apt-06

10
214 e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011) Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 14-15 Juni 2011, Bandung PENERAPAN LOGIKA FUZZY SEBAGAI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PRAKIRAAN CUACA Decky Irmawan 1) , Khamami Herusantoso 2) 1) Stasiun Meteorologi Klas I Ngurah Rai Gedung GOI Lt.II Bandara Ngurah Rai Denpasar 2) Pusdiklat Keuangan Umum Jl. Pancoran Timur II No.1 Jakarta Selatan e-mail: [email protected], [email protected] Abstract One of weather analyzing source is contributed by Radiosonde; an instrument aimed to record atmospheric condition. The output may consist of several variables. Through proper methods, we can predict both weather and thunderstorm in next 12 hours. The research uses fuzzy logic approachment through Sugeno Ordo 0 methods. To test the effectiveness of system, datas from January 2009 involved. The output then compared through real condition at similar time.The result shows weather prediction appoints 76%. Meanwhile thunderstorm prediction appoints 86%. These mean fuzzy logic approachment deserves a decision support system to forecast both weather and thunderstorm in next 12 hours. Keywords: weather forecast, fuzzy logic, Sugeno Ordo 0 methods, Radiosonde 1. Pendahuluan Kian pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjadikan hal tersebut sebagai suatu kebutuhan. Teknologi tidak hanya berkutat di pusat-pusat kegiatan ekonomi manusia, tetapi juga telah menyentuh bidang yang lebih spesifik. Di antara yang spesifik tersebut adalah teknologi informasi dan komunikasi di bidang meteorologi. Meteorologi adalah ilmu yang mempelajari keada- an cuaca beserta sifat fisisnya. Pemanfaatan tekno- logi di bidang meteorologi dapat diterapkan untuk: melakukan pengamatan cuaca, melaksanakan analisis dan prakiraan cuaca membuat model cuaca menyelenggarakan sistem komunikasi dan jaringan informasi cuaca pemeliharaan instrumen cuaca Pada dasarnya, dalam melakukan analisis cuaca, dibutuhkan masukan yang terdiri dari ber- bagai unsur meteorologi. Pendekatan untuk mema- hami kejadian cuaca dilakukan dengan menggu- nakan bermacam teori fisika dan matematika, yang selanjutnya diterapkan ke dalam sistem komputer sehingga dapat mendukung prakirawan dalam memprakirakan cuaca. Stasiun Meteorologi Klas I Cengkareng, menggunakan beberapa sumber untuk membuat informasi prakiraan. Di antaranya dengan meman- faatkan data hasil pengamatan Radiosonde (rason), yaitu pengamatan dengan cara menerbangkan setiap 12 jam sekali sebuah perangkat elektronik yang dilengkapi pemancar untuk mengetahui dinamika atmosfer. Sinyal yang dipancarkan dari rason akan diterima oleh stasiun pengamatan cua- ca di permukaan bumi dan selanjutnya diolah de- ngan perangkat lunak RAOB sehingga akan meng- hasilkan output berupa informasi dinamika atmosfer pada suatu wilayah tertentu di atas per- mukaan bumi. Dengan dilakukannya pengamatan rason tiap 12 jam, maka sebagian output data pengamatan rason tersebut setidaknya dapat digu- nakan untuk memprakirakan kondisi cuaca mau- pun peluang badai guntur dalam 12 jam ke depan. Sebagian output data rason dimaksud adalah gaya angkat uap air itu sendiri atau SWEAT (Severe Weather Threat), energi potensial yang memungkinkan uap air terangkat secara vertikal atau CAPE (Convective Available Potential Energy), dan ketersediaan uap air pada ketinggian tertentu di atmosfer atau RH 700 (Relative Hu- midity at 700 mb), K Indeks yang merupakan metode untuk memprakirakan peluang badai guntur di daerah tropis, serta Total Totals Indeks untuk mengetahui laju penurunan suhu pada la- pisan atmosfer antara 850 mb dan 500 mb. Masing-masing variabel tersebut memiliki rentang skala yang berbeda dalam memberikan kriteria prakiraan. Untuk menyederhanakan per- sepsi agar menghasilkan kriteria prakiraan cuaca yang sama dari beberapa variabel di atas, perlu ada suatu metode yang dapat membantu menjelaskan batasan antara satu kriteria dengan kriteria lainnya. Dengan begitu, akan lebih mudah dalam mendu- kung keputusan prakiraan kondisi cuaca umum di suatu wilayah, apakah cerah, berawan, ataupun hu- jan. Serta dapat memprakirakan peluang terjadinya

Upload: mega-inayati-rifah

Post on 28-Nov-2015

18 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: APT-06

214

e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)

Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia

14-15 Juni 2011, Bandung

PENERAPAN LOGIKA FUZZY SEBAGAI SISTEM PENDUKUNG

KEPUTUSAN PRAKIRAAN CUACA

Decky Irmawan1)

, Khamami Herusantoso2)

1)

Stasiun Meteorologi Klas I Ngurah Rai

Gedung GOI Lt.II Bandara Ngurah Rai Denpasar 2)

Pusdiklat Keuangan Umum

Jl. Pancoran Timur II No.1 Jakarta Selatan

e-mail: [email protected], [email protected]

Abstract

One of weather analyzing source is contributed by Radiosonde; an instrument aimed to record atmospheric

condition. The output may consist of several variables. Through proper methods, we can predict both weather

and thunderstorm in next 12 hours. The research uses fuzzy logic approachment through Sugeno Ordo 0 methods.

To test the effectiveness of system, datas from January 2009 involved. The output then compared through real

condition at similar time.The result shows weather prediction appoints 76%. Meanwhile thunderstorm prediction

appoints 86%. These mean fuzzy logic approachment deserves a decision support system to forecast both

weather and thunderstorm in next 12 hours.

Keywords: weather forecast, fuzzy logic, Sugeno Ordo 0 methods, Radiosonde

1. Pendahuluan

Kian pesatnya perkembangan teknologi informasi

dan komunikasi menjadikan hal tersebut sebagai

suatu kebutuhan. Teknologi tidak hanya berkutat

di pusat-pusat kegiatan ekonomi manusia, tetapi

juga telah menyentuh bidang yang lebih spesifik.

Di antara yang spesifik tersebut adalah teknologi

informasi dan komunikasi di bidang meteorologi.

