aplikasi vaksinasi vibrio polivalen melalui pakan pada ikan kakap putih untuk peningkatan immunitas...

30
APLIKASI VAKSINASI Vibrio polivalen MELALUI PAKAN PADA IKAN KAKAP PUTIH UNTUK PENINGKATAN IMMUNITAS DAN LAJU PERTUMBUHAN LAPORAN AKHIR PEREKAYASAAN 2010 DISUSUN OLEH : ROMI NOVRIADI HARYONO MUH KADARI AHMAD DARMAWAN

Upload: romi-novriadi

Post on 27-Jul-2015

1.033 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

APLIKASI VAKSINASI Vibrio polivalen MELALUI PAKAN PADA IKAN KAKAP PUTIH UNTUK PENINGKATAN

IMMUNITAS DAN LAJU PERTUMBUHAN

LAPORAN AKHIR PEREKAYASAAN 2010

DISUSUN OLEH :

ROMI NOVRIADIHARYONO

MUH KADARIAHMAD DARMAWAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANANDIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

BALAI BUDIDAYA LAUT BATAM2010

Page 2: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

APLIKASI VAKSINASI Vibrio polivalen MELALUI PAKAN PADA IKAN KAKAP PUTIH UNTUK PENINGKATAN IMMUNITAS DAN LAJU

PERTUMBUHAN

Romi Novriadi*, Haryono , Muh kadari, dan Ahmad Darmawan Balai Budidaya Laut Batam

Jl. Barelang Raya Jembatan III, Pulau Setokok-BatamPO BOX 60 Sekupang, Batam – 29422

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Salah satu masalah yang cukup serius pada pemeliharaan Ikan kakap Putih khususnya pada fase pembesaran adalah infeksi penyakit yang disebabkan oleh bakteri vibrio. Penularannya dapat melalui air atau kontak langsung antar ikan dan menyebar sangat cepat pada ikan-ikan yang dipelihara dengan kepadatan tinggi. Bakteri Vibrio yang menginfeksi ikan kakap Putih selain menyebabkan ikan lemah, berwarna kusam kehitaman, juga mengakibatkan produksi lendir berlebihan.

Usaha pengendalian penyakit bakterial pada kegiatan budidaya ikan

Kakap Putih selama ini masih tertumpu pada penggunaan bahan kimia dan obat-obatan atau antibiotik. Namun demikian, penggunaan obat-obatan atau antibiotik secara terus menerus akan menimbulkan masalah, yaitu timbulnya resistensi bakteri, salah satu solusi yang dapat digunakan adalah pemberian vaksin. Vaksin yang digunakan pada perekayasaan ini adalah Vaksin Vibrio polivalen dan diberikan secara oral melalui pakan.

Hasil yang diperoleh selama 5 (lima) bulan masa perekayasaan, diketahui bahwa pemberian vaksin memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan ikan kontrol, dimana sintasan akhir untuk ikan uji adalah 92% dan kontrol 83%, sementara bobot akhir panjang dan berat rata-rata secara berurutan untuk ikan uji 35,1 cm dan 410 gr, ikan kontrol 32,8 cm dan 395 gr. pengamatan terhadap darah ikan yang diberi vaksin mampu meningkatkan respon imunitasnya berdasarkan pada peningkatan konsentrasi jumlah sel leukosit dan hematokrit.

Kata kunci : Kakap Putih, Vaksin, Vibrio

Page 3: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

I. Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Kebutuhan dan permintaan terhadap komoditas ikan secara global saat ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dan ini merupakan konsekuensi dari peningkatan jumlah penduduk serta adanya perubahan orientasi kebutuhan konsumsi masyarakat yang lebih mengarah kepada protein hewani yang lebih sehat, atau biasa disebut sebagai peralihan dari Red meat ke White meat . ikan menjadi sebuah alternatif makanan yang lebih sehat bila dibandingkan dengan banyaknya bahan kimia yang digunakan untuk membudidayakan hewan ternak lainnya. Dengan adanya trend orintasi seperti itu, maka jika kita terlalu mengandalkan kepada jumlah tangkapan ikan, kecenderungan yang ada saat ini adalah terjadinya grafik penurunan daya tangkap ikan dimana Salah satu penyebabnya adalah kondisi Overfishing di beberapa titik wilayah perairan Indonesia, yang artinya daerah tersebut telah mengalami beban penangkapan ikan yang melebihi kapasitas daya tangkap sebenarnya. Daerah-daerah di Indonesia yang saat ini telah mengalami keadaan Overfishing tersebut umumnya berada pada hampir seluruh perairan Barat Indonesia, kecuali bagian barat Sumatera dan selatan Jawa.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka pengembangan budidaya ikan laut merupakan alternatif yang cukup memberikan harapan bagi ketersediaan pangan untuk masyarakat. Hal ini juga didukung dengan potensi alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, bahkan Negara kita saat ini tercatat sebagai Negara dengan garis pantai terpanjang ke-2 didunia dengan panjang garis pantai 81.000 km serta potensi penduduk yang notabene secara turun temurun telah terbiasa dengan budaya laut dan pantai dengan segala lika-liku pengelolaannya. Kegiatan budidaya laut dan pantai di masa yang akan datang diprediksi akan memegang peranan penting sebagai tumpuan penyedia sumber pakan hewani sebagai dampak produksi penangkapan yang terus menurun.

Bila dikaitkan dengan kondisi wilayah Kota Batam khususnya, Dengan luas wilayah yang dimiliki secara keseluruhan termasuk bila disatukan dengan daerah Kepulauan Rempang, Galang serta pulau-pulau sekitarnya yang mencapai 715 Km2 (71.500 Ha) atau sama dengan 115% Luas Singapura dimana sebahagian besar wilayah tersebut merupakan wilayah perairan, maka daerah ini (baca: Batam) sangatlah potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sentra pengembangan budidaya perikanan. Kondisi ini juga ditunjang dengan keadaan perairan yang tenang karena terlindung oleh ± 329 pulau baik besar maupun kecil sehingga melindungi wilayah perairan dari arus dan gelombang kuat serta bila ditinjau dari perputaran arus yang ada dimana sangat dipengaruhi oleh gerakan air samudera hindia yang melewati selat malaka maka perairan kota Batam merupakan wilayah perairan yang subur bagi kehidupan perikanan dan biota laut lainnya.

