arsitektur tropis

11
ARSITEKTUR TROPIS ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIAKonsep rumah tropis, pada dasarnya adalah adaptasi bangunan terhadap iklim tropis, dimana kondisi tropis membutuhkan penanganan khusus dalam desainnya.Salah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam iklim tempat manusia berada tidak selalu baik menunjang aktivitas yang dilakukannya. Aktivitas manusia yang bervariasi memerlukan kondisi iklim sekitar tertentu yang bervariasi pula. Untuk melangsungkan aktivitas kantor, misalnya, diperlukan ruang dengan kondisi visual yang baik dengan intensitas cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung dengan suhu udara pada rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas gangguan bunyi rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan. Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat ketidaksesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan. Dengan bangunan, diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasidiubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai. Usaha manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus, manusia di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di dalam bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru seringkali merasakan udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilih berada di luar bangunan. Pada saat arsitek melakukan tindakan untuk menanggulangi persoalan iklim dalam bangunan yang dirancangnya, ia secara benar mengartikan bahwa bangunan adalah alat untuk memodifikasi iklim. Iklim luar yang tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan aktivitas manusia dicoba untuk diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai. Para arsitek yang kebetulan hidup, belajar dan berprofesi di negara beriklim sub-tropis, secara sadar atau tidakatau karena aturan membangun setempatkerap melakukan tindakan yang benar. Karya arsitektur yang mereka rancang selalu didasari pertimbangan untuk memecahkan permasalahan iklim setempat yang bersuhu rendah. Bangunan dibuat dengan dinding rangkap yang tebal, dengan penambahan bahan isolasi panas di antara kedua lapisan dinding sehingga panas di dalam bangunan tidak mudah dirambatkan ke udara luar. Meskipun mereka melakukan tindakan perancangan guna mengatasi iklim sub-tropis setempat, karya mereka tidak pernah disebut sebagai karya arsitektur sub-tropis, melainkan sebagai arsitektur Victorian, Georgian dan Tudor; sementara sebagian karya yang lain diklasifikasikan sebagai arsitektur modern (modern architecture), arsitektur pasca- modern (post-modern architecture), arsitektur modern baru (new modern architecture), arsitektur teknologi tinggi (high-tech architecture), dan arsitektur dekonstruksi (deconstruction architecture). Di sini terlihat bahwa arsitektur yang dirancang guna mengatasi masalah iklim setempat tidak selalu diberi sebutan arsitektur iklim tersebut, karena pemecahan problematik iklim merupakan suatu tuntutan mendasar yang 'wajib' dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di manapun dia dibangun. Sebutan tertentu pada suatu karya arsitektur hanya diberikan terhadap ciri tertentu karya tersebut yang kehadirannya 'tidak wajib', serta yang kemudian memberi warna atau corak pada arsitektur tersebut. Sebut saja arsitektur yang 'bersih' tanpa embel- embel dekorasi, yang bentuknya tercipta akibat fungsi (form follows function) disebut arsitektur modern. Arsitektur dengan penyelesaian estetika tertentuyang antara lain menyangkut bentuk, ritme dan aksentuasidiklasifikasikan (terutama oleh Charles Jencks) ke dalam berbagai nama, seperti halnya arsitektur pasca-modern, modern baru dan dekonstruksi. Semua karya arsitektur tersebut tidak pernah diberi julukan 'arsitektur sub-tropis' meskipun karya tersebut dirancang di daerah iklim sub-tropis guna mengantisipasi masalah iklim tersebut. Kemudian mengapa muncul sebutan arsitektur tropis? Seolah-olah jenis arsitektur ini sepadan dengan julukan bagi arsitektur modern, modern baru dan dekonstruksi. Jenis yang disebut belakangan lebih mengarah pada pemecahan estetika seperti bentuk, ritme dan hirarki ruang. Sementara arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, adalah karya arsitektur yang mencoba memecahkan problematik iklim setempat. Bagaimana problematik iklim tropis tersebut dipecahkan secara desain atau rancangan arsitektur? Jawabannya dapat seribu satu macam. Seperti halnya yang terjadi pada arsitektur sub-tropis, arsitek dapat menjawab dengan warna pasca-modern, dekonstruksi ataupun High-Tech, sehingga pemahaman tentang arsitektur tropis yang selalu beratap lebar ataupun berteras menjadi tidak mutlak lagi. Yang penting apakah rancangan tersebut sanggup mengatasi problematik iklim tropishujan deras, terik radiasi matahari, suhu udara yang relatif tinggi, kelembapan yang tinggi (untuk tropis basah) ataupun kecepatan angin yang relatif rendahsehingga manusia yang semula tidak nyaman berada di alam terbuka, menjadi nyaman ketika berada di dalam bangunan tropis itu. Bangunan dengan atap lebar mungkin hanya mampu mencegah air hujan untuk tidak masuk bangunan, namun belum tentu mampu menurunkan suhu udara yang tinggi dalam bangunan tanpa disertai pemecahan rancangan lain yang tepat. Dengan pemahaman semacam ini, kemungkinan bentuk arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, menjadi sangat terbuka. Ia dapat bercorak atau berwarna apa saja sepanjang bangunan tersebut dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman, menjadi kondisi yang nyaman bagi manusia yang berada di dalam bangunan itu. Dengan pemahaman semacam ini pula, kriteria arsitektur tropis tidak perlu lagi hanya dilihat dari sekedar 'bentuk' atau estetika bangunan beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada kualitas fisik ruang yang ada di dalamnya: suhu ruang rendah, kelembapan relatif tidak terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup, pergerakan udara

