as3 cii tian

20
 I. JUDUL PERCOBAAN : PENCEMARAN AIR TERHADAP ORGANISME PERAIRAN ( IKAN ) II. TUJUAN PERCOBAAN : 1. Melihat adaptasi yang dilakukan oleh organisme perairan (ikan) 2. Mengamati berapa lama ikan mampu bertahan di dalam air yang tercemar 3. Mengamati pengaruh adaptasi ikan terhadap lingkungan perairan yang tercemar. 4. Mengetahui kandungan zat-zat pada detergen 5. Mengetahui dampak detergen terhadap organism perairan/ikan dan kaitannya dengan pencemaran air. III. TINJAUAN TEORITIS : Detergen Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai industri. Di sisi lain, detergen harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti fungsi jangka pendek ( short therm  function) atau daya kerja cepat, mampu bereaksi pada suhu rendah, dampak lingkungan yang rendah dan harga yang terjangkau (Jurado et al, 2006) Produksi deterjen Indonesia rata-rata per tahun sebesar 380 ribu ton. Sedangkan tingkat konsumsinya, menurut hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Audit Teknologi di wilayah Jabotabek pada tahun 2002, per kapita rata-rata sebesar 8,232 kg (Anonimous, 2009). Dibandingkan dengan produk terdahulu, sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Pada umumnya detergen bersifat surfaktan anionik yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (Chantraine F et all, 2009). Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai dikembangkan dengan gugus utama surfaktant adalah ABS (  Alkyl Benzene Sulfonate ) yang sulit di biodegradabel, maka pada tahun 1965 industri mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama surfaktant LAS (  Linier Alkyl Benzene Sulfonate ). Menurut Asosiasi Pengusaha Deterjen Indonesia (APEDI), surfaktan anionik yang digunakan di Indonesia saat ini adalah alkyl benzene sulfonate rantai bercabang (ABS) sebesar 40% dan alkyl benzene sulfonate rantai lurus (LAS) sebesar 60%. Alasan penggunaan ABS antara lain karena harganya murah, stabil dalam bentuk krim pasta dan busanya melimpah. Dibandingkan dengan LAS, ABS lebih sukar diuraikan secara alami sehingga pada banyak negara di dunia penggunaan ABS telah dilarang dan diganti dengan LAS. Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai larangan penggunaan ABS belum ada. Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam produk deterjen, antara lain karena harganya murah, kestabilannya dalam bentuk krim pasta dan busanya melimpah (Anonimous, 2009).

Upload: astri-cii-tian

Post on 16-Jul-2015

342 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 1/20

I. JUDUL PERCOBAAN :

PENCEMARAN AIR TERHADAP ORGANISME PERAIRAN ( IKAN )

II. TUJUAN PERCOBAAN :

1.  Melihat adaptasi yang dilakukan oleh organisme perairan (ikan)

2.  Mengamati berapa lama ikan mampu bertahan di dalam air yang tercemar

3.  Mengamati pengaruh adaptasi ikan terhadap lingkungan perairan yang tercemar.

4.  Mengetahui kandungan zat-zat pada detergen

5.  Mengetahui dampak detergen terhadap organism perairan/ikan dan kaitannya dengan

pencemaran air.

III. TINJAUAN TEORITIS :

Detergen

Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi bagian dari

kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai industri. Di sisi lain,

detergen harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti fungsi jangka pendek (short therm

 function) atau daya kerja cepat, mampu bereaksi pada suhu rendah, dampak lingkungan yang

rendah dan harga yang terjangkau (Jurado et al, 2006)

Produksi deterjen Indonesia rata-rata per tahun sebesar 380 ribu ton. Sedangkan tingkat

konsumsinya, menurut hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Audit Teknologi di wilayah

Jabotabek pada tahun 2002, per kapita rata-rata sebesar 8,232 kg (Anonimous, 2009).

Dibandingkan dengan produk terdahulu, sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara

lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Padaumumnya detergen bersifat surfaktan anionik yang berasal dari derivat minyak nabati atau

minyak bumi (Chantraine F et all, 2009).

Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai dikembangkan dengan gugus utama

surfaktant adalah ABS ( Alkyl Benzene Sulfonate) yang sulit di biodegradabel, maka pada tahun

1965 industri mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama surfaktant

LAS (  Linier Alkyl Benzene Sulfonate). Menurut Asosiasi Pengusaha Deterjen Indonesia

(APEDI), surfaktan anionik yang digunakan di Indonesia saat ini adalah alkyl benzene sulfonate

rantai bercabang (ABS) sebesar 40% dan alkyl benzene sulfonate rantai lurus (LAS) sebesar

60%. Alasan penggunaan ABS antara lain karena harganya murah, stabil dalam bentuk krim

pasta dan busanya melimpah. Dibandingkan dengan LAS, ABS lebih sukar diuraikan secara

alami sehingga pada banyak negara di dunia penggunaan ABS telah dilarang dan diganti dengan

LAS. Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai larangan penggunaan ABS belum ada.

Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam produk deterjen, antara lain karena harganya

murah, kestabilannya dalam bentuk krim pasta dan busanya melimpah (Anonimous, 2009).

Page 2: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 2/20

 

Bahan  – bahan yang umum terkandung pada deterjen adalah :

1.  Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda

yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan

tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan

bahan. Surfaktant terbagi atas jenis anionic ( Alkyl Benzene Sulfonate /ABS,  Linier Alkyl Benzene

Sulfonate /LAS,   Alpha Olein Sulfonate  /AOS), sedangkan jenis kedua bersifat kationik (Garam

Ammonium) dan jenis yang ketiga bersifat non ionic (  Nonyl phenol polyethoxyle) serta

Amphoterik ( Acyl Ethylenediamines).

2.   Builder  (Permbentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara

menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air, dapat berupa Phosphates (Sodium Tri Poly

Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra Acetate/EDTA),Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam sitrat).

3.  Filler  (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan

meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan memantapkan

sehingga dapat menurunkan harga, misal Sodium sulfate

4.   Additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya

pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan

daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk.

Contohnya enzyme, borax, sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar

kotoran yang telah dibawa oleh detergent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada

waktu mencuci (anti Redeposisi). Wangi  –  wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau

harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat.

