appendicitis

44
BAB I PENDAHULUAN Apendicitis merupakan kasus gawat bedah abdomen yang tersering dan memerlukan tindakan bedah segera untuk menghindari komplikasi yang serius. Apendicitis akut yang terlambat ditangani akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderita. Untuk itu ketepatan diagnosa sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan tindakan. Ketepatan diagnosis tergantung dari kemampuan dokter melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Insiden apendicitis akut di Indonesia dilaporkan menempati urutan tertinggi diantara kasus-kasus kegawatan darurat, seperti juga halnya dinegara barat. Walaupun begitu diagnosis serta keputusan bedah masih cukup sulit ditegakkan. Pada beberapa keadaan apendicitis akut agak sulit didiagnosis, misalnya pada fase awal dari apendisits akut gejala dan tandanya masih sangat samar apalagi bila sudah diberi antibiotika. Dengan pemeriksaan yang cermat dan teliti resiko kesalahan diagnosis pada apendicitis akut sekitar 15-20%. Bahkan pada wanita kesalahan diagnosis ini mencapai 45-50%. Hal ini dapat disadari mengingat 1

Upload: marini-lumban-gaol

Post on 02-Jul-2015

3.793 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Appendicitis

BAB I

PENDAHULUAN

Apendicitis merupakan kasus gawat bedah abdomen yang tersering dan

memerlukan tindakan bedah segera untuk menghindari komplikasi yang serius.

Apendicitis akut yang terlambat ditangani akan meningkatkan morbiditas dan

mortalitas penderita. Untuk itu ketepatan diagnosa sangat dibutuhkan dalam

pengambilan keputusan tindakan. Ketepatan diagnosis tergantung dari

kemampuan dokter melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium.

Insiden apendicitis akut di Indonesia dilaporkan menempati urutan

tertinggi diantara kasus-kasus kegawatan darurat, seperti juga halnya dinegara

barat. Walaupun begitu diagnosis serta keputusan bedah masih cukup sulit

ditegakkan. Pada beberapa keadaan apendicitis akut agak sulit didiagnosis,

misalnya pada fase awal dari apendisits akut gejala dan tandanya masih sangat

samar apalagi bila sudah diberi antibiotika. Dengan pemeriksaan yang cermat dan

teliti resiko kesalahan diagnosis pada apendicitis akut sekitar 15-20%. Bahkan

pada wanita kesalahan diagnosis ini mencapai 45-50%. Hal ini dapat disadari

mengingat wanita terutama yang masih sangat muda sering timbul gangguan yang

mirip apendicitis akut.

Upaya mempertajam diagnosis sudah banyak dilakukan, antara lain

dengan menggunakan sarana diagnosis penunjang seperti: Foto Polos Abdomen,

Pemeriksaan Barium Enema, Laparoskopi dan Ultrasonografi.

Mengingat masalah diatas maka perlu diketahui tanda, gejala, pemeriksaan

laboratorium sederhana mana yang berperan secara bermakna dalam

mendiagnosis apendicitis akut, serta berapa akurasi, sensitifitas dan spesifitas dari

tanda, gejala dan pemeriksaan laboratorium sederhana tersebut dan untuk

memudahkan dokter dalam mengambil keputusan.

1

Page 2: Appendicitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Dan Fisiologi Appendiks

Apendiks (appendiks vermiformis) merupakan organ yang berbentuk

tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan

berpangkal di caecum. Pada posisi yang lazim, apendiks terletak pada regio

abdomen kanan bawah di titik McBurney. Titik McBurney dicari dengan

menarik garis dari spina iliaca anterior superior (SIAS) kanan ke umbilicus.

Titik sepertiga lateral garis ini merupakan tempat pangkal apendiks. Dasar

apendiks muncul dari sisi posteromedial caecum dimana tiga taenia coli

bertemu.1

Menurut Helmut (1988) Posisi apendiks  sangat  bervariasi,  sehingga 

kemungkinan sulit  untuk   menentukan   posisi  normal  apendiks. Macam –

macam posisi apendiks :

1. Posisi  retrocecal   kira-kira 65%.

2. Posisi pelvic apendiks   tergantung  menyilang   linea  terminal  masuk 

kepelvis  minor, tipe desenden 31 %.

3. Posisi paracolica apendiks  terletak horizontal di belakang sekum 2%.

4. Posisi preileal apendiks didepan ujung akir ileum 1%.

5. Posisi post ileal appendiks dibelakang ujung akir ileum 1%.

2

Page 3: Appendicitis

Gambar 2.1 : posisi appendiks  (Helmut Leonhardt 1988)

Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu

memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada

panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya apendiks

terletak retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, dibelakang colon ascenden

atau ditepi lateral colon ascenden. Gejala apendiks tergantung dari letak

apendiksnya.1

Gambar 1. Anatomi Appendiks 2,3

1

Appendiks dipersarafi oleh persarafan parasimpatis yang berasal dari

cabang N. Vagus dan persarafan simpatis yang berasal dari N. Thoracalis X.

Vaskularisasi appendiks berasal dari A. Appendicularis yang merupakan

arteri tanpa kolateral, sehingga jika arteri ini tersumbat, appendiks akan

mengalami ganggren.1

3

Page 4: Appendicitis

Appendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir ini

normalnya dicurahkan ke dalam lumen lalu mengalir ke dalam caecum.

Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampakya berperan dalam

terjadinya appendicitis.1

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated

Lymphoid Tissue) di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks adalah

IgA, yang berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi.1

B. Definisi Dan Epidemiologi Appendicitis

Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis dan

merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan.

Appendicitis menyerang 7-9% dari keseluruhan populasi di Amerika Serikat

dan paling sering ditemukan pada umur 10-19 tahun walaupun secara jelas

dapat juga terlihat baik pada pasien yang lebih muda maupun yang lebih tua.

Insiden appendicitis di Amerika Serikat sekitar 1,1 kasus setiap 1000 orang

per tahun. Terdapat faktor predisposisi dari keluarga. Insiden dari appendicitis

adalah lebih rendah pada negara dengan budaya konsumsi makanan tinggi

serat. Serat makanan dianggap mengurangi kekentalan feses, mengurangi

bowel transit time dan mengurangi pembentukan fekalit, yang dapat

menyebabkan obstruksi lumen apendiks.4

Secara umum insiden dari appendicitis sekitar 1,4 kali lebih besar pada

laki-laki dibandingkan perempuan. Insiden dari appendektomi primer

diperkirakan sama besar pada kedua jenis kelamin ini. Insiden dari

appendicitis meningkat bertahap sesuai pertambahan umur, puncaknya pada

akhir usia belasan tahun, dan secara bertahap menurun pada usia tua. Nilai

median pada usia saat appendektomi adalah 22 tahun. Walaupun jarang,

appendicitis pada neonatus dan bahkan pada prenatal tetap ditemukan.4

Keseluruhan angka kematian dari appendicitis yang berkisar antara 0,2-

0,8% lebih banyak diakibatkan oleh komplikasi dari penyakit itu sendiri

daripada intervensi bedah. Angka kematian meningkat diatas 20% pada

4

Page 5: Appendicitis

pasien yang usianya lebih dari 70 tahun, biasanya disebabkan keterlambatan

diagnosis dan terapi. Angka perforasi lebih tinggi pada pasien kurang dari 18

tahun dan lebih dari 50 tahun, kemungkinan akibat dari keterlambatan

diagnosis. Perforasi dari apendiks berhubungan dengan peningkatan yang

mencolok pada angka kematian dan kesakitan akibat appendicitis.4

C. Etiologi Appendicitis

a. Peranan Lingkungan diet dan higiene

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya

appendicitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat

sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora

normal kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendicitis.

Diet memainkan peran utama pada pembentukan sifat feses, yang mana

penting pada pembentukan fekalit. Kejadian appendicitis jarang di negara

yang sedang berkembang, dimana diet dengan tinggi serat dan konsistensi

feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma kolon adalah

penyakit yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan

menghasilkan feses dengan konsistensi keras.6

b. Peranan Obstruksi

Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam

appendicitis akut. Fekalit merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen

apendiks pada 20% anak-anak dengan appendicitis, terjadinya fekalit

berhubungan dengan diet rendah serat. Frekuensi obstruksi meningkat

sesuai dengan derajat proses inflamasi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus

appendicitis sederhana (simpel), sedangkan pada appendicitis akut dengan

gangren tanpa ruptur terdapat 65% dan appendicitis akut dengan gangren

disertai ruptur terdapat 90% .6

Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks akan

mengalami edema dan hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di

5

Page 6: Appendicitis

sistem gastrointestinal atau sistem respiratorius, yang akan menyebabkan

obstruksi lumen apendiks. Megakolon kongenital terjadi obstruksi pada

kolon bagian distal yang diteruskan ke dalam lumen apendiks dan hal ini

merupakan salah satu alasan terjadinya appendicitis pada neonatus.6

Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendicitis adalah

erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Entamoeba hystolityca dan

benda asing mungkin tersangkut di apendiks untuk jangka waktu yang

lama tanpa menimbulkan gejala, namun cukup untuk menimbulkan risiko

terjadinya perforasi.6

Secara patogenesis faktor terpenting terjadinya appendicitis adalah

adanya obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit.

Sekresi mukosa yang terkumpul selama adanya obstruksi lumen apendiks

menyebabkan distensi lumen akut sehingga akan terjadi kenaikkan tekanan

intraluminer dan sebagai akibatnya terjadi obstruksi arterial serta iskemia.

Akibat dari keadaan tersebut akan terjadi ulserasi mukosa sampai

kerusakan seluruh lapisan dinding apendiks, lebih lanjut akan terjadi

perpindahan kuman dari lumen masuk kedalam submukosa. Dengan

adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan bereaksi berupa

peradangan supurativa yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari dinding

yang masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan

intraluminer akan semakin meningkat, sehingga desakan pada dinding

apendiks akan bertambah besar menyebabkan gangguan pada sistem vasa

dinding apendiks. Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa limfatika,

kemudian vena dan terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema

dan iskemia dari apendiks, infark seterusnya melanjut menjadi gangren.