Upload: vallery-budianto

Post on 28-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Definisi

TRANSCRIPT

Page 1: ARSITEKTUR TROPIS

ARSITEKTUR TROPIS ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIAKonsep rumah tropis, pada dasarnya adalah adaptasi bangunan terhadap iklim tropis, dimana kondisi tropis membutuhkan penanganan khusus dalam desainnya.Salah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam iklim tempat manusia berada tidak selalu baik menunjang aktivitas yang dilakukannya. Aktivitas manusia yang bervariasi memerlukan kondisi iklim sekitar tertentu yang bervariasi pula. Untuk melangsungkan aktivitas kantor, misalnya, diperlukan ruang dengan kondisi visual yang baik dengan intensitas cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung dengan suhu udara pada rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas gangguan bunyi rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan. Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat ketidaksesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan. Dengan bangunan, diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasidiubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai. Usaha manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus, manusia di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di dalam bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru seringkali merasakan udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilih berada di luar bangunan.Pada saat arsitek melakukan tindakan untuk menanggulangi persoalan iklim dalam bangunan yang dirancangnya, ia secara benar mengartikan bahwa bangunan adalah alat untuk memodifikasi iklim. Iklim luar yang tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan aktivitas manusia dicoba untuk diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai. Para arsitek yang kebetulan hidup, belajar dan berprofesi di negara beriklim sub-tropis, secara sadar atau tidakatau karena aturan membangun setempatkerap melakukan tindakan yang benar. Karya arsitektur yang mereka rancang selalu didasari pertimbangan untuk memecahkan permasalahan iklim setempat yang bersuhu rendah. Bangunan dibuat dengan dinding rangkap yang tebal, dengan penambahan bahan isolasi panas di antara kedua lapisan dinding sehingga panas di dalam bangunan tidak mudah dirambatkan ke udara luar. Meskipun mereka melakukan tindakan perancangan guna mengatasi iklim sub-tropis setempat, karya mereka tidak pernah disebut sebagai karya arsitektur sub-tropis, melainkan sebagai arsitektur Victorian, Georgian dan Tudor; sementara sebagian karya yang lain diklasifikasikan sebagai arsitektur modern (modern architecture), arsitektur pasca-modern (post-modern architecture), arsitektur modern baru (new modern architecture), arsitektur teknologi tinggi (high-tech architecture), dan arsitektur dekonstruksi (deconstruction architecture).Di sini terlihat bahwa arsitektur yang dirancang guna mengatasi masalah iklim setempat tidak selalu diberi sebutan arsitektur iklim tersebut, karena pemecahan problematik iklim merupakan suatu tuntutan mendasar yang 'wajib' dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di manapun dia dibangun. Sebutan tertentu pada suatu karya arsitektur hanya diberikan terhadap ciri tertentu karya tersebut yang kehadirannya 'tidak wajib', serta yang kemudian memberi warna atau corak pada arsitektur tersebut. Sebut saja arsitektur yang 'bersih' tanpa embel-embel dekorasi, yang bentuknya tercipta akibat fungsi (form follows function) disebut arsitektur modern. Arsitektur dengan penyelesaian estetika tertentuyang antara lain menyangkut bentuk, ritme dan aksentuasidiklasifikasikan (terutama oleh Charles Jencks) ke dalam berbagai nama, seperti halnya arsitektur pasca-modern, modern baru dan dekonstruksi. Semua karya arsitektur tersebut tidak pernah diberi julukan 'arsitektur sub-tropis' meskipun karya tersebut dirancang di daerah iklim sub-tropis guna mengantisipasi masalah iklim tersebut. Kemudian mengapa muncul sebutan arsitektur tropis? Seolah-olah jenis arsitektur ini sepadan dengan julukan bagi arsitektur modern, modern baru dan dekonstruksi. Jenis yang disebut belakangan lebih mengarah pada pemecahan estetika seperti bentuk, ritme dan hirarki ruang. Sementara arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, adalah karya arsitektur yang mencoba memecahkan problematik iklim setempat. Bagaimana problematik iklim tropis tersebut dipecahkan secara desain atau rancangan arsitektur? Jawabannya dapat seribu satu macam. Seperti halnya yang terjadi pada arsitektur sub-tropis, arsitek dapat menjawab dengan warna pasca-modern, dekonstruksi ataupun High-Tech, sehingga pemahaman tentang arsitektur tropis yang selalu beratap lebar ataupun berteras menjadi tidak mutlak lagi. Yang penting apakah rancangan tersebut sanggup mengatasi problematik iklim tropishujan deras, terik radiasi matahari, suhu udara yang relatif tinggi, kelembapan yang tinggi (untuk tropis basah) ataupun kecepatan angin yang relatif rendahsehingga manusia yang semula tidak nyaman berada di alam terbuka, menjadi nyaman ketika berada di dalam bangunan tropis itu. Bangunan dengan atap lebar mungkin hanya mampu mencegah air hujan untuk tidak masuk bangunan, namun belum tentu mampu menurunkan suhu udara yang tinggi dalam bangunan tanpa disertai pemecahan rancangan lain yang tepat.Dengan pemahaman semacam ini, kemungkinan bentuk arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, menjadi sangat terbuka. Ia dapat bercorak atau berwarna apa saja sepanjang bangunan tersebut dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman, menjadi kondisi yang nyaman bagi manusia yang berada di dalam bangunan itu. Dengan pemahaman semacam ini pula, kriteria arsitektur tropis tidak perlu lagi hanya dilihat dari sekedar 'bentuk' atau estetika bangunan beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada kualitas fisik ruang yang ada di dalamnya: suhu ruang rendah, kelembapan relatif tidak terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup, pergerakan udara (angin) memadai, terhindar dari hujan, dan terhindar dari terik matahari. Penilaian terhadap baik atau buruknya sebuah karya arsitektur tropis harus diukur secara kuantitatif menurut kriteria-kriteria fluktuasi suhu ruang (dalam unit derajat Celcius); fluktuasi kelembapan (dal`m unit persen); intensitas cahaya (dalam unit lux); aliran atau kecepatan udara (dalam unit meter per detik); adakah air hujan masuk bangunan; serta adakah terik matahari mengganggu penghuni dalam bangunan. Dalam bangunan yang dirancang menurut kriteria seperti ini, pengguna bangunan dapat merasakan kondisi yang lebih nyaman dibanding ketika mereka berada di alam luar.Penulis menganggap bahwa definisi atau pemahaman tentang arsitektur tropis di Indonesia hingga saat ini cenderung keliru. Arsitektur tropis sering sekali dibicarakan, didiskusikan, diseminarkan dan diperdebatkan oleh mereka yang memiliki keahlian dalam bidang sejarah atau teori arsitektur. Arsitektur tropis seringkali dilihat dari konteks 'budaya'. Padahal kata 'tropis' tidak ada kaitannya dengan budaya atau kebudayaan, melainkan berkaitan dengan 'iklim'. Pembahasan arsitektur tropis harus didekati dari aspek iklim. Mereka yang mendalami persoalan iklim dalam arsitekturpersoalan yang cenderung dipelajari oleh disiplin ilmu sains bangunan (fisika bangunan)akan dapat memberikan jawaban yang lebih tepat dan terukur secara kuantitatif. Mereka yang dianggap ahli dalam bidang arsitektur tropisKoenigsberger, Givoni, Kukreja, Sodha, Lippsmeier dan Nick Bakermemiliki spesialisasi keilmuan yang berkaitan dengan sains bangunan, bukan ilmu sejarah atau teori arsitektur.Kekeliruan pemahaman mengenai arsitektur tropis di Indonesia nampaknya dapat dipahami, karena pengertian arsitektur tropis sering dicampuradukkan dengan pengertian 'arsitektur tradisional' di Indonesia, yang memang secara menonjol selalu dipecahkan secara tropis. Pada masyarakat tradisional, iklim sebagai bagian dari alam begitu dihormati bahkan dikeramatkan, sehingga pertimbangan iklim amat menonjol pada karya arsitektur tersebut. Manusia Indonesia cenderung akan membayangkan bentuk-bentuk arsitektur tradisional Indonesia ketika mendengar istilah arsitektur tropis. Dengan bayangan iniyang sebetulnya tidak seluruhnya benarpembicaraan mengenai arsitektur tropis akan selalu diawali. Dari sini pula pemahaman mengenai arsitektur tropis lalu memiliki konteks dengan budaya, yakni kebudayaan tradisional Indonesia. Hanya mereka yang mendalami ilmu sejarah dan teori arsitektur yang mampu berbicara banyak mengenai budaya dalam kaitannya dengan arsitektur, sementara arsitektur tropis (basah) tidak hanya terdapat di Indonesia, akan tetapi di seluruh negara yang beriklim tropis (basah) dengan budaya yang berbeda-beda, sehingga pendekatan arsitektur tropis dari aspek budaya menjadi tidak relevan.Dari uraian di atas, perlu ditekankan kembali bahwa pemecahan rancangan arsitektur tropis (basah) pada akhirnya sangatlah terbuka. Arsitektur tropis

