artikel rizka.docx
TRANSCRIPT
TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG OTITIS MEDIA AKUT DENGAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS SEBAGAI
SALAH SATU FAKTOR RISIKO DI RUMAH SAKIT
UMUM HAJI MEDAN
Rizka Amelia, Siti Masliana Siregar
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Latar Belakang: Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan pada telinga tengah dengan onset
yang cepat dengan tanda dan gejala dari telinga tengah, dengan faktor pencetusnya adalah
infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yang menyebabkan peradangan dan mengganggu fungsi
tuba eustachius. Tujuan: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang OMA dengan ISPA
sebagai salah satu faktor risiko di RSU Haji Medan. Metode: Jenis Penelitian ini adalah
penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
ibu yang datang ke Poliklinik Anak RSU Haji Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi
berjumlah 96 orang dan pengambilan sampel yaitu denga purposive sampling. Hasil: Dalam
penelitian ini didapati tingkat pengetahuan tentang gejala OMA paling banyak yaitu
berpengetahuan cukup yaitu 39 orang (39.0%), mengenai faktor risiko OMA paling banyak
berpengetahuan baik yaitu 55 orang (55.0%), mengenai penatalaksanaan OMA paling banyak
berpengetahuan kurang 47 orang (47.0%), mengenai gejala ISPA paling banyak didapati
berpengetahuan baik yaitu 49 orang (49.0%), mengenai penatalaksanaan ISPA paling banyak
berpengetahuan baik yaitu 61 orang (61.0%). Pengetahuan berdasarkan usia paling banyak yaitu
berpengetahuan kurang pada kelompok usia 21-30 sebanyak 10 orang (50.0%), pengetahuan
berdasarkan pendidikan paling banyak berpengetahuan baik yaitu pada tingkat pendidikan PT
sebanyak 21 orang (53.8%). Kesimpulan: Secara keseluruhan pengetahuan ibu tentang OMA
dengan ISPA sebagai salah satu faktor risiko paling banyak didapati pada kategori cukup
yaitu 41 orang (41.0%).
Kata Kunci: Pengetahuan, otitis media akut, faktor risiko
ABSTRACT
Background: Acute otitis media (AOM) is an inflammation of the middle ear with the rapid
onset of the signs and symptoms of middle ear which the precipitating factor is upper respiratory
tract infection (URTI) that caused inflammation and eustachian tube function. Objectives: To
determine woman’s knowledge about AOM with URTI as one of the risk factors at RSU Haji
Medan. Methods: Thi is descriptive study with cross sectional design. Population on this
research woman that come to child polyclinic RSU Haji Medan that fulfill the inclusion and
exclusion as number 96 sample and sampling with purposive sampling. Results: In this study the
level of knowledge about symptoms of AOM is getting by sufficient knowledge 39 people
(39.0%). About the risk factors AOM is getting by knowing good as amount 55 people (55.0%).
About the treatment of is getting by knowing less as amount 47 (47.0%). About symptoms of
URTI is getting by knowing good as amount 49 people (49.0%). About the treatment of URTI is
getting by knowing good as amount 61 people (61.0%), knowledge based on age is most getting
by knowing less in the group age 21-30 years old as amount 10 people (50.0%), knowladge
based on education is most getting by knowing good at college education as amount 21 people
(53.8%). Conclusion: Overall the woman’s knowledge of Acute Otitis Media (AOM) with Upper
Respiratory Tract Infection (URTI) as one of the risk factor are sufficient knowledge as amount
41 people (41.0%).