Meteorologi adalah ilmu yang mempelajari keada-

an cuaca beserta sifat fisisnya. Pemanfaatan tekno-

logi di bidang meteorologi dapat diterapkan untuk:

• melakukan pengamatan cuaca,

• melaksanakan analisis dan prakiraan cuaca

• membuat model cuaca

• menyelenggarakan sistem komunikasi dan

jaringan informasi cuaca

• pemeliharaan instrumen cuaca

Pada dasarnya, dalam melakukan analisis

cuaca, dibutuhkan masukan yang terdiri dari ber-

bagai unsur meteorologi. Pendekatan untuk mema-

hami kejadian cuaca dilakukan dengan menggu-

nakan bermacam teori fisika dan matematika, yang

selanjutnya diterapkan ke dalam sistem komputer

sehingga dapat mendukung prakirawan dalam

memprakirakan cuaca.

Stasiun Meteorologi Klas I Cengkareng,

menggunakan beberapa sumber untuk membuat

informasi prakiraan. Di antaranya dengan meman-

faatkan data hasil pengamatan Radiosonde (rason),

yaitu pengamatan dengan cara menerbangkan

setiap 12 jam sekali sebuah perangkat elektronik

yang dilengkapi pemancar untuk mengetahui

dinamika atmosfer. Sinyal yang dipancarkan dari

rason akan diterima oleh stasiun pengamatan cua-

ca di permukaan bumi dan selanjutnya diolah de-

ngan perangkat lunak RAOB sehingga akan meng-

hasilkan output berupa informasi dinamika

atmosfer pada suatu wilayah tertentu di atas per-

mukaan bumi. Dengan dilakukannya pengamatan

rason tiap 12 jam, maka sebagian output data

pengamatan rason tersebut setidaknya dapat digu-

nakan untuk memprakirakan kondisi cuaca mau-

pun peluang badai guntur dalam 12 jam ke depan.

Sebagian output data rason dimaksud adalah

gaya angkat uap air itu sendiri atau SWEAT

(Severe Weather Threat), energi potensial yang

memungkinkan uap air terangkat secara vertikal

atau CAPE (Convective Available Potential

Energy), dan ketersediaan uap air pada ketinggian

tertentu di atmosfer atau RH 700 (Relative Hu-

midity at 700 mb), K Indeks yang merupakan

metode untuk memprakirakan peluang badai

guntur di daerah tropis, serta Total Totals Indeks

untuk mengetahui laju penurunan suhu pada la-

pisan atmosfer antara 850 mb dan 500 mb.

Masing-masing variabel tersebut memiliki

rentang skala yang berbeda dalam memberikan

kriteria prakiraan. Untuk menyederhanakan per-

sepsi agar menghasilkan kriteria prakiraan cuaca

yang sama dari beberapa variabel di atas, perlu ada

suatu metode yang dapat membantu menjelaskan

batasan antara satu kriteria dengan kriteria lainnya.

Dengan begitu, akan lebih mudah dalam mendu-

kung keputusan prakiraan kondisi cuaca umum di

suatu wilayah, apakah cerah, berawan, ataupun hu-

jan. Serta dapat memprakirakan peluang terjadinya

Page 2: APT-06

215

e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)

Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia

14-15 Juni 2011, Bandung

badai guntur, apakah lemah atau kuat. Salah satu

metode yang mampu mengatasi permasalahan ini

adalah pendekatan logika fuzzy, yaitu suatu sistem

yang dibangun dengan definisi, cara kerja dan

deskripsi yang jelas berdasarkan logika fuzzy.

Sejauh yang penulis ketahui, selama ini seba-

gian besar penelitian untuk mamprakirakan cuaca

berdasarkan logika fuzzy dilakukan dengan me-

manfaatkan output data unsur pengamatan cuaca

permukaan. Sedangkan penggunaan logika fuzzy

untuk memprakirakan cuaca dalam 12 jam ke de-

pan (very short range) dengan memanfaatkan

output data hasil pengamatan rason belum pernah

dilakukan.

2. Dasar Teori

2.1. Logika Fuzzy Menurut Agus Naba, logika fuzzy adalah:

”Sebuah metodologi berhitung dengan variabel

kata-kata (linguistic variable) sebagai pengganti

berhitung dengan bilangan. Kata-kata yang digu-

nakan dalam fuzzy logic memang tidak sepresisi

bilangan, namun kata-kata jauh lebih dekat dengan

intuisi manusia” (Naba, 2009). Pemahaman ten-

tang logika fuzzy adalah bahwa pada dasarnya

tidak semua keputusan dijelaskan hanya dengan 0

atau 1, melainkan ada kondisi yang terdapat di

antara keduanya. Daerah di antara 0 dan 1 inilah

yang dikenal dengan fuzzy atau tersamar. Secara

umum, konsep sistem logika fuzzy adalah:

• Himpunan tegas, adalah nilai keanggotaan

suatu item dalam suatu himpunan tertentu.

• Himpunan fuzzy, adalah suatu himpunan

yang digunakan untuk mengatasi kekakuan

dari himpunan tegas.

• Fungsi keanggotaan, memiliki interval 0-1

• Variabel linguistik, adalah suatu variabel

yang memiliki nilai berupa kata-kata yang

dinyatakan dalam bahasa alamiah dan bukan

angka.

• Operasi dasar himpunan fuzzy, adalah operasi

untuk menggabungkan dan atau memodifikasi

himpunan fuzzy.

• Aturan (rule) if-then fuzzy adalah suatu per-

nyataan if-then, di mana beberapa kata-kata

dalam pernyataan tersebut ditentukan oleh

fungsi keanggotaan.

Dalam proses pemanfaatan logika fuzzy, hal

yang perlu diperhatikan adalah cara mengolah

input menjadi output melalui sistem inferensi

fuzzy. Inferensi fuzzy metode atau cara untuk

merumuskan pemetaan dari ma-sukan yang

diberikan kepada sebuah output. Proses ini

melibatkan: fungsi keanggotaan, operasi logika,

serta aturan IF-THEN. Hasil dari proses ini akan

menghasilkan sebuah sistem yang disebut Sistem

Inferensi Fuzzy (FIS). Pada logika fuzzy, tersedia

beberapa jenis FIS, antara lain Mamdani, Sugeno

dan Tsukamoto.

2.2. Metode Mamdani Metode Mamdani adalah cara untuk menda-

patkan keluaran dengan menggunakan tahapan:

• Fuzzifikasi: tahapan di mana variabel ma-

sukan maupun keluaran terdiri atas satu atau

lebih himpunan fuzzy. Selanjutnya derajat

keanggotaan masing-masing variabel ditentu-

kan, sehingga akan didapatkan nilai linguis-

tiknya. Dengan cara ini, setiap variabel ma-

sukan difuzzifikasikan.