Page 2: ARSITEKTUR TROPIS

dapat berbentuk apa sajatidak harus serupa dengan bentuk-bentuk arsitektur tradisional yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia, sepanjang rancangan bangunan tersebut mengarah pada pemecahan persoalan yang ditimbulkan oleh iklim tropis seperti terik matahari, suhu tinggi, hujan dan kelembapan tinggi.

Pengertian Arsitektur TropisArsitektur Tropis adalah suatu konsep bangunan yang mengadaptasi kondisi iklim tropis. Letak geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa membuat Indonesia memiliki dua iklim, yakni kemarau dan penghujan. Pada musim kemarau suhu udara sangat tinggi dan sinar matahari memancar sangat panas. Dalam kondisi ikim yang panas inilah muncul ide untuk menyesuaikannya dengan arsitektur bangunan gedung maupun rumah yang dapat memberikan kenyamanan bagi penghuninya.

· Iklim TropisClimate (iklim) berasal dari bahasa Yunani, klima yang berdasarkan kamus Oxford berarti region (daerah) dengan kondisi tertentu dari suhu dryness (kekeringan), angin, cahaya dan sebagainya. Dalam pengertian ilmiah, iklim adalah integrasi pada suatu waktu (integration in time) dari kondisi fisik lingkungan atmosfir, yang menjadi karakteristik kondisi geografis kawasan tertentu”. Sedangkan cuaca adalah “kondisi sementara lingkungan atmosfer pada suatu kawasan tertentu”. Secara keseluruhan, iklim diartikan sebagai “integrasi dalam suatu waktu mengenai keadaan cuaca” (Koenigsberger, 1975:3).Kata tropis berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu kata tropikos yang berarti garis balik, kini pengertian ini berlaku untuk daerah antara kedua garis balik ini. Garis balik ini adalah garis lintan 23027” utara dan garis lintan 23027 selatan.Iklim tropis adalah iklim dimana panas merupakan masalah yang dominan yang pada hampir keseluruhan waktu dalam satu tahun bangunan “bertugas” mendinginkan pemakai, dari pada menghangatkan dan suhu rata-rata pertahun tidak kurang dari 200C (Koenigsberger. 1975:3). Menurut Lippsmiere, iklim tropis Indonesia mempunyai kelembaban relatif (RH) yang sangat tinggi (kadang-kadang mencapai 90%), curah hujan yang cukup banyak, dan rata-rata suhu tahunan umumnya berkisar 230C dan dapat naik sampai 380C pada musim “panas”.Pada iklim ini terjadi sedikit sekali perubahan “musim” dalam satu tahun, satu-satunya tanda terjadi pergantian musim adalah banyak atau sedikitnya hujan, dan terjadinya angin besar. Karakteristik warm humid climate (iklim panas lembab) adalah sebagai berikut (Lippsmiere. 1980:28) :• Landscap, rain forest (hutan hujan) terdapat sepanjang pesisir pantai dan dataran rendah daerah ekuator.• Kondisi tanah, merupakan tanah merah atau coklat yang tertutup rumput.• Tumbuhan, zona ini tumbuhan sangat bervariasi dan lebat sepanjang tahun.Tumbuhan tumbuh dengan cepat karena pengaruh curah hujan yang tinggi dan suhu udara yang panas.• Musim. Terjadi sedikit perbedaan musim. Pada bulan “panas” kondisi panas dan lembab sampai basah. Pada belahan utara, bulan “dingin” terjadi pada Desember-Januari, bulan”panas” terjadi pada Mei sampai Agustus. Pada belahan selatan bulan “dingin” terjadi pada April sampai Juli, bulan “panas” terjadi pada Oktober sampai Februari.• Kondisi langit, hampir sepanjang tahun keadaan langit berawan. Lingkungan awan berkisar 60%-90%. Luminance (lumansi) maksimal bisa mencapai 7000 cd/m2 sedangkan luminasi minimal 850cd/m2.• Radiasi dan panas matahari, pada daerah tropis radiasi matahari dikategorikan tinggi. Sebagian dipantulkan dan sebagian disebarkan oleh selimut awan,meskipun demikian sebagian radiasi yang mencapai permukaan bumi mempunyai dampak yang besar dalam mempengaruhi suhu udara.• Temperatur udara, terjad fluktuasi perbedaan temperatur harian dan tahunan.Rata-rata temperatur maksimum tahunan adalah 30,50C. temperatur rata-rata tahunan untuk malam hari adalah 250C tetapi umumnya berkisar antara 21-270C. sedangkan selama siang hari berkisar 27-320c. kadang-kadang lebih dari 320C.• Curah hujan sangat tinggi selama satu tahun, umumnya menjadi sangat tinggi dalam beberapa tahun tertentu. Tinggi curah hujan tahunan berkisar antara 2000-5000 mm, pada musim hujan dapat bertambah. Sampai 500 mm dalam sebulan. Bahkan pada saat badai bisa mencapai 100 mm per jam.• Kelembaban, dikenal sebagai RH (Relative humidity), umumnya rata-rata tingkat kelembaban adalah sekitar 75%, tetapi kisaran kelembabannya adalah 55% sampai hampir 100%. Absolute humidity antara 25-30 mb.• Pergerakan udara, umumnya kecepatan angin rendah, tetapi angin kencang dapat terjadi selama musim hujan. Arah angin biasanya hanya satu atau dua.• Karakteristik khusus, tingginya kelembaban mempercepat pertumbuhan alga dan lumut, bahan bangunan organik membusuk dengan cepat dan banyaknya serangga. Evaporasi tubuh terjadi dalam jumlah kecil karena tingginya kelembaban dan kurangnya pergerakan udara (angin). Rata-rata badai adalah 120-140 kali dalam satu tahun.Daerah dengan iklim tropis didunia terdiri 2 jenis, yaitu daerah dengan iklim tropis kering, sebagai contoh adalah di negara-negara Timur Tengah, Meksiko, dan sekitarnya, serta daerah dengan iklim tropis lembab, yang terdapat pada sebagian besar negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, walaupun untuk beberapa daerah di Indonesia, misalnya beberapa bagian pulau Nusa Tenggara mengarah pada kondisi tropis kering,

