artikel eman p ps prodi pend. biologi
TRANSCRIPT
Penerapan Strategi Metakognitif dalam Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
pada Praktikum Genetika II
Eman RahimProgram Studi Pendidikan Biologi
Program Pascasarjana Universitas Negeri [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh anggapan mahasiswa dalam mempelajari ilmu genetika itu sangat melelahkan dan membosankan. Kesulitan dalam menghubungkan konsep genetika yang satu dengan konsep genetika yang lain. Selain itu, kurangnya kesadaran dan pengembangan kemampuan berpikir kritis mahasiswa dalam kegiatan praktikum Genetika II.
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan strategi metakognitif untuk meningkatkan kesadaran metakognitif mahasiswa, selain itu juga menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis proyek untuk menjadikan mahasiswa yang aktif, kritis dan mandiri, karena dalam penelitian ini mahasiswa diberikan kesempatan dalam mengkaji sendiri topik yang diberikan dan membuat hasil kegiatannya dalam bentuk makalah, poster dan dipresentasikan.
Jenis penelitian yaitu deskriptif kualitatif, yang dilaksanakan pada mahasiswa yang memprogramkan Mata Kuliah Genetika II semester genap 2012/2013 Jurusan Biologi, FMIPA UNG. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen MAI untuk meningkatkan kemampuan metakognitif, instrumen monitoring diri (self assesment) untuk meningkatkan kesadaran metakognitif dan rubrik berpikir kritis untuk melihat kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan adanya perkembangan kemampuan dalam berpikir kritis dalam pengkajian suatu masalah dan menjadikan pembelajaran dalam praktikum Genetika II lebih bermakna bagi mahasiswa. Kata Kunci: Strategi Metakognitif, Pembelajaran Berbasis Proyek, berpikir kritis.
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pengetahuan tentang konsep-konsep genetika akan membantu pemahaman
tentang cabang-cabang ilmu biologi lainnya. Hal ini dikarenakan ilmu genetika
merupakan dasar dan penunjang bagi ilmu biologi yang melingkupi ilmu-ilmu
hayati.Sehingga diperlukan strategi pembelajaran yang tepat untuk
membelajarkan konsep-konsep genetika.
1
Genetika dalam pemikiran mahasiswa merupakan ilmu yang abstrak
karena mempelajari sesuatu yang jauh dari kehidupan sehari-hari, sehingga
mereka sulit dalam merekontruksi genetika secara utuh serta tidak mampu dalam
menghubungkan konsep genetika yang satu dengan konsep genetika yang lain dan
menganggap bahwa mempelajari ilmu genetika memelahkan dan membosankan.
Pelaksanaan kegiatan praktikum genetika II di Jurusan Biologi FMIPA
UNG biasanya peserta didik dibagikan modul dan melaksanakannya sesuai
dengan penuntunnya baik untuk topik mekanisme genetika populasi, pewarisan di
luar inti, dan rekayasa genetika. Sistem seperti ini kurang memanfaatkan
kemampuan berpikir melainkan lebih pada keterampilan. Perlu diketahui bahwa
yang menjadi penilaian dalam kegiatan praktikum yaitu kognitif (kemampuan),
afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan). Oleh karenanya perlu adanya
perubahan metode praktikum yang konvensional menjadi lebih bermakna dengan
cara menerapkan pembelajaran berbasis proyek dan membangkitkan kemampuan
metakognitifnya.
Peningkatan kemampuan metakognitif mahasiswa merupakan salah satu
efek yang perlu dihasilkan dari pembelajaran. Livingstone dalam Tameala (2010)
menyatakan bahwa “Metakognitif merupakan berpikir bagaimana berpikir,
kecakapan mahasiswa secara sadar dalam memonitor proses pembelajaran”.
Sumber lainnya juga menyatakan bahwa metakognitif merupakan strategi
bagaimana seseorang belajar (learn how to learn) dan bagaimana seseorang
berpikir (thingking about thinking), metakognitif berperan dalam komunukasi,
pengontrolan diri, ingatan, pemecahan masalah dan pengembangan kepribadian.