Keadaan ini akan terus berlanjut dimana dinding apendiks akan mengalami

perforasi, sehingga pus akan tercurah kedalam rongga peritoneum dengan

akibat terjadinya peradangan pada peritoneum parietale. Hasil akhir dari

proses peradangan tersebut sangat tergantung dari kemampuan organ dan

omentum untuk mengatasi infeksi tersebut, jika infeksi tersebut tidak bisa

diatasi akan terjadi peritonitis umum. Pada anak-anak omentum belum

6

Page 7: Appendicitis

berkembang dengan sempurna, sehingga kurang efektif untuk mengatasi

infeksi, hal ini akan mengakibatkan apendiks cepat mengalami

komplikasi.6

c. Peranan Flora Bakterial

Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya

beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat

dalam appendicitis sama dengan penyakit kolon lainnya. Penemuan kultur

dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap appendicitis sederhana.

Pada tahap appendicitis supurativa, bakteri aerobik terutama Escherichia

coli banyak ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme,

termasuk Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat

ditemukan. Bakteri aerobik yang paling banyak dijumpai adalah E. coli.

Sebagian besar penderita apendicitis gangrenosa atau appendicitis

perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobik terutama Bacteroides

fragilis.6

D. Patogenesis Dan Kriteria Makroskopik Appendicitis

Dalam patogenesisnya, terdapat dua faktor yang memegang peranan

penting yaitu obstruksi dan infeksi. Setelah terjadi obstruksi lumen

apendiks vermiformis akan terbendung. Sekret yang terus menerus

dikeluarkan ini akan menyebabkan apendiks vermiformis teregang. Akibat

regangan tersebut terjadi tekanan terhadap pembuluh darah sehingga

dinding apendiks vermiformis menjadi edema. Karena edema ini resistensi

selaput lendir berkurang, terjadi ulserasi juga terjadi invasi dan

multiplikasi bakteri pada dinding apendiks vermiformis. Bakteri ini akan

menembus mukosa, submukosa dan muskularis yang akan menimbulkan

edema, gangguan vaskular dan hiperplasia dari folikel limfoid. Pada

akhirnya dapat terjadi trombosis pada aliran vena dengan nekrosis dan

perforasi.

Pada fase-fase awal dari apendicitis akut, apendiks vermiformis tampak

edema yang terjadi selain karena tekanan terhadap pembuluh-pembuluh

7

Page 8: Appendicitis

juga karena banyak terdapatnya cairan yang meninggalkan kapiler dan

masuk kedalam jaringan. Hal ini terjadi karena permeabilitas kapiler yang

meningkat. Cairan dari kapiler ini mengandung molekul-molekul protein

seperti albumin, globulin, dan fibrinogen. Selain edema, apendiks

vermiformis tampak tegang dan terdapat eksudasi netrofil pada mukosa,

submukosa. Biasanya keterlibatan mukosa yang paling menonjol. Pada

tahap ini pembuluh darah subserosa menjadi kongesti dan mengandung

netrofil matang. Kongesti ini terjadi karena vaskular-mikro jaringan

melebar yang berisi darah terbendung. Netrofil tersebut kemudian akan

migrasi ke perivaskular. Reaksi ini akan mengubah serosa yang mengkilat

menjadi suram dan tampak hiperemi. Penampakan makroskopik ini

dikenal sebagai apendicitis akut tahap awal (apendicitis akut mukosa)

Pada fase awal dari apendicitis dapat terjadi penyembuhan, apendiks

vermiformis jarang sekali kembali pada keadaan semula. Biasanya timbul

jaringan fibrotik terutama pada daerah mukosa. Resiko terjadinya serangan

ulangan kurang lebih 10% dalam waktu 6 bulan dan kurang lebih 50%

dalam 5 tahun. Beberapa kasus sembuh secara inkomplit, sel

polimorfonuklear diganti dengan mononuklear dan juga terdapat fibrosis

pada dinding apendiks vermiformis, terjadilah apendicitis kronis.

Pada tahap selanjutnya eksudasi netrofil pada dinding apendiks

vermiformis semakin banyak terutama lekosit polimorfonuklear sampai

pada lapisan muskularis. Keadaan ini disebut apendicitis akut flegmonosa.

Pada apendicitis akut flegmonosa bisa terdapat fokus-fokus purulen dan

nekrosis pada mukosa yang disebut sebagai apendicitis akut nekrotikans.

Dengan bertambah buruknya reaksi inflamasi akan terbentuk abses pada

dinding, pus dalam lumen serta terjadi ulserasi. Pada tahap ini lapisan

serosa biasanya dilapisi oleh eksudat fibrin purulen dan tahap ini disebut

apendicitis akut purulenta.

Kelanjutan dari reaksi ini adalah apendiks vermiformis tampak lebih

merah akibat hiperemi yang berlebihan dan edema dengan tanda-tanda

perdarahan dibawah lapisan serosa. Dari luar juga tampak eksudat

8

Page 9: Appendicitis

bercampur fibrin dan mesoapendiks yang membengkak. Rongga apendiks

vermiformis juga mengandung pus berwarna merah karena perdarahan.

Bersamaan dengan itu terjadi gangren yang berwarna kehitaman karena

nekrosis sepanjang dinding sampai lapisan serosa. Tahap ini disebut

apendicitis akut gangrenosa dan merupakan keadaan yang dapat berlanjut

menjadi ruptur pada apendiks vermiformis.