Keyword: Knowlegde, acute otitis media, risk factor
I. PENDAHULUAN
Otitis media adalah peradangan
sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum
mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis
media terbagi menjadi otitis media
akut, otitis media efusi, dan otitis
media kronik. Otitis media adalah
penyakit paling umum yang terjadi
pada masa anak-anak dengan 90%
kejadian pada dua tahun pertama
kehidupan dengan etiologi dan
patogenesis multifaktorial, namun
insiden yang tinggi merupakan
masalah dalam peningkatan
kesehatan.1, 2, 3
Otitis media akut didefinisikan
sebagai adanya peradangan pada
telinga tengah dengan onset yang
cepat dengan tanda dan gejala dari
telinga tengah, yang selanjutnya
disebut dengan OMA.4
OMA terjadi karena pada anak-
anak tuba eustachius yang lebih
pendek lebar, dan horizontal
menyebabkan mudah terjadinya
obstruksi dengan pembesaran
adenoid. Selain itu, infeksi virus dan
alergi kedua hal tersebut juga dapat
menyebabkan terjadinya peradangan
pada tuba eustachius. OMA paling
umum terjadi pada anak-anak, 75%
anak mengalami satu episode OMA
pertahun.5
Dikatakan juga, bahwa
pencetus terjadinya OMA adalah
infeksi saluran pernafasan atas yang
selanjutnya disebut dengan ISPA.
Infeksi saluran napas dapat
menyebabkan peradangan dan
mengganggu fungsi tuba eustachius
sehingga menurunkan tekanan di
telinga tengah diikuti masuknya
bakteri dan virus ke dalam telinga
tengah melalui tuba eustachius
mengakibatkan peradangan.1, 6, 7
Insiden terjadinya otitis media
pada anak-anak 6 bulan sampai 3
tahun yang disebabkan oleh ISPA
sebesar 61%, yaitu 37% OMA dan
24% OME dengan etiologi terbanyak
adalah infeksi virus.7
Prevalensi OMA di setiap
negara bervariasi, berkisar antara
2,3-20%. Berbagai studi
epidemiologi di Amerika Serikat
(AS), dilaporkan prevalensi
terjadinya OMA sekitar 17-20%
pada 2 tahun pertama kehidupan.
Studi epidemiologi OMA di negara-
negara berkembang sangat jarang.8
Salah satu laporan Center for
Disease Control and Prevention
(CDC) dalam salah satu programnya
yaitu CDC’s Active Bacterial Core
Surveillance (ABCs) di Amerika
Serikat tahun 1999 menunjukkan
kasus OMA terjadi sebanyak enam
juta kasus per tahun. Meropol, dkk
juga mendapati 45-62% indikasi
pemberian antibiotik pada anak-anak
di Amerika Serikat disebabkan
OMA.9
Survei Nasional anak-anak
korea dibawah 15 tahun menderita
OMA adalah 0,08. Di Thailand,
Prasansuk dikutip dari Bermen
melaporkan bahwa prevalensi OMA
pada anak-anak yang berumur
kurang dari 16 tahun pada tahun
1986 sampai 1991 sebesar 0,8%.
Berdasarkan survei kesehatan indera
pendengaran tahun 1994-1996 pada
7 provinsi di Indonesia di dapatkan
prevalensi
penyakit telinga tengah populasi
segala umur di Indonesia sebesar 3.9
%. Di Indonesia belum ada data
nasional baku yang melaporkan
angka kejadian OMA.10
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Leenos tahun 2010
didapat tingkat pengetahuan kurang
sebanyak 19,1 %, hal ini disebabkan
karena informasi tentang OMA dan
cara-cara pencegahannya yang
diterima sangat sederhana.11
Pengetahuan ibu tentang penyakit
ISPA merupakan modal utama untuk
terbentuknya kebiasaan yang baik
demi kualitas kesehatan anak.
Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behavior).12
Didasari oleh pengetahuan,
kesadaran dan sikap yang positif
akan berlangsung lama dan bersifat
permanen, ibu yang memiliki
pengetahuan yang baik tentang OMA
dengan ISPA sebagai salah satu
faktor risiko, diharapkan akan
membawa dampak positif bagi
kesehatan anak karena risiko
kejadian OMA pada anak dapat
dieliminasi seminimal mungkin.
Berdasarkan hal tersebut diatas,
maka peneliti tertarik untuk meneliti
tingkat pengetahuan ibu tentang
otitis media akut (OMA) dengan
infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA) sebagai salah satu faktor
risiko.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Otitis Media Akut (OMA)
dengan Infeksi Saluran Pernafasan
Atas (ISPA) Sebagai Salah Satu
Faktor Risiko.
II. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan
penelitian bersifat deskriptif dengan metode
pendekatan cross sectional yaitu suatu
metode penelitian yang dilakukan dengan
tujuan utama untuk membuat gambaran atau
deskripsi tentang suatu keadaan secara
objektif.13
Lokasi penelitian dilakukan di
Poliklinik Anak di RS Umum Haji
Medan. Dan dilakukan mulai
November – Februari 2015.
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu yang datang ke Poliklinik Anak
RS Umum Haji Medan. Subjek penelitian
ini sebanyak 100 orang yang diambil
menggunakan metode quota sampling.
Teknik Pengumpulan data yang digunakan
adalah teknik angket. Data yang diperoleh
adalah data primer yakni langsung dari
rresponden.
Pengolahan data dilakukan dengan
tahapan editing yaitu hasil kuesioner atau
pengamatan dilakukan penyuntingan, coding
yaitu dengan melakukan pengkodean, lalu
entry yaitu memasukkan data-data,
kemudian cleaning yaitu pengecekan ulang
untuk melihat ada kesalahan atau tidak, dan
terakhir saving yaitu menyimpan data lalu
dianalisis secara deskriptif.
III. HASIL
III.1. Hasil Penelitian
Sampel yang diteliti dalam
penelitian ini berjumlah 100 orang,
yaitu ibu yang datang berobat di
poliklinik anak Rumah Sakit Umum
Haji Medan dengan kriteria inklusi
dan ekslusi yang telah ditentukan
dengan usia subjek terbanyak pada
kelompok 21-30 tahun dengan
pendidikan terakhir sebagian besar
subjek adalah lulusan SMA, dengan
karakteristik pekerjaan sebagian
besar subjek adalah Ibu Rumah
Tangga.
1. Tingkat Pengetahuan Subjek
Dari penelitian ini didapati
bahwa responden yang
berpengetahuan baik yaitu 39 orang
(39.0 %), responden yang
berpengetahuan cukup 41 orang
(41.0 %), dan responden yang
memiliki pengetahuan kurang
sebanyak 20 orang (20.0 %).
2. Tingkat Pengetahuan Subjek
Mengenai Gejala OMA
Dari hasil penelitian didapati
bahwa pengetahuan responden
mengenai gejala OMA yang
berpengetahuan cukup paling banyak
didapati yaitu 39 orang (39.0 %),
diikuti responden yang
berpengetahuan kurang 33 orang
(33.0%), dan responden yang
memiliki pengetahuan baik sebanyak
28 orang (28.20 %).
3. tingkat pengetahuan subjek mengenai
faktor risiko OMA
Dari hasil penelitian didapati
bahwa pengetahuan responden
mengenai faktor risiko OMA yang
berpengetahuan baik paling banyak
didapati yaitu 55 orang (55.0%),
diikuti responden yang
berpengetahuan kurang 36 orang
(36.0%), dan responden yang
memiliki pengetahuan cukup
sebanyak 9 orang (9.0 %).
4. Tingkat Pengetahuan Subjek
Mengenai Penatalaksanaan OMA
Dari hasil penelitian didapati
bahwa pengetahuan responden mengenai
penatalaksanaan OMA yang
berpengetahuan kurang paling banyak
didapati yaitu 47 orang (47.0 %), diikuti
responden yang berpengetahuan cukup
27 orang (27.0%), dan responden yang
memiliki pengetahuan baik sebanyak 26
orang (26.0%).
5. Tingkat Pengetahuan Subjek
Mengenai Gejala ISPA
Dari hasil penelitian didapati
bahwa pengetahuan responden
mengenai gejala ISPA yang
berpengetahuan baik paling banyak
didapati yaitu 49 orang (49.0 %),
diikuti responden yang
berpengetahuan kurang 38 orang
(38.0%), dan responden yang
memiliki pengetahuan cukup
sebanyak 13 orang (13.0%).
6. Tingkat Pengetahuan Subjek
Mengenai Penatalaksanaan ISPA
Dari hasil penelitian didapati
bahwa pengetahuan responden
mengenai penatalaksanaan ISPA
yang berpengetahuan baik paling
banyak didapati yaitu 61 orang (61.0
%), diikuti responden yang
berpengetahuan kurang 22 orang
(22.0%), dan responden yang
memiliki pengetahuan cukup
sebanyak 17 orang (17.0%).