Kemampuan metakognitif diketahui mendukung kemampuan berpikir
tinggi maupun berpikir kritis. Apalagi sudah terungkap pula bahwa mahasiswa
yang memiliki keterampilan metakognitif, memiliki peluang besar menjadi
mahasiswa mandiri (Peters dalam Nusantari, 2012). Slavin dalam Nusantari
(2012) menyatakan bahwa karena keterampilan berpikir dan keterampilan belajar
adalah contoh-contoh keterampilan metakognisi, maka mahasiswa dapat belajar
berpikir tentang proses berpikirnya sendiri, serta menerapkan strategi-strategi
belajar khusus untuk berpikir sendiri melalui tugas yang sulit. Masih banyak
2
informasi lain yang menunjukkan betapa pentingnya kemampuan metakognitif
dalam proses belajar.
Kemandirian belajar mutlak harus dimiliki oleh setiap mahasiswa agar
tercipta manusia yang unggul. Karena dunia mahasiswa adalah dunia menuju
kedewasaan maka dalam setiap pembelajaran harus ada yang mendewasakan.
Salah satunya adalah penerapan metode pembelajaran yang menjadikan
mahasiswa sebagai pengendali pembelajaran, bukan dominasi dosen. Metode
seperti ini diperlukan untuk teori-teori yang mengharuskan kerja praktik sehingga
diharapkan mahasiswa akan menemukan masalah yang ada secara mandiri dan
mampu mencari cara pemecahannya. Untuk mewujudkan pembelajaran yang ideal
seperti ini, metode yang dapat diterapkan sutau metode yang tepat berupa
pembelajaran berbasis proyek.
Pembelajaran berbasis proyek (project based learning) dirancang agar
mahasiswa dapat melakukan penyelidikan secara mandiri dalam pola proyek.
Pada pembelajaran semacam ini mahasiswa memiliki keleluasaan merancang dan
melaksanakan rencana pembelajarannya. Misalnya salah satu materi genetika
populasi dan mutasi genetik, mahasiswa diberikan tema. Berdasarkan tema
tersebut mahasiswa di minta untuk membuat topik dan langkah kerja sendiri yang
dimuat dalam suatu laporan dan dipresentasikan di akhir kegiatan. Dengan
demikian mahasiswa terus menerus dituntut untuk berpikir tingkat tinggi termasuk
berpikir kreatif dan proses belajar akan lebih bermakna dimana mahasiswa
mengalami sendiri apa yang dipelajarinya.
Penjelasan diatas memberikan gambaran bahwa pelaksanaan perkuliahan
teori dan praktikum merupakan dua kegiatan yang terpisah tetapi memiliki fungsi
komplementasi. Konsep yang di dapat pebelajar akan sangat membantu
pemahamannya tentang genetika yang dapat digunakan dalam perkuliahan
genetika itu sendiri. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang akan dilakukan penelitian yaitu apakah strategi metakognitif
dengan pendekatan pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan
kemampuan metakognitif dan berpikir tingkat tinggi pada praktikum genetika II.
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian yaitu
3
untuk mengetahui bagaimana penerapan strategi metakognitif dalam pembelajaran
berbasis proyek untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada praktikum
genetika II.
II. KAJIAN TEORI
1. Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir kritis merupakan suatu disiplin berpikir mandiri yang
mencontohkan kesempurnaan berpikir sesuai dengan tertentu atau ranah berpikir.
Suatu penalaran untuk mencapai tujuan, dalam sudut pandang penggunaan idea
atau konsep, yang bergantung pada pertanyaan masalah, informasi, kesimpulan
yang dilandasi oleh asumsi yang semuanya memiliki amplikasi (Kuswana, 2012).
Kunci berpikir kritis adalah mengembangkan pendekatan impersonal yang
memperhatikan argumentasi dan fakta sejalan dengan pandangan, pendapat dan
perasaan personal. Peserta didik yang berpikir kritis adalah yang memiliki
kecenderungan untuk mempercayai dan bertindak sesuai dengan penalarannya.
Peserta didik tersebut mempunyai kemampuan untuk menggunakan penalarannya
dalam suatu konteks, penalaran tersebut digunakan sebagai dasar pemikirannya.
dalam hal berpikir kritis, peserta didik dituntut menggunakan strategi metakognitif
untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan
atau kekurangan. Orang-orang yang berpikir kritis tidak puas dengan hanya satu
pendapat atau jawaban tunggal, tetapi akan selalu mencari hal-hal apa yang
dihadapinya, sehingga menimbulkan motivasi yang kuat untuk belajar (Trianto,
2007). Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
berpikir kritis merupakan suatu bentuk penalaran peserta didik yang sejalan
dengan tujuan yang diharapkan.
