arah kebijakan pertambangan - dpekepri.org kebijakanl_mineral...•...
TRANSCRIPT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Sumber Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
ARAH KEBIJAKAN PERTAMBANGAN
1
MINERAL
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN 1.1. latar Belakang
1.2. Visi dan Misi II. KONDISI SAAT INI
2.1. Sumber Daya dan Cadangan Mineral 2.2. Eksplorasi dan Eksploitasi 2.3. Pengolahan dan Pemurnian
III. KONDISI YANG DIHARAPKAN 3.1. Jangka Pendek (2010-‐2014) 3.2. Jangka Panjang (2010-‐2025) 3.3. Tantangan untuk Mencapai Hasil Yang Diharapkan
IV. LINGKUNGAN STRATEGIS 4.1. Global 4.2. Regional 4.3. Nasional
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
V. INSTRUMEN KEBIJAKAN 5.1. Legislasi
5.2. Regulasi 5.3. Kelembagaan
VI. AGENDA PERTAMBANGAN MINERAL 6.1. Agenda Pokok Mineral 6.2. Penciptaan KepasTan Hukum Dalam Pengusahaan Mineral 6.3. Peningkatan Investasi Pengusahaan Mineral 6.4. Peningkatan Pengawasan dan Pembinaan Pengusahaan Mineral 6.5. Pemenuhan Kebutuhan Mineral Dalam Negeri 6.6. Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri
LAMPIRAN
-‐ Produksi Mineral -‐ Investasi -‐ Penerimaan Negara
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
• Sumber daya mineral dan cadangan tersebar dan keberadaan di alam pada umumnya terbatas
• Sumber Daya Mineral Tdak dapat diperbaharui (Non Renewable) • Merupakan bahan baku vital bagi industri primer dan sekunder • Sebagai penggerak mula (prime mover) pembangunan suatu negara melalui
penghasilan devisa (foreign exchange earning), lapangan kerja, pengembangan wilayah dan investasi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
2.1 Sumber Daya Dan Cadangan Mineral Logam
Bijih = 1.878 Bijih = 546,83Juta Ton Logam = 42 Logam = 8,7
Bijih = 95 Bijih = 0,54Logam = 0,65 Logam = 0,33Bijih =726,58 Bijih = 111,79
Juta Ton Logam = 249,67 Logam = 65Bijih = 2.384 Bijih = 4.299Logam = 69,76 Logam = 42,85Bijih = 1.980.234,64 Bijih = 5.117.034,40
Ribu Ton Logam = 4,2 Logam = 4,3Bijih = 1.688.652,45 Bijih = 16.789Logam = 0,14 Logam = 0,0038Bijih = 616,09 Bijih = 4.773,05
Juta Ton Logam = 0,5 Logam = 0,026Bijih = 1.014,79 Bijih = 4.732Logam = 132,91 Logam = 2,41Bijih = 10,62 Bijih = 0,93
Juta Ton Logam = 5,78 Logam = 0,59
Bijih = 1.565,19 Bijih = 80,640Juta Ton Logam = 631,6 Logam = 18,08
Bijih = 382,24 Bijih = 1,85Logam = 198,62 Logam = 1,38Bijih = 1.263,33 Bijih = 152,86
Juta Ton Logam = 1,4 Logam = 0,22Bijih = 5,7Logam = 2,4Bijih = 1,6
Juta Ton Logam = 0,75Bijih = 685Logam = 0,21Bijih = 185,9 Bijih = -
Ribu Ton Logam = 10,5 Logam = 2,7Bijih = 115.000Logam = 13,03Bijih = 586,9 Bijih = 6,7
Juta Ton Logam = 6,78 Logam = 0, 97Bijih = 74,9 Bijih = 1,6Logam = 3,1 Logam = 0,12Bijih = 741,2 Bijih = 2,7
Juta Ton Logam = 2,9 Logam = 0,026Bijih =71,3 Bijih = 1,4Logam = 71,3 Logam = 0,11Bijih = 23,7
Juta Ton Logam = 15,4
22 Titan Plaser
23 Besi Sedimen -
Cadangan
19 Seng
20 Timbal
21 Titan Laterit
16 Molibdenum -
17 Monasit
18 Platina -
13 Kobal
14 Kromit Plaser -
15 Kromit Primer -
Juta Ton
75.91 -
11 Besi Laterit
12 Besi Primer
8 Pasir Besi
9 Mangan
