artikel 3

20

Click here to load reader

Upload: sri-afni

Post on 08-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

artkel

TRANSCRIPT

Page 1: Artikel 3

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

HUBUNGAN ANTARA SANITASI MAKANAN DAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE BALITA DI KELURAHAN OESAPA

KECAMATAN KELAPA LIMA KUPANG TAHUN 2006

Asmirah Ina Lopi1, Marylin Junias2

Abstract: Diarrhea disease up to now still became the problem of society health in Indonesia, especially in Province of East Nusa Tenggara. This disease attack all of faction age, but the most of baby of susceptible in faction age the baby under five year. A lot of factor causing the happening of diarrhea disease, for example food processing, supply of clean water society and waste processing system. The research aim to know the relation between food sanitation (food processing) and environment (supply clean water and waste processing) society with the occurance of diarrhea among baby of under five year at Regency Oesapa, Kelapa Lima Subdistrict Kupang town in 2006. Research type used is cross sectional study. The population in research as much 1.134 baby under five year (1-4 Year) and sample as much 89 baby of under five year selected at random with the responden is child’s mother. Hypothesis examination use the test Chi-Square, but because ineligilility test is hence used by test of fisher’s exact. Continuation examination use the test Phi to know the relation of between variable dependent and independent. Result of research indicate that there no realtion between sanitation food by occurance is diarrhea baby under five year( = 0,343 , 0,05) and supply of clean water ( = 1,000 , >0,05) not there relation is relation of with of occurance of diarrhea baby under five year. While waste processing there is relation with the diarrhea occurance at baby of under five year ( = 0,018 , >0,05). Becaming its conclusion is there no relation between food sanitation and supply clean water with the occurance of diarrhea baby of under five year, but there is relation between waste processing with the occurance of diarrhea baby of under five year, with the storey level of relation sliverring.

Keywords: Sanitation, diarrhea, baby of under five year.

PENDAHULUANLatar Belakang

Wilayah Indonesia secara geografis merupakan daerah tropis dimana iklim dan lahannya cukup potensial untuk berkembang biaknya kuman penyebab penyakit sehingga mengganggu kesehatan masya-rakat. Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini hingga kini masih menjadi penyebab utama kematian, ter-utama pada kematian pada anak. (Astyani, 2005)

Insiden penyakit diare berkisar antara 400 kasus per 1000 pen-duduk, dimana 60-70% diantaranya adalah anak-anak usia dibawah lima tahun. Golongan umur ini mengalami dua sampai tiga periode diare per tahun. Menurut survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan oleh Depar-temen Kesehatan RI tahun 1980, 24,1% kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh diare. Diperkirakan terjadi kematian karena diare sebanyak 15.000-300.000 balita setiap tahun atau setiap 3 menit terdapat seorang balita yang meninggal karena diare. (Depkes RI, 1988).

1Alumni Jurusan Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja FKM Undana2Staf pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja FKM Undana

Page 2: Artikel 3

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

Angka kejadian diare yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kesehatan lingkungan, dalam hal ini terkait kondisi sanitasi makanan dan sanitasi lingkungan seperti penye-diaan air bersih dan pengolahan air limbah, serta keadaan gizi balita, faktor sosial ekonomi dan minimnya kesadaran masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pen-yakit diare. Penyakit diare di NTT menempati urutan ketiga dari seluruh penyakit yang dialami oleh penderita rawat jalan di sarana pelayanan kesehatan serta meru-pakan penyebab utama kematian di rumah sakit untuk golongan umur bayi dan balita (Dinkes RI, 2003). Tahun 2003 angka morbiditas diare sebanyak 9.665 orang dan tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 4.912 orang. Tetapi pada tahun 2005 meningkat kembali menjadi 9.999 orang (Dinkes Kota Kupang, 2006).

Kelurahan Oesapa merupakan salah satu kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Pasir Panjang. Berdasarkan Laporan Bulanan (LB I) Puskesmas Pasir Panjang tahun 2004, penyakit berbasis lingkungan yang mendu-duki posisi tertinggi adalah penyakit diare dengan jumlah kasus sebesar 1849 kasus, dimana dari total pasien yang berkunjung 1016 kasus atau 54,95% penderitanya adalah anak balita. Tahun 2005 penyakit diare meningkat lagi menjadi 2731 kasus.

Rumusan masalah yang dikaji dalam penulisan ini adalah apakah ada hubungan antara sanitasi makanan dan lingkungan dengan kejadian diare balita di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang Tahun 2006.

Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara sanitasi makanan dan lingkungan dengan kejadian diare balita di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang Tahun 2006. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk: (1) Mengetahui pengolahan makanan masyarakat di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang; (2)Mengetahui penyediaan air bersih masyarakat di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang; (3)Mengetahui peng-olahan air limbah masyarakat di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang; (4)Mengetahui hubungan antara pengolahan makanan dengan kejadian diare balita; (5)Mengetahui hubungan antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare balita; (6)Mengetahui hubungan antara pengolahan limbah dengan kejadian diare balita.

Sanitasi Makanan Sanitasi makanan adalah suatu pencegahan yang menitik beratkan pada

kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan mulai dari sebelum makanan diproses, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, pen-yajian sampai pada makanan dan minuman itu dikonsumsi oleh masyarakat. Penyelenggaraan sani-tasi makanan bertujuan untuk menyingkirkan resiko terkontaminasi oleh mikroorganisme pada tahap-tahap yang berbeda dalam produksi dan pemprosesan makanan (Bress,1995).

Agar sanitasi makanan terjamin, diperlukan pengolahan makanan secara saniter. Persyaratan pengo-lahan makanan yang saniter, teruta-ma dalam jasaboga menurut Mukono (2000) terbagi atas enam.

Persyaratan Untuk Tenaga Pengolah Makanan

2

Page 3: Artikel 3

Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita

Yang menjadi prasyarat untuk tenaga pengolah makanan adalah (1)Kondisi badan sehat dengan surat keterangan dokter; (2)Bebas dari penyakit menular; (3)Harus punya buku pemeriksaan kesehatan

Persyaratan Peralatan Dalam Proses Pengolahan MakananYang menjadi prasyarat dalam proses pengolahan makanan adalah (1)

Permukaan alat harus utuh, tidak cacat dan mudah dibersihkan; (2)Lapisan permukaan alat tidak mudah larut dalam asam/basa atau garam yang lazim dipakai dalam proses pengolahan makanan; (3)Apabila alat tersebut kontak dengan makanan maka alat tersebut tidak akan mengeluarkan logam berat beracun dan berbahaya, misalnya timah hitam, tembaga, seng, kadmium dan lain-lain; (4)Tutup wadah harus menutup sempurna; (5)Kriteria kebersihan ditentukan dengan angka kuman maksimum 100/cm2 permukaan dan bebas dari kuman E coli.

Cara Pengolahan MakananCara pengolahan makanan haruslah semua kegiatan pengolahn makanan

harus terlindung dari kontak langsung dengan tubuh, misalnya dengan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok atau garpu. Serta menghindari pencemaran makanan dengan menggunakan celemek, tutup kepala/tutup rambut dan tutup mulut, serta memakai sepatu khusus dapur.

Perilaku Tenaga Pengolah MakananPerilaku sehat tenaga pengolah selama pengolahan makanan, seperti tidak

merokok, tidak makan atau mengunyah, tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin, tidak berhias, tidak menggunakan pera-latan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya, selalu mencuci tangan sebelum bekerja, memakai pakaian kerja yang bersih dan pakaian pelindung dengan benar dan tidak dipakai di luar jam kerja.

Penyimpanan Bahan Mentah dan Makanan Jadi.Bahan makanan yang disimpan berupa bahan padat, ketebalan maksimum

10 cm dan syart kelembaban ruang penyimpanan berkisar 80-90%.

Penyimpanan Makanan Jadi Dalam mneyimpan makanan jadi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

(1)Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lainnya; (2)Makanan yang cepat busuk sebaiknya disimpan dalam suhu 65,5oC atau lebih atau disimpan dalam suhu dingin sekitar 4oC atau kurang; (3)Makanan yang cepat busuk untuk digunakan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam) sebaiknya disimpan dalam suhu dingin sekitar 5oC sampai 1oC; (4)Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan : jarak makanan dengan lantai 15cm, jarak makanan dengan dinding 5 cm dan jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.

Sanitasi LingkunganMenurut M.Alimin Umar (1990) dalam Mustakim Sahdan (2002), Sanitasi

lingkungan meliputi aspek yang sangat luas, hampir sebagian besar kehidupan manusia. Menurut Badudu (dalam Sahdan.2002), sanitasi lingkungan dapat diartikan sebagai pengawasan faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang dapat

3

Page 4: Artikel 3

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

berpengaruh buruk terhadap kesehatan jasmani, rohani dan sosial, termasuk pengawasan terhadap persediaan air, pembu-angan sekreta/tinja, air bekas pakai dan sampah, persyaratan rumah sakit, makanan (susu, daging dan lain-lain), kebersihan umum, pence-maran udara, tempat-tempat umum seperti pasar, kantor, bioskop, restoran dan lain-lain.

