artikel ilmiah analisis kemampuan berpikir...
TRANSCRIPT
Dian Novianti : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 1
ARTIKEL ILMIAH
ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA
DENGAN GAYA BELAJAR TIPE INVESTIGATIF DALAM
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA KELAS VII
DI SMP N 10 KOTA JAMBI
Oleh:
DIAN NOVIANTI
RRA1C209035
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
APRIL, 2014
Dian Novianti : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 2
ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA
DENGAN GAYA BELAJAR TIPE INVESTIGATIF DALAM
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA KELAS VII
DI SMP N 10 KOTA JAMBI
Oleh :
Dian Novianti
(Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Univesitas Jambi)
Dosen Pembimbing I: Drs. Wardi Syafmen, M.Si
Dosen Pembimbing II: Sri Winarni, S.Pd, M.Pd
ABSTRAK
Salah satu kemampuan yang penting dikuasai oleh siswa adalah kemampuan
berpikir tingkat tinggi karena berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu tahapan
berpikir yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari dan setiap siswa
diarahkan untuk memiliki pola berpikir tingkat tinggi tersebut sebab kemampuan
berpikir tingkat tinggi membuat seseorang dapat berpikir kritis. Gaya belajar tipe
investigatif merupakan gaya belajar yang mempunyai ciri-ciri yaitu: berpikir logis,
analitis, kritis, rasa ingin tahu tinggi dan rendah hati. Karena gaya belajar tipe ini sesuai
dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi, dimana siswa investigatif menggunakan
kemampuan investigatifnya dalam memcahkan masalah serta menyukai metode yang
menggunakan kemampuan berpikir kritis, logis dan analitis dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
Penelitian adalah penelitian kualitatif deskritif yang dilaksanakan di SMP N 10
Kota Jambi. Subjek penelitian berjumlah 2 orang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa yang memiliki gaya belajar tipe investigatif dalam pemecahan masalah
matematika dan untuk menganalisis kesalahan dan hambatan yang dialami siswa
investigatif dalam menyelesaikan soal konsep himpunan dan diagram venn dalam
pemecahan masalah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa tipe investigatif pertama berada pada
kategori sangat rendah yaitu 30%, karena siswa tipe investigatif pertama tidak
memenuhi 2 indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu mengekreasi dan
evaluasi dan siswa tipe investigatif kedua berada pada kategori sedang yaitu 70%,
karena siswa tipe investigatif kedua tidak memenuhi 1 indikator kemampuan berpikir
tingkat tinggi yaitu evaluasi, jadi dapat disimpulkan bahwa persentase rata-rata kedua
subjek yang dikategorikan memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan gaya
belajar tipe investigatif berada dalam kategori sedang yaitu dengan rata-rata 50 %.
Secara umum kesalahan dan hambatan yang dialami siswa investigatif yaitu : (1)
ketidak cermatan dalam berpikir (2) kelemahan dalam menganalisis masalah (3)
kekurangigihan siswa.
Kata Kunci : Berpikir Tingkat Tinggi, Investigatif dan Pemecahan Masalah
Dian Novianti : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 3
ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA
DENGAN GAYA BELAJAR TIPE INVESTIGATIF DALAM
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA KELAS VII
DI SMP N 10 KOTA JAMBI
Oleh :
Dian Novianti
(Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Univesitas Jambi)
Dosen Pembimbing I: Drs. Wardi Syafmen, M.Si
Dosen Pembimbing II: Sri Winarni, S.Pd, M.Pd
I. PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan secara bertahap
dari konkrit menjadi abstrak dan secara berkesinambungan. Matematika sebagai ilmu
universal mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting
dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Salah satu yang berperan penting dalam keberhasilan matematika siswa adalah
kemampuan berpikir. Amalia (2013:5) mengatakan salah satu kemampuan berpikir yang
penting dikuasai oleh siswa adalah Kemampuan berpikir tingkat tinggi. Karena
kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu tahapan berpikir yang tidak
dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari dan setiap siswa diarahkan untuk memiliki
pola berpikir tingkat tinggi tersebut sebab kemampuan berpikir tingkat tinggi membuat
seseorang dapat berpikir kritis. Menurut Ropiah, et.al, (2013:18) kemampuan berpikir
tingkat tinggi adalah kemampuan menghubungkan, memanipulasi dan mentransformasi
pengetahuan serta pengelaman yang sudah dimiliki untuk berpikir kritis dan kreatif
dalam upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi baru.
