Bangunan
Industri kimia seperti alkohol dalam proses pembuatannya membutuhkan air sangat
besar, mengeakibatkan pula besarnya limbah cair yang dikeluarkan kelingkungan sekitarnya. Air
limbahnya bersifat mencemari karena didalamnya terkandung mikroorganisme, senyawa
organik dan anorganik baik terlarut maupun tersuspensi serta senyawa tambahan yang
terbentuk selama proses permentasi berlangsung.
Industri ini mempunyai limbah cair selain dari proses produksinya juga, air sisa
pencucian peralatan, limbah padat berupa onggokan hasil perasan, endapan Ca SO4, gas
berupa uap alkohol. kategori limbah industri ini adalah llimbah bahan beracun berbahayan (B3)
yang mencemari air dan udara.
Gangguan terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan efek bahan kimia toksik :
a. Keracunan yang akut, yakni keracunan akibat masuknya dosis tertentu kedalam tubuh
melalui mulut, kulit, pernafasan dan akibatnya dapat dilihat dengan segera, misalnya
keracunan H2S, Co dalan dosis tinggi. Dapat menimbulkan lemas dan kematian.
Keracunan Fenal dapat menimbulkan sakit perut dan sebagainya.
b. Keracunan kronis, sebagai akibat masuknya zat-zat toksis kedalam tubuh dalam dosis
yang kecil tetapi terus menerus dan berakumulasi dalam tubuh, sehingga efeknya baru
terasa dalam jangka panjang misalnya keracunan timbal, arsen, raksa, asbes dan
sebagainya.
Industri fermentasi seperti alkohol disamping bisa membahayakan pekerja apabila
menghirup zat dalam udara selama bekerja apabila tidak sesuai dengan Threshol Limit Valued
(TLV) gas atau uap beracun dari industri juga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat
sekitar.
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 16/20
Kegiatan lain sektor ini yang mencemari lingkungan adalah industri yang menggunakan
bahan baku dari barang galian seperti batako putih, genteng, batu kapur/gamping dan
kerajinan batu bata. Pencemaran timbul sebagai akibat dari penggalian yang dilakukan terus-
menerus sehingga meninggalkan kubah0kubah yang sudah tidak mengandung hara sehingga
apabila tidak dikreklamasi tidak dapat ditanami untuk ladang pertanian.
C. Limbah Industri Sandang Kulit & Aneka
Sektor sandang dan kulit seperti pencucian batik, batik printing, penyamakan kuit dapat
mengakibatkan pencemaran karena dalam proses pencucian memerlukanair sebagai
mediumnya dalam jumlah yang besar. Proses ini menimbulkan air buangan (bekas Proses) yang
besar pula, dimana air buangan mengandung sisa-sisa warna, BOD tinggi, kadar minyak tinggi
dan beracun (mengandung limbah B3 yang tinggi).
D. Limbah Industri Logam & Ekektronika.
Bahan buangan yang dihasilkan dari industr besi baja seperti mesin bubut, cor logam
dapat menimbulkan pemcemaran lingkungan. Sebagian besar bahan pencemarannya berupa
debu, asap dan gas yang mengotori udarasekitarnya. Selain pencemaran udara oleh bahan
buangan, kebisingan yang ditimbulkan mesin dalam industri baja (logam) mengganggu
ketenangan sekitarnya. kadar bahan pencemar yang tinggi dan tingkat kebisingan yang
berlebihan dapat mengganggu kesehatan manusia baik yang bekerja dalam pabrik maupun
masyarakat sekitar.
Walaupun industri baja/logam tidak menggunakan larutan kimia, tetapi industri ini
memcemari air karena buanganya dapat mengandung minyak pelumas dan asam-asam yang
berasal dari proses pickling untukmembersihkan bahan plat, sedangkan bahan buangan padat
dapat dimanfaatkan kembali.
a. Bahaya dari bahan-bahan pencemar yang mungkin dihaslkan dari proses-proses
dalam industri besi-baja/logam terhadap kesehatan yaitu :
a. Debu, dapat menyebabkan iritasi, sesak nafas
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 17/20
b. Kebisingan, mengganggu pendengaran, menyempitkan pembuluh darah,
ketegangan otot, menurunya kewaspadaan, kosentrasi pemikiran dan efisiensi
kerja.