Arsitektur Tropis Kering

1.Ciri-ciri iklim tropis kering:

-Kelembaban rendah-Curah hujan rendah-Radiasi panas langsung tinggi-Suhu udara pada siang hari tinggi dan pada malam hari rendah (45o dan -10oCelcius)-Jumlah radiasi maksimal, karena tidak ada awan.-Pada malam hari berbalik dingin karena radiasi balik bumi cepat berlangsung (cepat dingin bila dibandingkan tanah basah/lembab).-Menjelang pagi udara dan tanah benar-benar dingin karena radiasi balik sudah habis. Pada siang hari radiasi panas tinggi dan akumulasi radiasi tertinggi pukul 15.00. Sering terjadi badai angin pasir karena dataran yang luas.-Pada waktu sore hari sering terdengar suara ledakan batu-batuan karena perubahan suhu yang tiba-tiba drastis.Di daerah benua atau daratan yang cukup luas, banyak terdapat gurun pasir karena di tempat itu jarang terjadi hujan, bahkan dapat dikatakan tidak terjadi sama sekali, karena angin yang melaluinya sangat kering, tidak mengandung uap air. Uap air yang terkandung di udara sudah habis dalam perjalanan menuju ke pedalaman benua itu, atau juga karena terhalang oleh daratan tinggi atau gunung, sehingga

Page 3: ARSITEKTUR TROPIS

daerah itu menjadi sangat panas dan tidak ada filter pada tanah dari sengatan sinar matahari, yang mengakibatkan bebatuan hancur menjadi pasir. Suhu di padang pasir dapat mencapai 50o C hingga 60o C di siang hari, dan di malam hari dapat mencapai -1o C.

2.Strategi untuk perancangan bangunan:

-Mempergunakan bahan-bahan dengan time lag tinggi agar panas yang diterima siang hari dapat menghangatkan ruangan di malam hari. Konduktivitas rendah agar panas siang hari tidak langsung masuk ke dalam bangunan. Berat jenis bahan tinggi, dimensi tebal agar kapasitas menyimpan panas tinggi.-Bukaan-bukaan dinding kecil untuk mencegah radiasi sinar langsung dan angin atau debu kering masuk sehingga mempertahankan kelembaban.-Memperkecil bidang tangkapan sinar matahari dengan atap-atap datar dan rumah-rumah kecil berdekatan satu sama lain saling membayangi, jalan-jalan sempit selalu terbayang. Atap datar juga untuk menghindari angin kencang, karena curah hujan rendah.-Menambah kelembaban ruang dalam dengan air mancur yang dibawa angin sejuk.-Pola pemukiman rapat dan jalan yang berbelok untuk memotong arus angin-Bangunan efisien bila rendah, masif dan padat.

Arsitektur Tropis Lembab

1.Ciri Iklim Tropis Lembab:DR. Ir. RM. Sugiyanto, mengatakan bahwa ciri-ciri dari iklim tropis lembab sebagaimana yang ada di Indonesia adalah “kelembaban udara yang tinggi dan temperatur udara yang relatif panas sepanjang tahun”. Kelembaban udara rata-rata adalah sekitar 80% akan mencapai maksimum sekitar pukul 06.00 dengan minimum sekitar pukul 14.00. Kelembaban ini hampir sama untuk dataran rendah maupun dataran tinggi.Daerah pantai dan dataran rendah temperatur maksimum rata-rata 320C.makin tinggi letak suatu tempat dari muka laut, maka semakin berkurang temperatur udaranya. Yaitu berkurang rata-rata 0,60C untuk setiap kenaikan 100 m. ciri lainnya adalah curah hujan yang tinggi dengan rata-rata sekitar 1500- 2500 mm setahun. Radiasi matahari global horisontak rata-rata harian adalah sekitar 400 watt/m2 dan tidak banyak berbeda sepanjang tahun, keadaan langit pada umumnya selalu berawan. Pada keadaan awan tipis menutupi langit, luminasi langit dapat mencapai 15.00 kandela/m2.Tinggi penerangan rata-rata yang dihasilkan menurut pengukuran yang pernah dilakukan di Bandung untuk tingkat penerangan global horizontal dapat mencapai 60.000 lux. Sedangkan tingkat penerangan dari cahaya langit saja, tanpa cahaya matahari langsung dapat mencapai 20.000 lux dan tingkat penerangan minimum antara 08.00 – 16.00 adalah 10.000 lux. Iklim tropis lembab dilandasi dengan perbedaan suhu udara yang kecil antara siang hari dan malam hari, kelembaban udara yang tinggi pada waktu tengah malam serta cukup rendah pada waktu tengah hari. Kecepatan angin ratarata pada waktu siang hari dapat digambarkan sebagai memadai untuk kenyamanan, yaitu sekitar 1.0 m/det. Pada waktu musim hujan yaitu sekitar 2.0 m/det. Pada waktu musim panas akan memberikan gambaran tersendiri mengenai upaya pencapaian pendinginan pasif bangunan. Sekalipun terdapat kondisi yang luar batas kenyamanan thermal manusia, sebenarnya terdapat potensi iklim natural yang dapat mewujudkan terciptanya kenyamanan dengan strategi lain. Kenyamanan tersebut tercapai dengan interaksi antar fungsi iklim dengan lingkungan maupun dengan pemanfaatan teknologi.