Berdasarkan hasil wawancara dari salah satu guru matematika kelas VII SMP N
10 Kota Jambi yaitu Ibu Irawani, S.Pd mengatakan banyak siswa yang tidak mampu
mengerjakan soal-soal matematika dengan menggunakan kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Pada saat guru memberikan soal pemecahan masalah yang memiliki tingkatkan
berpikir lebih tinggi, kebanyakan siswa sulit untuk menganalisis masalah, mengkreasi
masalah dan yang terakhir mengevaluasi jawaban. Mereka terkadang lamban dalam
menganalisis masalah yang diberikan sehingga banyak waktu terbuang dalam
mengerjakan soal yang diberikan. Dan salah satu materi yang menjadi masalah adalah
materi Himpunan dimana menurut beliau materi ini menjadi masalah untuk siswa
karena masih banyak siswa yang sulit menggunakan konsep himpunan kedalam
pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk dapat merancang suatu strategi pembelajaran yang tepat, guru perlu men-
getahui kesalahan dan hambatan apa saja yang mempengaruhi kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa yang sering dialami oleh siswa ketika menyelesaikan soal
pemecahan masalah. Guru juga harus mengetahui gaya belajar (learning style) siswa.
Salah satu gaya belajar yang kita kenal adalah gaya belajar dengan model
kepribadian Holland typology of personality. Model kepribadian Holland membedakan
6 tipe yaitu realitis, investigatif, artistik, sosial, wirausaha, dan konvensional. Pada
penelitian ini peneliti hanya akan meneliti mengenai gaya belajar tipe investigatif.
Gaya belajar tipe investigatif memiliki kecendrungan sifat: penyendiri, analitis,
berhati-hati, kompleks, kritis, curiga, yang tertib, cendikiawan, logis, sering termenung,
pesimistis, tepat, pemenuhan pada pesan, sistematis dan berorientasi tugas.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa sangat diperlukan dalam pemecahan masalah matematika, oleh karena itu
Dian Novianti : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 4
pada dasarnya siswa dengan gaya belajar dengan tipe investigatif cendrung memiliki
kemampuan berpikir kritis, logis dan analitis seharusnya menyelesaikan masalah
matematika dengan baik. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa dengan Gaya Belajar
Tipe Investigatif dalam Pemecahan Masalah Matematika Kelas VII Di SMP N 10
Kota Jambi”.
II. KAJIAN PUSTAKA
Menurut Sastrawati, et.al. (2011:6) berpikir tingkat tinggi adalah proses yang
melibatkan operasi-operasi mental seperti klasifikasi, induksi, deduksi, dan penalaran.
Dalam proses berpikir tingkat tinggi seringkali dihadapkan dengan banyak
ketidakpastian dan juga menuntut beragam aplikasi yang terkadang bertentangan
dengan kriteria yang telah ditemukan dalam proses evaluasi. Namun yang lebih penting
dalam proses berpikir ini terjadi pengkonstruksian dan tuntutan pemahaman dan
pemaknaan yang strukturnya ditemukan siswa tidak teratur. Dengan demikian
metakognisi, yaitu berpikir bagaimana seseorang berpikir, dan self-regulation dari
proses berpikir seseorang merupakan fitur sentral dalam berpikir tingkat tinggi.
Sedangkan menurut (Heong, dkk 2011) kemampuan berpikir tingkat tinggi
didefinisikan sebagai penggunaan pikiran secara luas untuk menemukan tantangan baru.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini mengkehendaki seseorang untuk menerapkan
informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk
menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi yang baru. Berpikir tingkat tinggi
adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi dari pada sekedar menghafal fakta atau
mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu disampaikan kepada
kita. Menurut wardana dalam Rofiah, et.al (2013:17) mengemukakan bahwa
kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas
mental dalam usaha mengeksplorasi pengalaman yang kompleks, reflektif dan kreatif
yang dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan
yang meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis, dan evaluatif.
Dewanto dalam Amalia (20013:5) menyatakan bahwa kemampuan berpikir
tingkat tinggi adala suatu kapasitas diatas informasi yang diberikan, dengan sikap yang
kritis untuk mengevaluasi, mempunyai kesadaran (awareness) metakognitif dan
memiliki kemampuan pemecahan masalah. Menurut Stein (2008) berpikir tingkat tinggi
menggunakan pemikiran yang kompleks, non algorithmic untuk menyelesaikan suatu
tugas, ada yang tidak dapat diprediksi, menggunakan pendekatan yang berbeda dengan
tugas yang telah ada dan berbeda dengan contoh.
