armd (age-related macular degeneration) - … · cdk-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012 431 tinjauan...

7
431 CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012 TINJAUAN PUSTAKA ARMD (Age-Related Macular Degeneration) Erry Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem & Kebijakan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Indonesia ABSTRAK ARMD (Age-Related Macular Degeneration) merupakan suatu kelainan degeneratif yang mengenai polus posterior retina khususnya makula lutea, yang ditandai dengan adanya drusen, biasanya tanpa keluhan bila belum mengenai makula bagian sentral. ARMD terdiri dari 2 tipe yaitu: non-neovaskuler (tipe kering) dan neovaskuler (tipe basah); perbedaan ini berdasarkan penanganan dan prognosis tajam penglihatan. Pe- nyebab ARMD belum diketahui pasti; sering dihubungkan dengan berbagai faktor risiko, seperti usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga ARMD, merokok, pajanan sinar matahari, faktor kardiovaskuler, tekanan darah, kolesterol, body mass index, dan nutrisi. Kata kunci: ARMD, patofisiologi, faktor risiko, diagnosis PENDAHULUAN Membaiknya sistem pelayanan kesehatan di- sertai pesatnya kemajuan bidang kedokteran meningkatkan usia harapan hidup (di Indone- sia tahun 2004: perempuan 68 tahun, laki-laki 63,8 tahun). 1 Di sisi lain akan muncul berbagai penyakit degeneratif antara lain yang meng- ganggu tajam penglihatan seperti ARMD (Age-Related Macular Degeneration). ARMD menye-rang makula, yang dapat menyebab- kan kebu-taan; upaya pengobatan, laser, dan operasi tidak dapat menjanjikan tajam pengli- hatan yang lebih baik. Saat ini ARMD merupakan masalah sosial di negara-negara barat. Di dunia, penderita ARMD diperkirakan telah mencapai 20-25 juta jiwa yang akan bertambah tiga kali lipat aki- bat peningkatan usia lanjut dalam waktu 30- 40 tahun mendatang. Pada tahun 2003, WHO memperkirakan 8 juta orang akan mengalami kebutaan akibat ARMD. 2 Dampak psikososial akibat ARMD cukup besar karena penderi- ta akan mengalami gangguan penglihatan sentral sehingga sulit melakukan aktivitas resolusi tinggi, seperti membaca, menjahit, mengemudi, dan mengenali wajah. 3 Selain itu, penanganannya juga membutuhkan bia- ya tinggi dan sering hasilnya tidak dapat di- prediksi. Berikut akan dibahas anatomi, definisi, patofisiologi, kla- sifikasi, keluhan, faktor risiko, diagnosis, penanganan, dan pendidi- kan rehabilitasi ARMD. Anatomi Makula Makula terletak di retina bagian polus posterior di anta- ra arteri retina temporal superior dan inferior dengan diameter ± 5,5 mm. Makula adalah suatu daerah cekungan di sentral berukuran 1,5 mm; kira-kira sama dengan diame- ter diskus; secara anatomis disebut juga dengan fovea. 4,5 Secara histo- logis, makula terdiri dari 5 lapisan, yaitu mem- bran limitan interna, lapisan fleksiformis luar (lapisan ini lebih tebal dan padat di daerah maku- la karena akson sel batang dan Gambar 1 Istilah klinis untuk daerah polus posterior dan hubungannya dengan istilah anatomis serta ukurannya 4 ABSTRACT ARMD (Age-Related Macular Degeneration) is a degenerative disorder involving posterior pole of retina, especially macula lutea, characterized by the presence of drusen, usually asymptomatic if the cental of macula is preserved. ARMD consists of 2 types: non-neovascular (dry type) and neovacular (wet type); this difference is made based on the treatment and the prognosis of visual acuity. The cause is not clearly defined; it is often related to various risk factors such as age, sex, race, family history of ARMD, smoking, exposure to sunlight, cardiovascular factors, blood pressure, cholesterol, body mass index, and nutrition. Erry. Age-Related Macular Degeneration. Key words: ARMD, patophysiology, risk factors, diagnosis CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 431 CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 431 6/8/2012 2:33:49 PM 6/8/2012 2:33:49 PM

Upload: buicong

Post on 18-Sep-2018

298 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

431CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012

TINJAUAN PUSTAKA

ARMD (Age-Related Macular Degeneration)Erry

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem & Kebijakan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Indonesia

ABSTRAKARMD (Age-Related Macular Degeneration) merupakan suatu kelainan degeneratif yang mengenai polus posterior retina khususnya makula lutea, yang ditandai dengan adanya drusen, biasanya tanpa keluhan bila belum mengenai makula bagian sentral. ARMD terdiri dari 2 tipe yaitu: non-neovaskuler (tipe kering) dan neovaskuler (tipe basah); perbedaan ini berdasarkan penanganan dan prognosis tajam penglihatan. Pe-nyebab ARMD belum diketahui pasti; sering dihubungkan dengan berbagai faktor risiko, seperti usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga ARMD, merokok, pajanan sinar matahari, faktor kardiovaskuler, tekanan darah, kolesterol, body mass index, dan nutrisi.