Menurut kandungan gugus aktifnya detergen diklasifikasikan sebagai deterjen jenis keras

dan jenis lunak. Deterjen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan

deterjen tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan

pencemaran air. Salah satu contohnya adalah Alkil Benzena Sulfonat (ABS). Sedangkan detergen

  jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme,

sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai, misalnya Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat . (LAS).

Pada awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian, namun kini meluas danditambahkan dalam berbagai bentuk produk seperti   personal cleaning product (sampo, sabun

cuci tangan), laundry sebagai pencuci pakaian merupakan produk deterjen yang paling populer

di masyarakat, dishwashing product sebagai pencuci alat rumah tangga baik untuk penggunaan

manual maupun mesin pencuci piring, household cleaner  sebagai pembersih rumah seperti

pembersih lantai, pembersih bahan-bahan porselen, plastik, metal, gelas (Arifin, 2008).

Page 3: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 3/20

A.  Manajemen Pengolahan Limbah Deterjen

Detergen merupakan suatu derivatik zat organik sehingga akumulasinya menyebabkan

meningkatnya COD (Chemichal Oxygen Demand ) dan BOD ( Biological Oxigen Demand ) dan

angka permanganat, maka dalam pengolahannya sangat cocok menggunakan teknik biologi.

Proses biologis dapat dikelompokkan berdasarkan pemanfaatan oksigen, sistem

pertumbuhan, proses operasi. Ditinjau dari pemanfaatan oksigennya, proses biologis untuk 

mengolah air limbah deterjen dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama, yaitu

proses aerobic, proses anaerobic, proses anoksid dan kombinasi antara proses aerobik dengan

salah satu proses tersebut.

Proses biologis dapat pula dikelompokkan atas dasar proses operasinya yaitu proses

kontinu dengan atau tanpa daur ulang, proses batch, proses semi batch. Proses kontinu biasa

digunakan untuk pengolahan aerobik, sedangkan proses batch atau semi batch lebih banyak 

digunakan untuk sistem anaerobic. Apabila BOD tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih

dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses

anaerob menjadi lebih ekonomis.BOD atau   Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan

 jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai

atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. Bahan organik yang terdekomposisi

dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic

matter ). BOD merupakan suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba

yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat

diurai. Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah

oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik 

mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan. Sedangkan COD atau Chemical

Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik 

yang terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia

dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan

katalisator perak sulfat, sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun

yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan

BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa

saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD

menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. Air yang bersih kandungan BOD kurang

dari 1 mg/l atau 1ppm, jika BOD nya di atas 4 ppm maka air dikatakan tercemar (Hariyadi,

2004). Pada beberapa penelitian membuktikan bahwa alkyl benzena sulfonat  (ABS) dapat

diuraikan dengan bakteri Staphylococcus epidermis, Enterobacter gergoviae, Staphylococcus

aureus, Pseudomonas facili, Pseudomonas fluoroscens, Pseudomonas euruginosa, Kurthia

 zopfii, dan sebagainya. Bakteri ini akan merombak detergen yang juga merupakan zat organik 

sebagai bahan makanan menjadi energi.

Page 4: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 4/20

 

B.  Dampak Limbah Deterjen terhadap Kesehatan Manusia dan Kesehatan

Lingkungan

Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain

atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi dan

meningkatkan umur pemakaian kain, karpet, alat-alat rumah tangga dan peralatan rumah lainnya,

sudah tidak diragukan lagi. Oleh karena banyaknya manfaat penggunaan deterjen sehingga

menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.

Tanpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari,

harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak 

negatif baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk 

deterjen yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak 

langsung terhadap manusia dan lingkungannya.

Umumnya deterjen yang digunakan sebagai pencuci pakaian/ laundry merupakan deterjenanionik karena memiliki daya bersih yang tinggi. Pada deterjen anionik sering ditambahkan zat

aditif lain (builder ) seperti golongan ammonium kuartener (alkyldimetihylbenzyl-ammonium

cloride, diethanolamine/ DEA), chlorinated trisodium phospate (chlorinated TSP) dan beberapa

  jenis surfaktan seperti sodium lauryl sulfate (SLS) ,  sodium laureth sulfate (SLES) atau linear 

alkyl benzene sulfonate (LAS). Golongan ammonium kuartener ini dapat membentuk senyawa

nitrosamin. Senyawa nitrosamin diketahui bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan kanker.

Senyawa sodium lauryl sulfate (SLS) diketahui menyebabkan iritasi pada kulit,

memperlambat proses penyembuhan dan penyebab katarak pada mata orang dewasa.

Pembuangan limbah ke sungai/sumber-sumber air tanpa treatment sebelumnya,

mengandung tingkat polutan organik yang tinggi serta mempengaruhi kesesuaian air sungaiuntuk digunakan manusia dan merangsang pertumbuhan alga maupun tanaman air lainnya.

Selain itu deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang

mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi

menurun. Ikan membutuhkan air yang mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm

(part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang

kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai

menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen

terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik 

menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat

dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati.

Keberadaan busa-busa di permukaan air juga menjadi salah satu penyebab kontak udara

dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan

organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian (Ahsan et al, 2005).

Selain itu pencemaran akibat deterjen mengakibatkan timbulnya bau busuk. Bau busuk 

ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik 

lanjutan oleh bakteri anaerob.

Page 5: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 5/20

 

Fosfat memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener air dan

 Builders. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan

magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat. Fosfat padaumumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP). Fosfat tidak memiliki daya racun,

bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi

dalam jumlah yang terlalu banyak, fosfat dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara

(eutrofikasi) yang berlebihan di badan air sungai/danau, yang ditandai oleh ledakan pertumbuhan

algae dan eceng gondok yang secara tidak langsung dapat membahayakan biota air dan

lingkungan. Di beberapa negara Eropa, penggunaan fosfat telah dilarang dan diganti dengan

senyawa substitusi yang relatif lebih ramah lingkungan (Anonimous, 2009).