7. Tingkat Pengetahuan Subjek
Berdasarkan Usia
Dari hasil penelitian didapati
bahwa pengetahuan responden
berdasarkan usia berpengetahuan
baik yang paling banyak didapati
yaitu kelompok usia 31-40 tahun
sebanyak 17 orang (43.6.7%), diikuti
kelompok usia 21-30 tahun sebanyak
16 orang (41.0%), dan kelompok
usia 41-50 tahun sebanyak 6 orang
(15.4%). Pengetahuan responden
yang berpengatahuan cukup yang
paling banyak didapati yaitu
kelompok usia 21-30 tahun sebanyak
20 orang (48.8%), diikuti kelompok
usia 31-40 tahun sebanyak 16 orang
(39.0%), dan kelompok usia 41-50
sebanyak 5 orang (12.2%). Serta
pengetahuan responden
berpengetahuan kurang juga
dijumpai pada kelompok usia 21-30
tahun sebanyak 10 orang (50.0%),
diikuti kelompok usia 31-40 tahun
sebanyak 7 orang (35.0%), dan
kelompok usia 41-50 tahun sebanyak
3 orang (15.0%).
8. Tingkat Pengetahuan Subjek
Berdasarkan Pendidikan
Dari hasil penelitian didapati bahwa
pengetahuan responden berdasarkan
pendidikan berpengetahuan baik yang paling
banyak didapati yaitu tingkat pendidikan
perguruan tinggi sebanyak 21 orang
(53.8%), diikuti tingkat pendidikan SMA
sebanyak 17 orang (43.6%), tingkat
pendidikan SMP sebanyak 1 orang (2.6%),
dan tingkat pendidikan SD tidak dijumpai.
Pengetahuan responden yang
berpengatahuan cukup yang paling banyak
didapati yaitu tingkat pendidikan SMA
sebanyak 22 orang (53.7%), diikuti tingkat
pendidikan SMP sebanyak 11 orang
(26.8%), tingkat pendidikan perguruan
tinggi sebanyak 5 orang (12.2%), dan
tingkat pendidikan SD sebanyak 3 orang
(7.3). Serta pengetahuan responden
berpengetahuan kurang yang paling banyak
didapati yaitu tingkat pendidikan SD
sebanyak 10 orang (50.0%), tingkat
pendidikan SMA sebanyak 9 orang (45.0%).
IV PEMBAHASAN
Hasil penelitian mengenai
tingkat pengetahuan ibu, dari 100
sampel di Poliklinik Anak RSU Haji
dijumpai hasil terbanyak dengan
pengetahuan responden yaitu pada
kategori cukup sebanyak 41 sampel
(41.0%). Hal ini sejalan dengan hasil
dari penelitian Leenos tahun 2010 di
Puskesmas Padang Bulan dengan
total responden 68 orang didapatkan
hasil yang berpengetahuan cukup
sebanyak 43 orang (63.3%). Banyak
hal yang mempengaruhi pengetahuan
ibu-ibu tentang OMA dengan ISPA
sebagai faktor risiko karena
pengetahuan pada dasarnya terdiri
dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang untuk
dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya. Pengetahuan tersebut
diperoleh baik dari pengalaman
langsung maupun melalui
pengalaman orang lain.11, 14
Dari hasil penelitian
mengenai gejala OMA yang
berpengetahuan cukup paling banyak
didapati yaitu 39 orang (39.0%),
berpengetahuan kurang 33 orang
(33.0%), dan pengetahuan baik
sebanyak 28 orang (28.0%). Tingkat
pengetahuan ibu mengenai gejala
OMA paling banyak didapati oleh
karena pengetahuan tentang gejala
OMA dapat diperoleh dari
pengalaman dalam keluarga,
pengalaman sendiri atau pengalaman
orang lain. Anak-anak lebih mudah
mendapatkan infeksi telinga tengah
karena tuba eustachius yang lebih
pendek, lebih lebar dan datar. Selain
itu, infeksi juga di pengaruhi oleh
keadaan status ekonomi yang rendah
dan higine yang buruk. 15, 16
Dari hasil penelitian
mengenai faktor risiko OMA yang
berpengetahuan baik paling banyak
didapati yaitu 55 orang (55.0%),
kurang 36 orang (36.0%), dan yang
memiliki pengetahuan cukup
sebanyak 9 orang (9.0%). Ini sesuai
dengan teori Mubarak (2011)
kemudahan untuk memperoleh
informasi dapat mempercepat
seseorang memperoleh pengetahuan
yang baru.17