Page 4: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

Namun potensi yang dimiliki tersebut tidak serta merta menyadarkan para pengambil kebijakan di daerah ini untuk sama-sama membangun perekonomian berbasiskan kelautan dan perikanan. Tujuan utama pembangunan masih berbasiskan kepada Pembangunan daratan dimana industri dan pertambangan tumbuh subur di wilayah kota Batam. Dampak yang dihasilkan dari kebijakan ini tentu saja terjadi peningkatan volume limbah yang pada akhirnya dibuang ke laut. Kontaminan laut yang prinsipal pada negara-negara berkembang adalah limbah yang tidak diolah. Menurut Mcintyre (1990) menyatakan lebih dari 180 l limbah per orang per hari mengalir ke laut, bahkan di negara-negara yang sedang berkembang jumlah limbah yang mengalir ke laut lebih besar karena pembuangan sampah, mandi, mencuci dan kakus langsung dilakukan di sungai yang akan mengalir ke laut.

Pencemaran limbah dalam suatu perairan mempunyai hubungan dengan jenis dan jumlah mikroorganisme dalam perairan tersebut. Air buangan kota dan desa yang berpenduduk padat tidak hanya meningkatkan pertumbuhan bakteri koliform akan tetapi juga meningkatkan jumlah bakteri pathogen seperti Salmonella, shigella dan Vibrio cholera (Shuval, 1986). Menurut WHO (1988) merekomendasi tiga kelompok bakteri indikator pencemaran perairan rekreasi pantai yaitu fecal coliform, fecal streptococcus dan patogen. Vibrio sp merupakan salah satu bakteri patogen yang tergolong dalam divisi bakteri, klas Schizomicetes, ordo Eubacteriales, Famili Vibrionaceae. Bakteir ini bersifat gram negatif, fakulttif anaerobik, fermentatif, bentuk sel batang dengan ukuran panjang antara 2-3 um, menghasilkan katalase dan oksidase dan bergerak dengan satu flagella pada ujung sel (Austin, 1988). Vibrio merupakan patogen oportunistik yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprpfitik menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan.

Bakteri vibrio yang patogen dapat hidup di bagian tubuh organisme lain baik di luar tubuh dengan jalan menempel, maupun pada organ tubuh bagian dalam seperti hati, usu dan sebagainya. Menurut Wagiyo (1975) dampak langsung bakteri patogen dapat menimbulkan penyakit, parasit, pembusukan dna toksin yang dapat menyebabkan kematian biota yang menghini perairan tersebut. Beberapa jenis vibrio yang bersifat patogen yaitu dengan mengeluarkan toksin ganas dan seringkali mengakibatkan kematian pada manusia dan hewan. Vibrio cholera yang bersal dari darat atau air tawar, sudah dikenal sebagai penyebab penyakitmuntah berak di Indonesia (Thayib, 1977). Jenis vibrio yang bersifat pada ikan dan invertebrate laut adalah Vibrio alginolyticus, V. damsela, V. charchariae, V.anguilarum, V. ordalli, V. cholerae, V. salmonicida, V. vulnificus, V. parahaemolyticus, V. pelagia, V. splendida, V. fischeri dan V. harveyi (Austin dan Austin, 1993).

Page 5: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

1.2 Perumusan Masalah

Belum dikuasainya manajemen dan penggunaan teknologi pembesaran secara tepat, khususnya dalam hal penanganan penyakit ikan, mengakibatkan usaha budidaya Kakap Putih lebih lanjut di pulau Batam cenderung mengalami kemunduran dari tahun ke tahun. Dari hasil monitoring hama dan penyakit ikan yang dilakukan bahwa salah satu variabel penyebab penyakit ikan adalah Bakteri Vibrio sp. Untuk itu dipilih alternatif pengobatan ikan yang aman dan direkomendasikan yakni Vaksinasi Vibrio polivalen yang dilakukan secara oral melalui pakan.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka dapat dikemukakan tujuan penelitian ini yaitu:1. Mengkaji sejauh mana pengaruh pemberian

vaksin terhadap imunitas Kakap Putih terhadap penyakit Vibriosis.2. Mengkaji pengaruh Vaksinasi terhadap

peningkatan sintasan dan laju pertumbuhan ikan Kakap Putih.3. Mengetahui pengaruh pemberian Vaksin terhadap

peningkatan gizi ikan Kakap Putih melalui uji Carcass body

1.4. Manfaat Penilitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapan dimasyarakat serta sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan di Batam.1. Dari segi pengembangan ilmu pengetahuan hasil

penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan bidang pengelolaan budidaya laut dengan pendekatan terhadap manajemen pengelolaan dan teknologi.

2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam menangani penyakit Vibriosis pada budidaya ikan Kakap Putih,

3. Bagi pengambil kebijakan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan dan mewujudkan kemajuan budidaya Kakap putih melalui peningkatan sistem immunitas terhadap penyakit Vibriosis.

Page 6: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air tawar. Pada beberapa

daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur), dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi). Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara lengkap taksonominya adalah sbb:

Phillum : Chordata Sub phillum : Vertebrata Klas : Pisces Subclas : Teleostei Ordo : PercomorphiFamili : CentroponidaeGenus : LatesSpecies : Lates calcarifer (Bloch)

Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:1. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.2. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah

menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.

3. Mata berwarna merah cemerlang.4. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.5. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.6. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip

ekor bulat.

Saat ini publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan kakap putih yang dibudidayakan di laut belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih merupakan ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang virus, bakteri dan jamur. Hal ini juga didukung dengan analisa rutin yang dilakukan di BBL Batam dimana penyakit vibriosis merupakan penyakit bakterial utama yang menyerang kakap putih.