Corebina, dkk., dalam Kawuwung (2011:158) mengatakan bahwa keterampilan
berpikir tingkat tinggi dapat diketahui dari kemampuan kognitif siswa pada tingkatan
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan hasil belajar
kognitif sangan berkaitan dengan kemampuan awal siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses berpikir yang tidak sekedar
menghafal dan menyampaikan kembali inforamsi yang diketahui. Kemampuan berpikir
tingkat tinggi merupakan kemampuan menghubungkan, memanipulasi, dan
menstransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir
secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah
pada situasi yang baru dan itu semua tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari.
Taksonomi Bloom dianggap merupakan dasar bagi berpikir tingkat tinggi, pemikir
ini didasarkan bahwa beberapa jenis pembelajaran memerlukan proses kognisi yang
Dian Novianti : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 5
lebih dari pada yang lain, tetapi memiliki manfaat-manfaat lebih umum. Dalam
Taksonomi Bloom revisi kemampuan melibatkan analisis (C4), mengevaluasi (C5) dan
mencipta (C6) dianggap berpikir tingkat tinggi. (Krathworl & Andrerson, 2001)
Menurut Krathworl (2002) dalam A revion of Bloom’s Taxonomy: an overview –
theory Into Practice menyatakan bahwa indikator untuk mengukur kemampuan
berpikir tingkat tinggi meliputi:
1. Menganalisis
a. Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan
informasi kedalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau
hubungannya.
b. Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah
skenario yang rumit.
c. Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan.
2. Mengevaluasi
a. Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan
menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai
efektivitas atau manfaatnya.
b. Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian.
c. Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan.
3. Mencipta
a. Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu.
b. Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.
c. Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang
belum pernah ada sebelumnya.
Menurut Holland (Winkel & Hastuti, 2012) menyatakan individu dengan tipe
investigatif lebih memilih aktivitas yang sifatnya sains, observasional, simbolis, serta
sistematis. Individu tersebut menyukai penelitian terhadap fenomena fisik, biologis,
maupun budaya, sebagai usaha untuk memahami dan mengendalikan fenomena
tersebut. Individu ini menghindari aktivitas sosial, berulang-ulang, maupun yang
bersifat mempengaruhi orang. Perilaku tersebut mendorong individu ini memiliki
penguasaan dalam matematika dan ilmu pengetahuan.
Menurut Ghufron dan Rini (2013:76) Karakteristik yang ditunjukkan individu tipe
investigatif ini adalah:
1. Lebih memilih pekerjaan serta situasi yang melibatkan penelitian dan menghindari
aktivitas yang menuntut pekerjaan serta situasi yang dibutuhkan oleh tipe
wirausaha.
2. Menggunakan kemampuan investigatif dalam menyelesaikan masalah.
3. Merasa diri memiliki kemampuan intelektual, matematis, serta pengetahuan, dan
memiliki kekurangan dalam kepemimpinan.
4. Menghargai ilmu pengetahuan.
Individu dengan tipe investigatif cenderung tidak memiliki perhatian yang besar
terhadap masyarakat, Bahkan seringkali bersikap masa bodoh terhadap lingkungan
sosialnya. Ia cenderung terisolasi, sering menarik diri dari lingkungan, dan merenungi
diri sendiri kendati sedang berada ditengah orang lain, atau bahkan meninggalkan
mereka sama sekali. Adapun menurut Spranger (Ghufron dan Rini, 2013:80),
menyebutkan individu tersebut cenderung bergaul dengan orang-orang yang dianggap
sepaham saja, karena pergaulan dipandang sebagai sarana untuk kemajuan studinya.
Dian Novianti : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 6
Individu tipe investigatif tidak suka mengerjakan sesuatu secara tergesa-gesa
atau tanpa persiapan matang karena ia tidak pernah merasa yakin dan pasti tentang
apapun. Oleh karena terlalu objektif dalam melihat setiap peristiwa, seringkali ia malah
sulit dalam menentukan sikap. Ia senang mempertimbangkan alasan-alasan dari semua
sisi sehingga akhirnya justru ragu-ragu dalam memutuskan atau melakukan sesuatu
dalam Ghufron (2013:76).
