aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan vo2 max dan daya
TRANSCRIPT
TESIS
AQUATIC AEROBICS EXERCISE LEBIH
MENINGKATKAN VO2 MAX DAN DAYA TAHAN
OTOT QUADRICEPS FEMORIS DIBANDING LAND-
BASED AEROBICS EXERCISE PADA INDIVIDU
OVERWEIGHT DAN OBESITAS
YOGA HANDITA WINDIASTONI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
AQUATIC AEROBICS EXERCISE LEBIH
MENINGKATKAN VO2 MAX DAN DAYA TAHAN
OTOT QUADRICEPS FEMORIS DIBANDING LAND-
BASED AEROBICS EXERCISE PADA INDIVIDU
OVERWEIGHT DAN OBESITAS
YOGA HANDITA WINDIASTONI
NIM 1290361030
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA
KONSENTRASI FISIOTERAPI
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
ii
AQUATIC AEROBICS EXERCISE LEBIH
MENINGKATKAN VO2 MAX DAN DAYA TAHAN
OTOT QUADRICEPS FEMORIS DIBANDING LAND-
BASED AEROBICS EXERCISE PADA INDIVIDU
OVERWEIGHT DAN OBESITAS
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga – Konsentrasi
Fisioterapi, Program Pascasarjana Universitas Udayana
YOGA HANDITA WINDIASTONI
NIM 1290361030
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA
KONSENTRASI FISIOTERAPI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
TESIS INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIUJI
PADA TANGGAL 6 OKTOBER 2014
iv
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DIUJI DAN DINILAI
PADA TANGGAL 16 OKTOBER 2014
v
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
TESIS
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai
Oleh Panitia Penguji Pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal 16 Oktober 2014
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No : 3472/UN.14.4/HK/2014
Tanggal : 22 September 2014
Panitia Penguji Tesis adalah :
Ketua : Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes
Sekretaris : Muh. Irfan, SKM, SSt.Ft, M.Fis
Anggota :
1. dr. Ketut Karna, PFK, M.Kes. AIFO
2. Dr. Ir. I Ketut Wijaya, M.Erg
3. Prof. dr. N.T. Suryadhi, MPH, Ph.D
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankan penulis memanjatkan puji syukur kehadirat
Allah SWT karena hanya atas izin dan petunjuk-Nya, tesis ini dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes selaku pembimbing
pertama dan Bapak Muh. Irfan, SKM, SSt.Ft, M.Fis selaku pembimbing kedua
yang penuh kesabaran telah memberikan dorongan semangat, bimbingan dan
saran selama penulis menyusun tesis hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
tahap demi tahap.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Bapak Rektor Universitas
Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD, Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) dan
Ketua Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Dr. dr.
Susy Purnawati, M. KK., AIFO atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
untuk mengikuti pendidikan di Universitas Udayana. Penulis juga mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia dan
Kementerian Kesehatan melalui Badan PPSDM yang telah mengalokasikan
bantuan finansial dalam bentuk beasiswa DIPA Poltekkes sehingga meringankan
beban penulis dalam menyelesaikan studi.
Ucapan terima kasih yang sama ditujukan kepada Direktur Politeknik
Kesehatan Kemenkes Surakarta Bapak Satino, MN, Ketua Jurusan Fisioterapi
Bapak Nur Basuki, M.Physio dan teman-teman sejawat di lingkungan Jurusan
vii
Fisioterapi khususnya Prodi Diploma IV Fisioterapi yang telah memberikan
dukungan semangat kepada penulis selama proses studi.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para
Dosen dan staf Program Studi Magister Fisiologi Olahraga atas tambahan ilmu
pengetahuan. Ungkapan terima kasih yang tulus kepada mahasiswa Jurusan
Fisioterapi yang turut aktif dan bersedia menjadi responden penelitian dengan
meluangkan waktu secara teratur diantara kegiatan akademik, terutama Gian
Lisuari dan Tantri Kurniasari.
Penulis tidak lupa menghaturkan terima kasih serta sungkem kepada Bapak
Sutadi dan Ibu Sudarmi tercinta yang telah mendidik penulis pantang menyerah
mewujudkan cita-cita serta terima kasih kepada istri tersayang Herni Indrasmi,
anak-anakku Avis dan Anis yang bersedia memberikan kelonggaran waktu agar
penulis lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini, Ibu Fr. Suwarti Hardjono
yang turut membantu kemudahan akomodasi selama kuliah.
Penulis sadar bahwa isi dari tulisan ini masih terdapat kekurangan dan
ketidaksempurnaan sehingga apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam
penulisan, penulis mengharapkan saran dan masukan sehingga tulisan ini menjadi
lebih baik. Sebagai penutup penulis sampaikan semoga tesis ini bermanfaat bagi
pendidikan terutama bidang fisiologi olahraga dan fisioterapi.
Denpasar, Oktober 2014
Penulis,
Yoga Handita Windiastoni
viii
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Kampus Bukit Jimbaran
Telepon (0361) 701812, 701954, 703138, 703139, Fax (0361) 701907, 702442
Laman : www.unud.ac.id
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Yoga Handita Windiastoni
NIM : 1290361030
Program studi : Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi
Judul tesis : Aquatic Aerobics Exercise Lebih Meningkatkan VO2 Max
dan Daya Tahan Otot Quadriceps Femoris Dibanding Land-
based Aerobics Exercise pada Individu Overweight dan
Obesitas
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila
dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
ix
ABSTRAK
AQUATIC AEROBICS EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN VO2 MAX
DAN DAYA TAHAN OTOT QUADRICEPS FEMORIS DIBANDING
LAND-BASED AEROBICS EXERCISE PADA INDIVIDU OVERWEIGHT
DAN OBESITAS
Overweight dan obesitas adalah suatu keadaan akumulasi lemak tubuh
berlebih yang berkontribusi menimbulkan penyakit kardiovaskuler. Aktivitas fisik
sedentari meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Latihan aerobik dapat
melatih kebugaran kardiorespirasi karena memberikan pembebanan optimal pada
jantung dan paru. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aquatic aerobics
exercise dan land-based aerobics exercise dalam meningkatkan VO2 max dan
daya tahan otot quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas.
Telah dilakukan penelitian dengan rancangan pre-test and post-test design
with control group. Sampel sebanyak 25 orang yang mengalami overweight dan
obesitas. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok dipilih secara acak. Kelompok 1
mendapat perlakuan aquatic aerobics exercise dan kelompok 2 sebagai kontrol
mendapat land-based aerobics exercise. Perlakuan diberikan selama 8 minggu,
frekuensi 3 kali/minggu, 60 menit/sesi di kolam renang terbuka dan halaman
kampus pada pagi hari.
Hasil analisis menunjukkan sebelum dan setelah perlakuan aquatic aerobics
exercise menggunakan paired t-test dengan hasil nilai VO2 max p=0,002 dan nilai
daya tahan otot p=0,029 (p<0,05). Uji beda sebelum dan setelah land-based
aerobics exercise menggunakan paired t-test dengan hasil nilai VO2 max p=0,001
dan nilai daya tahan otot p=0,006 (p<0,05). Uji beda setelah perlakuan aquatic
aerobics exercise dan land-based aerobics exercise menggunakan Independent t-
test terhadap VO2 max nilai p=0,460 dan daya tahan otot nilai p=0,545 (p>0,05)
yang berarti tidak ada beda pengaruh antara kedua kelompok. Hal ini mungkin
disebabkan dosis aquatic aerobics exercise yang lebih rendah dan tingkat
kedalaman air yang berhubungan dengan VO2 max dan kontraksi otot-otot kontrol
postural.
Kesimpulan penelitian ini adalah aquatic aerobics exercise tidak terbukti
lebih baik dibanding land-based aerobics exercise dalam meningkatkan VO2 max
dan daya tahan otot quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas.
Kata kunci : overweight, VO2 max, daya tahan otot, aquatic aerobic exercise
x
ABSTRACT
AQUATIC AEROBICS EXERCISE MORE INCREASE VO2 MAX AND
ENDURANCE OF QUADRICEPS FEMORIS MUSCLE THAN LAND-
BASED AEROBICS EXERCISE IN OVERWEIGHT AND OBESITY
INDIVIDUALS
Condition of overweight and obesity is a excessive accumulation of body fat
that contributes the cause of cardiovascular disease. Sedentary physical activity
increases the cardiovascular disease risk. Aerobic exercise can improve
cardiorespiratory fitness because it gives optimal loading on the heart and lungs.
The purpose of this study was to determine aquatic aerobics exercise and land-
based aerobics exercise to improve VO2 max and endurance of quadriceps femoris
muscle in overweight and obesity individuals.
The experimental research conducted to design of pre-test and post-test
design with control group. Sample of 25 people who were overweight and obesity.
The samples were divided into 2 groups with randomization. Group 1 received
aquatic aerobics exercise and group 2 was active control received land-based
aerobics exercise. Treatments was given for 8 weeks, the frequency of 3
times/week, 60 minutes/session at the outdoor swimming pool and campus in the
morning.
Results of the statistical analysis of pre-test and post-test aquatic aerobics
exercise using paired t-test with result value of VO2 max p=0,002 and muscular
endurance value p=0,029 (p<0,05). Different pre-test and post-test of land-based
aerobics exercise using the independent t-test for VO2 max p=0,001 and muscular
endurance p=0,006 (p<0,05). Different post-test treatment of aquatic aerobics
exercise and land-based aerobics exercise using the independent t-test for VO2
max p=0,460 and muscular endurance p=0,545 (p>0,05) that means there is no
significant difference between the two groups. This was probably due to the dose
of aquatic aerobics exercise lower than land-based aerobics exercise and the level
of water depth associated with VO2 max and contraction of postural control
muscles.
Conclusions of this study was that aquatic aerobics exercise did not more
increase than land-based aerobics exercise to improve VO2 max and endurance of
quadriceps femoris muscle in overweight and obesity individuals.
Keywords : overweight, VO2 max, muscular endurance, aquatic aerobic exercise
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ................................................................................. ii
PRASYARAT GELAR . .......................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ....................................... v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT . ........................................ vi
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... vii
ABSTRAK . ............................................................................................ ix
ABSTRACT . .......................................................................................... x
DAFTAR ISI .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................... 8
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................... 8
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................... 9
1.4.1 Manfaat Teori ........................................................ 9
1.4.2 Manfaat Praktis ..................................................... 9
xii
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................. 10
2.1 Overweight .................................................................... 10
2.1.1 Definisi ................................................................. 10
2.1.2 Etiologi ................................................................. 11
2.1.3 Patogenesis obesitas .............................................. 13
2.1.4 Dampak Obesitas terhadap Fisiologi Paru ............. 18
2.2 Komponen Biomotor ...................................................... 21
2.3 Fisiologi Latihan terhadap VO2 max .............................. 24
2.3.1 Pengangkutan Oksigen . ......................................... 27
2.3.2 Respon Kardiovaskuler terhadap Latihan .............. 29
2.3.2.1 Cardiac Output .......................................... 29
2.3.2.2 Aliran Darah ............................................. 29
2.3.2.3 Tekanan Darah .......................................... 30
2.3.3 Keseimbangan Cairan . .......................................... 30
2.4 Daya Tahan Otot ............................................................ 32
2.5 Struktur Anatomi Fungsional Otot Quadriceps Femoris .. 34
2.5.1 Suplai Darah ......................................................... 34
2.5.2 Energi untuk Kontraksi ......................................... 36
2.5.3 Tipe Serabut Otot .................................................. 36
2.6 Hukum Fisika Aquatic Aerobics Exercise ...................... 38
2.6.1 Bouyancy .............................................................. 38
2.6.2 Tekanan Hidrostatik/Hukum Pascal ...................... 39
2.6.3 Kepadatan Relatif ................................................. 39
xiii
2.6.4 Tahanan Cairan ..................................................... 40
2.6.5 Turbulensi ............................................................. 40
2.6.6 Temperatur Air ..................................................... 40
2.7 Senam Aerobik .............................................................. 41
2.7.1 Keuntungan Latihan Aerobik ................................ 45
2.7.2 Pengaturan Dosis .................................................. 47
2.7.3 Bentuk Senam Aerobik ......................................... 47
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir .......................................................... 49
3.2 Kerangka Konsep ........................................................... 51
3.3 Hipotesis Penelitian ....................................................... 52
BAB IV METODE PENELITIAN ...................................................... 53
4.1 Rancangan Penelitian ..................................................... 53
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................... 54
4.2.1 Lokasi Penelitian .................................................. 54
4.2.2 Waktu Penelitian ................................................... 54
4.3 Penentuan Sumber Data ................................................. 54
4.3.1 Populasi ................................................................ 54
4.3.2 Sampel .................................................................. 55
4.3.3 Kriteria Eligibilitas ............................................... 55
4.3.3.1 Kriteria Inklusi .......................................... 55
4.3.3.2 Kriteria Eksklusi ....................................... 55
xiv
4.3.3.3 Kriteria Pengguguran ................................ 55
4.3.3.4 Besar Sampel ............................................ 56
4.3.3.5 Teknik Pengambilan Sampel ..................... 57
4.4 Variabel Penelitian ......................................................... 58
4.4.1 Identifikasi Variabel ............................................. 58
4.4.2 Klasifikasi Variabel .............................................. 58
4.4.3 Definisi Operasional Variabel ............................... 58
4.5 Instrumen Penelitian ...................................................... 60
4.6 Prosedur Penelitian dan Alur Penelitian ......................... 61
4.6.1 Prosedur Penelitian ............................................... 61
4.6.2 Alur Penelitian ...................................................... 63
4.8 Prosedur Pengukuran ..................................................... 64
4.9 Analisis Data ................................................................. 70
BAB V HASIL PENELITIAN . ......................................................... 72
5.1 Deskripsi Karakteristik Subjek . ...................................... 73
5.2 Uji Normalitas Data dan Homogenitas Varian . ............... 75
5.3 Uji Hipotesis 1 dan Hipotesis 2 . ..................................... 77
5.4 Uji Beda Pengaruh Land-based Aerobics Exercise . ........ 78
5.5 Uji Kompatibilitas Data . ................................................ 79
5.6 Uji Hipotesis 3 . .............................................................. 80
5.7 Uji Hipotesis 4 . .............................................................. 80
5.8 Uji Beda Rerata Selisih VO2 max . .................................. 81
5.9 Uji Beda Rerata Selisih Daya Tahan Otot . ...................... 82
xv
BAB VI PEMBAHASAN . .................................................................. 83
6.1 Karakteristik Subjek . ...................................................... 83
6.2 Distribusi dan Varians Hasil VO2 Max dan Daya Tahan
Otot . ............................................................................ 86
6.3 Pengaruh Aquatic Aerobics Exercise terhadap VO2 Max 87
6.4 Pengaruh Aquatic Aerobics Exercise terhadap Daya Tahan
Otot . .............................................................................. 88
6.5 Aquatic Aerobics Exercise Tidak Terbukti Lebih Baik
Dibanding Land-based Aerobics Exercise dalam
Meningkatkan VO2 Max pada Individu Overweight . ..... 89
6.6 Aquatic Aerobics Exercise Tidak Terbukti Lebih Baik
Dibanding Land-based Aerobics Exercise dalam
Meningkatkan Daya Tahan Otot Individu Overweight..... 92
6.7 Keterbatasan Penelitian . ................................................. 95
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN . ................................................. 96
7.1 Simpulan ........................................................................ 96
7.2 Saran .............................................................................. 96
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik ...................... 11
Tabel 2.2 Klasifikasi Kebugaran Kardiorespirasi Berdasarkan VO2 Max
Individu Umur ≤ 29 Tahun ................................................... 26
Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian . ............................................ 74
Tabel 5.2 Distribusi Data Sampel Penelitian . ........................................ 75
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Varian VO2 max dan
Daya Tahan Otot. ................................................................... 76
Tabel 5.4 Hasil Uji Beda Sampel Berpasangan Kelompok I Sebelum dan
Setelah Perlakuan . ................................................................ 78
Tabel 5.5 Hasil Uji Beda Sampel Berpasangan Kelompok II Sebelum dan
Setelah Perlakuan . ................................................................ 79
Tabel 5.6 Hasil Uji Kompatibilitas Sebelum Perlakuan . ........................ 79
Tabel 5.7 Hasil Uji Beda VO2 Max Antara Kedua Kelompok
Setelah Perlakuan . ................................................................ 80
Tabel 5.8 Hasil Uji Beda Daya Tahan Otot Antara Kedua
Kelompok Setelah Perlakuan . .............................................. 81
Tabel 5.9 Hasil Uji Beda Rerata Selisih VO2 Max Antara Kedua
Kelompok ............................................................................. 81
Tabel 5.10 Hasil Uji Beda Rerata Selisih Daya Tahan Otot Antara Kedua
Kelompok . ............................................................................ 82
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Otot Quadriceps Femoris ............................................... 34
Gambar 2.2 Otot Skeletal .................................................................. 37
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian .......................................... 53
Gambar 4.2 Alur Penelitian ............................................................... 63
Gambar 4.3 Pengukuran Submaximal Ergometer Cycle ..................... 66
Gambar 4.4 Normogram Astrand-Ryhming ........................................ 68
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Informed Consent ........................................................... 102
Lampiran 2 Surat Kesediaan Menjadi Pengukur . ............................... 106
Lampiran 3 Lembar Pemeriksaan dan Pengukuran VO2 Max dan
Daya Tahan Otot Quadriceps Femoris ............................. 107
Lampiran 4 Surat Keterangan Ijin Penelitian . .................................... 113
Lampiran 5 Rekapitulasi Data Penelitian ........................................... 114
Lampiran 6 Hasil Analisis Statistik . .................................................. 115
Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian . ................................................ 123
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Overweight dan obesitas menjadi epidemi di seluruh dunia yang
ditandai dengan kelebihan jaringan lemak yang berkontribusi terhadap
sejumlah penyakit kronis dan mortalitas. Epidemi overweight dan obesitas
menjadi perhatian karena berdampak pada kesehatan dan ekonomi seiring
dengan meningkatnya angka prevalensinya.
Overweight adalah suatu keadaan dimana berat badan seseorang
melebihi berat badan normal. Overweight terjadi karena ketidak-seimbangan
antara asupan makanan yang masuk lebih besar dibanding energi yang
digunakan oleh tubuh (Sandjaja & Sudikno, 2005). Transisi epidemiologi,
demografi dan urbanisasi di Indonesia membawa perubahan pada pola makan
yang tinggi lemak dan garam, kurangnya konsumsi buah dan sayur, ditambah
dengan gaya hidup sedentari (rendahnya aktivitas fisik) pada sebagian
masyarakat perkotaan (Sandjaja & Sudikno, 2005).
Konsekuensi kesehatan yang merugikan akibat overweight dan
obesitas meliputi penyakit kardiovaskuler, stroke, diabetes mellitus tipe 2,
hipertensi, dislipidemia, kanker, osteoarthritis, masalah pernapasan yang
meliputi asma, sleep apnea, hingga depresi (Racette et al, 2003). Tingkat
kematian meningkat seiring dengan peningkatan derajat overweight. Risiko
kematian akibat penyakit kardiovaskuler lebih rendah pada individu yang
memiliki indeks massa tubuh (IMT) tinggi dan kebugaran aerobik yang baik
2
2
dibanding orang dengan IMT normal tetapi kebugaran aerobiknya rendah
(Turzyniecka et al, 2010).
Mengacu pada World Health Organization, sedikitnya 2,8 juta orang
dewasa meninggal setiap tahun yang disebabkan overweight dan obesitas.
Sebagai tambahan, 44% diabetes, 23% penyakit jantung iskemik dan kisaran
7% - 41% kanker berhubungan dengan overweight dan obesitas. Prevalensi
overweight dan obesitas meningkat secara dramatis pada Negara-negara
industri, dan sekarang juga mengancam Negara-negara berkembang, dimana
sebagian terjadi pada daerah urban (Emerenziani et al, 2013).
Tahun 2008, 35% orang dewasa yang berusia di atas 20 tahun
mengalami overweight dimana berdasarkan jenis kelamin 34% adalah laki-
laki dan 35% adalah perempuan. Sedangkan prevalensi obesitas adalah 10%
laki-laki dan 14% adalah perempuan. Prevalensi overweight di seluruh dunia
meningkat dua kali lipat pada kisaran 1980 hingga 2008 (WHO, 2008).
Prevalensi overweight dan obesitas tertinggi adalah Amerika (62%
overweight pada semua jenis kelamin dan obesitas sebesar 26%). Sedangkan
prevalensi terendah dijumpai pada kawasan Asia Tenggara dimana 14%
adalah overweight pada semua jenis kelamin dan obesitas sebesar 3%.
Sementara pada kawasan Eropa dan Mediterania Timur lebih dari 50%
perempuan mengalami overweight. Pada semua kawasan di seluruh dunia,
perempuan cenderung mengalami obesitas dibanding laki-laki (WHO, 2008).
Meningkatnya Indeks Massa Tubuh sejalan dengan meningkatnya
tingkat pendapatan pada suatu Negara. Prevalensi overweight pada Negara-
3
3
negara maju dua kali lebih besar dibanding Negara-negara miskin dan
berkembang. Obesitas pada perempuan secara signifikan lebih tinggi
dibanding laki-laki, sementara di Negara-negara maju, prevalensi obesitas
antara perempuan dan laki-laki adalah sama (WHO, 2008)
Hasil survey Kodyat (Sandjaja & Sudikno,2006) terhadap IMT di 12
kota di Indonesia mendapatkan prevalensi overweight sebesar 12,2 %
sedangkan obesitas 10,3 % dimana prevalensi overweight mengalami
peningkatan 14 % pada tahun 1999 dan 17,4 % pada tahun 2000. Perempuan
memiliki IMT yang lebih tinggi dibanding laki-laki.
Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2000 menunjukkan bahwa
prevalensi overweight pada penduduk dewasa usia diatas 18 tahun sebesar
21,7 % sedangkan obesitas sebesar 11,7 % (27,7 juta jiwa). Semakin tinggi
tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita menunjukkan kecenderungan
prevalensi overweight dan obesitas semakin tinggi (Sandjaja &
Sudikno,2006).
Setiap peningkatan berat badan lebih dari normal akan menimbulkan
beban yang berlebihan pada sendi penyangga berat badan dan cenderung
menyebabkan trauma ringan yang terus-menerus dan akan berakhir menjadi
osteoarthritis (OA) baik primer maupun sekunder (Hermawan, 1991). Sendi
yang mengalami osteoarthritis dapat terjadi pada punggung, pangkal paha,
lutut dan pergelangan kaki.