Kata kunci: ARMD, patofi siologi, faktor risiko, diagnosis

PENDAHULUAN Membaiknya sistem pelayanan kesehatan di-sertai pesatnya kemajuan bidang kedokteran meningkatkan usia harapan hidup (di Indone-sia tahun 2004: perempuan 68 tahun, laki-laki 63,8 tahun).1 Di sisi lain akan muncul berbagai penyakit degeneratif antara lain yang meng-ganggu tajam penglihatan seperti ARMD (Age-Related Macular Degeneration). ARMD menye-rang makula, yang dapat menyebab-kan kebu-taan; upaya pengobatan, laser, dan operasi tidak dapat menjanjikan tajam pengli-hatan yang lebih baik.

Saat ini ARMD merupakan masalah sosial di negara-negara barat. Di dunia, penderita ARMD diperkirakan telah mencapai 20-25 juta jiwa yang akan bertambah tiga kali lipat aki-bat peningkatan usia lanjut dalam waktu 30-40 tahun mendatang. Pada tahun 2003, WHO memperkirakan 8 juta orang akan mengalami kebutaan akibat ARMD.2 Dampak psikososial akibat ARMD cukup besar karena penderi-ta akan mengalami gangguan penglihatan sentral sehingga sulit melakukan aktivitas resolusi tinggi, seperti membaca, menjahit,

mengemudi, dan mengenali wajah.3 Selain itu, penanganannya juga membutuhkan bia-ya tinggi dan sering hasilnya tidak dapat di-prediksi.

Berikut akan dibahas anatomi, defi nisi, patofi siologi, kla-sifi kasi, keluhan, faktor risiko, d i a g n o s i s , penanganan, dan pendidi-kan rehabilitasi ARMD.

Anatomi MakulaMakula terletak di retina bagian polus posterior di anta-

ra arteri retina temporal superior dan inferior dengan diameter ± 5,5 mm. Makula adalah suatu daerah cekungan di sentral berukuran

1,5 mm; kira-kira sama dengan diame-ter diskus; secara anatomis

disebut juga dengan fovea. 4,5

Secara histo-logis, makula terdiri dari 5 lapisan, yaitu mem-

bran limitan interna, lapisan

fl eksiformis luar (lapisan ini lebih tebal

dan padat di daerah maku-la karena akson sel batang dan

Gambar 1 Istilah klinis untuk daerah polus posterior dan hubungannya dengan istilah anatomis serta ukurannya4

ABSTRACTARMD (Age-Related Macular Degeneration) is a degenerative disorder involving posterior pole of retina, especially macula lutea, characterized by the presence of drusen, usually asymptomatic if the cental of macula is preserved. ARMD consists of 2 types: non-neovascular (dry type) and neovacular (wet type); this diff erence is made based on the treatment and the prognosis of visual acuity. The cause is not clearly defi ned; it is often related to various risk factors such as age, sex, race, family history of ARMD, smoking, exposure to sunlight, cardiovascular factors, blood pressure, cholesterol, body mass index, and nutrition. Erry. Age-Related Macular Degeneration.

Key words: ARMD, patophysiology, risk factors, diagnosis

CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 431CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 431 6/8/2012 2:33:49 PM6/8/2012 2:33:49 PM

CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012432

TINJAUAN PUSTAKA

sel kerucut menjadi lebih oblik saat mening-galkan fovea dan dikenal sebagai lapisan se-rabut Henle), lapisan nukleus luar, membran limitan eksterna, dan sel-sel fotoreseptor.6

Sel batang dan kerucut merupakan sel fo-toreseptor yang sensitif terhadap cahaya. Sel-sel ini memiliki 2 segmen yaitu segmen luar dan segmen dalam.7 Segmen luar (terdiri dari membran cakram yang berisi pigmen peng-lihatan) berhubungan dengan epitel pigmen retina. Sel epitel pigmen retina akan memfa-gositosis secara terus menerus membran cakram, sisa metabolisme segmen luar yang telah difagositosis oleh epitel pigmen retina disebut lipofusin.4,6,7

Sel epitel pigmen retina memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi; dengan ber-tambahnya usia, pigmen lipofusin makin bertambah, akibatnya akan mengganggu pergerakan nutrien dari pembuluh darah koroid ke epitel pigmen retina dan sel fotoreseptor.4-7

DEFINISIARMD merupakan degenerasi makula yang timbul pada usia lebih dari 50 tahun; ditan-dai dengan lesi makula berupa drusen, hiper-pigmentasi atau hipopigmentasi yang ber-hubungan dengan drusen pada kedua mata, neovaskularisasi koroid, perdarahan sub-reti-na, dan lepasnya epitel pigmen retina. 8-11

Tanda awal ARMD berupa drusen kekuningan yang terletak di lapisan retina luar di polus posterior.8-11 Drusen ini ukurannya bervariasi; dapat diperkirakan dengan membandingkan-nya dengan kaliber vena besar di sekitar papil (± 125 mikron). Menurut ukurannya, drusen dapat dibagi dalam bentuk kecil: <64 mikron, sedang: 64-125 mikron, dan besar: >125 mi-kron.3 Sedangkan menurut bentuknya, dibagi menjadi drusen keras: berukuran kecil dengan batas tegas dan drusen lunak: berukuran lebih besar dengan batas kurang tegas.2,3,8-11

PATOFISIOLOGI Patofi siologi ARMD belum diketahui pasti, ada teori yang mengaitkannya dengan proses penuaan dan teori kerusakan oksidatif.12

1. Proses penuaanBertambahnya usia maka akan menyebab-kan degenerasi lapisan retina tepatnya mem-bran Bruch; degenerasi membran Bruch menyebabkan lapisan elastin berkurang se-hingga terjadi penurunan permeabilitas ter-hadap sisa-sisa pembuangan sel. Akibatnya terjadi penimbunan di dalam epitel pigmen retina (EPR) berupa lipofusin.13,14

