capm & apt grafik
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Pada pasar modal banyak alternatif investasi pada saham yang dapat
dipilih sesuai dengan preferensi risiko investor. Namun banyak masyarakat yang
belum memanfaatkan pasar modal untuk memaksimalkan pendapatannya dari
dana yang menganggur yang ada pada mereka. Hal tersebut umumnya disebabkan
oleh ketidakmengertian masyarakat dalam proses pasar modal serta kurangnya
pemahaman dalam menganalisa tingkat pengembalian (return) dan risiko (risk)
dalam pasar modal. Risiko itu sendiri merupakan ketidakpastian dalam imbalan
yang diharapkan yang diukur dengan varians dari tingkat imbalan yang
diharapkan.
Dalam berinvestasi pada pasar modal, ada dua hal yang akan dihadapi
oleh investor, yaitu tingkat keuntungan yang diharapkan dan tingkat risiko. Unsur
risiko selalu melekat dalam dunia investasi. Dengan adanya risiko ini, investor
akan mengalami atau menerima keuntungan yang tidak sesuai harapan sehingga
mengakibatkan timbulnya penyimpangan – penyimpangan yang sering disebut
ketidakpastian (uncertainty). Dalam penelitian (Apollo Daito: 2005),
menyebutkan bahwa only liqidity variable significantly influenced market risks
while the others influenced insignificanly the market risks. Menurut Francis
(1988) dalam Agus Sumanto menyebutkan risiko ada dua macam, yaitu risiko
sitematis dan risiko tidak sitematis. Risiko sitematis adalah risiko yang dialami
oleh semua investasi tanpa terkecuali. Oleh karena itu risiko ini dinamakan juga
risiko pasar (market risk). Sedangkan risiko tidak sitematis adalah risiko yang
hanya dialami oleh investasi tersebut, yang bisa disebabkan oleh faktor
manajemen, ciri khusus jenis industri, jenis persaingan usaha.
Ada dua macam model yang yang populer yang dapat digunakan dalam
dalam memprediksi imbalan saham yang diharapkan. Kedua model ini populer
karena kemudahan dalam aplikasi serta asumsi yang mendasari kedua model ini.
Kedua model ini adalah capital asset pricing model (CAPM) dan arbitrage
pricing theory (APT). Dalam memprediksi pendapatan saham yang diharapkan,
ada dua model yang sering kali digunakan para investor yaitu CAPM dan APT.
Kedua model ini sampai saat ini masih menjadi perdebatan para ahli manajemen
keuangan tentang ketepatan model tersebut dalam memprediksi tingkat
pendapatan suatu saham.
Model pertama adalah capital asset pricing model (CAPM). Model ini
diperkenalkan oleh Treynor, Sharpe, Lientner dan Mossin pada tahun 1960an.
Model ini mengasumsikan bahwa imbalan saham dipengaruhi oleh satu faktor,
yaitu premi risiko pasar. Model ini didasarkan pada adanya dalil bahwa tingkat
pengembalian yang diharapkan dari suatu saham adalah sama dengan tingkat
pengembalian bebas risiko plus premi risiko yang hanya tinggal mencerminkan
risiko yang tersisa setelah dilakukan diversifikasi. CAPM mempunyai validitas
yang tinggi sebagai alat pemrediksi return saham satu tahun ke depan, tetapi tidak
valid jika data yang digunakan pada saat pasar berada dalam gejolak yang tinggi.
Model yang kedua adalah arbitrage pricing theoryl (APT). Model ini
dikemukakan oleh Stephen Ross. Model APT dianggap lebih baik dari pada
CAPM. Jika CAPM memerlukan banyak asumsi maka sebaliknya APT lebih
sedikit asumsi. Asumsi utama dari APT adalah setiap investor, yang memiliki
peluang untuk meningkatkan return portofolionya tanpa meningkatkan risikonya,
akan memanfaatkan peluang tersebut. Pada model APT faktor – faktor makro
ekonomi seperti inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar mata uang turut
diperhitungkan dalam memprediksi return saham. Meningkatnya laju inflasi
bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi dapat meningkatkan pendapatan dan di
sisi lain akan meningkatkat biaya yang dikeluarkan perusahaan. Jika peningkatan
biaya lebih besar daripada peningkatan pendapatan maka laba perusahaan akan
menurun. Perubahan kurs mata uang akan mempengaruhi iklim investasi karena
perubahan kurs mata uang akan mempengaruhi perdagangan antar negara. Tingkat
suku bunga dijadikan patokan dalam perbandingan imbalan investasi bila
diinvestasikan pada sektor lain. Jika tingkat pengembalian investasi lebih tinggi
dari pada tingkat suku bunga maka investasi tersebut layak diterima.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut William F. Sharpe, Capital Asset Pricing Model (CAPM)
merupakan model penetapan harga aktiva equilibrium yang menyatakan bahwa
ekspektasi return atas sekuritas tertentu adalah fungsi linier positif dari sensitifitas
sekuritas terhadap perubahan return portofolio pasarnya.