Kaitan antara kebugaran fisik dengan kesehatan yaitu ketika aktivitas
fisik dapat dilakukan tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Cara yang
4
4
paling efektif untuk meningkatkan kebugaran fisik adalah berolahraga secara
teratur yang dapat memberikan beban pada jantung dan paru. Komponen
kebugaran fisik meliputi daya tahan kardiorespirasi dan vaskuler, kekuatan
otot, daya tahan otot, dan fleksibilitas. Komponen kebugaran fisik tersebut
dibutuhkan oleh setiap individu untuk melakukan aktifitas sehari-hari,
melakukan pekerjaan serta menjaga status kesehatan.
VO2 max adalah jumlah maksimal oksigen yang digunakan pada
tingkat selular pada seluruh tubuh yang berhubungan dengan tingkat kondisi
fisik yang menggambarkan kebugaran kardiorespirasi. Daya tahan otot
menjadi unsur penting bagi individu untuk menghindari kelelahan yang
berlebihan dalam menjalani aktifitas fisik. Daya tahan otot sebagai hasil
proses adaptasi sistem kardiorespirasi dan vaskuler dengan sistem
neuromuskuler dengan meningkatnya pengantaran oksigen dari atmosfer ke
mitokondria yang memungkinkan pengaturan yang ketat dalam metabolisme
otot. Kelompok otot yang telah beradaptasi dapat menggunakan oksigen lebih
efisien karena jumlah mitokondria dan jumlah pembuluh darah kapiler yang
menyalurkan darah ke serabut otot tersebut bertambah, sehingga individu
dapat beraktifitas lebih lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti
(Muliyadi et al, 2012).
Tipe latihan aerobik atau latihan kebugaran lebih efektif dalam
meningkatkan kebugaran dan kesehatan dibanding olahraga seperti
sepakbola, golf atau aktifitas kehidupan sehari-hari seperti berkebun,
berbelanja atau berjalan ke halte bus (Duan et al, 2013).
5
5
Latihan aerobik telah digunakan secara luas dalam manajemen
obesitas. Menurut Giriwijoyo & Sidik, (2013) salah satu jenis olahraga yang
dapat memberikan beban pada jantung dan paru adalah senam aerobik. Senam
aerobik merupakan suatu sistem gabungan antara rangkaian gerak dan musik
yang sengaja dibuat sehingga muncul keselarasan antara gerakan dan musik
untuk mencapai tujuan pembebanan jantung dan paru .
Senam aerobik memiliki berbagai macam jenis, diantaranya high
impact, low impact dan mix impact. Jika dilihat dari jenis tersebut, gerakan
senam aerobik berupa adanya benturan antara kaki dengan lantai atau
tumpuan menggunakan satu tungkai yang mungkin dapat menimbulkan
cidera dan pembebanan yang berlebihan pada sendi-sendi yang menumpu
berat badan jika dilakukan oleh seseorang yang mengalami overweight dan
obesitas.
Senam aerobik yang merupakan bagian dari program latihan dalam
konteks kebugaran maupun rehabilitasi dapat juga dilakukan di dalam kolam
renang yang dikenal dengan aquatic aerobics exercise. Program latihan di air
saat ini menjadi popular dikarenakan antusiasme masyarakat maupun
penggunaannya di bidang rehabilitasi. Program latihan di air dapat didesain
dengan mengaktifkan kerja otot-otot besar pada anggota gerak atas maupun
bawah, lingkup gerak sendi penuh dengan meminimalisasi tekanan pada
persendian. Latihan yang melawan tahanan air dapat bermanfaat untuk
meningkatkan atau mempertahankan daya tahan kardiorespirasi (Cassady &
Nielsen, 1992).
6
6
Aquatic aerobic exercise dapat menurunkan tekanan dan pembebanan
yang berlebihan pada sendi dan tulang pada orang yang mengalami
overweight dan obesitas karena adanya dukungan dari gaya buoyancy yang
melawan gaya gravitasi. Tekanan hidrostatik dan efek gaya gesekan air
karena perbedaan kepadatan massa jenis air dapat memberikan peningkatan
tahanan gerakan pada saat melakukan senam aerobik, dimana sifat fisika
tersebut tidak ditemukan jika senam aerobik dilakukan di lingkungan darat.
Penelitian yang Cassady & Nielsen (1992) yang membandingkan
antara latihan aerobik pada anggota gerak atas dan bawah mendapatkan hasil
respon VO2 max dan prosentase HR max lebih tinggi secara signifikan pada
kelompok perlakuan aerobik di dalam air.
Sigal et al (2007) menyelidiki pengaruh latihan aerobik, latihan
tahanan dan kombinasi antara latihan aerobik dan tahanan pada orang dewasa
yang menderita diabetes mellitus tipe 2. Berdasarkan pengamatan didapatkan
hasil penurunan secara signifikan pada berat badan, IMT, dan lemak bawah
kulit di perut pada kelompok aerobik dan tahanan dibandingkan dengan
kelompok kontrol (Ho et al, 2012).
Penelitian terbaru yang dilakukan Church et al (2010) yang
membandingkan durasi waktu ekuivalen dengan 140 menit/minggu pada
latihan aerobik, latihan tahanan dan kombinasi mendapatkan hasil yang
signifikan pada perbaikan HBA1c dan konsumsi oksigen maximum (VO2
max) pada kelompok kombinasi (Ho et al, 2012).
7
7
Penelitian yang dilakukan Cassady & Nielsen (1992) pada 20 laki-laki
dan 20 perempuan dengan perlakuan berupa latihan senam aerobik di dalam
air dengan kedalaman sejajar bahu, intensitas 100 bpm menunjukkan hasil
adanya respon nilai VO2 yang lebih besar pada kelompok latihan aerobik air
dibanding di darat (Denning et al, 2012).
Hoeger et al (1995) meneliti respon VO2 dengan subyek 19 laki-laki
dan 11 perempuan yang diberikan latihan aerobik di air sedalam ketiak dan di
darat menunjukkan hasil bahwa aerobik air memiliki VO2 lebih rendah 15%
dibanding perlakuan aerobik di darat (Denning et al, 2012).
Penelitian terdahulu dengan perlakuan pada dewasa sedentari
menunjukkan bahwa latihan awal sedikitnya 90 menit perminggu pada
program latihan berkelompok dengan intensitas sedang secara signifikan
memperbaiki psikologi dan fisiologi kesehatan dalam 1 tahun (Duan et al,
2013)
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan bahwa
overweight dan obesitas di Indonesia telah menjadi masalah yang
membutuhkan penanganan serius. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
meneliti apakah aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan VO2 max dan
daya tahan otot quadriceps femoris dibanding land-based aerobics exercise
pada individu overweight.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah
penelitian sebagai berikut :
8
8
1. Apakah aquatic aerobics exercise dapat meningkatkan VO2 max pada
individu overweight dan obesitas?
2. Apakah aquatic aerobics exercise dapat meningkatkan daya tahan otot
quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas?
3. Apakah aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan VO2 max dibanding
land-based aerobics exercise pada individu overweight dan obesitas?
4. Apakah aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan daya tahan otot
quadriceps dibanding land-based aerobics exercise pada individu
overweight dan obesitas?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui aquatic aerobics exercise dan land-based aerobics
exercise dapat meningkatkan VO2 max dan daya tahan otot quadriceps
femoris pada individu overweight dan obesitas.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui aquatic aerobics exercise dapat meningkatkan VO2
max pada individu overweight dan obesitas.
2. Untuk mengetahui aquatic aerobics exercise dapat meningkatkan daya
tahan otot pada individu overweight dan obesitas.
3. Untuk mengetahui aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan VO2 max
dibanding land-based aerobics exercise pada individu overweight dan
obesitas.
9
9
4. Untuk mengetahui aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan daya
tahan otot quadriceps femoris dibanding land-based aerobics exercise
pada individu overweight dan obesitas.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini akan didapatkan berbagai macam manfaat, antara lain :
1. Manfaat Teori
Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan membuktikan
berdasarkan teori mengenai peningkatan VO2 max dan daya tahan otot
quadriceps femoris dengan melakukan senam aerobik di air dan di darat.
Serta dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya yang
lebih mendalam.
2. Manfaat Praktis
Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
memperkaya khasanah peran Fisioterapi pada aspek promotif dan preventif
pada kondisi individu yang mengalami overweight dan obesitas. Sebagai
alternatif pemberian tindakan untuk meningkatkan kebugaran fisik tanpa
memberikan pembebanan yang berlebihan pada sendi.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Overweight
2.1.1 Definisi
Overweight dan obesitas adalah istilah yang sering digunakan
untuk menyatakan adanya kelebihan berat badan dari normal. Overweight
adalah kelebihan berat badan yang dibandingkan dengan berat badan ideal
yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau non-lemak.
Overweight dan obesitas adalah suatu keadaan akumulasi lemak tubuh
yang berlebihan pada jaringan lemak tubuh yang dapat menimbulkan
beberapa penyakit.
Overweight dan obesitas tidak hanya berkaitan dengan berat badan
total tetapi juga distribusi lemak yang tersimpan di dalam tubuh.
Gambaran overweight mudah dikenali dengan tanda-tanda wajah
membulat, pipi tembam, dagu rangkap, leher relatif pendek, dada
membusung dengan payudara yang membesar mengandung jaringan
lemak, perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat, kedua
tungkai berbentuk valgus (X) dengan kedua pangkal paha bagian dalam
saling menempel dan bergesekan (Purnamawati, 2009).
Cara untuk menentukan obesitas yang paling sering digunakan
yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT) dimana berat badan dengan satuan
kilogram yang dibagi tinggi badan kuadrat dengan satuan meter seperti
rumus berikut :
11
11
Berat badan (kg)
IMT =
[Tinggi badan (m)]2
Hasil penghitungan IMT pada orang dewasa diklasifikasikan seperti pada
tabel 2.1 berikut
TABEL 2.1
KLASIFIKASI IMT MENURUT KRITERIA ASIA PASIFIK
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Underweight < 18,5
Normal 18,6 – 22,9
Overweight 23 – 24,9
Obesitas I 25 – 29,9
Obesitas II > 30
Sumber : National Institute for Health, 2006
2.1.2 Etiologi
Overweight dan obesitas merupakan penyakit dengan etiologi yang
sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Keadaan overweight
terjadi jika asupan makanan sehari-hari yang dikonsumsi lebih banyak
dibandingkan dengan energi yang dikeluarkan. Ketidakseimbangan antara
asupan energi dengan keluaran energi disimpan dalam jaringan lemak.
Kelebihan energi dapat disebabkan oleh konsumsi makanan yang
berlebihan dari jumlah kebutuhan, sedangkan rendahnya keluaran energi
disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktifitas fisik dan efek
termogenesis makanan.
12
12
Sebagian besar gangguan homeostasis energi pada overweight
disebabkan oleh faktor idiopatik (primer atau nutrisional) sedangkan faktor
endogen (obesitas sekunder atau non-nutrisional) disebabkan oleh kelainan
sindroma atau defek genetik hanya mencakup kurang dari 10%.
Obesitas idiopatik terjadi akibat interaksi multifaktorial. Faktor-
faktor yang berperan tersebut dikelompokkan menjadi faktor genetik dan
lingkungan. Faktor genetik yang mempunyai peranan kuat yang diketahui
adalah parental fatness yaitu seseorang yang obesitas biasanya berasal dari
orang tua yang obese. Apabila salah satu orang tua mengalami obesitas
maka angka kejadiannya sebesar 40%, tetapi bila kedua orang tua tidak
obesitas maka prevalensinya sebesar 14%. Peningkatan risiko menjadi
obesitas kemungkinan disebabkan karena pengaruh gen atau faktor
lingkungan dalam keluarga (Purnamawati, 2009). Faktor lingkungan yang
berperan sebagai penyebab terjadinya overweight dan obesitas yaitu
nutrisional (perilaku makan), aktifitas fisik, trauma (neurologis dan
psikologis), medikamentosa (steroid) dan sosial ekonomi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi overweight adalah:
a. Herediter
Faktor hormonal dan neural yang mengatur berat badan normal
dipengaruhi secara genetik, meliputi sinyal jangka pendek dan jangka
panjang yang memutuskan aktifitas makan dan rasa kenyang. Jumlah dan
ukuran sel lemak, distribusi regional lemak tubuh dan resting metabolic
rate juga diputuskan secara genetik (Mahan dan Escott, 2004).
13
13
b. Pola makan
Peranan pola makan terhadap terjadinya obesitas sangat besar,
terutama makanan tinggi karbohidrat dan lemak. Kebiasaan lain adalah
mengkonsumsi makanan camilan yang banyak mengandung gula sambil
menonton televisi. Pilihan jenis makanan camilan bisa dipengaruhi iklan di
televisi (Purnamawati, 2009).
c. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik yang teratur pada saat rekreasi maupun bekerja
mencegah bertambahnya berat badan dan komposisi tubuh. Individu yang
mempertahankan penurunan berat badan sepanjang waktu menunjukkan adanya
kekuatan otot yang lebih besar (Katch et al, 2011).
d. Gangguan hormonal
Walaupun sangat jarang, ada beberapa kasus obesitas yang
disebabkan oleh endocrine disorder, hiperaktivitas adrenokortikal,
hipogonadisme, dan penyakit hormon lain (Mahan & Escott-Stump, 2004)
2.1.3 Patogenesis obesitas
Overweight dan obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara
asupan energi dengan keluaran energi (energi expenditures) sehingga
terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak.
Asupan dan pengeluaran energi tubuh diatur oleh mekanisme saraf dan
hormonal (Mahan & Escott-Stump, 2004). Pada saat asupan meningkat
maka konsumsi kalorinya juga meningkat, begitupun sebaliknya. Sehingga
berat badan dipertahankan secara baik dalam cakupan yang sempit dalam
14
14
waktu yang lama. Keseimbangan homeostasis ini diduga dipertahankan
oleh internal set point atau lipostat. Internal set point dapat mendeteksi
jumlah energi yang tersimpan (jaringan adiposa) dan meregulasi asupan
makanan agar seimbang dengan energi yang dibutuhkan.
Jaringan adiposa utamanya terletak di bawah kulit dan di belakang
peritoneum yang tersusun dari sejumlah protein dan air. Jaringan adiposa
putih berfungsi sebagai tempat penyimpanan trigliserid, melindungi organ
intra-abdominal dan insulator panas tubuh.
Sel adiposa sangat kaya dengan pembuluh darah dan persarafan
yang penting bagi tubuh dalam memelihara kebutuhan keseimbangan
energi, penyimpanan energi dalam bentuk lemak (lipid), mobilisasi energi
dalam merespon rangsangan hormonal serta perubahan sinyal sekresi.
Penyimpanan energi utama tersebut disimpan dalam bentuk trigliserid
(Mahan & Escott-Stump, 2004).
Sel adiposa mampu menyimpan lemak sebanyak 80% hingga 90%
dari ukurannya. Jaringan adiposa meningkat dengan cara memperbesar
ukuran sel pada saat lipid bertambah (hipertropi) atau bertambahnya
jumlah sel (hiperplasia). Penambahan berat badan merupakan hasil dari
hipertropi, hyperplasia atau kombinasi dari keduanya.
Timbunan lemak dapat mengembang melalui proses hipertropi
hingga 1000 kali yang terjadi setiap waktu sepanjang masih tersedianya
ruang di dalam sel adiposa. Hiperplasia terjadi sebagai bagian dari proses
pertumbuhan sejak bayi hingga masa remaja. Apabila berat badan
15
15
berkurang akibat trauma, penyakit, diet dan latihan maka terjadi penurunan
ukuran sel. Ukuran sel tidak meningkat sebelum mencapai ukuran
maksimal sel. Jumlah sel adiposa tidak berkurang seiring dengan
menurunnya berat badan. Pencegahan menjadi penting karena lemak
diperoleh dan dipertahankan sepanjang waktu.
Jaringan adiposa merupakan suatu model terintegrasi antara sistem
endokrin dengan signaling dalam regulasi metabolisme energi. Sebagian
besar peneliti berpendapat bahwa jaringan adiposa mempunyai peranan
penting tidak hanya dalam metabolisme dan cadangan energi tetapi juga
dalam pertumbuhan serta respon hubungan antara endokrin dan neuronal
(Mahan & Escott-Stump, 2004).
Adiposit mengeluarkan zat adipositokin yang memiliki efek
obesitas, diabetes dan penyakit kardiovaskuler sehingga jaringan lemak
secara langsung berhubungan dengan kelainan yang diakibatkan obesitas.
Sel adiposa juga mempunyai fungsi sebagai kelenjar endokrin yang
memproduksi hormon leptin, resistin dan TNF-α.
Sistem yang meregulasi keseimbangan energi yang kemudian
mempengaruhi berat badan adalah: (a) sistem aferen yang menghasilkan
sinyal hormonal (leptin) dari jaringan adiposa, pankreas (insulin) dan perut
(ghrelin), (b) central processing unit yang terdapat di hipotalamus dan
terintegrasi dengan sinyal aferen (c) sistem efektor yang membawa
perintah dari nukleus hipotalamus dalam bentuk reaksi untuk makan dan
pengeluaran energi.
16
16
Pada saat energi yang tersimpan berlebih dalam bentuk jaringan
adiposa dan individu tersebut makan, sinyal adiposa aferen (leptin, insulin
dan ghrelin) akan dikirim ke unit proses di sistem saraf pusat di
hipotalamus. Sinyal adiposa akan menghambat jalur anabolisme dan
mengaktifkan jalur katabolisme. Lengan efektor pada jalur sentral ini
kemudian mengatur keseimbangan energi dengan menghambat masukan
makanan dan mempromosi pengeluaran energi sehingga akan mereduksi
energi yang tersimpan. Sebaliknya, jika energi yang tersimpan sedikit
maka ketersediaan jalur anabolisme akan menggantikan jalur katabolisme
untuk menghasilkan energi yang akan disimpan dalam bentuk jaringan
adiposa kembali, sehingga akan tercipta keseimbangan antara keduanya
(Purnamawati, 2009).
Pada sinyal aferen, insulin dan leptin mengontrol siklus energi
dalam jangka waktu yang lama dengan mengaktifkan jaras katabolisme
dan menghambat jaras anabolisme. Sedangkan ghrelin secara dominan
menjadi mediator dalam waktu yang singkat.
Hormon ghrelin menstimulasi rasa lapar melalui aksinya di pusat
makan di hipotalamus. Sintesis ghrelin dominan terjadi di sel-sel epitel
bagian fundus lambung. Sebagian kecil dihasilkan di plasenta, ginjal,
kelenjar pituitari dan hipotalamus. Sedangkan reseptor ghrelin terdapat di
sel-sel pituitari yang mensekresikan hormon pertumbuhan, hipotalamus,
jantung dan jaringan adiposa. Konsentrasi ghrelin dalam darah paling
17
17
rendah terjadi setelah makan dan meningkat ketika puasa sampai waktu
makan berikutnya (Purnamawati, 2009).
Walaupun insulin dan leptin sama-sama berpengaruh dalam siklus
energi, data yang ada menyebutkan bahwa leptin memiliki peran yang
lebih penting daripada insulin dalam pengaturan homeostasis energi di
sistem saraf pusat (Purnamawati, 2009).
Sel-sel adiposa berkomunikasi dengan pusat hipotalamus yang
mengontrol selera makan dan pengeluaran energi dengan cara mensekresi
leptin. Jika energi yang tersimpan dalam jumlah banyak dalam bentuk
jaringan adiposa maka akan dihasilkan leptin dalam jumlah besar yang
melintasi sawar darah otak dan berikatan dengan reseptor leptin.
Reseptor leptin menghasilkan sinyal yang mempunyai efek
menghambat jalur anabolisme dan memicu jalur katabolisme melalui
neuron yang berbeda. Hasil akhirnya adalah mengurangi asupan makanan
dan mempromosikan faktor pengeluaran energi. Oleh karena itu, untuk
waktu beberapa saat energi yang tersimpan dalam sel-sel adiposa
mengalami reduksi dan mengakibatkan berat badan berkurang. Dalam
keadaan inilah, equilibrium atau energi balance tercapai. Siklus tersebut
akan berlaku sebaliknya jika energi dalam jaringan adiposa habis dan
jumlah leptin berada di bawah ambang batas normal.
18
18
2.1.4 Dampak obesitas terhadap fisiologi paru
Obesitas, khususnya obesitas sentral (abdominal) berhubungan
dengan sejumlah gangguan metabolisme dan penyakit dengan morbiditas
dan mortalitas seperti resistensi insulin, hipertensi, hiperlipidemia serta
beberapa jenis gangguan pernapasan. Perubahan yang terjadi meliputi
mekanika pernapasan, tahanan aliran udara, pola pernapasan, pertukaran
gas (Wulandari, 2005).
Komplikasi kardiorespirasi yang dijumpai pada obesitas
dipengaruhi oleh jumlah dan distribusi lemak tubuh. Perubahan mekanika
respirasi atau kemampuan regangan paru terjadi penurunan compliance
yang disebabkan oleh bertambahnya volume darah pulmonal dan
kolapsnya saluran-saluran napas terminal. Kelebihan berat badan
memberikan beban tambahan pada thoraks dan abdomen dengan akibat
peregangan yang berlebihan pada dinding thoraks. Otot-otot pernapasan
harus bekerja lebih keras untuk menghasilkan tekanan negatif yang lebih
tinggi pada rongga pleura agar memungkinkan aliran udara masuk saat
inspirasi.
Tahanan sistem pernapasan secara keseluruhan mengalami
peningkatan. Penderita obesitas sederhana mengalami peningkatan tahanan
pernapasan sebesar 30%, sedangkan penderita sindroma hipoventilasi
obesitas dapat mencapai 100%. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan
peningkatan tahanan pada saluran-saluran napas kecil karena volume paru
berkurang. Tahanan tersebut semakin meningkat bila penderita berbaring
19
19
terlentang karena beban massa yang ditimbulkan oleh lemak di daerah
supra-laring pada saluran napas dan meningkatnya aliran darah pulmonal
yang akhirnya mengakibatkan saluran napas menyempit.
Sebagian besar penderita obesitas mengalami peningkatan PaCO2
secara kronis dan terjadi perubahan pola pernapasan. Sebagai usaha
mengkompensasi peningkatan beban pada otot-otot pernapasan, penderita
obesitas mengalami peningkatan respiratory drive yang mengakibatkan
peningkatan ventilasi semenit. Frekuensi pernapasan meningkat sekitar
25% - 40% dibandingkan orang normal, sedangkan volume tidal tetap
normal, baik saat istirahat maupun melakukan aktifitas fisik (Wulandari,
2005).