Manfaat berpikir kritis, yaitu peserta didik mampu (1) menyatakan serta
menjelaskan tujuan dan maksudnya, (2) menjelaskan pertanyaan yang dibutuhkan
untuk menjawab dan masalah yang dibutuhkan untuk dipecahkan, (3)
mendapatkan serta mengorganisasi informasi dan data, (4) menilai pengertian dan
informasi penting yang diberikan kepadanya, (5) mendemonstrasikan pemahaman
konsep, (6) mengidentifikasi asumsi, mempertimbangkan implikasi dan
4
konsekuensi, menguji sesuatu menggunakan beragam sudut pandang, menyatakan
pernyataannya dengan jelas, menguji dan mengecek ketepatan, serta (7)
mengaitkan kekompleksan masalah dan isu-isu, menyatakan pikirannya secara
logis, berpikir dengan beragam sudut pandang, membedakan masalah-masalah
yang penting dan masalah yang tidak penting.
2. Hakikat Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
Istilah Pembelajaran berbasis proyek (PBL) dalam beberapa literatur
merujuk pada penggunaan konsep Project-based learning atau Pembelajaran
Berbasis Proyek. Istilah lain yang bisa dirujuk adalah Problem-Based Learning
atau Pembelajaran Berbasis Masalah. Dalam kajian ini, PBL merefleksikan pada
konsep yang pertama. Hal ini tidak berarti konsep yang pertama adalah yang
paling benar, akan tetapi untuk lebih fokus kepada pembahasan konsep itu sendiri.
Jadi, PBL adalah project based learning atau Pembelajaran berbasis proyek.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran berbasis proyek merupakan suatu pendekatan dalam
meneginvestigasi permasalahan yang kompleks dan memahami masalah tersebut
sehingga menjadikan peserta didik yang mampu berpikir tingkat tinggi baik secara
kritis, kreatif dan mampu memecahkan masalah.
Sebagaimana terungkap dalam beberapa definisi, PBL dapat diidentifikasi
melalui ciri-cirinya, PBL pembelajaran yang meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan melalui pembuatan produk. Produk yang dibuat dengan serangkai
kegiatan perencanaan, pencarian, kolaborasi. Dalam kajiannya Krajcik et al.,
dalam Abdurrahim (2011:48) menyarankan lima ciri-ciri dari PBL, yakni: driving
question, investigation, artifacts, collaboration dan technological tools.
Sebuah kajian tentang research on Project-based learning, Thomas
(dalam Abdurrahim, 2011:48) menguraikan lima kriteria pokok dari suatu
pembelajaran berproyek termasuk Pembelajaran Berbasis Proyek. Kriteria ini
bukan merupakan definisi dari Project-based learning, tetapi didesain untuk
menjawab pertanyaan “apa yang harus dimiliki proyek agar dapat digolongkan
sebagai Pembelajaran Berbasis Proyek”. Lima kriteria itu adalah keterpusatan
(centrality), berfokus pada pertanyaan atau masalah (driving question), investigasi
5
konstruktif (constructive investigation) atau desain, otonomi peserta didik
(autonomy), dan realisme (realism). Kriteria-kriteria ini dapat dijadikan sebagai
prinsip-prinsip Project based learning.
Langkah-langkah yang akan dijadikan rujukan dalam pengembangan
proyek dalam penelitian ini seperti yang dikembangkan oleh The George Lucas
Educational Foundation dalam Abdurrahim (2010). Hal ini disadari bahwa
proyek yang akan dibuat sebagai fokus kegiatan pembelajaran dengan keterlibatan
peserta didik dari awal. Dengan keterlibatan peserta didik dari awal, maka
pembelajaran semestinya akan bermakna dan sesuai dengan keinginan peserta
didik. Di samping itu adanya evaluasi dan refleksi yang memungkinkan peserta
didik untuk menilai sendiri terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
Adapun langkah-langkah sebagai berikut :
1) Start with The Essential Question
2) Design a Plan for the Project
3) Create a Schedule
4) Monitor the Students and the Progress of the Project
5) Assess the Outcome
6) Evaluate the Experience
Adapun kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran berbasis proyek ini
(Partha, 2012) adalah :
Kelebihan :
1) Relevan dengan prinsip CBSA
2) Merangsang peserta didik belajar lebih banyak, baik dekat dengan guru
maupun pada saat jauh dari guru di dalam sekolah maupun d luar sekolah.