Lingkungan yang buruk menyebabkan timbulnya berbagai penyakit endemik kronis, seperti pengolahan sumber air rumah tangga, infeksi karena kontak langsung dengan atau tidak dengan feses manusia, infeksi karena disebabkan oleh arthropoda, keong, cacing dan vektor lain, pengotoran makanan dan minuman, perumahan yang sempit dan berdesak-desakan, penyakit hewan yang dapat menular ke manusia.

Penyediaan Air Bersih Air adalah materi esensial bagi kehidupan manusia dan mutlak harus ada

bagi kehidupan mahluk hidup, disamping sebagai pelarut yang baik. Sebagian besar tubuh manusia terdiri atas air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan terdiri atas air, anak-anak sekitar 65% dan bayi sekitar 80%. Pentingnya air bagi kesehatan dapat dilihat dari jumlah air yang ada dalam organ tubuh. Kehilangan 15% dari berat badan dapat menga-kibatkan kematian (Slamet, 1994).

Supaya air yang masuk dalam tubuh manusia, baik berupa minuman atau makanan tidak menyebabkan atau pembawa bibit penyakit, mutlak diperlukan suatu pengolahan air. Pengolahan air yang berasal dari sumber atau jaringan transmisi/distribusi diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagi sumber penyakit dengan air (Sutrisno, 1991).

Syarat air bersih sesuai dengan ketentuan WHO maupun Depar-temen Kesehatan serta American Public Health Association (APHA) adalah meliputi syarat kualitas fisik, biologis/bakteri-ologis dan secara kimia (Suriawiria, 1996). Di Indonesia, syarat kualitas air bersih digunakan Permenkes 416/ Menkes/PER/IX/1990 tentang Air Ber-sih, yaitu syarat fisik (jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau), syarat bakteorologis (tidak mengandung kuman parasit dan kuman-kuman patogenik), syarat kimia (tidak mengandung zat-zat yang berbahaya untuk kesehatan seperti zat-zat beracun dan tidak mengandung mineral serta zat-zat organik yang lebih tinggi dari jumlah yang ditentukan, seperti mangan, kadmium, arsen, klorida dan lain-lain), syarat radioaktif yaitu tidak mengandung bahan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Jumlah air untuk keperluan rumah tangga perhari tidak sama untuk tiap negara. Untuk Indonesia, kuantitas air bersih yang harus dipenuhi yaitu 60 liter/orang/hari untuk daerah pedesaan dan 100-150 liter/orang/hari untuk daerah perko-taan.

Air adalah sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan air merupakan media dari berbagai macam penularan penyakit, teru-tama penyakit perut. Air adalah pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai pada manusia (Sutrisno,1991).

Secara umum penyakit penyakit yang ditularkan oleh air dapat dibagi menjadi 4 cara, yaitu : (1)Penyakit yang ditularkan secara langsung melalui air minum yang mengandung kuman patogen, misalnya penyakit kholera, thypus, hepatitis dan lain-lain; (2)Penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air untuk peme-liharaan hygiene perorangan. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh cara

4

Page 5: Artikel 3

Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita

penularannya, seperti misalnya penyakit infeksi saluran pencernaan/ diare, dimana cara penularannya bersifat fecal oral dan ditularkan melalui alat-alat dapur yang dicuci dengan air. Selain itu yang erat hubungannya dengan hygiene per-orangan adalah penyakit infeksi kulit dan selaput lendir; (3)Penyakit yang ditularkan oleh bibit penyakit yang sebagian siklus hidupnya berada di dalam air, misalnya schistosomiasis yaitu penyakit yang disebabkan oleh cacing daun yang bersarang dalam pembuluh darah balik sekitar usus dan kandung kemih; (4)Penyakit yang ditularkan oleh vektor yang hidupnya bergantung pada air, misalnya nyamuk Aides aegepty, yang menjadi vektor penyakit demam berdarah.

Pengolahan Air LimbahMenurut Haryoto Kusnoputranto (1985) dalam Notoatmodjo (1997), air

limbah/air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri dan tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain menyatakan bahwa air limbah adalah kombinasi antara cairan dan sampah cair dari daerah pemukiman, industri, perkantoran dan perdagangan, bersama-sama dengan air permukaan, air tanah dan air hujan yang mungkin ada.

Ada lima cara pembuangan air limbah rumah tangga menurut Kusnoputranto (1985), yaitu (1)Pem-buangan umum, melalui tempat pembuangan air limbah yang terletak di halaman; (2)Digunakan untuk menyiram tanaman di kebun; (3)Dibuang kelapangan peresapan; (4)Dialirkan ke saluran terbuka; (5)Dialirkan ke saluran tertutup atau selokan.

Melihat kemungkinan zat-zat yang terkandung didalamnya, maka air limbah tidak boleh langsung dibuang sebelum dilakukan pengo-lahan terlebih dahulu karena efek atau dampaknya dapat mengganggu kesehatan dan keseimbangan ling-kungan hidup.