III. METODE PENELITIAN
Penelitian jenis ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang menggunakan
metodologi penelitian deskriptif. Hal yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dengan gaya belajar tipe investigatif dalam
pemecahan masalah matematika materi konsep himpunan dan diagram venn dalam
pemecahan masalah. Subjek dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan angket
SDS (self-directed search) yang disusun oleh Holland. Prosedur penelitian yang
dilaksanakan dalam penelitian ini mengacu pada tahap atau prosedur penelitian menurut
Bogdan yang dimodifikasi oleh Moleong (2010:127).
Data dalam penelitian ini berupa hasil tes gaya belajar siswa tipe investigatif
kelas VII.5 SMP N 10 kota Jambi, hasil tes kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam
menyelesaikan soal materi konsep himpunan dan diagram venn dalam pemecahan
masalah dan hasil wawancara kesalahan dan hambatan siswa dengan gaya belajar tipe
investigatif dalam pemecahan masalah matematika. Instrumen dalam penelitian
kualitatif adalah yang melakukan penelitian itu sendiri, yaitu peneliti (Sugiyono,
2010:222). Instrumen lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kepribadian,
lembar tes kemampuan berpikir tinggi dan pedoman wawancara.
Penelitian diadakan bulan Desember 2013-Januari 2014 di SMP N 10 Kota
Jambi. Setelah diperoleh siswa yang memiliki gaya belajar tipe investigatif melalui tes
tipe kepribadian dilanjutkan dengan tes kemampuan kemampuan berpikir tingkat tinggi
dan wawancara. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan sesuai
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Peneliti memberikan lembar tes kemampuan berpikir tingkat tinggi pertama
(disebut sebagai tugas A) kepada subjek. Peneliti memberi kesempatan kepada
subjek untuk menyelesaikan lembar tes tersebut.
2. Peneliti melakukan wawancara untuk mengungkap kesalahan dan hambatan yang
dihadapi siswa dengan gaya belajar tipe investigatif dalam menyelesaikan soal
materi konsep himpuanan dan diagram venn dalam pemecahan masalah.
3. Wawancara ini dilakukan untuk setiap nomor soal pada lembar tes kemampuan
berpikir tingkat tinggi.
4. Pada hari yang berbeda, peneliti memberikan lembar tes kemampuan berpikir
tingkat tinggi kedua (disebut sebagai tugas B) yang setara dengan lembar tes
kemampuan berpikir tingkat tinggi A kepada subjek.
5. Peneliti mengulangi langkah 2 sampai dengan langkah 3 yang telah dikemunkakan
diatas.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Untuk menganalisis kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dengan gaya belajar
tipe investigatif dalam pemecahan masalah matematika kelas VII.5 maka untuk pertama
kali diberikan tes tipe kepribadian kepada siswa kelas VII.5 SMP N 10 Kota Jambi. Tes
Dian Novianti : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 7
ini dimaksudkan untuk memperoleh subjek penelitian yaitu siswa dari kelas tersebut
yang memiliki tipe investigatif. Dari hasil tes ini didapatkan 11 orang bertipe Realistic,
2 orang siswa yang bertipe Investigatif, 4 orang siswa yang bertipe Artistic, 4 orang
bertipe Wirausaha, 3 orang bertipe Sosial, 3 orang bertipe Konvensional, 2 orang siswa
yang betipe RW, 1 orang siswa yang bertipe AS, 1 orang siswa yang bertipe RA, 1
orang siswa yang bertipe RK, 1 orang siswa yang bertipe RW, dan 1 orang siswa yang
bertipe SW. Untuk selanjutnya 2 orang siswa yang memiliki gaya belajar tipe
investigatif inilah yang menjadi subjek penelitian.
Setelah didapat 2 subjek dengan gaya belajar belajar tipe investigatif, selanjutnya
pada tanggal 22 Januari 2014 subjek tersebut diberikan lembar tes kemampuan berpikir
tingkat tinggi tahap A materi konsep himpunan dan diagram venn dalam pemecahan
masalah yang terdiri dari 2 soal yang telah divalidasi oleh para ahli
matematika/pendidikan matematika dan telah dinyatakan valid. Setelah 10 hari
selanjutnya ke-dua subjek ini diberikan lembar tes kemampuan berpikir tingkat tinggi
tahap B yaitu sebagai triangulasi dari tahap A.Rata-rata setiap subjek memberikan
reaksi yang sama saat diberikan lembar tugas penyelesaian soal tahap A maupun tahap