Ahsan et al (2005) menyatakan bahwa penghilangan jumlah fosfat dapat dilakukan

dengan adsorpsi sederhana serta efisiensi penghilangan ion fosfat dengan concentrate menurundengan peningkatan suhu, sementara peningkatan suhu pada shell (kerang) cenderung dapat

meningkatkan efisiensi ion fosfat dari 20% menjadi 55%. Oleh karena itu, penghilangan ion

fosfat dengan shell dilakukan pada suhu yang relatif tinggi.

Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian menyebutkan

bahwa detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan dan bersifat karsinogen, misalnya

3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan detergen dalam air

minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Deterjen kationik memiliki sifat racun jika

tertelan dalam tubuh, bila dibanding deterjen jenis lain (anionik ataupun non ionik).

Terdapat dua ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana produk-produk kimia

(deterjen) aman di lingkungan yaitu daya racun (toksisitas) dan daya urai (biodegradable). ABS

dalam lingkungan mempunyai tingkat biodegradable sangat rendah, sehingga deterjen ini

dikategorikan sebagai ‘non-biodegradable’ .

Dalam pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat terurai, sekitar 50% bahan

aktif ABS lolos dari pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan. Hal ini dapat

menimbulkan masalah keracunan pada biota air dan penurunan kualitas air sehingga pada

perkembangannnya digantikan dengan LAS mempunyai karakteristik lebih baik, meskipun

belum dapat dikatakan ramah lingkungan. LAS mempunyai gugus alkil lurus/ tidak bercabang

yang dengan mudah dapat diurai oleh mikroorganisme.

LAS relatif mudah didegradasi secara biologi dibanding ABS. LAS bisa terdegradasisampai 90 persen. Akan tetapi prorsesnya sangat lambat, karena dalam memecah bagian ujung

rantai kimianya khususnya ikatan o-mega harus diputus dan butuh proses beta oksidasi, karena

itu perlu waktu. Penelitian Heryani dan Puji (2008 ) mendapatkan hasil bahwa alam

membutuhkan waktu 9 hari untuk menguraikan 50% LAS.

Detergen ABS sangat tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai oleh

bakteri pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada spektrumya. Dengan tidak 

Page 6: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 6/20

terurainya secara biologi deterjen ABS, lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh ABS akan

dipenuhi oleh busa, menurunkan tegangan permukaan dari air, pemecahan kembali dari

gumpalan (flock) koloid, pengemulsian gemuk dan minyak, pemusnahan bakteri yang berguna,

penyumbatan pada pori – pori media filtrasi.

Kerugian lain dari penggunaan deterjen adalah terjadinya proses eutrofikasi di perairan.

Ini terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi. Eutrofikasi menimbulkan

pertumbuhan tak terkendali bagi eceng gondok dan menyebabkan pendangkalan sungai.

Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat beresiko menyebabkan iritasi pada tangan dan kaustik.

Karena diketahui lebih bersifat alkalis. Tingkat keasamannya (pH) antara 10 – 12 (Ahsan S et al,

2005).

Tabel 2. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri

PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARANMAKSIMUM

(mg/liter) (kg/hari.Hari)

BOD5 50 4.3

COD 100 8.6

TSS 200 17.2

pH 6.0 - 9.0

Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3/MENLH/1/1998

Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri

C.  Bahaya Surfactan

Surfaktan adalah bahan yang paling penting pada produk deterjen (hingga 15-40 % dari

total formulasi deterjen). Zat ini dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk 

terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaikkan dan menurunkan

tegangan permukaan. Dengan surfaktant dapat terjadi perubahan dalam tegangan permukaan

yang menyertai proses pembasahan, daya busa yang stabil, daya emulsi yang stabil (Scheibel,

2004).

Efek negatif dari Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya

kelembaban alami yamg ada pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaanluar. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi

kontak dengan bahan kima dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi ‘sedang’

pada kulit. Surfaktan kationik bersifat toksik jika tertelan dibandingkan dengan surfaktan anionik 

dan non-ionik. Sisa bahan surfaktan yang terdapat dalam deterjen dapat membentuk 

chlorbenzene pada proses klorinisasi pengolahan air minum PDAM. Chlorbenzene merupakan

senyawa kimia yang bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan. Pengaruh lain yaitu

Page 7: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 7/20

penghambatan pertumbuhan dalam tumbuhan, ikan, dan budding dalam hidra, kerusakan organ

sensoris luar yang peka sehingga dapat mengganggu pemilihan makanan, mempengaruhi sinergis

zat  –  zat dan surfaktan subletal menyebabkan pengambilan zat lipofilik yang lebih cepat dan

memperkuat toksisitas zat ini. Air yang mengandung surfaktan (2 – 4 ppm) tidak dapat dideteksi

perubahannya (Heryani dan Puji, 2008).

Penggunaan alat Trickling Filter, yaitu teknik untuk meningkatkan kontak dari air limbah

dengan mikroorganisme pemakan bahan-bahan organik yang mengambil oksigen untuk 

metabolismenya dapat dipergunakan sebagai pengolahan limbah deterjen skala rumah tangga.

Diawali dengan mengembangbiakkan bakteri pada media pecahan genteng selama 40 hari dalam

limbah rumah tangga yang ada di selokan, kemudian dilakukan treatment/sirkulasi terhadap

limbah deterjen sintetik pada Trickling Filter  dan dianalisa nilai konsentrasi LAS dengan

pengujian MBAS ( Metylene Blue Active Surfactan). media pertumbuhan mikroorganisme adalah

pecahan genteng yang direndam dalam selokan 40 hari. Jenis mikroorganisme yang ada di

selokan antara lain Crenothrix & Sphaerotilus, Chromatium & Thiobacillus, mikroalgae hijau &biru, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi, Shigella shigae, Eschericia Coli . Pengamatan

langsung dengan menggunakan mikroskop dan pengecatan gram menunjukkan bahwa komunitas

mikroba didominasi oleh bakteri gram negatif, menemukan komunitas bakteri dari golongan

Proteobacteria mendominasi komunitas bakteri yang mampu mendegradasi deterjen.

