artikel

12
Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah : Dari Perumusan Kebijakan Ke Pelaksanaan Pendahuluan Sebagaimana diketahui bersama Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 adalah merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Mengenai pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan daerah, secara khusus diatur dalam salah satu bab dari peraturan tersebut. Adapun tujuan dari pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan daerah ini adalah untuk mewujudkan konsistensi antara kebijakan dengan pelaksanaan dan hasil rencana pembangunan daerah, konsistensi antara rencana pembangunan jangka panjang daerah dengan rencana jangka panjang nasional dan rencana tata ruang wilayah nasional, konsistensi antara rencana pembangunan jangka menengah daerah dengan rencana jangka panjang daerah dan rencana tata ruang wilayah daerah, konsistensi antara rencana kerja pemerintah daerah dengan rencana jangka menengah daerah, dan kesesuaian antara capaian pembangunan daerah dengan indikator-indikator kinerja yang telah ditetapkan. Lebih lanjut diatur bahwa pengendalian dan evaluasi terhadap perencanaan pembangunan daerah, meliputi pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan perencanaan pembangunan daerah, pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan daerah, dan evaluasi terhadap hasil rencana pembangunan daerah. Dalam hal perencanaan jangka panjang dan jangka menengah, dokumen rencana yang dihasilkan memberikan arah kebijakan jangka panjang hingga program pembangunan daerah jangka menengah. Jika perhatian diarahkan pada pelaksanaan pembangunan yang diselenggarakan lebih nyata, maka akan berkaitan dengan rencana pembangunan jangka pendek atau tahunan. Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah rencana yang disusun benar-benar dipedomani sebagai acuan untuk penyelenggaraan pembangunan, fokus perhatian perlu diarahkan pada perencanaan pembangunan jangka pendek atau tahunan. Untuk lingkup pelaksanaan rencana, sasaran dari pengendalian dan evaluasi adalah : (1) prioritas dan sasaran pembangunan tahunan daerah; (2) rencana program dan kegiatan prioritas daerah; serta (3) pagu indikatif telah disusun dalam beberapa dokumen proses penetapan anggaran pembangunan seperti Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Plafon dan Prioritas Anggaran Sementara (PPAS), hingga dokumen anggaran sendiri yaitu dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Beberapa penelitian menggambarkan pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah khususnya dalam proses penetapan APBD adalah titik yang paling kritis. Bias antara rencana dan pelaksanaan sangat sering terjadi pada titik ini. Sebuah rencana yang telah disusun sedemikian rupa secara teknokratis, ternyata dapat berubah menjadi sebuah penjabaran dari kebutuhan yang muncul pada proses di luar rencana. Sugiarto (2010) menyimpulkan bahwa penyusunan RAPBD pasca Musrenbang Kabupaten sepenuhnya di tangan tim anggaran eksekutif dan tim anggaran legislatif. Sementara, Bastian (2008) melakukan pantauan di lapangan dan menyimpulkan bahwa : (1) Kekeliruan penafsiran KUA dan PPAS telah terjadi secara luar biasa; (2) Konsensus prioritas program dan kegiatan dalam KUA dan PPAS sering tidak dianggap dalam proses penyusunan RAPBD sehingga ketidaksepakatan dalam pembahasan KUA dan PPAS ini telah menyebabkan berulang-ulangnya pembahasan; (3) Setelah pembahasan di tingkat komisi yang dilanjutkan panitia kerja RAPBD oleh DPRD, perubahan program dan kegiatan masih berjalan terus. Hal ini berpotensi mengakibatkan

Upload: nokie10

Post on 11-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Pengendalian&Evaluasi

TRANSCRIPT

Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah :

Dari Perumusan Kebijakan Ke Pelaksanaan

Pendahuluan

Sebagaimana diketahui bersama Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun

2010 adalah merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang

Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana

Pembangunan Daerah. Mengenai pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan

daerah, secara khusus diatur dalam salah satu bab dari peraturan tersebut. Adapun tujuan

dari pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan daerah ini adalah untuk

mewujudkan konsistensi antara kebijakan dengan pelaksanaan dan hasil rencana

pembangunan daerah, konsistensi antara rencana pembangunan jangka panjang daerah

dengan rencana jangka panjang nasional dan rencana tata ruang wilayah nasional, konsistensi

antara rencana pembangunan jangka menengah daerah dengan rencana jangka panjang

daerah dan rencana tata ruang wilayah daerah, konsistensi antara rencana kerja pemerintah

daerah dengan rencana jangka menengah daerah, dan kesesuaian antara capaian

pembangunan daerah dengan indikator-indikator kinerja yang telah ditetapkan.

Lebih lanjut diatur bahwa pengendalian dan evaluasi terhadap perencanaan

pembangunan daerah, meliputi pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan perencanaan

pembangunan daerah, pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana

pembangunan daerah, dan evaluasi terhadap hasil rencana pembangunan daerah. Dalam hal

perencanaan jangka panjang dan jangka menengah, dokumen rencana yang dihasilkan

memberikan arah kebijakan jangka panjang hingga program pembangunan daerah jangka

menengah. Jika perhatian diarahkan pada pelaksanaan pembangunan yang diselenggarakan

lebih nyata, maka akan berkaitan dengan rencana pembangunan jangka pendek atau tahunan.

Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah rencana yang disusun benar-benar dipedomani

sebagai acuan untuk penyelenggaraan pembangunan, fokus perhatian perlu diarahkan pada

perencanaan pembangunan jangka pendek atau tahunan.