c. Karbon Monoksida (CO), dapat menyebabkan gangguan serius, yang diawali
dengan napas pendek dan sakit kepala, berat, pusing-pusing pikiran kacau dan
melemahkan penglihatan dan pendengaran. Bila keracunan berat, dapat
mengakibatkan pingsan yang bisa diikuti dengan kematian.
d. Karbon Dioksida (CO2), dapat mengakibatkan sesak nafas, kemudian sakit kepala,
pusing-pusing, nafas pendek, otot lemah, mengantuk dan telinganya berdenging.
e. Minyak pelumas, buangan dapat menghambat proses oksidasi biologi dari sistem
lingkungan, bila bahan pencemar dialirkan keseungai, kolam atau sawah dan
sebagainya.
f. Asap, dapat mengganggu pernafasan, menghalangi pandangan, dan bila tercampur
dengan gas CO2, SO2, maka akan memberikan pengaruh yang nenbahayakan
seperti yang telah diuraikan diatas.
Respon fisiologis Ikan Terhadap Pencemaran Air
Pada ikan gobi atau paccilia sp, sebelum di masuukan kedalam detergen, ikan ini
memeng sudah lemas kerena faktor-faktor berikut antara lain: pengkarantinaan ikanterlalu lama,saat akan dipercobakan di dalam detergen dan tidak di beri makanan.
Saat akan dimasukan ikan tersebut tidak mengalami respon fisik dari ikan tersebut
dan setelah beberapa detik ikan tersebut kelihatan lemah dan insannya berdarah. Dan
setelah beberapa menit ikan tersebut mati.
Pada ikan Nila (Oreochomis Niloticus), saat di masukan ke dalam detergen ikan tersebut
meronta-ronta atau melompat-lompat dalam beberapa detik, warna ikan tersebut berubah
menjadi pucat dan setelah beberapa detik yang awalnya berada di bawah permukaan
menjadi melayang di permukaan air. Insan ikan tersebut menjadi berdarah dan pingsan.
Ini di akibatkan ikan tersebut tidak tahan dengan adaptasi lingkungan air yang tercemar,yang mana ikan ini hanya bisa hidup di air tawar yang jernih dan bebas dari limbah.
Hanya memasuki detik ke-40, ikan tersebut langsung diam atau pingsan danmengeluarkan lendir dari tubuhnya, namun ikan ini dapat bertahan lama sampai 13 menit
lebih. Hal ini dibuktikan dengan pergerakan ikan yang tidak merespon atau diam didalam
larutan detergen tadi. Praktikan berpikir bahwa ikan telah mati tetapi saat disentuh ataudigoyang-goyang ikan tersebut bergerak meskipun bergerak dengan gerakan tidak
normal.
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 18/20
Ikan Lele ( clavias batharus)
Dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan jenis ikan yang di praktikumkan,
ikan ini lebih lama memberikan respon seperti selalu meronta-ronta tetapi tidak terus-
menerus, kadang-kadang diam sejenak, setelah itu meronta kembali. Hingga seterusnya
sampai menit ke-3.
Sama halnya dengan ikan Nila hanya saja jika tidak disentuh ikan tersebut tetap diam
seperti yang sudah mati. Tapi kalau disentuh ikan tersebut masih bergerak dengan
gerakan yang sedikit.
Resistensi Ikan terhadap Pencemaran Air
d) Pada Ikan Gobi (Pascilia sp)
Ikan ini umumnya lebih lama bertahan hidup didalam air yang tercemar. Mis: Larutan
detergen , sebab ikan ini memiliki daya resistensi yang lebih tinggi terhadap pencemaran
air. Sehinnga ikan Gobi kebanyakan tinggall di parit-parit.
e) Pada Ikan Nila (Oreo comishniloticus) Umumnya ikan Nila hidup di air jernih bebas limbah seperti di air tawar, sehingga ikan
ini tidak tahan di air yang tercemar
f) Pada ikan Lele ( Clavias batharus)
Ikan lele banyak ditemukan didaerah perairan yang banyak lumpur. Sehingga ikan ini
juga tidak bisa hidup di air yang tercemar. Saat ikan ini berada di air tercemar ikan ini
berusaha bertahan dengan cara mengeluarkan banyak lendir dari dalam tubuhnya, namun
karena ikan tersebut mengeluarkan lendir yang berlebihan, cairan ikan tersebut habis
didalam tubuhnya. Sehingga ikan tersebut mati.