Pertumbuhan mikroorganisme ini berlangsung cukup lama karena dipengaruhi oleh suhu dan

nutrisi yang diperlukannya. Deterjen akan mengalami penurunan kadar LAS dengan semakin

bertambahnya waktu. Hal ini disebabkan mikroorganisme aerobik yang memakan zat yang

terkandung dalam deterjen. Kemampuan mikroba terutama bakteri dalam menggunakan deterjen

sebagai sumber karbon utama menunjukkan bahwa bakteri memegang peran penting. Deterjen

dengan kadar LAS yang besar membutuhkan waktu peruraian yang lebih lama dan deterjen

dengan kadar LAS yang kecil akan lebih cepat terurai. Dan semakin lama waktu sirkulasi

limbah deterjen maka kadar LAS pada ketiga merek deterjen yang diteliti akan semakin

mengalami penurunan, karena waktu kontak antara air deterjen dan mikroorganisme aerob

semakin lama sehingga memberikan waktu yang cukup lama pula bagi bakteri untuk 

menguraikan deterjen (Heryani dan Puji, 2008).

Penanganan dengan cara lumpur aktif juga dapat dikembangkan , dan dapat menurunkan

COD, BOD 30 – 70 %, bergantung pada karakteristik air limbah yang, diolah dan kondisi proses

lumpur aktif yang dilakukan. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai

modifikasinya, antara lainoxidation ditch

dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proseslumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi

penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang

dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi

mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam).

Dengan tangki septic-filter up flow yang berisi pecahan batu bata sebagai media hidup

mikroba sanggup mereduksi kandungan   Metylene Blue Active Surfactan atau MBAS (untuk 

Page 8: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 8/20

mendeteksi kandungan detergen) hingga mencapai efesiensi 87,93 persen. Dari sampel, air

limbah yang sebelum dimasukkan tangki memiliki kandungan MBAS sekitar 2,7 mg per liter.

Setelah keluar tangki, air hanya mengandung MBAS sekitar 0,326 mg per liter, atau lebih rendah

dari baku mutu yang digariskan, yakni 0,5 mg per liter. Adapun BOD yang didapat adalah

483,75 mg per liter (sebelum proses) dan 286,25 mg per liter (setelah proses) atau kandungan

BOD berkurang 40 persen lebih.

D. Mendestabilkan partikel deterjen dapat dimanfaatkan sebagai pengolahan limbah karena

detergen mempunyai sifat koloid. Karakteristik dari partikel koloid dalam air sangat dipengaruhi

oleh muatan listrik dan kebanyakan partikel tersuspensi bermuatan negative. Cara

mendestabilkan atau merusak kestabilan partikel dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan

mengurangi muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai potensial zeta dari koloid, proses ini

lazim disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah memberikan kesempatan kepada partikel untuk saling bertumbukan dan bergabung, cara ini dapat dilakukan dengan cara pengadukan dan

disebut sebagai flokulasi.

Pengurangan muatan elektris dilakukan dengan menambahkan koagulan seperti PAC. Di

dalam air PAC akan terdisposisi melepaskan kation Al3+

yang akan menurunkan zeta potensial

dari partikel. Sehingga gaya tolak-menolak antar partikel menjadi berkurang, akibatnya

penambahan gaya mekanis seperti pengadukan akan mempermudah terjadinya tumbukan yang

akan dilanjutkan dengan penggabungan partikel-partikel yang akan membentuk flok yang

berukuran lebih besar. Flok akan diendapkan pada unit sedimentasi maupun klarifikasi. Lumpur

yang terbentuk akan dibuang menggunakan scraper . Cara koagulasi umumnya berhasil

menurunkan kadar bahan organik (COD,BOD) sebanyak 40-70 %.

Detergen mampu memecah minyak dan lemak membentuk emulsi sehingga dapat

diendapkan dengan menambahkan inhibitor garam alkali seperti kapur dan soda. Buih yang

terbentuk akan dapat dihilangkan dengan proses skimming (penyendokan buih) atau flotasi.

Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung juga

dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan

lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).

Adsorpsi menggunakan karbon aktif dapat digunakan untuk mengurangi kontaminasi

detergen. Detergen yang merupakan molekul organik akan ditarik oleh karbon aktif dan melekat

pada permukaannya dengan kombinasi dari daya fisik kompleks dan reaksi kimia. Karbon aktif memiliki jaringan porous (berlubang) yang sangat luas yang berubah-ubah bentuknya untuk 

menerima molekul pengotor baik besar maupun kecil. Zeolit dapat menurunkan COD 10-40%,

dan karbon aktif dapat menurunkan COD 10-60 %.

Detergen mempunyai ikatan  –  ikatan organik. Proses khlorinasi akan memecah ikatan

tersebut membentuk garam ammonium khlorida meskipun akan menghasilkan haloform dan

trihalomethans jika zat organiknya berlebih (Arifin, 2000)

Page 9: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 9/20

 

IV. ALAT DAN BAHAN :

NO NAMA ALAT DAN BAHAN JUMLAH

1 Detergen Secukupnya

2 Toples kaca transparan 3 buah

3 Air Secukupnya

4 Pengaduk/sudip 1 buah

5 Stopwatch 1 buah

6 Ikan lele 3 ekor

7 Ikan gobi 3 ekor8 Ikan mas 3 ekor

V. PROSEDUR KERJA :

  Praktikan menyiapkan alat dan bahan terlebih dahulu

  Praktikan membuat 2 parameter yaitu :

1. 

Air bersih murni + 1 gram detergen2.  Air ditambah detergen 0,5 gram detergen

  Mengisi wadah toples yang tersisa dengan air bersih yang dapt digunakan untuk wadah

bibit ikan lain.

  Memasukkan masing-masing satu ekor ikan ke dalam masing-masing parameter dan

dibiarkan selama 5 menit.

  Dalam waktu 5 menit tersebut, mengamati tingkah laku ataupun pergerakan ikan,

mencatat waktu dan tingkah laku ikan, bagaimana pergerakannya, apakah diam ataupun

meronta-ronta.

  Melakukan perlakuan diatas pada masing-masing sampel ikan lainnya.

  Membuat table hasil pengamatan dan ditulis dalam laporan sementara.

  Membuat laporan sementara masing-masing kelompok untuk diparaf oleh asisten.

