artikel 5302410034
DESCRIPTION
PTK STUDENT FACILITATOR AND EXPLAININGTRANSCRIPT
PENINGKATAN KOMPETENSI MENGGUNAKAN PROGRAM APLIKASI MICROSOFT
WORD MELALUI PENERAPAN MODEL STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING DI
SMA NEGERI 2 UNGARAN
Artikel
Disajikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer
oleh
Khoirun Nisa Nurul Fitri
5302410034
PRODI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
1
PENINGKATAN KOMPETENSI MENGGUNAKAN PROGRAM APLIKASI MICROSOFT WORD MELALUI PENERAPAN MODEL STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING
Khoirun Nisa Nurul Fitri, H. Noor Hudallah
Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer, Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang, Semarang, Indonesia, 50229
e-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah ada peningkatan hasil belajar siswa dalam menggunakan program aplikasi Microsoft Word kelas X.3 di SMA Negeri 2 Ungaran tahun ajaran 2013/2014 melalui penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terselesaikan dalam dua siklus. Setiap siklusnya terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection). Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode tes, observasi, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan yaitu deskriptif kuantitatif dalam bentuk persentase untuk dilihat peningkatannya dari kegiatan prasiklus, siklus I, dan siklus II. Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan hasil belajar siswa, dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa ranah kognitif pada kegiatan pra siklus sebesar 65,50, meningkat pada siklus I menjadi 71,61 dan meningkat pada siklus II menjadi 80,28. Rata-rata hasil belajar siswa ranah afektif pada siklus I sebesar 68,68 meningkat pada siklus II menjadi 78,19. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa ranah psikomotorik pada siklus I sebesar 71,88 dan meningkat pada siklus II menjadi 78,94. Simpulan dari penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining dapat meningkatkan kompetensi siswa dalam menggunakan program aplikasi Microsoft Word, yang meliputi kompetensi siswa pada ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Kata kunci: Student Facilitator and Explaining, Microsoft Word, kompetensi
Abstract
The aim of this study was to analyze whether there is improvement of the students’ study result in using Microsoft Word application program at class X.3 of SMA Negeri 2 Ungaran in academic year 2013/2014 through applying Student Facilitator and Explaining learning model. This research is Classroom Action Research (CAR) which was done on two cycles. Every cycle consist of four steps were planning, action, observation and reflection. The method used to of collect data were test, observation and documentation. The method of analyzing which used was Quantitatif Descriptive in form of presentation to showed the improvement of pre-cycle, first cycle and second cycle activity. The result of the research showed there was improvement in students’ achievement, it was seen from the average of students’ cognitive achievement in pre-cycle activity was 65.50, improved in cycle 1 to 71.61 and in cycle 2 reached 80.28. the average of students’ affective achievement in cycle 1 was 68.68 increased in cycle 2 to 78.19. Then, the average of students’ psychomotor achievement in cycle 1 was 71.88 then increased to 78.94 in cycle 2. The conclusion of this research was the implementation of Student Facilitator and Explaining learning method can improve student competence in using Microsoft Word application program, which involved student competence in cognitive, affective and psychomotor domains.
Keywords: Student Facilitator and Explaining, Microsoft Word, competence
2
A. PENDAHULUAN
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang saling mempengaruhi antara
guru dan siswa. Dalam hal ini, kegiatan yang terjadi adalah guru mengajar dan siswa
belajar. Menurut E. Mulyasa (2006: 101), pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas
apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif,
baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan
kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya diri sendiri.
Berdasarkan hal tersebut di atas, upaya guru dalam mengembangkan keaktifan belajar
siswa sangatlah penting sebab keaktifan belajar siswa menjadi penentu bagi keberhasilan
pembelajaran yang dilaksanakan.
Menurut Oemar Hamalik (2005: 172), belajar tidak cukup hanya dengan
mendengar dan melihat tetapi harus dengan melakukan aktivitas yang lain diantaranya:
membaca, bertanya, menjawab, berpendapat, mengerjakan tugas, menggambar,
mengkomunikasikan, presentasi, diskusi, menyimpulkan, dan memanfaatkan peralatan.