Dari hasil penelitian
mengenai penatalaksanaan OMA
yang berpengetahuan kurang paling
banyak didapati yaitu 47 orang
(47.0%), yang berpengetahuan cukup
27 orang (27.0%), dan yang
memiliki pengetahuan baik sebanyak
26 orang (26.0%). Hal yang
memungkinkan yang menyebabkan
pengetahuan ibu mengenai
penatalaksanaan dalam kategori
kurang yaitu informasi mengenai
cara penanganan yang sederhana dan
juga informasi-informasi penanganan
yang kurang benar. Oleh sebab itu
dalam rangka perilaku sehat,
masyarakat perlu diberikan
pengetahuan atau informasi-
informasi yang benar dan lengkap
penatalaksaanaan dan pelayanan
kesehatan. Kepercayaan yang tidak
didasarkan pada pengetahuan yang
benar dan lengkap, akan
menyebabkan kesalahan bertindak.18
Dari hasil penelitian
mengenai gejala ISPA yang
berpengetahuan baik paling banyak
didapati yaitu 49 orang (49.0%),
yang berpengetahuan kurang 38
orang (38.0%), dan yang memiliki
pengetahuan cukup sebanyak 13
orang (13.0%). Hal ini menjukkan
bahwa pengetahuan ibu-ibu
mengenai gejala ISPA mudah untuk
dikenali karena merupakan gejala
yang umum pada anak-anak.
Dari hasil penelitian
mengenai penatalaksanaan ISPA
yang berpengetahuan baik paling
banyak didapati yaitu 61 orang
(61.0%), yang berpengetahuan
kurang 22 orang (22.0%), dan yang
memiliki pengetahuan cukup
sebanyak 17 orang (17.0%).
Kemampuan ibu dalam
penatalaksanaan ISPA adalah
kesanggupan keluarga terutama ibu
dalam merawat anak dengan ISPA.
Kemampuan keluarga dalam
memberikan asuhan kesehatan
mempengaruhi status kesehatan
anak. Kesanggupan ibu
melaksanakan pemeliharaan
kesehatan dapat dilihat dari tugas
kesehatan keluarga yang
dilaksanakan. Ibu yang dapat
melaksanakan tugas kesehatan
berarti sanggup menyelesaikan
masalah kesehatan keluarga.31
Dari hasil penelitian
berdasarkan usia yang
berpengatahuan baik paling banyak
didapati yaitu kelompok usia 31-40
tahun sebanyak 17 orang (43.6%),
yang berpengetahuan cukup paling
banyak didapati yaitu kelompok usia
21-30 tahun sebanyak 20 orang
(48.8%), serta yang berpengetahuan
kurang paling banyak didapati yaitu
kelompok usia 21-30 sebanyak 10
orang (50.0%). Didapati
berpengetahuan baik pada kelompok
usia 31-40 dikarenakan pada usia 31-
40 merupakan usia produktif dimana
usia tersebut sudah memiliki
kematangan secara fisik maupun
biologis dan lebih matang untuk
berfikir dan bertindak, umur
mempengaruhi daya tangkap dan
pola piker seseorang. Sedangkan
berpengetahuan kurang didapati pada
kelompok usia 21-30 dikarenakan
pada usia 21-30 merupakan usia ibu
yang tergolong memiliki pengalaman
kurang dikarenakan pada usia itu
pengalaman tentang anak lebih
sedikit. Menurut Purnama B (2008),
pengetahuan (knowledge) merupakan
terminologi generik yang mencakup
seluruh hal yang diketahui
manusia..20,
Dari hasil penelitian
berdasarkan pendidikan yang
berpengatahuan baik paling banyak
didapati yaitu tingkat pendidikan
perguruan tinggi sebanyak 21 orang
(53.8%), yang berpengetahuan cukup
paling banyak didapati yaitu tingkat
pendidikan SMA sebanyak 22 orang
(53.7%), serta yang berpengetahuan
kurang paling banyak didapati yaitu
tingkat pendidikan SD sebanyak 10
orang (50.0%). Berpengetahuan
paling banyak didapati yaitu pada
kategori baik dengan tingkat
pendidikan perguruan tinggi, pada
umumnya orang yang memiliki
pendidikan lebih tinggi akan
mempunyai wawasan yang lebih luas
dn mudahnya menerima informasi
baik dari orang lain maupun media
massa, demikian juga didapatkan
kategori kurang pada tingkat
pendidikan SD di akibatkan akibat