Penyakit DiarePengertian Diare

Diare berasal dari bahasa latin diarrhoea, yang berarti buang air encer lebih dari empat kali baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Menurut Depkes (2003), diare adalah buang air besar lembek atau cair bahkan berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali alau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari.

Etiologi Penyakit DiareDalam buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak I FK IU (1985), etiologi diare dapat

dibagi dalam beberpa faktor, antara lain faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan dan faktor psikologis. Dari keempat faktor tersebut, faktor infeksi merupakan penyebab utama diare pada anak.

Selain itu, ada juga faktor diet dimana serangan diare dapat terjadi karena terlalu banyak makan makanan yang sulit dicerna seperti kacang, cabai dan beberapa jenis obat tradisional yang menyebabkan rangsangan pada usus (Jelliffe, 1994)

Epidemiologi Penyakit DiareKuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain

melalui makanan/nimuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung

5

Page 6: Artikel 3

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

dengan tinja penderita. Dalam Depkes RI, 2003, terdapat beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare, yaitu (1)Tidak mem-berikan air susu ibu (ASI) secara penuh pada 6 bulan pertama kehidupan; (2)Menggunakan botol susu; (3)Menyimpan makanan masak pada suhu kamar; (4)Meng-gunakan air minum yang tercemar; (5)Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar (BAB) dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak; (6)Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar.

Faktor Pejamu Beberapa faktor pada pejamu dapat meningkatkan insiden, bebe-rapa

penyakit dan lamanya diare, seperti: (1)Tidak memberikan ASI sampai dua tahun, padahal ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi dari kuman penyebab penyakit diare: shigella; (2)Kurang gizi; (3Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh pende-rita; (4)immunodefisiensi/immunosu-presi. Keadaan ini mungkin berlang-sung sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin berlangsung lama seperti pada penderita AIDS. Pada anak immuno-supresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak patogen dan mungkin berlangsung lama. (5)secara proporsional diare lebih banyak pada golongan balita (55%).

Faktor Lingkungan dan PerilakuPenyakit diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Dua

faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, seperti melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (depker RI, 2003).

Menurut Dinur (1995) dalam Toyo (2005), sebagi tolak ukur tingkat kesehatan lingkungan adalah fasilitas air bersih terlindung yang mudah diperoleh, tempat pembu-angan kotoran, tempat pembuangan air limbah yang sehat, juga pemukiman yang sehat dan kebersihan pemberantasan serang-ga penyebar penyakit.

Pencegahan Penyakit DiareCara pencegahan diare yang benar dan efektif dalam Depker RI (2003)

adalah (1)Pemberian ASI; (2)Makanan pendamping ASI; (3)Penggunaan air bersih yang cukup; (4)Perilaku mencuci tangan; (5)Perilaku menggunakan jam-ban; (6)Membuang tinja bayi dengan benar (7)Pemberian imunisasi campak.

METODEJenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, yaitu penelitian non eksperimental dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek berupa penyakit atau status kesehatan tertentu, dengan model pendekatan point time. Variabel-variabel yang termasuk faktor

6

Page 7: Artikel 3

Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita

resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada saat yang sama (Pratiknya,2001).

Populasi dan SampelPopulasi pada penelitian ini adalah seluruh Ibu yang memiliki balita, yang

berada di Kelurahan Oesapa yang tercatat sejak September 2004 sampai September 2995 yaitu sejumlah 1.134 orang. Sedangkan sampel diambil secara acak (simple random sample) yaitu setiap anggota unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo, 2002).

Penentuan besar sampel meng-gunakan rumus Cohcran, yaitu

nnf = 1+ n/N

n = Z 2 . p.q d2 (Rudiansyah, 1991)

Keterangan :nf : besar sampeln : besar sampel sebelum dikoreksiN : besar populasi = 1.134 P : perkiraan proporsi (prevalensi) penyakit atau paparan pada populasi. Bila proporsi tidak diketahui maka digunakan 50% (0,5).q : 1 – pZ : 1,96 (didapat dari convidence interval 96%)d : degree of reability = 10% = 0,1

n = (1,96) 2 . 0,5 . 0,5 (0,1)2

= 0,96040,01

= 96,04

nf = 96,04 1+ 96,04

1.134= 88,54= 89

Berdasarkan hasil perhitungan, maka sampel penelitian sebanyak 89 orang balita.

Variabel PenelitianVariabel Bebas

Variabel bebas dari penelitian ini adalah Pengolahan makanan, Penyediaan air bersih dan Pengolahan limbah

Variabel Terikat Variabel terikat dari penelitian ini adalah Kejadian diare.

7

Page 8: Artikel 3

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian dilaksanakan di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota

Kupang, mulai bulan Januari sampai Februari 2006.