• Aplikasi Fungsi Implikasi: tahap di mana

proses mendapatkan kesimpulan sebuah atur-

an IF-THEN dilakukan berdasarkan derajat

kebenaran. Fungsi Implikasi yang digunakan

pada metode ini adalah fungsi minimum,

artinya menetapkan fungsi terkecil di antara

dua atau lebih bilangan.

• Komposisi: disebut juga dengan agregasi,

adalah suatu proses untuk mengkombi-

nasikan keluaran semua IF-THEN menjadi

sebuah kesimpulan tunggal. Jika pada bagian

kesimpulan terdapat lebih dari satu pernya-

taan, maka proses agregasi dilakukan secara

terpisah untuk tiap variabel keluaran aturan

IF-THEN. Agre-gasi semacam ini dijalankan

dengan logika fuzzy OR.

• Penegasan (defuzzy) adalah tahapan di mana

besaran fuzzy hasil dari sistem inferensi,

diubah menjadi besaran tegas. Input dari

defuzzifikasi adalah suatu himpunan yang

diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy,

sedangkan output yang dihasilkan merupakan

bilangan pada domain himpunan fuzzy

tersebut.

2.3. Metode Sugeno Pada dasarnya tidak banyak perbedaan antara

FIS metode Mamdani dan Sugeno. Perbedaan

utamanya hanya terletak pada keluaran sistemnya

yang bukan berupa himpunan fuzzy, tetapi berupa

konstanta atau persamaan linear. Metode ini

memiliki dua model, yaitu Orde 0 dan Orde 1.

Pada Orde 0, rumusnya adalah:

IF (x1 is a1) ° (x2 is A2) °…°(xn is An) THEN z= k,

dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke i sebagai

antaseden (alasan), ° adalah operator fuzzy (AND

atau OR) dan k merupakan konstanta tegas

sebagai konsekuen (kesimpulan). Sedangkan ru-

mus Orde 1 adalah:

IF (x1 is a1) ° (x2 is A2) °…°(xn is An) THEN z = p1*x1+…+pn*xn+q,

Page 3: APT-06

216

e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)

Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia

14-15 Juni 2011, Bandung

dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke i seba-gai

antaseden, ° adalah operator fuzzy (AND atau

OR), pi adalah konstanta ke i dan q juga

merupakan konstanta dalam konsekuen.

2.4. Prakiraan cuaca Prakiraan cuaca merupakan suatu hasil ke-

giatan pengamatan kondisi fisis dan dinamis udara

dari berbagai tempat pengamatan yang kemudian

dikumpulkan, di mana kumpulan hasil pengamatan

dilakukan secara matematis dengan memper-

hatikan ruang dan waktu kecenderungan kondisi

fisis udara sedemikian rupa sehingga diperoleh

suatu prakiraan. Menurut Zakir (2008): di In-

donesia informasi prakiraan cuaca yang sudah

dikenal masyarakat adalah berawan, cerah dan hu-

jan. Sementara itu untuk terjadinya hujan di-

kaitkan dengan proses fisis dan dinamis atmosfer

yang diketahui melalui parameter-parameter se-

perti adanya massa udara, gaya vertikal dan e-

nergi. Karena itu dalam memprakirakan cuaca

perlu pengetahuan dasar terhadap parameter yang

digunakan (p.9).

2.5. Labilitas Udara Sebagai Faktor Pem-

bentuk Cuaca Udara dipersepsikan sebagai paket atau par-

sel yang dapat terangkat jika suhu di dalam parsel

tersebut lebih hangat dibandingkan suhu di ling-

kungan luarnya. Sedangkan jika suhu di dalam

parsel lebih dingin daripada suhu di lingkungan

luarnya, maka parsel tidak dapat terangkat dan

akan kembali ke tempat semula. Ketika parsel ter-

angkat, artinya parsel bergerak menuju tempat

yang bertekanan lebih rendah. Akibatnya parsel

akan mengembang. Untuk mengembang, parsel

memerlukan energi yang diambil dari dalam parsel

tersebut. Konsekuensinya, akibat energinya terle-

pas, maka suhu parsel tersebut akan turun. Proses

ini disebut adiabatik. Jika parsel dapat terus naik

dan kelembaban udaranya mencapai 100%, maka

pertumbuhan awan akan mulai terjadi.

2.6. Terjadinya Badai Guntur Badai guntur atau Thunderstorm (selanjutnya

disingkat TS) merupakan peristiwa terlepasnya

satu atau lebih muatan positif kelistrikan di atmos-

fer secara mendadak yang ditandai dengan adanya

kilat atau guntur. TS selalu terjadi pada awan kon-

vektif yang kuat, yaitu awan Cumulonimbus/CB.

3. Metode Penelitian

Data primer hasil pengamatan rason semula

hanya berupa data tekanan, arah dan kecepatan

angin, kelembaban udara, suhu udara dan suhu

titik embun serta ketinggian lapisan atmosfer di

mana data cuaca dicatat. Dengan memasukkan

data tersebut ke dalam RAOB 5.7, hasil keluaran

akan menunjukkan informasi nilai masing-masing

variabel. Berikut adalah contoh output RAOB 5.7:

Gambar 1. Hasil pengolahan rason dengan RAOB5.7

Sebagian data di atas yaitu: SWEAT, CAPE,

RH700, K Indeks dan Total Totals Indeks lalu di-

pilih untuk dipergunakan sebagai variabel ma-

sukan. Klasifikasi variabel tersebut adalah:

a. SWEAT, dengan kriteria:

< 145 konvektivitas lemah

145 to 205 konvektivitas kuat

> 205 konvektivitas sangat kuat

b. CAPE, dengan kriteria:

< 1000 energinya kecil

1000 - 2500 energinya besar

> 2500 energinya sangat besar

c. RH 700, dengan kriteria:

> 10 kandungan uap air sedikit

10 to 60 kandungan uap air sedang

> 60 kandungan uap air banyak

d. K Index, dengan kriteria:

< 40 potensi labilitas kecil

≥ 40 potensi labilitas besar

e. Total Totals Index, dengan kriteria:

< 45 Tidak ada awan CB

≥ 45 Ada awan CB

3.1. Sistem Inferensi Fuzzy

a. Pembentukan Fungsi Keanggotaan Penelitian diawali dengan pengelompokan

masing-masing variabel menjadi tiga himpunan,

dengan masing-masing himpunan memiliki ren-

tang nilai tertentu. Karena menggunakan operator

AND, maka penentuan nilai keanggotaan (α-pre-

dikat), dilakukan dengan mengambil nilai mini-

mum dari hasil operasi pembentukan aturan fuzzy.