VII. KESIMPULAN :
Detergen merupakan salah satu polutan air yang harus dihilangkan atau diminimalisir
penggunaannya. Risiko deterjen yang paling ringan pada manusia berupa iritasi (panas, gatal
bahkan mengelupas) pada kulit terutama di daerah yang bersentuhan langsung dengan produk.
Hal ini disebabkan karena kebanyakan produk deterjen yang beredar saat ini memiliki derajat
keasaman (pH) tinggi. Dalam kondisi iritasi/terluka, penggunaan produk penghalus apalagi yang
mengandung pewangi, justru akan membuat iritasi kulit semakin parah. Dalam jangka panjang,
air minum yang telah terkontaminasi limbah deterjen berpotensi sebagai salah satu penyebab
penyakit kanker (karsinogenik). Proses penguraian deterjen akan menghasilkan sisa benzena
yang apabila bereaksi dengan klor akan membentuk senyawa klorobenzena yang sangat
berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat mungkin terjadi pada pengolahan air minum,
mengingat digunakannya kaporit (dimana di dalamnya terkandung klor) sebagai pembunuh
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 19/20
kuman pada proses klorinasi. Saat ini, instalasi pengolahan air milik PAM dan juga instalasi
pengolahan air limbah industri belum mempunyai teknologi yang mampu mengolah limbah
deterjen secara sempurna.
Kerugian lain dari penggunaan deterjen adalah terjadinya proses eutrofikasi di perairan.
Ini terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi. Eutrofikasi menimbulkan
pertumbuhan tak terkendali bagi eceng gondok dan menyebabkan pendangkalan sungai.
Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat beresiko menyebabkan iritasi pada tangan dan kaustik
karena diketahui lebih bersifat alkalis dengan tingkat keasaman (pH) antara 10 – 12.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Ahsan S. 2005. Effect of Temperature on Wastewater Treatment with Natural and Waste Materials
[Original Paper] . Clean Technology Enviroment Policy. 7:198-202.
Arifin. 2008. Metode Pengolahan Deterjen. http://.wordpress.com [8 Desember 2010].
Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Statistik Lingkungan Hidup Pengelolaan B3 dan Limbah B3.
(http://tutorjunior.blogspot.com) [8 Desember 2010].
Chantraine, F et all. 2009. Drawbacks of Surfactant Presence on The Dissolution and Mechanical
Properties of Detergent Tablets : How to Control Interfaces by Surfactan Localization. Journal of
Surfactan and Detergent. 12:59-71.
Heryani. A, Puji, H. 2008. Pengolahan Limbah Deterjen Sintetik dengan Trickling Filter [Makalah
Penelitian] http://eprints.undip.ac.id [8 Desember 2010].
Jurado, E et all. 2006. Enzyme Based Detergent formulas for Fatty Soils and Hard Surface in a
Continous Flow Device . Journal of Surfactant and Detergents. Vol. 9. Qtr 1.
Scheibel J. 2004. The Evolution of Anionic Surfactan Tehnology to Meet the Requirement of the
Laundry Deterjent Industry. Journal of Surfactan and Detergent. Vo7. No. 5.
Sigid hariyadi. 2004. BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air Dan Baku Mutu Air Limbah.
Soekidjo Notoatmojo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Penerbit PT Rineka
Cipta.(614.78NOT k)
5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 20/20
PENCEMARAN AIR TERHADAP ORGANISME PERAIRAN (IKAN)
D
I
S
U
S
OLEH:
KELOMPOK 4
ANITA SARI RITONGA (4113331004)
DEVI ASTRIANA HUTASUHUT (4113331008)
FADILLAH LATIEF (411333
FATIMAH KHAIRANI 4111531001)
KHAIRIDA ASHRI LUBIS
NOVRISA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
UNIMED
2012