HASILGambaran Umum Responden

Responden dalam penelitian ini adalah ibu-ibu balita di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. Jumlah responden seluruhnya sebanyak 89 orang dengan karakteristik yang berbeda.

Tabel 1. Distribusi Responden Berda sarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah %Tidak sekolahSDSLTPSMUPerguruan Tinggi

32531264

3.428.134.829.24.5

Total 89 100

Berdasarkan Tabel 1 maka responden yang berlatar belakang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) paling banyak, yaitu 31 orang atau 34,8%. Sedangkan yang paling sedikit adalah responden yang tidak sekolah atau pernah sekolah tetapi tidak tamat Sekolah Dasar (SD), yaitu seban-yak 3 orang atau 3,4%.

Gambaran Umum Sampel PenelitianGambaran karakteristik sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jeniskelamin

Kejadian diareJumlah

PenderitaBukan

penderitan % n % N %

Laki-laki 5 10.6 42 89.4 47 52.8Perempuan 2 4.8 40 95.2 42 47.2

Total 7 7.9 82 92.1 89 100

Berdasarkan Tabel 2, dapat lihat bahwa dari total 89 sampel, 47 balita atau 52,8% diantaranya adalah laki-laki dan balita perempuan sebanyak 42 orang atau 47,2%. Jadi jumlah sampel balita laki-laki lebih banyak dari balita perempuan.

Tabel 3. Distribusi Sampel Berda- sarkan Kelompok Umur

Kejadian diare Jumlah

8

Page 9: Artikel 3

Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita

Jenis kelamin

PenderitaBukan

penderitan % n % N %

1 tahun 4 17.4 19 82.6 23 25.82 tahun 1 4.0 24 96.0 25 28.13 tahun 1 3.8 25 96.2 26 29.24 tahun 1 6.7 14 93.3 15 16.9

Total 7 7.9 82 92.1 89 100

Berdasarkan Tabel 3 tersebut, sampel penelitian terbanyak terdapat pada kelompok umur 3 tahun yaitu 26 orang balita atau 29,9% dan yang terkecil pada kelompok umur empat tahun sebanyak 15 orang balita atau 16,9%.Pengolahan Makanan di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang

Pengolahan makanan responen terkait dengan kebersihan peralatan masak dan kualitas bahan makanan. Berdasarkan hasil penelitian, peralatan masak setelah digunakan dibersihkan kemudian disimpan di tempat penyimpanan/rak piring. Apabila peralatan tersebut hendak dipakai kembali, sebagian besar responden akan langsung menggu-nakannya tanpa membersihkannya terlebih dahulu dengan kain pembersih atau dicuci lagi dengan air. Untuk peralatan yang masih basah, apabila hendak digunakan umumnya langsung dipakai tanpa dikeringkan terlebih dahulu.

Bahan-bahan makanan, misal-nya sayur-sayuran, responden tidak menyimpannya sampai beberapa hari melainkan langsung dimasak dalam keadaan segar. Kecuali bagi responden yang memiliki lemari pendingin/kulkas maka dapat menyimpannya sampai beberapa hari. Berdasarkan wawancara, sayur-sayuran yang hendak dimasak oleh sebagian besar responden dicuci terlebih dahulu kemudian baru dipotong. Tetapi ada sebagian responden yang memotongnya/ meraciknya terlebih dahulu baru dicuci dan dimasak. Demikian juga dengan ikan maupun daging, umumnya langsung dimasak dalam keadaan masih segar.

Penyediaan Air Bersih di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyediaan air nersih responden di Kelurahan Oesapa berasal dari sumur gali. Setiap kepala keluarga umumnya mempuntai satu sumur gali, bahkan 2 sumur gali. Tetapi ada juga responden yang tidak memiliki sumur gali atau sumber air lainnya. Keluarga yang memiliki dua sumur gali ini disebabkan karena adanya pemisahan antara sumur gali sebagai sumber air bersih dan sumber air minum. Keluarga yang tidak memiliki sumber air ini biasanya mengambil air bersih dari sumur gali tetangganya.

Walaupun hampir semua kepala keluarga memiliki sumur gali, tetapi tidak semua sumber air tersebut digunakan untuk minum. Dari 89 sampel, 6 responden (6,7%) membeli air dari sumber air lainnya karena alasan apabila diminum terasa tidak enak, biarpun kebiasaan penduduk yang merebus air tersebut sampai mendidih sebelum digunakan sebagai air minum. Dan diantaranya 1(satu) responden (1,1%) menderita diare.