Lipofusin ini akan menghambat degradasi makromolekul seperti protein dan lemak, mempengaruhi keseimbangan vascular en-dothelial growth factor (VEGF), serta bersifat fo-toreaktif, akibatnya akan terjadi apoptosis EPR. Lipofusin yang tertimbun di dalam sel EPR menurunkan kemampuan EPR untuk memfa-gosit membran cakram sel fotoreseptor.14,15 Lipofusin yang tertimbun di antara sito-plasma dan membran basalis sel EPR, akan membentuk deposit laminar basal yang akan menyebabkan penebalan membran Bruch. Kerusakan membran Bruch juga akan menim-bulkan neovaskularisasi koroid.11,14,15

2. Teori kerusakan oksidatifSel fotoreseptor paling banyak terkena pajan-an cahaya dan menggunakan oksigen sebagai energi, kedua faktor tersebut akan menyebab-kan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elek-tron yang tidak berpasangan, yang bersifat sangat reaktif dan tidak stabil. Bila produksi ra-dikal bebas berlebihan dan anti-oksidan yang ada tidak mampu meredamnya, akan timbul suatu keadaan stres oksidatif yang selanjut-nya akan memicu kerusakan oksidatif tingkat selular.10,17

Gambar 2 Lapisan makula secara skematik

Sumber: Johnson RN, Schatz H, McDonald HR, Ai E. Fluorescein angiography: basic principles and interpretation. In: Ryan SJ,

Schachat, penyunting. Medical retina. Edisi ke-3. Volume 2. Singapore: Mosby; 2001:893

Gambar 3 Diagram fagositosis segmen luar sel fotoreseptor oleh mikrofi li EPR

Sumber: Kincaid MC, Green WR. Anatomy of the vitreous, retina, and choroid. Dalam: Regillo CD, Brown GC, Flynn HW, pe-

nyunting. Vitreoretinal disease the essentials. New York: Rhieme Medical Publisher; 1999:29

CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 432CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 432 6/8/2012 2:33:50 PM6/8/2012 2:33:50 PM

433CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012

TINJAUAN PUSTAKA

Kerusakan oksidatif retina dapat terjadi ka-rena terbentuknya reactive oxygen species (ROS) oleh oksidasi di mitokondria. Makula sangat rentan terhadap kerusakan oksidatif karena banyaknya sel fotoreseptor yang ba-gian dalamnya sangat banyak mengandung mitokondria sedangkan bagian luarnya ba-nyak mengandung asam lemak tidak jenuh ganda sehingga dapat membocorkan ROS. Oksigenasi yang tinggi di koroid memper-mudah kerusakan oksidatif. Selain itu, terpa-jannya makula dengan sinar ultraviolet juga akan menimbulkan proses oksidatif. Sel EPR yang mengalami kerusakan oksidatif ini akan menghasilkan vascular endothelial growth fac-tor (VEGF) sehingga akan memicu terjadinya choroidal neovascularization (CNV).10,19

KLASIFIKASIARMD terdiri dari 2 bentuk klinis yaitu: ARMD non-neovaskuler (non-eksudatif ) atau dikenal dengan tipe kering dan ARMD neovaskuler (eksudatif ) atau tipe basah.3,8,9,16 Bentuk non-neovaskuler lebih sering ditemui dan merupa-kan 90% kasus ARMD.16,18,20 Bentuk neovaskuler hanya ditemui <10%,18 akan tetapi 85% me-nyebabkan gangguan penglihatan berat.9,21

ARMD neovaskuler (tipe basah) ditandai dengan adanya choroidal neovascularization (CNV), sel endotel CNV ini mudah bocor se-hingga mudah pecah. Kerusakan membran Bruch menyebabkan pembuluh darah neo-vaskularisasi yang berasal dari kapiler koroid akan menembusnya, dan berproliferasi di antara membran Bruch dan sel epitel pigmen retina (EPR). Pembuluh darah neovaskuler ini disertai jaringan fi broblas, miofi broblas, lim-fosit dan makrofag membentuk kompleks fi brovaskuler yang dapat mengganggu dan merusak membran Bruch, kapiler koroid, serta EPR.8,9,15,23

Secara klinis dapat terlihat EPR terangkat berbentuk kubah dengan batas tegas, per-darahan subretina masif, pendarahan vitreus, robekan EPR dan sikatrik makula disiformis. Apabila prosesnya hanya sampai perdarah-an subretina maka akan membentuk sikatrik makula disiformis. Akan tetapi sikatrik ini dapat terus berproliferasi dan dapat menimbulkan transudasi masif cairan subretina, yang dapat mengakibatkan terlepasnya retina (ablasio retina). 8,9,15,23

FAKTOR RISIKO1. Usia Makin tinggi usia, makin besar risiko mende-rita ARMD. Framingham Eye Study menunjuk-kan risiko ARMD 28% pada usia 75-85 tahun dibandingkan hanya 11% pada usia 64-74 ta-hun.21 Meskipun demikian, tidak setiap orang tua akan mendapatkan ARMD.16,10,20,22

2. Jenis kelaminPenelitian Beaver Dam Eye Study dan Framing-ham Eye Study menyimpulkan bahwa wanita lebih berrisiko menderita ARMD dibanding-kan pria; wanita berusia lebih dari 75 tahun 2,2 kali lebih berisiko dibandingkan dengan pria pada kelompok usia sama.10,20,21,22