Untuk lingkup pelaksanaan rencana, sasaran dari pengendalian dan evaluasi adalah : (1)

prioritas dan sasaran pembangunan tahunan daerah; (2) rencana program dan kegiatan

prioritas daerah; serta (3) pagu indikatif telah disusun dalam beberapa dokumen proses

penetapan anggaran pembangunan seperti Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Plafon dan

Prioritas Anggaran Sementara (PPAS), hingga dokumen anggaran sendiri yaitu dokumen

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Beberapa penelitian menggambarkan pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah

khususnya dalam proses penetapan APBD adalah titik yang paling kritis. Bias antara rencana

dan pelaksanaan sangat sering terjadi pada titik ini. Sebuah rencana yang telah disusun

sedemikian rupa secara teknokratis, ternyata dapat berubah menjadi sebuah penjabaran dari

kebutuhan yang muncul pada proses di luar rencana. Sugiarto (2010) menyimpulkan bahwa

penyusunan RAPBD pasca Musrenbang Kabupaten sepenuhnya di tangan tim anggaran

eksekutif dan tim anggaran legislatif. Sementara, Bastian (2008) melakukan pantauan di

lapangan dan menyimpulkan bahwa : (1) Kekeliruan penafsiran KUA dan PPAS telah terjadi

secara luar biasa; (2) Konsensus prioritas program dan kegiatan dalam KUA dan PPAS

sering tidak dianggap dalam proses penyusunan RAPBD sehingga ketidaksepakatan dalam

pembahasan KUA dan PPAS ini telah menyebabkan berulang-ulangnya pembahasan; (3)

Setelah pembahasan di tingkat komisi yang dilanjutkan panitia kerja RAPBD oleh DPRD,

perubahan program dan kegiatan masih berjalan terus. Hal ini berpotensi mengakibatkan

proses penyusunan RAPBD selalu terancam dibahas ulang dari titik awal. Sobari, 2007

(dalam Satries, 2011) menyimpulkan bahwa pemerintah daerah dan DPRD belum bisa

menjamin bahwa seluruh usul masyarakat dalam Musrenbang akan direalisasikan dalam

APBD. Hasil penelitian Satries (2011) mengarah pada kesimpulan adanya stigma bahwa

pembangunan hanya tanggung jawab pemerintah daerah dan peran serta masyarakat

khususnya dalam proses perencanaan pembangunan kerap diabaikan dengan alasan

keberadaan “wakil” masyarakat sebagai representasi utuh seluruh masyarakat.

Apa yang terjadi dalam Proses Implementasi Kebijakan?

Grindle (1980) memperkenalkan model implementasi kebijakan sebagai proses politik

dan administrasi. Model tersebut menggambarkan proses pengambilan keputusan yang

dilakukan oleh beragam aktor, dimana keluaran akhirnya ditentukan oleh baik materi

program yang telah dicapai maupun melalui interaksi para pembuat keputusan dalam konteks

politik administratif. Dalam analisanya terhadap praktek implementasi kebijakan publik di

beberapa negara Dunia Ketiga, Grindle menjelaskan bahwa salah satu faktor penting yang

menentukan hasil penerapan suatu kebijakan adalah kandungan kebijakan itu sendiri. Dari

contoh beberapa kasus, ternyata kandungan kebijakan dan program ini sering menjadi faktor

kritis karena dampak potensial yang mungkin ditimbulkannya dalam tatanan sosial,

ekonomi, dan politik yang ada. Memperhatikan kemungkinan tersebut, maka pertimbangan

konteks atau lingkungan dimana suatu tindakan administratif ditetapkan merupakan hal yang

penting.

Dalam proses mengadministrasikan setiap program, beberapa aktor akan membuat

pilihan-pilihan atas alokasi-alokasi spesifik dari sumberdaya publik, sementara lainnya

berupaya untuk mempengaruhi keputusan yang diambil. Setiap aktor mungkin mempunyai

kepentingan tersendiri dan berupaya untuk mendapatkannya. Seringkali tujuan para aktor itu

saling bertentangan, maka dari itu hasilnya kemudian akan ditentukan oleh strategi,

sumberdaya, dan posisi kekuatan masing-masing aktor yang terlibat. Apa yang

diimplementasikan kemudian adalah hasil perhitungan politis dari berbagai kepentingan dan

kelompok-kelompok yang berkompetisi untuk mendapatkan sumberdaya yang terbatas,

respon aparat pelaksana, dan sikap elit politik, semuanya kemudian berinteraksi dalam

konteks kelembagaan yang ada. Maka, analisa mengenai implementasi kebijakan dapat

berarti menilai “kapabilitas kekuatan” aktor yang terlibat, kepentingan-kepentingan mereka,

strategi untuk mendapatkannya, serta rejim dimana mereka berinteraksi.