Page 7: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

Definisi penyakit dalam patologi ikan

Penyakit didefinisikan sebagai suatu keadaan fisik, morfologi, dan atau fungsi yang mengalami perubahan dari kondisi normal karena beberapa penyebab, dan terbagi atas dua kelompok yaitu penyebab dari dalam (internal) dan luar (eksternal). Penyakit ikan umumnya adalah eksternal. Penyakit internal : genetik, sekresi internal, imunodefisiensi, saraf dan metabolik. Penyakit eksternal :

1). Non patogen Penyakit lingkungan :suhu dan kualitas air lainnya (pH, kelarutan gas, zat

beracun). Penyakit nutrisi : kekurangan nutrisi, gejala keracunan bahan pakan.

2). Patogen; bersifat parasit dan terdiri atas empat kelompok yaitu : Penyakit viral Penyakit jamur Penyakit bacterial

Karakteristik penyakit infeksi pada ikanIkan merupakan salah satu hewan air yang selalu bersentuhan dengan lingkungan perairan sehingga mudah terinfeksi patogen melalui air. Infeksi bakteri dan parasit tidak terjadi pada hewan darat melalui perantara udara, namun pada ikan sering terjadi melalui air. Pada budidaya, air tidak hanya sebagai tempat hidup bagi ikan, tapi juga sebagai perantara bagi patogen.

Istilah penting penyakit infeksi pada ikanIstilah penting yang seringkali digunakan dalam penyakit infeksi ikan adalah sebagai berikut :

Epidemiologi : ilmu yang mempelajari hubungan berbagai faktor yang mempengaruhi frekuensi dan penyebaran penyakit pada suatu komunitas.

Penyebaran vertikal : penyebaran penyakit dari suatu generasi ke generasi selanjutnya melalui telur.

Penyebaran horisontal : penyebaran penyakit dari ikan satu ke ikan yang lain pada kelompok ikan dan waktu yang sama.

Carrier : hewan yang membawa organisme penyebab penyakit dalam tubuhnya, namun hewan tersebut terlihat sehat sehingga menjadi pembawa atau penyebar infeksi.

Vektor : hewan yang menjadi perantara organisme penyebab penyakit dari inang yang satu ke inang yang lain.Contoh : siput, burung.

Patogenisitas : kemampuan untuk dapat menyebabkan terjadinya penyakit.

Virulensi : derajat patogenisitas suatu mikroorganisme. Kisaran inang : kisaran hewan-hewan yang dapat diinfeksi oleh patogen.

Page 8: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

Bakteri vibrio

Vibrio merupakan jenis bakteri yang hidupnya saprofit di air, air laut, dan tanah. Bakteri ini juga dapat hidup di salinitas yang relatif tinggi. Sebagian besar juga bersifat halofil yang tumbuh optimal pada air laut bersalinitas 20-40‰. Genus Vibrio adalah agen penyebab penyakit vibriosis yang menyerang hewan laut seperti ikan, udang, dan kerang-kerangan. Spesies Vibrio umumnya menyerang larva udang dan penyakitnya disebut penyakit udang berpendar. Bakteri Vibrio menyerang larva udang secara sekunder yaitu pada saat dalam keadaan stress dan lemah, oleh karena itu sering dikatakan bahwa bakteri ini termasuk jenis opportunistic pathogen yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan.

Terdapatnya bakteri pathogen Vibrio di perairan laut menandakan adanya kontak dengan buangan limbah industri dan rumah tangga seperti tinja manusia atau sisa bahan makanan lainnya, di mana bakteri tersebut secara langsung akan tumbuh dan berkembang bila kondisi perairan tersebut memungkinkan. Selanjutnya dari keadaan ini kemudian akan berpengaruh terhadap biota perairan dan akhirnya pada manusia.

Bakteri dari spesies Vibrio secara langsung akan menimbulkan penyakit (pathogen), yang dapat menyebabkan kematian biota laut yang menghuni perairan, dan secara tidak langsung bakteri yang terbawa biota laut seperti ikan akan dikonsumsi oleh manusia, sehingga menyebabkan penyakit pada manusia.

Sifat patogenitas

Dalam keadaan alamiah, bakteri ini hanya patogen terhadap manusia, tetapi secara eksperimen dapat juga menginfeksi hewan. Hewan laut yang telah terinfeksi Vibrio khususnya Udang, akan mengalami kondisi tubuh lemah, berenang lambat, nafsu makan hilang, badan mempunyai bercak merah-merah (red discoloration) pada pleopod dan abdominal serta pada malam hari terlihat menyala. Udang yang terkena vibriosis akan menunjukkan gejala nekrosis. Serta bagian mulut yang kehitaman adalah kolonisasi bakteri pada esophagus dan mulut.

Vibrio tidak bersifat invasif, yaitu tidak pernah masuk kedalam sirkulasi darah tetapi menetap di usus sehingga dapat menyebabkan gastritis pada manusia. Masa inkubasi bakteri ini antara 6 jam sampai 5 hari. Vibrio menghasilkan enterotoksin yang tidak tahan asam dan panas, musinase, dan eksotoksin. Toksin diserap dipermukaan gangliosida sel epitel dan merangsang hipersekresi air dan klorida sehingga menghambat absorpsi natrium. Akibat kehilangan banyak cairan dan elektrolit, terjadilah kram perut, mual, muntah,

Page 9: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

dehidrasi, dan shock (turunnya laju aliran darah secara tiba-tiba). Kematian dapat terjadi apabila korban kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar. Penyakit ini disebabkan karena korban mengkonsumsi bakteri hidup, yang kemudian melekat pada usus halus dan menghasilkan toksin. Produksi toksin oleh bakteri yang melekat ini menyebabkan diare berair yang merupakan gejala penyakit ini.

Proses ini dapat dibuktikan dengan pemberian viseral antibodi. Bila terjadi dehidrasi, maka diberikanlah cairan elektrolit. Immunitas pasif dapat dilakukan dengan memberikan viseral antibodi dan viseral antitoksin yang dapat mengurangi cairan tanpa mematikan kuman. Vibrio jenis lain juga dapat menghasilkan soluble hemolysin yang dapat melisiskan sel darah merah.