Dalam CAPM ini kita dapat melihat tentang bebrapa asumsi yang bias
dipergunakan. William F. Sharpe, mengatakan asumsi-asumsi itu adalah sebagai
berikut :
1. Investor mengevaluasi portofolio dengan melihat return yang
diharapkan dan simpangan baku portofolio untuk rentang suatu
periode.
2. Investor tidak pernah puas, jadi jika diberi pilihan antara dua
portofolio yang simpangan bakunya identik, mereka akan memilih
portofolio yang member return yang diharapkan lebih tinggi.
3. Investor adalah risk averse, jadi jika diberi pilihan antara dua
portofolio dengan return yang diharapkan identik, mereka memilih
portofolio dengan simpangan baku yang lebih rendah.
4. Asset individual dapat dibagi tidak terbatas, artinya investor dapat
membeli sebagian saham jika dia berminat.
5. Terdapat tingkat bebas resiko yang pada tingkat itu investor dapat
member pinjaman (berinvestasi) atau meminjam uang.
6. Pajak dan biaya transaksi tidak relevan.
7. Semua investor memiliki rentang satu periode yang sama.
8. Tingkat bunga bebas resiko sama untuk semua investor.
9. Informasi bebas diperoleh dan tersedia secara cepat untuk semua
investor.
10. Para investor memiliki ekspektasi yang homogeny (homogeneous
expectation), artinya mereka memiliki persepsi yang sama dalam hal
return yang diharapkan, simpangan baku, dank ovarian sekuritas.
Adapun menurut Suad Husnan dan Enny Pujiastuti (2004:101) dalam hal
standar CAPM asumsi-asumsi yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada biaya transaksi
2. Investasi sepenuhnya bias dipecah-pecah (fully divisible)
3. Tidak ada pajak penghasilan bagi para pemodal
4. Para pemodal tidak bias mempengaruhi harga saham dengan tindakan
membeli atau menjual saham.
5. Para pemodal akan bertindak semata-mata atas pertimbangan
expected value dan deviasi standar tingkat keuntungan portofolio.
6. Para pemodal bisa melakukan short sales.
7. Terdapat riskless and borrowing rate, sehingga pemodal bias
menyimpan dan meminjam dengan tingkat bunga yang sama.
8. Pemodal mempunyai pengharapan yang homogeny
9. Semua aktiva bias diperjualbelikan
Memakai CAPM sebagai alat analisi portofolio adalah harus benar-benar
memilih indeks pasar yang betul-betul sesuai mewakili portofolio pasar
sesungguhnya. Karena kondisi yang bias adalah selalu menjadi kendala pada saat
kita mempergunakan CAPM dalam penelitian.
Karena disini selalu saja ada tiga variabel yang memiliki keterkaitan
yaitu resiko sistematis (β), return market (Rm) dan bebas resiko (Rf). Dengan
begitu kita dapat memformulasikan rumus CAPM adalah sebagai berikut:
Ri=R f +β i(Rm−Rf )
atau
Ri=R f +( Rm−R f ) . β i
atau
Ri=( 1−β i ) . R f +β i . Rm
Keterangan:
Ri = Return saham iR f = Return saham investasi bebas resiko (risk free)β i = beta saham (indikator resiko sistematis)Rm = Return pasar (return market)
Capital asset pricing model (CAPM) bukanlah satu – satunya teori yang
mencoba menjelaskan bagaimana suatu aktiva ditentukan harganya oleh pasar,
atau bagaimana menentukan tingkat keuntungan yang dipandang layak untuk
suatu investasi. Jika pada CAPM analisis dimulai dari bagaimana pemodal
membentuk portofolio yang efisien, maka APT mendasarkan diri pada pemikiran
yang sama sekali berlainan. APT pada dasarnya menggunakan pemikiran yang
menyatakan bahwa dua kesempatan investasi yang mempunyai karakteristik yang
identik sama tidaklah bisa dijual dengan harga yang berbeda. Konsep yang
dipergunakan adalah hukum satu harga. Apabila aktiva yang berkarakteristik sama
tersebut terjual dengan harga yang berbeda, maka akan terdapat kesempatan untuk
melakuan arbitrage dengan membeli aktiva yang lebih murah dan pada saat yang
sama menjualnya dengan harga yang lebih tinggi sehingga memperoleh laba tanpa
risiko.