Di pihak lain, Quick (1980) sampai pada kesimpulan bahwa di negara-negara Dunia

Ketiga kebijakan publik seringkali tidak jadi dilaksanakan sama sekali, dan mereka yang

berhasil mengaturnya melalui proses implementasi yang berliku-liku sering melihat sangat

berbeda dari apa yang dimaksudkan sejak awal oleh para perumus kebijakan yang

bersangkutan. Secara ringkas ada beberapa proposisi yang disimpulkan Quick tentang

pengambilan keputusan pada organisasi yang berupaya mengimplementasikan kebijakan

yang tidak terdefinisi secara jelas tetapi secara politis penting :

a. Organisasi yang memiliki tujuan yang kurang jelas, bermakna ganda dan tidak terukur

akan sulit mengembangkan solusi teknis rasional untuk permasalahan implementasi/

pelaksanaan kebijakan. Organisasi seperti ini tidak dapat menetapkan prioritas dan

merumuskan kegiatan yang diperlukan, karena bagi organisasi ini kegiatan apapun yang

dijalankan dapat menjadi berasalasan untuk banyak tujuan.

b. Jika dengan adanya tekanan politis sebuah organisasi tidak bisa melakukan penolakan,

organisasi itu akan terpaksa menggunakan kriteria politis untuk menetapkan prioritas dan

merumuskan kegiatan. Beberapa kriteria membutuhkan penyederhanaan struktur tujuan

operasional organisasi, menghapus beberapa tujuan yang tidak bisa diukur atau tujuan

jangka panjang, serta hasil-hasil yang terukur.

c. Organisasi yang mengimplementasikan program-program yang bertujuan banyak akan

menjadi rapuh akibat ketidakmampuan mereka untuk mencapai seluruh tujuan mereka

dan kerapuhan ini meningkatkan kepekaan mereka terhadap keinginan dan harapan

pemberi pengaruh politis mereka.

d. Politisasi kepemimpinan dalam sebuah organisasi akan menghambat operasi proses

umpan balik dan pembelajaran yang normal.

e. Popularitas politik akan mengisolasi sebuah organisasi dari umpan balik aktor birokratik

yang tidak berani mengkritisi bagian yang populer atau khawatir jika kritisi mereka

dapat menghancurkan lawan populernya. Dalam kedua kasus tersebut, organisasi yang

mengimplementasikan kebijakan akan mendapatkan sedikit bantuan dari organisasi yang

lain dalam upaya memperbaiki kinerja tugasnya.

f. Ketersediaan sumberdaya menghambat proses umpan balik, karena membiarkan

organisasi yang bersangkutan untuk menunda pengujian kritis pada setiap tindakannya.

Membelanjakan lebih banyak uang adalah alternatif yang mudah dan tidak menyakitkan

dari pengawasan mandiri yang kritis.

g. Popularitas meningkatkan kemampuan organisasi dan menurunkan kepekaannya terhadap

lingkungan. Informasi kritis tidak perlu didengarkan karena sangat tidak relevan dalam

menentukan status atau penganggaran (budget) sebuah organisasi. Organisasi yang

populer akan sanggup untuk tidak belajar dari kesalahan mereka.

Uraian di atas menunjukkan bagaimana karakteristik program ideologis tertentu dapat

melemahkan keefektifan implementasi atau pelaksanaan program, Popularitas politis

mendorong adanya ketidakjelasan tujuan dan menghambat proses pengendalian dan evaluasi

normal dalam organisasi pelaksana kebijakan.

Tantangan Bagi Evaluasi Rencana Untuk Menghasilkan Perencanaan yang Lebih Baik

Tidak mudah untuk menilai kualitas sebuah rencana. Perencana sering dapat

membedakan rencana dengan kualitas tinggi dari rencana yang berkualitas rendah. Tetapi,

mereka akan sangat mengalami kesulitan mendefinisikan secara eksplisit karakteristik kunci

untuk menilai kualitas rencana. Literatur perencanaan ternyata juga sangat jarang membahas

apa yang merupakan kualitas perencanaan yang baik. Profesi perencana umumnya

menghindari pertanyaan normatif ini, sebaliknya lebih terfokus pada metoda dan proses

pembuatan rencana. (Berke dan French,1994, 237-8 dalam Baer, 1997).

Ternyata pekerjaan merencana dalam konteks kultur perencananya juga akan

mendefinisikan kualitas perencanaan dengan cara berbeda. Rasmussen, et.al (2009)

mengadakan penelitian untuk mengkaji persamaan dan perbedaan mental model perencanaan

antara perencana operasional Amerika dan Inggris. Penelitian ini melakukan wawancara

analisis jaringan budaya dengan 14 perencana operasional yang berpengalaman di Amerika

Serikat dan Inggris. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan mendasar antara cara

perencana ahli Amerika dan Inggris mempertimbangkan sebuah rencana berkualitas tinggi.

Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa model perencana Amerika terfokus pada

spesifikasi tindakan untuk mencapai sinkronisasi, memberikan otonomi yang kecil di tingkat

pelaksanaan, dan mempunyai keyakinan bahwa meningkatkan pengungkapan berbagai

kemungkinan dalam perencanaan akan mengurangi risiko. Berbeda dengan model perencana

Amerika, model para perencana Inggris menekankan kesesuaian internal rencana untuk

mendukung munculnya kesadaran situasional bersama, dan oleh karenanya terdapat

fleksibilitas di tingkat eksekusi. Model Inggris juga menekankan keyakinan bahwa

mengurangi jumlah asumsi dalam rencana akan menurunkan risiko. Kesimpulan penelitian

menunjukkan bahwa bahkan mitra yang memiliki budaya yang sangat mirip seperti Amerika

Serikat dan Inggris, tetap akan mempunyai pandangan yang berbeda tentang bagaimana

memproses pembuatan keputusan dan rencana. Selain itu, terdapat pelajaran bahwa proses

dan sistem perencanaan harus dikembangkan sehingga dapat secara fleksibel disesuaikan

untuk dapat beroperasi dengan baik pada situasi kebiasaan pengambilan keputusan yang

berbeda secara kultural diantara semua mitra koalisi yang terlibat dalam proses perencanaan.