Di Indonesia, Wijayati dan Hamid (1997) mendapatkan bahwa bakteri patogen pada ikan kerapu tikus adalah terdiri dari Vibrio anguillarum, V. alginolyticus, V. parahaemolyticus dan V. marinus. Seng (1994) juga menyatakan bahwa V. parahaemolitycus dan V. alginolyticus adalah merupakan bakteri patogen pada ikan kerapu yang potensial. Sedang menurut Kasonchandra (1999) bakteri V. parahaemolitycus dan V. alginolyticus berperan sebagai penyebab kematian pada ikan laut hingga mencapai 80 – 90%. Infeksi bakteri Vibrio patogen ini yang diduga sebagai penyebab rendahnya sintasan pembenihan ikan kerapu tikus yang hanya antara 1,2 – 2,9% (Anonim, 1999b dan Yuasa, 2000).

Usaha pengendalian penyakit bakterial pada kegiatan budidaya ikan selama ini masih tertumpu pada penggunaan bahan kimia dan obat-obatan atau antibiotik. Penggunaan obat-obatan atau antibiotik mempunyai beberapa keuntungan, seperti manjur apabila tepat diagnosis dan dosisnya, mudah didapat dan efeknya lebih ceoat teramati. Namun demikian, penggunaan obat-obatan atau antibiotik secara terus menerus akan menimbulkan masalah, yaitu timbulnya resistensi bakteri, adanya residu pada tubuh ikan, dan mencemari lingkungan yang akhirnya dapat membunuh organisme bukan sasaran (Wu, et al., 1981). Residu obat-obatan atau antibiotik pada daging ikan, dapat mempengaruhi ekspor ikan kerapu ke negara tujuan. Padahal selama ini, pengembangan kerapu pangsa pasar terbesar adalah pasar ekspor.

Resistensi bakteri Vibrio sp terhadap beberapa antibiotik telah banyak dilaporkan peneliti di dunia ini. Di Jepangg, Aoki et al. (1985) telah melakukan uji resistensi terhadap 139 strain V. anguillarum terhadap sembilan jenis obat-obatan yaitu Chloramphenicol, Tetracycline, Streptomycin, Amphiciline, Colistin, Nalidixin Acid, Furazolidone, Sulfamonomethoxine, dan Trimethroprim. Hasilnya menunjukkan bahwa 98,6% diantaranya adalah resisten terhadap sebagian besar atau semua dari 9 antibiotik tersebut. Tingginya resistensi bakteri Vibrio sp. terhadap antibiotik ternyata disebabkan oleh adanya R-plasmid yang bersifat dapat ditransfer (transferable R-plasmid).

Page 10: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

Resistensi bakteri, juga dapat meningkat karena penggunaan obat-obatan atau antibiotik secara terus menerus. Kamiso et al. (1992) melakukan uji resistensi 5 strain Aeromonas hydrophyla yang berasal dari berbagai daerah terhadap lima jenis antibiotik. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa semua strain bakteri meningkat resistensinya, sebesar 2,5 kali terhadap kanamicin dan 62 kali terhadap kloramfenikol. Oleh karena itu diperlukan alternatif pengendalian yang lain yang aman terhadap lingkungan, memberikan perlindungan tinggi dalam waktu yang relatif lama dan efektif serta mudah diberikan.

Vaksinasi

Vaksinasi adalah salah alternatif pengendalian penyakit yang dikenal cukup efektif dan efisien serta memberikan perlindungan cukup lama. Vaksinasi pada dasarnya dapat digunakan untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kekebalan ikan (Gould, 1977). Vaksin merupakan satu bahan antigen yang biasanya berasal dari suatu jasad patogen yang telah dilemahkan atau dimatikan yang berfungsi untuk meningkatkan ketahanan ikan atau menimbulkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit tertentu. Vaksinasi merupakan salah satu upaya penanggulangan penyakit pada hewan (termasuk ikan) dengan cara pemberian vaksin ke dalam tubuh hewan agar memiliki ketahanan terhadap serangan penyakit. Teknik pemakaian vaksin yang biasa dilakukan pada ikan mencakup bermacam cara, yaitu melalui suntikan, makanan atau oral, perendaman, dan penyemprotan dengan tekanan tinggi. Faktor yang mempengaruhi vaksinasi pada ikan antara lain temperatur, umur, dan berat ikan. Faktor temperatur yang rendah membuat produksi antibodi lambat. Sedangkan untuk umur dan berat ikan, vaksinasi jangan dilakukan pada ikan yang umurnya kurang dari 2 minggu dan berat badannya kurang dari 1 gram. Hal tersebut dikarenakan pada umur kurang dari 2 minggu sistem kekebalan organ tubuh ikan belum sempurna untuk memproduksi antibodi (Ghufran, 2004). Metode vaksin secara konvensional biasanya dibagi menjadi 2 yaitu, Heat Killed Vaccine (HKV) dan Formalin Killed Vaccine (FKV).

Saat ini telah dijual berbagai jenis vaksin Vibrio khususnya di negara-negara barat. Namun vaksin Vibrio tersebut belum tentu dapat memberikan perlindungan yang efektif terhadap bakteri yang di Indonesia. Hal ini disebabkan banyaknya serotipe dan heterogenisitas pada bakteri Vibrio tersebut. Harel et al.(1976) menemukan adanya heterogenisitas dari bakteri Vibrio yang ditemukan di Amerika Serikat. Disamping itu, masalah lain dalam pembuatan vaksin untuk mengendalikan penyakit Vibriosis selain adanya heterogenisitas adalah terbatasnya antigen yang bersifat imunogenik dan protektif. Perkembangan teknologi rekombinan DNA memungkinkan untuk memecahkan permasalahan penyediaan protein imunogenik dan protektif dalam jumlah besar dan cepat, sehingga program vaksinasi tidak terhambat. Oleh karena itu pembuatan vaksin rekombinan untuk menanggulangi penyakit Vibriosis pada ikan adalah salah satu

Page 11: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

jawaban untuk memecahan permasahan dalam mengendalikan penyakit tersebut.III. METODE PENELITIAN

III.1 Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 5 (lima) bulan di Balai Budidaya Laut Batam, yang dimulai pada bulan Februari hingga Juni 2010. Kegiatan ini meliputi tahapan studi pustaka, pembesaran ikan Kakap putih dalam keramba jaring apung (KJA), pengamatan (pertumbuhan ikan, mortalitas, berat dan panjang total, FCR, protein atau energi rasio, titer antibodi, produksi (kg/m3) dan % sintasan) pengumpulan data, penyusunan basis data, analisis data yang didapat dan penulisan laporan penelitian.