10 Air Raksa
5 Emas Primer
6 Emas alluvial
7 Perak
2 Timah
3 Bauksit
4 Tembaga
No Komoditi Unit Sumber Daya
1 Nikel
Juta Ton
Ribu Ton
Jut Ton
Juta Ton
Juta Ton
Juta Ton
Ribu Ton
Juta Ton
Ton
Juta Ton
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
No Komoditas Sumber Daya (ton)1 Bentonit 551,179,500 2 Dolomite 1,959,407,000 3 Fosfat 18,974,320 4 Gypsum 7,439,312 5 Kalsit 90,200,500 6 Kuartsit 3,159,039,000 7 Oker 41,180,750 8 Pasir Kuarsa 17,489,962,002 9 Talk 3,096,700 10 Zeolit 258,102,000 11 Zirkon 1,054,123 12 Kaolin 732,857,264 13 Pirofilit 104,827,000 14 Intan 107,570 15 Kalsedon 1,770,352 16 Oniks 265,000 17 Rijang 663,000 18 Feldspar 7,411,216,000
SUMBER DAYA MINERAL NON LOGAM SUMBER DAYA MINERAL BATUAN
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
STATUS KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERAL (September 2009)
2.2 Eksplorasi Dan Eksploitasi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
2.3 Pengolahan Dan Pemurnian
Peningkatan nilai tambah (PNT) produk pertambangan sangat penTng mengingat selama ini peran produk Indonesia hanya sebagai produsen atau penjual bahan galian tambang tanpa diolah. Beberapa komoditas mineral logam telah diolah menjadi produk akhir yang dapat digunakan langsung sebagai bahan baku industri: • Bijih Timah • Bijih Nikel • Bijih Tembaga Beberapa contoh sektor industri menggunakan produk akhir logam hasil olahan: • Industri Kesehatan • Industri Manufaktur • Industri Mesin dan Logam Dasar • Industri Pertahanan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
INDONESIA SEBAGAI EKSPORTER MINERAL DAN BATUBARA • Sektor mineral merupakan salah satu pilar pendukung pembangunan nasional.
-‐ Berbagai jenis mineral logam, mineral bukan logam, dan mineral batuan merupakan bahan baku industri, bahan bangunan, dan komoditas ekspor.
-‐ Batubara merupakan bahan bakar utama dalam negeri dan sisanya menjadi komodiT ekspor
• Secara potensi sumberdaya mineral masih besar. • Terdapat 12 KK (status bulan September 2009) yang telah berproduksi dan beberapa KP
seperT KP PT, ANTAM, KP PT. Timah. • Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksporTr utama mineral. Namun banyak yang
diekspor masih dalam bentuk bahan mentah (raw material), misalnya: bauksit 100% diekspor, bijih besi 100% di ekspor, Bijih nikel, dll.
15
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN KOMODITI MINERAL BELUM SEMUA DI LAKUKAN DALAM NEGERI • Beberapa komoditas mineral telah melalui pemrosesan, sehingga diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh sektor lainnya (industri, kesehatan, pertahanan, dll), seperT: -‐ Bijih Timah telah diproses menjadi logam Tmah (PT KobaTn dan PT Timah) -‐ Bijih Nikel telah diproses menjadi ferronickel (PT Aneka Tambang, Tbk) dan nikelma]e
(PT INCO, Tbk). Tetapi sebagian masih diekspor dalam bentuk bijih nikel -‐ Bijih Tembaga telah diproses menjadi konsentrat tembaga (PT Freeport Indonesia dan PT
Newmont Nusa Tenggara) yang terutama mengandung tembaga, emas dan perak. Sekitar 30% konsentrat ini diproses di dalam negeri (PT SmelTng Gresik) menjadi katoda tembaga.