Pada tahap selanjutnya terjadi apendicitis perforata bila apendiks

vermiformis telah ruptur dan pus yang terdapat didalam lumen apendiks

vermiformis dapat keluar menyebar ke organ-organ lain maupun di dalam

fossa apendiks vermiformis yang dapat mengakibatkan peritonitis.

E. Gejala Klinis Apendicitis

Gejala awal yang merupakan gejala klasik apendicitis adalah nyeri

samar-samar dan tumpul di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau

periumbilikus. Keluhan ini sering disertai rasa mual dan kadang ada muntah.

Pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri

akan berpindah ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri

terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik

setempat. Namun terkadang tidak dirasakan nyeri di daerah epigastrium,

tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat

pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah

terjadinya perforasi. Bila terdapat rangsangan peritoneum, biasanya penderita

mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Appendicitis juga dapat disertai

dengan demam ringan, dengan suhu sekitar 37,5 -38,5o C. 1,3

Timbulnya gejala peradangan apendiks tergantung dari letak

apendiksnya. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang

sekum (terlindung oleh caecum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu

jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut

kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,

bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya

9

Page 10: Appendicitis

kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal. Bila apendiks terletak di

rongga pelvis dan terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul

gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat,

pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika

apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi

peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya.1,3

Pada beberapa keadaan, appendicitis agak sulit didiagnosis sehingga

tidak ditangani tepat pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya pada

orang berusia lanjut yang gejalanya sering samar-samar saja sehingga sering

baru dapat didiagnosis setelah perforasi. Pada wanita hamil dengan usia

kehamilan trimester pertama, gejala apendicitis berupa nyeri perut, mual, dan

muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan

usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke

kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi

lebih ke regio lumbal kanan.1,3

F. Diagnosis Appendicitis

Diagnosis klinis dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan

pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi). Bila diperlukan

dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium,

Foto polos abdomen, USG ataupun CT-Scan, dan sebagainya. 1,7

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : Pada appendicitis akut biasanya ditemukan distensi perut.

Palpasi : pada regio iliaka kanan (pada titik Mc Burney) apabila ditekan

akan terasa nyeri (nyeri tekan Mc Burney) dan bila tekanan dilepas juga 10

Page 11: Appendicitis

akan terasa nyeri (nyeri lepas Mc Burney). Defans muscular

menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut

kanan bawah (Nyeri tekan merupakan kunci diagnosis dari appendicitis).

Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan

bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan

di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan

bawah yang disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Khusus untuk

appendicitis kronis tipe Reccurent/Interval Appendicitis terdapat nyeri di

titik Mc Burney tetapi tidak ada defans muscular sedangkan untuk yang

tipe Reccurent Appendicular Colic ditemukan nyeri tekan di apendiks. 1,7

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini dilakukan

untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan

dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan

atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila

appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan

tersebut akan menimbulkan nyeri. 1,7

Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang,

kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul

kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang

akan menimbulkan nyeri pada apendicitis pelvika. 1,7

Pemeriksaan colok dubur : Jika daerah infeksi dapat dicapai saat

dilakukan pemeriksaan ini, akan memberikan rasa nyeri pada arah jam 9

11

Page 12: Appendicitis

sampai jam 12. Maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak

didaerah pelvis. Pada appendicitis pelvika kunci diagnosis adalah nyeri

terbatas pada saat dilakukan colok dubur. 1,7

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis

klinis appendicitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus.

Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki.

Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda

sering mengalami gangguan yang mirip appendicitis. Keluhan itu berasal dari

genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit

ginekologik lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis appendicitis

meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan

pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya.

Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada

kasus yang meragukan.6,7

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk

menilai awal keluhan nyeri kuadran kanan bawah dalam menegakkan

diagnosis apenddicitis akut. Pada pasien dengan apendicitis akut, 70-

90% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat,

walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik. Penyakit infeksi pada

12

Page 13: Appendicitis

pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laborotorium

yang terkadang sulit dibedakan dengan appendicitis akut Pemeriksaan

laboratorium merupakan alat bantu diagnosis. Pada dasarnya inflamasi

merupakan reaksi lokal dari jaringan hidup terhadap suatu jejas. Reaksi

tersebut meliputi reaksi vaskuler, neurologik, humoral dan seluler. Pada

anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik

apenddicitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya

lekositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis

menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%. Jika jumlah lekosit lebih

dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis.

Pada metode lain dikatakan penderita appendicitis akut bila ditemukan

jumlah lekosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi perforasi atau

peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-30.000/mm3. Ada juga metode

yang menyatakan bahwa kombinasi antara kenaikan angka lekosit dan

granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan diagnosa

appendicitis akut. 6,7

Tes laboratorium untuk appendicitis bersifat kurang spesifik,

sehingga hasilnya juga kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi

penegakkan diagnosa. Jumlah lekosit untuk appendisitis akut adalah

>10.000/mm3 dengan pergeseran kekiri pada hemogramnya (>70%

netrofil). Sehingga gambaran lekositosis dengan peningkatan granulosit

dipakai sebagai pedoman untuk appendicitis akut. Kontroversinya

adalah beberapa penderita dengan appendicitis acut, memiliki jumlah

lekosit dan granulosit tetap normal.3,6,7

Marker inflamasi lain yang dapat digunakan dalam diagnosis

apenddicitis akut adalah C-reactive protein (CRP). Petanda respon

inflamasi akut (acute phase response) dengan menggunakan CPR telah

secara luas digunakan di negara maju. Pada appendicitis ditemukan

kadar CRP yang meningkat yaitu > 1 mg/dl. Nilai senstifitas dan

spesifisits CRP cukup tinggi, yaitu 80-90% dan lebih dari 90%.