Penderita obesitas juga mengalami perubahan central breath
timing (penurunan waktu ekspirasi) sebagai akibat perubahan compliance
sistem pernapasan. Penurunan volume tidal menyebabkan gangguan
ventilasi alveolar. Perubahan mekanika dinding thoraks atau gangguan
fungsi otot-otot pernapasan menyebabkan berkurangnya kemampuan
untuk mengoreksi PaCO2 selama manuver hiperventilasi volunter. Secara
umum, penderita obesitas memiliki gangguan respon pernapasan terhadap
perubahan CO2 dan hipoksia yang lebih berat dibandingkan orang normal.
Kekuatan dan ketahanan otot pernapasan mungkin sedikit
terganggu, penyebabnya belum diketahui secara pasti, namun diduga
berkaitan dengan infiltrasi lemak pada otot-otot dan peregangan berlebihan
20
20
pada otot diafragma. Ketahanan otot-otot pernapasan yang diukur dengan
manuver ventilasi volunter maksimal juga menurun (Wulandari, 2005).
Gangguan pertukaran gas pada obesitas tergantung pada derajat
keparahan obesitas. Penderita obesitas ringan hingga sedang memiliki
PaCO2 yang normal.
Peningkatan beban kerja pernapasan pada obesitas karena
peningkatan oxygen cost, penurunan kemampuan regangan jaringan paru
(compliance), peningkatan tahanan sistem pernapasan dan peningkatan
nilai ambang beban inspirasi akibat massa jaringan lemak yang berlebihan.
Penderita obesitas mengalami peningkatan beban kerja pernapasan sebesar
60% dibandingkan orang normal (Wulandari, 2005).
Kebanyakan penderita obesitas mengalami hambatan melakukan
aktifitas fisik. Beberapa mekanisme yang berperan pada berkurangnya
toleransi aktifitas fisik seperti peningkatan laju metabolisme saat istirahat
dan saat aktifitas, beban metabolisme yang tinggi untuk menggerakkan
tubuh, rendahnya cadangan ventilasi dan kardiovaskuler, rendahnya nilai
ambang anaerobik, sesak napas dan deconditioning. Penderita obesitas
mengkonsumsi oksigen 25% lebih banyak dibandingkan non-obese.
Banyaknya energi yang dibutuhkan untuk menggerakkan massa tubuh
merupakan salah satu penyebab meningkatnya beban metabolisme untuk
menghasilkan kerja ringan hingga sedang. Perubahan mekanika dinding
thoraks dan abdomen ikut berperan pada peningkatan beban kerja
ventilasi. Hal ini akan memicu makin meningkatnya denyut jantung dan
21
21
frekuensi pernapasan pada saat puncak aktifitas fisik walaupun yang
dikerjakannya hanya sub-maksimal.
2.2 Komponen Biomotor
Biomotor adalah kemampuan gerak manusia yang dipengaruhi
oleh kondisi sistem neuromuskuler dan muskoloskeletal, respirasi,
pencernaan, sirkulasi dan energi. Komponen biomotor menurut
Sukadiyanto & Muluk (2011) dipengaruhi oleh kebugaran energi meliputi
kapasitas aerobik-anaerobik dan kebugaran otot. Komponen dasar
biomotor yang utama meliputi ketahanan, kekuatan dan kecepatan,
sedangkan komponen biomotor yang merupakan suplemen utama terdiri
dari fleksibilitas dan koordinasi.
2.2.1 Daya tahan/endurans
Daya tahan adalah kemampuan kerja otot atau sekelompok otot
dalam jangka waktu tertentu tanpa mengalami kelelahan yang berarti.
Faktor yang mempengaruhi ketahanan adalah kemampuan maksimal
dalam memenuhi konsumsi oksigen yang ditandai dengan VO2 max,
sistem saraf, motivasi, kapasitas aerobik-anaerobik, kecepatan cadangan,
dosis latihan, keturunan, umur dan jenis kelamin (Sukadiyanto & Muluk,
2011).
Daya tahan dikelompokkan menurut jenis, jangka waktu dan
sistem energi yang digunakan. Daya tahan menurut jenis terdiri dari daya
tahan umum dan daya tahan khusus. Daya tahan umum adalah kemampuan
seseorang melakukan kerja dengan melibatkan seluruh kelompok otot
22
22
tubuh, sistem saraf dan sistem kardiorespirasi dalam jangka waktu yang
lama. Sedangkan daya tahan khusus hanya melibatkan sekelompok otot
lokal.
2.2.2 Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan otot atau sekelompok otot untuk
melawan beban atau tahanan. Tingkat kekuatan otot dipengaruhi keadaan
panjang otot, massa otot, jarak beban dengan titik tumpu, tingkat
kelelahan, jenis serabut otot, teknik dan kemampuan kontraksi otot.
Kekuatan umum adalah kemampuan seluruh sistem otot
berkontraksi melawan tahanan atau beban. Sedangkan kekuatan khusus
adalah kemampuan sekelompok otot yang dibutuhkan dalam aktifitas
spesifik tertentu. Setiap pemberian latihan akan memberikan dampak dan
respon fisiologi kekuatan pada otot berupa adaptasi persarafan otot,
hipertrofi, peningkatan daya tahan otot, adaptasi kardiovaskuler,
perubahan biokimiawi dan komposisi otot (Sukadiyanto & Muluk, 2011).
2.2.3 Kecepatan
Kecepatan adalah kemampuan otot untuk merespon rangsang
dalam waktu yang sesingkat mungkin. Kecepatan merupakan
perbandingan antara jarak dan waktu sehingga selalu berkaitan dengan
waktu reaksi, frekuensi gerakan per satuan unit waktu dan kecepatan
menempuh jarak tertentu. Kecepatan reaksi adalah kemampuan seseorang
dalam merespon rangsang dalam waktu yang sesingkat mungkin.
Sedangkan kecepatan gerak yaitu kemampuan seseorang melakukan
23
23
serangkaian gerakan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kecepatan meliputi keturunan, waktu reaksi,
kemampuan mengatasi beban pemberat, teknik, elastisitas dan jenis otot,
konsentrasi dan kemauan (Sukadiyanto & Muluk, 2011).
2.2.4 Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah luas gerak satu sendi atau beberapa persendian.
Fleksibilitas persendian meliputi fleksibilitas statis yang ditentukan oleh
ukuran luas gerak (range of motion) dan fleksibilitas dinamis adalah
kemampuan seseorang bergerak dengan kecepatan tinggi. Faktor yang
mempengaruhi fleksibilitas meliputi elastisitas otot, tendo dan ligamen,
susunan tulang, bentuk persendian, suhu tubuh, umur, jenis kelamin dan
bioritme (Sukadiyanto & Muluk, 2011).
2.2.5 Koordinasi
Koordinasi adalah kemampuan otot dalam mengontrol gerak secara
akurat untuk mencapai tujuan tugas fisik tertentu. Koordinasi merupakan
kemampuan penguasaan gerak yang melibatkan sinkronisasi beberapa
kemampuan biomotor sehingga terjadi serangkaian gerak yang selaras,
serasi dan simultan. Indikator koordinasi adalah ketepatan dan gerak yang
ekonomis. Koordinasi dibedakan menjadi koordinasi umum dan
koordinasi khusus. Koordinasi umum adalah kemampuan seluruh tubuh
untuk menyesuaikan dan mengatur gerakan secara simultan dan diperlukan
keteraturan gerak dari beberapa anggota badan yang lain. Koordinasi
24
24
khusus adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan gerak dari sejumlah
anggota badan secara simultan.
2.3 Fisiologi Latihan Terhadap VO2 Max
Partisipasi dalam program latihan aerobik secara teratur
meningkatkan kemampuan sistem kardiovaskuler untuk mengirim darah
ke otot yang bekerja dan meningkatkan kapasitas otot untuk memproduksi
energi secara aerobik. Sebagian besar jaringan dan sistem organ akan
terpengaruh secara langsung maupun tidak langsung oleh program latihan.
VO2 max berhubungan dengan kapasitas fungsional sistem
kardiovaskuler untuk mengirim darah ke otot yang bekerja selama kerja
maksimal dan supramaksimal untuk mempertahankan rata-rata tekanan
darah arteri. VO2 max atau power maksimal aerobik adalah ukuran yang
dihasilkan dari kapasitas sistem kardiovaskuler untuk menyampaikan
darah teroksigenasi kepada sejumlah massa otot besar yang terlibat dalam
kerja dinamis (Powers dan Howley, 2012).
Penyerapan oksigen adalah produk aliran darah (cardiac output)
dan ekstraksi oksigen sistemik (perbedaan oksigen arteriovenosa),
perubahan dalam VO2 max akan mengakibatkan perubahan pada sejumlah
variabel pada persamaan VO2 max = HR max X SV max X (a-v O2) max.
Pada umumnya, frekuensi denyut jantung akan sama atau menurun dengan
latihan aerobik. Peningkatan VO2 max terbagi antara peningkatan stroke
volume dan perbedaan a-v O2 sistemik.
25
25
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya VO2 max adalah:
a. Paru
Paru adalah organ pada sistem pernapasan yang berhubungan
dengan sistem sirkulasi yang berfungsi sebagai tempat ventilasi atau
pertukaran udara. Oksigen berdifusi melalui alveolus ke dalam darah
kemudian berikatan dengan hemoglobin. Proses pengambilan dan
pengeluaran napas tergantung pada kekuatan otot-otot pernapasan.
Walaupun kapasitas vital paru besar tetapi otot pernapasannya lemah,
maka force expired volume (FEV) nya akan kecil. Akibatnya ventilasi
(jumlah udara yang keluar masuk) selama satu menit akan kecil pula.
b. Pembuluh darah
Pembuluh darah adalah bagian dari sistem sirkulasi yang berfungsi
sebagai pipa saluran yang mengalirkan dan mengedarkan darah, nutrisi dan
oksigen ke seluruh tubuh. Serta mengeluarkan zat sisa metabolisme dan
karbondioksida dari seluruh tubuh ke organ ekskresi.
Kemampuan pembuluh darah untuk konstriksi dan dilatasi adalah
menguntungkan agar aliran menjadi lancar dan proses pertukaran oksigen
dan nutrisi berjalan dengan baik.
c. Jantung
Organ berotot, berongga dan berkontraksi secara berirama dan
berulang yang memompa darah melalui pembuluh darah. Proses
pemompaan jantung tergantung pada kembalinya darah ke jantung serta
26
26
kekuatan kontraksi otot jantung. Pada venous return yang kecil, maka akan
berakibat pemompaan jantung juga kecil.
d. Mitokondria
Mitokondria adalah organel tempat berlangsungnya fungsi respirasi
sel serta penghasil energi dalam bentuk adenosine tri phosphate (ATP).
Selain yang telah disebutkan diatas, ada beberapa faktor fisiologis
lain yang mempengaruhi VO2 max yaitu: (1) keturunan, bahwa 93,4% VO2
max ditentukan oleh faktor genetik yaitu persentase slow twitch fiber yang
hanya dapat diubah melalui pemberian latihan, (2) usia, mulai sejak anak
sampai umur 20-30 tahun daya tahan fisik meningkat dan berbanding
terbalik dengan usia setelah 30 tahun, (3) jenis kelamin, pada usia pubertas
tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada daya tahan kardiovaskuler
antara laki-laki dan perempuan, (4) aktifitas fisik, istirahat selama 3
minggu akan menurunkan daya tahan kardiovaskuler sebesar 17%-27%.
Tabel 2.2
KLASIFIKASI KEBUGARAN KARDIORESPIRASI
BERDASARKAN VO2 MAX INDIVIDU UMUR ≤ 29 TAHUN
Jenis kelamin Nilai VO2 Max Kategori
Laki-laki ≤ 24,9 Jelek
25 – 33,9 Cukup
34 – 43,9 Rata-rata
44 – 52,9 Baik
≥ 53 Sangat Baik
Perempuan ≤ 23,9 Jelek
24 – 30,9 Cukup
31 – 38,9 Rata-rata
39 – 48,9 Baik
≥ 49 Sangat Baik
Sumber : Katch et al, 2011
27
27
2.3.1 Pengangkutan Oksigen
Sistem pernapasan terdiri dari organ pertukaran gas dan pompa
ventilasi paru. Pompa ventilasi terdiri dari dinding dada, otot-otot
pernapasan, pusat pernapasan di otak yang mengendalikan otot pernapasan
serta jaras dan saraf yang menghubungkan antara pusat pernapasan dengan
otot pernapasan.
Ganong (2001) menjelaskan sistem pengangkut O2 dalam tubuh
dilakukan oleh paru dan kardiovaskuler. Pengangkutan O2 menuju
jaringan tergantung pada jumlah O2 yang masuk ke dalam paru, pertukaran
gas yang adekuat, aliran darah ke jaringan dan kapasitas darah dalam
mengangkut O2. Jumlah O2 dalam darah ditentukan oleh jumlah O2
terlarut, hemoglobin darah dan afinitas hemoglobin terhadap O2.
Peningkatan suhu atau penurunan pH akan membutuhkan PO2 yang lebih
tinggi agar hemoglobin dapat mengikat O2 dalam jumlah tertentu dan
demikian juga sebaliknya.
Frekuensi pernapasan manusia normal saat kondisi istirahat
berkisar antara 12-15 kali/menit dan terjadi pertukaran 6-8 liter
udara/menit yang masuk dan keluar dari paru. Oksigen berdifusi dari udara
alveoli ke dalam aliran darah berikatan dengan hemoglobin yang dikenal
dengan reaksi oksigenasi yang digambarkan sebagai Hb + O2 HbO2.
Mioglobin adalah pigmen mengandung besi yang berada di otot
skeletal, menyerupai hemoglobin yang mengambil O2 dari hemoglobin
darah. Kandungan mioglobin paling besar dijumpai pada otot yang
28
28
berkontraksi terus-menerus. Mioglobin mempermudah difusi O2 dari darah
ke mitokondria sebagai tempat berlangsungnya reaksi oksidasi.
Mekanisme pernapasan dikendalikan secara volunter di korteks
serebri dan secara otomatis yang dikendalikan oleh pons dan medulla
oblongata. Neuron motorik yang mempersarafi otot ekspirasi akan
dihambat apabila neuron motorik yang mempersarafi otot inspirasi bekerja
aktif (Ganong, 2001).
2.3.2 Respon kardiovaskuler terhadap latihan
Fisiologi tubuh merespon terhadap episode dari latihan aerobik dan
latihan tahanan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal, kardiovaskuler,
respirasi, endokrin dan sistem imun. Respon-respon tersebut telah
dipelajari dalam laboratorium yang terkontrol sehingga pembebanan
latihan dapat di regulasi secara tepat dan respon fisiologi diamati secara
hati-hati (Powers & Howley, 2012).
Fungsi utama sistem kardiovaskuler dan respirasi adalah
menyediakan oksigen dan nutrisi untuk kebutuhan tubuh, membuang
karbondioksida dan produk sisa metabolisme lainnya, mempertahankan
temperatur tubuh dan menjaga keseimbangan asam basa serta transportasi
hormon-hormon dari kelenjar endokrin ke organ target.
Agar efektif dan efisien, sistem kardiovaskuler harus mampu
merespon terhadap peningkatan aktifitas otot skeletal. Laju kerja yang
rendah secara relatif merupakan kebutuhan yang kecil pada sistem
kardiovaskuler dan respirasi, apabila laju kerja otot-otot meningkat, kedua
29
29
sistem tersebut hingga akhirnya akan mencapai kapasitas maksimal untuk
memenuhi kebutuhan tubuh.
Sistem kardiovaskuler yang terdiri dari jantung, pembuluh darah
arteri-vena dan darah merespon terhadap peningkatan kebutuhan dari
latihan. Respon kardiovaskuler terhadap latihan secara langsung sesuai
dengan proporsi kebutuhan oksigen otot skeletal pada setiap laju kerja dan
penyerapan oksigen (VO2) meningkat secara linear dengan peningkatan
laju kerja (Powers & Howley, 2012).
2.3.2.1 Cardiac output (isi sekuncup)
Cardiac output adalah volume total darah yang dipompa oleh
ventrikel kiri jantung per menit. Cardiac output merupakan hasil dari
denyut jantung (jumlah denyut per menit) dan stroke volume (volume
darah yang dipompa per denyut). Perbedaan oksigen arteri vena (a-v O2)
adalah perbedaan antara kandungan oksigen dalam arteri dan vena.
Cardiac output memainkan peran penting dalam pemenuhan kebutuhan
oksigen untuk kerja.
Cardiac output dan denyut jantung meningkat hingga
menyesuaikan tingkat kerja, sementara stroke volume hanya meningkat
kurang lebih 40% - 60% dari penyerapan oksigen maksimal seseorang
(VO2 max) hingga akhirnya mencapai titik landai (Ganong, 2011).
2.3.2.2 Aliran darah
Pola aliran darah berubah secara dramatis pada saat seseorang
berlatih dari kondisi istirahat. Saat kondisi istirahat, kulit dan otot skeletal
30
30
menerima sekitar 20% dari cardiac output. Selama latihan, lebih banyak
darah yang dikirim kepada otot-otot skeletal yang aktif dan temperatur
tubuh meningkat maka darah juga dikirim ke kulit. Kedua proses tersebut
dapat dicapai dengan meningkatnya cardiac output dan redistribusi aliran
darah dari area dengan kebutuhan rendah.
2.3.2.3 Tekanan darah
Rata-rata tekanan darah arteri meningkat dalam rangka merespon
latihan dinamis terutama peningkatan tekanan darah sistolik. Tekanan
sistolik meningkat secara linear dengan peningkatan laju kerja, mencapai
nilai puncak pada 200 dan 240 milimeter merkuri pada orang dengan tensi
normal.
Selama 2 atau 3 jam pertama setelah latihan, tekanan darah turun
dibawah level istirahat sebelum latihan. Perubahan akut pada tekanan
darah setelah episode latihan mungkin menjadi aspek penting dalam
pengaturan aktifitas fisik untuk membantu mengontrol tekanan darah pada
penderita hipertensi (Powers & Howley, 2012).
2.3.3 Keseimbangan cairan
Air sangat esensial dalam hidup dan mempertahankan hidrasi pada
tingkat optimum akan menjamin tubuh berfungsi baik. Tubuh manusia
mengandung air rata-rata 60% pada laki-laki dan 41% pada perempuan
dari berat badan yang terdistribusi dalam cairan intraseluler dan
ekstraseluler. Cairan ekstraseluler terbagi dalam cairan interstitial dan
31
31
plasma. Air adalah komponen terbesar cairan tubuh, meliputi darah, cairan
synovial sendi, air ludah dan urin.
Konsentrasi cairan tubuh terkontrol sangat ketat, seperti untuk
meningkatkan cairan tubuh dengan membatasi pengeluaran urin dan
menstimulasi rasa haus. Secara umum, cairan tubuh dipertahankan dalam
batas tertentu, jika kehilangan cairan tidak tergantikan dengan cukup maka
terjadi dehidrasi. Dehidrasi ringan yaitu kehilangan cairan 2% dari berat
tubuh akan mengakibatkan nyeri kepala, kelelahan, menurunnya performa
fisik dan mental (Benelam & Wyness, 2010).
Air didapatkan dari segala minuman dan beberapa jenis makanan
yang kita konsumsi. Kebutuhan cairan individu sangat bervariasi
tergantung dari banyak faktor seperti komposisi dan ukuran tubuh,
lingkungan dan tingkat aktivitas fisik. Badan standarisasi makanan
merekomendasikan bahwa sebaiknya minum paling tidak 1,2 liter sehari
(6-8 gelas). Ginjal memainkan peran sentral dalam mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh dan keseimbangan zat terlarut dalam cairan
tubuh.
Aktivitas fisik menaikkan temperatur tubuh apalagi dalam
lingkungan panas. Mekanisme berkeringat untuk menghilangkan panas
dan mempertahankan temperatur tubuh stabil. Jumlah keringat yang
dihasilkan bervariasi dan tergantung dari banyak faktor meliputi kondisi
lingkungan, intensitas aktivitas fisik, pakaian yang dikenakan, tingkat
kebugaran dan aklimatisasi individual. Perempuan memiliki tingkat
32
32
berkeringat lebih rendah dibanding laki-laki karena ukuran tubuh dan
tingkat metabolisme lebih rendah saat aktif. Bahkan saat berenang,
sejumlah air menghilang sebagai keringat (Benelam & Wyness, 2010).
Pemenuhan konsumsi cairan pada remaja obesitas seharusnya 2,4-
3,3 liter, lebih tinggi dibanding kebutuhan cairan remaja dengan berat
badan normal. Hal tersebut dikarenakan kandungan air dalam sel adiposa
orang obesitas lebih rendah dibanding kandungan air dalam sel ototnya,
sehingga orang yang obesitas lebih mudah kekurangan cairan (Benelam &
Wyness, 2010).
2.4 Daya Tahan Otot
Daya tahan otot menjadi unsur penting bagi individu untuk
menghindari kelelahan yang berlebihan dalam menjalani aktifitas fisik.
Daya tahan otot adalah kemampuan sekelompok otot untuk berkontraksi
dengan secara berulang dalam waktu yang lama.
Salah satu respon adaptif mendasar terhadap latihan daya tahan
aerobik adalah meningkatnya kapasitas aerobik dari otot-otot yang terlatih.
Adaptasi ini memungkinkan individu melakukan aktifitas dengan
intensitas yang lebih besar dengan lebih mudah. Respon menguntungkan
ini mungkin disebabkan oleh daya tahan aerobik berdasarkan tipe serabut
otot. Adaptasi lokal secara spesifik dihasilkan dari latihan daya tahan
aerobik yang mengurangi produksi asam laktat, perubahan dalam
pelepasan hormon terutama katekolamin dan pemindahan asam laktat
secara cepat.
33
33
Komponen daya tahan otot meliputi kontraksi otot submaksimal
yang diperpanjang dengan repetisi yang banyak dan pemulihan yang
pendek. Serabut tipe I memiliki kapasitas aerobik yang lebih besar
dibanding serabut tipe II. Hal ini dikarenakan serabut tipe I memiliki
kapasitas oksidatif lebih besar baik sebelum maupun sesudah diberikan
latihan.