Evaluasi yang dimulai dari saat persiapan penyusunan rencana dapat diharapkan

menghasilkan perencanaan yang lebih baik, dikarenakan sesungguhnya perencanaan adalah

sebuah proses. Untuk mengevaluasi rencana, William Baer (dalam Waldner, 2004)

mengidentifikasi empat makna dari istilah "evaluasi rencana" berdasarkan yang melakukan

evaluasi, pada titik apa dalam proses perencanaan, dan dengan metode apa. Evaluasi

meliputi: (1) penilaian rencana (menjamin bahwa rencana menggambarkan kriteria rencana

itu sendiri), (2) pengujian dan evaluasi rencana (mengevaluasi cara-cara alternatif untuk

mencapai tujuan rencana itu), (3) kritik rencana (review subjektif sebuah rencana oleh

perencana lain, mirip dengan review film), (4) penelitian perbandingan dan evaluasi

profesional (membandingkan berbagai rencana, dengan atau tanpa mempertimbangkan hasil/

outcome), dan (5) evaluasi post hoc atas hasil/outcome rencana.

Baer, 1997 memperjelas bahwa untuk semua fase yang berbeda tersebut terkadang

digunakan kata yang sama. Untuk membedakannya, perlu dikenali siapa yang

menyelenggarakan evaluasi dan hubungan mereka dengan penyusun rencana; kapan evaluasi

dilakukan (yaitu pada tahap apa, selama persiapan rencana atau sesudah rencana

terselesaikan); dan akhirnya evaluasi tentang apa. Beberapa bentuk mengenai apa

diantaranya adalah :

1. Substansi alternatif rencana; dan/atau

2. Paket rencana- termasuk dokumen yang mengkomunikasikan (a) tujuan dan sasaran, (b)

kebutuhan dan permasalahan, (c) asumsi dan metoda penalaran, (d) usulan spesifik, bisa

jadi, (e) alat-alat implementasi (peraturan, penganggaran, dan lain-lain), dan/atau

3. Hasil/outcome pelaksanaan rencana.

Berbagai jenis evaluasi rencana yang dapat diselenggarakan pada beberapa tahapan

dalam proses pembuatan rencana.dapat dilihat pada gambar 1. Sementara, gambar 2

menunjukkan berbagai jenis evaluasi rencana post hoc. Sebenarnya dapat pula disimpulkan

bahwa, kriteria yang tepat untuk mengevaluasi sebuah rencana secara implisit ada dalam

konsep atau gagasan pembuatan rencana yang bersangkutan. Atau dengan kata lain, konsep

sebuah rencana dapat diterangkan hanya dengan mempertimbangkan kriteria untuk menilai

rencana itu sendiri. Setiap kali sebuah rencana disiapkan, penyusunnya harus memperjelas

kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi rencana tersebut. Upaya ini secara

langsung akan mempertajam pengertian mereka terhadap apa yang akan mereka lakukan.

Kriteria-kriteria ini akan tergambar dan direpresentasikan dalam dokumen rencana yang

dibuat, diantaranya adalah :

1. Penjelasan menyangkut konteks dokumen. Dalam dokumen rencana sebaiknya

terdapat keterangan mengenai konteks dan latarbelakang. Hal ini perlu dijelaskan karena

tidak tergambar dengan sendirinya secara nyata dan jelas untuk publik. Termasuk dalam

hal ini antara lain adalah :

Apakah konteks politis dan aspek legal dijelaskan dalam dokumen (misalnya,

apakah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki organisasi, adanya dikusi dan

pertimbangan publik dalam mewujudkan rencana, adanya topik yang menjadi

prioritas utama) ?

Apakah informasi yang menjadi latar belakang disajikan dalam rencana (seperti

alasan mengenai penyajian rencana) ?

Apakah rencana itu jelas-jelas menggambarkan siapa tujuan dari rencana (seperti

untuk masyarakat, untuk pemerintah daerah, untuk dunia swasta) ?

Apakah maksud rencana telah diutarakan (seperti untuk studi, informasi,

keputusan, rencana tindak) ?

Apakah terdapat gambaran mengenai kebutuhan persiapan rencana (seperti

jumlah orang/hari, orang/minggu, dlsb.) ?

Intinya kriteria ini menyangkut pertanyaan-pertanyaan apa dan bagaimana dokumen,

karena rencana dimaksud tidak dapat membuktikan dirinya sendiri kepada publik.

2. Pertimbangan “model rasional”. Dokumen rencana sebaiknya dapat menunjukkan

pertimbangan perencanaan dasar yang mengacu pada landasan teori serta kriteria tertentu.

Apakah permasalahan dapat ditemukenali secara spesifik dalam dokumen rencana

yang dibuat?

Apakah tujuan dan sasaran secara eksplisit telah diidentifikasi dalam dokumen

rencana yang dibuat?

Apakah ada beberapa alternatif yang dikemukakan atau paling tidak

dipertimbangkan dalam dokumen rencana yang dibuat ?

3. Keabsahan prosedural. Dokumen rencana sebaiknya menjelaskan siapa pembuat

rencana dan bagaimana pembuatan rencana, yang memberi informasi pada pembaca

tentang apa yang terjadi dalam pembuatan rencana tersebut. Termasuk dalam hal ini

beberapa pertanyaan berikut :

Siapa saja yang terlibat dalam perumusan perencanaan (staf dari beberapa

organisasi, kelompok masyarakat, politisi) ?