3. Faktor herediterPenelitian Gass dkk. menunjukkan 10%-20% penderita ARMD mempunyai riwayat ke-luarga berupa hilangnya penglihatan sentral. Beberapa laporan kasus juga menunjukkan adanya hubungan dengan ibu atau saudara kandung yang menderita ARMD.22

4. RasKejadian ARMD eksudatif lima kali lebih sering di kalangan kulit putih dibandingkan dengan di kalangan kulit hitam.24 Juga ada perbedaan kehilangan tajam penglihatan pada penderita kulit hitam dengan kulit putih. Baltimore Eye Survey menemukan 30% kebutaan bilateral terjadi pada kulit putih, sedangkan pada kulit hitam tidak ditemui (0%).21

5. Keadaan bola mataIris, bagian mata yang banyak mengandung melanin dapat melindungi retina dari kerusak-an oksidatif akibat pajanan sinar ultraviolet.18,21 Prevalensi ARMD non-neovaskuler dan ARMD neovaskuler ternyata secara bermakna lebih banyak ditemukan pada orang yang warna irisnya terang.25 Penderita hipermetropia (hi-peropia) juga berrisiko ARMD, karena pende-rita hiperopia mempunyai rigiditas sklera yang tinggi sehingga menghambat aliran darah.26 Hiperopia lebih dari 0,75 D dipertimbangkan sebagai risiko ARMD.22 Diduga ada hubungan lemah antara hiperopia dan ARMD awal, tidak pada ARMD yang lanjut.21

Banyak ahli menduga bahwa ekstraksi katarak dapat meningkatkan risiko ARMD, sebab lensa yang keruh dapat menghambat kerusakan retina dari cahaya ultraviolet; reaksi infl amasi pasca-bedah juga dapat mempercepat pro-

Gambar 4 Foto fundus ARMD geografi kan11

Gambar 5 Foto fundus ARMD neovaskuler15

ARMD non-neovaskuler (tipe kering) terlihat sebagai atrofi retina geografi k berupa hipo-pigmentasi atau depigmentasi akibat atrofi sel Epitel Pigmen Retina (EPR) sehingga pembu-luh darah koroid di bawahnya dapat terlihat serta lapisan retina di atasnya tampak menipis. Atrofi sel EPR dapat mengakibatkan atrofi sel fotoreseptor yang berada di atasnya, sehingga menimbulkan gangguan penglihatan. 8,9,11,22

KELUHAN/GEJALAAwalnya ARMD sangat jarang menyebabkan keluhan. Keluhan baru dirasakan apabila te-lah terjadi neovaskularisasi koroid (choroidal neovascularization, CNV) atau drusen lunak di sentral makula yang menyebabkan gang-guan lapang pandang sentral, penurunan tajam penglihatan sehingga sulit melakukan pekerjaan yang membutuhkan resolusi tinggi seperti membaca, menjahit, mengemudi, membedakan warna dan mengenali wajah.3 Hal ini sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita sehingga akan menimbulkan gang-guan emosional dan depresi.

CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 433CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 433 6/8/2012 2:33:50 PM6/8/2012 2:33:50 PM

CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012434

TINJAUAN PUSTAKA

gresivitas ARMD.10,21 Pada penderita afakia, risiko ARMD dua kali lebih besar dibanding-kan penderita pseudofakia.21

6. MerokokPenelitian prospektif Nurses Health Study me-nyimpulkan adanya hubungan antara kebi-asaan merokok dan risiko relatif ARMD. Perem-puan yang merokok 25 batang per hari atau lebih dan perempuan yang telah berhenti merokok memiliki risiko relatif ARMD yang lebih besar dibandingkan dengan perem-puan yang tidak pernah merokok.9,11,21 Selain itu, Physicians Health Study menemukan bah-wa laki-laki yang merokok lebih dari 20 batang per hari mempunyai risiko ARMD 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak me-rokok, selama 12 tahun pemantauan.27

7. Pajanan sinar matahari Epitel pigmen retina dapat rusak apabila ter-pajan sinar matahari berlebihan, tetapi bebe-rapa penelitian sebelumnya melaporkan tidak ada hubungan antara pajanan sinar matahari dengan kejadian ARMD.18,21,22 Mata akan terpa-jan sinar UVA, UVB, dan cahaya biru. Dikatakan ada hubungan positif dengan pajanan cahaya biru dalam waktu 20 tahun dengan kejadian ARMD lanjut (OR 1,36).21

8. Kardiovaskuler, tekanan darah, kolesterol, dan body mass index

Masih belum jelas hubungannya dengan ke-jadian ARMD. Beberapa penelitian menunjuk-kan bahwa ARMD neovaskuler berhubungan erat dengan tekanan diastolik tinggi (>95 mm/Hg), kadar High Density Lipoprotein (HDL) tinggi dan kadar kolesterol tinggi.10,16,18,22 Se-dangkan antara diabetes dengan risiko ARMD tidak ditemukan hubungan bermakna.28 Blue Mountains Eye Study menyimpulkan risiko ARMD geografi kan akan meningkat 16% untuk setiap kenaikan 10 mg/dL kolesterol total dan turun 10% setiap kenaikan 2 mg/dL kolesterol HDL.10,16,18,22 Menopause dan diabetes mening-katkan risiko ARMD geografi kan.27 Penderita dengan body mass index besar akan menu-run aktivitas fi siknya sehingga berhubungan dengan risiko tinggi ARMD neovaskuler, dan tidak pada atrofi geografi kan.26