Kurva untuk daerah tepi berbentuk bahu, sedang-

kan bagian tengah berbentuk segitiga. Fungsi kur-

va bahu adalah untuk mengakhiri variabel suatu

daerah fuzzy, dengan rumusan fungsi keanggotaan

untuk bahu kiri:

1 , ≤ a

Page 4: APT-06

217

e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)

Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia

14-15 Juni 2011, Bandung

µ“Kriteri Linguistik 1” (x) = b - x , a ≤ x ≤ b

b - a

0 , x ≥ b (3.1)

Untuk kurva segitiga, rumusan fungsi keang-

gotaannya adalah:

0 , x ≤ a

x - a , a ≤ x ≤ b

µµµµ“Kriteria Linguistik 2” (x)= b - a

c - x , b ≤ x ≤ c

c - b

0

, x ≥ c (3.2)

Sedangkan rumusan fungsi keanggotaan untuk

bahu kanan adalah:

0 , x ≤ b

µµµµ“Kriteria Linguistik 3”(x) = x - b

b ≤ x ≤ c

c - b

1 x ≥ c (3.3)

Untuk memprakirakan peluang TS, karena fungsi

keanggotaannya hanya terdiri dari dua himpunan,

fungsi segitiga tidak dipergunakan.

b. Aplikasi Fungsi Implikasi, Komposisi dan

Penegasan dengan Metode Suge-no Orde 0 Untuk prakiraan cuaca umum, di bawah ini

digambarkan Sistem Inferensi Fuzzy:

Gambar 2. Diagram Sistem Inferensi Fuzzy

untuk memprakiraan cuaca umum

Dari diagram di atas, nampak bahwa tiap va-

riabel memiliki kriteria tersendiri untuk menen-

tukan kejadian cuaca. Untuk menentukan prakira-

an cuaca umum, diperlukan kombinasi kriteria dari

ketiga variabel tersebut, sebagaimana dilakukan

dalam pembentukan aturan fuzzy. Untuk menda-

patkan keluaran, caranya dengan menghitung rata-

rata terbobot berdasarkan rumus:

Z = α1(w1) + α2(w2) + α2(w2) + … + αn(wn)

α1 + α2 + α2 +… + αn

dengan Z = output rata-rata yang telah diberi

bobot dan berupa konstanta (k),

α = α-predikat = nilai minimum dari hasil operasi

pembentukan aturan fuzzy ke n

w = bobot untuk setiap prakiraan dalam pem-

bentukan aturan fuzzy

Cara dan metode yang sama juga digu-nakan

untuk memprakirakan peluang terjadinya TS, de-

ngan variabel yang digunakan adalah K Indeks

dan Total Totals Indeks dengan masing-masing

variabel terdiri atas dua himpunan fuzzy. Diagram

berikut akan menjelaskan bagaimana logika fuzzy

dilakukan dalam FIS untuk memprakirakan TS:

Page 5: APT-06

218

e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)

Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia

14-15 Juni 2011, Bandung

Gambar 3. Diagram Sistem Inferensi Fuzzy

untuk memprakirakan TS

c. Verifikasi

Verifikasi dilakukan untuk mengetahui pro-

sentase tingkat ketepatan prakiraan dibandingkan

kondisi cuaca sebenarnya. Rumus verifikasinya:

TK = ∑ data prakiraan cuaca benar x 100%

∑ data kondisi cuaca sebenarnya

Guna mengetahui nilai hasil verifikasi, maka perlu

dilakukan kualifikasi sebagai berikut:

Tabel I Skor Penilaian Data Hasil Verifikasi

Skor Kategori Nilai Tk. Ketepatan

A Istimewa 91 - 100

B Sangat Baik 81 - 90

C Baik 71 - 80

D Cukup Baik 61 - 70

E Kurang 51 - 60

F Sangat Kurang < 50

d. Kriteria Kondisi Cuaca dan TS Untuk memudahkan pemahaman apakah kon-

disi cuaca dianggap cerah, berawan atau hujan,

maka dibuat batasan-batasan sebagai berikut:

• Cuaca cerah jika pada rentang waktu yang di-

tentukan jumlah awan yang menutupi langit ≤

4 oktas (menutupi kurang dari separuh hingga

separuh bagian langit) dan tidak terjadi hujan

• Cuaca berawan jika pada rentang waktu yang

ditentukan jumlah awan yang menutupi langit

> 4 oktas dan tidak terjadi hujan

• Cuaca hujan jika pada rentang waktu yang

ditentukan terjadi hujan tanpa mempertim-

bangkan berapa banyak jumlah awan yang

menutupi langit.

Sedangkan batasan untuk memperkirakan

peluang TS adalah:

• TS dinyatakan kuat jika pada rentang waktu

yang dimaksud terjadi muatan kelistrikan di

atmosfer secara mendadak yang ditandai de-

ngan kilat disertai guntur. Jika hanya terde-

ngar suara guntur, meskipun tidak nampak

kilat, maka kriteria tersebut termasuk TS kuat.

• TS dikatakan lemah jika dalam selang waktu

yang dimaksud hanya terlihat kilat saja namun

tidak terdengar suara guntur, atau tidak ada

guntur dan kilat sama sekali.