Page 10: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 10/20

 

VI. HASIL PERCOBAAN ATAU REAKSI

KEL JENIS IKAN KEADAAN AIR

KONTROL (AIR BERSIH) DETERGEN

KONDISI TINGKAH

LAKU

1 GRAM ½ GRAM

KONDISI TINGKAH

LAKU

KONDISI TIN

L

I IKAN NILA STRES KURANG

AKTIF

MENGGELEPAR MERONTA-

RONTA

MENGGELE

PAR

MERO

RONT

IKAN GOBI BAIK BAIK BIASA PINGSAN BIASA PING

IKAN LELE BAIK BAIK BERLENDIR MENGGELEP

AR

BERLENDIR MEN

AR

II IKAN NILA HIDUP LINCAH MATI LEMAS MATI MERO

RONTIKAN GOBI HIDUP LINCAH MATI LEMAS LEMAS KEJAN

IKAN LELE HIDUP LINCAH MATI PINGSAN MATI MERO

RONT

III IKAN NILA BAIK TIDAK AKTIF BERLENDIR PINGSAN BERLENDIR

, PUCAT

MERO

RONT

IKAN GOBI STRES AKTIF MERONTA-RONTA PINGSAN PUCAT MERO

RONT

IKAN LELE BAIK AKTIF BERLENDIR,

INSANG BERDARAH

PINGSAN BERLENDIR MERO

RONT

IV IKAN NILA HIDUP BAIK BERLENDIR,

INSANG MERAH

MERONTA-

RONTA

BERLENDIR MERO

RONT

IKAN GOBI HIDUP BAIK BERLENDIR MERONTA-

RONTA

INSANG

MERAH

MERO

RONT

IKAN LELE HIDUP BAIK INSANG BERDARAH MERONTA-

RONTA

MATI MERO

RONT

V IKAN NILA BAIK BIASA BERLENDIR MERONTA-

RONTA

MATI MERO

RONT

IKAN GOBI BAIK LASAK MATI LASAK HIDUP MERO

RONT

IKAN LELE BAIK BIASA MATI LASAK HIDUP MERO

RONT

VI IKAN NILA STRES DIAM INSANG MERAH MERONTA-

RONTA

PINGSAN MERO

RONT

IKAN GOBI BAIK DIAM BERLENDIR MERONTA-

RONTA

PUCAT MERO

RONT

IKAN LELE STRES DIAM BERLENDIR MERONTA-

RONTA

DIAM MERO

RONT

VII IKAN NILA HIDUP NORMAL MATI MERONTA-

RONTA

MATI MERO

RONT

IKAN GOBI HIDUP NORMAL MATI MERONTA MATI MERO

Page 11: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 11/20

 

Respon Fisiologis Ikan Terhadap Detergen

  Pada ikan gobi atau paccilia sp, sebelum di masuukan kedalam detergen, ikan ini memengsudah lemas kerena faktor-faktor berikut antara lain: pengkarantinaan ikan terlalu lama,saat

akan dipercobakan di dalam detergen dan tidak di beri makanan. Saat akan dimasukan ikan

tersebut tidak mengalami respon fisik dari ikan tersebut dan setelah beberapa detik ikan

tersebut kelihatan lemah dan insannya berdarah. Dan setelah beberapa menit ikan tersebutmati.

  Pada ikan Nila (Oreochomis Niloticus), saat di masukan ke dalam detergen ikan tersebut

meronta-ronta atau melompat-lompat dalam beberapa detik, warna ikan tersebut berubahmenjadi pucat dan setelah beberapa detik yang awalnya berada di bawah permukaan menjadi

melayang di permukaan air. Insan ikan tersebut menjadi berdarah dan pingsan. Ini di

akibatkan ikan tersebut tidak tahan dengan adaptasi lingkungan air yang tercemar, yang manaikan ini hanya bisa hidup di air tawar yang jernih dan bebas dari limbah. Hanya memasuki

detik ke-40, ikan tersebut langsung diam atau pingsan dan mengeluarkan lendir dari

tubuhnya, namun ikan ini dapat bertahan lama sampai 13 menit lebih. Hal ini dibuktikan

dengan pergerakan ikan yang tidak merespon atau diam didalam larutan detergen tadi.

Praktikan berpikir bahwa ikan telah mati tetapi saat disentuh atau digoyang-goyang ikantersebut bergerak meskipun bergerak dengan gerakan tidak normal.

Ikan Lele ( clavias batharus)

Dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan jenis ikan yang di praktikumkan, ikan

ini lebih lama memberikan respon seperti selalu meronta-ronta tetapi tidak terus-menerus,

kadang-kadang diam sejenak, setelah itu meronta kembali. Hingga seterusnya sampai menit ke-

3.Sama halnya dengan ikan Nila hanya saja jika tidak disentuh ikan tersebut tetap diam seperti

yang sudah mati. Tapi kalau disentuh ikan tersebut masih bergerak dengan gerakan yang

sedikit.

Resistensi Ikan terhadap Pencemaran Air

a)  Pada Ikan Gobi (Pascilia sp) 

Ikan ini umumnya lebih lama bertahan hidup didalam air yang tercemar. Mis: Larutan

detergen , sebab ikan ini memiliki daya resistensi yang lebih tinggi terhadap pencemaran

air. Sehinnga ikan Gobi kebanyakan tinggall di parit-parit.