Sebaliknya, hipertrofi selektif pada serabut tipe I terjadi karena
meningkatnya rekruitmen selama aktifitas aerobik, meskipun hasil
diameter cross-sectional tidak sebesar yang terlihat dibanding pada serabut
tipe II yang mendapat latihan tahanan (Baechle dan Earle, 2008).
Adaptasi otot pada tingkat sel meliputi meningkatnya ukuran dan
jumlah mitokondria dan konten myoglobin. Myoglobin adalah protein
yang mengangkut oksigen dalam sel. Mitokondria adalah organel sel yang
bertanggung jawab memproduksi adenosin tri fosfat (ATP) secara aerobik
melalui reaksi oksidasi glikogen.
Peningkatan jumlah oksigen yang dikirim ke mitokondria yang
dikombinasikan dengan besar dan banyaknya jumlah mitokondria serta
konsentrasi myoglobin yang besar maka kapasitas jaringan otot untuk
mengekstrak dan menggunakan oksigen juga meningkat. Adaptasi ini
ditambah dengan meningkatnya derajat dan aktifitas enzim-enzim yang
terlibat dalam metabolisme aerobik glukosa dan sejalan dengan
meningkatnya cadangan glikogen dan trigliserid (Baechle dan Earle,
2008).
34
34
2.5 Struktur Anatomi Fungsional Otot Quadriceps Femoris
Otot quadriceps femoris adalah sekelompok otot yang terdiri dari
otot rectus femoris, vastus intermedius, vastus lateralis dan vastus medialis
yang bersatu menjadi satu tendon berinsersio di tulang patella dan berada
di bagian anterior tungkai atas yang berfungsi utama sebagai ekstensor
lutut dan membantu fleksi hip. Otot quadriceps femoris mendapat
persarafan dari saraf femoralis yang berasal dari segmen vertebrae lumbal
2-4.
Gambar 2.1 : Otot quadriceps femoris (Putz & Pabst, 1997)
2.5.1 Suplai darah
Vaskularisasi yang mensuplai otot quadriceps femoris berasal dari
arteri femoralis, sedangkan darah balik mengalir kembali ke jantung
melalui vena femoralis. Kontraksi otot dinamis yang dilakukan secara
intens membutuhkan oksigen sebesar 4000 mL/menit dan oksigen yang
dikonsumsi oleh otot yang aktif meningkat hingga 70 kali dibanding
35
35
konsumsi saat otot istirahat. Untuk mengakomodasi peningkatan
kebutuhan oksigen, sirkulasi lokal mengalihkan aliran darah ke jaringan
aktif yang terlibat dalam kontraksi otot. Fluktuasi aliran darah dapat
meningkat pada saat otot berkontraksi memendek dan menurun pada saat
otot relaksasi memanjang. Kontraksi dan relaksasi yang bergantian
memungkinkan pemompaan darah dari otot mengalir kembali ke jantung.
Sekitar 200 hingga 500 kapiler mengirim darah ke setiap milimeter
kuadrat otot yang aktif berkontraksi, dimana lebih dari 4 kapiler kontak
langsung dengan setiap serabut otot (Katch et al, 2011).
Mikrosirkulasi kapiler mempercepat pemindahan panas dan produk
akhir metabolisme dari jaringan-jaringan aktif. Jaringan yang banyak dan
tipis ini tidak hanya menukarkan panas dan produk metabolisme, tetapi
juga cairan, elektrolit, gas dan makromolekul dengan baik.
Pada saat otot berkontraksi, mikrokapiler dengan segera
terstimulasi untuk meningkatkan aliran darah dan perfusi kapiler untuk
mengangkut darah untuk area yang luas. Jumlah kapiler per otot pada
orang terlatih 40% lebih banyak dibanding orang yang tidak terlatih.
Terdapat hubungan yang positif antara VO2 max dan rata-rata jumlah
kapiler per otot. Peningkatan vaskularisasi pada tingkat kapiler
membuktikan manfaat latihan yang membutuhkan metabolisme aerobik
(Katch et al, 2011).
36
36
2.5.2 Energi untuk kontraksi
Energi untuk kontraksi otot berasal dari pemecahan ATP oleh
enzim myosin ATPase. Enzim tersebut berlokasi di kepala jembatan silang
myosin. Penarikan jalur bioenergetik bertanggungjawab terhadap sintesis
ATP. Pemecahan ATP menjadi ADP + Pi melepaskan energi sebagai
sumber energi jembatan silang myosin yang menarik molekul aktin
sehingga otot memendek. Dalam satu siklus kontraksi, semua jembatan
silang pada otot akan memendek hanya sekitar 1% dari ukuran panjang
saat istirahat. Karena beberapa otot dapat memendek hingga 60% dari
ukuran panjang istirahatnya maka siklus kontraksi harus terjadi secara
berulang-ulang (Powers & Howley, 2013).
2.5.3 Tipe serabut otot
Otot skeletal dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan
karakteristik biokimiawi atau histokimiawi dari serabutnya. Secara umum,
tipe serabut otot dikelompokkan menjadi fast-twitch dan slow-twitch.
Beberapa kelompok otot diketahui secara dominan dari serabut fast-twitch
atau slow-twitch. Tetapi kebanyakan dalam tubuh merupakan campuran
yang setara antara kedua serabut tersebut. Persentase serabut otot skeletal
dipengaruhi genetik, tingkat hormonal dalam darah dan kebiasaan latihan
pada seseorang. Komposisi serabut otot skeletal memainkan peranan
penting dalam performa kekuatan dan daya tahan (Powers & Howley,
2013).
37
37
Serabut tipe I atau slow-twitch fibers mengandung enzim oksidatif
dalam jumlah besar, yaitu besarnya volume mitokondria dan lebih
banyaknya kapiler dalam setiap serabut. Serabut tipe I juga memiliki
konsentrasi myoglobin yang lebih tinggi dibanding serabut tipe II.
Sehingga serabut tipe I memiliki kapasitas yang lebih besar terhadap
metabolisme aerobik dan resistensi terhadap kelelahan.
Serabut tipe IIa dan IIx atau yang dikenal dengan serabut fast-
twitch memiliki mitokondria relatif lebih kecil, kapasitas metabolisme
aerobik terbatas dan resistensi kelelahan rendah dibanding slow-twitch
fibers tetapi serabut fast-twitch memiliki enzim glikolitik yang lebih besar
yang menyediakan kapasitas anaerobic.
Gambar 2.2 : Otot skeletal (Powers & Howley, 2013)
Umumnya karakteristik biokimia otot yang penting dalam fungsi
otot adalah kapasitas oksidatif dan tipe ATPase isoform. Kapasitas
oksidatif serabut otot ditentukan oleh jumlah mitokondria, kapiler yang
38
38
mengelilingi serabut serta myoglobin. Besarnya jumlah mitokondria
memproduksi ATP secara aerobik lebih besar. Banyaknya kapiler darah
yang mengelilingi serabut otot memastikan bahwa otot akan menerima
oksigen secara adekuat selama periode aktifitas kontraksi. Jumlah
myoglobin setara dengan hemoglobin dalam darah yang mengikat oksigen
sehingga konsentrasi myoglobin yang tinggi memperbaiki pengiriman
oksigen dari kapiler darah ke mitokondria dimana oksigen tersebut
digunakan. Sehingga jika diakumulasi antara tingginya konsentrasi
myoglobin dan banyaknya jumlah mitokondria dan kapiler akan memiliki
kapasitas aerobik yang tinggi dan akan lebih tahan terhadap kelelahan.
Serabut otot yang mengandung ATPase isoform memiliki aktifitas tinggi
ATPase yang mendegradasi ATP secara cepat saat kontraksi pemendekan
otot (Powers & Howley, 2013).
2.6 Hukum-Hukum Fisika Aquatic Aerobics Exercise
Prinsip-prinsip yang mendasari mengapa air dapat digunakan
sebagai media latihan bagi orang yang mengalami overweight sehingga
dapat melakukannya dengan mudah dan tanpa nyeri (Campion, 1998 dan
Vargas, 2004).
2.6.1 Buoyancy
Buoyancy adalah gaya tekan keatas yang dihasilkan cairan jika
tubuh terbenam di dalamnya. Hukum Archimedes menyatakan bahwa jika
tubuh diam yang terbenam secara penuh ataupun sebagian dalam cairan
akan terdorong sesuai dengan berat cairan yang dipindahkan. Buoyancy
39
39
dan gaya gravitasi secara konstan saling melawan dan mencapai
keseimbangan saat tubuh terbenam sebagian. Posisi tubuh berdiri atau
vertikal mencapai keseimbangan jika terbenam sedalam leher. Buoyancy
dapat memberikan dukungan atau tahanan. Buoyancy digunakan untuk
mengurangi gaya gravitasi pada anggota gerak tubuh yang lemah sehingga
mampu menahan berat badan, mengurangi tekanan pada sendi dan
tegangan otot yang menumpu berat badan. Buoyancy juga dapat menjadi
tahanan untuk meningkatkan kekuatan otot jika tubuh digerakkan
menjauhi permukaan air (Vargas, 2004).
2.6.2 Tekanan hidrostatik atau hukum pascal
Cairan memberikan tekanan pada seluruh permukaan tubuh yang
terbenam sesuai dengan kedalaman. Tekanan hidrostatik membantu
mendorong darah kembali ke jantung lebih efisien. Air di sekeliling tubuh
membantu sirkulasi darah dari tungkai menuju jantung. Tekanan
hidrostatik juga menjadi tahanan ringan pada gerakan ekspansi sangkar
thorak (Vargas, 2004).
2.6.3 Kepadatan relatif
Kepadatan relatif adalah hubungan antara berat jenis obyek dengan
berat jenis air pada temperatur dan tekanan standar. Obyek yang memiliki
kepadatan lebih tinggi dari air akan tenggelam dan sebaliknya. Jaringan
otot lebih padat dibanding jaringan adiposa. Orang yang kurus akan
tenggelam, sebaliknya berlebihan jaringan adiposa pada orang yang
mengalami overweight akan mengapung (Vargas, 2004).
40
40
2.6.4. Tahanan cairan
Adalah gaya yang melawan suatu benda yang bergerak di dalam
air. Gerakan yang dilakukan di dalam air akan diperlambat oleh tahanan
cairan, semakin cepat benda bergerak maka semakin besar usaha yang
harus dilakukan dan semakin besar pula tahanan cairan menghambat dari
segala arah. Sementara di darat, tahanan dirasakan hanya dari satu arah
yang tergantung pada arah beban yang diberikan. Tahanan cairan juga
meningkatkan kewaspadaan sensoris, meningkatkan waktu reaksi dan
belajar mempertahankan keseimbangan dalam lingkungan air (Vargas,
2004).
2.6.5 Turbulensi
Adalah gerakan keacakan dari air sebagai respon terhadap
ketidakstabilan. Gerakan tubuh dalam air menciptakan perubahan tekanan
dan turbulensi. Efek gerakan mengaduk air bermanfaat sebagai tahanan.
Perubahan kecepatan dan arah gerakan dapat mengubah turbulensi
(Vargas, 2004).
2.6.6 Temperatur air
Dapat merangsang ujung-ujung saraf sensoris di permukaan kulit
akan mempengaruhi dilatasi pembuluh darah perifer serta merangsang
mekanisme kerja efektor. Bila temperatur air terlalu dingin akan
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga akan
menurunkan suplai darah ke seluruh tubuh. Sebagai kompensasinya maka
otot-otot tubuh akan berkontraksi untuk mempertahankan homeostasis
41
41
temperatur sehingga suplai oksigen melalui darah ke seluruh tubuh dapat
terjaga dan metabolisme energi terjadi peningkatan. Untuk mengatasi
perbedaan temperatur air kolam dengan tubuh manusia sebelum
melakukan aquatic aerobics exercise dapat dilakukan latihan pemanasan
dan penguluran di pinggir kolam atau latihan gerak yang ringan di pinggir
kolam (Vargas, 2004).
Selain itu aquatic aerobics exercise juga memberikan manfaat
keuntungan bersifat psikologis, bahwa aktivitas di air menyerupai aktivitas
rekreasi dan hiburan, sehingga latihan di air tidak merasa jenuh atau bosan.
2.7 Senam Aerobik
Senam aerobik termasuk ke dalam kelompok olahraga aerobik,
dimana olahraga aerobik adalah olahraga kesehatan yang terpenting
(Giriwijoyo & Sidik, 2013). Senam aerobik merupakan latihan yang
menggabungkan berbagai macam gerak, berirama, teratur dan terarah serta
pembawaan yang penuh semangat.
Senam aerobik memiliki kategori berdasarkan gerakannya, yaitu
gerakan cepat (high impact) dan gerakan lambat (low impact). Senam
aerobik gerakan lambat (low impact) lebih banyak digunakan oleh
masyarakat awam dan sedentari. Gerakan high impact memiliki ciri khas
irama musik yang cepat dengan diiringi gerakan dinamis tubuh yang cepat
sedangkan pada gerakan low impact disesuaikan dengan gerakan tubuh
yang dinamis dengan irama musik yang lambat,
42
42
Senam aerobik mempunyai struktur latihan yang seimbang antara
latihan anggota gerak atas dan bawah. Sehingga senam aerobik merupakan
latihan yang menggerakkan seluruh otot, terutama otot-otot besar dengan
gerakan yang kontinyu, berirama, meningkat dan berkesinambungan.
Gerakan senam aerobik dipilih gerakan yang mudah diikuti oleh peserta,
menyenangkan dan variatif sehingga memungkinkan seseorang untuk
melakukannya secara teratur dalam jangka waktu lama (Brick, 2001).
Senam aerobik adalah koordinasi antara gerakan dengan musik.
Musik yang dianjurkan menurut Brick (2001) sebaiknya memiliki
karakteristik sebagai berikut: (a) irama per menit yang menunjukkan
kecepatan musik merupakan hal yang harus diperhatikan. Irama per menit
sebaiknya dapat membuat peserta berlatih sesuai target denyut jantung dan
dapat membuat peserta melakukan berbagai gerakan. (b) pilihan musik
yang menyenangkan penuh energi akan membantu mendorong motivasi.
(c) musik yang dipilih memiliki empat ketukan per irama dan sebuah
irama yang tetap. Untuk pelaksanaan aquatic aerobic, irama yang
digunakan lebih rendah karena adanya tahanan air akan mengakibatkan
gerakan senam aerobik lebih berat (Vargas, 2004).
Sistem oksigen dalam senam aerobik merupakan sumber energi
yang predominan. Senam aerobik merangsang kerja jantung, pembuluh
darah dan paru. Jantung akan memompa darah lebih kuat dan lebih banyak
sehingga denyut jantungnya semakin berkurang. Akibatnya, aliran darah
43
43
yang ada diseluruh tubuh meningkat. Pada saat yang sama, paru akan
memproses udara lebih banyak dengan usaha yang semakin kecil.
American College of Sports Medicine (ACSM) merekomendasikan
untuk perkembangan dan pemeliharaan kapasitas aerobik, senam aerobik
dilakukan dengan frekuensi 3-5 kali perminggu, intensitas 55-90% dari
denyut jantung maksimal (HR max), durasi selama 20 hingga 60 menit
dengan latihan yang ritmis, berkelanjutan dan merupakan aktifitas aerobik
yang melibatkan kelompok otot besar (Kostic et al, 2006).
Senam aerobik dilakukan dalam tiga fase yaitu pemanasan
(warming-up), inti (conditioning) dan pendinginan (cooling down).
Sistematika senam aerobik menurut Giriwijoyo & Sidik (2013)
adalah sebagai berikut :
a. Pemanasan (warming-up)
Pemanasan merupakan persiapan yang harus dilakukan untuk
mengawali aktifitas senam aerobik dengan tujuan untuk mempersiapkan
anggota gerak tubuh agar dapat melakukan aktifitas gerakan yang lebih
berat pada latihan berikutnya dan mencegah cidera.
Pemanasan dilakukan secara bertahap dan cukup untuk
meningkatkan suhu otot dan suhu inti tubuh tanpa menyebabkan kelelahan
atau mengurangi penyimpanan energi. Menurut Brick (2001) pemanasan
yang dilakukan dimulai dari gerakan kecil ke besar secara bertahap
meningkatkan denyut jantung, mempersiapkan otot-otot dan sendi,
44
44
meningkatkan sirkulasi cairan dalam tubuh serta mempersiapkan tubuh
secara psikologis dan emosional.
Karakteristik dari fase pemanasan yaitu dilakukan selama 10 menit
dari total latihan dengan gerakan berupa penguluran otot-otot, sendi dan
gerakan senam ringan untuk memperkenalkan organ tubuh serta
merangsang otot agar mengenali kebutuhan gerak.
Keberhasilan dalam melakukan pemanasan ditandai dengan
meningkatnya suhu tubuh 1-2°C, pengeluaran keringat, peningkatan
denyut jantung secara bertahap hingga mencapai 60% denyut jantung
maksimal. Fase pemanasan pada aquatic aerobics exercise dilakukan lebih
lama dibanding land-based aerobics exercise karena kondisi lingkungan
air menuntut peningkatan temperatur tubuh lebih tinggi untuk menjaga
homeostasis.
b. Inti (conditioning)
Fase inti merupakan fase utama dari sistematika senam aerobik.
Pada fase ini harus tercapai target latihan sebagai indikator untuk
memprediksi bahwa latihan tersebut telah mencapai zona latihan. Rentang
zona latihan aerobik adalah 60-90% dari denyut nadi maksimal, dimana
denyut nadi seseorang bervariasi tergantung umur, genetik, jenis kelamin,
IMT, etnis dan stres.
Fase inti mempertimbangkan latihan dengan intensitas cukup besar
untuk merangsang peningkatan stroke volume dan cardiac output serta
untuk meningkatkan sirkulasi lokal dan metabolisme aerobik pada
45
45
kelompok otot yang terlibat. Penekanan latihan submaksimal, berirama,
berulang-ulang, dinamis dan melibatkan kelompok otot besar.
c. Pendinginan (cooling down)
Gerakan pada fase pendinginan dapat dilakukan menyerupai
pemanasan atau berupa penguluran ringan. Pendinginan mencegah
akumulasi darah di anggota gerak tubuh dengan tetap menggunakan otot
untuk mempertahankan aliran balik vena. Pendinginan bermanfaat untuk
mencegah pingsan dengan meningkatkan kembalinya darah ke jantung dan
otak saat cardiac output dan aliran balik vena menurun. Fase pendinginan
berlangsung 5 hingga 10 menit hingga denyut jantung menurun mendekati
denyut nadi semula. Pemilihan gerakan pendinginan harus merupakan
gerakan penurunan dari intensitas tinggi ke gerakan yang berintensitas
rendah.
2.7.1 Keuntungan latihan aerobik
Menurut Brick (2001), seseorang yang melakukan latihan aerobik
akan mendapatkan keuntungan sebagai berikut:
a. Jantung
Latihan aerobik meningkatkan derajat kebugaran fisik, kesehatan
dan membantu tubuh bekerja lebih efisien. Segala hal yang berkaitan
dengan sistem kardiorespirasi dan vaskuler adalah jaringan utama yang
digunakan oleh tubuh selama latihan aerobik berlangsung.
46
46
b. Kekuatan otot
Latihan aerobik dapat meningkatkan kekuatan otot jika didalamnya
juga dilakukan latihan otot dengan intensitas tinggi dengan waktu singkat
yang menggunakan energi maksimum dan diulang-ulang.
c. Daya tahan otot
Latihan aerobik membantu meningkatkan daya tahan otot.
Peningkatan daya tahan otot dilakukan dengan menambah jumlah repetisi
gerakan-gerakan ringan saat latihan aerobik. Gerakan-gerakan ringan
aerobik seperti melompat-lompat, mengangkat lutut dan menendang yang
sering dilakukan dan diperlukan untuk meningkatkan daya tahan otot.
d. Fleksibilitas
Setelah menyelesaikan latihan aerobik, peregangan akan membantu
meningkatkan fleksibilitas otot dan juga membantu sirkulasi darah
kembali ke jantung. Jika secara rutin meregangkan badan selesai latihan,
akan merasakan bahwa otot dan sendi akan fleksibel.
e. Komposisi tubuh
Gerakan-gerakan aerobik yang dilakukan dengan intensitas rendah
hingga sedang selama 30 menit akan membakar kira-kira 250 kalori,
sementara jika lebih dari 30 menit akan membakar lemak. Gerakan aerobik
pada intensitas tinggi dalam waktu singkat (kurang dari 20 menit) akan
membakar gula.
47
47
2.7.2 Pengaturan dosis
Dalam penelitian ini menggunakan pola pengaturan yang sama
dengan dosis latihan aerobik pada umumnya yang meliputi prinsip
frekuensi latihan 3 kali perminggu, intensitas latihan 60-80% dari denyut
nadi maksimal, waktu selama 60 menit per sesi latihan (Brick, 2001).
Menentukan intensitas latihan aerobik di darat dengan denyut nadi
didapat dengan menentukan target heart rate (THR) dimana THR adalah
80% dari heart rate max (HR max = 220 – umur). Sementara penurunan
denyut jantung yang biasanya terjadi pada latihan aerobik di dalam air
mengakibatkan perbedaan penghitungan THR antara di darat dan di air.
Rumus THR di air yaitu THR aquatic = THR darat x 0,87 (Vargas, 2004).
2.7.3 Bentuk senam aerobik
Senam aerobik merupakan sekelompok latihan teratur yang disertai
musik dengan tempo dan irama tertentu yang dapat digunakan untuk
memelihara dan mengembangkan kebugaran fisik. Senam aerobik terdiri
dari berbagai gerakan langkah tari, melompat, berbalik dan gerakan yang
dilakukan dalam berbagai arah. Senam aerobik dapat disesuaikan dengan
kondisi dan kemampuan dari individu yang berolahraga.
Senam aerobik merupakan integrasi antara musik dengan gerakan
tubuh. Irama musik per menit atau beats per minute (bpm) menunjukkan
kecepatan musik yang juga sebagai pengatur kecepatan irama gerakan
tubuh. Irama musik yang aman untuk pemanasan adalah 120-135 bpm,
sedangkan pada fase inti adalah 135-158 bpm (Brick, 2001).
48
48
Aquatic aerobics exercise sebaiknya dilakukan pada temperatur air
antara 26-28°C. Rentang ini memaksimalkan efisiensi latihan,
meningkatkan stroke volume dan mengurangi denyut jantung (Bates,
1996).