Tahap pertama adalah pendederan benih ikan Kakap putih dalam keramba jaring apung (KJA), penebaran dilaksanakan pada tanggal 15 Februari 2010, dan dilakukan pengukuran berat awal rata-rata (gram). Selanjutnya setiap empat minggu sekali dilakukan pengambilan data. Adapun data-data yang diambil adalah berat rata-rata setiap bulan (gram), pertambahan berat rata-rata setiap bulan dibandingkan dengan bulan sebelumnya (gram), laju pertumbuhan (gram/ekor/hari), konversi pakan, kesehatan ikan dan gangguan penyakit. Pengamatan hal yang sama tersebut diatas dilakukan disetiap bulan sampai dengan akhir Juni 2010. Pada bulan terakhir pengamatan yaitu akhir Juni 2010 dilakukan pengamatan tambahan yaitu data produksi (kg/m3) dan % sintasan. Setiap tahapan pengambilan data tersebut dilakukan pada saat pagi hingga sore hari. Hal ini dilakukan dengan harapan data kualitas air pada saat pasang dan surut dapat terwakili seperti yang diharapkan.

Tahap kedua adalah pengumpulan data-data dari setiap bulan dari total 5 bulan masa pengamatan yang dilakukan. Hal ini termasuk data immunitas darah ikan dan hasil analisa Carcass body pada tubuh ikan.

III.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:A. Bahan: Benih Kakap putih dengan ukuran berat awal = 40 gram; Pakan

Ada 2 jenis pakan yang akan digunakan dalam penelitian ini yakni pakan komersial dan alami (ikan rucah). Pakan komersial berasal dari produk KRA. Pakan tersebut masing-masing akan diberikan sampai kenyang pada setiap pemberian pakannya. Frekuensi pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari jam 08.00; 12.00 dan 16.00

Vaksin polivalen vibrio ukuran = 107 sel/ikan Telur, sebagai bahan pengikat vaksin

Page 12: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

B. Peralatan:

Keramba jaring apung (KJA) ukuran 1x1x1 m ; kerangka dari balok kayu (diameter 10-15 cm); pelampung styrofoam; Jaring benang polyethelene (PE) mes size 0,5 inch; jangkar besi yang berfungsi sebagai penahan keramba jaring apung (KJA)

Tong plastik, Timba plastik, gayung plastik, pisau dan gunting

Toples plastik untuk wadah pakan komersial

Ember plastik besar untuk tempat pengambilan ikan sampling pengujian panjang dan berat ikan

Skopnet untuk mengambil atau menyerok ikan

Penggaris untuk mengukur panjang ikan yang akan diuji

Timbangan digital untuk menimbang pakan dan ikan uji. Timbangan juga digunakan untuk menimbang berat ikan uji, baik sebelum dan sesudah pemberian pakan

Kamera digital untuk dokumentasi penelitian lapangan

Laboratorium adalah tempat untuk pengamatan titer body dan bakteri

Alat suntik otomatis untuk menyuntikan vaksin ke tubuh ikan uji

Alat Sysmex seri XT.1800 i digunakan sebagai analisa darah

DO meter digunakan sebagai alat mengukur kandungan Oksigen terlarut

Refraktometer digunakan sebagai alat mengukur salinitas

HACH DR 890 Kalorimeter digunakan sebagai alat mengukur kandungan NO2, NO3 dan NH3;

III.3 Metode Penelitian

a. Persiapan Ikan uji dan kontrol

Kakap Putih yang dipelihara dengan berat awal 40 gram dan panjang total dimasukkan ke dalam 2 (dua) bak berbeda. Dimana Bak 1 adalah ikan dengan perlakuan vaksinasi melalui pakan, sementara bak 2 adalah bak dengan ikan tanpa perlakuan / kontrol. Masing-masing padat tebar adalah 1000 ekor.

b. Penanganan penyakit melalui vaksinasi

Page 13: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

Penanganan dan pencegahan penyakit ikan Kakap putih selama pendederan dilakukan dengan cara vaksinasi. Vaksin polivalen vibrio yang telah disiapkan dari laboratorium, selanjutnya diujicobakan pada skala laboratorium. Dalam uji laboratorium ini akan digunakan ikan dengan ukuran berat, ukuran panjang dan padat penebaran yang berbeda. Tujuh sampai sepuluh hari setelah vaksinasi, ikan uji dibooster untuk meningkatkan produksi titer antibodinya. Cara vaksinasi yang digunakan dalam uji skala laboratorium ini adalah: secara oral melalui pakan.

Persiapan pakan dengan Vaksinasi dilakukan setiap hari selama rentang waktu 3 (tiga) hari vaksinasi melalui pakan. Dengan mempertimbangkan Biomass keseluruhan ikan dan konsentrasi vaksin yang diharapkan adalah 107

sel/ikan. 1000 mL vaksin disemprotkan ke 2000 gr pakan pelet yang sebelumnya telah ditaburi dengan 6 (enam) butir putih telur sebagai bahan pengikat vaksin. Pakan + vaksin diberikan selama 3 (tiga) hari berturut-turut kepada ikan uji, sementara sebagai kontrol diberikan pakan yang sama tanpa vaksin. Pemeliharaan dimulai pada hari ke-4 hingga hari ke-14 dimana akan dilakukan booster dengan perlakuan yang sama.