• Beberapa mineral belum diproses dan tetap diekspor dalam bentuk bahan mentah (raw
material) seperT : -‐ Bijih besi -‐ Bauksit
Di sisi lain, indonesia mengimpor besi sponge/pellet untuk industri baja dalam negeri (PT Krakatau Steel) dan alumina untuk perkembangan industri aluminium
16
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 17
Impor pelet besi
Bijih Nikel
Bijih Tembaga
Bijih Timah
Bijih Bauksit
Bijih Besi
Fe Ni & Ni ma]e
Cu murni
Sn murni
Al murni
Baja
Konsentrat Tembaga
Pasir Timah
Ekspor
Ekspor
Ekspor
Ekspor
Ekspor
Ekspor
Ekspor
Ekspor
Ekspor Dalam Negeri
Impor Alumina
Baja
Dalam Negeri
INDUSTRI PRIMER MINERAL BELUM OPTIMAL
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 18
URGENSI PENINGKATAN NILAI TAMBAH
Proses pengolahan hasil tambang (baik yang dilakukan satu tahap maupun berberapa tahap) yang bertujuan untuk menghasilkan suatu produk atau komodiT sehingga nilai ekonomi dan daya gunanya meningkat lebih Tnggi dari sebelumnya, serta akTfitas yang diTmbulkan akan memberikan dampak posiTf terhadap perekonomian dan sosial baik bagi Pusat maupun Daerah
COMMODITY PRICE ($/ton) Ni 2% 24 FeNi 5% 447 FeNi 20% 2555 Stainless Steel Series 200 1464 Stainless Steel Series 300 2091
Contoh
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 19
UPAYA KE-‐DEPAN
Hasil dan manfaat tambang harus terus diTngkatkan (penerimaan negara, tenaga kerja, dll), kuncinya adalah: • Keterpaduan usaha hulu (eksplorasi dan eksploitasi) dengan usaha hilirnya • Konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan (pengawasan dan pengendalian, litbang,
jaminan pasokan, dll) • ParTsipasi seluruh komponen (investor, masyarakat, perguruan Tnggi, dll) untuk
bersama-‐sama mendorong opTmalisasi manfaat tersebut
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
3.1 Jangka Pendek (2010-‐2014) a. Eksplorasi dan eksploitasi
• Tercapainya pelaksanaan good mining prac0ce • Tercapainya peningkatan produksi, penjualan • Tercapainya peningkatan investasi • Tercapainya peningkatan penerimaan Negara
b. Pengolahan • Memetakan secara rinci berbagai produk pengolahan mineral yang laku pasar (Roadmap
Added-‐Value Product) • Merumuskan secara umum dan fleksibel batasan produk-‐produk olahan mineral yang
diizinkan untuk diekspor • MemperTmbangkan rumusan pentahapan dalam menetapkan kewajiban pemrosesan produk
hilir, disesuaikan dengan perTmbangan keekonomiannya. • Mendorong pengembangan industri pengolahan dan pemrosesan di dalam negeri, melalui
penciptaan iklim investasi yang menarik, untuk menampung produk tambang-‐tambang yang secara ekonomi Tdak mungkin membangun pabrik pengolahan sendiri.
• Secara khusus memperTmbangkan pemberlakuan kebijakan fiskal (insenTf pajak, tarif impor, dll) untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri di pasar internasional.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
3.2 Jangka Panjang (2010-‐2025)
• Terdapat kaitan hulu dan hilir industri mineral nasional yang terjalin dengan kokoh. Antara industri hulu dan hilir sudah saling menguatkan. Industri hulu sudah menjadi pemasok sebagian besar kebutuhan bahan baku dan penolong bagi industri hilirnya, atau dengan kata lain industri hilir sektor industri nasional sudah menjadi pasar yang dapat diandalkan oleh industri hulu.
• Industri nilai tambah produk pertambangan nasional merupakan penghasil penTng pada sektor ekonomi.
• Kemampuan teknologi dan rekayasa industri nilai tambah sudah kuat dan kokoh, sehingga dapat menjadi pendorong berbagai produk unggulan masa depan
• Kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM sudah sangat berkembang, baik dari sisi manajerial maupun teknis. Bahkan, pada saat itu sudah banyak SDM sektor industri nasional yang dikirim ke luar negeri untuk mengelola usaha nasional yang ada di berbagai negara.