2. Kriteria Perencanaan pada Iklim Tropis LembabKondisi iklim tropis lembab memerlukan syarat-syarat khusus dalam perancangan bangunan dan lingkungan binaan, mengingat ada beberapa factor-faktor spesifik yang hanya dijumpai secara khusus pada iklim tersebut, sehingga teori-teori arsitektur, komposisi, bentuk, fungsi bangunan, citra bangunan dan nilai-nilai estetika bangunan yang terbentuk akan sangat berbeda dengan kondisi yang ada di wilayah lain yang berbeda kondisi iklimnya. Menurut DR. Ir. RM. Sugiyatmo, kondisi yang berpengaruh dalam perancangan bangunan pada iklim tropis lembab adalah, yaitu :1. Kenyamanan Thermal

Kenyamanan thermal adalah suatu kondisi thermal yang dirasakan oleh manusia bukan oleh benda, binatang, dan arsitektur,

tetapi dikondisikan oleh lingkungan dan benda-benda di sekitar arsitekturnya.

-Kriteria dan Prinsip Kenyamanan Thermal

Standar internasional mengenai kenyamanan thermal ( suhu) “ISO 7730 : 1994”

”menyatakan bahwa sensasi thermal yang di alami manusia merupakan fungsi dari 4 faktor iklim yaitu: suhu udara, radiasi, kelembaban

udara, kecepatan angin, serta faktor-faktor individu yang berkaitan dengan laju metabolisme tubuh, serta pakaian yang di gunakan.”

Untuk mencapai kenyamanan thermal haruslah di mulai dari Kualitas udara di sekitar kita yang harus memiliki kriteria :

Udara di sekitar rumah tinggal tidak mengandung pencemaran yang berasal dari asap sisa pembakaran sampah, BBM, sampah industru, debu

dan sebagainya.

Udara tidak berbau, terutama bau badan dan bau dari asap rokok yang merupakan masalah tersendiri karena mengandung berbagai cemaran

kimiawi walaupun dalam variable proporsi yang sedikit.

Prinsip dari pada kenyamanan thermal sendiri adalah, teciptanya keseimbangan antara suhu tubuh manusia dengan suhu tubuh sekitarnya. Karen jika suhu tubuh manusia dengan lingkungannya memiliki perbedaan suhu yang signifikan maka akan terjadi ketidak nyamanan yang di wujudkan melalui kepanasan atau kedinginan yang di alami oleh tubuh Usaha untuk mendapatkan kenyamana thermal terutama adalah

Page 4: ARSITEKTUR TROPIS

mengurangi perolehan panas, memberikan aliran udara yang cukup dan membawa panas keluar bangunan serta mencegah radiasi panas, baik radiasi langsung matahari maupun dari permukaan dalam yang panas. Perolehan panas dapat dikurangi dengan menggunakan bahan atau material yang mempunyai tahan panas yang besar, sehingga laju aliran panas yang menembus bahan tersebut akan terhambat. Permukaan yang paling besar menerima panas adalah atap. Sedangkan bahan atap umumnya mempunyai tahanan panas dan kapasitas panas yang lebih kecil dari dinding. Untuk mempercepat kapasitas panas dari bagian atas agaksulit karena akan memperberat atap. Tahan panas dari bagian atas bangunan dapat diperbesar dengan beberapa cara, misalnya rongga langit-langit, penggunaan pemantul panas reflektif juga akan memperbesar tahan panas. Cara lain untuk memperkecil panas yang masuk antara lain yaitu: A. Memperkecil luas permukaan yang menghadap ke timur dan barat.B. Melindungi dinding dengan alat peneduh.Perolehan panas dapat juga dikurangi dengan memperkecil penyerapan panas dari permukaan, terutama untuk permukaan atap. Warna terang mempunyai penyerapan radiasi matahari yang kecil sedang warna gelap adalah sebaliknya. Penyerapan panas yang besar akan menyebabkan temperature permukaan naik. Sehingga akan jauh lebih besar dari temperatur udara luar. Hal ini menyebabkan perbedaan temperatur yang besar antara kedua permukaan bahan, yang akan menyebabkan aliran panas yang besar.untuk lebih lengkapnya mengenai kenyamanan thermal pada bangunan silahkan klik di sini

2. Aliran Udara Melalui Bangunan-Sirkulasi UdaraPrinsip upaya perancangan bangunan pada daerah beriklim tropis yang benar harus mempertimbangkan pemanfaatan sebanyak mungkin kondisi alam, diantaranya adalah pengupayaan pemikiran penghawaan alami untuk memenuhi kebutuhan udara dan kelancaran sirkulasi udara pada bangunan tersebut.Brown (1987:123) menyebutkan bahwa prinsip terjadinya aliran udara adalah, mengalirnya udara dari daerah bertekanan tinggi kearah daerah yang bertekanan rendah. Perbedaan tekanan udara terjadi karena adanya perbedaan temperatur pada masing-masing daerah tersebut, dimana secara horizontal akan menimbulkan perbedaan tekanan dan secara vertikal akan menimbulkan perbedaan berat jenis. Dalam upaya pemanfaatan penghawaan alami, perlu diperhatikan bahwa pengaliran udara yang perlahan-lahan namun kontinyu sangat mutlak diperlukan, agar udara didalam ruangan selalu diganti dengan udara yang bersih, sehat, segar dan terasa nyaman. Pada kegiatan rumah tinggal, pergantian udara bisa dikatakan baik apabila udara didalam ruangan dapat selalu berganti sebanyak 15 m3/orang/jam, semakin kecil ukuran ruang, maka frekuensi pergantian udara harus semakin sering.Keterlambatan atau kekurangan volume pergantian udara didalam ruang akan meningkatkan derajat kelembaban ruang, yang akan menimbulkan perasaan tidak nyaman, disamping itu udara kotor sisa gas buang yang tidak secepatnya tersalur keluar akan sangat merugikan kesehatan pemakai ruang. Sebagai pedoman, suatu ruang akan terasa nyaman untuk tubuh apabila kelembaban didalam ruang tersebut berkisar antara 40 – 60%. Pada ruang-ruang yang jarang terkena pengaruh panas sinar matahari, maka pengendalian kelembaban sangat ditentukan oleh kelancaran sirkulasi udara yang mengalir didalam ruang tersebut.