9

Tabel 4. Tabel Hubungan Antara Pengolahan Makanan Dengan Kejadian Diare Balita

Pengolahan makanan

Kejadian diareJumlahPenderita Bukan penderita

n % n % N %Memenuhi syarat 1 20.0 4 80.0 5 5.6Tidak memenuhi syarat 6 7.1 78 92.9 84 94.4Total 7 7.9 82 92.1 89 100Sumber : Data Primer

Tabel 5. Tabel Hubungan Antara Penyediaan Air Bersih Dengan Kejadian Diare Balita

Penyediaan air bersih

Kejadian diareJumlahPenderita Bukan penderita

n % n % N %Baik 2 8.7 21 91.3 23 25.8Tidak baik 5 7.6 61 92.4 66 74.2Total 7 7.9 82 92.1 89 100Sumber : Data Primer

Tabel 6. Tabel Hubungan Antara Pengolahan Air Limbah Dengan Kejadian Diare Balita

Pengolahan Air limbah

Kejadian diareJumlahPenderita Bukan penderita

n % n % N %Baik 4 25.0 12 75.0 16 18.0Tidak baik 3 4.1 70 95.9 73 82.0Total 7 7.9 82 92.1 89 100Sumber : Data Primer

Page 10: Artikel 3

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

Pengolahan Air Limbah Di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang

Air limbah yang dihasilkan dari rumah tangga cukup banyak jumlahnya. Di Kelurahan Oesapa, masyarakat ada yang mempunyai saluran pembuangan air limbah (SPAL) dan ada juga yang tidak. Ada beberapa faktor penyebab masyarakat tidak mempunyai SPAL, diantaranya karena sempitnya lahan perumahan sehingga apabila dibuat SPAL maka akan melewati halaman/pekarangan rumah tetangga-nya.

Air buangan dari kamar mandi langsung dialirkan ke pekarangan yang ditanami dengan tanaman kebun, seperti pisang. Sedangkan air limbah dari dapur dan aktivitas rumah tangga lainnya langsung dibuang ke halaman dan meresap

10

Page 11: Artikel 3

Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita

dalam tanah. Demikian juga di sekitar sumur gali, tidak terdapat SPAL sehingga air langsung meresap kembali ke dalam tanah.

Hubungan Antara VariabelHubungan antara pengolahan makanan dengan kejadian diare balita diuji

dengan uji statistik Fisher’s Exact, pada Tabel 4. Hubungan antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare balita dapat ditentukan dengan menggunakan uji statistik Fisher’s Exact disajikan pada Tabel 5 dan hubungan antara pengolahan air limbah dengan kejadian diare balita terhadap 89 sampel penelitian ditentukan dengan uji statistik Fisher’s Exact dapat dilihat pada Tabel 6.

Hasil analisis statistik pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai = 0,343 ( 0,05) sehingga Ho diterima, artinya tidak ada hubungan antara pengolahan makanan dengan kejadian diare balita.

Berdasarkan hasil analisis statistik hubungan antara penye-diaan air bersih dengan kejadian diare balita pada Tabel 5, menunjukkan bahwa nilai = 1,000 ( 0,05) sehingga Ho diterima, artinya tidak ada hubungan antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare balita.

Berdasarkan hasil analisis statistik hubungan antara pengolahan air limbah dengan kejadian diare balita pada Tabel 6, menunjukkan bahwa nilai = 0,018 ( 0,05) sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan antara pengolahan makanan dengan kejadian diare balita.

Sedangkan untuk hubungan keeratan/kuatnya hubungan antara pengolahan air limbah dengan kejadian diare balita adalah sebesar 0.289 yang berarti mempunyai hubungan yang sedang.

PEMBAHASANHubungan antara Pengolahan Makanan dengan Kejadian Diare Balita

Manusia dan mahluk hidup lainnya memerlukan makanan untuk kelangsungan hidupnya. Makanan yang dikonsumsi terdiri dari bermacam zat gizi yang terkandung di dalamnya. Agar makanan sehat, makanan harus terbebas dari kontaminasi seperti debu dan binatang (kecoak,tikus,lalat,dan lain-lain). Makanan yang terkontaminasi dapat menyebabkan penyakit (food borne disease), salah satunya adalah diare.

Berdasarkan Tabel 4, balita dengan pengolahan makanan yang memenuhi syarat, 1 orang (20%) menderita diare dan 4 orang (80%) tidak menderita diare. Sedangkan balita dengan pengolahan makanan yang tidak memenuhi syarat, 6 orang (7,1%) menderita diare dan 78 orang (92,9%) tidak menderita diare. Hasil

11

Page 12: Artikel 3

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

analisa statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengolahan makanan dengan kejadian diare pada balita. Sejalan dengan hasil penelitian Astyani (2005) tentang hubungan antara sanitasi makanan dan lingkungan dengan kejadian diare pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari tahun 2005, yang me-nunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengolahan makanan dengan kejadian diare pada balita.