4. Analisa Dan Pembahasan

Tabel II Output Data Rason

Stasiun Meteorologi Klas I Cengkareng Bulan

Januari 2009

NO TGL JAM SWEAT CAPE RH K I T I

1 1 0.00 241 30.42 82 35.5 44.7

2 1 12.00 206.19 3.81 62 27.3 37.4

3 2 0.00 205.39 103.36 58 28.3 42.2

4 2 12.00 237.29 25.19 66 29.9 40.4

5 3 0.00 142.82 23.66 66 27.3 38.8

6 3 12.00 - - - - -

7 4 0.00 70.61 1.07 54 18.7 33.8

8 4 12.00 97.81 28.67 40 16.9 35

9 5 0.00 203.6 5.3 46 26.6 43.9

10 5 12.00 204.81 625.36 79 34.2 41.6

11 6 0.00 212.39 145.23 79 33.3 41.5

12 6 12.00 214.81 323.35 88 35.7 42.7

13 7 0.00 - - - - -

14 7 12.00 217.21 1342.52 79 35.6 44.4

15 8 0.00 193.61 182.72 79 33.7 43.7

16 8 12.00 231.53 1572 96 40.3 47

17 9 0.00 232.4 629.55 90 34.6 42

18 9 12.00 214.4 1415.23 82 35.5 44.3

19 10 0.00 222.82 123.34 83 35.7 45.9

20 10 12.00 188.2 11.22 50 22.9 37.6

21 11 0.00 191.79 61.14 62 26.1 37.4

22 11 12.00 219.8 85.56 87 34.7 42.6

23 12 0.00 230.4 221.07 85 35.7 44.8

24 12 12.00 261 133.3 94 36.5 42.7

25 13 0.00 252.2 1252.93 97 36.9 43.8

26 13 12.00 231.21 0 66 29.5 38.8

27 14 0.00 250.2 50 76 34.4 43.3

28 14 12.00 253 849.24 72 32.9 43.8

29 15 0.00 226.8 548.77 72 32.1 32.1

30 15 12.00 213.41 415.87 82 33.1 41.5

31 16 0.00 236.6 575.67 95 33.7 38.9

32 16 12.00 218.21 195.16 80 31.5 38.3

33 17 0.00 211.41 302.98 71 30.2 40.3

34 17 12.00 207.41 836.78 78 32.8 41.3

35 18 0.00 208.21 84.65 62 26.8 38.1

36 18 12.00 217.01 339.29 89 35.5 41.9

37 19 0.00 227.62 676.86 80 34.4 43.1

Page 6: APT-06

219

e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)

Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia

14-15 Juni 2011, Bandung

38 19 12.00 227.81 732.42 82 36.6 45.8

39 20 0.00 204.01 273.8 73 32.1 41.8

40 20 12.00 196.41 450.31 71 31.6 31.6

41 21 0.00 190.01 133.41 62 27.4 37.9

42 21 12.00 173.61 0 62 26.9 36.2

43 22 0.00 188.41 0 62 27 27

44 22 12.00 188.81 92.67 62 29.1 39.4

45 23 0.00 239.8 1161.69 92 38.6 38.6

46 23 12.00 209 178.36 58 31 43.5

47 24 0.00 221.8 908.64 50 28.9 28.9

48 24 12.00 218.2 340.35 74 34.7 44.4

49 25 0.00 197.21 593.09 78 36.4 46.5

50 25 12.00 192.81 44.86 75 34.2 44.1

51 26 0.00 204.81 821.31 91 38 45.5

52 26 12.00 200.41 411.02 71 33.4 43.7

53 27 0.00 215.61 778.53 79 34.5 44.1

54 27 12.00 228.4 228.5 62 29.6 41.1

55 28 0.00 202.81 56.73 79 32.7 41.5

56 28 12.00 213.2 283.83 74 33.2 43.1

57 29 0.00 217.6 128.02 92 36 42.5

58 29 12.00 212.41 319.92 91 36 42.5

59 30 0.00 238 169.26 81 34.9 43.5

60 30 12.00 - - - - -

61 31 0.00 - - - - -

62 31 12.00 210.01 311.88 90 35.3 41.6

Sumber: Stasiun Meteorologi Klas I Cengkareng

4.1. FIS untuk Prakiraan Cuaca Umum

a. Pembentukan Fungsi Keanggotaan

Fuzzifikasi SWEAT

Fuzzifikasi CAPE

Fuzzifikasi RH700

b. Aplikasi Fungsi Implikasi, Komposisi dan

Penegasan (Defuzzy) Setelah menerima input fungsi keanggotaan

dari masing-masing himpunan di atas, langkah

selanjutnya adalah mengkombinasikan himpunan-

himpunan tersebut menjadi 27 aturan (R). Dengan

menggunakan operator AND dalam kombinasi ini,

maka penentuan α-predikat dilakukan dengan

mencari nilai ter-kecil dari setiap kombinasi. Agar

lebih mudah memahami proses implikasi,

komposisi, dan defuzzy, kita asumsikan bahwa:

• Untuk fungsi keanggotaan SWEAT, him-

punan lemah diberi bobot 1, kuat diberi bobot

2, dan sangat kuat diberi bobot 3.

• Untuk fungsi keanggotaan CAPE: himpunan

kecil diberi bobot 1, besar diberi bobot 2, dan

sangat besar diberi bobot 3.

• Untuk fungsi keanggotaan RH700: him-punan

sedikit diberi bobot 1, sedang diberi bobot 2,

dan banyak diberi bobot 3.

Berdasarkan pernyataan tersebut, pemaham-an

mengenai ke 27 aturan tersebut beserta pembo-

botannya adalah sebagai berikut:

1. (R1) Jika konvektivitas lemah (1), energi

kecil (1) dan uap air sedikit (1), maka

prakiraan adalah cerah (0.33).

2. (R2) Jika konvektivitas lemah (1), energi

kecil (1) dan uap air sedang (2), maka

prakiraan adalah cerah (0.44).

3. (R3) Jika konvektivitas lemah (1), energi

kecil (1) dan uap air banyak (3), maka

prakiraan adalah berawan (0.55).

4. (R4) Jika konvektivitas kuat (2), energi kecil

(1) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan

adalah berawan (0.44).

5. (R5) Jika konvektivitas kuat (2), energi kecil

(1) dan uap air sedang (2), maka prakiraan

adalah berawan (0.55).

6. (R6) Jika konvektivitas kuat (2), energi kecil

(1) dan uap air banyak (3), maka prakiraan

adalah berawan (0.66).

7. (R7) Jika konvektivitas sangat kuat (3),

energi kecil (1) dan uap air sedikit (1), maka

prakiraan adalah berawan (0.55).

8. (R8) Jika konvektivitas sangat kuat (3),

energi kecil (1) dan uap air sedang (2), maka

prakiraan adalah berawan (0.66).

9. (R9) Jika konvektivitas sangat kuat (3),

energi kecil (1) dan uap air banyak (3), maka

prakiraan adalah hujan (0.77).

10. (R10) Jika konvektivitas lemah (1), energi

besar (2) dan uap air sedikit (1), maka

prakiraan adalah cerah (0.44).

11. (R11) Jika konvektivitas lemah (1), energi

besar (2) dan uap air sedang (2), maka

prakiraan adalah berawan (0.55).

Page 7: APT-06

220

e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)

Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia

14-15 Juni 2011, Bandung

12. (R12) Jika konvektivitas lemah (1), energi

besar (2) dan uap air banyak (3), maka

prakiraan adalah berawan (0.66).

13. (R13) Jika konvektivitas kuat (2), energi

besar (2) dan uap air sedikit (1), maka

prakiraan adalah berawan (0.55).