RONT

IKAN LELE HIDUP NORMAL MATI MERONTA-

RONTA

MATI MERO

RONT

VIII IKAN NILA BAIK BAIK MATI MERONTA MATI MERO

IKAN GOBI BAIK BAIK PINGSAN MERONTA-

RONTA

HIDUP MERO

RONTIKAN LELE BAIK BAIK PINGSAN MERONTA-

RONTA

HIDUP MERO

RONT

Page 12: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 12/20

b)  Pada Ikan Nila (Oreo comishniloticus) 

Umumnya ikan Nila hidup di air jernih bebas limbah seperti di air tawar, sehingga ikan

ini tidak tahan di air yang tercemar

c)  Pada ikan Lele ( Clavias batharus) 

Ikan lele banyak ditemukan didaerah perairan yang banyak lumpur. Sehingga ikan ini

  juga tidak bisa hidup di air yang tercemar. Saat ikan ini berada di air tercemar ikan ini

berusaha bertahan dengan cara mengeluarkan banyak lendir dari dalam tubuhnya, namun

karena ikan tersebut mengeluarkan lendir yang berlebihan, cairan ikan tersebut habis

didalam tubuhnya. Sehingga ikan tersebut mati

  JENIS-JENIS LIMBAH

Limbah atau sampah yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan karena pembuangan

sampah atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah atau sampah juga merupakan suatu bahan

yang tidak berarti dan tidak berharga, tapi kita tidak mengetahui bahwa limbah juga bisa

menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat jika diproses secara baik dan benar. Limbah

atau sampah juga bisa berarti sesuatu yang tidak berguna dan dibuang oleh kebanyakan orang,

mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu lama

maka akan menyebabkan penyakit padahal dengan pengolahan sampah secara benar maka bisa

menjadikan sampah ini menjadi benda ekonomis.

I. Jenis-jenis limbah

Jika didasarkan asalnya, limbah dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

1. Limbah Organik

Limbah ini terdiri atas bahan-bahan yang besifat organik seperti dari kegiatan rumah

tangga, kegiatan industri. Limbah ini juga bisa dengan mudah diuraikan melalui proses yang

alami. Limbah pertanian berupa sisa tumpahan atau penyemprotan yang berlebihan, misalnya

dari pestisida dan herbisida, begitu pula dengan pemupukan yang berlebihan. Limbah ini

mempunyai sifat kimia yang setabil sehingga zat tersebut akan mengendap kedalam tanah,

dasar sungai, danau, serta laut dan selanjutnya akan mempengaruhi organisme yang hidup

didalamnya. Sedangkan limbah rumah tangga dapat berupa padatan seperti kertas, plastik dan

lain-lain, dan berupa cairan seperti air cucian, minyak goreng bekasdan lain-lain. Limbah

Page 13: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 13/20

tersebut ada yang mempunyai daya racun yang tinggi misalnya : sisa obat, baterai bekas, dan

air aki. Limbah tersebut tergolong (B3) yaitu bahan berbahaya dan beracun, sedangkan limbah

air cucian, limbah kamar mandi, dapat mengandung bibit-bibit penyakit atau pencemar biologis

seperti bakteri, jamur, virus dan sebagainya.

2. Limbah Anorganik

Limbah ini terdiri atas limbah industri atau limbah pertambangan. Limbah anorganik

berasal dari sumber daya alamyang tidak dapat di uraikan dan tidak dapat diperbaharui. Air

limbah industri dapat mengandung berbagai jenis bahan anorganik, zat-zat tersebut adalah :

  Garam anorganik seperti magnesium sulfat, magnesium klorida yang berasal dari

kegiatan pertambangan dan industri.

  Asam anorganik seperti asam sulfat yang berasal dari industri pengolahan biji logam dan

bahan bakar fosil.

  Adapula limbah anorganik yang berasal dari kegiatan rumah tangga seperti botol plastik,

botol kaca, tas plastik, kaleng dan aluminium.

Jika berdasarkan sumbernya limbah dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

1. Limbah Pabrik

Limbah ini bisa dikategorikan sebagai limbah yang berbahaya karena limbah ini

mempunyai kadar gasyang beracun, pada umumnya limbah ini dibuang di sungai-sungai

disekitar tempat tinggal masyarakat dan tidak jarang warga masyarakat mempergunakan sungai

untuk kegiatan sehari-hari, misalnya MCK(Mandi, Cuci, Kakus) dan secara langsung gas yang

dihasilkan oleh limbah pabrik tersebut dikonsumsi dan dipakai oleh masyarakat.

2. Limbah Rumah Tangga

Page 14: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 14/20

Limbah rumah tangga adalah limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga limbah

ini bisa berupa sisa-sisa sayuran seperti wortel, kol, bayam, slada dan lain-lain bisa juga berupa

kertas, kardus atau karton. Limbah ini juga memiliki daya racun tinggi jika berasal dari sisa obat

dan aki.

Limbah rumah tangga dapat dibedakan menjadi 3 jenis. Yang pertama berupa sampah.

Kemudian ada air buangan yang dihasilkan dari kegiatan mandi dan mencuci. yang terakhir

adalah kotoran yang dihasilkan manusia. Limbah-limbah ini, jika tak dikelola baik, berpotensi

tinggi mencemari lingkungan sekitar.

3. Limbah Industri

Limbah ini dihasilkan atau berasal dari hasil produksi oleh pabrik atau perusahaan

tertentu. Limbah ini mengandung zat yang berbahaya diantaranya asam anorganik dan

senyawa orgaik, zat-zat tersebut jika masuk ke perairan maka akan menimbulkan pencemaran

yang dapat membahayakan makluk hidup pengguna air tersebut misalnya, ikan, bebek dan

makluk hidup lainnya termasuk juga manusia.Macam-macam bentuk dari limbah industri antara

lain:

A. Limbah Industri Pangan

Sektor Industri/usaha kecil pangan yang mencemari lingkungan antara lain ; tahu,

tempe, tapioka dan pengolahan ikan (industri hasil laut). Limbah usaha kecil pangan dapat

menimbulkan masalah dalam penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat,

protein, lemak , garam-garam, mineral, dan sisa0sisa bahan kimia yang digunakan dalam

pengolahan dan pembersihan. Sebagai contohnya limbah industri tahu, tempe, tapioka industri

hasil laut dan industri pangan lainnya, dapat menimbulkan bau yang menyengat dan polusi

berat pada air bila pembuangannya tidak diberi perlakuan yang tepat.

Air buangan (efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan dengan Biological

Oxygen Demand ( BOD) tinggi dan mengandung polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas

dan insektisida. Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu

Page 15: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 15/20

seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan dan biota

perairan lainnya.

B. Limbah Industri Kimia & Bahan Bangunan

Industri kimia seperti alkohol dalam proses pembuatannya membutuhkan air sangat

besar, mengeakibatkan pula besarnya limbah cair yang dikeluarkan kelingkungan sekitarnya. Air

limbahnya bersifat mencemari karena didalamnya terkandung mikroorganisme, senyawa

organik dan anorganik baik terlarut maupun tersuspensi serta senyawa tambahan yang

terbentuk selama proses permentasi berlangsung.