13

Page 14: Appendicitis

Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak

memerlukan waktu yang lama (5 -10 menit), dan murah. 3,6

Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan

menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen.

Urinalisa sangat penting pada anak dengan keluhan nyeri abdomen

untuk menentukan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran

kencing. Apendiks yang mengalami inflamasi akut dan menempel pada

ureter atau vesika urinaria, pada pemeriksaan urinalisis ditemukan

jumlah sel lekosit 10-15 sel/lapangan pandang. 6

2. Foto Polos abdomen

Pada apendicitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak

membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah

kanan bawah yang sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini

ditemukan pada 20% kasus. Kalau peradangan lebih luas dan

membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan bawah akan kolaps.

Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada daerah

kanan bawah abdomen kosong dari udara. Gambaran udara seakan-

akan terdorong ke pihak lain. Proses peradangan pada fossa iliaka

kanan akan menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke

kanan. Gambaran ini tampak pada penderita appendicitis akut. Bila

sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan tampak

udara bebas di bawah diafragma. Kadang-kadang udara begitu sedikit

sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya. Untuk appendicitis

kronis dapat dilakukan apendikogram, dimana hasil positif bisa berupa

Filling defect, Non Filling defect, Parsial, Irreguler, mouse tail. 6

Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan

kantong-kantong pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak

merata dan usus-usus yang sebagian distensi dan mungkin tampak

cairan bebas, gambaran lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan

psoas shadow. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat

14

Page 15: Appendicitis

pada beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level)

yang menunjukkan adanya obstruksi. Foto x-ray abdomen dapat

mendeteksi adanya fecalith (kotoran yang mengeras dan terkalsifikasi,

berukuran sebesar kacang polong yang menyumbat pembukaan

apendiks) yang dapat menyebabkan appendicitis. Ini biasanya terjadi

pada anak-anak. Foto polos abdomen supine pada abses appendik

kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air fluid level pada

posisi berdiri/LLD (decubitus), kalsifikasi bercak rim-like (melingkar)

sekitar perifer mukokel yang asalnya dari apendiks. Pada appendicitis

akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari

appendikolit: kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis. 6

Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya

digunakan pada kasus-kasus menahun. Pemeriksaan radiologi dengan

barium enema dapat menentukan penyakit lain yang menyertai

appendicitis. Barium enema adalah suatu pemeriksaan x-ray dimana

barium cair dimasukkan ke kolon dari anus untuk memenuhi kolon.

Tes ini dapat seketika menggambarkan keadaan kolon di sekitar

apendiks dimana peradangan yang terjadi juga didapatkan pada kolon.

Impresi ireguler pada basis sekum karena edema (infiltrasi sehubungan

dengan gagalnya barium memasuki apendiks (20% tak terisi).

Terisinya sebagian dengan distorsi bentuk kalibernya tanda

appendicitis akut, terutama bila ada impresi sekum. Sebaliknya lumen

apendiks yang paten menyingkirkan diagnosa appendicitis akut. Bila

barium mengisi ujung apendiks yang bundar dan ada kompresi dari

luar yang besar di basis sekum yang berhubungan dengan tak terisinya

apendiks tanda abses apendiks. Barium enema juga dapat

menyingkirkan masalah-masalah intestinal lainnya yang menyerupai

apendiks, misalnya penyakit Chron, inverted appendicel stump,

intususepsi, neoplasma benigna/maligna. 3,6

3. Ultrasonografi

15

Page 16: Appendicitis

Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis

appendicitis akut maupun appendicitis dengan abses. Untuk dapat

mendiagnosis appendicitis akut diperlukan keahlian, ketelitian, dan

sedikit penekanan transduser pada abdomen. Apendiks yang normal

jarang tampak dengan pemeriksaan ini. Apendiks yang meradang

tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada

peristaltik pada penampakan longitudinal, dan gambaran target pada

penampakan transversal. Keadaan awal appendicitis akut ditandai

dengan perbedaan densitas pada lapisan apendiks, lumen yang utuh,

dan diameter 9 – 11 mm. Keadaan apendiks supurasi atau gangren

ditandai dengan distensi lumen oleh cairan, penebalan dinding

apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks perforasi

ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas

intraperitonial, dan abses tunggal atau multipel. 6

Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan

kemampuan pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 –

94%, dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92%.

Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) pada appendicitis akut,

ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih

dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm dan

pengumpulan cairan perisekal. Apabila apendiks mengalami ruptur

atau perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara

maka abses apendiks dapat diidentifikasi. 6

USG dapat mengidentifikasi appendik yang membesar atau abses.