Seperti CAPM, teori pembentukan harga arbitrase (Arbitrage Pricing
Theory – APT) menekankan bahwa tingkat keuntungan yang diharapakan
tergantung pada pengaruh faktor – faktor makro ekonomi dan tidak oleh risiko
unik. Kita bisa menganggap faktor – faktor yang ada pada APT adalah portofolio
– pertofolio khusus yang cenderung dipengaruhi oleh pengaruh bersama. Daya
tarik APT adalah bahwa kita tidak perlu mengidentifikasikan market portfolio
(yang diperlukan untuk menghitung beta dalam CAPM) disamping itu APT
memungkinkan penggunaan lebih dari satu faktor untuk menjelaskan tingkat
keuntungan yang diharapkan. Menurut Suad Husnan (1994: 224), APT akan
sangat bermanfaat jika kita bisa:
1. mengidentifikasikan tidak terlalu banyak faktor – faktor makro
ekonomi,
2. mengukur expected return dari masing – masing faktor tersebut,
3. mengukur kepekaan masing – masing saham terhadap faktor – faktor
tersebut.
Model APT dapat menggunakan faktor – faktor lebih dari satu. APT
tidak menjelaskan berapa faktor yang mempengaruhi atau seharusnya
mempengaruhi tingkat keuntungan.
Menurut Roll dan Ross dalam Suad Husnan (1994: 224), melaporkan
beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keuntungan, yaitu:
1. perubahan inflasi yang tidak diantisipasi
2. perubahan produksi industri yang tidak diantisipasi
3. perubahan dalam premi risiko (perbedaan antara obligasi dengan
grade yang tinggi dengan yang rendah) yang tidak diantisipasi
4. perubahan slope dari kurva hasil (yield curve) yang tidak
diantisipasi.
Dalam literatur ilmu finance formula model APT adalah sebagai berikut:
Ri=E ( R i )+β i1 f 1+β i 2 f 2+…+β¿ f n+e i
dalam hal ini:
Ri = tingkat return aktual sekuritas iE(Ri) = return harapan untuk sekuritas if = deviasi faktor sistematis F dari nilai harapannyaβ i = sensitifitas sekuritas i terhadap faktor ie i = random eror
Untuk model keseimbangan APT, sebagai berikut:
E ( Ri )=a0+b i 1 F1+bi 2 F2+…+b¿Fn
dalam hal ini:
E(Ri ¿ = return harapan dari sekuritas ia0 = return harapan dari sekuritas i bila risiko sistematis sebesar nolb¿ = koefisien yang menujukkan besarnya pengaruh faktor n terhadap return sekuritas iF = Premi risiko untuk sebuah faktor (misalnya premi risiko untuk F1
σM
L
M
RF
E (RM)
Risk of Market portfolio M, σM
Risk Premium of the market portfolio M = E (RM) - RF
Expected P
rtfolio return
adalah E(F1) – a0)2.1 Capital Market Line (Garis Pasar Modal)
Capital Market Line atau garis pasar modal adalah garis yang
menggambarkan suatu hubungan antara expected return dengan total risk pada
portofolio efisien di kondisi pasar yang seimbang.
Kemiringan (slope) CML menunjukkan harga pasar risiko (market price
of risk) untuk portofolio yang efisien atau harga keseimbangan risiko di pasar.
Slope CML dapat dihitung dengan:
E (RM ) - RF
σM
= Slope CML
Slope CML mengindikasikan tambahan return yang disyaratkan pasar untuk
setiap 1% kenaikan risiko portofolio.
Dengan mengetahui slope CML dan garis intersep (RF), maka kita dapat
membentuk persamaan CML menjadi:
E (Rp ) = Rf + E (RM ) - R f
σM
σp
Dalam hal ini:
E (Rp ) = tingkat return yang diharapkan untuk suatu portofolio yang efisien pada CML
R f = tingkat return pada aset yang bebas yang risikoE(RM ) = tingkat return portofolio pasar (M)σ M = deviasi standar return pada portofolio pasarσ p = deviasi standar portofolio efisien yang ditentukan
Garis pasar modal terdiri dari portofolio efisien yang merupakan
kombinasi dari aset berisiko dan aset bebas risiko. Portofolio M, merupakan
portofolio yang terdiri dari aset berisiko, atau disebut dengan portofolio pasar.