Dalam pembelajaran, guru menyajikan permasalahan dan mendorong siswa untuk
mengidentifikasi permasalahan, mencari pemecahan, menyimpulkan hasilnya, kemudian
mempresentasikannya. Tugas guru sebagai fasilitator dan pembimbing adalah memberikan
bantuan dan arahan kepada siswa ketika siswa menemukan permasalahan dalam
penyelesaian tugas, selain berinteraksi dengan guru, siswa juga dapat bertanya dan
berdiskusi dengan siswa lain. Aktivitas dalam suatu pembelajaran bukan hanya siswa yang
aktif belajar tetapi dilain pihak, guru juga harus mengorganisasikan suatu kondisi yang
dapat mengaktifkan siswa dalam belajar. Oleh karena itu, salah satu usaha yang dapat
dilakukan guru adalah dengan merencanakan dan menggunakan model pembelajaran yang
dapat mengkondisikan siswa agar belajar secara aktif.
Menurut Anita Lie (2004: 8), salah satu model pembelajaran yang dapat
mengaktifkan siswa adalah pembelajaran kooperatif. Terdapat beberapa tipe dalam
pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah tipe Student Facilitator and Explaining.
Pada tipe ini, siswa atau peserta didik belajar mempresentasikan ide/ pendapat pada rekan
peserta didik lainnya. Model pembelajaran ini efektif untuk melatih siswa berbicara untuk
menyampaikan ide, gagasan, atau pendapatnya kepada siswa lain.
Menurut penelitian yang dilakukan Yeni Saraswati (2009) penerapan
pembelajaran kooperatif model Student Facilitator and Explaining (SFAE) dapat
3
meningkatkan minat dan hasil belajar siswa dilihat dari peningkatan rata-rata minat belajar
siswa yang cukup baik yaitu pada siklus I sebesar 74, pada siklus II meningkat menjadi 89.
Peningkatan nilai rata-rata prestasi belajar siswa sebelum diberi tindakan sebesar 66, pada
siklus I meningkat sebesar 76, pada siklus II meningkat sebesar 87. Sedangkan Rosida
Ilmiyah (2012) dalam penelitiannya mengatakan bahwa penerapan model Student
Facilitator and Explaining terbukti dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan di kelas X.3 di SMA Negeri
2 Ungaran, saat penulis melaksanakan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL)
diperoleh gambaran kondisi siswa pada saat proses pembelajaran TIK berlangsung, di
kelas X.3 menunjukan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar masih rendah dan
pasif, yaitu siswa cenderung hanya sebagai penerima saja. Pada saat guru memberikan
pertanyaan, siswa menjawab pertanyaan guru secara bersama-sama. Seorang siswa akan
menjawab pertanyaan guru jika ditunjuk oleh guru untuk menjawab. Jika diberi
kesempatan untuk bertanya, siswa hanya berbisik-bisik dengan teman bahkan sebagian
besar hanya diam. Siswa tidak mempunyai keberanian untuk bertanya maupun menjawab
pertanyaan.
Selain itu, pemahaman siswa terhadap materi TIK khususnya pokok bahasan
menggunakan perangkat lunak pengolah kata juga masih kurang dikarenakan guru tidak
pernah menanyakan kesulitan siswa, dan setiap ada penugasan baik tugas rumah maupun
tugas sekolah tidak ada penilaian dari guru sehingga siswa merasa tidak penting untuk
belajar.
Hasil belajar kelas X pada pokok bahasan menggunakan perangkat lunak pengolah
kata dilihat dari hasil ulangan harian didapatkan masih banyak siswa yang tidak tuntas
dengan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dan ketuntasan belajar belum sesuai dengan
indikator yang ditetapkan. KKM di sekolah tersebut yaitu 72 dan ketuntasan belajar
dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik
seluruhnya atau setidak-tidaknya kurang lebih 75% (E. Mulyasa, 2006: 102).
Metode pembelajaran yang biasa digunakan guru adalah metode ceramah dan
tanya jawab. Berdasarkan keterangan yang diberikan guru, guru pernah menerapkan
pembelajaran kooperatif. Siswa dikelompokkan dan diberikan tugas untuk mengerjakan
soal. Hasilnya siswa lebih aktif dalam kelas tetapi terdapat beberapa kendala, diantaranya
guru mengalami kesulitan mengkondisikan siswa karena siswa ingin selalu diperhatikan
sementara guru harus berkeliling pada semua kelompok satu persatu. Pada hal ini guru
4
tidak merancang kegiatan pembelajaran kelompok sebelumnya sehingga guru mengalami
kesulitan. Guru tidak mempresentasikan materi terlebih dahulu sehingga waktu banyak
digunakan untuk menjelaskan materi pada setiap kelompok. Guru juga tidak mengadakan
evaluasi untuk mengetahui apakah siswa memahami materi yang dipelajari pada saat
belajar kelompok. Evaluasi dilaksanakan pada mid semester saja. Hal ini menunjukan guru
belum melaksanakan pembelajaran kooperatif dengan baik.