Walaupun begitu, appendik hanya dapat dilihat pada 50% pasien

selama terjadinya appendicitis. Oleh karena itu, dengan tidak

terlihatnya apendiks selama USG tidak menyingkirkan adanya

appendicitis. USG juga berguna pada wanita sebab dapat

menyingkirkan adanya kondisi yang melibatkan organ ovarium, tuba

falopi dan uterus yang gejalanya menyerupai appendicitis. Hasil USG

dapat dikatagorikan menjadi normal, non spesifik, kemungkinan

16

Page 17: Appendicitis

penyakit kelainan lain, atau kemungkinan appendik. Hasil USG yang

tidak spesifik meliputi adanya dilatasi usus, udara bebas, atau ileus.

Hasil USG dikatakan kemungkinan appaendik jika ada pernyataan

curiga atau jika ditemukan dilatasi appendik di daerah fossa iliaka

kanan, atau dimana USG di konfirmasikan dengan gejala klinik dimana

kecurigaan appendicitis. 6,7

“Ultrasonogram showing longitudinal section (arrows) of inflamed appendix”

4. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)

Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan

pemeriksaan ini. Gambaran penebalan dinding apendiks dengan

jaringan lunak sekitar yang melekat, mendukung keadaan apendiks

yang meradang. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang

tinggi yaitu 90–100% dan 96–97%, serta akurasi 94–100%. CT-Scan

sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon.

Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat

berguna untuk mendiagnosis appendicitis dan abses periappendikular

sekaligus menyingkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan

pelvis yang menyerupai appendicitis.6,7

17

CT-Scan showing enlarged and inflamed appendix (A) extending from the cecum (C).

CT- scan showing cross-section of inflamed appendix(A) with appendicolith (a).

Page 18: Appendicitis

5. Laparoskopi (Laparoscopy)

Meskipun laparoskopi mulai ada sejak awal abad 20, namun

penggunaanya untuk kelainan intraabdominal baru berkembang sejak

tahun 1970-an. Dibidang bedah, laparoskopi dapat berfungsi sebagai

alat diagnostik dan terapi. Disamping dapat mendiagnosis apendicitis

secara langsung, laparoskopi juga dapat digunakan untuk melihat

keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat bermanfaat

terutama pada pasien wanita. Pada appendicitis akut laparoskopi

diagnostik biasanya dilanjutkan dengan apendektomi laparoskopi.6,7

6. Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard)

untuk diagnosis appendicitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat

mengenai gambaran histopatologi appendicitis akut. Perbedaan ini

didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran

histopatologi appendicitis akut secara universal dan tidak ada

gambaran histopatologi apendicitis akut pada orang yang tidak

dilakukan operasi. Dari hasil penelitian variasi diagnosis histopatologi

appendisitis akut diperoleh kesimpulan bahwa diperlukan adanya

komunikasi antara ahli patologi dan antara ahli patologi dengan ahli

bedahnya. 6

Definisi histopatologi appendicitis akut:

1. Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di

lapisan epitel.

2. Abses pada kripte dengan sel granulosit di lapisan epitel.

3. Sel granulosit dalam lumen apendiks dengan infiltrasi ke dalam

lapisan epitel.

4. Sel granulosit di atas lapisan serosa apendiks dengan abses

apendikuler, dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa.

18

Page 19: Appendicitis

5. Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses

mukosa dan keterlibatan lapisan mukosa, bukan appendicitis akut

tetapi periappendicitis.

Sistem skor Alvarado

Diagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya

berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi

antara  anak, orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk

mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah

pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka apendektomi negatif

sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30% (Ramachandran, 1996).

Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis

ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara

untuk menurunkan insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah

dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring

sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif

(Seleem; Amri dan Bermansyah, 1997). Alfredo Alvarado tahun 1986

membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua

temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi

dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor

Alvarado ini menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia,

nausea dan atau vomitus,  nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah,

nyeri lepas tekan, temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis dan netrofil

lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan lekositosis

mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai

1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 10 (Alvarado,

1986; Rice, 1999).

Skor Alvarado

Faktor Risiko Skoring

~ migrasi nyeri 1

19

Page 20: Appendicitis

~ nausea dan vomitus 1

~ anoreksia 1

Tanda

~ nyeri kuadran kanan bawah 2

~ nyeri lepas tekan 1

~ temperatur > 37,20C 1

Laboratorium

~ angka lekosit > 10.000 2

~ persentase netrofil > 75% 1

Total Skor 10

Nilai :