Bagaimana mereka dipilih untuk terlibat (karena keahlian, perhatian, sukarela,

atau pertimbangan lainnya) ?

Bagaimana bentuk keterlibatan mereka (dalam kelompok diskusi, pertemuan

publik, atau bentuk lain) ?

Bagaimana persoalan-persoalan teknis ditransformasikan ke dalam kebijakan

yang direkomendasikan (melalui pengetahuan biasa, pengalaman, pelatihan) ?

4. Ketepatan ruang lingkup. Dokumen rencana selayaknya menunjukkan bagaimana

rencana dihubungkan dengan lingkup yang lebih luas.

Apakah semua permasalahan telah dipertimbangkan (misalnya, aspek fisik, sosial,

ekonomi, politik, budaya) ?

Apakah hal yang menyangkut efisiensi dan keefektifan telah dipertimbangkan ?

Apakah distribusi biaya dan manfaat diantara berbagai kelompok telah

dipertimbangkan ?

Apakah implikasi-implikasi yang mungkin muncul juga dipertimbangkan ?

5. Arahan untuk implementasi. Hampir semua rencana dimaksudkan untuk dilaksanakan.

Oleh karenanya perlu dipertimbangkan instrumen-instrumennya (arahan, peraturan,

penganggaran, penjadualan, dll.), organisasinya, dan orang-orang yang bertanggungjawab

membuat rencana bisa dijalankan.

Apakah ada prioritas dalam implementasi rencana ?

Apakah ada rentang waktu pelaksanaan implementasi rencana ?

Apakah ada penjadwalan dan rencana koordinasi dalam rencana ?

6. Pendekatan, Data, dan Metodologi. Dimaksudkan untuk memperjelas basis teknis

rencana , jika ada, asal data dan bagaimana penggunaannya, sedemikian hingga orang

lain dapat memeriksa kerangka pikir rencana menggunakan sumber yang sama

Apakah rencana didasarkan pada sprektrum data yang luas dan layak ?

Apakah rencana cukup fleksibel yang memungkinkan data dan temuan baru dapat

dimasukkan ?

Apakah sumber data dikutip dari suatu sumber rujukan tertentu ?

Apakah sumber metodologi dikutip dari sumber rujukan tertentu ?

Apakah level agregasi data relevan dengan studi yang dilakukan ?

7. Kualitas Komunikasi. Memperjelas komunikasi di atas semuanya adalah perlu untuk

mendengar yang lain secara adil.

Apakah klien atau publik pembaca dikenali ?

Apakah gagasan-gagasan didorong untuk disampaikan ?

Apakah penalaran di balik keputusan telah ditunjukkan secara efektif ?

Apakah proposal/rekomendasi/kesimpulan konsisten terhadap sasaran ?

Apakah kriteria terindikasi melaluia rencana yang ditujukan untuk dinilai ?

8. Format Rencana

Apakah ukuran dan format bersesuaian dengan tujuan penggunaannya ?

Apakah tanggal publikasi ditunjukkan ?

Apakah perumus rencana ditunjukkan untuk menjelaskan tanggung jawab

profesional ?

Apakah ada daftar tabel ?

Apakah halaman-halaman dokumen diberi nomor ?

Apakah grafik-grafik digunakan untuk makdud terbaiknya ?

Apakah tata letak isi dokumen menarik ?

Dengan mengenali kriteria-kriteria tersebut dalam dokumen rencana yang akan disusun,

maka diharapkan akan diperoleh rencana yang lebih baik. Walaupun demikian, perlu pula

dipahami bahwa kriteria yang tepatpun belum tentu dapat dengan mudah digunakan.

Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan Daerah Menurut Permendagri

No. 54 Tahun 2010

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 menyampaikan definisi bahwa

pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan daerah adalah upaya mengendalikan

dan menilai kegiatan perencanaan pembangunan daerah agar terarah, sinergis, terpadu

mewujudkan pembangunan daerah dan pada akhirnya pembangunan regional dan nasional

menuju suatu kinerja tertentu yang diharapkan menyelesaikan masalah pembangunan yang

dihadapi.

Dalam hal perencanaan tahunan, maka fokus perhatian sebagai lingkup kajian di

arahkan pada rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). Berikut adalah matriks yang

menunjukkan ringkasan kegiatan pengendalian dan dan evaluasi yang diinstruksikan

peraturan menteri di atas.

Tabel 1. Perbandingan Aspek, Lingkup, Sasaran, Metoda, dan Waktu Pelaksanaan

Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah Sesuai

Permendagri No. 54 Tahun 2010

Aspek P&E terhadap kebijakan

perencanaan pembangunan

daerah

P&E terhadap pelaksanaan

perencanaan pembangunan

daerah

Evaluasi terhadap hasil

perencanaan pembangunan

daerah

Lingkup Perumusan kebijakan RKPD Pelaksanaan RKPD Hasil RKPD

Sasaran perumusan permasalahan

pembangunan daerah

perumusan rancangan

kerangka ekonomi daerah dan

kebijakan keuangan daerah

prioritas dan sasaran

pembangunan (RKPD) sesuai

program pembangunan daerah

(RPJMD);

rencana program dan kegiatan

prioritas (RKPD) sesuai indikasi rencana program

prioritas (RPJMD);

rencana program dan kegiatan

prioritas (RKPD) sesuai

prioritas pembangunan provinsi terutama program/

kegiatan yang mencakup atau

terkait dengan dua wilayah

kabupaten/kota atau lebih, maupun pada wilayah

perbatasan antar

kabupaten/kota;