9. GenetikaARMD akan lebih sering pada mereka yang orang tuanya penderita ARMD.10,18,21 Diduga kelainan gen penyakit Stargat, yaitu gen ABCR yang terletak pada kromosom 13q dan

6q, sama dengan kelainan gen penyebab ARMD.29

10. NutrisiMikronutrien diduga ikut berperan dalam ter-jadinya maupun progresivitas ARMD. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya kadar mi-kronutrien tertentu yang lebih rendah pada penderita ARMD dibandingkan dengan bu-kan ARMD.10,18,22 Seddon dkk. menyimpulkan bahwa diet tinggi karotenoid dapat menu-runkan risiko ARMD neovaskuler sampai 43% dibandingkan kelompok kontrol. Hanya beta-karotene dan lutein/zeaxanthin yang mempu-nyai hubungan paling bermakna.30,31

Penelitian Eye Disease Case Control Study (ED-CCS) juga menyebutkan bahwa risiko ARMD neovaskuler akan turun sampai 70% bila ka-dar lutein plasma ≥0,67 μmol/L dibandingkan dengan kadar lutein plasma ≤0,25 μmol/L.32

Lutein Antioxidant Supplementation Trial (LAST) melakukan penelitian tahun 2004 pada 90 orang penderita ARMD atrofi kan berusia re-rata 74,7 tahun selama 1 tahun dengan pem-berian 10 mg lutein non-ester dan kombinasi lutein non-ester 10 mg dengan anti-oksidan dan vitamin lain. Terlihat peningkatan densi-tas pigmen makula, perbaikan tajam peng-lihatan sebanyak 5,4 huruf pada kartu Snellen, perbaikan sensitivitas kontras, dan skotoma. Sedangkan pada kelompok kontol (plasebo) tidak terdapat perbaikan.33

DIAGNOSISSelain pemeriksaan klinis melihat gambaran fundus, pemeriksaan lain adalah dengan kartu Amsler (Amsler grid), foto fundus dengan fun-dus fl uorescein angiography (FFA), indocyanine green angiography (ICGA) dan optical coher-ence tomography (OCT).5,8,9,15

1. FunduskopiPada pemeriksaan funduskopi dengan of-talmoskop direk atau indirek akan terlihat di daerah makula berupa drusen, kelainan epitel pigmen retina seperti hiperpigmentasi atau hipopigmentasi yang berhubungan dengan drusen pada kedua mata, neovaskularisasi koroid, perdarahan sub-retina, dan lepasnya epitel pigmen retina.8-11

2. Kartu AmslerPada awal ARMD neovaskular dapat terlihat distorsi garis lurus (metamorfopsia) dan sko-

toma sentral. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk pemantauan oleh penderita sendiri sehingga tindakan dapat dilakukan secepat-nya.5

Gambar 6 A. Amsler normal, B. Amsler dengan skotoma

dan metamorfopsia3

3. Fundus fl uorescein angiography (FFA)Pemeriksaan FFA merupakan gold standard bila dicurigai CNV. Gambaran FFA dapat me-nentukan tipe lesi, ukuran dan lokasi CNV, sehingga dapat direncanakan tindakan selan-jutnya. FFA juga digunakan sebagai penuntun pada tindakan laser dan sebagai pemantauan dalam menentukan adanya CNV yang mene-tap atau berulang setelah tindakan laser.15,16,34

Gambar 7 FFA tipe okult dan klasik15

CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 434CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 434 6/8/2012 2:33:51 PM6/8/2012 2:33:51 PM

435CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012

TINJAUAN PUSTAKA

Dari gambaran FFA, dapat ditentukan bebe-rapa tipe lesi, yaitu (a) CNV Klasik: gambaran hiperfl oresin berbatas tegas pada fase peng-isian awal arteri, dan pada fase lambat tam-pak kebocoran fl uoresin sehingga batasnya menjadi kabur, (b) CNV Tersamar (Occult): pada fase lambat terlihat gambaran hiperfl o-resin granular dengan batas tidak tegas, (c) Predominan klasik: lesi klasik lebih dari 50% dibandingkan dengan tipe tersamar, dan (d) Minimal klasik: lesi klasik kurang dari 50% dibandingkan dengan tipe tersamar.15,34,35

4. Indocyanine green angiography (ICGA)ICGA sangat lambat mengisi kapiler koroid se-hingga struktur koroid dapat terlihat lebih de-tail. Hal ini memberi gambaran yang baik pada kelainan koroid dan menghilangkan blokade yang terjadi pada FFA, sehingga sering digu-nakan dalam diagnosa CNV tersamar.15,23,34

5. Optical coherence tomography (OCT)Teknik imaging dengan potongan sagital dua dimensi resolusi tinggi dapat memperlihatkan gambaran perubahan setiap lapisan retina.8 Dapat menilai secara kuantitatif ketebalan makula, akan tetapi masih perlu evaluasi man-faatnya dalam menentukan CNV.9

PENANGANANTujuan pengobatan ARMD neovaskuler adalah untuk mempertahankan tajam penglihatan yang ada dan menurunkan risiko penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.9,15,16 Tin-dakan laser bertujuan untuk merusak CNV tanpa menyebabkan kerusakan jaringan yang berarti.