Bertolak dari latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah yang akan
dikaji adalah: “apakah ada peningkatan hasil belajar siswa dalam menggunakan program
aplikasi Microsoft Word kelas X.3 di SMA Negeri 2 Ungaran tahun ajaran 2013/2014
melalui penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining”. Tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar siswa dalam
menggunakan program aplikasi Microsoft Word kelas X.3 di SMA Negeri 2 Ungaran
melalui penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining.
Anita Lie (2004: 12) mengungkapkan bahwa suatu sistem pengajaran yang
memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam
tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong” atau
pembelajaran kooperatif. Sedangkan menurut Etin Solihatin (2008: 4) Cooperative
Learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja
atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok,
yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan sangat dipengaruhi oleh
keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning adalah
model pembelajaran dimana siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil atau tim yang
anggotanya bersifat heterogen, yang terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan
rendah, baik itu perempuan maupun laki-laki dengan latar belakang yang berbeda-beda
untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar semua
anggota kelompok dapat belajar dengan maksimal.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terselesaikan
dalam dua siklus yang masing-masing siklusnya terdiri dari empat tahap, yaitu:
perencanaan (planning), pelaksanaan (action), pengamatan (observation), dan refleksi
5
(reflection). Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Ungaran yang beralamat di Jl.
Diponegoro No.277 Ungaran, Jawa Tengah. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas
X.3 yang terdiri dari 36 siswa dengan 12 siswa laki-laki dan 24 siswa perempuan. Metode
pengumpulan data yang digunakan meliputi: metode dokumentasi, metode tes untuk
mengukur hasil belajar siswa ranah kognitif, dan metode observasi untuk mengukur hasil
belajar siswa ranah afektif dan psikomotorik. Aspek-aspek afektif siswa yang diteliti
meliputi: tanggungjawab, kedisiplinan, perhatian siswa terhadap penjelasan guru, salaing
menghargai, dan percaya diri. Sedangkan aspek-aspek psikomotorik yang diteliti meliputi:
keterampilan menggunakan Microsoft Word, kemampuan mengidentifikasi menu-menu
dalam Microsoft Word, dan kerapian dalam mengerjakan tugas.
1. Perencanaan
Tahap perencanaan yang dilakukan diantaranya menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), menyususn soal-soal evaluasi, menyusun lembar observasi afektif
dan psikomotorik, dan menyusun Lembar Kerja Siswa.
2. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan yang dilakukan pada penelitian adalah menerapkan model pembelajaran
Cooperative Learning tipe Student Facilitator and Explaining pada mata pelajaran TIK
pokok bahasan menggunakan perangkat lunak pengolah kata.
Pada awal pertemuan diawali dengan mengadakan pre test untuk mengetahui tingkat
pemahaman dan kemampuan siswa dalam menggunakan program aplikasi Microsoft Word.
3. Pengamatan
Observasi dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Aktivitas siswa yang diamati yaitu aspek afektif dan aspek psikomotorik.
Aspek afektif meliputi: tanggungjawab, kedisiplinan, perhatian siswa terhadap penjelasan
guru, saling menghargai, dan aspek percaya diri. Sedangkan aspek psikomotorik yang
diamati meliputi: keterampilan menggunakan Microsoft Word, kemampuan
mengidentifikasi dan menggunakan menu dalam Microsoft Word, dan kerapian
mengerjakan tugas.
4. Refleksi
Refleksi dilaksanakan setelah pelaksanaan tindakan pada setiap siklus untuk
mengidentifikasikan kekurangan maupun kelebihan pelaksanaan pembelajaran.
6
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Hasil penelitian berupa hasil belajar siswa pada kompetensi menggunakan
Microsoft Word yang terdiri dari kompetensi pada ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik. Peningkatan hasil belajar siswa ranah kognitif dari kegiatan prasiklus, siklus
I, dan siklus II dapat dilihat pada tabel 1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar
siswa meningkat tiap siklusnya.