B. Seluruh subjek tampak serius dalam mengerjakan soal.
Siswa Investigatif pertama (SI1) dan siswa investigatif kedua (SI2) menyelesaikan
lembar tes kemampuan berpikit tingkat tinggi dengan baik. SI1 dan SI2 tuntas dalam
menyelesaikan lembar tes kemampuan berpikit tingkat tinggi. Dalam pengerjaan soal-
soal yang diberikan peneliti, SI1 dan SI2 mampu menjawab setiap soal dengan langkah-
langkah yang jelas dan dengan pengerjaan yang selesai. SI1 memperoleh skor nilai 30
dan SI2 memperoleh skor nilai 70, dalam penyelesaian lembar tes kemampuan berpikir
tingkat tinggi berarti kedua siswa investigatif tersebut berada dalam kategori rendah
dengan nilai rata-rata 50.
Kemampuan kemampuan berpikir tingkat tinggi SI1, dan SI2 dapat terlihat saat
menyelesaikan lembar kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pada siswa SI1 hanya
memenuhi indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu menganalisis. Pada siswa
SI2 memenuhi 2 indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu menganalisis, dan
mencipta.
Kesalahan dan hambatan siswa investigatif dalam menyelesaikan lembar tes
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pada SI1 memiliki kesalahan dan hambatan dalam
pemecahan masalah yaitu ketidakcermat dalam berpikir, memiliki kelemahan dalam
menganalisis dan kurang gigih dalam menyelesaikan masalah. Ini dapat dilihat dari
hasil wawancara dengan siswa yaitu SI1 yaitu siswa tidak dapat menjelaskan cara
membuktikan jawaban yang diperolehnya, tidak dapat menjelaskan konsep-konsep yang
dapat digunakan untuk melakukan pembuktian dan mudah menyerah/putus asa dalam
mengerjakan soal yang dianggap sulit. Sedangkan pada SI2 memiliki kesalahan dan
hambatan dalam pemecahan masalah yaitu ketidakcermatan dalam berpikir, kekurang
gigihan dalam menyelesaikan masalah Ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan
siswa yaitu SI2 yaitu lupa akan konsep-konsep yang telah dipelajari dan mudah
menyerah/putus asa dalam mengerjakan soal yang dianggap sulit.
a. Kemampuan Menganalisis
SI1 mengerjakan soal no 1 sudah memenuhi indikator kemampuan menganalisis
karena dapat menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian yaitu diketahui dari soal.
SI1 mengerjakan soal no 2 sudah memenuhi indikator kemampuan menganalisis karena
dapat menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian yaitu diketahui dari soal. Hal
ini membuktikan bahwa untuk pengerjaan lembar tes kemampuan berpikir tingkat
Dian Novianti : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 8
tinggi, SI1 dapat menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada indikator
menganalisis dengan baik.
SI2 mengerjakan soal no 1 sudah memenuhi indikator kemampuan menganalisis
karena dapat menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian yaitu diketahui dari soal.
SI2 mengerjakan soal no 2 sudah memenuhi indikator kemampuan menganalisis karena
dapat menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian yaitu diketahui dari soal. Hal
ini membuktikan bahwa untuk pengerjaan lembar tes kemampuan berpikir tingkat
tinggi, SI2 dapat menggunakan dapat menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi
pada indikator menganalisis dengan baik.
Sesuai penjelasan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada dua subjek SI1 dan SI2
dapat menggunakan kemampuan menganalisis. Hal ini sesuai dengan pendapat
Krathworl (2002) peserta didik dapat Menganalisis informasi yang masuk dan
membagi-bagi atau menstrukturkan informasi kedalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya.
b. Kemampuan Mengevaluasi
SI1 mengerjakan soal no 1 tidak memenuhi indikator kemampuan mengevaluasi,
karena SI1 tidak dapat membuktikan hasil jawaban yang didapatnya. SI1 mengerjakan
soal no 2 tidak memenuhi kemampuan mengevaluasi, karena SI1 tidak dapat
membuktikan hasil jawaban yang didapatnya. Hal ini membuktikan bahwa untuk
pengerjaan lembar tes kemampuan berpikir tingkat tinggi, SI1 tidak dapat menggunakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi pada indikator kemampuan mengevaluasi dengan
baik.