Penyakit diare dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti misalnya ketidakmampuan mencerna zat gula/susu sapi dalam diet (Addy,1993) dan juga perilaku menyimpan hidangan yang tidak baik sehingga terkontaminasi bibit penyakit yang dibawa oleh vektor/lalat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Toyo (2005), bahwa risiko terjadinya diare pada balita yang keluarganya menyimpan hidangan/makanan secara terbuka mempunyai risiko terjadi diare 3,35 kali lebih besar daripada balita yang keluarganya menyimpan makanan /hidangan secara tertutup. Selain itu, pendidikan ibu juga mempengaruhi risiko kejadian diare. Pada daerah penelitian 31 orang responden (34,8%) adalah tamatan SLTP dan 35% tamatan SLTA. Dalam Depkes RI 1990, hubungan antara tingkat pendidikan ibu semakin memberi dampak positif terhadap kesehatan anak. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Toyo (2005) bahwa resiko kejadian diare balita dengan ibu berpendidikan rendah 1,18 lebih besar dari pada ibu berpendidikan tinggi.

Dari uji statistik yang dilakukan pada penelitian ini, tidak menun-jukkan adanya hubungan antara pengolahan ma-kanan dengan kejadian diare. Hal ini dapat dipengaruhi oleh proses pengo-lahan/pemasakan yang dilakukan oleh responden. Karena menurut Mukono (2000), pemasakan yang tidak sempurna pada daging, telur dan susu akan menyebabkan makanan tersebut peka dan memudahkan organisme untuk berkembang didalamnya.

Hubungan antara Persediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare BalitaPenyakit diare adalah salah satu penyakit berbasis lingkungan, dimana dua

faktor yang dominan dalam penularannya adalah penye-diaan air bersih dan pembuangan kotoran/tinja manusia. Menurut Heru (1995) dalam Toyo (2005) pema-kaian air yang tidak bersih menjadi penyebab utama kejadian diare. Hal ini sejalan dengan Thaha (1995) dan Ahmad dalam Astyani (2005) bahwa episode kejadian diare lebih mengacu pada kesehatan ling-kungan, jika sarana air bersih kurang dan tidak memenuhi syarat sehingga resiko diare selalu ada.

Berdasarkan Tabel 5, balita dengan penyediaan air bersih baik 2 orang (8,7%) menderita diare dan 21 (91,3%) tidak menderita diare. Sedangkan balita dengan penye-diaan diare tidak baik, 5 orang (7,6%) menderita diare dan 61 0rang (92,4%) tidak menderita diare. Hasil statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare. Jadi dapat disimpulkan bahwa balita dengan penyediaan air bersih baik dan tidak mempunyai peluang yang sama dalam risiko diare. Hal ini dapat dikatakan karena berdasarkan dari hasil penelitian, sumber air yang ada banyak yang tidak memenuhi kesehatan karena terdapat sumber pencemaran disekitarnya, seperti jarak jamban, gengan air dan tumpukan sampah. Dalam Depkes Ri 2003, pencemaran air dapat terjadi bila tempat penyimpanannya tidak tertutup baik. Penelitian Toyo (2005) menunjukkan bahwa resiko kejadian diare balita yang keadaan tempat penampungan airnya kotor 4,96 kali lebih besar daripada keluarga yang tempat penampungan air bersihnya baik dan tertutup.

12

Page 13: Artikel 3

Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita

Bila sumber penyediaan air bersihnya memenuhi syarat tapi bila penyimpanannya tidak baik, maka akan meningkatkan risiko diare. Sebaliknya bila penyediaan air bersih tidak baik tetapi kondisi ketahanan tubuh balita baik, maka akan mengurangi risiko terjadinya diare. Selain itu juga perilaku responden juga mempengaruhi kejadian diare. Berdasarkan penelitian walaupun penyediaan air bersih masyarakat kelurahan Oesapa tidak memenuhi syarat, tetapi pada pengolahannya air tersebut direbus/dimasak sampai mendidih terlebih dahulu sebelum digunakan untuk air minum. Hal ini yang dapat membantu mematikan kuman patogen dalam air.