< 4 kronis

4 – 7 ragu-observasi

> 7   akut

Penelitian yang dilakukan oleh Amri dan Bermansyah (1997)

mengenai skor Alvarado pada diagnosis apendisitis akut dengan skor

pembatas (cut off point) 6, didapatkan sensitivitas: 90,90% dan

spesifisitas: 75,75% dengan akurasi diagnostik: 83,33%, Tranggono

(2000) melaporkan dengan memakai skor pembatas (cut off point) 7

didapatkan sensitivitas: 71,43% dan spesifisitas: 69,09% dengan akurasi

diagnostik 69,74%. Sedangkan Fenyo melaporkan sensitivitas: 90,20%

dan spesifisitas: 91,40%. Berdasarkan skoring terhadap faktor risiko yang

digunakan dalam sistem skor Alvarado seperti tertulis di atas maka dapat

diasumsikan bahwa semakin lengkap gejala, tanda dan pemeriksaan

laboratorium yang muncul atau keberadaannya positif maka skor Alvarado

akan semakin tinggi, mendekati 10, ini mengarahkan kepada apendisitis

20

Page 21: Appendicitis

akut atau apendisitis perforasi. Demikian pula sebaliknya jika semakin

tidak lengkap maka skor Alvarado semakin rendah, mendekati 1, ini

mengarahkan kepada apendisitis kronis atau bukan apendisitis.  Skor

Alvarado adalah sistem skoring yang didasarkan pada gejala dan tanda

klinis apendisitis akut, telah banyak dipergunakan. Pada tulisan aslinya,

Alvarado merekomendasikan untuk melakukan operasi pada semua pasien

dengan skor 7 atau lebih dan melakukan observasi untuk pasien dengan

skor 5 atau 6.

Andersson, dalam studi meta-analisis gejala klinis dan laboratorium

mendapatkan hasil bahwa riwayat nyeri berpindah (migration pain) dari

umbilikus dan reaksi peritoneal (nyeri tekan kanan bawah, nyeri

lepas/Rebound’s sign, Rovsing’s sign) adalah informasi diagnostik

apendisitis akut yang penting (Andersson, 2004)

G. DIAGNOSIS BANDING APPENDICITIS

Beberapa penyakit mempunyai tanda dan gejala yang menyerupai apendicitis

akut dan perlu dipertimbangkan sebagai diagnosa banding. Penyakit-penyakit

itu adalah:

1. Gastroenteritis

Pada penyakit ini ditemukan mual, muntah dan diare, gejala yang sama

akan ditunjukkan pada peradangan apendiks yang terletak pelvikal. Pada

anamnesis akan ditemukan mual muntah mendahului rasa sakit

(berlawanan dengan apendicitis akut) juga pada gastroenteritis sakit perut

lebih ringan. Panas dan lekositosis kurang menonjol jika dibandingkan

apendicitis akut. Pada pemeriksaan colok dubur apendicitis akut letak

pelvikal akan memberikan rasa nyeri, sedangkan gastroenteritis tidak.

2. Demam dengue

Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis, disini didapatkan hasil

tes positip untuk Rumpel Leede, trombositopeni dan hematokrit yang

meningkat.21

Page 22: Appendicitis

3. Limfadenitis mesenterika

Ditandai dengan rasa nyeri perut terutama kanan, disertai mual dan nyeri

tekan perut yang samar. Pada anamnesa akan ditemukan mual dan muntah

yang mendahului rasa sakit (pada apendicitis akut mual dan muntah

timbul setelah rasa sakit)

4. Gangguan genitalia wanita

Ovulasi dari ovarium kanan dapat memberikan rasa sakit yang mirip

dengan apendicitis akut. Pada anamnesa akan ditemukan keluhan nyeri

yang sama sebelumnya dan rasa nyeri akan berlangsung saat ovulasi

terjadi, yaitu sekitar 12-14 hari setelah haid pertama haid terakhir. Pada

ovulasi tanda radang tidak ada, dan nyeri biasanya menghilang kurang dari

dua hari.

5. Infeksi panggul

Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendicitis akut.

Temperatur biasanya lebih tinggi, dan nyeri lebih difus. Pada wanita

biasanya disertai dengan keputihan.

6. Kehamilan ektopik

Pada apendicitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik

uteri tidak seberapa nyata seperti yang ditemukan pada kehamilan

ektopik. Nyeri perut bagian bawah pada apendicitis terletak pada titik

McBurney.

7. Kista ovarium yang terpuntir

Nyeri timbul mendadak dengan intensitas yang tinggi serta teraba massa

dalam rongga pelvis, tidak ada demam.

8. Endometriosis eksterna

Nyeri didapatkan ditempat endometriosis berlangsung, nyeri pada saat

menstruasi karena darah tidak dapat keluar.

9. Gangguan traktus urinarius

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan

merupakan gambaran yang khas pada batu ureter atau batu ginjal kanan,

22

Page 23: Appendicitis

juga ditemukan eritrosuria. Pada pielonefritis sering disertai demam tinggi

menggigil, nyeri kostovertebral disebelah kanan dan piuria.

10. Penyakit lain

Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan diperut seperti

divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung,

kolesistisis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal,

perforasi kolon, demam tifoid abdominalis

H. Terapi Appendicitis

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah

apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan

apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau

perforasi. Insidensi apendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar

20%. Pada apendicitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah.

Appendektomi (Laparoskopi appendektomi dan open appendektomi)

o Cito akut, abses & perforasi

o Elektif kronik

Konservatif kemudian operasi elektif (Infiltrat) biasanya setelah 3

bulan konservatif baru dilakukan operasi

Bed rest total posisi Fowler (anti Trandelenburg)

Diet rendah serat

Antibiotika spektrum luas

23

Page 24: Appendicitis

Metronidazol

Monitor Infiltrat, tanda2 peritonitis (perforasi), suhu tiap 6 jam, LED,

bila baik mobilisasi pulang. 6,7

Penderita anak perlu cairan intravena untuk mengoreksi dehidrasi ringan.

Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung dan untuk

mengurangi bahaya muntah pada waktu induksi anestesi. Pada appendicitis

akut dengan komplikasi berupa peritonitis karena perforasi menuntut tindakan

yang lebih intensif, karena biasanya keadaan anak sudah sakit berat. Timbul

dehidrasi yang terjadi karena muntah, sekuestrasi cairan dalam rongga

abdomen dan febris. Anak memerlukan perawatan intensif sekurang-

kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan pembedahan. Pipa nasogastrik

dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi distensi abdomen

dan mencegah muntah. Kalau anak dalam keadaan syok hipovolemik maka

diberikan cairan ringer laktat 20 ml/kgBB dalam larutan glukosa 5% secara

intravena, kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai

indikasi. Setelah pemberian cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali

kebutuhan dan kekurangan cairan. Sebelum pembedahan, anak harus

memiliki urin output sebanyak 1 ml/kgBB/jam. Untuk menurunkan demam

diberikan acetaminophen suppositoria (60mg/tahun umur). Jika suhu di atas

380C pada saat masuk rumah sakit, kompres alkohol dan sedasi diindikasikan

untuk mengontrol demam. 6

Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua anak dengan

appendicitis, antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi

appendicitis. Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai

pembedahan. Antibiotika berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada

biakan kuman. Pemberian antibiotika untuk infeksi anaerob sangat berguna

untuk kasus-kasus perforasi appendicitis. Antibiotika diberikan selama 5 hari

setelah pembedahan atau melihat kondisi klinis penderita. Kombinasi

antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob dan anaerob spektrum luas

diberikan sebelum dan sesudah pembedahan. Kombinasi ampisilin

24

Page 25: Appendicitis

(100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin (40mg/kg) dalam dosis

terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan

menghilangkan komplikasi appendicitis perforasi. Metronidazol aktif

terhadap bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh

dan jaringan. Obat ini lebih murah dan dapat dijadikan pengganti

klindamisin.6

Open appendektomi ini merupakan prosedur yang sudah lama menjadi

standar untuk operasi apendicitis. Pada metode ini, ahli bedah melakukan

tindakan operasi dengan melakukan insisi pada perut kanan bawah, dengan

panjang luka kurang lebih 5 cm. Belakangan ini metode open appendektomi

yang menggunakan insisi Mc Burney ini sudah banyak ditinggalkan karena

luasnya insisi sehingga akan menimbulkan jaringan parut yang cukup luas

penyembuhan luka yang lama sehingga tidak baik untuk kosmetik. Pada

teknik laparoskopi appendektomi beberapa incisi kecil dibuat di abdomen

(biasanya 3 irisan). Pada salah satu incisi, laparoskopi dimasukkan.

Laparoskopi mempunyai lensa kecil (sebagai kamera) yang berhubungan

dengan monitor TV. Appendektomi dilakukan oleh ahli bedah sambil melihat

ke monitor TV. Instrumen kecil dimasukkan ke dalam incisi lainnya dan

digunakan untuk mengambil appendiks. 3,5,6,7

inflamed appendix removal by open surgery

25

Page 26: Appendicitis

Skema Appendektomi Laparoskopi. 3,5,6,7

I. Komplikasi Appendicitis

Luka infeksi

Obstruksi saluran cerna

Abses abdominal/pelvis

Stump appendicitis walaupun jarang terjadi, namun ada sekitar 36

kasus appendicitis yang dilaporkan berasal dari jaringan apendiks sisa

operasi appendektomi sebelumnya.

Peritonitis

Kematian (namun jarang). 6,9

J. Prognosis Appendicitis

Dengan diagnosis dan pembedahan yang cepat, tingkat mortalitas dan

morbiditas penyakit ini sangat kecil. Angka kematian lebih tinggi pada anak

dan orang tua. Apabila appendiks tidak diangkat, dapat terjadi serangan

berulang.5,9

26

Page 27: Appendicitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R dan de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:

EGC

2. Heller, Jacob L. 2008. Appendectomy - series: Normal anatomy. Retrieved

May 22, 2010, from Medline Plus:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100001_1.htm

3. Hackam, David. 2008. Appendicitis. Retrieved May 22, 2010, from Knol – A

Unit of Knowledge :

http://knol.google.com/k/dr-david-hackam/appendicitis/RNKGbbtd/Z1o0Yg

4. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acute. Retrieved May 22, 2010, from

eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview

5. Brunicardi, F.C., et al. 2007. Schwartz`s Principle of Surgery. USA : The Mc

Graw Hill Company.

6. Bedah Digestif. 2008. Apendicitis akut. Retrieved May 22, 2010, from Ilmu

Bedah UGM: http://bedahugm.net/Bedah-Digesti/Apendicitis-akut.html

7. Hardin, Mike. 1999. Acute Appendicitis Review and Update. Retrieved May

22, 2009, from American Academy of Family Physicians.:

http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.htm

8. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut Differential Diagnoses & Workup.

Retrieved May 22, 2010, from eMedicine :

http://emedicine.medscape.com/article/773895-diagnosis

9. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut - Follow-up. Retrieved May 22, 2010,

from eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup

27