14. (R14) Jika konvektivitas kuat (2), energi

besar (2) dan uap air sedang (2), maka

prakiraan adalah berawan (0.66).

15. (R15) Jika konvektivitas kuat (2), energi

besar (2) dan uap air banyak (3), maka

prakiraan adalah berawan (0.715).

16. (R16) Jika konvektivitas sangat kuat (3),

energi besar (2) dan uap air sedikit (1), maka

prakiraan adalah berawan (0.66).

17. (R17) Jika konvektivitas sangat kuat (3),

energi besar (2) dan uap air sedang (2),

maka prakiraan adalah berawan (0.715).

18. (R18) Jika konvektivitas sangat kuat (3),

energi besar (2) dan uap air banyak (3),

maka prakiraan adalah hujan (0.88).

19. (R19) Jika konvektivitas lemah (1), energi

sangat besar (3) dan uap air sedikit (1),

maka prakiraan adalah berawan (0.55).

20. (R20) Jika konvektivitas lemah (1), energi

sangat besar (3) dan uap air sedang (2 maka

prakiraan adalah berawan (0.66).

21. (R21) Jika konvektivitas lemah (1), energi

sangat besar (3) dan uap air banyak (3),

maka prakiraan adalah hujan (0.77).

22. (R22) Jika konvektivitas kuat (2), energi

sangat besar (3) dan uap air sedikit (1),

maka prakiraan adalah berawan (0.66).

23. (R23) Jika konvektivitas kuat (2), energi

sangat besar (3) dan uap air sedang (2),

maka prakiraan adalah berawan (0.715).

24. (R24) Jika konvektivitas kuat (2), energi

sangat besar (3) dan uap air banyak (3),

maka prakiraan adalah hujan (0.88).

25. (R25) Jika konvektivitas sangat kuat (3),

energi sangat besar (3) dan uap air sedikit

(1), maka prakiraan adalah hujan (0.77)

26. (R26) Jika konvektivitas sangat kuat (3),

energi sangat besar (3) dan uap air sedang

(2), maka prakiraan adalah hujan (0.88)

27. (R27) Jika konvektivitas sangat kuat (3),

energi sangat besar (3) dan uap air banyak

(3), maka prakiraan adalah hujan (1)

Semula, logika untuk memperoleh bobot

prakiraan cuaca adalah dengan menjumlah bobot

kombinasi antar himpunan. Namun karena rentang

nilai bobot pada logika fuzzy adalah antara 0

sampai 1, maka nilai masing-masing bobot dikali

0.11, agar bobot maksimum 1 tercapai. Sedangkan

untuk menen-tukan prakiraan cuaca adalah dengan

mem-pertimbangkan komposisi bobot paling do-

minan dari tiga himpunan yang ada. Kecuali pada

R3, R7 dan R19 dengan komposisi bobot (1 1 3),

(1 3 1) dan (3 1 1), kriteria prakiraannya adalah

berawan.

Permasalahannya adalah, bagaimana jika ter-

dapat hasil yang sama namun komposisi penjum-

lahan bobotnya berbeda seperti pada R9, R21 dan

R25 dengan komposisi bo-bot (3 1 3), (1 3 3) dan

(3 3 1) serta pada R15, R17 dan R23 dengan

komposisi bobot (2 2 3), (3 2 2) dan (2 3 2) yang

sama-sama berjumlah 7? Untuk membedakannya

dalam fungsi IF-THEN, maka pada R9, R21 dan

R25 diberi bobot 7 x 0.11 = 0.77 yang masuk

dalam kriteria hujan. Sedangkan pada R15, R17

dan R23 diberi bobot 6.5 x 0.11 = 0.715, yang

masuk dalam kriteria berawan. Dengan demikian

maka kriteria prakiraan cuaca umum yang berlaku

adalah:

• cerah jika skor ≤ 0.44

• berawan jika skor 0.44 < Z < 0.77

• hujan jika skor ≥ 0.77 skor maksimum 1.

Dengan memasukkan variabel output data

rason untuk prakiraan cuaca umum tanggal 01

Januari 2009, akan didapati nilai SWEAT sebesar

241 masuk dalam himpunan sangat sangat kuat

(3), nilai CAPE sebesar 30.42 masuk dalam

himpunan lemah (1) dan nilai RH700 sebesar 82

masuk dalam himpunan banyak (3). Komposisi ini

pada dasarnya sama dengan komposisi pada R9

dengan bobot nilai akhir 0.77. Namun berdasarkan

runtutan proses, hasil akhirnya tidak serta-merta

didapat langsung hanya dengan memperhatikan

satu aturan saja, karena masih harus melalui proses

agregasi, yaitu proses untuk mengubah besaran

fuzzy menjadi bilangan tegas. Dalam metode

Sugeno Orde 0, agregasi dilakukan dengan meng-

hitung rata-rata terbobot, di mana hasil akhir (Z)

merupa-kan jumlah total α-predikatmin dikali bobot

dibagi jumlah total α-predikatmin. Jumlah total α-

predikatmin yang telah diberi bobot adalah 0.77 dan

jumlah total α-predikatmin. adalah 1, sehingga akan

didapati bahwa Z adalah 0.77/1 = 0.77. Ber-

dasarkan kriteria, nilai 0.77 masuk kategori hujan.

4.2. FIS untuk Prakiraan Peluang TS

a. Pembentukan Fungsi Keanggotaan Pembentukan fungsi keanggotaan juga

dilakukan terhadap variabel untuk mempra-

kirakan peluang badai guntur. Terdapat dua

variabel untuk menentukan prakiraan cuaca

dengan tiap-tiap variabel digolongkan menjadi dua

himpunan kriteria.

Page 8: APT-06

221

e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)

Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia

14-15 Juni 2011, Bandung

Fuzzifikasi K Indeks

Fuzzifikasi K Indeks

b. Aplikasi Fungsi Implikasi, Komposisi dan

Penegasan (Defuzzy) Setelah menerima input fungsi keanggotaan

dari masing-masing himpunan di atas, langkah

selanjutnya adalah mengkombinasi-kan himpunan-

himpunan tersebut menjadi 4 aturan. Dengan

menggunakan operator AND dalam kombinasi ini,

maka penentuan α-pre-dikat dilakukan dengan

mencari nilai terkecil dari setiap kombinasi.

Penjelasan untuk me-mahami tabel di atas adalah:

1. (R1) Jika atmosfer stabil, dan perawanan

menunjukkan tidak ada CB, maka praki-raan

adalah TS lemah dengan bobot (0).