3) Mengembangkan sifat kemandirian pada diri peserta didik.
4) Lebih meyakinkan tentang apa yang dipelajari dari guru, lebih
memperdalam, memperkaya atau memperluas pandangan tentang apa yang
dipelajari.
5) Membina kebiasaan peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri
informasi dan komunikasi
6
6) Pengetahuan yang peserta didik peroleh dari hasil belajar sendiri akan
dapat diingat lebih lama
7) Merangsang kegairahan belajar peserta didik karena dapat dilakukan
dengan bevariasi
8) Membina tanggung jawab dan disiplin peserta didik
9) Mengembangkan kreatifitas peserta didik
Kelemahan :
1) Memerlukan pengawasan yang ketat baik oleh guru maupun orang tua.
2) Sukar menetapkan apakah tugas dikerjakan oleh peserta didik sendiri atau
atas bantuan orang lain
3) Banyak kecendrungan untuk saling mencontoh dengan teman-teman.
4) Agak sulit diselesaikan oleh peserta didik yang tinggal bersama keluarga
yang kurang teratur
5) Dapat menimbulkan frustasi bila gagal menyelesaikan tugas.
6) Tugas yang banyak dan sering dapat membuat beban dan keluhan peserta
didik
3. Hakikat Strategi Metakognitif
Strategi metakognitif adalah mengontrol seluruh aktivitas belajarnya, bila
perlu memodifikasi strategi yang biasa digunakan untuk mencapai tujuan. Bila
diterapkan dalam belajar, anak bertanya pada dirinya sendiri untuk menguji
pemahamannya tentang materi yang dipelajari. Strategi metakognitif
dikategorikan berdasarkan fungsi-fungsi khusus yang dimiliki selama pemrosesan
informasi. Strategi kognitif merupakan keterampilan intelektual khusus yang
sangat penting di dalam belajar dan berpikir. Mendapatkan kesuksesan belajar
yang luar biasa, peserta didik harus dilatihkan untuk merancang apa yang hendak
dipelajari. Dapat disimpulkan bahwa strategi metakognitif merupakan teknik yang
dilakukan oleh peserta didik dalam mengontrol seluruh kegiatan belajar agar
mencapai tujuan.
Terdapat tiga strategi metakognitif yang dapat dikembangkan untuk
meraih kesuksesan belajar peserta didik (Ahmadi dan Sofan, 2010:149)
diantaranya:
7
1. Tahap proses sadar belajar
Pada tahap proses belajar di antaranya meliputi proses untuk menetapkan
tujuan belajar, mempertimbangkan sumber belajar yang akan dapat diakses,
menentukan bagaimana kinerja terbaik peserta didik akan dievaluasi,
mempertimbangkan tingkat motivasi belajar, menentukan tingkat kesulitan belajar
peserta didik.
2. Tahap merencanakan belajar
Meliputi proses memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tugas belajar, merencanakan waktu belajar dalam bentuk belajar,
mengorganisasikan materi, mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk belajar
dengan menggunakan berbagai strategi belajar (outlining, mind mapping, speed
reading, dan strategi belajar lainnya).
3. Tahap monitoring dan refleksi belajar
Pada tahap ini meliputi proses mereflesikan proses belajar, memantau
proses belajar melalui pertanyaan dan tes diri (self testing, seperti mengajukan
pertanyaan, apakah materi ini bermakna dan bermanfaat bagi saya? Bagaimana
pengetahuan pada materi ini dapat saya kuasai? Mengapa saya mudah/sukar
menguasai materi ini?) menjaga konsentrasi dan motivasi tinggi dalam belajar.
Seorang pendidik dalam mengajar direkomendasikan untuk memberikan
kesempatan luas kepada peserta didik untuk saling berdiskusi dan bertukar ide
pengalaman dalam belajar. Harapannya, setiap individu peserta didik dapat
menilai kemampuan diri mereka masing-masing dalam belajar, setiap peserta
didik dapat menentukan kesuksesan belajar dengan menggunakan gaya belajar
mereka sendiri, dan yang paling penting, setiap peserta didik dapat belajar efektif
dengan memberdayakan modalitas belajar dirinya sendiri yang unik dan tak
terbandingkan.