Dua minggu setelah dibooster sebagian ikan uji diambil darahnya untuk pengamatan titer antibodi. Sedangkan sisanya digunakan untuk uji tantang. Uji tantang dilakukan terhadap bakteri terhadap yang sama dengan yang digunakan untuk membuat vaksin. Uji tantang dilakukan secara suntikan (im) dengan dosis 106-107 CFU/ml atau pada LD50-nya dan selanjutnya dipelihara dalam akuarium dengan kondisi yang baik. Selama uji tantang ikan akan diamati tingkat mortalitas dan waktu terjadinya kematian, pengamatan lainnya adalah gejala-gejala penyakit yang terjadi. Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis statistik untuk melihat tingkat keberhasilan atau tingkat perlindungan dari vaksin yang diuji coba.

Hasil terbaik uji dosis Vaksinasi melalui pakan pada skala laboratorium tersebut kemudian diujicobakan di lapangan. Benih kakap putih dengan ukuran berat dan panjang serta kondisi padat penebaran yang berbeda divaksin dengan vaksin polivalen Vibrio dengan dosis terbaik hasil uji skala laboratorium melalui pakan. Booster dilakukan satu minggu setelah vaksinasi dengan metode dan dosis vaksinasi yang sama. Vaksinasi dan booster melalui pakan ini dilakukan selama 3 hari berturut-turut, dimana pakan yang diberi vaksin diberi Putih telur ayam sebagai bahan pengikat Vaksin dengan pakan. Satu minggu setelah booster, ikan dipindah dalam karamba jaring apung berukuran jaring 3x3x3 m3

dengan padat tebar 1000 ekor/jaring untuk selanjutnya dilakukan pengamatan selama 5 bulan (150 hari penelitian).

Page 14: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

Grafik pertambahan berat

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

15 Maret 16-Apr 16 Mei 16 Juni

Tanggal Sampling

Be

rat

(gr)

Ikan yang divaksinasi

Ikan kontrol

Guna mendukung data-data varibel yang telah ditetapkan dalam penelitian tersebut diatas, dikumpulkan juga berbagai data yang tidak dianalisis, namun berpengaruh sekali terhadap kelangsungan hidup ikan yaitu pengukuran kualitas air yang mencakup: (a) suhu, alat ukur yang digunakan adalah termometer; (b) salinitas, alat ukur yang digunakan adalah refractometer; (c) pH, alat ukur yang digunakan adalah pH meter atau kertas lakmus; (c) oksigen terlarut, alat ukur yang digunakan adalah DO meter; (d) Water quality kit test untuk mengukur kualitas air lainnya; (e) Bahan organik dalam air; (f) kepadatan bakteri, tempat dimana uji lapang dilakukan. Frekuensi pengukuran kualitas air dilakukan minimal 1 kali dalam seminggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

A. Pertambahan Berat Ikan

No Tanggal Sampling Pengamatan Berat Ikan(gram)

Ikan uji Kontrol1 15 Maret 180 1822 16 April 230 2233 16 Mei 300 2874 16 Juni 410 395

B. Pertambahan Panjang Ikan

Page 15: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

Grafik Pertumbuhan Panjang

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

15 Maret 16-Apr 16 Mei 16 Juni

Tanggal Sampling

Pa

nja

ng

(c

m)

Ikan yang divaksin

Kontrol

No Tanggal Sampling Pengamatan Panjang Ikan( cm )

Ikan uji Kontrol1 15 Maret 22 232 16 April 31 303 16 Mei 39 384 16 Juni 47 45

C. Analisa Darah

No Analisa carcass Sampel ikan

Ikan uji Kontrol1 Haemoglobin (g/dl) 6,2 5,92 Leukosit (j/µ liter) 501,290 487,4903 Hematokrit (/µ liter) 32,3 27,94 Trombosit (/µ liter) 289,240 233,4505 Eritrosit (juta/µ liter) 1,89 1,62

Page 16: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

Kualitas Air

Kualitas lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu. Sementara itu, perairan ideal adalah perairan yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam menyelesaikan daur hidupnya (Boyd, 1990).

Menurut Ismoyo (1994) kualitas air adalah suatu keadaan dan sifat-sifat fisik, kimia dan biologi suatu perairan yang dibandingkan dengan persyaratan untuk keperluan tertentu, seperti kualitas air untuk air minum, pertanian dan perikanan, rumah sakit, industri dan lain sebagainya. Sehingga menjadikan persyaratan kualitas air berbeda-beda sesuai dengan peruntukannya.

Pertumbuhan ikan kerapu yang cepat diduga karena kualitas perairan yang cocok, terutama karena adanya pola arus dingin (Hamzah, 2003) yang diduga menghasilkan oksigen yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Davis (1975) bahwa oksigen berperan meningkatkan aktifitas metabolisme. Kondisi ini sangat ditentukan oleh suhu dan salinitas (Jobling, 1981). Hasil pengamatan kualitas air selama 150 hari penelitian mencakup parameter pH, salinitas, nitrit, nitrat, oksigen terlarut, suhu, total bakteri dan vibrio untuk semua jenis perlakuan yang berbeda dihasilkan data hampir relatif sama disetiap tanggal dilakukan sampling, dan masih dalam batas normal untuk kelangsungan hidup ikan kerapu macan dalam keramba jaring apung