semakin rendahnya pendidikan
seseorang maka wawasan yang
dimilikinya tidak luas dan sulitnya
menerima informasi. Menurut
Maulana (2009) pengetahuan
merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap sesuatu objek
tertentu. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Melalui pendidikan
seseorang dapat memperoleh
informasi dengan cepat melalui
penginderaan, tingkat pendidikan
juga menentukan mudah tidaknya
seseorang memahami pengetahuan
yang diperolehnya.21,22
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala &Leher. Edisi VI. Jakarta: FKUI; 2007. p. 65-67.
2. Depkes RI. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik; 2005.
3. Sakunyi z, Zinner A, Splanler J, Rogers T, Katona G. Relationship of environmental tobacco smoke to otitis media(OM) in children. Hungary: Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2012 July ; 76(7): 989–993.
4. British Columbia Medical Association. Guidelines & Protocols Otitis Media: Acute Otitis Media (AOM) & Otitis Media With Effusion (OME); 2010.
5. Forgie S, Zhanel G, Robinson J. Management of Acute Otitis Media. Ottawa: Canadian Paediatric Society. Infectious Diseases and Immunization Committee. 2009 September; 14 (7).
6. Chonmaitree T, Revai K, Grady JJ, Clos A, Patel JA, Nair S, Fan J, Henrickson KJ. Viral Upper Respiratory Tract Infection and Otitis Media Complication in Young Children. Clin Infect Dis. 2008 Mar 15;46(6):815-823.
7. Umar S. Prevalensi dan Faktor Risiko Otitis Media Akut Pada Anak-Anak di Kotamadya Jakarta Timur. Jakarta: FKUI; 2013.
8. Rosenfeld RM, Culpeper L, Doyle KJ, Grundfast KM, Hoberman A, Kenna MA, et al. Clinical practice guideline :
otitis media with effusion. Otolaryngol Head Neck Surg. 2004;130:S95
9. American Academy of Pediatrics Subcommittee on Management of Acute Otitis Media. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. Pediatrics. 2004 May ;113(5):1451-65.
10. Supari SF. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 878/Menkes/SK/XI/2006 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian Untuk Mencapai Sound Hearing 2030. Jakarta: Menteri Kesehatan RI; 2006. p. 4.
11. Leenos SL. Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) sebagai salah Satu Faktor Resiko Terjadinya Otitis Media Akut (OMA) di Puskesmas Padang Bulan. Medan: FKUSU; 2010.
12. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.
13. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2005.
14. Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta. 2010, 88-90.
15. Ghanie A. Penatalaksanaan Otitis Media Akut Pada Anak. Palembang: Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNSRI; 2010.
16. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta; 2003.
17. Maulana JDH. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC; 2009.
18. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta; 2010.
19. Huriah T, Lestari R. Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pda Balita di Dusun Lemahdadi Kasiha n Bantul Yogyakarta. Malang: UMM; 2009
20. Notoadmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta; 2003
21. Maulana JDH. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC; 2009.
22. Erfandi. Pengetahuan dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Update [2013 Juni]. Available from : http://Forbetterhealth.wordpress.com. {accesed, 12 february 2015}
Lampiran
Tabel 4.1 Distribusi tingkat pengetahuan
subjek
Tingkat
Pengetahuann %
Baik 39 39.0
Cukup 41 41.0
Kurang 20 20.0
Total 100 100.0