• Berbagai insTtusi (kelembagaan) yang berkaitan dengan pengembangan industri mineral nasional sudah berjalan dengan baik di bidang pemerintahan, masyarakat, pengusaha, seperT asosiasi maupun dunia profesi, pendidikan, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
3.3 Tantangan Untuk Mencapai Kondisi Yang Diharapkan • Masih belum sinkronnya beberapa legislasi lintas sektor (pertambangan, kehutanan, lingkungan
dan tata ruang) • Masih belum opTmalnya pelaksanaan kegiatan pertambangan yang baik dan benar (PETI,
perusahaan yang Tdak mematuhi ketentuan lingkungan, dll) • Masih terbatasnya kapasitas pengolahan (nilaitambah) saat ini • Masih belum opTmalnya kandungan lokal dari kegiatan pertambangan mineral • Harga komoditas mineral berfluktuasi yang mempengaruhi kepada target penambangan dan
penjualan • Masih terdapatnya kasus tumpang-‐Tndih lintas sektor dalam praktek pertambangan • Meningkatkan kontribusi dalam pembangunan daerah (bagi hasil, CD, dll) • Keterbatasan kapasitas teknologi, SDM dan infrastruktur • Belum adanya insenTf bagi pengembangan pengolahan produk pertambangan • Besarnya nilai investasi pada pengembangan produk pengolahan
3.4 Peluang • Terbitnya UU Minerba memberikan peluang terciptanya kepasTan hukum • Investasi pada nilai tambah produk pertambangan sebagai peluang baru (termasuk besarnya
potensi pengolahan mineral non-‐logam dan batuan) yang dapat menghasilkan peningkatan penerimaan Negara dan tenaga kerja
• Peningkatan kebutuhan mineral untuk pasar domesTk
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
IV. LINGKUNGAN STRATEGIS 4.1 Global a. World Trade Organiza0on b. Pemanasan Global c. BRIC (Brazil, Rusia, India, China)
4.2 Regional a. Perdagangan Bebas ASEAN-‐China (ASEAN-‐China Free Trade Agreement)
b. Perdagangan Bebas Asia Pasifik
4.3 Nasional a. Otonomi Daerah b. Kewajiban pemenuhan Bahan Baku Mneral Dalam Negeri c. Reformasi Birokrasi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
BAB V. INSTRUMEN KEBIJAKAN 5.1. Legislasi a. UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral daan Batubara Terdapat berbagai hal baru di dalam UU Minerba yang akan membawa kepada sejumlah perubahan
mendasar di dalam praktek pertambangan di Indonesia, diantaranya: • UU Minerba mengamanatkan opTmalisasi penerimaan negara • Ditetapkan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan
Wilayah Pencadangan Negara (WPN) • Skema Perizinan berdasarkan UU Minerba: Izin Usaha Pertambangan (IUP), IUP eksplorasi dan
IUP Operasi Produksi, Izin Pertambangan Rakyat (IPR), IUP Khusus (IUPK) pada area eks Wilayah Cadangan Negar, IUP dan IUPK terbuka baik untuk investor dalam dan luar negeri melalui lelang
• Penetapan IUP melalui sistem lelang. IUPK bisa diberikan oleh izin menteri di ex WPN (WUPK) • Klarifikasi wewenang dan ruang lingkup Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota. • Kewajiban Pemrosesan dan pemurnian logam harus dilakukan di Indonesia (aspek nilai tambah). • Pengembangan masyarakat difokuskan pada kesejahteraan rakyat. • Demi kepenTngan nasional, Pemerintah menetapkan domes0c market obliga0on (DMO) untuk
mineral dan batubara. • Perusahaan tambang dengan skema IUPK memiliki kewajiban untuk membagikan keuntungan
bersih setelah produksi: 4% kepada Pemerintah 6% kepada Pemda. • Adanya mekanisme sangsi untuk pelanggaran • Adanya ketentuan peralihan bagi perjanjian/kontrak yang sudah ada (KK/PKP2B)
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
5.1 Legislasi b. Legislasi Sektor Lain
• UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan • UU 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal • UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang • UU 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-‐pulau kecil • UU 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup
c. Legislasi Terkait Perencanaan • UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara • UU 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional • UU 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
5.2 Regulasi a. Regulasi Pengusahaan. i. Permen ESDM No 28 tahun 2009 tentang Usaha Jasa
• Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 Undang-‐Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan
• Jasa Pertambangan adalah jasa penunjang yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertambangan.