Kelembaban tinggi, disamping disebabkan oleh kurang lancarnya sirkulasi udara didalam ruang dan kurangnya pengaruh sinar

matahari, juga disebabkan oleh faktor-faktor:

· Air hujan:

Akibat merembesnya air hujan dari luar dinding kedalam dinding bangunan,

Akibat merembesnya air hujan yang disebabkan oleh sistem talang air hujan yang tidak benar, misalnya talang datar yang teletak diatas

dinding memanjang,

Penyusupan air hujan melalui sela daun pintu, jendela dan lain-lain yang tidak rapat sempurna dan masih terkena tampias air hujan.

· Kondisi air tanah

Akibat merembesnya air dari tanah melalui pondasi dan dinding ke lantai secara kapilerisasi.

Dengan demikian pemecahan teknis akibat adanya kelembaban tinggi secara rinci juga tergantung dari penyebab utama timbulnya

hal tersebut.

-Sirkulasi Udara Dengan Sistem Ventilasi HorisontalPerancangan tata ruang yang benar harus dengan memperhatikan kelancaran sirkulasi atau pengaliran udara yang dapat melalui seluruh ruang-ruang yang dirancang. Kelancaran aliran/ sirkulasi udara pada suatu susunan ruang bisa diperoleh dengan:Membuat lubang-lubang ventilasi pada bidang-bidang yang saling berseberangan (cross ventilation),Memanfaatkan perbedaan suhu pada masing-masing ruang, karena udara akan mengalir dari daerah dengan suhu rendah (yang mempunyai tekanan tinggi) kedaerah dengan suhu tinggi (yang mempunyai tekanan rendah).Dengan memperhatikan dua hal diatas, dalam perancangan tata ruang, perlu dipikirkan 1). Spesifikasi arah angin dominan pada suatu lokasi dimana bangunan akan didirikan, dan 2). Dengan memperhitungkan perancangan tata ruang yang dapat menghasilkan ruang dengan kondisi suhu ruang yang bervariasi, untuk mengarahkan dan memperlancar sirkulasi udara ruang, yaitu dengan upaya pengolahan pelubangan-pelubangan yang berbeda-beda.Pada kasus-kasus tertentu dapat terjadi, angin yang datang masuk ke ruangan ternyata terlalu kencang, sehingga justru menimbulkan perasaan yang tidak nyaman. Untuk mengatasi hal ini perlu dipikirkan dan diupayakan adanya semacam louvre atau kisi-kisi yang dipasang pada lubang tersebut. Kisi-kisi tersebut berfungsi sebagai sarana untuk membelokkan dan memperlambat kecepatan angin yang masuk ruangan, sehingga ruangan bisa terasa nyaman. Brown (1987:87) menyatakan bahwa dengan dipasangnya louvre atau kisi-kisi tersebut, dapat mengurangi kecepatan angin dari 9 - 40 km/jam menjadi 5 – 7,5 km/jam. -Sirkulasi Udara Dengan Sistem Ventilasi Vertikal.Mangunwijaya (1980:153) menyebutkan bahwa prinsip perancangan ventilasi vertikal adalah berdasarkan suatu teori bahwa udara kotor dan kering akan selalu mengalir keatas secara alamiah, sedangkan udara segar dengan berat jenis yang lebih besar akan selalu mengalir kebawah atau selalu mendekati lantai. Prinsip diatas harus diperhatikan dalam upaya perancangan tata ruang, sehingga pembuangan udara kotor keluar ruangan dan suplai udara segar ke dalam ruangan dapat terpenuhi.Penerapan prinsip-prinsip tersebut pada perancangan fisik ruang mencakup:Pelubangan dan atau kisi-kisi pada langit-langit, yang memungkinkan udara kotor dan kering bisa menerobos keluar ruangan secara vertikal,Adanya pori-pori pada atap, aplikasinya pada susunan genting yang masih mempunyai sela-sela.

Page 5: ARSITEKTUR TROPIS

Penerapan “skylight”, yaitu upaya memanfaatkan sinar matahari dengan sistem pencahayaan dari atap, yang dikombinasikan dengan lubang-lubang ventilasi vertikal pada daerah tersebut, dengan demikian panas akibat adanya radiasi sinar matahari dari skylight bisa berfungsi sebagai penyedot udara, hal ini disebabkan didaerah tersebut terjadi tekanan udara rendah akibat timbulnya kenaikan suhu udara,Mangunwijaya juga menyebutkan bahwa, perencanaan penghawaan alami pada perencanaan bangunan akan lebih efektif apabila merupakan penggabungan antara sistem ventilasi horisontal dengan sistem ventilasi vertikal, karena kedua sistem tersebut akan saling menunjang. Berdasarkan penelitian, upaya tersebut ternyata bisa menaikkan tingkat keberhasilan 10% dibandingkan apabila sistem tersebut diterapkan secara terpisah. Kegunaan dari aliran udara atau ventilasi adalah :A. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yaitu penyediaan oksigen untuk pernafasan, membawa asap dan uap air keluar ruangan, mengurangi konsentrasi gas-gas dan bakteri serta menghilangkan bau.B. Untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan thermal, mengeluarkan panas, membantu mendinginkan bagian dalam bangunan.Aliran udara terjadi karena adanya gaya thermal yaitu terdapat perbedaan temperatur antara udara di dalam dan diluar ruangan dan perbedaan tinggi antara lubang ventilasi. Kedua gaya ini dapat dimanfaatkan sebaikbaiknya untuk mendapatkan jumlah aliran udara yang dikehendaki. Jumlah aliran udara dapat memenuhi kebutuhan kesehatan pada umumnya lebih kecil daripada yang diperlukan untuk memenuhi kenyamanan thermal. Untuk yang pertama sebaiknya digunakan lubang ventilasi tetap yang selalu terbuka. Untuk memenuhi yang kedua, sebaiknya digunakan lubang ventilasi yang bukaannya dapat diatur.