1. Fotokoagulasi laserLaser argon hijau atau kripton merah dapat di-gunakan; laser kripton merah lebih sedikit di-absorpsi oleh pigmen xantofi l dibandingkan laser argon hijau, sehingga memungkinkan dilakukan lebih dekat dengan daerah sentral fovea. Besarnya spot adalah 100-200 μm de-ngan durasi 0,1-0,5 detik. 9,15,16

Menurut Macular Photocoagulation Study (MPS) penderita yang akan menjalani laser dibagi dalam 3 kelompok:1. CNV ekstra-fovea: laser akan sangat efektif

karena tidak mempengaruhi tajam peng-lihatan.

2. CNV juksta-fovea: CNV akan melebar ke daerah foveal avascular zone (FAZ) tetapi

jarang sampai ke daerah pusat makula. Karena risikonya cukup tinggi, terapi laser masih kontroversial.

3. CNV sub-fovea: karena CNV di sub-fovea, fotokoagulasi laser berisiko menyebabkan kehilangan tajam penglihatan permanen. Beberapa kasus jika diseleksi dengan be-nar dapat juga diterapi bila ukurannya kecil dan penderita disiapkan untuk risiko penurunan tajam penglihatan sesudah terapi.9,15,16

2. Photodynamic therapy ( PDT)PDT adalah teknik pengobatan mengaktifkan zat verteporfi n menggunakan sinar laser (foto-sensitizer). Terapi ini tidak merusak EPR, fotore-septor, dan koroid karena laser yang diguna-kan tidak menimbulkan panas dan zat aktif hanya bekerja pada jaringan CNV. Hal ini kar-ena vertoporfi n berikatan dengan low density lipoprotein (LDL) yang banyak terdapat pada sel endotel pembuluh darah yang sedang berproliferasi.23

PDT merupakan pilihan terapi CNV sub-fovea tipe klasik dan predominan klasik.15,34 Terapi ini dapat diulang setiap 3 bulan bila masih terlihat kebocoran. Hindari pajanan matahari secara langsung selama 24-48 jam setelah in-jeksi vertoporfi n.23

3. Transpupillary thermotherapy (TTT)TTT merupakan terapi iradiasi rendah dengan sinar laser inframerah (810 nm) sehingga pa-nas yang dihasilkan tidak merusak jaringan dan dapat digunakan pada CNV subfovea dengan lesi okult.36,37

TTT merupakan tantangan bagi operator un-tuk menentukan power yang akan digunakan karena setelah TTT tidak terlihat perubahan warna pada retina sehingga tidak diketahui apakah telah terjadi suatu oklusi atau be-lum.37

4. Terapi anti-angiogenesisAnti-angiogenesis dapat digunakan untuk terapi CNV karena dapat menghambat vascu-lar endothelial growth factor (VEGF) sehingga CNV menjadi regresi dan juga mencegah ter-bentuknya CNV baru.38

Dapat digunakan secara primer atau tamba-han pada saat terapi laser.23 Saat ini anti VEGF yang sedang berkembang ialah ranibizumab, pegabtanib sodium, dan bevacizumab intravi-

treal, yang dikatakan dapat menstabilkan visus atau meningkatkan tajam penglihatan secara temporer.38,39

Sering pula anti-angiogenesis dikombinasi-kan dengan anti-infl amasi (dexamethasone) intravitreal dan dapat pula dikombinasikan setelah PDT.

5. RadiasiBeberapa penelitian kecil mengungkapkan terapi radiasi dapat menstabilkan ARMD ek-sudatif atau meregresi CNV.40 Radiasi okuler dengan sinar proton dosis rendah <20 gray dalam 200 centigray relatif aman dilakukan pada CNV subfovea.41

6. Pembedahan

a. Translokasi makulaMerupakan pengobatan yang menjanjikan, karena dapat memperbaiki tajam penglihatan sampai tingkat dapat membaca dan mengen-darai mobil. Meskipun demikian tindakan ini juga mengandung risiko.42

Translokasi makula merupakan suatu tindakan pembedahan memindahkan neurosensoris retina fovea dari daerah neovaskularisasi sub-fovea ke daerah EPR membran Bruch kompleks koriokapilaris yang masih sehat sehingga CNV dapat diterapi dengan fotokoagulasi laser. Pe-mindahan ini bertujuan untuk mempertahan-kan fungsi sel fotoreseptor.23,40,42,43 Tindakan ini dapat dilakukan apabila visusnya relatif masih baik, perdarahannya belum terlalu lama, dan sebelumnya belum pernah dilakukan tinda-kan laser.42

b. Transplantasi EPRBeberapa peneliti melakukan eksisi CNV atau pengangkatan jaringan fi brovaskuler sub-fovea, yang kemudian dilanjutkan dengan transplantasi EPR.23,40,44

7. Pendidikan dan RehabilitasiPendidikan pada penderita berusia 50 tahun ke atas yang pada makulanya terdapat drusen sangat perlu, agar mereka mampu memantau sendiri penglihatan sentralnya menggunakan kartu Amsler.15

Penderita gangguan penglihatan sentral permanen dapat memanfaatkan sisa pengli-hatannya dengan menggunakan alat bantu optik seperti lensa, teleskop, kaca pembe-

CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 435CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 435 6/8/2012 2:33:53 PM6/8/2012 2:33:53 PM

CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012436

TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

1. BPS Susenas 2004. http:// www.datastatistik.indonesia.com.

2. Chopdar A, Chakravarthy U. Age-related macular degeneration. BMJ. 2003;326:485-8.

3. Bressler NM. Early detection and treatment of neovascular age-related macular degeneration. JABFP. 2002; 15:142-52.

4. Kincaid MC, Green WR. Anatomy of the vitreous, retina, and choroid. In: Regillo CD, Brown GC, Flynn HW, editors. Vitreoretinal disease: the essentials. New York: Thieme Medical

Publisher;1999:11-24.