• Usaha Jasa Pertambangan adalah usaha jasa yang kegiatannya berkaitan dengan tahapan danlatau bagian kegiatan usaha pertambangan.
• Usaha Jasa Pertambangan Non InT adalah usaha jasa selain usaha jasa pertambangan yang memberikan pelayanan jasa dalam mendukung kegiatan usaha pertambangan.
• Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang melipuT tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan serta pascatambang.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
5.2 Regulasi ii. Permen ESDM No 34 tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara untuk Kepen0ngan Dalam Negeri
• Untuk mencegah terjadinya kelangkaan pasokan mineral dan batubara, serta menjamin pasokan mineral dan batubara di dalam negeri
• Pemakai mineral di dalam negeri yang akan dijamin pasokannya tersebut, melipuT badan usaha dan perorangan Indonesia yang melakukan usahanya di Indonesia dan menggunakan mineral sebagai bahan baku atau secara langsung
• Pemakai mineral yang digunakan sebagai bahan baku adalah usaha peleburan logam, pemurnian logam, pengolahan mineral bukan logam dan pengolahan batuan.
• Pemakai mineral yang digunakan secara langsung adalah sektor industripengolahan dan sektor konstruksi
• Harga patokan mineral adalah harga mineral dengan mengacu kepada indeks internasional atau harga pasar yang berlaku sebagai acuan harga mineral yang diproduksikan oleh suatu badan usaha pertambangan mineral
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
5.2 Regulasi b. Regulasi Keteknikan
Pelaksanaan Good Mining Prac0ce • Teknis pertambangan: adanya perencanaan dan pelaksanaan teknis pertambangan yang baik dan benar, dengan mengkaji seluruh aspek atau komponen terkait pertambangan, seperT eksplorasi, penetapan cadangan, geoteknik, hidrogeologi, studi kelayakan, perencanaan tambang, konstruksi, penambangan, pengolahan, pengangkutan, dan penjualan.
• Keselamatan dan Kesehatan Kerja pertambangan: adanya potensi bahaya yang dapat membahayakan kepada kegiatan produksi, aset dan manusia termasuk masyarakat sekitarnya perlu diketahui semenjak dini untuk selanjutnya dilakukan idenTfikasi dan pencegahan di dalam praktek pertambangan.
• Lindungan lingkungan Pertambangan: seTap perusahaan pertambangan perlu melakukan upaya perlindungan lingkungan sejak dini, yaitu dengan mengintegrasikan ke dalam perencanaan pertambangan, memahami bekerjanya ekosistem untuk mempertahankan keberlanjutan fungsinya.
Regulasi terkait Keteknikan • Permen Pertamben No 1211K tahun 1995 tentang Pencegahan Dan Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan Umum
• Permen ESDM No 18 tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, dll • Regulasi terkait dari sector lain (lingkungan hidup, kehutanan, dll) • Kepmen Pertambangan dan Energi No. 555.K Tahun 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
5.2 Regulasi c. Regulasi Perencanaan
• PP 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah • PP 21 tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lambaga • PP 40 tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional • Perpres No 7 tahun 2005 tentang RPJM Nasional tahun 2004-‐2009 • Rencana Strategis ESDM 2010-‐2014
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
5.3 Kelembagaan a. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
• Menyusun kebijakan umum pengembangan mineral Indonesia dari sisi hulu dan hilir
• Mempersiapkan legislasi dan regulasi pendukung pengembangan mineral Indonesia • Bekerjasama dengan instansi terkait lainnya dalam rangka pengembangan mineral Indonesia
• Mendukung pelaksanaan kesiapan teknologi, sumberdaya manusia dan infrastruktur untuk pengembangan industrimineral Indonesia
b. Kementerian Kehutanan c. Kementerian Lingkungan Hidup d. Kementerian Keuangan e. Kementerian Perindustrian f. Kementerian Perdagangan g. Kementerian Perhubungan h. Badan Kordinasi Penanaman Modal i. Pemerintah Daerah j. Pelaku Usaha
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
BAB VI AGENDA MINERAL
6.1 Agenda Pokok Agenda pokok mineral dapat dibagi menjadi :
1. Penciptaan kepasTan hukum dalam pengusahaan mineral
2. Peningkatan investasi pengusahaan mineral
3. Peningkatan pengawasan dan pembinaan pengusahaan mineral
4. Pemenuhan kebutuhan mineral dalam negeri
5. Pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
6.2 Penciptaan KepasYan Hukum Dalam Pengusahaan Mineral:
a. Penyempurnaan kebijakan untuk pelaksanaan UU Minerba • Rancangan 4 PP telah disiapkan (menunggu pengesahan Pemerintah) • Permen ESDM bidang mineral • Sosialisasi kebijakan, legislasi dan regulasi bidang mineral
b. Sinkronisasi Regulasi dan Kebijakan dengan sektor lain (LH, Kehutanan, Perkebunan, Perindustrian, perdagangan, transmigrasi, Pekerjaan Umum)
c. Penyelesaian Kasus Tumpang Tndih Lahan Wilayah Pertambangan Dengan Sektor Lain • Melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk menyelesaikan masalah tumpang Tndih lahan.