III. METODE PENELITIAN
1. Waktu dan lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas
Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo pada mahasiwa semester
empat Tahun Akademik 2012-2013, dengan waktu penelitian dari bulan April
8
sampai Mei 2013. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan
Pendidikan Biologi yang memprogramkan Mata Kuliah Genetika II yang
berjumlah 60 orang
2. Teknik Pengumpulan Data
Adapun tahap pelaksanakan pengumpulan data dalam penelitian ini
sebagai berikut:
a. Pengukuran kemampuan metakognitif menggunakan MAI (metacognitive
awareness inventory)
b. Pelaksanaan praktikum genetika II dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran berbasis proyek.
1) Kegiatan perencanaan praktikum
a) Membagi peserta didik dalam bentuk kelompok sehingga terbentuk 3
kelompok
b) Menyampaikan tema kegiatan praktikum genetika II
c) Menyampikan topik kegiatan praktikum untuk setiap kelompok
d) Merumuskan rancangan kegiatan yang akan dilaksanakan dan
dikumpulkan saat itu juga
e) Membuat prediksi berdasarkan asumsi dan teori yang diperoleh dalam
perkuliahan
f) Mendesain eksperimen (menentukan prosedur dan langkah kegiatan)
2) Pelaksanaan kegiatan praktikum
a) Memberikan waktu selama 1 minggu untuk mengkaji topik yang
diberikan dari berbagai literatur dan terjun langsung ke lapangan untuk
mengambil dan melihat langsung yang menjadi objek penelitian
b) Merancang alat eksperimen
c) Memahami alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data
d) Mengetahui kondisi pengukuran atau pengambilan data
e) Mencari referensi dari berbagai literatur, wawancara dan melihat
langsung objek eksperimen
f) Bekerja sama membuat hasil penelitian dalam bentuk makalah dan
poster
9
3) Pertanggungjawaban hasil praktikum
a) Mempresentasikan hasil kegiatan eksperimen
b) Mendiskusikan hasil kegiatan bersama kelompok yang lain
c) Membuat kesimpulan hasil diskusi kegiatan
d) Membuat revisi makalah berdasarkan hasil diskusi baik mencari data
kembali, menambah referensi dan memperbaiki sistematika penulisan
dan teknik penulisan
e) Mempresentasikan kembali kajian topik hasil revisi (2 minggu setelah
kegiatan praktikum selesai)
f) Membagikan instrument monitoring diri (instrument monitoring
kepada seluruh peserta didik
Adapun tema yang diangkat dalam pembelajaran berbasis proyek yaitu
“Penggalian plasma nutfah (keanekaragaman genetik) yang ada di
Gorontalo”, yang terdiri dari beberapa materi sebagai berikut: ikan Payangga,
tanaman Canna sp., Cuping telinga, Ikan Mangga Ba’I, Ikan Nike, Padi
sawah-padi ladang-ilalang, Rumput Teki, Arah pusaran kepala, Pisang,
Puring, Isolasi lalat buat dari ketinggian yang berbeda, Variabilitas karakter
masyarakat Gorontalo (Albino), Varietas kelapa, Arah putaran cangkang,
jagung
c. Pengukuran keterampilan berpikir kritis: pengukuran dilakukan dengan
menggunakan indikator penilaian berpikir kritis yang diadopsi dari Anonim
(2012). Selain itu, penilaiannya juga melalui hasil laporan kerja ilmiah.
d. Pengukuran pelaksanaan kemampuan metakognitif melalui instrumen
monitoring diri untuk kemampuan berpikir kritis yang diadopsi dari Bahriah
(2012) yang dilaksanakan secara self assessment.
3. Teknik Analisis Data
Penelitian ini bersifat kuantitatif yang dianalisis secara deskriptif, dimana
akan dijelaskan penerapan strategi metakognitif dalam pembelajaran berbasis
proyek untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada praktikum
Genetika II.
10
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Penerapan Strategi Metakognitif
Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa penerapan strategi
metakognitif yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu tentang kesedaran
metakognitif khususnya dalam berpikir kritis. Dalam menyadarkan kesadaran
metakognitif peserta didik, maka perlu dilakukan monitoring, dalam hal ini
dilakukan setiap kali pertemuan dengan menggunakan instrument monitoring
yang di adopsi dari berbagai penelitian sebelumnya. Kegiatan monitoring
kesadaran metakognitif ini selain menuntut peningkatan kesadaran metakognitif
itu sendiri dan juga lebih kepada kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pernyataan
dalam monitoring ini yaitu sebanyak 11 pernyataan dengan nilai tertinggi 22.