49
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir ini berdasarkan pada teori bahwa aquatic
aerobics exercise lebih meningkatkan VO2 max dan daya tahan otot
quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas. Overweight
adalah kelebihan berat badan yang dibandingkan dengan berat badan ideal
yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau non-lemak
yang berkontribusi menimbulkan penyakit seperti penyakit kardiovaskuler,
stroke, diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, dislipidemia, kanker,
osteoarthritis, masalah pernapasan hingga depresi.
Overweight dapat disebabkan karena beberapa faktor yang saling
mempengaruhi, yaitu faktor nutrisional yang meliputi asupan makanan
yang tinggi lemak, metabolisme tubuh dan efek termogenesis makanan.
Faktor yang berasal dari dalam diri seseorang (endogen) meliputi kelainan
sindroma endokrin dan herediter. Kebiasaan pola makanan yang dilakukan
orang tua akan menjadikan anak meniru kebiasaan tersebut. Pada beberapa
orang faktor psikologis juga memicu overweight, mungkin mekanismenya
berasal dari kebiasaan konsumsi camilan pada saat sedang stress. Faktor-
faktor tersebut diatas diperparah dengan rendahnya aktifitas fisik
(sedentari).
Timbunan lemak pada sel adiposa akan terus terjadi karena sel
adiposa mengalami hipertrofi dan hyperplasia hingga mencapai kondisi
50
50
maksimal. Sel adiposa menghasilkan zat adipositokin yang memicu
obesitas, diabetes, penyakit kardiovaskuler serta gangguan pernapasan
yang akhirnya menghasilkan peningkatan beban kerja ventilasi.
Peningkatan beban ventilasi memiliki konsekuensi meningkatnya
frekuensi pernapasan sehingga akan didapatkan penurunan VO2 max.
Peningkatan beban ventilasi berakibat menurunnya penghantaran oksigen
ke dalam otot sehingga otot mudah lelah dalam serangkaian kontraksi
yang berulang dan dalam periode yang lama.
Berdasarkan hal tersebut, individu yang mengalami overweight dan
obesitas membutuhkan aktivitas fisik atau program latihan untuk melatih
kebugaran kardiorespirasi dan daya tahan otot.
Program latihan berupa senam aerobik dapat melatih kebugaran
kardiorespirasi dan daya tahan otot karena bersifat memberikan
pembebanan pada jantung dan paru untuk mengirimkan sejumlah oksigen
ke kelompok otot-otot besar yang dominan untuk aktivitas fungsional
seseorang sehingga mengurangi kelelahan.
Senam aerobik low impact yang dilakukan di darat dengan
frekuensi 3 kali/minggu, intensitas 60-80% dari HR max dengan durasi
selama 60 menit diharapkan mampu meningkatkan VO2 max dan daya
tahan otot.
Senam aerobik yang dilakukan di dalam kolam renang dengan
frekuensi 3 kali/minggu, intensitas 0,87% dari intensitas senam aerobik di
darat, durasi selama 60 menit dengan penambahan beban berupa tahanan
51
51
air, tekanan hidrostatik, turbulensi serta temperatur air yang mampu
menjaga kestabilan homeostatis termal tubuh diharapkan mampu lebih
meningkatkan VO2 max dan daya tahan otot.
3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang masalah dan daftar pustaka maka
kerangka konsep yang dapat disusun sebagai berikut :
Gambar 3.2 Kerangka konsep
Overweight
dan Obesitas
Faktor internal :
- Genetik/herediter
- Sindroma endokrin
- Asupan makanan
- Metabolisme tubuh
Faktor eksternal :
- Aktifitas fisik
sedentari
- Psikologis
- Parenteral fatness
Aquatic Aerobics
Exercise :
Tahanan air
3 kali/minggu,
THR = 0,87 THR darat
Waktu 60 menit
Land-based Aerobics
Exercise :
3 kali/minggu
THR = 80% HR max
Waktu 60 menit
VO2 Max Daya tahan otot
Kebugaran
Fisik
52
52
3.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Aquatic aerobics exercise meningkatkan VO2 max pada individu
overweight dan obesitas.
2. Aquatic aerobics exercise meningkatkan daya tahan otot quadriceps
femoris pada individu overweight dan obesitas.
3. Aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan VO2 max dibanding
land-based aerobics exercise pada individu overweight dan obesitas.
4. Aquatic aerobics exercise lebih meningkatkan daya tahan otot
quadriceps femoris dibanding land-based aerobics exercise pada
individu overweight dan obesitas.
53
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen, rancangan penelitian yang
digunakan adalah pre-test and post-test with control group design. Penelitian
menggunakan dua kelompok, dimana kelompok I mendapat perlakuan aquatic
aerobics exercise, sedangkan kelompok II sebagai kelompok kontrol aktif
mendapat land-based aerobics exercise. Bagan rancangan penelitian ditunjukkan
seperti di bawah ini.
KP-1
R
KP-2
Gambar 4.1 Bagan rancangan penelitian
Keterangan :
P : Populasi
S : Sampel
R : Randomisasi
O1 : Nilai VO2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris kelompok 1
sebelum perlakuan aquatic aerobics exercise
O2 : Nilai VO2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris kelompok 1 setelah
perlakuan aquatic aerobics exercise
O3 : Nilai VO2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris kelompok 2
sebelum land-based aerobics exercise
O4 : Nilai VO2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris kelompok 2 setelah
land-based aerobics exercise
O1 O2
O3
O4
P S
54
54
KP-1 : Kelompok 1 mendapat perlakuan aquatic aerobics exercise
KP-2 : Kelompok 2 mendapat land-based aerobics exercise
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di dua tempat, kelompok 1 dilakukan di
kolam renang Tirta Angkasa Lanud Adi Sumarmo, kelompok 2 dilakukan
di Kampus Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Surakarta Jalan Adi
Sumarmo, Tohudan, Colomadu, Karanganyar.
4.2.2 Waktu penelitian
Perlakuan pada penelitian ini dilakukan selama 8 minggu dengan
alokasi waktu sebagai berikut:
Persiapan penelitian : Akhir Januari - April 2014
Pengambilan data penelitian : Mei – Juni 2014
Analisis hasil penelitian : Juli 2014
Presentasi hasil penelitian : September 2014
Seminar tesis : Oktober 2014
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua orang dengan kategori indeks
massa tubuh overweight dan obesitas menurut kriteria Asia-Pasifik
(National Institute of Health, 2006) yang sedang kuliah di Politeknik
Kesehatan Surakarta.
55
55
4.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive random
sampling berdasarkan kriteria eligibilitas. Semua sampel yang memenuhi
kriteria eligibilitas mendapatkan nomor undian yang terbagi menjadi 2
kelompok yaitu kelompok I mendapatkan perlakuan aquatic aerobics
exercise dan kelompok II sebagai control mendapatkan land-based
aerobics exercise.
4.3.3 Kriteria eligibilitas
Kriteria pengambilan sampel yang membatasi karakteristik populasi :
4.3.3.1 Kriteria inklusi :
a. Indeks massa tubuh kategori overweight dengan nilai IMT > 23.
b. Sedang aktif kuliah pada semester 2, 4 dan 6.
c. Bersedia menjadi sampel yang dibuktikan dengan menandatangani
inform conset
4.3.3.2 Kriteria eksklusi
a. Memiliki riwayat penyakit asma, jantung.
b. Rasa takut yang berlebihan terhadap air (aqua phobia).
c. Menderita penyakit menular yang dapat menularkan melalui air yaitu
diare dan penyakit kulit atau penyakit infeksi berbahaya.
d. Menjalani program diet dan mengkonsumsi obat penurun berat badan.
4.3.3.3 Kriteria pengguguran
a. Mengalami cidera yang membuat subjek tidak dapat melanjutkan
program penelitian.
56
56
),( f
,f
b. Tidak mengikuti perlakuan sebanyak 5 kali berturut-turut sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan.
4.3.3.4 Besar sampel
Besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung
berdasarkan rumus Pocock (Pocock, 2008) :
,
22
12
2
fn
Keterangan:
n = Jumlah sampel
σ = Simpang baku
α = Tingkat kesalahan tipe I (ditetapkan 0,05)
interval kepercayaan (1-α) = 0,95
β = Tingkat kesalahan tipe II (ditetapkan 0,20)
tingkat kekuatan uji/power of test = 0,80
= Interval kepercayaan 7,9
μ1 = rerata nilai VO2 max kelompok kontrol
μ2 = rerata nilai VO2 max kelompok perlakuan
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Setty et al
(2013) didapatkan hasil nilai rerata VO2 max μ1 = 48,90, standar deviasi σ
= 4,24, dengan harapan peningkatan nilai VO2 max setelah perlakuan
sebesar 10% sehingga rerata μ2 = 53,79. Dengan demikian besar sampel
dapat dihitung sebagai berikut:
),(
57
57
9,7
90,4879,53
)24,4(22
2
xn
9,7
89,4
)98,17(22
xn
9,791,23
96,35xn
88,11n
Dari hasil penghitungan jumlah sampel maka didapatkan minimal
sampel pada penelitian ini adalah 12 orang. Dengan asumsi menghindari
adanya pengurangan jumlah sampel dalam proses penelitian maka jumlah
sampel ditetapkan dengan penambahan 2 orang sehingga total sampel
adalah 28 orang. Dari total sampel tersebut dibagi dua kelompok yang
masing-masing sebanyak 14 orang.
4.3.3.5 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Menyebarkan angket kepada seluruh mahasiswa Jurusan
Fisioterapi Poltekkes Surakarta yang berisi berat badan, tinggi badan dan
sejumlah pertanyaan berkaitan dengan kebugaran.
b. Jumlah sampel yang terpilih dilakukan pemeriksaan awal
berdasarkan kriteria eksklusi. Sampel yang termasuk kriteria inklusi
didapatkan sebanyak 30 orang.
58
58
c. Sampel yang terpilih dibagi menjadi dua kelompok dengan
randomisasi secara acak yang masing-masing terdiri dari 15 orang. Setiap
sampel diberi penomoran ganjil untuk kelompok I yang mendapatkan
perlakuan berupa aquatic aerobics exercise sedangkan penomoran genap
untuk kelompok II yang mendapatkan land-based aerobics exercise.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Identifikasi variabel
Variabel yang diukur adalah VO2 max dengan menggunakan submaximal
ergometer cycle test dan daya tahan otot quadriceps femoris dengan
submaximal voluntary isometrics contraction.
4.4.2 Klasifikasi variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel tergantung.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah aquatic
aerobics exercise dan land-based aerobics exercise.
b. Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel tergantung adalah
VO2 max dan daya tahan otot quadriceps femoris
4.4.3 Definisi operasional variabel
Yang termasuk di dalam definisi operasional variabel dalam
penelitian ini adalah:
59
59
1) Aquatic aerobics exercise
Adalah latihan aerobik yang dilakukan di dalam air posisi tubuh
berdiri, terendam dengan kedalaman air setinggi dada, kaki menyentuh
dasar kolam yang berupa gerakan ritmis melawan tahanan air, gerakan
mengikuti instruktur pada semua otot besar tubuh selama 60 menit tiap
sesi, 3 kali seminggu, durasi 8 minggu.
2) Land-based aerobics exercise
Adalah bentuk latihan aerobic low impact yang memiliki gerakan
ritmis pada otot-otot besar seluruh tubuh yang dilakukan di darat
mengikuti irama musik dengan tempo 140 bpm selama 60 menit/sesi,
frekuensi 3 kali/minggu, durasi 8 minggu. Gerakan koreografi mengikuti
gerakan yang dipimpin oleh seorang instruktur senam aerobik. Bentuk
aerobics exercise berupa senam yang dilakukan secara berkelompok.
3) VO2 max
Adalah prediksi jumlah maksimal oksigen yang digunakan pada
tingkat selular pada seluruh tubuh yang berhubungan dengan tingkat
kondisi fisik yang menggambarkan kebugaran kardiorespirasi atau daya
tahan secara umum. Prediksi VO2 max pada individu overweight dan
obesitas berdasarkan penghitungan normogram Astrand.
4) Daya tahan otot quadriceps femoris
Adalah jumlah repetisi kontraksi submaksimal yang dapat
dilakukan oleh otot quadriceps femoris pada sisi yang dominan secara
berulang dengan waktu yang lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti
60
60
yang diukur menggunakan dynamometer yang dimodifikasi. Daya tahan
otot secara local (local endurance) menggambarkan efektifitas pengantaran
oksigen oleh sistem kardiorespirasi untuk metabolisme otot.
5) Overweight dan obesitas
Adalah keadaan berat badan seseorang yang melebihi berat badan
normal yang dinilai berdasarkan indeks massa tubuh kriteria Asia Pasifik
dengan nilai lebih dari 23. Indeks massa tubuh didapatkan dari hasil
antara berat badan dalam satuan kilogram yang dibagi dengan tinggi badan
kuadrat dalam satuan meter.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Formulir pemeriksaan Fisioterapi yang berisi data subjek.
b. Lembar persetujuan atau inform consent.
c. Alat tulis untuk mencatat data.
d. Microtoise untuk mengukur tinggi badan dengan satuan cm.
e. Timbangan badan digital untuk mengukur berat badan dengan
satuan kilogram.
f. Tensimeter digital untuk mengukur denyut nadi dan tekanan
darah.
g. Ergometer cycle merk Monark.
h. Timbangan pegas dan quadriceps bench untuk mengukur daya
tahan otot quadriceps femoris.
61
61
4.6 Prosedur Penelitian dan Alur Penelitian
4.6.1 Prosedur penelitian
Dalam prosedur penelitian ini dilakukan teknik pengumpulan data.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini melalui 2 tahap, yaitu:
a. Tahap pertama : melakukan pengukuran awal sebelum dilakukan
perlakuan (pre-test) dengan teknik wawancara dan pengukuran untuk
menentukan indeks massa tubuh menggunakan instrumen microtoise
untuk mengukur tinggi badan dan timbangan berat badan untuk
mengukur berat badan kemudian dilakukan penghitungan untuk
mendapatkan hasil indeks massa tubuh. Mengukur VO2 max dengan
menggunakan submaximal ergometer cycle test dan daya tahan otot
quadriceps menggunakan dynamometer yang dimodifikasi.
b. Tahap kedua : melakukan pengukuran akhir (post-test) setelah kedua
kelompok selesai menjalani program perlakuan. Pengukuran
menggunakan teknik, alat ukur serta pengukur yang sama seperti pada
pengukuran awal (pre-test).
Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahapan, yaitu :
a. Tahap persiapan, meliputi :
1. Peneliti membuat dan menjelaskan surat pernyataan persetujuan
mengikuti program penelitian (inform consent) yang harus
ditandatangani dan disetujui oleh subjek penelitian.
62
62
2. Berkonsultasi untuk meminta ijin melakukan penelitian kepada
Ketua Jurusan Fisioterapi Poltekkes Surakarta agar dapat
memfasilitasi penggunaan sarana kampus dan mahasiswa.
3. Berkonsultasi kepada Kabid. Pembinaan Jasmani dan Kesehatan
Lanud Adi Sumarmo untuk meminta ijin kepada Komandan Lanud
Adi Sumarmo untuk memfasilitasi penggunaan kolam renang.
4. Meminta surat pengantar ijin penelitian kepada Bagian Tata Usaha
Universitas Udayana untuk melakukan penelitian di Kampus Jurusan
Fisioterapi Poltekkes Surakarta dan Kolam Renang Tirta Angkasa
Lanud Adi Sumarmo.
5. Meminta surat ijin penelitian kepada direktur Poltekkes Surakarta
melalui Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat.
6. Menyiapkan alat tulis dan instrumen penelitian.
b. Tahap pelaksanaan, meliputi :
1. Menetapkan subjek penelitian berdasarkan indeks massa tubuh
kategori overweight dan obesitas.
2. Menetapkan randomisasi subjek yang terbagi ke dalam kelompok I
dan kelompok II.
3. Melakukan pengukuran tinggi badan dan berat untuk menentukan
indeks massa tubuh, mengukur VO2 max dan tes daya tahan otot
quadriceps femoris sebelum memberikan perlakuan.
63
63
4. Memberikan perlakuan aquatics aerobics exercise pada kelompok I
dan land-based aerobics exercise pada kelompok II sesuai dengan
jadwal yang disepakati.
5. Mengukur VO2 max dan tes daya tahan otot quadriceps femoris
setelah pemberian perlakuan.
6. Menyusun hasil, mengolah dan menganalisis data.
7. Mendokumentasikan data penelitian.
8. Menarik kesimpulan.
4.6.2 Alur penelitian
Gambar 4.2 Alur Penelitian
Populasi
Kriteria Eligibilitas
(Eksklusi & Inklusi) Sampel
Pemeriksaan Kebugaran
Kardiorespirasi
Random Sampling
Kelompok 1 Kelompok 2
Pre-test :
Submaximal Ergometer Cycle
Test & Submaximal Isometric
Contraction Test
Perlakuan :
Aquatic Aerobics Exercise
Post-test :
Submaximal Ergometer Cycle
Test & Submaximal Isometric
Contraction Test
Pre-test :
Submaximal Ergometer Cycle
Test & Submaximal Isometric
Contraction Test
Perlakuan :
Land-based Aerobics Exercise
Post-test :
Submaximal Ergometer Cycle
Test & Submaximal Isometric
Contraction Test
D
O
S
I
S
Analisis Data
Penyusunan Tesis
64
64
4.8 Prosedur Pengukuran
a. Pengukuran berat badan
Prosedur pengukuran berat badan subjek penelitian yaitu
meletakkan alat timbang digital pada lantai yang datar kemudian
mengaktifkan alat timbang dengan cara menekan tombol on. Awalnya
akan mungcul angka 8,88 dan tunggu sampai muncul angka 0,00. Apabila
sudah muncul bulatan (O) pada ujung kiri kaca display, berarti timbangan
siap digunakan.
Subjek penelitian diminta membuka alas kaki, jaket dan
mengeluarkan isi kantong yang berat seperti telepon genggam dan kunci.
Selanjutnya subjek diminta naik ke alat timbang digital dengan posisi kaki
di tengah alat timbang, sikap tenang, kepala lurus ke depan dan tidak
menutupi kaca display. Berat badan ditunjukkan dengan angka terakhir
yang terbaca pada kaca display dan dibulatkan menjadi satu digit angka
dibelakang koma. Setelah selesai, subjek penelitian diminta turun dari alat
timbang.
b. Pengukuran tinggi badan
Prosedur pengukuran tinggi badan dilakukan dengan meminta
subjek penelitian melepaskan alas kaki, penutup kepala, berdiri tegak
membelakangi dinding tempat microtoise tergantung. Posisi kepala,
lengan, pantat dan tumit menempel pada dinding, pandangan lurus ke
depan. Alat geser microtoise digerakkan sampai menyentuh bagian atas
kepala tepat berada di tengah. Angka tinggi badan dapat terbaca pada
65
65
display microtoise. Apabila pengukur lebih rendah dari subjek maka
pengukur berdiri diatas bangku agar hasil pembacaannya benar. Pencatatan
hasil pengukuran dilakukan dengan ketelitian hingga satu angka
dibelakang koma.
c. Pengukuran IMT
Kriteria overweight dihitung dengan rumus IMT. IMT adalah hasil
bagi antara berat badan dalam satuan kilogram dengan tinggi badan
kuadrat dalam satuan meter. Sampel yang memenuhi kriteria overweight
dan obesitas adalah sampel dengan nilai IMT diatas 23.
d. Pengukuran denyut nadi dan tekanan darah
Prosedur pengukuran denyut nadi dan tekanan darah dilakukan
dengan memasang manset pada lengan atas kanan dan sejajar dengan
jantung subjek penelitian. Ujung bawah manset terletak kira-kira 1-2 cm di
atas siku. Tarik manset dan kencangkan melingkari lengan kanan. Pastikan
manset terpasang secara nyaman. Pengukuran denyut nadi dan tekanan
darah istirahat yaitu: posisi subjek penelitian duduk tenang diatas kursi
setelah istirahat 5 menit. Sedangkan posisi untuk pengukuran denyut nadi
dan tekanan darah kerja dilakukan pada saat subjek mengayuh pedal
ergometer cycle. Tekan tombol “start” pada layar akan muncul angka 888
dan semua simbol. Simbol gambar hati akan berkedip-kedip sampai denyut
tidak terdeteksi dan tekanan udara dalam manset berkurang. Angka
sistolik, diastolik dan denyut nadi akan muncul. Catat data tersebut pada
formulir pemeriksaan yang telah disediakan.
66
66
e. Pengukuran submaximal ergometer cycle test
1) Menjelaskan bahwa subjek dapat berhenti melanjutkan
pengukuran kapanpun jika mengalami gejala-gejala yang mungkin
berkembang dan membahayakan keselamatan.
2) Mengukur frekuensi denyut jantung dan tekanan darah istirahat
subjek pada posisi duduk setelah 5 menit.
3) Mengatur ketinggian sadel ergometer cycle, lutut fleksi 5°-10°
pada saat pedal posisi di bawah dengan kaki menginjak pedal. Pastikan
subjek merasa nyaman pada posisi ketinggian pedal tersebut dengan
terlebih dahulu meminta mengayuh pedal sebanyak beberapa kali putaran.
Pastikan subjek mempertahankan postur tegak dan menggenggam kemudi
sepeda tidak terlalu kencang. Seperti pada gambar 4.2.
Gambar 4.3: Submaximal ergometer cycle test (Thompson, 2010)
67
67
4) Subjek diminta mengayuh pedal tanpa tahanan (0 kg) dengan
kecepatan mengayuh sebesar 25 km/jam.
5) Ingatkan subjek untuk mempertahankan kecepatan 25 km/jam.
Hasil pengukuran kurang valid apabila terjadi variasi kecepatan mengayuh
yang besar.
6) Mulai menghitung waktu dimana subjek diberi beban awal
sebesar 75 W untuk subjek perempuan dan 100 W untuk subjek laki-laki.
Ukur denyut jantung dan tekanan darah setelah 2 menit dengan
menggunakan tensi digital kemudian catat pada lembar hasil pengukuran.
7) Frekuensi denyut jantung pada menit yang keenam digunakan
sebagai nilai yang dihitung dengan rumus untuk memprediksi VO2 max .
8) Jika subjek sudah melengkapi rangkaian protokol pengukuran
maka lanjutkan dengan fase pendinginan dengan tetap mengayuh pedal
dengan kecepatan 25 km/jam dengan menurunkan tahanan hingga 0 W.
9) Meminta subjek untuk duduk tenang pada kursi selama 3 menit
untuk melanjutkan proses pemulihan.