Industri ini mempunyai limbah cair selain dari proses produksinya juga, air sisa

pencucian peralatan, limbah padat berupa onggokan hasil perasan, endapan Ca SO4, gas

berupa uap alkohol. kategori limbah industri ini adalah llimbah bahan beracun berbahayan (B3)

yang mencemari air dan udara.

Gangguan terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan efek bahan kimia toksik :

a. Keracunan yang akut, yakni keracunan akibat masuknya dosis tertentu kedalam tubuh

melalui mulut, kulit, pernafasan dan akibatnya dapat dilihat dengan segera, misalnya

keracunan H2S, Co dalan dosis tinggi. Dapat menimbulkan lemas dan kematian.

Keracunan Fenal dapat menimbulkan sakit perut dan sebagainya.

b. Keracunan kronis, sebagai akibat masuknya zat-zat toksis kedalam tubuh dalam dosis

yang kecil tetapi terus menerus dan berakumulasi dalam tubuh, sehingga efeknya baru

terasa dalam jangka panjang misalnya keracunan timbal, arsen, raksa, asbes dan

sebagainya.

Industri fermentasi seperti alkohol disamping bisa membahayakan pekerja apabila

menghirup zat dalam udara selama bekerja apabila tidak sesuai dengan Threshol Limit Valued

(TLV) gas atau uap beracun dari industri juga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat

sekitar.

Page 16: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 16/20

Kegiatan lain sektor ini yang mencemari lingkungan adalah industri yang menggunakan

bahan baku dari barang galian seperti batako putih, genteng, batu kapur/gamping dan

kerajinan batu bata. Pencemaran timbul sebagai akibat dari penggalian yang dilakukan terus-

menerus sehingga meninggalkan kubah0kubah yang sudah tidak mengandung hara sehingga

apabila tidak dikreklamasi tidak dapat ditanami untuk ladang pertanian.

C. Limbah Industri Sandang Kulit & Aneka

Sektor sandang dan kulit seperti pencucian batik, batik printing, penyamakan kuit dapat

mengakibatkan pencemaran karena dalam proses pencucian memerlukanair sebagai

mediumnya dalam jumlah yang besar. Proses ini menimbulkan air buangan (bekas Proses) yang

besar pula, dimana air buangan mengandung sisa-sisa warna, BOD tinggi, kadar minyak tinggi

dan beracun (mengandung limbah B3 yang tinggi).

D. Limbah Industri Logam & Ekektronika.

Bahan buangan yang dihasilkan dari industr besi baja seperti mesin bubut, cor logam

dapat menimbulkan pemcemaran lingkungan. Sebagian besar bahan pencemarannya berupa

debu, asap dan gas yang mengotori udarasekitarnya. Selain pencemaran udara oleh bahan

buangan, kebisingan yang ditimbulkan mesin dalam industri baja (logam) mengganggu

ketenangan sekitarnya. kadar bahan pencemar yang tinggi dan tingkat kebisingan yang

berlebihan dapat mengganggu kesehatan manusia baik yang bekerja dalam pabrik maupun

masyarakat sekitar.

Walaupun industri baja/logam tidak menggunakan larutan kimia, tetapi industri ini

memcemari air karena buanganya dapat mengandung minyak pelumas dan asam-asam yang

berasal dari proses pickling untukmembersihkan bahan plat, sedangkan bahan buangan padat

dapat dimanfaatkan kembali.

a.  Bahaya dari bahan-bahan pencemar yang mungkin dihaslkan dari proses-proses

dalam industri besi-baja/logam terhadap kesehatan yaitu :

a.  Debu, dapat menyebabkan iritasi, sesak nafas

Page 17: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 17/20

b.  Kebisingan, mengganggu pendengaran, menyempitkan pembuluh darah,

ketegangan otot, menurunya kewaspadaan, kosentrasi pemikiran dan efisiensi

kerja.

c.  Karbon Monoksida (CO), dapat menyebabkan gangguan serius, yang diawali

dengan napas pendek dan sakit kepala, berat, pusing-pusing pikiran kacau dan

melemahkan penglihatan dan pendengaran. Bila keracunan berat, dapat

mengakibatkan pingsan yang bisa diikuti dengan kematian.

d.  Karbon Dioksida (CO2), dapat mengakibatkan sesak nafas, kemudian sakit kepala,

pusing-pusing, nafas pendek, otot lemah, mengantuk dan telinganya berdenging.

e.  Minyak pelumas, buangan dapat menghambat proses oksidasi biologi dari sistem

lingkungan, bila bahan pencemar dialirkan keseungai, kolam atau sawah dan

sebagainya.

f.  Asap, dapat mengganggu pernafasan, menghalangi pandangan, dan bila tercampur

dengan gas CO2, SO2, maka akan memberikan pengaruh yang nenbahayakan

seperti yang telah diuraikan diatas.

  Respon fisiologis Ikan Terhadap Pencemaran Air

  Pada ikan gobi atau paccilia sp, sebelum di masuukan kedalam detergen, ikan ini

memeng sudah lemas kerena faktor-faktor berikut antara lain: pengkarantinaan ikanterlalu lama,saat akan dipercobakan di dalam detergen dan tidak di beri makanan.

Saat akan dimasukan ikan tersebut tidak mengalami respon fisik dari ikan tersebut

dan setelah beberapa detik ikan tersebut kelihatan lemah dan insannya berdarah. Dan

setelah beberapa menit ikan tersebut mati.

  Pada ikan Nila (Oreochomis Niloticus), saat di masukan ke dalam detergen ikan tersebut

meronta-ronta atau melompat-lompat dalam beberapa detik, warna ikan tersebut berubah

menjadi pucat dan setelah beberapa detik yang awalnya berada di bawah permukaan

menjadi melayang di permukaan air. Insan ikan tersebut menjadi berdarah dan pingsan.

Ini di akibatkan ikan tersebut tidak tahan dengan adaptasi lingkungan air yang tercemar,yang mana ikan ini hanya bisa hidup di air tawar yang jernih dan bebas dari limbah.