3. Penerangan Alami pada Siang HariDi Indonesia seharusnya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya cahaya ini untuk penerangan siang hari di dalam bangunan. Tetapi untuk maksud ini, cahaya matahari langsung tidak dikehendaki masuk ke dalam bangunan karena akan menimbulkan pemanasan dan penyilauan, kecuali sinar matahari pada pagi hari. Cahaya langit yang sampai pada bidang kerja dapat dibagi dalam 3 (tiga) komponen :A. Komponen langit.B. Komponen refleksi luarC. Komponen refleksi dalamDari ketiga komponen tersebut komponen langit memberikan bagian terbesar pada tingkat penerangan yang dihasilkan oleh suatu lubang cahaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tingkat penerangan pada bidang kerja tersebut adalah :A. Luas dan posisi lubang cahaya.B. Lebar teritisC. Penghalang yang ada dimuka lubang cahayaD. Faktor refleksi cahaya dari permukaan dalam dari ruangan.E. Permukaan di luar bangunan di sekitar lubang cahaya.

· Pemanfaatan Sinar Matahari

Secara umum sinar matahari yang masuk kedalam ruangan bisa dibedakan dalam beberapa jenis:

1. Sinar Matahari Langsung, yang masuk kedalam ruang tanpa terhalang oleh apapun,

2. Sinar matahari yang berasal dari pantulan awan,

Untuk nomor 1 dan 2 biasa disebut sinar langit.

3. Sinar matahari refleksi luar, yaitu sinar matahari hasil pantulan (refleksi) cahaya dari benda-benda yang berada diluar bangunan, dan masuk

kedalam ruangan melalui lubang-lubang cahaya. Termasuk disini adalah sinar matahari yang terpantul dari tanah, perkerasan halaman,

rumput, pohon yang selanjutnya terpantul kebidang kerja didalam ruangan (bidang kerja adalah suatu bidang khayal atau anggapan,

setinggi 75 cm dari lantai, yang dipergunakan sebagai titik tolak perhitungan penyinaran).

4. Sinar matahari refleksi dalam, yaitu sinar matahari pantulan cahaya dari benda-benda atau elemen-elemen didalam ruang itu sendiri.

Sinar matahari yang bermanfaat karena terangnya, juga akan mendatangkan panas, atau setidak-tidaknya akan menaikkan suhu ruang,

dengan demikian perlu diperhatikan kenyataan:

1). Bahwa gangguan sinar matahari datang dari silau sinarnya, dan kemudian sengatan panasnya,

2).Sinar matahari disamping memberi terang juga memberi panas.

Dari kedua kenyataan diatas, perlu diambil langkah-langkah dalam upaya perancangan tata ruang sebagai berikut:

· o Dalam memanfaatkan sinar matahari, seoptimal mungkin kita memanfaatkan sinarnya, namun sekaligus mengupayakan langkah-langkah

untuk bisa mengurangi panas yang timbul,

· o Dalam memanfaatkan potensi sinar matahari, kita tidak mengupayakan cahaya langsung, tapi cukup cahaya pantulan atau cahaya bias.

· o Untuk mendapatkan cahaya pantul/bias, lubang cahaya harus diletakkan didaerah bayang-bayang.

· o Pemanfaatan cahaya langsung didalam ruang biasanya hanya dipergunakan pada suatu kasus atau keadaan khusus, yang memerlukan

suatu effek arsitektural khusus, kesan aksentuasi, atau untuk suatu fungsi-fungsi tertentu saja.

Menurut Dirjend Cipta Karya, (1987:12), disebutkan bahwa standard minimal lubang cahaya untuk ruang-ruang kegiatan sehari-hari

adalah 1/8-1/10 dari luas lantai. Dalam ungkapan fisik, biasanya disain lubang cahaya merupakan pemikiran yang tidak terpisahkan dari

disain lubang ventilasi, dengan demikian rincian bentuk maupun perletakannya perlu dijabarkan lagi dengan lebih detail dengan

mempertimbangkan kedua aspek tersebut.

Page 6: ARSITEKTUR TROPIS

Derajat / tingkat Penyinaran.

Dalam kegiatan perancangan bangunan, upaya pemikiran pemanfaatan sinar matahari perlu memperhitungkan 3 faktor yang akan

mempengaruhi derajat/tingkat penyinaran suatu ruang, yaitu:

· o Ketinggian lubang cahaya

Yang dimaksud ketinggian lubang cahaya adalah jarak vertikal yang diperhitungkan dari bidang kerja kearah ambang atas maupun ambang

bawah lubang cahaya.

o Lebar Lubang Cahaya

Lebar lubang cahaya merupakan dimensi horizontal dari lubang cahaya tersebut.

· o Kedalaman ruang

Kedalaman ruang adalah jarak batas ruang terluar dengan batas datang sinar (misalkan: panjang oversteck dimuka ruang).

Berkaitan dengan ketiga faktor tersebut, menurut Soetiadji, (1986;23), ternyata terdapat kaitan antara ketinggian lubang cahaya

dengan tingkat/derajat penyinaran pada ruangan berdasarkan tabel dibawah ini:

KETINGGIAN LUBANG CAHAYA

DERAJAT/TINGKAT PENYINARAN

JENDELA SATU SISI JENDELA DUA SISI1. Dikurangi 15 %2. Dikurangi 30 %3. Dikurangi 40 %

Turun 19 %Turun 38 %Turun 63 %

Turun 9,5 %Turun 25 %Turun 44 %

Menurut Soetiadji, lebar lubang cahaya juga memberi pengaruh pada derajat/tingkat penyinaran sesuai tabel dibawah ini:

LEBAR LUBANG CAHAYA DERAJAT/TINGKAT PENYINARAN

1. Dikurangi 22 %

2. Dikurangi 50 %

Turun 7 %

Turun 25 %

Dari tabel diatas, dapat dinyatakan bahwa ketinggian lubang cahaya ternyata lebih berperan dalam menentukan derajat/tingkat

penyinaran ruang dibandingkan dengan kelebaran (dimensi horisontal) lubang cahaya.