rencana program dan kegiatan

prioritas daerah (RKPD) dalam rangka pencapaian sasaran

pembangunan jangka

menengah daerah serta pencapaian sasaran

pembangunan tahunan

provinsi;

sesuai dengan tahapan dan tata

cara penyusunan RKPD

kebijakan umum anggaran

telah mengacu prioritas dan

sasaran pembangunan tahunan

daerah (RKPD)

program dan kegiatan dalam

prioritas dan plafon anggaran

sementara (PPAS) mengacu

pada rencana program dan

kegiatan prioritas dalam RKPD

plafon anggaran dalam PPAS

mengacu pada pagu indikatif

dalam RKPD

pedoman penyusunan APBD

mencantumkan informasi

terkait KUA dan PPAS bagi SKPD dalam menyusun

rencana kerja dan anggaran

(RKA)

program dan kegiatan serta

indikator kinerjanya dalam renja SKDP tercantum dan

diakomodasi lebih baik dan

akurat dalam RKA

Memastikan bahwa target

rencana program dan kegiatan

prioritas daerah dalam RKPD dapat dicapai dalam rangka

mewujudkan visi pembangunan

jangka menengah daerah dan

mencapai sasaran pembangunan tahunan daerah

Metoda Pemantauan & supervisi dari

tahap penyusunan rancangan awal sampai dengan RKPD

ditetapkan dengan Peraturan

Bupati

Pemantauan dan supervisi

pelaksanaan RKPD

Penilaian hasil pelaksanaan

RKPD

Waktu Januari – Juni Tahun berjalan Juni – September Tahun berjalan Per Triwulan dengan

menggunakan hasil evaluasi

Renja OPD

a. Pengendalian dan Evaluasi Terhadap Kebijakan Perencanaan Pembangunan Daerah

Perumusan kebijakan yang antara lain berkaitan dengan perumusan permasalahan

pembangunan daerah, rancangan kerangka ekonomi daerah, kebijakan keuangan daerah

membawa pada perumusan prioritas dan sasaran pembangunan tahunan serta perumusan

rencana program dan kegiatan prioritas. Dalam hal ini, Permendagri dimaksud

mengarahkan agar semua rumusan tersebut sesuai dengan dokumen rencana jangka

menengah, prioritas pembangunan pada wilayah yang lebih tinggi (yaitu pada wilayah

provinsi atau nasional), juga harus dalam kerangka upaya pencapaian sasaran

pembangunan jangka menengah daerah dan pencapaian sasaran pembangunan

provinsi/nasional. Kemampuan teknokratis lembaga perencana dipertaruhkan dalam

proses perumusan kebijakan ini. Sementara, Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tidak

menjelaskan batasan ukuran kesesuaian yang dimaksud kecuali kesesuaian hanya melalui

pemeriksaan ada atau tidak adanya jenis kegiatan tertentu dalam penyusunan kebijakan

perencanaan pembangunan tahunan. Hal ini dapat dilihat dari formulir-formulir yang

digunakan dalam kegiatan pengendalian dan evaluasi. Jenis-jenis kegiatan yang

diarahkan untuk dinilai ukuran kesesuaiannya melalui keberadaannya atau ada dan tidak

adanya ditunjukkan pada matriks berikut.

Tabel 2. Jenis-Jenis Kegiatan dalam Perencanaan Pembangunan

Tahunan Daerah Yang Diarahkan Permendagri No. 54 Tahun 2010

Untuk Dinilai Kesesuaiannya Melalui Kriteria Keberadaan.

1. Pembentukan tim penyusun RKPD Daerah dan

penyusunan rencana kerja.

17. Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah

tahunan telah berpedoman pada kebijakan umum.

2. Pengolahan data dan informasi. 18. Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah

tahunan telah berpedoman pada program pembangunan

jangka menengah daerah.

3. Analisis gambaran umum kondisi daerah 19. Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah

tahunan telah mengacu pada RKP atau RKPD Provinsi.

4. Analisis ekonomi dan keuangan daerah. 20. Perumusan rencana program dan kegiatan prioritas

daerah dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah daerah.

5. Evaluasi kinerja tahun lalu. 21. Perumusan rencana program dan kegiatan prioritas daerah dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan

jangka menengah daerah.

6. Penelaahan terhadap kebijakan pemerintah. 22. Perumusan rencana program dan kegiatan prioritas

daerah dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan

tahunan nasional atau provinsi.

7. Penelaahan pokok-pokok pikiran DPRD. 23. Pendanaan program dan kegiatan prioritas berdasarkan

pagu indikatif untuk masing-masing SKPD telah

memperhitungkan prakiraan maju

8. Perumusan permasalahan pembangunan daerah. 24. Musrenbang RKPD yang bertujuan :

9. Perumusan rancangan kerangka ekonomi daerah dan

kebijakan keuangan daerah.

a. Menyelaraskan program dan kegiatan prioritas

pembangunan daerah dengan arah kebijakan,

prioritas dan sasaran pembangunan nasional atau provinsi serta usulan program dan kegiatan hasil

musrenbang kabupaten/kota atau kecamatan.