Berikut ini tabel 2 menyajikan peningkatan kemampuan metakognitif berpikir
tingkat tinggi.
Tabel 2 Kesadaran Metakognitif Berpikir Kritis
No Kelas Jumlah Peserta Didik
Kesadaran Metakognitif Berpikir Kritis Total Nilai
Total %Perte-
muan I%
Perte-muan
II%
Perte-muan
III%
1 A 13 236 83 238 83 243 85 239 83.67
2 B 24 421 80 454 86 483 91 453 85.67
3 C 19 353 84 360 86 367 88 360 86
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat peningkatan kemampuan metakognitif berpikir
tingkat tinggi kelas A, kelas B, kelas C dari pertemuan I, pertemuan II dan
pertemuan III, sekaligus persentase peningkatannya. Berikut ini diagram 3
merupakan gambaran peningkatan kemampuan metakognitif berpikir tingkat
tinggi dari masing-masing kelas dalam setiap pertemuan.
11
Kelas A KelasB Kelas C74767880828486889092
83
80
8483
86 8685
91
88
Pertemuan IPertemuan IIPertemuan III
Diagram 2. Peningkatan kesadaran metakognitif berpikir kritis
Selanjutnya diagram persentasi kesadaran metakognitif berpikir kritis
kelas A, kelas B, dan kelas C. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat perbedaan
persentasi kesadaran metakognitif dari masing-masing kelas, dimana peningkatan
yang sangat tinggi terjadi di kelas B baik dari pertemuan I ke pertemuan ke II
sampai pada pertemuan ke III dengan perolehan persentase tertinggi yatu 91%.
Selanjutnya persentase yang peningkatannya cukup baik yaitu kelas C, tetapi
peningkatannya hanya sedikit demi sedikit dibandingkan kelas B. Kelas A
merupakan kelas dengan persentase terendah dan peningkatannya pun sangat
kecil.
2. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan baik dari monitoring dan
penilaian kemampuan berpikir tingkat tinggi (kemampuan berpikir kritis,
kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan memecahkan masalah) terjadi
peningkatan dari pertemuan awal ke pertemuan berikutnya. Oleh karena itu dapat
disimpulkan untuk pelaksanaan kegiatan proyek dinyatakan berhasil untuk
dijadikan sebagai pendekatan yang baik untuk dilakukan dalam kegiatan
praktikum genetika II.
Penelitian ini dilaksanakan dalam kegiatan praktikum Genetika II dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis proyek, dimana kegiatan proyek
ini memfokuskan pada pengembangan produk atau unjuk kerja (performance),
yang secara umum siswa melakukan kegiatan: mengorganisasi kegiatan belajar
12
kelompok mereka, melakukan pengkajian atau penelitian. Memecahkan masalah,
dan mensintesis informasi. Kegiatan proyek yang dilakukan dalam penelitian ini
bersifat interdisipliner, yaitu peserta didik merancang draft unutk membangun
rancangan kegiatan atau penelitian yang akan dilakukan yang melibatkan
investigasi pengaruh lingkungan.
Pembelajaran berbasis proyek yang dilaksanakan dalam penelitian ini
memiliki potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih
menarik dan bermakna untuk peserta didik. Dalam pembelajaran berbasis proyek,
peserta didik menjadi terdorong lebih aktif dalam belajarnya, asisten praktikum
berposisi di belakang dan peserta didik yang lebih berinisiatif, asisten
memberikan kemudahan mengevaluasi.
Pembelajaran berbasis proyek yang dilakukan memungkinkan peserta
didik untuk memperluas wawasan pengetahuan dari mata kuliah yang
diperolehnya di dalam kelas. Pengetahuan yang diperoleh menjadi lebih berarti
dan kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik, karena pengetahuan itu
bermanfaat baginya untuk lebih mengapresiasi lingkungannya, lebih memahami
dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-sehari. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah
pembelajaran yang relevan dengan melibatkan aspek lingkungan tempat peserta
didik berada dan belajar dengan melibatkan kreativitas yang ada dalam diri
peserta didik.
Kegiatan proyek yang dilakukan menjadikan peserta didik selain
menambah pengetahuan dapat juga menjadikan peserta didik lebih mandiri,
karena dalam pembelajaran yang dilakukan mereka hanya diberikan topik dan
selanjutnya mereka sendiri yang akan mengkaji.