• Membuat pedoman untuk menghindari tumpang Tndih lahan pertambangan e. Penyusunan Hubungan Pusat Daerah
• Melakukan koordinasi secara terpadu dengan daerah • Melakukan pembinaan kepada Pemda mengenai hal yang bersifat teknis, regulasi, dsb. • Melakukan pengawasan secara terpadu dengan Pemda terkait produksi dan penjualan
mineral.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
6.3 Peningkatan Investasi Pengusahaan Mineral: Agenda peningkatan investasi ini melipuT 6 bagian penTng, yaitu: a. Pelayanan informasi pengusahaan mineral terpadu (pusat dan daerah)
• Penyediaan data dan informasi potensi sumber daya mineral, • Kegeologian dan Data Potensi Mineral • Wilayah pertambangan mineral untuk seluruh Indonesia
b. Data potensi pengembangan hilir • Inventarisir potensi untuk pengembangan hilir • Penguatan hubungan hulu dan hilir • Berkkordinasi dengan sektor terkait mengenai pengembangan hilir
c. Peningkatan promosi investasi pertambangan mineral • Memberikan pemahaman kepada stakeholder tentang manfaat dan keuntungan bisnis pertambangan mineral
• Promosi nilai tambah mineral • Peningkatan kegiatan kehumasan • Meningkatkan kerjasama (Luar negeri dan dalam negeri) dalam pengelolaan pertambangan mineral
d. Mendorong pemberian insenTf untuk industri pengolahan dan pemurnian mineral • Berkoordinasi dengan Depkeu untuk pemberian insenTf
e. Fasilitasi penanganan permasalahan investasi (desk crisis)
f. Pengembangan infrastruktur untuk industri pertambangan • Fasilitasi pengembangan infrastruktur pertambangan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
6.4 Peningkatan Pengawasan Dan Pembinaan Pengusahaan Mineral
a. Penerapan good mining prac0ce (teknik pertambangan, standardisasi, konservasi, lingkungan hidup, K3 dan keselamatan operasi)
b. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan good mining prac0ce, konservasi, reklamasi, K3 dan keselamatan operasi kepada aparat Pemda dan perusahaan mineral
c. Produksi dan penjualan secara terpadu dengan daerah • Membentuk Tm terpadu pengawasan pusat-‐daerah
c. OpTmalisasi penerimaan negara berkerjasama dengan instansi terkait dan Tim OpTmalisasi Penerimaan Negara –BPKP, termasuk untuk mineral non-‐logam dan batuan • Audit pemenuhan kewajiban PNBP bersama Tm opTmalisasi Penerimaan Negara
d. Peningkatan kuanTtas dan kualitas SDM pengawas • Meningkatkan keahlian dan menambah personil SDM pengawas • Memberikan pendidikan dan pelaThan kepada tenaga pengawas
e. Pelaksanaan pengembangan masyarakat (CD) • Melakukan pemantauan dan pengawasan atas dana CD ke masyarakat. • Menyusun program CD bersama stakeholder
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
6.4 Peningkatan Pengawasan Dan Pembinaan Pengusahaan Mineral
f. Usaha jasa pertambangan • Melakukan evaluasi usaha jasa lokal dan nasional yang berusaha di bidang usaha jasa pertambangan
• Melakukan pembinaan usaha jasa pertambangan g. Penyelesaian pengelolaan tambang di daerah sesuai dengan aturan yang berlaku
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
6.5 Pemenuhan kebutuhan mineral dalam negeri a. Inventarisasi kebutuhan mineral dalam negeri
• Menginventarisir kebutuhan mineral dalam negeri terutama untuk pengembangan pengolahan dan pemurnian.