Ungkapan diatas bisa dijabarkan lebih jelas sebagai berikut:

1. Bahwa walaupun lubang cahaya sudah cukup lebar, namun apabila ketinggian lubang tersebut kurang memenuhi syarat, tidak akan

menghasilkan tingkat penyinaran ruang yang efektif.

2. Makin tinggi lubang cahaya, akan makin efektif tingkat penyinaran yang dihasilkan pada suatu ruang.

Sedangkan pengaruh antara panjang/lebar oversteck dimuka lubang cahaya terhadap derajat/tingkat penyinaran didalam ruang

adalah sebagai berikut:

PANJANG OVERSTECKDERAJAT/TINGKAT PENYINARAN

SISI DEKAT SISI JAUH

1. 60,00 CM

2. 120,00 CM

3. 180,00 CM

.

Turun 14 %

Turun 24 %

Turun 39 %

Turun 7,5 %

Turun 15 %

Turun 22 %

Dari tabel tersebut bisa dinyatakan bahwa oversteck dimuka lubang cahaya sangat mempengaruhi derajat/tingkat penyinaran pada suatu ruang, dengan demikian perlu perhitungan yang matang dalam perencanaan oversteck diatas/dimuka lubang cahaya, supaya tidak merugikan kwalitas penyinaran pada ruang tersebut

4. Radiasi Panas Sinar Matahari.

Page 7: ARSITEKTUR TROPIS

Disamping memancarkan sinar/cahaya, matahari juga akan mengeluarkan panas. Panas inilah yang harus ditanggulangi dalam

upaya perancangan bangunan, setidak-tidaknya dikurangi sehingga suhu ruangan bisa sesuai dengan yang diharapkan.

Beberapa pemikiran perancangan ruang sebagai upaya untuk mengurangi efek panas yang disebabkan oleh radiasi panas sinar

matahari adalah berdasarkan suatu prinsip memasang lubang cahaya didaerah bayang-bayang/bias cahaya matahari.

Aplikasinya dalam ungkapan fisik sebagai berikut:

1. Memasang tabir sinar matahari pada bagian luar ruang/lubang cahaya. Cara ini bisa mereduksi radiasi panas sebesar 90 – 95 %

2. Memasang tabir sinar matahari dibagian dalam ruang/lubang cahaya. Cara ini dapat mereduksi radiasi panas sinar matahari sebesar 60 – 70

%

Tabir sinar matahari bisa berupa tabir horisontal (horizontal blind), atau tabir sinar matahari vertikal (vertical blind), yang

pemasangannya bisa dengan cara pemasangan dengan bentuk permanen, atau yang bersifat adjustable/moveable, yang bisa diatur sesuai

kebutuhan.

Pada penerapannya dalam ungkapan fisik, fungsi tabir sinar matahari bisa berfungsi ganda, yaitu disamping sebagai sarana untuk

mereduksi radiasi panas sinar matahari, juga sebagai sarana pengatur derajat/tingkat penyinaran ruang, dengan demikian sebaiknya tabir

sinar matahari tersebut diberi warna yang terang/cerah untuk dapat memberi effek bias yang maksimal

Read more: http://belajardesaindanarsitektur.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-konsep-arsitektur-tropis.html#ixzz2KDxERE5b

SISTEM STRUKTUR

Konstruksi yang digunakan untuk daerah tropis-lembab mempunyai ciri khas, yaitu:

Ringan

Di daearah tropis lembab, penurunan suhu pada malam hari hanya sedikit sehingga

pendinginan oleh emisi panas-dingin hampir tidak mungkin terjadi, oleh sebab itu

diutamakan pemakaian bahan-bahan bangunan dan konstruksi yang ringan.

Terbuka

Radiasi panas yang masuk melalui lobang-lobang atau panas yang ditimbulkan oleh

penghuni dan peralatan dalam ruangan perlu diatur sirkulasinya dengan ventilasi silang

secara alamiah, artinya diperlukan bukaan yang besar. Bahkan pada bangunan skala

basar harus mempunyai celah permainan setiap 25 m, bila mungkin sebagai pemisah

bagian-bagian bangunan akibat besarnya gerakan panas dan kelembaban.

Ciri khas tersebut dapat dijelaskan pada tiap bagian struktur sebagai berikut:

Dinding

Dinding biasanya hanya berfungsi sebagai pencegah hujan dan angin (selain fungsi-

fungsi lain di luar iklim). Konstruksi rangka ringan, dengan dinding tipis dan dilengkapi

dengan bukaan yang diperlukan pada dinding luar dan dalam yang dapat diberi

pelindung seperti tritisan, daun jendela, jalusi dan lain-lain dan diberi isolasi panas

untuk ruangan yang memakai penyejuk udara.

Atap

Page 8: ARSITEKTUR TROPIS

Pada umumnya atap bangunan di daerah tropis-lembab menggunakan atap miring

berbentuk pelana, limasan dengan sistim balok, kaso dan pengikat atau sistim rangka

ruang mengingat curah hujan yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan

dinding (jamur dan lumut) dan silau atau glare pada interior akibat radiasi matahari.

Akan tetapi jika dilihat dari contoh bangunan-bangunan bioklimatik tropis yang

ada dan untuk membuat olahan bentuk bagian atas bangunan tinggi yang lebih variatif,

atap bangunan cenderung datar dengan pemecahan yang masing-masing berbeda

pada setiap bangunan.

Lantai

Pada dasarnya struktur lantai pada bangunan tinggi bioklimatik sama dengan bangunan

bertingkat umumnya, hanya saja untuk bentuk denah pada bangunan bioklimatik tropis

mengikuti sirkulasi penghawaan alami yang memanfaatkan tenaga angin sehingga

lantai-lantai tipikal membentuk atrium mengarah vertikal dalam bangunan.

Bukaan

Di daerah tropis, bukaan seperti jendela dan pintu memiliki fungsi yang lebih luas jika

dibandingkan dengan daerah beriklim sedang karena sangat menunjang iklim mikro di

dalam bangunan.

Untuk daerah tropika-basah, bukaan pada dinding sebelah atas dan bawah angin

sebisa mungkin berukuran besar.

Pengamanan yang cukup untuk bidang kaca yang besar, tebal, dan kualitas kaca yang

cukup untuk menahan tekanan angin.