Sedangkan titik R f , merupakan pilihan aset bebas risiko. Kombinasi atau titik-titk
portofolio di sepanjang garis R f-M, merupakan portofolio yang efisien bagi
investor.
Slope CML akan cenderung positip karena adanya asumsi bahwa
investor bersifat risk averse. Artinya, investor hanya akan mau berinvestasi pada
aset yang berisiko, jika mendapatkan kompensasi berupa return harapan yang
lebih tinggi.
Berdasarkan data historis, adanya risiko akibat perbedaan return aktual
dan return harapan, bisa menyebabkan slope CML yang negatif. Slope negatif ini
terjadi bila tingkat return aktual portofolio pasar lebih kecil dari tingkat
keuntungan bebas risiko. Garis pasar modal dapat digunakan untuk menentukan
tingkat return harapan untuk setiap risiko portofolio yang berbeda.
2.2 Security Market Line (Garis Pasar Sekuritas)
Untuk memahami secara lebih dalam tentang, security market line dapat
kita lihat pada penjabaran di bawah ini, yaitu:
A
B
C
BetaM
Risk (Beta)
0 0
kRF
kM
Assets more risky than the market indexAssets less risky than the market index
Required rate of return (k)
0 0 0
a. Security Market Line (SML) merupakan suatu garis yang
menghubungkan antara tingkat return yang diharapkan dari suatu
sekuritas dengan resiko sistematis.
b. SML selama ini juga sering dipergunakan untuk menilai sekuritas
secara individual dalam kondisi dan situasi pasar yang seimbang.
c. Resiko sistematis dapat di ukur dengan mempergunakan beta (β).
d. Beta dilihat untuk mengukur resiko sekuritas, atau dengan kata lain
resiko sekuritas yaitu beta.
e. Semakin tinggi beta maka semakin tinggi resiko yang terjadi, jadi
dengan kata lain kondisi beta yang tinggi menggambarkan
sensitivitas suatu sekuritas terhadap berbagai perubahan pasar.
Formula untuk mendapatkan E(R) dari suatu sekuritas menurut model
SML adalah:
E ( Ri )=Rf + βi(RM−R f )
dalam hal ini :
β i=σ i , M
σM2
Secara matematis, hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai:
k i= tingkat resiko aset bebas resiko + premi resiko sekuritas
= R f +β i[E ( RM )−R f ]
Dalam hal ini:
k i = tingkat return yang disyaratkan investor pada sekuritas iE(RM¿ = return portofolio pasar yang diharapkanβ i = koefisien beta sekuritas iR f = tingkat return bebas risiko
Bahwa untuk membentuk suatu garis security market line (SML)
dibuuhkan 3 (tiga) variabel berikut ini, yaitu:
a) Variabel return bebas resiko
b) Variabel beta atau besarnya beta untuk masing-masing sekuritas
c) Variabel tingkat diharapkan oleh investor atau return market, dimana
ini diwakili oleh indeks pasar
Namun bagi para investor perlu mengingat bahwa kondisi pasar tidak
selalu berada dalam kondisi yang diharapkan (actual return). Pada kondisi seperti
itu maka sekuritas tersebut artinya tidak berada pada posisi garis SML yang
disebabkan sekuritas-sekuritas tersebut overvalued atau bahkan undervalued,
artinya:
(a) Overvalued adalah tingkat return yang diinginkan investor lebih
rendah dari return yang diinginkan investor, atau menggambarkan
suatu sekuritas yang harga paarnya (market price) terlalu tinggi
dibandingkan dengan harga wajarnya (offer stock).
βX βY
X
Y
Z
RF
E (RX’)
E (RX)
E (RY’)
E (RY)
Beta
Expected (required)
return
(b) Undervalued adalah kondisi dimana harga sekuritas tersebut lebih
rendah dari pada harga sekuritas pasar atau harga wajar, kondisi
saham undervalue akan berpeluang untuk turun, maka pada saat
harga saham tersebut turun investor akan membeli dan menahannya
untuk kemudian pada saat naik ia akan menjualnya kembali. Pada
undervalue sekuritasnya yang ekspektasi alphanya positif.