Tabel 1
Peningkatan Hasil Belajar Siswa Ranah Kognitif Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II
Keterangan Hasil Prasiklus
Hasil Siklus I
Hasil Siklus II
Nilai Tertinggi 78 82 90 Nilai Terendah 44 56 66 Rata-rata kelas 65,50 71,61 80,28
Ketuntasan Klasikal 36,11% 66,67% 91,67%
Gambar 1. Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa Ranah Kognitif Prasiklus,
Siklus I, dan Siklus II
Data hasil belajar siswa ranah kognitif diperoleh dengan menggunakan metode tes
yang dilakukan pada tiap akhir siklus dengan menerapkan model Cooperative Learning
tipe Student Facilitator and Explaining.
Hasil belajar siswa ranah afektif dinilai menggunakan lembar observasi afektif yang
meliputi aspek tanggungjawab, kedisiplinan, perhatian siswa terhadap penjelasan guru,
saling menghargai, dan aspek percaya diri yang diamati selama proses pembelajaran di
kelas berlangsung. Berikut merupakan tabel dan grafik perbandingan hasil belajar siswa
ranah afektif siklus I dan siklus II.
7
Tabel 2
Peningkatan Hasil Belajar Siswa Ranah Afektif Siklus I, dan Siklus II
Keterangan Hasil Siklus I Hasil Siklus II Nilai Tertinggi 80 90 Nilai Terendah 50 70 Rata-rata kelas 68,68 78,19
Ketuntasan Klasikal 86,11% 100%
Gambar 2. Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa Ranah Afektif Siklus I, dan Siklus II
Hasil belajar siswa ranah psikomotorik dinilai menggunakan lembar observasi
ranah psikomotorik yang meliputi aspek keterampilan mengaktifkan dan menonaktifkan
Microsoft Word, kemampuan mengidentifikasi dan menggunakan menu dalam Microsoft
Word, dan kerapian mengerjakan tugas. Berikut merupakan tabel dan grafik perbandingan
hasil belajar siswa ranah afektif siklus I dan siklus II.
Tabel 2
Peningkatan Hasil Belajar Siswa Ranah Psikomotorik Siklus I, dan Siklus II
Keterangan Hasil Siklus I Hasil Siklus II Nilai Terendah 83 92 Nilai Tertinggi 50 63 Rata-rata kelas 71,88 78,94
Ketuntasan Klasikal 61,11% 94,44%
Gambar 3. Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa Ranah Psikomotorik Siklus I, dan
Siklus II
8
2. Pembahasan
a. Siklus I
Pada siklus I, hasil belajar ranah kognitif, ranah afektif, maupun ranah
psikomotorik siswa masih belum dikatakan berhasil, hal itu dikarenakan belum memenuhi
indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Rata-rata hasil belajar ranah kognitif pada
siklus I sebesar 71,61 dengan persentase ketuntasan hanya 66,67%, rata-rata ranah afektif
siswa sebesar 68,68 dengan persentase ketuntasan mencapai 86,11%, dan rata-rata ranah
psikomotorik siswa pada siklus I sebesar 71,88 dengan persentase ketuntasan 61,11%.
Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan, ada beberapa faktor yang menyebabkan
rendahnya hasil belajar siswa pada siklus I, antara lain:
1. Pembagian kelompok yang dilakukan pada pertemuan pertama membuat keributan
dan menyita waktu pembelajaran.
2. Pada saat pengajar memberikan perintah untuk berdiskusi dan membuat bagan/ peta
konsep, siswa masih bingung untuk mengerjakannya. Hal tersebut disebabkan karena
siswa tidak terbiasa dengan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru.
3. Kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi kelompok belum terbangun dengan baik.
4. Siswa belum terbiasa untuk mengungkapkan pendapatnya di depan kelas sehingga
siswa masih sulit untuk dapat aktif dalam pembelajaran.
5. Minat siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan tekun masih rendah, hal ini terlihat
dari beberapa siswa yang masih berbicara sendiri dengan temannya ketika
pembelajaran berlangsung.
Dari kekurangan yang terjadi pada siklus I, guru dan peneliti melakukan
perbaikan dan merancang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada siklus II.
b. Siklus II
Hasil belajar ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa mengalami
peningkatan pada siklus II. Sebelum model pembelajaran Student Facilitator and
Explaining diterapkan rata-rata hasil belajar siswa ranah kognitif adalah 65,50 dan
mengalami peningkatan pada siklus I menjadi 71,61 dan pada siklus II meningkat menjadi
80,28 dengan persentase ketuntasan sebesar 91,67%. Rata-rata hasil belajar ranah afektif
siswa pada siklus I sebesar 68,68 dan meningkat pada siklus II menjadi 78,19 dengan
persentase ketuntasan 100%. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa ranah psikomotorik
9
pada siklus I sebesar 71,88 dan meningkat menjadi 78,94 pada siklus II dengan persentase
ketuntasan 94,44%.
Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan pada siklus II, peningkatan ini
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Alokasi waktu pembelajaran sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan, hal ini
dikarenakan pengajar mengarahkan kepada siswa agar pada pertemuan selanjutnya
siswa sudah harus duduk dengan kelompoknya masing-masing sebelum pembelajaran
dimulai.
2. Siswa mulai aktif dalam kegiatan pembelajaran, hal ini dikarenakan adanya motivasi
dan penghargaan yang diberikan oleh pengajar yaitu bagi siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan tekun dan serius serta aktif dalam diskusi kelompok, mampu
membuat dan menjawab pertanyaan dengan baik akan ditambah nilainya. Akan tetapi
apabila ketika pembelajaran berlangsung siswa membuat kegaduhan dan tidak serius
mengikuti pembelajaran nilainya akan dikurangi.
3. Terciptanya suasana kelas yang menyenangkan sehingga meminimalisir kejenuhan
dalam belajar.
4. Siswa merasa senang jika mereka mendapat pujian dan penghargaan karena aktif
dalam kegiatan pembelajaran, terlihat dari antusias siswa pada saat kegiatan
pembelajaran berlangsung.
Dengan demikian, pada siklus II hasil penelitian telah terpenuhi sesuai dengan
indikator yang telah ditentukan yaitu rata-rata ranah kognitif siswa mencapai nilai ≥75, dan
nilai rata-rata persentase ranah afektif dan ranah psikomotorik siswa mencapai 75%.
Hal tersebut terlihat dari hasil pembelajaran yang dicapai pada siklus II yaitu
sebagai berikut:
1. Nilai rata-rata ranah kognitif pada siklus II yang dicapai sebesar 80,28 dengan
persentase ketuntasan mencapai 91,67%.
2. Nilai rata-rata ranah afektif pada siklus II yang dicapai sebesar 78,19 dengan
persentase ketuntasan mencapai 100%.
3. Nilai rata-rata ranah psikomotorik pada siklus II yang dicapai sebesar 78,94 dengan
persentase ketuntasan mencapai 94,44%.
Dengan tercapainya indikator tersebut, maka pelaksanaan tindakan kelas tidak
dilanjutkan ke siklus berikutnya, dan untuk siswa yang pada siklus II nilai post tes nya
masih berada di bawah KKM diadakan remidial untuk memperbaiki nilainya, sedangkan
10
untuk siswa yang nilainya sudah di atas KKM dan siswa yang mengalami penurunan nilai
diadakan pengayaan.
D. PENUTUP
1. Penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining pada mata
pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) kelas X pada pokok bahasan
menggunakan perangkat lunak pengolah kata dapat meningkatkan kompetensi siswa
pada ranah kognitif, dilihat dari hasil post test yang diperoleh siswa pada siklus II.
2. Penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining dapat membuat
siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dan dapat membuat siswa menjadi lebih
percaya diri dalam mengungkapkan pendapatnya, hal itu dapat dilihat dari nilai ranah
afektif yang diperoleh siswa pada siklus II.
3. Penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining dapat
meningkatkan keterampilan siswa dalam menggunakan program aplikasi Microsoft
Word, hal itu dilihat dari nilai psikomotorik yang diperoleh siswa pada siklus II.
E. DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2004. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo. E. Mulyasa. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Etin Solihatin,dkk. 2008 Cooperative Learning. Jakarta: Bumi Aksara. Oemar Hamalik. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara. Rosida Ilmiyah. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Student Facilitator and
Explaining untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa (Study Kasus Sisa Kelas X APK SMK Wisnuwardhana Malang pada Mata Pelajaran Mengaplikasikan Keterampilan Dasar Komunikasi). Malang: Jurnal Universitas Negeri Malang.
On Line at: http://library.um.ac.id [didownload pada tanggal 5 Oktober 2013]. Yeni Saraswati. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Student Facilitator
and Explaining (SFAE) Untuk Meningkatkan Minat Belajar Fisika dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 1 Singosari. Malang: Jurnal Universitas Malang.
On line at: http://fisika.um.ac.id [didownload pada tanggal: 19 Oktober 2013].