b. Pengaturan kebutuhan mineral dalam negeri • Melakukan penghitungan kebutuhan DMO • Membuat edaran tentang harga mineral
c. Pengembangan cadangan nasional (na0onal reserve)
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
6.6 Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri 1. Kajian teknis pengolahan dan pemurnian untuk seTap jenis mineral
• Melakukan berbagai kajian yang terkait pengolahan dan pemurnian untuk seTap jenis mineral 2. Pelaksanaan pengolahan dan pemurnian mineral dalam negeri • Mewajibkan kepada para pemegang IUP dan IUPK operasi produksi untuk melakukan
pengolahan di dalam negeri • Melarang IUP dan IUPK operasi produksi untuk langsung dieskpor sebelum diolah • Mewajibkan pemegang IUP dan IUPK operasi produksi untuk melakukan nilai tambah mineral 3. Penetapan aturan pengolahan dan pemurnian seTap jenis mineral dalam negeri • Penyusunan penetapan aturan pengolahan dan pemurnian yang bekerjasama dengan instansi
terkait 4. Fasilitasi pengolahan untuk KP-‐KP di daerah • Berkoordinasi dengan sektor terkait mengenai pemberian insenTf untuk nilai tambah mineral • Mendorong investasi fasilitas pengolahan 4. Penguatan pembinaan untuk pengembangan pengolahan 5. Pengembangan mineral logam lanjutan • Melakukan pengembangan mineral logam lanjutan sebagai salah satu tujuan dalam rangka
pengembangan nilai tambah mineral di Indonesia
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
1. Amanat pasal 170 tentang “Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian dalam jangka waktu 5 tahun setelah UU Minerba diterbitkan (Psl 170) untuk exisTng KK dan PKP2B’ dan pasal 103”Kewajiban pengolahan dan pemurnian untuk IUP dan IUPK”.
2. Amanat PP No. 23/2010 Pasal 93 jo Pasal 112 angka 4 huruf c
3. Pengolahan dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak lain 4. Beberapa Komoditas yang perlu upaya nilai tambah, adalah :
� Mineral logam: pengolahan, peleburan, pemurnian � Mineral bukan logam dan batuan: pengolahan � Batubara: penggerusan , pencucian , pencampuran, peningkatan mutu, pembriketan, pencairan dan gasifikasi
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai batasan, jenis kegiatan pengolahan/pemurnian/pencucian untuk peningkatan nilai tambah mineral dan batubara diatur dengan peraturan menteri
6. Beberapa kebijakan terkait dengan ini a.l: DMO, pengendalian produksi dan ekspor, pemberian insenTf untuk industri nilai tambah, dll.
46
KEBIJAKAN PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN Peningkatan Nilai Tambah Produk Pertambangan
III. KEBIJAKAN
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
2010 2011 2012 2013 2014
KK 1,216 1,289 1,366 1,448 1,535PKP2B 860 912 966 1,024 1,086KP BUMN 43.53 50.9 20.67 62.72 2.33PANAS BUMI 382.5 825 2,655 2,145 4,845JUMLAH 2,502 3,077 5,008 4,680 7,468
PERUSAHAAN
RENCANA INVESTASI
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
• Target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Mineral, Batubara dan Panas Bumi : – Tahun 2010 sebesar Rp. 15,09 T – Tahun 2011 sebesar Rp. 15,54 T – Tahun 2012 sebesar Rp. 16,00 T – Tahun 2013 sebesar Rp. 16,48 T – Tahun 2014 sebesar Rp. 16,97 T
RENCANA PENERIMAAN NEGARA
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
• Target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Mineral, Batubara dan Panas Bumi : – Tahun 2010 sebesar Rp. 15,09 T – Tahun 2011 sebesar Rp. 15,54 T – Tahun 2012 sebesar Rp. 16,00 T – Tahun 2013 sebesar Rp. 16,48 T – Tahun 2014 sebesar Rp. 16,97 T
RENCANA PENERIMAAN NEGARA