Hubungan antara Pengolahan Air Limbah dengan Kejadian Diare BalitaAir limbah merupakan air buangan yang volumenya mencapai 80% dari air

yang digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari. Air limbah yang tidak dibuang pada tempat penampungan/ saluran air limbah dapat mencemari lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa masya-rakat umumnya tidak memiliki saluran pembuangan air limbah (SPAL), baik yang berasal dari rumah maupun disekitar sumur gali sehingga dapat mencemari sumber air bersih yang ada. Seperti yang terdapat dalam Andi Aziz Masnah (2002) dalam Astyani (2005) dinyatakan bahwa sumber airminum dan air permukaan tanah yang telah tercemar akibat pengelolaan air limbah yang tidak baik akan menjadi temapt berkembangbiaknya bibit penyakit dan vektor penyebab penyakit. Pada tabel 6 yang menggambarkan hasil penelitian, balita dengan pengolahan air limbah baik 4 orang (25%) menderita diare dan 12 (75%) tidak menderita diare. Sedangkan balita dengan pengo-lahan air limbahnya tidak baik, 3 orang (4,1%) menderita diare dan 70 (95,9%) tidak menderita diare. Hasil analisis statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengolahan air limbah dengan kejadian diare balita dengan tingkat keeratan hubungan sedang.

Hasil penelitian Astyani (2005) juga menyatakan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara pengolahan air limbah dengan kejadian diare balita. Penelitian yang dilakukan oleh Benufifnit (2005) juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara ketersediaan dan kondisi pembuangan air limbah dengan kejadian diare balita.

SIMPULAN DAN SARANSimpulanDari hasil penelitian dapat disimpulkan: (1)Pengolahan maka-nan masyarakat di Kelurahan Oesapa sebanyak 5 responden (5,6%) memenuhi syarat dan 84 responden (94,4%) tidak memenuhi syarat; (2)Penyediaan air bersih masyarakat di Kelurahan Oesapa sebanyak 23 responden (25,8%) memenuhi syarat dan 66 responden (74,2%) tidak memenuhi syarat; (3)Pengolahan air limbah masya-rakat di Kelurahan Oesapa se-banyak 16 responden (18%) memenuhi syarat dan 84 responden (82%) tidak memenuhi syarat; (4)Tidak ada hubungan antara pengolahan makanan dengan kejadian diare balita di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang ( = 0,343 , 0,05), artinya balita dengan pengolahan makanan yang memenuhi syarat dan yang tidak memenuhi syarat mempunyai peluang yang sama dalam kejadian diare; (5)Tidak ada hubungan antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare balita di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang ( = 1.000 , 0,05), artinya balita dengan penyediaan air bersih yang memenuhi syarat dan yang tidak memenuhi syarat mempunyai peluang yang sama dalam kejadian diare;

13

Page 14: Artikel 3

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

(6)Ada hubungan antara pengolahan air limbah dengan kejadian diare balita di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang ( = 0,018 , 0,05), artinya balita dengan pengolahan air limbah yang tidak memenuhi syarat mempunyai peluang yang lebih besar dalam kejadian diare, dengan tingkat keeratan hubungan sedang ( = 0,298).

SaranBeberapa hal yang dapat menjadi masukan dari penelitian ini antara lain:

Kepada semua instansi pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas dan Dinas Kesehatan agar dapat meningkatkan pengeta-huan masyarakat terutama yang berkaitan dengan pentingnya sanitasi lingkungan, khususnya pengolahan air limbah sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit menular, seperti diare pada balita. Serta perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap variabel-variabel lain yang dapat menyebabkan kejadian diare pada balita.

DAFTAR PUSTAKA

Astyani.N, 2005, Hubungan Antara Sanitasi Makanan dan Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari, Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. FKM Unhas, Makasar.

Benufinit.S.H , 2005, Hubungan Antara Status Gizi, kebiasaan Ibu dalam Memberikan Makanan dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Balita. Skripsi FKM Undana, Kupang.

Bress.P, 1995, Petunjuk Praktis Tindakan Darurat Kesehatan Masyarakat pada KLB, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dinkes propinsi NTT, 2003, Laporan Tahunan Seksi Upaya Kesehatan Dasar Propinsi NTT. Propinsi NTT, Kupang.

Depkes RI, 1997, Petunjuk Pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan Penanggulangan KLB Diare, Ditjen PPM dan PLP, Jakarta.

Jelliffe.D.B, 1994, Kesehatan Anak Di Daerah Tropis, Bumi Aksara, Jakarta.Mukono.H.J, 2000, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Airlangga University

Press, Surabaya.Notoatmodjo.S, 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.Pratiknya.A.W, 2001, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan, Raja Grafindo Persad, JakartaSahdan .M, 2002, Studi Sanitasi Lingkungan Pemukiman Pengungsi Timor Timur

dan Jenis Penyakit di Desa Noelbaki Kupang, Skripsi STIK Tamalatea, Yayasan Pendidikan Tamalatea, Makasar.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak I Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta.

Sutrisno.T,1991, Tehnologi Penyediaan Air Bersih, . Rineka Cipta, Jakarta.Toyo.M, 2005, Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Diare Pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Oesao Kabupaten Kupang Propinsi NTT Tahun 2005, Skripsi FKM Undana, Kupang

14