2. (R2) Jika atmosfer stabil, dan perawanan

menunjukkan ada CB, maka prakiraan adalah

TS lemah dengan bobot (0.5).

3. (R3) Jika atmosfer labil, dan perawanan

menunjukkan tidak ada CB, maka praki-raan

adalah TS lemah dengan bobot (0).

4. (R4) Jika atmosfer labil, dan perawanan

menunjukkan ada CB, maka prakiraan adalah

TS kuat dengan bobot (1).

Pada dasarnya, syarat untuk terbentuknya

badai guntur (TS) adalah tersedianya potensi

labilitas yang besar dan selalu terbentuk dari awan

CB. Itulah mengapa pada indeks yang menun-

jukkan kestabilan atmosfer dan tidak ada awan CB

diberi bobot 0. Sedangkan alasan pembobotan pa-

da aturan nomer dua adalah karena meskipun kon-

disi stabil, namun ada indikasi awan CB. Sehing-

ga peluang terjadinya CB adalah 50-50. Sedang-

kan untuk menentukan peluang TS, secara empirik

diberi bobot:

• TS Lemah jika skor ≤ 0.90

• TS Kuat jika skor > 0.90 dengan skor

maksimum 1.

Setelah pembobotan pada masing-masing

aturan selesai dilakukan, maka perlu proses agre-

gasi untuk mengubah besaran fuzzy menjadi

bilangan tegas. Dalam metode Sugeno Orde 0,

agregasi dilakukan dengan meng-hitung rata-rata

terbobot, di mana hasil akhir (Z) merupakan

jumlah α-predikatmin dikali bobot dibagi jumlah α-

predikatmin. Dengan memasukkan variabel output

data rason untuk prakiraan peluang TS tanggal 01

Januari 2009, di mana nilai K Indeks sebesar 35.5

dan nilai T Indeks sebesar 44.7, maka jumlah total

α-predikatmin yang telah diberi bobot ya-itu 0.8875

dibagi jumlah total α-predikatmin. yaitu 1.02, akan

memperoleh Z= 0.8875/1.02 = 0.87. Berdasarkan

kriteria prakiraan peluang terjadinya TS, nilai 0.87

termasuk da-lam kategori TS Lemah.

4.3. UJI VERIFIKASI

Untuk membandingkan sejauh mana pra-

kiraan sesuai dengan kejadian sebenarnya, kolom

paling kanan dari kedua tabel di bawah ini akan

menunjukkan kondisi cuaca sebenar-nya sesuai

waktu kejadian.

Tabel III. Verifikasi Prakiraan Cuaca Umum

Bulan Januari 2009 Data

TGL Jam Z Prakiraan Fakta ke

1 1 0.00 0.77 Hujan Berawan

2 1 12.00 0.77 Hujan Hujan

3 2 0.00 0.761 Berawan Berawan

4 2 12.00 0.77 Hujan Berawan

5 3 0.00 0.656 Berawan Berawan

6 3 12.00 - - -

7 4 0.00 0.524 Berawan Berawan

8 4 12.00 0.352 Cerah Cerah

9 5 0.00 0.358 Cerah Berawan

10 5 12.00 0.769 Berawan Berawan

11 6 0.00 0.77 Hujan Hujan

12 6 12.00 0.77 Hujan Berawan

13 7 0.00 - - -

14 7 12.00 0.821 Hujan Hujan

15 8 0.00 0.749 Berawan Berawan

16 8 12.00 0.854 Hujan Hujan

17 9 0.00 0.77 Hujan Hujan

18 9 12.00 0.831 Hujan Hujan

19 10 0.00 0.758 Berawan Berawan

20 10 12.00 0.682 Berawan Hujan

21 11 0.00 0.746 Berawan Berawan

22 11 12.00 0.77 Hujan Hujan

23 12 0.00 0.77 Hujan Hujan

24 12 12.00 0.77 Hujan Hujan

25 13 0.00 0.807 Hujan Hujan

26 13 12.00 0.77 Hujan Hujan

27 14 0.00 0.77 Hujan Hujan

28 14 12.00 0.77 Hujan Hujan

29 15 0.00 0.77 Hujan Hujan

30 15 12.00 0.77 Hujan Hujan

31 16 0.00 0.77 Hujan Hujan

32 16 12.00 0.77 Hujan Hujan

Page 9: APT-06

222

e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)

Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia

14-15 Juni 2011, Bandung

33 17 0.00 0.77 Hujan Hujan

34 17 12.00 0.77 Hujan Hujan

35 18 0.00 0.77 Hujan Berawan

36 18 12.00 0.77 Hujan Hujan

37 19 0.00 0.77 Hujan Berawan

38 19 12.00 0.77 Hujan Berawan

39 20 0.00 0.768 Berawan Berawan

40 20 12.00 0.755 Berawan Berawan

41 21 0.00 0.743 Berawan Berawan

42 21 12.00 0.713 Berawan Hujan

43 22 0.00 0.747 Berawan Berawan

44 22 12.00 0.74 Berawan Berawan

45 23 0.00 0.794 Hujan Hujan

46 23 12.00 0.77 Hujan Berawan

47 24 0.00 0.726 Berawan Berawan

48 24 12.00 0.77 Hujan Berawan

49 25 0.00 0.756 Berawan Berawan

50 25 12.00 0.748 Berawan Hujan

51 26 0.00 0.77 Hujan Hujan

52 26 12.00 0.761 Berawan Hujan

53 27 0.00 0.77 Hujan Hujan

54 27 12.00 0.77 Hujan Hujan

55 28 0.00 0.766 Berawan Berawan

56 28 12.00 0.77 Hujan Hujan

57 29 0.00 0.77 Hujan Berawan

58 29 12.00 0.77 Hujan Hujan

59 30 0.00 0.77 Hujan Hujan

60 30 12.00 - - -

61 31 0.00 - - -

62 31 12.00 0.77 Hujan Hujan

Tabel IV. Verifikasi Prakiraan Peluang TS

Bulan Januari 2009

Data

ke TGL Jam Z Prakiraan Fakta

1 1 0.00 0.87 TS Lemah Tidak Ada TS

2 1 12.00 0.406 TS Lemah Tidak Ada TS

3 2 0.00 0.571 TS Lemah Tidak Ada TS

4 2 12.00 0.534 TS Lemah Tidak Ada TS

5 3 0.00 0.438 TS Lemah Tidak Ada TS

6 3 12.00 - - -

7 4 0.00 0.251 TS Lemah Tidak Ada TS

8 4 12.00 0.28 TS Lemah Tidak Ada TS

9 5 0.00 0.605 TS Lemah Tidak Ada TS

10 5 12.00 0.658 TS Lemah Tidak Ada TS

11 6 0.00 0.631 TS Lemah Tidak Ada TS

12 6 12.00 0.744 TS Lemah Terjadi TS

13 7 0.00 - - -

14 7 12.00 0.84 TS Lemah Tidak Ada TS

15 8 0.00 0.755 TS Lemah Tidak Ada TS

16 8 12.00 1 TS Kuat Tidak Ada TS

17 9 0.00 0.687 TS Lemah Tidak Ada TS

18 9 12.00 0.837 TS Lemah Tidak Ada TS

19 10 0.00 0.893 TS Lemah Tidak Ada TS

20 10 12.00 0.372 TS Lemah Tidak Ada TS

21 11 0.00 0.394 TS Lemah Tidak Ada TS

22 11 12.00 0.711 TS Lemah Tidak Ada TS

23 12 0.00 0.875 TS Lemah Tidak Ada TS

24 12 12.00 0.76 TS Lemah Tidak Ada TS

25 13 0.00 0.839 TS Lemah Tidak Ada TS

26 13 12.00 0.473 TS Lemah Tidak Ada TS

27 14 0.00 0.741 TS Lemah Tidak Ada TS

28 14 12.00 0.748 TS Lemah Terjadi TS

29 15 0.00 0.319 TS Lemah Tidak Ada TS

30 15 12.00 0.627 TS Lemah Tidak Ada TS

31 16 0.00 0.547 TS Lemah Tidak Ada TS

32 16 12.00 0.492 TS Lemah Tidak Ada TS

33 17 0.00 0.532 TS Lemah Tidak Ada TS

34 17 12.00 0.621 TS Lemah Tidak Ada TS

35 18 0.00 0.414 TS Lemah Tidak Ada TS

36 18 12.00 0.693 TS Lemah Tidak Ada TS

37 19 0.00 0.741 TS Lemah Tidak Ada TS

38 19 12.00 0.915 TS Kuat Tidak Ada TS

39 20 0.00 0.627 TS Lemah Tidak Ada TS

40 20 12.00 0.333 TS Lemah Tidak Ada TS

41 21 0.00 0.418 TS Lemah Tidak Ada TS

42 21 12.00 0.401 TS Lemah Tidak Ada TS

43 22 0.00 0.369 TS Lemah Tidak Ada TS

44 22 12.00 0.463 TS Lemah Tidak Ada TS

45 23 0.00 0.662 TS Lemah Tidak Ada TS

46 23 12.00 0.68 TS Lemah Tidak Ada TS

47 24 0.00 0.269 TS Lemah Tidak Ada TS

48 24 12.00 0.818 TS Lemah Terjadi TS

49 25 0.00 0.91 TS Kuat Tidak Ada TS

50 25 12.00 0.792 TS Lemah Tidak Ada TS

51 26 0.00 0.95 TS Kuat Terjadi TS

52 26 12.00 0.746 TS Lemah Tidak Ada TS

53 27 0.00 0.799 TS Lemah Tidak Ada TS

54 27 12.00 0.552 TS Lemah Terjadi TS

55 28 0.00 0.619 TS Lemah Tidak Ada TS

56 28 12.00 0.716 TS Lemah Terjadi TS

57 29 0.00 0.738 TS Lemah Tidak Ada TS

58 29 12.00 0.738 TS Lemah Tidak Ada TS

59 30 0.00 0.765 TS Lemah Tidak Ada TS

60 30 12.00 - - -

61 31 0.00 - - -

62 31 12.00 0.679 TS Lemah Tidak Ada TS

Berdasarkan data ke dua tabel di atas, maka:

a. Hasil prakiraan cuaca umum bulan Ja-nuari

2009 menunjukkan 44 data tepat dari 58 data

yang ada. Uji verifikasinya: (44/58) x 100% =

76% dengan kategori baik.

b. Hasil prakiraan peluang TS bulan Januari

2009, menunjukkan 50 data tepat dari 58 data

Page 10: APT-06

223

e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)

Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia

14-15 Juni 2011, Bandung

yang ada. Uji verifikasinya: (50/58) x 100%

= 86% dengan kategori sangat baik.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan a. Logika fuzzy dengan Metode Sugeno Orde 0

ini dapat diterapkan sebagai sistem pendu-

kung untuk memprakirakan cuaca, yang di-

tunjukkan berdasarkan hasil pengolahan, ana-

lisa, dan uji verifikasi terhadap data-data yang

diteliti.

b. Para prakirawan di Stasiun Meteorologi Klas I

Cengkareng akan dapat dengan mudah

mengambil keputusan untuk me-nentukan

keadaan cuaca dalam 12 jam ke depan:

apakah cerah, berawan atau hujan. Juga dapat

dengan cepat menen-tukan peluang terjadinya

TS, lemah atau-kah kuat.

5.2. Saran a. Diperlukan berbagai masukan untuk

memperbaiki tingkat keakuratannya. Di

antaranya adalah dengan mencari alternatif

variabel yang tersedia pada data hasil

pengamatan rason, memodifikasi fungsi

keanggotaan masing-masing him-punan

variabel, maupun menentukan bobot nilai

alternatif di luar penelitian ini.

b. Sampel penelitian dapat diperluas hingga ke

seluruh stasiun yang melakukan peng-amatan

rason.

c. Penelitian ini dapat digunakan untuk pe-

nelitian sejenis selama masih menerapkan

sistem pendukung keputusan de-ngan Logika

Fuzzy.

6. DAFTAR REFERENSI

[1] Atmospheric Stability, 2005, Nopember 12

2010 <http://www.ux1.eiu.edu/~cfjps/ 1400/

stability.html>

[2] Kusumadewi, Sri, & Hartati, Sri (2010), Neu-

ro-Fuzzy Integrasi Sistem Fuzzy & Jaringan

Syaraf Edisi 2, Yogyakarta, Graha Ilmu [3] Kusumadewi, Sri, dan Purnomo, Hari (2010),

Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung

Keputusan, Yogyakarta, Graha Ilmu.

[4] Naba, Agus (2009), Belajar Cepat Fuzzy

Logic Menggunakan MATLAB, Yogyakarta,

Andi Offset.

[5] Zakir, Achmad (2008), Modul Praktis

Analisa dan Prakiraan Cuaca, Jakarta, Pusat

Sistem Data dan Informasi Meteorologi.