2.3 Beta Saham dan Beta Portofolio
Market model bisa diestimasi dengan meregres return sekuritas yang
akan dinilai dengan return indeks pasar. Regresi tersebut akan menghasilkan nilai:
1. α i (ukuran return sekuritas i yang tidak terkait dengan return pasar)
2. β i (peningkatan return yang diharapkan pada sekuritas i untuk setiap
kenaikan return pasar sebesar 1%)
Untuk mengestimasi besarnya koefisien beta, digunakan market model
berikut:
Ri=αi+β i RM+e i
Dalam hal ini:
Ri = return sekuritas iRM = return indeks pasarα i = intersepβ i = slopeε i = random residual eror
Faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan estimasi beta:
1. Estimasi beta tersebut menggunakan data historis. Hal ini secara
implisit berarti bahwa kita menganggap apa yang terjadi pada beta
masa lalu, akan sama dengan apa yang terjadi pada beta masa datang.
2. Garis karakteristik dapat dibentuk oleh berbagai observasi dan
periode waktu yang berbeda, dan tidak ada satu pun periode dan
observasi yang dianggap tepat. Dengan demikian, estimasi beta untuk
satu sekuritas dapat berbeda karena observasi dan periode waktunya
yang digunakan berbeda.
3. Nilai α dan β yang diperoleh dari hasil regresi tersebut tidak terlepas
dari adanya error, sehingga bisa jadi estimasi beta tidak akurat karena
α dan β tidak menunjukkan nilai yang sebenarnya.
2.4 Resiko Sistematis dan Non Sistematis
Bila seorang individu maupun perusahaan melakukan investasi maka
akan dihadapkan pada risiko. Dalam konteks portofolio risiko dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1. risiko sistematis (systematic risk)
2. risiko tidak sistematis (unsystematic risk)
Risiko sistematis (systematic risk) merupakan risiko yang tidak dapat
dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini
dipengaruhi oleh faktor – faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara
keseluruhan. Misalnya adanya perubahan tingkat suku bunga, kurs valas,
kebijakan pemerintah. Sehingga sifatnya umum dan berlaku bagi semua saham
dalam bursa saham yang bersangkutan. Risiko ini juga disebut undiversifiable
risk.
Risiko tidak sistematis (unsystematic risk) merupakan risiko yang dapat
dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam
satu perusahaan atau industri tertentu. Fluktusi risiko ini besarnya berbeda – beda
antara satu saham dengan saham lainnya. Karena perbedaan itulah maka masing –
masing saham memiliki tingkat sensitifitas yang berbeda terhadap setiap
perubahan pasar. Misalnya struktur modal, struktur assets, tingkat likuiditas,
tingkat keuntungan. Risiko ini juga disebut divesifiable risk.
Ada beberapa jenis risiko investasi yang mungkin timbul dan perlu
dipertimbangkan dalam membuat keputusan investasi. Menurut Halim (2003: 47),
risiko tersebut adalah sebagai berikut:
1. risiko bisnis (business risk), merupakan risiko yang timbul akibat
menurunnya profitabilitas perusahaan emiten.
2. risiko likuiditas (liquidity risk), risiko ini berkaitan dengan
kemampuan saham yang bersangkutan untuk dapat segera
diperjualbelikan tanpa mengalami kerugian yang berarti.
3. risiko tingkat bunga (interest rate risk), merupakan risiko yang timbul
akibat perubahan tingkat bunga yang berlaku di pasar. Biasanya risiko
ini berjalan berlawanan dengan harga-harga instrumen pasar modal.
4. risiko pasar (market risk), merupakan risiko yang timbul akibat
kondisi perekonomian negara yang berubah-ubah yang dipengaruhi
oleh resesi dan kondisi perekonomian lain. Ketika security market
index meningkat secara terus-menerus selama jangka waktu tertentu,
trend yang menaik ini disebut bull market. Sebaliknya, ketika security
market index menurun secara terus-menerus selama jangka waktu
tertentu, trend yang menurun ini disebut bear market. Dengan
kekuatan bull market dan bear market ini cenderung mempengaruhi
semua saham secara sistematis, sehingga imbalan pasar menjadi
berfluktuasi.
5. risiko daya beli (purchasing power-risk), merupakan risiko yang
timbul akibat pengaruh perubahan tingkat inflasi, di mana perubahan
ini akan menyebabkan berkurangnya daya beli uang yang
diinvestasikan maupun bunga yang diperoleh dari investasi. Sehingga
menyebabkan nilai riil pendapatan akan lebih kecil.
6. risiko mata uang (currency risk), merupakan risiko yang timbul akibat
pengaruh perubahan nilai tukar mata uang domestik (misalnya rupiah)
dengan mata uang negara lain (misalnya dollar Amerika).