Data Analisa Kualitas Air Februari 2010

No Parameter Kualitas

Air

Baku Mutu Satuan

Tanggal sampling01-02 08-02 17-02 22-02

1 pH 7 – 8,5 7,85 8,02 8,02 7,952 Salinitas Alami

33-34‰

30 30 31 31

3 NO2 < 0,1 mg/L 0 0 0 0

Page 17: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

4 NO3 <1 mg/L 0 0 0 05 NH3 <0,02 mg/L 0,01 0,01 0,01 0,026 PO4 Mg/L 0 0 0 07 Oksigen

terlarut4 – 8 mg/l 5,2 5,4 5,4 5,4

8 Temperatur 28-32±10

0c28,6 28,5 28,7 29,3

9 Total bakteri umum

< 10000 CFU/ml 1,49 x 103 1,32 x 103 4,25 x 103 2,71 x 103

10 Vibrio < 100 CFU/ml 30 23 80 35

Data Analisa Kualitas Air Maret 2010

No Parameter Kualitas

Air

Baku Mutu Satuan

Tanggal sampling01-03 08-03 22-03 29-02

1 pH 7 – 8,5 7,96 7,74 7,89 7,722 Salinitas Alami

33-34‰

31 31 32 32

3 NO2 < 0,1 mg/L 0 0 0 04 NO3 <1 mg/L 0 0 0 05 NH3 <0,02 mg/L 0,02 0,02 0,03 0,026 PO4 Mg/L 0 0 0 07 Oksigen

terlarut4 – 8 mg/l 5,8 5,4 5,1 5,0

8 Temperatur 28-32±10

0c29,2 29,5 29,3 29,2

9 Total bakteri umum

< 10000 CFU/ml 290

2,96 x 103 10,07x103 2,39 x 103

10 TBV < 100 CFU/ml45 2,80 x 102 95 4,45 x

102

Data Analisa Kualitas Air April 2010

No Parameter Kualitas

Air

Baku Mutu Satuan

Tanggal sampling05-04 12-04 19-04 26-04

1 pH 7 – 8,5 7,65 7,86 7,94 7,92

2 Salinitas Alami33-34

‰32 30 32 32

3 NO2 < 0,1 mg/L 0 0 0 04 NO3 <1 mg/L 0 0 0,1 05 NH3 <0,02 mg/L 0,03 0,02 0,04 0,03

Page 18: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

Grafik Fluktuasi TBU dan TBV selama masa pengamatan

0

20

40

60

80

100

120

Tanggal Sampling

Ju

mla

h B

ak

teri

(x

10

0 C

FU

/ml)

Total Bakteri UmumTotal Bakteri Vibrio

6 PO4 Mg/L 0 0 0 07 Oksigen

terlarut4 – 8 mg/l 5,0 5,0 4,8 5,0

8 Temperatur 28-32±10

0c29,1 28,9 28,7 28,9

9 Total bakteri umum

< 10000 CFU/ml 5,2 x 102 3,65 x 104 1,110 x 103 5,6 x 103

10 Total Bakteri Vibrio

< 100 CFU/ml 6,8 x 102 6,7 x 102 7,95 x 102 40

Data Analisa Kualitas Air Mei 2010

No Parameter Kualitas

Air

Baku Mutu Satuan

Tanggal sampling03-05 10-05 17-05 24-05

1 pH 7 – 8,5 7,89 7,76 7,92 7,952 Salinitas Alami

33-34‰

31 31 32 31

3 NO2 < 0,1 mg/L 0 0 0 04 NO3 <1 mg/L 0 0 0 05 NH3 <0,02 mg/L 0,02 0 0,01 0,016 PO4 mg/L 0 0 0 07 Oksigen

terlarut4 – 8 mg/l 5,2 5,1 5,0 5,4

8 Temperatur 28-32±10

0c29,9 30,2 29,8 30,0

9 Total bakteri umum

< 10000 CFU/ml 1.35 x 103 20 50 100

10 Total Bakteri Vibrio

< 100 CFU/ml 20 20 60 20

Grafik Fluktuasi Total Bakteri Umum (TBU) dan Total Bakteri Vibrio (TBV) selama masa pengamatan.

Page 19: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

IV.2 Pembahasan

Dari hasil pengamatan, tampak nyata perbedaan yang dihasilkan baik untuk variabel Panjang, Berat, Sintasan, kandungan gizi dan sistem immunitas yang dimiliki oleh ikan yang divaksinasi bila dibandingkan dengan ikan kontrol. Untuk variabel panjang, dari 4 (empat) kali sampling, menunjukkan bahwa pada Bulan 1 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata namun tidak halnya dengan sampling pada bulan ke-2, 3 dan 4 masa pemeliharaan. Pada akhir pengamatan panjang akhir yang diperoleh pada akhir pengamatan adalah 47 cm. Artinya selama masa 150 hari pemeliharaan terdapat pertambahan panjang sebesar 0,247 cm/ekor /hari. Hal ini lebih baik bila dibandingkan dengan ikan kontrol dengan panjang akhir 46 cm yang berarti memiliki laju pertambahan panjang harian sebesar 0,233 cm/ekor/hari.

Demikian juga halnya dengan laju pertambahan berat ikan. Berat rata-rata yang dihasilkan pada akhir masa pemeliharaan pada ikan uji adalah 410 gr, yang berarti laju pertambahan berat hariannya adalah 2,47gr/ekor/hari. Hal ini lebih baik dibandingkan dengan laju pertumbuhan berat harian ikan kontrol yakni sebanyak 2,37gr/ekor/hari. Sementara sintasan untuk ikan uji adalah sebanyak 92% lebih baik bila dibandingkan sentasan ikan kontrol sebesar 83%.

Untuk analisa proximat dan profil darah pada ikan uji dan kontrol, diketahui bahwa ikan uji memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan ikan kontrol dan profil darah khususnya kandungan leukosit dan hematokrit menunjukkan ada kenaikan konsentrasi dimana ikan uji memiliki kandungan leukosit sebanyak 501,290 (j/µ liter) dan hematokrit sebesar 32,3 (j/µ liter). Sementara pada ikan kontrol jumlah leukosit yang dimiliki adalah 487,490 (j/µ liter) dan hematokrit 27,9 (j/µ liter). Hal ini berarti bahwa sistem immun yang dimiliki pada ikan yang divaksin lebih baik dibandingkan dengan ikan kontrol. Hal ini dapat terjadi karena Vaksinasi merupakan salah satu upaya penanggulangan penyakit pada hewan (termasuk ikan) dengan cara pemberian vaksin ke dalam tubuh hewan agar memiliki ketahanan terhadap serangan penyakit.