10) Kebugaran kardiorespirasi pada umumnya diungkapkan
dengan VO2 max. VO2 max adalah milliliter oksigen yang dikonsumsi per
kilogram berat badan per menit (mL · kg-1
· min-1
).
Prediksi untuk mengetahui VO2 max pada subjek penelitian ini
berdasarkan nilai dari normogram Astrand Ryhming :
68
68
Gambar 4.4 Normogram Astrand-Ryhming (ACSM, 2006)
Nilai denyut jantung menit yang ke enam digunakan untuk memprediksi
nilai VO2 max dari normogram. Buat titik yang sesuai dengan hasil denyut
jantung kerja pada sumbu – X. Buat titik pada sumbu beban kerja dimana laki-laki
69
69
sebesar 600 kg m min-1
(100 Watts) dan perempuan sebesar 450 kg m min-1
(75
Watts). Kemudian hubungkan kedua titik.
f. Pengukuran daya tahan otot quadriceps femoris
Untuk mengukur daya tahan otot quadriceps femoris menggunakan
metode submaximal voluntary isometrics contraction (White et al, 2013),
instrumen ukur berupa dynamometer yang dimodifikasi. Pengukuran daya
tahan otot quadriceps femoris dengan prosedur sebagai berikut:
1) Posisi subjek duduk bersandar pada kursi quadriceps bench,
badan menempel pada sandaran, kedua lengan menyilang di depan dada
untuk menghindari kompensasi dari anggota gerak lain. Panggul dan lutut
fleksi 90°, diatas pergelangan kaki diberi strapping/tumpuan beban yang
dihubungkan dengan timbangan pegas (modifikasi dynamometer).
2) Tes kekuatan maksimal otot quadriceps dilakukan pada sisi
tungkai yang dominan. Subjek diminta untuk mengkontraksikan secara
isometrik pada lingkup gerak sendi maksimal yang dapat dicapai otot
quadriceps sekuat mungkin (kearah ekstensi lutut) kemudian pengukur
melihat besar beban yang dapat didorong oleh subjek. Catat sebagai data
beban kontraksi maksimal awal.
3) Beban untuk mengukur daya tahan otot quadriceps adalah 80%
dari beban kontraksi maksimal awal.
4) Subjek pada posisi sama tersebut diatas, diminta
mengekstensikan lututnya dengan beban ukuran daya tahan otot diatas,
70
70
menahan pada posisi ekstensi (kontraksi isometrik) yang ditahan selama 5
detik lalu istirahat 2 detik. Fase ini dihitung sebagai 1 repetisi.
5) Hasil tes daya tahan otot quadriceps didapatkan dari jumlah
repetisi yang dilakukan.
4.9 Analisis Data
Setelah seluruh data hasil pengukuran sebelum dan sesudah
perlakuan terkumpul pada variabel-variabel penelitian, maka selanjutnya
akan dilakukan pengolahan dan analisis data dengan bantuan perangkat
lunak komputer untuk analisis data dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Variabel karakteristik subjek dipaparkan secara deskriptif
dengan menggunakan tabel. Karakteristik subjek penelitian meliputi jenis
kelamin, umur, berat badan, IMT, tekanan darah sistolik dan diastolik serta
denyut nadi sebelum perlakuan.
2. Melakukan uji normalitas distribusi data dengan menggunakan
Shapiro-wilk test untuk mengetahui data sebelum dan setelah perlakuan
pada kelompok I dan kelompok II memiliki distribusi yang normal. Nilai
signifikansi lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) maka data berdistribusi
normal. Data yang berdistribusi normal maka menggunakan uji
parametrik.
3. Melakukan uji homogenitas data dengan menggunakan Levene`s
test untuk mengetahui sebaran data pada kelompok I dan kelompok II
bersifat homogen atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
71
71
kelompok I dan kelompok II berangkat dari kondisi yang sama sehingga
hasil akhir analisis dapat digeneralisasi. Nilai signifikansi lebih besar dari
0,05 (p > 0,05) maka data bersifat homogen.
4. Melakukan uji komparasi dengan desain pre-test and post test
design with control group.
5. Hipotesis 1 dan hipotesis 2 diuji dengan analisis statistik paired
sample t-test. Dasar pengambilan keputusan adalah dengan derajat
kepercayaan sebesar 95% dan nilai p < 0,05 maka H0 ditolak.
6. Hipotesis 3 dan hipotesis 4 diuji dengan analisis statistik
independent t-test. Dasar pengambilan keputusan adalah dengan derajat
kepercayaan sebesar 95% dan nilai p < 0,05 maka H0 ditolak.
72
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian telah dilakukan di kolam renang Lanud Adi Sumarmo untuk
kelompok I dan di kampus Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes
Surakarta untuk kelompok II. Populasi penelitian adalah mahasiswa semester 2, 4
dan 6 pada program studi diploma III dan IV jurusan Fisioterapi Politeknik
Kesehatan Kemenkes Surakarta. Seluruh mahasiswa diberikan angket kemudian
dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk menentukan IMT.
Mahasiswa yang memenuhi kriteria eligibilitas dilakukan pengukuran submaximal
ergometer cycle test untuk mengetahui prediksi VO2 max dan daya tahan otot
quadriceps femoris dengan metode submaximal voluntary isometrics contraction.
Pengambilan data yang dilakukan selama 8 minggu terhitung sejak April
sampai dengan Juni 2014, terdapat 30 orang yang memenuhi kriteria inklusi.
Dalam perjalanan waktu dikarenakan ketidakhadiran subjek mengikuti program
penelitian sesuai dengan jadwal yang ditentukan maka 3 orang di kelompok I dan
2 orang di kelompok II terpaksa drop out. Subjek yang mengalami drop out tidak
diikutkan dalam analisis data. Sehingga subjek yang menjadi sampel setelah
dilakukan perlakuan pada kelompok I yang berjenis kelamin laki-laki 2 orang,
perempuan 10 orang, sedangkan pada kelompok II dengan jenis kelamin laki-laki
2 orang dan perempuan 11 orang.
Penelitian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok I mendapatkan
perlakuan berupa aquatic aerobics exercise, sedangkan kelompok II sebagai
kontrol aktif mendapatkan land-based aerobics exercise. Perlakuan kelompok I
73
73
dilakukan di kolam renang yang terbuka pada pagi hari sebanyak 3 kali
perminggu selama 8 minggu. Kelompok II dilakukan di ruang terbuka halaman
kampus pada pagi hari sebanyak 3 kali perminggu selama 8 minggu.
5.1 Deskripsi Karakteristik Subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah individu dengan kategori indeks massa
tubuh overweight dan obesitas yang terbagi menjadi 2 kelompok, dimana
kelompok I sebanyak 12 orang dan kelompok II sebanyak 13 orang.
Pemaparan hasil pengujian hipotesis penelitian dan deskripsi data berupa
karakteristik subjek penelitian berupa jenis kelamin, kategori IMT, riwayat
kegemukan dan kebugaran kardiorespirasi, umur, tekanan darah dan denyut nadi
istirahat sebelum perlakuan yang dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2.
Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa karakteristik subjek penelitian dengan
jumlah sampel sebanyak 25 orang pada kedua kelompok. Pada kelompok I dan
kelompok II subjek yang berjenis kelamin laki-laki masing-masing sebanyak 2
orang sedangkan perempuan sebanyak 10 orang dan 11 orang. Karakteristik
indeks massa tubuh menurut kriteria Asia-Pasifik dengan kategori obesitas I dan
obesitas II mendominasi kelompok I sebanyak 5 orang, sedangkan kelompok II
didominasi obesitas I sebanyak 8 orang. Kedua kelompok perlakuan separuh lebih
memiliki riwayat orang tua yang juga kegemukan berupa salah satu atau kedua
orang tua juga mengalami overweight sebanyak 66,7% dan 53,8% sedangkan
sisanya mengaku riwayat berat badan orang tua dalam batas normal. Dilihat dari
kebiasaan olahraga hanya 1 orang di kelompok I maupun kelompok II yang
melakukan olahraga minimal 30 menit sebanyak 3 kali/minggu secara rutin,
74
74
sedangkan hampir keseluruhannya inaktif atau sedentari. Terdapat 2 orang subjek
kelompok I dan 1 orang subjek kelompok II yang mengalami sesak napas pada
saat melakukan aktifitas ringan. Sebanyak 2 orang subjek pada kelompok I
mengaku sering mengalami jantung berdebar-debar saat aktifitas ringan atau
istirahat, sementara kelompok II semua subjek (100%) tidak merasakan jantung
berdebar-debar saat istirahat atau aktivitas ringan.
Tabel 5.1
Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik Kelompok 1 (n = 12) Kelompok 2 (n = 13)
n % N %
Jenis kelamin
Laki-laki 2 16,7 2 15,4
Perempuan 10 83,3 11 84,6
Indeks massa tubuh
Overweight 2 16,7 2 15,4
Obesitas I 5 41,7 8 61,5
Obesitas II 5 41,7 3 23,1
Riwayat keturunan kegemukan
Orang tua gemuk 8 66,7 7 53,8
Orang tua non obes 4 33,3 6 46,2
Kebiasaan berolahraga
Olahraga 1 8,3 1 7,7
Sedentari 11 91,7 12 92,3
Sesak napas saat aktifitas ringan
Ya 2 16,7 1 7,7
Tidak 10 83,3 12 92,3
Jantung berdebar saat istirahat
Ya 2 16,7 0 0
Tidak 10 83,3 13 100
75
75
Tabel 5.2
Distribusi Data Sampel Penelitian Berdasarkan Karakteristik Subjek
Karakteristik Kelompok 1 Kelompok 2
Min Maks Rerata±SB Min Maks Rerata±SB
Umur 18 21 19,5 ± 0,79 18 21 19,1 ± 1,04
Berat badan 57,9 100,1 76,9 ± 15,2 55 101,8 70,9 ± 12,4
Indeks massa tubuh 24,3 38,6 29,4 ± 4,7 24,1 34,8 27,9 ± 3,2
Sistole istirahat 111 151 132,5 ± 12,8 112 148 128,8 ± 11,3
Diastole istirahat 66 96 81,3 ± 10,9 70 98 80,3 ± 8,1
Nadi istirahat 65 121 93,2 ± 17,1 69 112 88 ± 13,1
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki rentang umur,
umur minimal dan maksimal yang sama. Pada kelompok I rerata umur 19,5 ± 0,79
tahun dan kelompok II 19,1 ± 1,04 tahun. Rerata berat badan kelompok I 76,9 ±
15,2 Kg sedangkan rerata kelompok II 70,9 ± 12,4 Kg. Rerata nilai IMT pada
kelompok I sebesar 29,4 ± 4,7 dan kelompok II sebesar 27,9 ± 3,2. Hal tersebut
memberikan gambaran bahwa rerata IMT kedua kelompok kategori obesitas
tingkat I menurut kriteria Asia Pasifik. Tekanan darah sistolik saat istirahat
kelompok I minimal 111 mmHg dan maksimal 151mmHg. Sedangkan tekanan
darah sistolik istirahat kelompok II minimal 112 mmHg dan maksimal 148
mmHg. Rerata nadi istirahat kelompok I sebanyak 93,2 ± 17,1 kali/menit,
sedangkan pada kelompok II sebanyak 88 ± 13,1 kali/menit.
76
76
5.2 Uji Normalitas Data dan Homogenitas Varian
Uji prasyarat analisis data untuk mengetahui distribusi normalitas data
menggunakan Shapiro-Wilk test dan untuk mengetahui homogenitas varian data
menggunakan Levene`s test.
Tabel 5.3
Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data VO2 Max dan Daya Tahan Otot
Sebelum dan Setelah Perlakuan
Variabel
Uji Normalitas
(Shapiro-Wilk Test)
Uji Homogenitas
(Levene`s Test)
Kelompok 1 Kelompok 2
P p p
VO2 max sebelum 0,113 0,279 0,693
VO2 max setelah 0,699 0,854 0,756
Daya tahan sebelum 0,118 0,148 0,475
Daya tahan setelah 0,362 0,933 0,032
Berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa untuk uji normalitas data
menggunakan Shapiro-Wilk Test nilai VO2 max sebelum perlakuan nilai p = 0,113
dan setelah perlakuan nilai p = 0,699 pada kelompok I. Pada kelompok II
sebelum perlakuan nilai p = 0,279 dan setelah perlakuan nilai p = 0,854. Nilai p >
0,05 maka data VO2 max pada kelompok I maupun kelompok II berdistribusi
normal. Data daya tahan otot quadriceps femoris sebelum perlakuan kelompok I
nilai p = 0,118, sedangkan pada kelompok II nilai p = 0,148. Nilai p > 0,05 maka
data daya tahan otot sebelum perlakuan kelompok I dan kelompok II berdistribusi
normal. Daya tahan otot quadriceps femoris setelah perlakuan kelompok I nilai p
= 0,362, sedangkan pada kelompok II nilai p = 0,933. Nilai p > 0,05 maka data
77
77
daya tahan otot setelah perlakuan kelompok I dan kelompok II berdistribusi
normal.
Pada uji homogenitas varian yang dilakukan dengan menggunakan
Levene`s test didapatkan nilai VO2 max sebelum perlakuan p = 0,693, nilai VO2
max setelah perlakuan p = 0,756, nilai daya tahan otot sebelum perlakuan p =
0,475 dan nilai daya tahan otot setelah perlakuan p = 0,032. Nilai p > 0,05 maka
varian data VO2 max sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok I dan
kelompok II bersifat homogen. Varian data daya tahan otot sebelum perlakuan
bersifat homogen (nilai p > 0,05). Sedangkan varian data daya tahan otot setelah
perlakuan nilai p < 0,05 maka data daya tahan otot setelah perlakuan bersifat tidak
homogen.
5.3 Uji Hipotesis 1 dan Hipotesis 2 : Aquatic Aerobics Exercise Meningkatkan
VO2 Max dan Daya Tahan Otot Quadriceps Femoris pada Individu
Overweight dan Obesitas
Tabel 5.4 menunjukkan pada kelompok I rerata VO2 max sebelum
perlakuan 38,26 ± 11,02 dan setelah perlakuan 48,86 ± 14,58. Dari hasil analisis
statistik menggunakan Paired Samples test didapatkan nilai p = 0,002 (nilai p <
0,05) maka ada beda secara bermakna VO2 max antara sebelum dengan setelah
perlakuan aquatic aerobics exercise. Berdasarkan nilai rerata maka terjadi
peningkatan VO2 max. Rerata daya tahan otot sebelum perlakuan 10,33 ± 2,87
dan setelah perlakuan 12,67 ± 3,03. Hasil analisis statistik Paired Samples test
didapatkan nilai p = 0,029 (p < 0,05) maka ada beda secara bermakna daya tahan
78
78
otot quadriceps femoris antara sebelum dengan setelah perlakuan aquatic aerobics
exercise. Berdasarkan nilai rerata maka terjadi peningkatan daya tahan otot.
Tabel 5.4
Hasil Uji Beda Pengaruh Sampel Berpasangan Kelompok I Sebelum dan
Setelah Perlakuan
Variabel n
Sebelum
perlakuan
Setelah
perlakuan p
Rerata ± SB Rerata ± SB
VO2 max 12 38,26 ± 11,02 48,86 ± 14,58 0,002
Daya tahan otot 12 10,33 ± 2,87 12,67 ± 3,03 0,029
5.4 Uji Beda Pengaruh Land-based Aerobics Exercise Meningkatkan VO2
Max dan Daya Tahan Otot Quadriceps Femoris pada Individu
Overweight dan Obesitas
Tabel 5.5 menunjukkan pada kelompok II rerata VO2 max sebelum
41,86 ± 10,39 dan setelah 52,93 ± 12,49. Hasil analisis statistik Paired Samples
test didapatkan nilai p = 0,001 (p < 0,05) maka ada beda secara bermakna VO2
max antara sebelum dengan setelah land-based aerobics exercise. Berdasarkan
nilai rerata maka terjadi peningkatan VO2 max. Rerata daya tahan otot sebelum
9,62 ± 3,07 dan setelah 13,85 ± 6,14. Hasil analisis statistik Paired Samples test
didapatkan nilai p = 0,006 (p < 0,05) maka ada beda secara bermakna daya tahan
otot quadriceps femoris antara sebelum dengan setelah land-based aerobics
exercise. Berdasarkan nilai rerata maka terjadi peningkatan daya tahan otot.
79
79
Tabel 5.5
Hasil Uji Beda Pengaruh Sampel Berpasangan Kelompok II Sebelum dan
Setelah Perlakuan
Variabel n
Sebelum
perlakuan
Setelah
perlakuan p
Rerata ± SB Rerata ± SB
VO2 max 13 41,86 ± 10,39 52,93 ± 12,49 0,001
Daya tahan otot 13 9,62 ± 3,07 13,85 ± 6,14 0,006
5.5 Uji Kompatibilitas Data VO2 max dan Daya Tahan Otot Sebelum
Perlakuan pada Kedua Kelompok
Untuk mengetahui perbedaan rerata VO2 max dan daya tahan otot sebelum
perlakuan pada masing-masing kelompok. Untuk mengetahui signifikansi
perbedaan peningkatan skor VO2 max dan daya tahan otot sebelum perlakuan
pada masing-masing kelompok maka dilakukan uji kompatibilitas.
Tabel 5.6
Hasil Uji Kompatibilitas Sebelum Perlakuan Masing-masing Kelompok
Variabel Kelompok 1 Kelompok 2
z p Rerata ± SB Rerata ± SB
Sebelum perlakuan
VO2 max 38,26 ± 11,02 41,86 ± 10,39 -1,142 0,253
Daya tahan otot 10,33 ± 2,87 9,62 ± 3,07 -0,417 0,677
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa VO2 max dan daya tahan otot kedua
kelompok sebelum perlakuan tidak ada perbedaan secara signifikan karena p >
0,05. Sehingga untuk menentukan hipotesis ketiga dan keempat menggunakan
data VO2 max dan daya tahan otot setelah perlakuan pada masing-masing
kelompok. Pada Tabel 5.3 menunjukkan bahwa distribusi data VO2 max
80
80
berdistribusi normal dan data daya tahan otot berdistribusi normal maka analisis
statistik untuk menguji hipotesis 3 dan 4 menggunakan Independent Samples test.
5.6 Uji Hipotesis 3 : Aquatic Aerobics Exercise lebih Meningkatkan VO2 max
pada Individu Overweight dan Obesitas.
Berdasarkan hasil analisis Independent Samples test pada Tabel 5.7 dari
data VO2 max setelah perlakuan aquatic aerobics exercise pada kelompok I dan
land-based aerobics exercise pada kelompok II dengan n = 25 diperoleh nilai p =
0,460 (p > 0,05) maka H0 diterima yang berarti bahwa tidak ada beda setelah
pemberian perlakuan aquatic aerobics exercise dan land-based aerobics exercise
terhadap VO2 max pada individu overweight dan obesitas.
Tabel 5.7
Hasil Uji Beda VO2 Max Antara Kedua Kelompok Setelah Perlakuan dengan
Independent Samples Test
Variabel Kelompok 1 Kelompok 2
p Rerata ± SB Rerata ± SB
VO2 max 48,86 ± 14,58 52,93 ± 12,49 0,460
5.7 Uji Hipotesis 4 : Aquatic Aerobics Exercise lebih Meningkatkan Daya
Tahan Otot Quadriceps Femoris pada Individu Overweight dan Obesitas.
Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan Independent T test pada
Tabel 5.8 dari data daya tahan otot setelah perlakuan aquatic aerobics exercise
pada kelompok I dan land-based aerobics exercise pada kelompok II dengan n =
25 diperoleh nilai p = 0,545 (p > 0,05) maka H0 diterima yang berarti bahwa tidak
ada beda setelah pemberian perlakuan aquatic aerobics exercise dan land-based
81
81
aerobics exercise terhadap daya tahan otot quadriceps femoris pada individu
overweight dan obesitas.
Tabel 5.8
Hasil Uji Beda Daya Tahan Otot Antara Kedua Kelompok Setelah Perlakuan
dengan Independent Samples T Test
Variabel Kelompok 1 Kelompok 2
P Rerata ± SB Rerata ± SB
Daya tahan otot 12,67 ± 3,03 13,85 ± 6,14 0,545
5.8 Uji Beda Rerata Selisih Sebelum dan Setelah Perlakuan terhadap VO2
Max pada Kelompok I dan Kelompok II
Berdasarkan hasil analisis rerata selisih VO2 max sebelum dan setelah
perlakuan pada kelompok I dan kelompok II menggunakan Independent Samples
Test pada Tabel 5.9 menunjukkan rerata selisih VO2 max kelompok I sebesar
10,6 ± 9,31dengan selisih interval sebesar 27,7% dan kelompok II sebesar 11,07 ±
8,86 dengan selisih interval 26,45% dan menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan karena p > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aquatic aerobics
exercise mempunyai kontribusi lebih besar dalam meningkatkan VO2 max
dibanding land-based aerobic exercise pada individu overweight dan obesitas.
Tabel 5.9
Hasil Uji Beda Rerata Selisih VO2 Max Antara Kedua Kelompok dengan
Independent Samples Test
Variabel Kelompok 1 Kelompok 2
P Rerata ± SB Rerata ± SB
Selisih VO2 max 10,6 ± 9,31 11,07 ± 8,86 0,899
82
82
5.9 Uji Beda Rerata Selisih Sebelum dan Setelah Perlakuan terhadap Daya
Tahan Otot pada Kelompok I dan Kelompok II
Berdasarkan hasil analisis rerata selisih data daya tahan otot sebelum dan
setelah perlakuan pada kelompok I dan kelompok II menggunakan Independent
Samples Test pada Tabel 5.10 menunjukkan rerata selisih daya tahan otot
kelompok I sebesar 3,17 ± 2,33 dengan selisih interval sebesar 22,65% dan
kelompok II sebesar 4,85 ± 3,93 dengan selisih interval 43,97% dan menunjukkan
tidak ada perbedaan yang signifikan karena p > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa land-based aerobic exercise mempunyai kontribusi lebih besar dalam
meningkatkan daya tahan otot quadriceps femoris dibanding aquatic aerobics
exercise pada individu overweight dan obesitas.