5. Yanoff M. Macular pathology. In: Yannuzzi LA, Gitter KA, Schatz H, editors. The macular: A comprehensive text and atlas. SA: Baltimore; 1979:3-13.

6. Cavallerano AA. Anatomy, histology, and morphology. In: Cavallerano AA, Gutner RK, Oshinskie LJ, editors. Macular disorder and illustrated diagnostic guide. Boston: Butterworth-

Heinemann;1997:3-8.

7. Liesegang TJ, Deutch TA, Grand MG.ed. In: Basic and clinical science course, fundamentals and principles of ophthalmology. Section 2.USA. The Foundation of the American Academy of

Ophthalmology;2001-2002:77-386.

8. Liesegang TJ, Deutch TA, Grand MG, editors. Basic and clinical science course, fundamentals and principles of ophthalmology. Section 12.USA. The Foundation of the American Academy

of Ophthalmology; 2001-2002:7-70.

9. O’Connel SR, Bressler NM. Age-related macular degeneration. In: Regillo CD, Brown GC, Flynn HW, editors. Vitreoretinal disease the essentials. New York: Thieme Medical Publisher;

1999:213-40.

10. Richer SP. Prevention and medical management of age-related macular degeneration. In: Cavallerano AA, Gutner RK, Oshinskie LJ, editors. Macular disorder and illustrated diagnostic

guide. Boston: Butterworth-Heinemann; 1997:245-58.

11. Sarks SM, Sarks JP. Age-related maculopathy: Non-neovascular age-related macular degeneration and the evolution of geographic atrophy. In: Ryan SJ, editors. Medical retina. Edisi ke-3.

Volume 2. Singapore: Mosby;2001:1064-96.

12. Cai J, Nelson KC, Wu M, Jr Paul S. Oxidative damage and protection of the RPE. J. Progr. in Retinal and Eye Res. 2000;19:205-21.

13. Guymer R, Bird AC.Bressler NM. Age changes in Bruch membran and related structures. In: Ryan SJ, editors. Medical retina. 3rd ed. Vol. 2. Singapore: Mosby; 2001.

14. Burns LF, Burns RP, Gao CL. Age-related macular changes in humans over 90 years Old. Amer. J. Ophthalmol. 1990;109:265-8.

15. Bressler NM, Bressler SB, Fine SL. Neovascular (exudative) age-related macular degeneration. In: Ryan SJ, editors. Medical retina. 3rd ed. Vol. 2. Singapore: Mosby;2001:1100-31.

16. American Academy of Ophthalmology. Age-related macular degeneration, preferred practice pattern. San Francisco: American Academy of Ophthalmology, 2003 (dikutip 10 Desember

2004). Tersedia dari:URL: http:// www. aao.org/aao/education library/ppp/index.cfm.

17. Frank RN, Amin RH, Puklin JE. Antioxidant enzymes in the macular retinal pigmen epithelium of eyes with neovascular age-related macular degeneration. Amer. J. Ophthalmol.1999;127:694-

709.

18. Evans J. Age-related macular degeneration. In: Johnson GJ, Minassian DC, Weale RA, West SK, editors. The epidemiology of eye disease. Edisi ke-2. London:Arnold;2003:356-68.

19. Bartlett H, Eperjesi F. Age-related macular degeneration and nutritional supplementation: a review of randomized controlled trials. Ophthal. Physiol.Opt.2003;23:383-99.

20. Pratt S. Dietary prevention of age related macular degeneration. J. Amer. Optometric Assoc. 1999; 70:39-47.

21. Seddon JM. Epidemiology of age-related macular degeneration. In: Ryan SJ, editors. Medical retina. Edisi ke-3. Volume 2. Singapore: Mosby;2001:1039-47.

22. Cavallerano AA. Age-related macular degeneration. In: Cavallerano AA, Gutner RK, Oshinskie LJ, editors. Macular disorder and illustrated diagnostic guide.Boston: Buttorworth-

Heinemann;1997:111-34.

23. Deutman A. Age-related macular degeneration. In: Boyd BF, Boyd S. editors. Retinal and vitreoretinal surgery. Panama: Highlights of ophthalmology; 2002:237-95.

24. Javitt JC, Zhou Z, Maguire MG, Fine SL. Incidence of exudative age-related macular degeneration among elderly Americans. Amer. Acad. Ophthalmol. 2003;110:1534-9.

25. Hyman LG, Grimson R, Oden N, Schachat AP, Leske MC.Age-related macular degeneration risk factor study. Invest Ophthalmol VisSci.1992;33: 801-7.

26. AREDS research group. Risk factors for incidence of advanced age-related macular degeneration in the Age-Related Eye Disease Study (AREDS). AREDS Report No.19. Am. Acad. Ophthal-

mol. 2005; 112:533-9.

27. Tomany SC, Wang JJ, Leeuwen RV, Klein R. Risk faktors for incident age-related macular degeneration, pooled fi nding from 3 continents. Amer. Acad. Ophthalmol. 2004; 111:1280-7.