3. Kemampuan Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis diukur dengan menggunakan indikator yang
diadopsi dari Anonim (2010) yang berisi 10 poin penilaian dengan 4 kriteria.
Hasil penilaiannya dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.
13
Tabel 3 Hasil penilaian kemampuan berpikir kritis
No Kelas Jumlah Peserta Didik
Kemampuan Berpikir Kritis Total Nilai
Total %Perte-
muan I%
Perte-muan
II%
Perte-muan III
%
1 A 13 217 42 366 70 367 71 317 61.00
2 B 24 554 58 622 65 700 73 625 65.33
3 C 19 380 50 518 68 616 81 505 66.33
Berdasarkan tabel 3 di atas menunjukkan bahwa ketiga kelas mengalami
peningkatan kemampuan berpikir kritis dari pertemuan pertama, pertemuan kedua
dan pertemuan ketiga. Dalam tabel itu juga dapat dilihat nilai peresentasi
peningkatan kemampuannya. Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan digambarkan
dalam bentuk diagram baik perbandingan peningkatan setiap pertemuan dan
perbandingan setiap kelasnya.
Kelas A Kelas B Kelas C0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
42
58
50
7065 6871 73
81
Pertemuan IPerttemuan IIPertemuan III
Diagram 3. Persentase kemampuan berpikir kritis pertemuan I, pertemuan II, dan pertemuan III untuk kelas A, kelas B, dan kelas C
Diagram 3 menggambarkan peningkatan kemampuan berpikir kritis dari
kelas A, kelas B, dan kelas C. ketiga kelas tersebut sama-sama mengalami
peningkatan walaupun dengan jumlah yang berbeda. Selanjutnya dapat dilihat
perbandingan persentase kemampuan berpikir kirtis antara kelas A, kelas B dan
kelas C.
14
Berpikir kritis sangat diperlukan oleh setiap orang untuk menyikapi
permasalahan dalam realita kehidupan yang tak bisa dihindari. Dengan berpikir
kritis, seseorang dapat mengatur, menyesuaikan, mengubah, atau memperbaiki
pikirannya, sehingga ia dapat mengambil keputusan untuk bertindak lebih tepat.
Ironisnya, kemampuan berpikir kritis peserta didik di satu sisi memang
sangat penting untuk dimiliki dan dikembangkan, akan tetapi di sisi lain ternyata
kemampuan berpikir kritis peserta didik tersebut masih kurang. Hal ini dapat
dilihat dari tabel 4.2, tetapi dengan adanya pengontrolan metakognitif melalui
MAI yang dilakukan setiap kali pertemuan, maka terjadi secara bertahap.
Woolfolk (1995) menjelaskan bahwa setidaknya terdapat dua komponen
terpisah yang terkandung dalam metakognisi, yaitu pengetahuan deklaratif dan
prosedural tentang keterampilan, strategi, dan sumber yang diperlukan untuk
melakukan suatu tugas. Mengetahui apa yang dilakukan, bagaimana
melakukannya, mengetahui prasyarat untuk meyakinkan kelengkapan tugas
tersebut, dan mengetahui kapan melakukannya.
Berpikir kritis tidak hanya kumpulan keterampilan tetapi juga karakteristik
tertentu untuk menggunakan keterampilan kognitif. Karakteristik tidak dapat
diajarkan seperti keterampilan, tetapi karakteristik hanya dapat digali melalui
sejumlah aktivitas. Sejumlah pendukung berpikir kritis mengelompokkan
kemampuan dan karakteristik yang diperlukan dalam berpikir kritis.
Karakteristik berpikir kritis Ennis (2005) dalam Bahriah (2012) antara lain
mencari penjelasan pertanyaan, mencari penalaran, mencoba menjadi sumber
informasi yang baik, menggunakan dan menyebutkan sumber informasi yang
kredibel, mencari alternatif, berpikir terbuka, sensitif terhadap perasaan dan
pengetahuan. Selain itu, karakteristik berpikir kritis antara lain memiliki rasa
ingin tahu, bijaksana, mencari kebenaran, percaya diri dalam bernalar, berpikir
terbuka, analitis, dan sistematis.