Tabel 5.10
Hasil Uji Beda Rerata Selisih Daya Tahan Otot Antara Kedua Kelompok
dengan Independent Samples Test
Variabel Kelompok 1 Kelompok 2
P Rerata ± SB Rerata ± SB
Selisih daya tahan 3,17 ± 2,33 4,85 ± 3,93 0,205
83
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Subjek
Subjek penelitian sebanyak 25 orang dengan kategori IMT overweight dan
obesitas di Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Surakarta. Pada kelompok I
dan kelompok II subjek yang berjenis kelamin laki-laki masing-masing sebanyak
2 orang sedangkan perempuan sebanyak 10 orang dan 11 orang.
Jenis kelamin membedakan pola berat badan yang menjadikan overweight
dan obesitas. Pola tersebut mengarah pada perbedaan hormonal antara laki-laki
dan perempuan sebelum menopaus. Sebelum periode menopaus dan pasca
menopaus banyak wanita yang merasakan perubahan berat badan, total lemak
tubuh dan distribusi lemak tubuh. Resiko kesehatan yang berkaitan obesitas juga
dipengaruhi oleh ras dan etnis, dimana bangsa Asia memiliki resiko kesehatan
lebih tinggi dibanding ras kulit putih dengan IMT yang sama (Racette et al, 2003).
Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik subjek penelitian berdasarkan IMT
didominasi pada kriteria obesitas tingkat I sebesar 41,7% dan 61,5%. Obesitas
tingkat II sebesar 41,7% dan 23,1 % pada kelompok I dan kelompok II. Subjek
yang memiliki riwayat keturunan overweight dan obesitas pada kedua orang tua
atau salah satu orang tua lebih dari 60% pada kelompok I dan lebih dari 50% pada
kelompok II sedangkan sisanya sebanyak 30% dan 40% tidak berasal dari orang
tua dengan berat badan berlebih.
Obesitas merupakan hasil dari faktor genetik, perilaku, lingkungan,
fisiologi, sosial dan budaya yang mengakibatkan ketidakseimbangan energi dan
84
84
menjadikan penumpukan lemak yang berlebihan. Walaupun gen memainkan
peranan penting dalam regulasi berat badan tetapi disimpulkan bahwa faktor
perilaku dan lingkungan yang meliputi gaya hidup sedentari dengan kombinasi
masukan energi berlebihan adalah faktor utama yang bertanggung jawab terhadap
meningkatnya kejadian obesitas saat ini (Racette et al, 2003).
Karakteristik subjek yang rutin melakukan kebiasaan berolahraga hanya
8% sedangkan 98% sebagian besar subjek sedentari. Terdapat 16,7% subjek yang
mengalami sesak napas saat aktivitas ringan atau sedang istirahat pada kelompok
I. Terdapat 16,7% subjek yang mengeluh jantungnya berdebar-debar saat aktivitas
ringan atau sedang istirahat. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat sebagian kecil
subjek penelitian yang memiliki kebugaran kardiorespirasi yang rendah. Pahkala
et al (2013) menyatakan rendahnya aktivitas fisik dan rendahnya kebugaran
kardiorespirasi merupakan faktor resiko penting urutan keempat yang
berhubungan dengan kematian, dimana kebugaran sangat dipengaruhi oleh
keturunan.
Tabel 5.2 menunjukkan rerata berat badan kelompok 1 sebesar 76,9 ± 15,2
Kg dan rerata berat badan kelompok 2 sebesar 70,9 ± 12,4 Kg. Berat badan laki-
laki dan perempuan di Amerika meningkat setidaknya 9,1 kg pada umur 25 dan
55 tahun. Peningkatan berat badan pada umumnya tidak selalu disertai
bertambahnya massa lemak bebas karena puncak massa tulang pada umur 30
tahun, massa otot stabil dan aktivitas individu menurun. Perubahan berat badan
dan komposisi tubuh sebagian disebabkan menurunnya hormon pertumbuhan
dehidroandrosterone dan testosterone secara alami. Serta penurunan metabolisme
85
85
istirahat yang mengubah keseimbangan energi sehingga berkontribusi pada berat
badan. Berat badan juga dipengaruhi pendapatan dan tingkat pendidikan pada
remaja dan dewasa (Racette et al, 2003).
Pada kelompok I rerata tekanan darah sistolik saat istirahat 132,5±12,8
mmHg, rerata tekanan darah diastolik saat istirahat 81,3 ± 10,9 mmHg dan rerata
denyut nadi istirahat 93,2 ± 17,1 kali/menit. Sedangkan kelompok II memiliki
rerata tekanan darah sistolik saat istirahat 128,8±11,3 mmHg, rerata tekanan darah
diastolik saat istirahat 80,3 ± 8,1 mmHg dan rerata denyut nadi istirahat 88 ± 13,1
kali/menit.
Pedoman ACSM (2006) menyatakan tekanan darah sistolik 120-139
mmHg dan tekanan darah diastolik 80-89 mmHg termasuk kategori
prehypertension yang membutuhkan modifikasi gaya hidup menuju sehat untuk
mencegah penyakit kardiovaskuler. Modifikasi gaya hidup tersebut meliputi
aktivitas fisik, menurunkan berat badan serta diet.
Din-Dzietham et al (2002) yang mengevaluasi data survei nasional
Amerika Serikat pada 1963 hingga 2002 terhadap anak dan remaja usia 8-17
tahun mendapati prevalensi pre-hipertensi dan hipertensi meningkat 2,3% dan 1%.
Hageman et al (2010) juga menemukan bahwa wanita paruh baya rural
yang mengalami obesitas ternyata 55,2% tergolong dalam rentang prehipertensi
dan 20,8% hipertensi. Tekanan darah prehipertensi dan hipertensi berhubungan
dengan tingginya prevalensi overweight dan obesitas serta estimasi kebugaran
kardiorespirasi yang rendah sehingga rentan terhadap kejadian penyakit
kardiovaskuler.
86
86
Sebagian besar subjek dengan tekanan darah tinggi adalah overweight dan
hipertensi lebih sering terjadi pada obesitas (Lilyasari, 2007). Pernyataan tersebut
diperkuat oleh estimasi resiko dari Framingham Heart Study menunjukkan bahwa
78% hipertensi pada laki-laki dan 65% hipertensi pada wanita secara langsung
berhubungan dengan obesitas. Risiko kejadian hipertensi meningkat sampai 2,6
pada subjek laki-laki obesitas dan meningkat 2,2 kali pada subjek wanita obesitas
dibanding subjek dengan berat badan normal (Lilyasari, 2007).
Daniel (2009) menyatakan bahwa obesitas menjadi unsur cukup penting
dalam patogenesis hipertensi walaupun mekanisme hubungan tersebut belum
sepenuhnya dipahami. Dalam setiap penelitian epidemiologi menunjukkan
konsistensi hubungan yang kuat antara obesitas dengan hipertensi baik pada
dewasa maupun anak-anak. Risiko relatif hipertensi berkaitan dengan overweight
memiliki rentang 2,5 hingga 3,7 pada anak dan dewasa.
Overweight dan obesitas secara signifikan berhubungan dengan diabetes,
tekanan darah tinggi, hiperkolesterol, asma, arthritis dan status kesehatan yang
rendah (Mokdad et al, 2003).
6.2 Distribusi dan Varians Hasil VO2 Max dan Daya Tahan Otot
Berdasarkan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk test dan uji homogenitas
dengan Levene`s test data hasil VO2 max sebelum dan setelah perlakuan pada
kelompok 1 dan kelompok 2 menunjukkan nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05).
Dengan demikian data hasil VO2 max sebelum dan setelah perlakuan pada
kelompok I dan kelompok II berdistribusi normal. Hasil data daya tahan otot
sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok I dan kelompok II menunjukkan
87
87
nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Dengan demikian data hasil daya tahan
otot sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok I dan kelompok II
berdistribusi normal. Sehingga untuk menguji hipotesis data VO2 max
menggunakan uji parametrik Paired Samples test dan Independent Samples test.
Untuk menguji hipotesis data daya tahan otot menggunakan uji parametrik Paired
Samples T test dan Independent Sample T test.
6.3 Pengaruh Aquatic Aerobics Exercise terhadap VO2 Max
Berdasarkan hasil penelitian data VO2 max pada perlakuan aquatic
aerobics exercise selama 8 minggu didapatkan rerata hasil sebelum perlakuan
38,26 ± 11,02 mL/Kg/menit dan setelah perlakuan 48,86 ± 14,58 mL/Kg/menit.
Hasil analisis data hipotesis VO2 max antara tes awal dengan tes akhir
pada kelompok aquatic aerobics exercise menggunakan Paired Samples T test
diperoleh nilai p = 0,002 dengan demikian maka hasil VO2 max sebelum dan
setelah perlakuan diperoleh nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hal ini berarti
bahwa hasil VO2 max sebelum dan setelah perlakuan aquatic aerobics exercise
terdapat perbedaan yang bermakna. Jika melihat nilai rerata maka terjadi
peningkatan VO2 max antara sebelum perlakuan dengan setelah perlakuan.
Banyak penelitian yang mengamati adaptasi VO2 max pada berbagai
program latihan akuatik. Dilaporkan bahwa setelah latihan minimal 7 minggu
terjadi peningkatan yang signifikan pada VO2 max, sementara penelitian yang
dilakukan pada atlet yang mendapat perlakuan berlari di air selama 4 minggu
tidak didapatkan adanya perubahan yang signifikan terhadap VO2 max (Barbosa
et al, 2009). Sedangkan pada penelitian ini perlakuan dilakukan selama 8 minggu
88
88
dan subjek terendam air sedalam dada yang berarti semakin dalam badan subjek
terendam maka akan mendapatkan tahanan air yang semakin kuat serta dilakukan
pada subjek yang tidak terlatih.
6.4 Pengaruh Aquatic Aerobics Exercise terhadap Daya Tahan Otot
Hasil analisis data daya tahan otot antara tes awal dengan tes akhir pada
kelompok aquatic aerobics exercise menggunakan Paired Sample T test diperoleh
nilai p = 0,029 dengan demikian maka hasil daya tahan otot sebelum dan setelah
perlakuan diperoleh nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hal ini berarti bahwa
hasil daya tahan otot quadriceps femoris sebelum dan setelah perlakuan aquatic
aerobics exercise disimpulkan ada perbedaan yang bermakna.
Pada kebanyakan kasus setelah diberikan aquatic exercise terjadi
perbaikan kekuatan otot rata-rata 7%, kekuatan otot ekstensor lutut 10,5% dan
13,4% pada otot fleksor lutut yang diukur menggunakan mesin isokinetik.
Peningkatan otot berbeda dikarenakan perbedaan desain program yang meliputi
volume, intensitas, repetisi dan jumlah set, interval istirahat serta tipe latihan
(Barbosa et al, 2009).
Mekanisme yang mendasari adaptasi kebugaran aerobik pada otot skeletal
dalam hal ini otot quadriceps femoris adalah meningkatnya arterial-venous
difference, meningkatnya kapitalisasi dan meningkatnya enzim di mitokondria.
Tekanan hidrostatik menstimulus proliferasi kapiler dan aktivitas enzim oksidatif
(Barbosa et al, 2009).
Setelah program latihan akuatik, denyut jantung istirahat menurun tetapi
tekanan darah tidak berubah. Denyut jantung istirahat menurun hingga 1
89
89
denyut/menit setiap minggunya pada subjek sedentari. Latihan akuatik
meningkatkan aktivitas parasimpatis dan di sisi lain menurunkan aktivitas
simpatis jantung. Tekanan darah saat aktivitas maksimal menunjukkan tidak ada
perubahan bermakna tetapi berbeda saat istirahat. Penurunan tekanan darah
istirahat terjadi baik sistolik maupun diastolik (Barbosa et al, 2009).
Adaptasi otot pada tingkat sel meliputi meningkatnya ukuran dan jumlah
mitokondria dan konten myoglobin. Myoglobin adalah protein yang mengangkut
oksigen dalam sel. Mitokondria adalah organel sel yang bertanggung jawab
memproduksi adenosin tri fosfat (ATP) secara aerobik melalui reaksi oksidasi
glikogen.
Peningkatan jumlah oksigen yang dikirim ke mitokondria yang
dikombinasikan dengan besar dan banyaknya jumlah mitokondria serta
konsentrasi myoglobin yang besar maka kapasitas jaringan otot untuk
mengekstrak dan menggunakan oksigen juga meningkat. Adaptasi ini ditambah
dengan meningkatnya tingkat dan aktifitas enzim-enzim yang terlibat dalam
metabolisme aerobik glukosa dan parallel meningkatnya cadangan glikogen dan
trigliserid (Baechle dan Earle, 2008).
6.5 Aquatic Aerobics Exercise Tidak Terbukti Lebih Baik Dibanding Land-
based Aerobics Exercise dalam Meningkatkan VO2 Max pada Individu
Overweight dan Obesitas
Berdasarkan hasil analisis rerata selisih VO2 max sebelum dan setelah
perlakuan pada kelompok I dan kelompok II menggunakan Independent Samples
test pada Tabel 5.9 menunjukkan rerata selisih VO2 max kelompok I sebesar 10,6
90
90
± 9,31 dengan selisih interval 27,7% dan kelompok II sebesar 11,07 ± 8,86
dengan selisih interval 26,45% dan nilai p > 0,05 maka disimpulkan bahwa
aquatic aerobics exercise tidak lebih baik dalam meningkatkan VO2 max
dibanding land-based aerobic exercise pada individu overweight dan obesitas.
Cassady & Nielsen (1992) meneliti 40 subjek yang mendapat perlakuan
latihan ektremitas atas dan bawah di darat dan di air mendapatkan hasil terjadi
peningkatan sistemik VO2 dari 2 menjadi 9 MET. Respon VO2 tertinggi terjadi
pada kelompok latihan di air sedangkan persentase denyut nadi maksimal tertinggi
pada kelompok latihan darat.
Hasil penelitian tersebut berbeda dengan Barbosa et al (2007) yang
meneliti 16 sukarelawan muda (9 wanita dan 7 pria) mendapat perlakuan “rocking
horse”. Tiap subjek melakukan 3 kali latihan di darat, di air kedalaman pinggang
dan di air kedalaman dada selama 6 menit. Hasilnya VO2 max secara signifikan
berbeda antar perlakuan. Nilai VO2 max dari yang terendah didapatkan pada
kelompok latihan akuatik pada kedalaman dada, diikuti kedalaman pinggang dan
di darat. Mekanisme yang mendasari berkaitan dengan fenomena reflek bradikardi
menyelam, perbaikan pengisian jantung selama fase diastolik, peningkatan
volume sekuncup akibat tekanan hidrostatik seiring dengan perubahan kedalaman
tubuh yang terendam di air.
Individu overweight dan obesitas mempunyai tingkat metabolisme lebih
besar dibanding orang normal, sebagai contoh pada saat berjalan di lingkungan
darat tingkat metabolime tersebut 10% - 45% lebih besar dibandingkan orang
dengan berat badan normal (Alkurdi et al, 2010). Meningkatnya beban kerja
91
91
pernapasan pada individu overweight dan obesitas ditambah dengan tekanan
hidrostatik air akan meningkatkan laju metabolisme saat latihan sehingga memicu
peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernapasan. Penambahan prosentase
pengeluaran energi tersebut mengakibatkan besarnya kapasitas aerobik maksimum
dan kesulitan mempertahankan durasi latihan yang direkomendasikan. Faktor
yang mempengaruhi respon kardiorespirasi dan pengeluaran energi saat
melakukan latihan di dalam air yaitu gerakan ekstremitas yang melawan tahanan
air dan gaya buoyancy.
Venous return saat melakukan latihan aerobik meningkat sehingga volume
diatolik akhir meningkat. Seiring dengan peningkatan volume, serabut otot
jantung lebih terulur dan menghasilkan kontraksi lebih kuat, kontraksi sistolik dan
pengosongan jantung lebih besar. Pada saat yang bersamaan, stimulasi simpatis
meningkatkan kontraktilitas otot jantung dengan konsekuensi peningkatan stroke
volume. Aliran darah ke otot yang aktif meningkat karena dilatasi arteriol lokal
dan pada saat yang bersamaan aliran darah ke sistem organ lain berkurang karena
konstriksi arteriol.
Latihan aquatik yang dilakukan pada temperatur lebih rendah dari suhu
tubuh pada seseorang akan direspon oleh termoregulatoor tubuh. Pada saat
melakukan latihan, temperatur tubuh meningkat sebagai konsekuensi metabolisme
hasil tambahan reaksi dari kontraksi otot skeletal. Kemudian temperatur tubuh
mengalami konduksi dan konveksi dengan lingkungan air sehingga terjadi
penurunan temperatur yang lebih cepat, arteri mengalami konstriksi, kulit
mencegah kehilangan temperatur dengan berkerut dan denyut jantung meningkat.
92
92
6.6 Aquatic Aerobics Exercise Tidak Terbukti Lebih Baik Dibanding Land-
based Aerobics Exercise dalam Meningkatkan Daya Tahan Otot
Quadriceps Femoris pada Individu Overweight dan Obesitas
Berdasarkan hasil analisis rerata selisih daya tahan otot sebelum dan
setelah perlakuan pada kelompok I dan kelompok II menggunakan Independent
Samples test pada Tabel 5.10 menunjukkan rerata selisih daya tahan otot
kelompok I sebesar 3,17 ± 2,33 dengan selisih interval 22,65% dan kelompok II
sebesar 4,85 ± 3,93 dengan selisih interval 43,97% dan nilai p > 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa aquatic aerobics exercise tidak lebih baik dibanding land-
based aerobics exercise dalam meningkatkan daya tahan otot quadriceps femoris
pada individu overweight dan obesitas.
Hosiso et al (2013) meneliti 20 perempuan sedentari, usia 22-28
tahun yang diberi perlakuan latihan aerobik intensitas moderat 60 menit, 3
kali/minggu selama 12 minggu dengan hasil ada pengaruh secara signifikan
terhadap perbaikan daya tahan kardiovaskuler, daya tahan otot, fleksibilitas dan
kekuatan otot tetapi terdapat penurunan IMT dan berat badan.
Bravo et al (1997) meneliti lansia wanita osteopeni yang tinggal di panti
jompo yang diberi latihan melompat-lompat di kolam renang dengan kedalaman
pinggang selama 1 tahun mendapatkan hasil tidak ada penurunan massa tulang,
tetapi ada pengaruh yang positif terhadap kebugaran fungsional yang meliputi
fleksibilitas, kelincahan, kekuatan dan daya tahan otot tungkai serta daya tahan
kardiorespirasi. Secara psikologis (kecemasan, depresi, kontrol diri dan vitalitas)
93
93
juga berpengaruh secara signifikan karena efek sosial saat menjalani program
latihan berkelompok.
White et al (2013) melaporkan bahwa anggota gerak bawah memiliki
kapasitas daya tahan lebih besar dibanding anggota gerak atas. Dimana indeks
kelelahan quadriceps sebesar 18% dibanding indeks genggaman yang sebesar
30%. Rerata subjek melakukan 12 repetisi kontraksi otot. Kemampuan
mempertahankan daya tahan pada tingkat optimal tergantung dari faktor fisiologis
yang meliputi komposisi tipe serabut otot, aliran darah di otot dan kekuatan
maksimum kelompok otot yang diukur. Komposisi tipe serabut otot quadriceps
adalah 50:50 yaitu 50% tipe I dan 50% tipe II dengan unit motorik dan elemen
kontraktil lebih besar, sehingga potensi performa otot lebih besar.
Daya tahan dibedakan menjadi daya tahan secara umum dan daya tahan
secara lokal. VO2 max merupakan indikator kapasitas fungsional sistem
kardiorespirasi dan vaskuler dalam melakukan ambilan oksigen di alveolus,
distribusi melalui arteri-vena serta mengirimkan ke tingkat sel seluruh tubuh.
Sehingga VO2 max merupakan gambaran dari daya tahan secara umum.
Sedangkan daya tahan otot menggambarkan daya tahan lokal sekelompok otot
dalam memanfaatkan atau mendayagunakan oksigen untuk berkontraksi secara
berulang dalam jangka waktu yang lama.
Komponen daya tahan otot meliputi kontraksi otot submaksimal yang
diperpanjang dengan repetisi yang banyak dan pemulihan yang pendek. Serabut
tipe I memiliki kapasitas aerobik yang lebih besar dibanding serabut tipe II. Hal
94
94
ini dikarenakan serabut tipe I memiliki kapasitas oksidatif lebih besar baik
sebelum maupun sesudah diberikan latihan.
Sebaliknya, hipertrofi selektif pada serabut tipe I terjadi karena
meningkatnya rekruitmen selama aktifitas aerobik, meskipun hasil diameter cross-
sectional tidak sebesar yang terlihat dibanding pada serabut tipe II yang mendapat
latihan tahanan. Hasil pengukuran daya tahan otot mungkin dipengaruhi oleh
faktor jenis kelamin, motivasi, feedback dan dorongan lisan kepada subjek
penelitian.
Centers for Disease Control dan American College of Sports Medicine
merekomendasikan untuk melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit dengan
intensitas moderat setiap hari, aktivitas terapeutik yang meliputi latihan ROM
(Range of Motion), latihan tahanan serta aerobik untuk memperbaiki kebugaran
kardiorespirasi. Rekomendasi lebih lanjut berupa latihan 8-10 set dengan 8-12
repetisi, frekuensi 2 hari berturut-turut dapat mengurangi kelelahan, meningkatkan
kekuatan dan daya tahan otot (Agarwal, 2012).
Hasil uji beda pengaruh Aquatic Aerobics Exercise dibandingkan Land-
based Aerobics Exercise menunjukkan hasil tidak ada beda secara bermakna, hal
ini mungkin dikarenakan (1) dosis target heart rate kelompok perlakuan Aquatic
Aerobics Exercise lebih rendah dibanding kelompok Land-based Aerobics
Exercise, (2) Tekanan hidrostatik yang terlalu membebani latihan gerak sehingga
subyek merasa terlalu berat mengikuti tempo gerakan dan arah gerakan dari
instruktur yang memandu dari tepi kolam, (3) Tingkat kedalaman air berhubungan
dengan VO2 max dan kontraksi otot-otot kontrol postural.
95
95
6.7 Keterbatasan penelitian
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
a. Penelitian ini tidak mengontrol secara ketat intensitas latihan yang harus
mencapai 80% target heart rate karena ketiadaan fasilitas alat ukur.
b. Peneliti tidak mampu mengontrol pengaruh temperatur dan kelembaban
lingkungan.
96
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka penelitian ini dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Aquatic aerobics exercise tidak lebih baik dibanding land-based
aerobics exercise dalam meningkatkan VO2 max dan daya tahan otot
quadriceps femoris pada individu overweight dan obesitas.