Page 20: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

Berdasarkan data kualitas air, untuk pH, oksigen terlarut, suhu, salinitas, Nitrit, Nitrat dan Ammonia masih berada pada kisaran optimal untuk mendukung produksi budidaya. Hanya saja memang fluktuasi mingguan dari jumlah Total Bakteri umum dan Vibrio di dalam air sangat tinggi. Dengan kisaran TBU 20 - 4,25 x 103 dan Total Bakteri Vibrio 20 - 6,8 x 102 merupakan kondisi yang cukup mengkhawatirkan terjadinya infeksi baik primer maupun sekunder terhadap ikan Kakap putih yang dibudidayakan. Naumn Vaksinasi menunjukkan keefektivannya dalam memberikan ketahanan tubuh terhadap serangan penyakit. Hal ini dibuktikan dengan tingkat sintasan yang relatif tinggi sebesar 92% berbanding 83% dengan ikan kontrol.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Laju pertumbuhan panjang dan berat harian pada ikan yang divaksin adalah 0,247 cm/ekor /hari dan 2,47gr/ekor/hari berbanding dengan ikan kontrol dengan laju pertumbuhan harian 0,233 cm/ekor /hari dan 2,37gr/ekor/hari

2. Sintasan yang diperoleh untuk ikan yang divaksinasi adalah 92% sementara ikan kontrol 83%.

3. Kandungan gizi ikan pada iakn yang divaksin adalah 4. Profil darah yang diperoleh pada ikan yang divaksin adalah Haemoglobin

6,2 g/dl, Leukosit 501,290 j/µ liter, Hematokrit 32,3 j/µ liter, Trombosit 289,240 j/µ liter, dan Eritrosit 1,89 juta/µ liter. Sementara pada ikan kontrol memiliki kandungan Haemoglobin 5,9 g/dl, Leukosit 487,490 j/µ liter, Hematokrit 27,9 j/µ liter, Trombosit 233,450 j/µ liter, dan Eritrosit 1,62 juta/µ liter.

V.2 Saran

1. Perlu dilakukan pengamatan tentang dosis penyediaan vaksin melalui pakan yang optimal bagi kakap Putih.

2. Perlu dikaji variabel lain seperti pengamatan Titer antibodi pada masing-masing darah ikan baik yang divaksin maupun kontrol.

Page 21: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Country Status Review 2001 Tentang Eksploitasi dan Perdagangan dalam Perikanan Karang di Indonesia. Kerjasama DKP. Yayasan telapak Indonesia dan IMA, Bogor.

Akbar S., 2008. Status of Trend of Full Cycle Grouper Aquaculture Production and Trade in The Coral Triangle. Country Indonesia. Batam

Aslianti., Slamet B., dan Prasetya G.S., 2002. Pengembangan Budidaya Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis di Teluk Ekas NTB. Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. Bali

Basyarie A. 2001. Teknologi Pembesaran Ikan Kerapu (Ephinephelus spp). Prosiding Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 112 – 117p.

Boyd C.E., 1990. Water Quality in Ponds For Aquaculture. Alabama Aquacultural Experiment Station. Auburn University. Auburn marginatus (female). Aquaculture 198 (1-2) 55-61

Kamiso H.N., 1985. Diferences in Pathogenicity and Pathology Vibrio anguillarum and V. ordalii in Chum salmon (Oncorhynchus keta) and English sole (Parophrys vetulus). Ph.D Thesis, Oregon State University, Corvallis.

Kamiso, H.N., Triyanto., dan C. Kokarkin, 1998. Penggunaan bibit udang bebas (SPF) Vibrio dan vaksinasi polivalen untuk penanggulangan Vibriosis. RUT, 1996-1998. Kantor Menristek, DRN. Jakarta.

Kamiso, H.N., Triyanto dan Hartati, S., 1993. Uji antigenik dan efikasi vaksin Aeromonas hydrophila. ARM Project. Deptan. Jakarta.

Page 22: Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen Melalui Pakan Pada Ikan Kakap Putih Untuk Peningkatan Immunitas Dan Laju Pertumbuhan

Kamiso, H.N., 1996. Vaksinasi induk untuk meningkatkan kekebalan bibit lele dumbo (Clarias gariepinus) terhadap serangan Aeromonas hydrophila. Buletin Ilmu Perikanan, 7 (20-31).

Koesharyani, I. 2001. Iridovirus penyebab kematian pada budidaya ikan Kerapu lumpur (Epinephelus coioides) deteksi menggunakan PCR. Seminar Nasional Pengembangan Budidaya Laut Berkelanjutan. Jakarta, 7-8 Maret 2001.

Koesharyani, I, D. Rosa, K.Mahardika, F. Johny, Zafran, K. Yuasa, K. Sugama, K.Hatai, dan T. Nakai, 2001. Penuntun Diagnosa Penyakit Ikan II. Penyakit Ikan Laut dan Krustase di Indonesia. JICA-BBRPBL Gondol.

Lo, B.J, and S.C. Lin, 2001. Charcterization of grouper nervous necrosis virus (GNVVV). J. Fish Diseases. 24 (1) 3-14

Maeno, Y., L.D. de la Pena, and E.R.C. Lacierda, 2002. Nodavirus infection in hatchery reared orange spotted grouper Epinephleus coioides. First record of viral nervous necrosis in the Philipines. Fish Pathology, 37(2) 87-89

Murdjani, M. 2002. Patologi dan patogenisitas Vibrio alginolyticus pada ikan Kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Tesis S-3, Universitas Brawijaya. Malang.

Olafsen, J.A. 2001. Interaction between fish larvae and bacteria in marine aquaculture. Aquaculture 200 (1-2) 223-247.

Puja, Y., S. Akbar, dan Evalawati, 2001. Pemantauan teknologi produksi budidaya Kerapu dalam program intensifikasi perikanan. Pertemuan LintasUPT Lingkup Ditjen Perikanan Budidaya, Yogyakarta. 11-14 September 2001.

Rukyani, A. 2001. Strategi pengendalian penyakit viral pada budidaya ikan kerapu. Seminar Nasional Pengembangan Budidaya Laut Berkelanjutan. Jakarta, 7-8 Maret 2001.

Tanaka, S., K.M.M. Arimoto, T. Iwamoto, and T. Nakai, 2001. Protective immunity of seven band grouper Epinephelus septafasciatus, agints experimental viral nervous necrosis. J. Fish Diseases 24 (1) 15-22.

Yuasa, Kei, dkk. 2003. Panduan Diagnosa Penyakit Ikan. Balai Budidaya Air Tawar Jambi, Ditjen Perikanan Budidaya, DKP dan JICA