Hanya memasuki detik ke-40, ikan tersebut langsung diam atau pingsan danmengeluarkan lendir dari tubuhnya, namun ikan ini dapat bertahan lama sampai 13 menit

lebih. Hal ini dibuktikan dengan pergerakan ikan yang tidak merespon atau diam didalam

larutan detergen tadi. Praktikan berpikir bahwa ikan telah mati tetapi saat disentuh ataudigoyang-goyang ikan tersebut bergerak meskipun bergerak dengan gerakan tidak 

normal.

Page 18: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 18/20

  Ikan Lele ( clavias batharus)

  Dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan jenis ikan yang di praktikumkan,

ikan ini lebih lama memberikan respon seperti selalu meronta-ronta tetapi tidak terus-

menerus, kadang-kadang diam sejenak, setelah itu meronta kembali. Hingga seterusnya

sampai menit ke-3.

  Sama halnya dengan ikan Nila hanya saja jika tidak disentuh ikan tersebut tetap diam

seperti yang sudah mati. Tapi kalau disentuh ikan tersebut masih bergerak dengan

gerakan yang sedikit.

Resistensi Ikan terhadap Pencemaran Air

d)  Pada Ikan Gobi (Pascilia sp) 

Ikan ini umumnya lebih lama bertahan hidup didalam air yang tercemar. Mis: Larutan

detergen , sebab ikan ini memiliki daya resistensi yang lebih tinggi terhadap pencemaran

air. Sehinnga ikan Gobi kebanyakan tinggall di parit-parit.

e)  Pada Ikan Nila (Oreo comishniloticus) Umumnya ikan Nila hidup di air jernih bebas limbah seperti di air tawar, sehingga ikan

ini tidak tahan di air yang tercemar

f)  Pada ikan Lele ( Clavias batharus) 

Ikan lele banyak ditemukan didaerah perairan yang banyak lumpur. Sehingga ikan ini

  juga tidak bisa hidup di air yang tercemar. Saat ikan ini berada di air tercemar ikan ini

berusaha bertahan dengan cara mengeluarkan banyak lendir dari dalam tubuhnya, namun

karena ikan tersebut mengeluarkan lendir yang berlebihan, cairan ikan tersebut habis

didalam tubuhnya. Sehingga ikan tersebut mati.

VII. KESIMPULAN :

Detergen merupakan salah satu polutan air yang harus dihilangkan atau diminimalisir

penggunaannya. Risiko deterjen yang paling ringan pada manusia berupa iritasi (panas, gatal

bahkan mengelupas) pada kulit terutama di daerah yang bersentuhan langsung dengan produk.

Hal ini disebabkan karena kebanyakan produk deterjen yang beredar saat ini memiliki derajat

keasaman (pH) tinggi. Dalam kondisi iritasi/terluka, penggunaan produk penghalus apalagi yang

mengandung pewangi, justru akan membuat iritasi kulit semakin parah. Dalam jangka panjang,

air minum yang telah terkontaminasi limbah deterjen berpotensi sebagai salah satu penyebab

penyakit kanker (karsinogenik). Proses penguraian deterjen akan menghasilkan sisa benzena

yang apabila bereaksi dengan klor akan membentuk senyawa klorobenzena yang sangat

berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat mungkin terjadi pada pengolahan air minum,

mengingat digunakannya kaporit (dimana di dalamnya terkandung klor) sebagai pembunuh

Page 19: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 19/20

kuman pada proses klorinasi. Saat ini, instalasi pengolahan air milik PAM dan juga instalasi

pengolahan air limbah industri belum mempunyai teknologi yang mampu mengolah limbah

deterjen secara sempurna.

Kerugian lain dari penggunaan deterjen adalah terjadinya proses eutrofikasi di perairan.

Ini terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi. Eutrofikasi menimbulkan

pertumbuhan tak terkendali bagi eceng gondok dan menyebabkan pendangkalan sungai.

Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat beresiko menyebabkan iritasi pada tangan dan kaustik 

karena diketahui lebih bersifat alkalis dengan tingkat keasaman (pH) antara 10 – 12.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Ahsan S. 2005. Effect of Temperature on Wastewater Treatment with Natural and Waste Materials

[Original Paper] . Clean Technology Enviroment Policy. 7:198-202.

Arifin. 2008. Metode Pengolahan Deterjen. http://.wordpress.com [8 Desember 2010].

Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Statistik Lingkungan Hidup Pengelolaan B3 dan Limbah B3.

(http://tutorjunior.blogspot.com) [8 Desember 2010].

Chantraine, F et all. 2009. Drawbacks of Surfactant Presence on The Dissolution and Mechanical

Properties of Detergent Tablets : How to Control Interfaces by Surfactan Localization. Journal of 

Surfactan and Detergent. 12:59-71.

Heryani. A, Puji, H. 2008. Pengolahan Limbah Deterjen Sintetik dengan Trickling Filter [Makalah

Penelitian] http://eprints.undip.ac.id [8 Desember 2010].

Jurado, E et all. 2006. Enzyme Based Detergent formulas for Fatty Soils and Hard Surface in a

Continous Flow Device . Journal of Surfactant and Detergents. Vol. 9. Qtr 1.

Scheibel J. 2004. The Evolution of Anionic Surfactan Tehnology to Meet the Requirement of the

Laundry Deterjent Industry. Journal of Surfactan and Detergent. Vo7. No. 5.

Sigid hariyadi. 2004. BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air Dan Baku Mutu Air Limbah.

Soekidjo Notoatmojo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Penerbit PT Rineka

Cipta.(614.78NOT k)

Page 20: AS3 CII TIAN

5/14/2018 AS3 CII TIAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/as3-cii-tian 20/20

PENCEMARAN AIR TERHADAP ORGANISME PERAIRAN (IKAN)

D

I

S

U

OLEH:

KELOMPOK 4

ANITA SARI RITONGA (4113331004)

DEVI ASTRIANA HUTASUHUT (4113331008)

FADILLAH LATIEF (411333

FATIMAH KHAIRANI 4111531001)

KHAIRIDA ASHRI LUBIS

NOVRISA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

UNIMED

2012