10. Perumusan RKPD sesuai dengan visi, misi, arah

kebijakan dan program Gubernur/Bupati/Walikota yang

ditetapkan dalam RPJMD.

b. Mengklarifikasi usulan program dan kegiatan yang

telah disampaikan masyarakat kepada pemerintah

daerah pada musrenbang RKPD kabupaten/kota/

kecamatan dan/atau sebelum musrenbang RKPD provinsi/kabupaten/kota dilaksanakan;

11. Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah. c. Mempertajam indikator dan target kinerja program dan kegiatan pembangunan provinsi/kabupaten/

kota.

12. Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah

tahunan telah berpedoman pada kebijakan umum dan

program pembangunan jangka menengah daerah .

d. Menyepakati prioritas pembangunan daerah serta

rencana kerja dan pendanaan.

13. Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah

tahunan telah mengacu pada RKP/ RKPD Provinsi

25. Berita Acara Hasil Musrenbang RKPD provinsi/

kabupaten/kota.

14. Perumusan program prioritas beserta pagu indikatif. 26. Sesuai dengan tahapan dan tata cara penyusunan RKPD

yang diatur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri

No.54 Tahun 2010.

15. Pelaksanaan forum konsultasi publik. 27. Dokumen RKPD yang telah disyahkan.

16. Penyelarasan rencana program prioritas daerah beserta

pagu indikatif.

b. Pengendalian dan Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Daerah

Pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan tahunan

dilakukan melalui perbandingan antara dokumen rencana pembangunan daerah tahunan

dengan dokumen pelaksanaannya seperti kebijakan umum anggaran (KUA), prioritas dan

plafon anggaran sementara (PPAS), rencana kegiatan dan anggaran (RKA) SKPD, serta

laporan triwulan. Pertanyaan kunci untuk menilai relevansi atau kesesuaian antara RKPD

dan Renja terhadap APBD sebagai berikut :

Apakah kebijakan umum anggaran mengacu pada prioritas dan sasaran pembangunan dalam RKPD? Apakah informasi tersebut telah sepenuhnya mengadopsi prioritas dan

sasaran pembangunan dalam RKPD?

Apakah penjabaran program dan kegiatan dalam PPAS mengacu pada atau

sepenuhnya telah mengadopsi rencana program dan kegiatan prioritas dalam RKPD?

Apakah plafon anggaran dalam PPAS mengacu pada pagu indikatif dalam RKPD?

Apakah pedoman penyusunan APBD mencantumkan informasi terkait KUA dan PPAS bagi SKPD dalam menyusun RKA? Apakah program dan kegiatan telah dipilah

dengan jelas bagi tiap SKPD? Apakah target kinerja program dan kegiatan prioritas

telah dicantumkan dengan jelas bagi SKPD? Apakah plafon sementara tercantum

dengan jelas bagi setiap SKPD?

Apakah program dan kegiatan serta indikator kinerjanya dalam Renja SKPD tercantum dan diakomodasi lebih baik dan akurat dalam RKA SKPD?

c. Evaluasi atas Hasil Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah

Evaluasi terhadap hasil rencana pembangunan daerah bertujuan untuk mewujudkan

kesesuaian antara capaian pembangunan daerah dengan indikator kinerja yang telah

ditetapkan. Indikator kinerja yang dimaksud adalah indikator kinerja yang ditetapkan

dalam lingkup nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Hasil evaluasi ini selanjutnya

menjadi umpan balik bagi perumusan kebijakan gubernur/bupati/walikota dalam

mewujudkan:

Konsistensi antara kebijakan dengan pelaksanaan dan hasil rencana pembangunan

daerah di wilayah kabupaten/kota;

Konsistensi antara RKPD kabupaten/kota dengan RPJMD kabupaten/kota; dan

Kesesuaian antara capaian pembangunan daerah dengan indikator-indikator kinerja yang telah ditetapkan secara nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

Dalam penilaian kinerja tersebut melalui evaluasi hasil perencanaan, gradasi nilai

(skala intensitas) kinerja suatu indikator dapat dimaknai sebagai berikut:

Hasil Sangat Tinggi dan Tinggi. Gradasi ini menunjukkan pencapaian/realisasi

kinerja capaian telah memenuhi target dan berada diatas persyaratan minimal

kelulusan penilaian kinerja.

Hasil Sedang. Gradasi cukup menunjukkan pencapaian/realisasi kinerja capaian telah memenuhi persyaratan minimal.

Hasil Rendah dan Sangat Rendah. Gradasi ini menunjukkan pencapaian/realisasi kinerja capaian belum memenuhi/ masih di bawah persyaratan minimal pencapaian

kinerja yang diharapkan.

Kesimpulan

Mengkaji apakah sebuah kebijakan yang telah dirumuskan akan dilaksanakan adalah

sebuah hal penting. Pada titik ini terhubung antara kebijakan dan pelaksanaannya. Seperti

telah diutarakan di awal, bisa saja sebuah kebijakan yang dirumuskan dengan tujuan besar

untuk kesejahteraan masyarakat melalui pendekatan proses “bottom-up”, melalui upaya yang

rumit, dan cukup melelahkan, tidak terlaksana atau tidak terimplementasikan. Beberapa hal

bisa menjadi penyebabnya, mulai dari permasalahan pengaruh politik dan kepentingan,

masalah popularitas, cara pandang para pembuat keputusan yang berbeda dengan para

perumus kebijakan, kapasitas mengartikulasikan sebuah rumusan kebijakan, pemasalahan

kultur perencanaan, hingga kualitas rencana itu sendiri.