Karakteristik tersebut telah dilaksanakan oleh peserta didik dalam
pengkajiannya terhadap topik yang diberikan yang dimulai sejak merumuskan
permasalahan dan merancang pelaksanaan kegiatan. Dalam pengkajiannya peserta
15
didik berdiskusi dengan anggota kelompoknya sehingga diperoleh hasil dalam
bentuk makalah dan dipresentasikan di depan kelas.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh hasil
kemampuan berpikir kritis yang terus mengalami peningkatan dari tiap
pertemuan. Peningkatan ini tentunya merupakan wujud kerja keras peserta didik
dalam meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tingginya untuk dapat
menghasilkan sesuatu pengetahuan dan memperjelas suatu konsep khsusnya
konsep genetika II yang diperolehnya dalam perkuliahan sehingga tidak bersifat
abstrak dalam konsep mereka.
V. SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 60 peserta didik
yang tersebar di tiga kelas bahwa kesadaran metakognitif telah mengalami
peningkatan selain itu juga kemampuan berpikir berpikir kritis mengalami
peningkatan. Pendekatan pembelajaran berbasis proyek sangat baik dilakukan
pada kegiatan praktikum genetika II dengan, karena dapat membawa peserta didik
untuk mengkaji suatu kopiK secara mandiri, kontekstual sehingga dapat
menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman, keterampilan peserta didik itu
sendiri. Pengetahuan yang diperoleh menjadi lebih berarti dan kegiatan
pembelajaran menjadi lebih menarik, karena pengetahuan itu bermanfaat baginya
untuk lebih mengapresiasi lingkungannya, lebih memahami, kritis dan mampu
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-sehari dengan baik.
2. Saran
a. Penerapan strategi metakognitif perlu ditingkatkan dalam diri peserta didik
melalui kegiatan pembelajaran mata kuliah yang lain
b. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai penerapan strategi metakognitif
dalam pembelajaran berbasis proyek untuk meningkatkan kemampuan
metakognitif pada praktikum Genetika II secara khusus dan kegiatan
praktikum lainnya pada umumnya dengan menggunakan tes kemampuan
metakognitif.
16
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Instrumen Keterampilan Berpikir Kritis. Online: http://gurupembaharu.com/home/download/Instrumen-Keterampilan-Berpikir-Kritis.xls (diakses, 22 Januari 2013)
Abdurrahim. 2011. Pembelajaran Berbasis Proyek dan Kompetensi Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK): Skripsi Bab II. (diakses, 25 Januari 2013)
Ahmadi, Iif K. dan Sofan Amri. 2010. Proses Pembelajarn Kreatif dan Inovatif dalam Kelas.
Bahriah, Evi Sapinatul. 2012. Indikator berpikir kritis dan kreatif. evisapinatulbahriah.wordpress.com
Lidinillah, Dindin A. M. 2007. Perkembangan Metakognitif dan Pengaruhnya pada Kemampuan Belajarnya Anak. (diakses, 30 Januari 2013)
Nur, M. 2004. Teori-teori Pembelajaran Kognitif. Edisi 2. Surabaya: Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah Unesa
Nusantari, Elya. 2012. Kajian Miskonsepsi Genetika dan Perbaikannya Melalui Perubahan Struktur Didaktif Bahan Ajar Genetika Berpendekatan Konsep: Disertasi.
Schraw, G & Dennison R. S. 1994. Assessing Metacognitive Awareness. Contemporary Educational Psychology. Online literacy.kent.edu/ohioeff/resources/06newsMetacognition.doc (diakses, 27 Januari 2013)
Susantini, Endang. 2002. Strategi Metakognitif dalam Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran Genetika di SMA. http://journal.um.ac.id/index.php/jip/article/viewArticle/82 (diakses 2 Januari 2013)
Tamaela, Elsina Sarah. 2010. Tesis: Pengaruh Evaluasi Diri Tentang Kemampuan Metakognitif dan Keterampilan Metakognitif terhadap Berpikir Kritis dan Kemampuan Memecahkan Masalah. Prodi SAINS Unesa.
Woolfolk, A. dkk. 2009. Psychology in Education. Edisi Kesepuluh. Terjemahan Helly Prajitno Soetjipto. Pustaka Pelajar
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka
17
ARTIKEL
PENERAPAN STRATEGI METAKOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITISPADA PRAKTIKUM GENETIKA II
Oleh
EMAN RAHIM
NIM. 705601001
PRODI PENDIDIKAN BIOLOGIPROGRAM PASCA SARJANA (PPs)
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO2013
18