7.2 Saran
Berdasarkan simpulan penelitian maka disarankan :
a. Aquatic aerobics exercise dapat digunakan untuk meningkatkan
kebugaran kardiorespirasi dan daya tahan otot quadriceps femoris pada
individu overweight dan obesitas yang sedentari.
b. Perlu adanya penelitian lanjutan yang memantau dosis latihan terutama
ketercapaian intensitas latihan, mengendalikan variabel temperatur dan
kelembaban lingkungan dengan melakukan latihan dalam ruangan.
c. Perlu adanya penelitian lanjutan terkait efek jangka pendek dan jangka
panjang aquatic aerobics exercise terhadap kebugaran kardiorespirasi
pada individu overweight dan obesitas.
d. Perlu adanya penelitian lanjutan terkait efek biomekanik gerakan
ekstremitas atas dan bawah terhadap fungsi fisiologis tubuh.
97
DAFTAR PUSTAKA
ACSM. 2006. ACSM`s Guidelines for Exercise Testing and Prescription. Seventh
Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Agarwal, S. 2012. Cardiovascular Benefits of Exercise. International Journal of
General Medicine. 5: 541-545.
Alkurdi, W. Paul, D. Sadowski, K. Dolny, D. 2010. The Effect of Water Depth on
Energy Expenditure and Perception of Effort in Female Subjects While
Walking. International Journal of Aquatic Research and Education, 4: 49-60.
Baechle, T & Earle, R. 2008. Essentials and Strength Training and
Conditioning/National Strength and Conditioning Association. Third Edition.
Hong Kong: Human Kinetics.
Barbosa, TM. Garrido, MF. Bragada, J. 2007. Physiological Adaptations to Head-
out Aquatic Exercise with Different Levels of Body Immersion. Journal of
Strength & Conditioning Research. 21(4): 1255-1259.
Barbosa, TM. Marinho, D. Reis, V.M. Silva, A.J. Bragada, J. 2009. Physiological
Assesment of Head-out Aquatic Exercises in Healthy Subjects: a Qualitative
Review. Journal of Sports Science and Medicine, 8:179-189.
Bates, H. 1996. Aquatic Exercise Therapy. Philadelphia: W.B. Saunders.
Brick, L. 2001. Bugar dengan Senam Aerobik. Jakarta: PT. Raja Gasindo Persada.
Bravo, G. Gauthier, P. Roy, P. Payette, H. Gaulin, P. 1997. A Weight-Bearing,
Water Based Exercise Program for Osteopenic Women: Its Impact on Bone,
Functional Fitness and Well-Being. Archives Physical Medicine and
Rehabilitation. 78: 1375-1380.
Campion, M.R. 1998. Hydrotherapy Principles and Practice. Oxford:
Butterworth-Heinemann. p. 14-23.
Cassady, S & Nielsen, D. 1992. Cardiorespiratory Responses of Healthy Subjects
to Calisthenics Performed on Land Versus in Water. Physical Therapy
Journal. 72: 532-538.
Church, TS. Blair, SN. Cocreham, S. Johannsen, N. Johnson, W. Kramer, K.
Myers, V. Nauta, M. Rodarte, RQ. 2010. Effects of Aerobic and Resistance
Training on Hemoglobin A1c Levels in Patients with Type 2 Diabetes.
Journal of American Medical Association. 20: 2253-2262.
98
98
Daniels, SR. 2009. Complications of Obesity in Children and Adolescents.
International Journal of Obesity. 33: 560-565.
Denning, M.W. Bressel, E. Dolny, D. Bressel, M. Seeley, M. 2012. A Review of
Biophysical Differences Between Aquatic and Land-Based Exercise.
International Journal of Aquatic Research and Education. 6: 46-67.
Din-Dzietham, R. Liu, Y. Bielo, M. Shamsa, F. 2007. High Blood Pressure
Trends in Children and Adolescents in National Surveys, 1963 to 2002.
Circulation. 116 : 1488-1496.
Drinkard, B. McDuffie, J. McCann, S. Uwaifo, G. Nicholson, J. Yanovski, J.
2001. Relationships Between Walk/Run Performance and Cardiorespiratory
Fitness in Adolescents Who Are Overweight. Physical Therapy Journal. 81:
1889-1896.
Duan, Y. Brehm, W. Strobl, H. Tittbach, S. Huang, Z. Si, G. 2013. Steps to and
Correlates of Health-Enhancing Physical Activity in Adulthood: an
Intercultural Study Between German and Chinese Individuals. Journal of
Exercise Science and Fitness. 11: 63-77.
Emerenziani, G.P. Migliaccio, S. Gallotta, M.C. Lenzi, A. Baldari, C. Guidetti, L.
2013. Physical Exercise Intensity Prescription to Improve Health and Fitness
in Overweight and Obese Subjects: A Review of the Literature. Health
Journal. 5: 113-121.
Ganong, W. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta : EGC
Giriwijoyo, S & Sidik, D.Z. 2013. Ilmu Faal Olahraga. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset. p. 393-406.
Hageman, P.A. Pullen, C.H. Walker, S.N. Boeckner, L.S. 2010. Blood Pressure,
Fitness, and Lipid Profiles of Rural Women in the Wellness for Women
Project. Cardiopulmonary Physical Therapy Journal. 21: 27-34.
Hermawan, G. 1991. Komplikasi Obesitas dan Usaha Penanggulangannya;
Cermin Dunia Kedokteran, No. 68, Hal. 39-41.
Ho, S.S. Dhaliwal, S. Hills, A. Pal, S. 2012. The Effect of 12-Weeks of Aerobic,
Resistance, or Combination Exercise Training on Cardiovascular Risk Factors
in The Overweight and Obese in a Randomized Trial. BMC Public Health.
12: 704.
Hoeger, W. Hopkins, D. Barber, D. 1995. Physiologic Responses to Maximal
Treadmill Running and Water Aerobic Exercise. The National Aquatics
Journal. 11 : 4-7.
99
99
Hosiso, M. Rani, S. Rekoninne, S. 2013. Effects of Aerobic Exercise on Health
Related Physical Fitness Components of Dilla University Sedentary Female
Community. International Journal of Scientific and Research Publications. 3
: 1-6.
Johnson. Stromme. Adamczyk. 1977. Comparison of Oxygen Uptake and Heart
Rate During Exercise on Land and in Water. Physical Therapy. 57(3): 273-
278.
Katch, V. McArdle, W. Katch, F. 2011. Essentials of Exercise Physiology. Fourth
Edition, Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins.
Kostic, R. Duraskovic, R. Miletic, D. Mikalacki, M. 2006. Changes in the
Cardiovascular Fitness and Body Composition of Women under the Influence
of the Aerobic Dance. Physical Education and Sport. 4: 59-71.
Lilyasari, O. 2007. Hipertensi dengan Obesitas : Adakah Peran Endotelin-1 ?.
Jurnal Kardiologi Indonesia. 28 : 460-475.
Lorenzo, S & Babb, T. 2012. Quantification of Cardiorespiratory Fitness in
Healthy Nonobese and Obese Men and Women. Chest. 141: 1031-1039.
Mahan, K & Escott-Stump, S. 2004. Krause`s Food, Nutrition and Diet Therapy.
Eleventh Edition. Philadelphia: Saunders. p. 559-593.
Muliyadi. Patellongi, I. Nawir, N. 2012. Pengaruh Latihan Periode Persiapan PON
terhadap Daya Tahan Otot Atlet Kontingen Bayangan PON XVIII-2012
KONI Sulawesi Selatan. Diakses pada 7/2/2014 dari
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/cc03f7a3a326bfe17dd4664400a1ee33.pdf
National Institute for Health and Clinical Exellence National Collaborating Centre
for Primary Care. 2006. Obesity: The Prevention, Identification, Assesment,
and Management of Overweight and Obesity in Adults and Children;, Final
Version.
Nieman, D. 2011. Exercise Testing and Prescription: A Health-Related Approach.
Seventh Edition. New York: McGraw-Hill.
Noonan, V & Dean, E. 2000. Submaximal Exercise Testing: Clinical Application
and Interpretation. Physical Therapy Journal. 80: 782-807.
Pahkala, K. Hernelahti, M. Heinonen, O. Raittinen, P. Hakanen, M. Lagstrom, H.
Viikari, J. Ronnemaa, T. Raitakari, O. Simell, O. 2013. Body Mass Index,
Fitness and Physical Activity from Childhood through Adolescence. British
Journal Sports Medicine. 47: 71-77.
100
100
Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials-Practice Approach. Chicester: John-Wiley and
Sons-A Wiley Medical Publication. Hal. 127-129.
Powers, S & Howley, E. 2012. Exercise Physiology Theory and Application to
Fitness and Performance. Seventh Edition. Boston : McGraw Hill.
Purnamawati, I. 2009. Prevalens Obesitas pada Anak Taman Kanak-kanak di
Kelurahan Cikini, Kecamatan Menteng DKI Jakarta dan Hubungannya
dengan Melewatkan Makan Pagi. Diakses tanggal 7/2/2014. Dari
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122846-S09039fk-prevalens%20
obesitas.pdf
Putz & Pabst. 1997. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 20. Munchen &
Hannover. EGC: Jakarta
Racette, S. Deusinger, S. Deusinger, R. 2003. Obesity: Overview of Prevalence,
Etiology and Treatment. Physical Therapy Journal. 83: 276-288.
Sandjaja & Sudikno. 2006. Prevalensi Gizi Lebih dan Obesitas Penduduk Dewasa
di Indonesia. Jurnal Gizi Indonesia. 31.
Setty, P. Padwanabha. Doddamani. 2013. Correlation between Obesity and Cardio
Respiratory Fitness. International Journal of Medical Science and Public
Health. 2: 298-302.
Sigal, RJ. Kenny, GP. Boule, NG. Wells, GA. Prudhomme. Fortler, M. Reid, RD.
Tulloch, H. Coyle, D. Phillips, P. 2007. Effects of Aerobic Training,
Resistance Training or Both on Glycemic Control in Type 2 Diabetes
Mellitus. Annal Internal Medicine. 147: 357-369.
Sukadiyanto & Muluk, D. 2011. Pengantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik.
Bandung : Lubuk Agung.
Thompson, W.R. Bushman, B. Desch, J. Kravitz, L. 2010. ACSM`S Resources for
The Personal Trainer. Third Edition. Philadelphia: Lippincott William`s and
Wilkins.
Turzyniecka, M. Wild, S.H. Krentz, A.J. Chipperfield, A.J. Clough, G.F. Byrne,
C.D. 2010. Diastolic Function is Strongly and Independently Associated with
Cardiorespiratory Fitness in Central Obesity. Journal Applied Physiology.
108: 1568-1574.
Vargas, L.G. 2004. Aquatic Therapy Interventions and Applications. Ravensdale:
Idyll Abror Inc. p. 3-12.
101
101
WHO. 2008. Obesity, Situation and Trends. Global Health Observatory diakses
tanggal 22/2/2014 pada
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/obesity_text/en/
White, C. Dixon, K. Samuel, D. Stokes, M. 2013. Handgrip and Quadriceps
Muscle Endurance Testing in Young Adults. Springerplus. 2 : 451
Wulandari, L. 2005. Dampak Obesitas terhadap Faal Paru. Proceeding Book
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam Kongres Nasional X PDPI 22
Juni 2005.
102
102
Lampiran 1 Informed Consent
103
103
104
104
105
105
106
106
Lampiran 2 Surat Kesediaan Menjadi Pengukur
107
107
Lampiran 3 Lembar Pemeriksaan dan Pengukuran VO2 Max dan Daya Tahan Otot
Quadriceps Femoris
108
108
109
109
110
110
111
111
112
112
113
113
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian
114
114
Lampiran 3 Rekapitulasi Data Penelitian
115
115
Lampiran 4 Hasil Analisis Statistik
Karakteristik subjek penelitian kelompok 1
jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid laki-laki 2 16.7 16.7 16.7
perempuan 10 83.3 83.3 100.0
Total 12 100.0 100.0
imt
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid overweight 2 16.7 16.7 16.7
obesitas I 5 41.7 41.7 58.3
obesitas II 5 41.7 41.7 100.0
Total 12 100.0 100.0
riwayat kegemukan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 8 66.7 66.7 66.7
tidak 4 33.3 33.3 100.0
Total 12 100.0 100.0
kebiasaan olahraga
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 1 8.3 8.3 8.3
tidak 11 91.7 91.7 100.0
Total 12 100.0 100.0
sesak napas aktifitas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 2 16.7 16.7 16.7
tidak 10 83.3 83.3 100.0
Total 12 100.0 100.0
116
116
jantung berdebar istirahat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 2 16.7 16.7 16.7
tidak 10 83.3 83.3 100.0
Total 12 100.0 100.0
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
umur 12 18 21 19.50 .798
berat badan pretes 12 57.9 100.1 76.883 15.2090
body mass index 12 24.29 38.62 29.4061 4.70698
sistole istirahat pretes 12 111 151 132.50 12.781
diastole istirahat pretes 12 66 96 81.25 10.897
nadi istirahat pretes 12 65 121 93.17 17.114
Valid N (listwise) 12
Karakteristik subjek penelitian kelompok 2
jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid laki-laki 2 15.4 15.4 15.4
perempuan 11 84.6 84.6 100.0
Total 13 100.0 100.0
imt
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid overweight 2 15.4 15.4 15.4
obesitas I 8 61.5 61.5 76.9
obesitas II 3 23.1 23.1 100.0
Total 13 100.0 100.0
riwayat kegemukan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 7 53.8 53.8 53.8
tidak 6 46.2 46.2 100.0
Total 13 100.0 100.0
117
117
kebiasaan olahraga
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 1 7.7 7.7 7.7
tidak 12 92.3 92.3 100.0
Total 13 100.0 100.0
sesak napas aktifitas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 1 7.7 7.7 7.7
tidak 12 92.3 92.3 100.0
Total 13 100.0 100.0
jantung berdebar istirahat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak 13 100.0 100.0 100.0
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
umur 13 18 21 19.08 1.038
berat badan pretes 13 55.0 101.8 70.908 12.3581
body mass index 13 24.12 34.81 27.8948 3.22071
sistole istirahat pretes 13 112 148 128.77 11.256
diastole istirahat pretes 13 70 98 80.31 8.056
nadi istirahat pretes 13 69 112 88.00 13.089
Valid N (listwise) 13
Uji normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk Test Tests of Normality
kelompok perlakuan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
vo2max pretes aquatic exc .258 12 .026 .889 12 .113
land-based exc .160 13 .200* .923 13 .279
vo2max postes aquatic exc .137 12 .200* .954 12 .699
land-based exc .138 13 .200* .967 13 .854
endurans otot pretes aquatic exc .242 12 .052 .890 12 .118
land-based exc .212 13 .112 .903 13 .148
endurans otot postes aquatic exc .209 12 .154 .928 12 .362
land-based exc .140 13 .200* .974 13 .933
a. Lilliefors Significance Correction
118
118
Tests of Normality
kelompok perlakuan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
vo2max pretes aquatic exc .258 12 .026 .889 12 .113
land-based exc .160 13 .200* .923 13 .279
vo2max postes aquatic exc .137 12 .200* .954 12 .699
land-based exc .138 13 .200* .967 13 .854
endurans otot pretes aquatic exc .242 12 .052 .890 12 .118
land-based exc .212 13 .112 .903 13 .148
endurans otot postes aquatic exc .209 12 .154 .928 12 .362
land-based exc .140 13 .200* .974 13 .933
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Uji homogenitas varians menggunakan Levene`s Test Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed) Mean
Difference Std. Error Difference Lower Upper
vo2max pretes
Equal variances assumed
.160 .693 -.842
23 .408 -3.60564 4.28138 -12.46235
5.25107
Equal variances not assumed
-.840
22.542 .410 -3.60564 4.29196 -12.49424
5.28296
vo2max postes
Equal variances assumed
.098 .756 -.752
23 .460 -4.07231 5.41573 -15.27559
7.13097
Equal variances not assumed
-.747
21.782 .463 -4.07231 5.45066 -15.38286
7.23824
endurans otot pretes
Equal variances assumed
.528 .475 .603 23 .553 .718 1.191 -1.747 3.183
Equal variances not assumed
.604 22.994 .552 .718 1.188 -1.740 3.176
endurans otot postes
Equal variances assumed
5.227 .032 -.601
23 .554 -1.179 1.962 -5.238 2.879
119
119
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed) Mean
Difference Std. Error Difference Lower Upper
vo2max pretes
Equal variances assumed
.160 .693 -.842
23 .408 -3.60564 4.28138 -12.46235
5.25107
Equal variances not assumed
-.840
22.542 .410 -3.60564 4.29196 -12.49424
5.28296
vo2max postes
Equal variances assumed
.098 .756 -.752
23 .460 -4.07231 5.41573 -15.27559
7.13097
Equal variances not assumed
-.747
21.782 .463 -4.07231 5.45066 -15.38286
7.23824
endurans otot pretes
Equal variances assumed
.528 .475 .603 23 .553 .718 1.191 -1.747 3.183
Equal variances not assumed
.604 22.994 .552 .718 1.188 -1.740 3.176
endurans otot postes
Equal variances assumed
5.227 .032 -.601
23 .554 -1.179 1.962 -5.238 2.879
Equal variances not assumed
-.617
17.806 .545 -1.179 1.913 -5.201 2.842
Uji beda pengaruh sampel berpasangan kelompok 1 menggunakan Paired
Samples T Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 vo2max pretes 38.2567 12 11.02083 3.18144
vo2max postes 48.8600 12 14.58178 4.20940
Pair 2 endurans otot pretes 10.33 12 2.871 .829
endurans otot postes 12.67 12 3.025 .873
120
120
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
95% Confidence Interval of the
Difference
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean Lower Upper
Pair 1
vo2max pretes - vo2max postes
-10.60333
9.31187 2.68810 -16.51981
-4.68686 -3.945 11 .002
Pair 2
endurans otot pretes - endurans otot postes
-2.333 3.229 .932 -4.385 -.282 -2.503 11 .029
Uji beda pengaruh sampel berpasangan kelompok 2 menggunakan Paired
Samples T Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 vo2max pretes 41.8623 13 10.38712 2.88087
vo2max postes 52.9323 13 12.48513 3.46275
Pair 2 endurans otot pretes 9.62 13 3.070 .851
endurans otot postes 13.85 13 6.135 1.702
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
95% Confidence Interval of the
Difference
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean Lower Upper
Pair 1
vo2max pretes - vo2max postes
-11.07000
8.85970 2.45724 -16.42386
-5.71614 -4.505 12 .001
Pair 2
endurans otot pretes - endurans otot postes
-4.231 4.640 1.287 -7.034 -1.427 -3.288 12 .006
Uji beda pengaruh setelah perlakuan antara kelompok 1 dan kelompok 2 Group Statistics
kelompok perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
vo2max postes aquatic exc 12 48.8600 14.58178 4.20940
land-based exc 13 52.9323 12.48513 3.46275
endurans otot postes aquatic exc 12 12.67 3.025 .873
land-based exc 13 13.85 6.135 1.702
121
121
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed) Mean
Difference Std. Error Difference Lower Upper
vo2max postes
Equal variances assumed
.098 .756 -.752
23 .460 -4.07231 5.41573 -15.27559
7.13097
Equal variances not assumed
-.747
21.782 .463 -4.07231 5.45066 -15.38286
7.23824
endurans otot postes
Equal variances assumed
5.227 .032 -.601
23 .554 -1.179 1.962 -5.238 2.879
Equal variances not assumed
-.617
17.806 .545 -1.179 1.913 -5.201 2.842
Uji kompatibilitas sebelum perlakuan kelompok 1 dengan kelompok 2
menggunakan Mann-Whitney U Test Ranks
kelompok perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
vo2max pretes aquatic exc 12 11.25 135.00
land-based exc 13 14.62 190.00
Total 25
endurans otot pretes aquatic exc 12 13.63 163.50
land-based exc 13 12.42 161.50
Total 25
Test Statistics
b
vo2max pretes
endurans otot pretes
Mann-Whitney U 57.000 70.500
Wilcoxon W 135.000 161.500
Z -1.142 -.417
Asymp. Sig. (2-tailed) .253 .677
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .270a .689
a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok perlakuan
122
122
Uji beda rerata dan selisih data VO2 max dan daya tahan otot antara
kelompok I dan kelompok II menggunakan Independent Samples test Group Statistics
kelompok perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
selisih VO2 max perlakuan 1 12 10.6033 9.31187 2.68810
perlakuan 2 13 11.0700 8.85970 2.45724
selisih daya tahan otot perlakuan 1 12 3.1667 2.32900 .67232
perlakuan 2 13 4.8462 3.93375 1.09102
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed) Mean
Difference Std. Error Difference Lower Upper
selisih VO2 max
Equal variances assumed
.051 .823 -.128 23 .899 -.46667 3.63441 -7.98502
7.05169
Equal variances not assumed
-.128 22.599 .899 -.46667 3.64197 -8.00805
7.07472
selisih daya tahan otot
Equal variances assumed
5.866 .024 -1.284
23 .212 -1.67949 1.30751 -4.38428
1.02530
Equal variances not assumed
-1.311
19.739 .205 -1.67949 1.28154 -4.35501
.99603
123
123
Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian
Gambar : Pengukuran Submaximal Ergometer Cycle
Gambar : Pengukuran Submaximal Isometric Contraction
Gambar : Aquatic Aerobics Exercise
124
124
Gambar : Land-based Aerobics Exercise
GERAKAN – GERAKAN AQUATIC & LAND-BASED AEROBICS
Pemanasan
Gerakan : Peregangan otot-otot leher, bahu, badan dan tungkai secara isotonic
Tujuan : Persiapan fleksibilitas otot-otot dan meningkatkan denyut jantung
125
125
Repetisi : 2 x 8 hitungan
Durasi : 5 – 10 menit
Latihan Inti
126
126
Gerakan : kontraksi otot-otot fleksor dan ekstensor pada lengan, tungkai dan
badan
Tujuan : Meningkatkan denyut jantung mencapai target heart rate
Repetisi : 2 x 8 hitungan
Durasi : 30 – 40 menit
127
127
Latihan Pendinginan
Gerakan : tarik napas dan kontraksi otot-otot lengan dan tungkai secara isotonik
secara perlahan-lahan
Tujuan : Menurunkan denyut jantung
Repetisi : 2 x 8 hitungan
Durasi : 5 – 10 menit