Peraturan Menteri Dalam Negeri dengan No 54 Tahun 2010 sebagaimana diringkaskan

di atas menilai perumusan kebijakan rencana pembangunan tahunan melalui proses

perencanaannya, yaitu menilai apakah jenis-jenis kegiatan dan keluarannya dalam

perencanaan pembangunan tahunan daerah ada atau tidak ada (tabel 2). Pendekatan

pengendalian dan evaluasi rencana melalui prosesnya sejalan dengan pendapat Baer (1997).

Menurutnya, dimungkinkan sebuah bentuk evaluasi yang menilai rencana dari perwujudan

dokumen rencana itu sendiri. Sehubungan dengan itu, perencana harus menemukan kriteria

untuk menilai rencana dalam tahap ini dalam rangka untuk mendapatkan pemahaman penuh

atas apa yang mereka lakukan ketika menyiapkan rencana. Juga disarankan perlunya

memperhitungkan kriteria bagi rencana sebagai sebuah dokumen, termasuk bagaimana

perlunya mempertimbangkan kompetensi profesional rencana tersebut. Minimalnya, kriteria

ini harus dapat menjaga agar tidak terjadi error kelalaian serius dalam sebuah pendekatan

yang aman terhadap kegagalan. Kriteria positif harus tersedia agar rencana memenuhi standar

praktis yang disetujui secara profesional. Baer berhasil mengumpulkan daftar-daftar dari

berbagai kriteria parsial dari literatur dan membentuknya dalam daftar gabungan

sebagaimana diuraikan dalam 8 (delapan) butir klasifikasi dasar yang telah diuraikan

sebelumnya.

Pengkayaan pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan yang diatur oleh

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2010 dengan pemahaman kriteria

pengendalian dan evaluasi sebagaimana dirangkum dalam tulisan ini dalam perjalanannya

dapat menumbuhkan “paksaan” untuk penyelenggaraan kegiatan perencanaan yang dapat

menghasilkan keluaran perencanaan yang bermutu atau bernilai lebih baik. Pemahaman atas

berbagai aspek yang berkaitan dengan aktor-aktor serta popularitas politik yang

mempengaruhi pengambilan keputusan di dalam proses pelaksanaan/implementasi kebijakan

dapat dituangkan dalam kriteria pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan yang

dikembangkan oleh perumus rencana yang sedang disusun. Hal ini tentu saja dapat

menumbuhkan harapan baru dengan membaiknya tingkat pelaksanaan suatu rumusan

kebijakan yang tertuang dalam rencana pembangunan daerah tahunan ke dalam KUA, PPAS,

dan APBD setiap tahun.

Daftar Pustaka :

___________. 2010. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 Tentang

Pelaksanaan PeraturanPemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara

Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Alexander, Ernest R. 1992. A Transaction Cost Theory of Planning. Journal od the American

Planning Association 58,2:190-200.

Bastian, Indra. 2008, “Keterlambatan APBD Dalam Analisis Siklus”. Jurnal Akuntansi dan

Keuangan. Volume7, Nomor 2, September 2008, hlm 115-130.

Baer, William C. 1997. General Plan Evaluation Criteria: An Approach to Making Better

Plans. Journal of the American Planning Association 63 (3): 329-344.

Berke, Philip dan Steven P. French. 1994. The Influence of State Planning Mandates on

Local Plan Quality. Journal of Planning Education and Research 13,4:237-50.

Grindle, Merilee S. 1980. “Policy Content and Context in Implementation”. Politics and

Policy Implementation in The Thirld World. page : 3-39. editor :Grindle, Merilee S.

Princeton : Princeton University Press

Quick, Stephen A. 1980. “The Paradox of Popularity”. Politics and Policy Implementation in

The Thirld World. page : 40-63. editor :Grindle, Merilee S. Princeton : Princeton

University Press

Rasmussen, Louise J. dan Winston R. Stick. dan Paul Smart. 2009. “What Is a Good Plan?

Cultural Variations in Expert”. Journal of Cognitive Engineering and Decision

Making, Volume 3, Number 3, Fall 2009, pp. 228–249.

Planners’Concepts of Plan Quality

Rittel, Horst W. J. & Webber, Melvin M. 1973. “Dilemmas in General Theory of Planning”.

Policy Sciences 4 (1973), 155 – 169.

Satries, Wahyu Ishardono. 2011, “Mengukur Tingkat Partisipasi Masyarakat Kota Bekasi

Dalam Penyusunan APBD melalui pelaksanaan Musrenbang 2010”. Jurnal Kybernan.

Volume 2, Nomor 2, September 2011. hlm 89-130.

Sobari, Wawan.2007.Peningkatan Partisipasi Publik di Era Otonomi Daerah-Masih Sebatas

Instrumen. Artikel pada berita Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD), Jakarta.

Sugiarto, Bowo. 2010, “Membuka Diri Setengah Hati:Ruang Keterlibatan Warga dalam

Penyusunan APBD”. Jurnal UNAIR. Tahun 2010, Volume 23, Nomor 4. hlm 269-270.

Waldner, Leora Susan. 2004. Planning to Perform : Evaluation Models For City Planners.

Berkeley Planning Journal, 17. 1-28

Penulis :

Elisabeth Yuniarti, Ir, MT

NIP. 196306011989012001

Perencana Madya pada Bappeda Kabupaten Cianjur

Gambar 1. Beragam Tahap Evaluasi Pada Proses Perencanaan

(Model proses perencanaan diadopsi dari Alexander [1992] dalam Baer [1997])

Gambar 2. Evaluasi Post Hoc

(Model proses perencanaan diadopsi dari Alexander [1992] dalam Baer [1997])