SI2 mengerjakan soal no 1 tidak dapat memenuhi indikator kemampuan
mengevaluasi, karena SI2 tidak dapat membuktikan hasil jawaban yang didapatnya. SI2
mengerjakan soal no 2 tidak memenuhi kemampuan mengevaluasi, karena SI2 tidak
dapat membuktikan hasil jawaban yang didapatnya. Hal ini membuktikan bahwa untuk
pengerjaan lembar tes kemampuan berpikir tingkat tinggi, SI2 tidak dapat menggunakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi pada indikator kemampuan mengevaluasi dengan
baik.
Sesuai penjelasan kemampuan berpikir tingkat tinggi berdasarkan kemampuan
mengevaluasi dalam menyelesaikan masalah, jawaban yang diberikan pada kedua
subjek maka SI2 tidak dapat memenuhi indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi
tahap kemampuan mengevaluasi dalam menyelesaikan masalah dengan tidak baik dan
SI2 dapat menggunakan kemampuan mengevaluasi dalam menyelesaikan masalah
dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Krathworl (2002) dalam Lewy, et.al
(2009:16) Peserta didik dapat membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian.
c. Kemampuan Mencipta
SI1 mengerjakan soal no 1 sudah memenuhi indikator kemampuan mencipta karena
dapat membuat diagram venn terlebih dahulu sebagai acuan dalam mencari jumah topi
minimum kemudian mensubtitusikan nilai-nilai yang sudah diketahui ke dalam rumus.
SI1 mengerjakan soal no 2 sudah memenuhi indikator kemampuan mencipta karena
dapat membuat diagram venn terlebih dahulu sebagai acuan dalam mencari jumlah
bebek maksimum kemudian mensubtitusikan nilai-nilai yang sudah diketahui ke dalam
rumus. Hal ini membuktikan bahwa untuk pengerjaan lembar tes kemampuan berpikir
tingkat tinggi pada indikator mampu mencipta/sintesis dengan baik.
SI2 mengerjakan soal no 1 sudah memenuhi indikator kemampuan mencipta karena
dapat membuat diagram venn terlebih dahulu sebagai acuan dalam mencari jumah topi
minimum kemudian mensubtitusikan nilai-nilai yang sudah diketahui ke dalam rumus.
SI2 mengerjakan soal no 2 sudah memenuhi indikator kemampuan mencipta/sintesis
Dian Novianti : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 9
karena dapat membuat diagram venn terlebih dahulu sebagai acuan dalam mencari
jumlah bebek maksimum kemudian mensubtitusikan nilai-nilai yang sudah diketahui ke
dalam rumus. Hal ini membuktikan bahwa untuk pengerjaan lembar tes kemampuan
berpikir tingkat tinggi pada indikator mampu mencipta dengan baik.
Sesuai penjelasan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada dua subjek SI1 dan SI2
dapat menggunakan kemampuan mencipta/sintesis. Hal ini sesuai dengan pendapat
Krathworl (2002) Peserta didik dapat membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang
terhadap sesuatu dan merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.
d. Kesalahan Dan Hambatan dalam Pemecahan Masalah
Kesalahan dan hambatan yang dialami siswa investigatif ini secara umum jauh
berbeda, hal ini disebabkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa tersebut berbeda.
Menurut tulisan Arthur dan Jack tahun (1999) ada beberapa kesalahan dan hambatan
yang sering muncul dalam pemecahan masalah yaitu, Ketidakcermatan dalam
membaca, ketidakcermatan dalam berpikir, kelemahan dalam analisis malasah, dan
kekurang gigihan.
Dilihat dari kesalahan dan hambatan yang disebabkan oleh faktor kelemahan siswa
dalam analisis masalah yang ada, siswa SI1 lemah dalam analisis masalah yang ada, hal
ini terlihat dari transkip wawancara yang telah dilakukan bersama siswa SI1. Dari hasil
wawancara terungkap bahwa siswa SI1 tidak menggunakan pengetahuan atau konsep
yang telah mereka pelajari disekolah terkait dengan himpunan untuk menyelesaikan soal
kemampuan berpikir tingkat tinggi, siswa SI1 tidak mampu mengaplikasikan materi
himpunan yang telah mereka pelajari untuk menjawab setiap soal yang terpadat pada
soal tes kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sedangkan siswa SI2 tidak lemah dalam
analisis masalah yang ada, hal ini terlihat dari transkip wawancara yang telah dilakukan
bersama siswa SI2. Dari hasil wawancara terungkap bahwa siswa SI2 menggunakan
pengetahuan atau konsep yang telah mereka pelajari disekolah terkait dengan himpunan
untuk menyelesaikan soal kemampuan berpikir tingkat tinggi, siswa SI2 mampu
mengaplikasikan materi himpunan yang telah mereka pelajari untuk menjawab setiap
soal yang terpadat pada soal tes kemampuan berpikir tingkat tinggi. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan siswa SI1 lemah dalam analisis masalah dan SI2 tidak lemah dalam
analisis masalah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa dengan gaya belajar tipe investigatif berada dalam kategori sedang dengan
nilai rata-rata 50%.