28. Hyman LG, Schachat AP, He Q, Leske MC. Hypertension, cardiovascular disease and age-related macular degeneration risk factor study. Arch Ophthalmol 2000; 118: 351-8.

29. Pakasi NH, Age-related macular degeneration, genetika dan faktor risiko, In: Kumpulan makalah seminar ‘Update on age-related macular degeneration’. Malang, FK UNIBRAW; 2001:1-22.

30. Seddon JM, Ajani UA, Sperduto RD, Hiller R, Blair N, Burton TC. Dietary caratenoids, vitamins A, C, and E, and advanced age-related macular degeneration. JAMA 1994; 272:1413-20.

31. Schalch W. Lutein and zeasantin, the carotenoids of the human macular. Sight and Life Newsletter 2000; 2:3-10.

32. Moeller SM, Jacques PF, Blumberg JB. The potential role of dietary xanthopylls in cataract and age-related macular degeneration. J. Am. Coll. Nutr. 2000; 19: 522-7.

33. Richer S, Stiles W, Statkute L, Pulido J, Rudy D. Double masked, placebo-controlled, randomized trial of lutein and antioxidant suplementation in the intervention of atrophic age-related

macular degeneration: the Veterans LAST study (Lutein Antioxidant Supplementation Trial). Optometry 2004; 75(4):216-30.

sar, kaca mikroskopis (kacamata baca positif tinggi) atau alat bantu elektronik (CCTV/ close circuit television). Selain itu, dapat digunakan alat bantu non-optik seperti buku dengan cetakan huruf besar, tiposkop, pencahayaan tambahan untuk membantu membaca dan memodifi kasi lingkungan dengan pemberian warna yang kontras di dalam rumah.45

SARANRisiko ARMD dapat diperkecil dengan menghindari faktor risiko yang dapat dicegah dan berupaya hidup sehat. Diharapkan setiap oftalmolog dapat melakukan skrining peme-riksaan fundus karena kebanyakan kasus ARMD tanpa keluhan tajam penglihatan bila belum melibatkan penglihatan sentral. Berisiko CNV

apabila dijumpai lima atau lebih drusen, ter-dapat satu atau lebih drusen berukuran besar, adanya hiperpigmentasi fokal dan adanya ri-wayat hipertensi sistemik.15

Apabila terdapat risiko CNV, penderita dididik untuk memantau sendiri penglihatannya dengan menggunakan kartu Amsler.

CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 436CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 436 6/8/2012 2:33:53 PM6/8/2012 2:33:53 PM

437CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012

TINJAUAN PUSTAKA

34. Amin HI, Donald HR, Johnson RN, Ai E, Schatz H. Age-related macular degeneration. In: Tasman W, Jaeger EA, editors. Duane’s Clinical Ophthalmology (CD-Rom). Baltimore:Lippincott

Willians & Wilkins;2003.

35. Olsen TW, Feng X, Kasper TJ, Rath PP, Steuer ER. Fluorescein angiographic lesion type frequency in neovascular age-related macular degeneration. Ophthalmology 2004;111: 250-5.

36. Lanzetta P, Michieletto P, Pirracchio A, Bandello F. Early vascular changes induced by transpupillary thermotherapy of choroidal neovascularization. Ophthalmology 2002;109: 1098-104.

37. Reichel E, Berrocal AM, Kroll AJ, Desai V, Duker JS, Puliafi to CA. Transpupillary thermotherapy of occult subfoveal chroidal neovascularization in patients with age-related macular degen-

eration. Ophthalmology 1999;106: 1908-14.

38. The Eyetech Study Group.Anti-vascular endothelial growth factor therapy for subfoveal choroidal neovascularization secondary to age-related macular degeneration. Phase II study result.

Ophthalmology 2003;110: 979-86.

39. Jonas JB, Kreissig I, Hugger P, Sauder G, Jonas SP, Degenring R. Intravitreal riamcinolone acetonide for exudative age related macular degeneration.Br J Ophthalmol. 2003;110: 979-86.

40. Ciulia TA, Danis RP, Harris A. Age-related macular degeneration: a review of experimental treatments. Surv Ophthalmol. 1998;43:136-46.

41. Char DH, Irvine AI, Posner MD, Quivey J, Phillips TL, Kroll S. Randomized trial of radiation for Age-related macular degeneration. Am J Ophthalmol. 1999; 127:574-8.

42. Fuji GY, de Juan, Jr Eugene, Hartranft CD, Jensen PS. Limited macular translocation.In: Ryan SJ, editors. Surgical retina. 3rd ed. Vol. 3. Singapore: Mosby;2001:2580-95.

43. Lewis H, Kaiser PK, Lewis S, Estafanous M. Macular translokasi for subfoveal choroidal neovascularization in age-related macular degeneration: A prospective study. Am J Ophthalmol.

1999;128:135-46.

44. Del Priore LV, Kaplan HJ, Tezel TH, Hayashi N, Berger AS, Green WR. Retinal pigment epithelial cell transplantation after subfoveal membranctomy in age-related macular degeneration:

Clinicopathologic correlation. Am J Ophthalmol. 2001;131:472-80.

45. Kraut JA. Vision rehabilitation. In: Tasman W, Jaeger EA, editors. Duane’s Clinical Ophthalmology (CD-ROM). Baltimore: Lippincott Willians & Wilkins;2003.

CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 437CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 437 6/8/2012 2:33:54 PM6/8/2012 2:33:54 PM