Dalam menganalisis kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dengan gaya belajar
tipe investigatif dalam pemecahan masalah matematika dapat dilakukan dengan
memberikan lembar tes kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dimana, hasil dari
pekerjaan subjek penelitian SI1 dalam menyelesaikan soal hanya memenuhi satu tahap
indikator dari tiga indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dan SI2 mampu
memenuhi dua tahap dari indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini
membuktikan bahwa siswa dengan gaya belajar tipe investigatif memiliki kemampuan
menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dapat disimpulkan bahwa siswa
dengan gaya belajar tipe investigatif mengalami kesalahan dan hambatan dalam
pemecahan masalah matematika dikarenakan faktor ketidakcermatan dalam berpikir,
factor kelemahan siswa dalam menganalisis masalah dan faktor kekurang gigihan siswa
tersebut.
Dian Novianti : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 10
Penulis menyarankan kepada guru mata pelajaran matematika hendaknya dalam
proses pembelajaran, guru dapat menggunakan soal-soal kemampuan berpikir tingkat tinggi,
karena kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dimanfaatkan untuk melatih kemampuan
berpikir yang dimiliki siswa dan guru harus memberikan motivasi dalam belajar kepada
siswa dengan investigatif sehingga siswa investigatif dapat lebih cermat dalam berpikir,
dapat menganalisis masalah dengan baik dan gigih dalam menyelesaikan soal
matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Riski. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA.
Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Arikunto,S. 1990. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. jakarta: Rineka
Damanik, 2012. Pengertian dan tujuan pemecahan masalah.
(http://sondyi.blogspot.com/2013/05/pengertian-dan-tujuan-pemecahan-
masalah.html, diakses 4 november 2013)
Depdikbud. 1999. Peningkatan kemampuan. Jakarta: Dirjendikti, Depdikbud
Firdaus, 2009. Kemampuan pemecahan masalah matematika.
(http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/kemampuan-pemecahan-masalah-
matematika/, diakses 4 november 2013)
Ghufron, M Nur, dan Rini Risnawita S. 2012. Gaya Belajar Kajian Teoritik
Yogyakarta: Pustaka Belajar
Gibson Robert. 2011. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Heong, Y. M.,Othman, W.D.,Md Yunos, J., Kiong, T.T., Hassan, R., & Mohamad,
M.M. 2011. The Level of Marzano Higher Order Thinking Skills Among
Technical Education Students . International Journal of Social and humanity,
Vol. 1,No. 2, July 2011, 121-125
Herman, T. 2007.”Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah
Pertama”. Jurnal Educationist. 47 - 56
Hidayati, N. 2012. Penerapan Metode Praktikum Dalam Pembelajaran Kimia
Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Pada Materi
Pokok Keseimbangnan Kimia Kelas XI SMK Diponogoro Banyuputih Batang.
Skripsi, Institut agama islam negeri walisongo, Semarang
Kawuwung, F. 2011.”Profil Guru, Pemahaman Kooperatif NHT, dan
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Di SMP Kabupaten Minahasa
Utara”. Jurnal El-hayah Vol. 1,No.4 Maret 2012
Krathwohl, D.R. & Anderson, L.W.2001. A Taxonomy For Learning, Teaching, And
Assesing; A Revision Of Bloom’s Taxonomy Of Education Objective:( tersedia di
www.purdue.edu/geri diakses 15 november 2013)
Krathwohl, D. R.2002. A revision of Bloom’s Taxonomy: an overview – Theory Into
Practice, College of Education, The Ohio State University Pohl. 2000. Learning
to think, thinking to learn: ( tersedia di www.purdue.edu/geri diakses 15
november 2013)