aparatur pemerintah - kementerian … · web viewselanjutnya dalam rangka penggairahan penanaman...

112
APARATUR PEMERINTAH

Upload: leduong

Post on 04-Apr-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

APARATUR PEMERINTAH

BAB XXII

APARATUR PEMERINTAH

A. PENDAHULUAN

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan bahwa dalam Repelita IV bangsa Indonesia harus mengusahakan percepatan tercapainya sasaran jangka panjang dengan mewujud-kan terciptanya kerangka landasan bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang dengan kekuatan sendiri. Kerangka lan-dasan yang diciptakan dalam Repelita IV tesebut merupakan ke-lanjutan dari Repelita-Repelita sebelumnya dan akan lebih dimantapkan dalam Repelita V, sehingga dalam Repelita VI bang-sa Indonesia diharapkan benar-benar sudah dapat tinggal lan-das menuju masyarakat yang dicita-citakan, yaitu masyarakat adil dan makmur yang merata meteriil dan spiritual berdasar-kan Pancasila.

Dengan arah pembangunan yang telah digariskan dalam GBHN di atas senantiasa.disadari perlunya dukungan aparatur peme-rintah yang mampu melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan yang semakin luas dan meningkat. Hal ini berarti bahwa untuk keberhasilan Repelita IV diperlukan suatu apara-tur pemerintah yang semakin rasional, efisien, bersih dan efektif dengan dilandasi semangat dan sikap pengabdian kepada masyarakat. Untuk mewujudkan kemampuan aparatur Pemerintah yang demikian itu, maka usaha pendayagunaan aparatur Pemerin-tah secara berencana yang telah dilakukan terus menerus sejak Repelita I serta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembangunan nasional, akan ditingkatkan pelaksanaan-nya dalam Repelita IV.

Dasar utama bagi pendayagunaan aparatur Pemerintah dalam Repelita IV ialah Ketetapan MPR No. II/MPR 1983 tentang GBHN, Bab IV tentang Pola Umum Repelita Keempat, khususnya mengenai Aparatur Pemerintah dan Ketetapan MPR No. VII/MPR/1983 ten-tang Pelimpahan Tugas dan Wewenang kepada Presiden/Mandataris MPR dalam Rangka Pensuksesan dan Pengamanan Pembangunan Na-sional yang antara lain menetapkan penugasan kepada Presiden/ Mandataris MPR untuk meneruskan penertiban dan pendayagunaan aparatur Negara disegala bidang dan tingkatan.

Untuk melaksanakan dasar-dasar kebijaksanaan tersebut pendayagunaan aparatur pemerintah telah dirumuskan sebagai Krida Kedua dari Panca Krida Kabinet Pembangunan IV dan seca-

XXII/3

ra lebih terperinci dirumuskan dalam Bab 30 Repelita IV yang merupakan kelanjutan dan peningkatan dari upaya pendayagunaan aparatur Pemerintah pada Repelita-repelita sebelumnya.

Pendayagunaan aparatur Pemerintah dalam Repelita IV se-bagaimana juga dalam Repelita-repelita sebelumnya meliputi kegiatan-kegiatan kelembagaan, ketatalaksanaan, kepegawaian serta aarana-saran baik pada Pemerintah tingkat Pusat maupun tingkat Daerah serta pada tingkat badan-badan usaha milik Ne-gara maupun milik Daerah. Sedangkan kegiatan pendayagunaan aparatur Pemerintah dalam tahun pertama Repelita IV pada po-koknya ditujukan kepada penyempurnaan sistem administrasi da-lam rangka lebih meningkatkan kemampuan aparatur Pemerintah dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat dan memperlan-car pelaksanaan pembangunan secara efisien, bersih dan efek-tif.

B. KEBIJAKSANAAN DAN SASARAN PENYEMPURNAAN APARATUR PEKE-RINTAH

Penyelenggaraan pemerintahan mencerminkan peranan Peme-rintah dalam pembangunan. Usaha pembangunan sejak Repelita I menitikberatkan pada bidang ekonomi, dan penyelenggaraannya didasarkan pada Demokrasi Ekonomi yang menentukan bahwa ma-syarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pem-bangunan. Pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan, bim-bingan dan bantuan bagi pertumbuhan ekonomi Serta menciptakan iklim yang sehat bagi kegairahan masyarakat untuk membangun. Dengan demikian kegiatan pemerintah lebih bersifat pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka ini aparatur Pemerintah harus lebih peka terhadap masalah-masalah pembangunan yang dirasa-kan oleh masyarakat. Aparatur Pemerintah dikembangkan untuk memiliki kemampuan dalam memberikan bimbingan dan dorongan kepada masyarakat untuk berinisiatif, dan berpartisipasi da-lam proses pembangunan.

Arah kebijaksanaan pendayagunaan aparatur Pemerintah se-jak Repelita I ditujukan kepada peningkatan kemampuan, pengab-dian dan kesetiaannya kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Penyempurnaan aparatur Pemerintah dilakukan secara terus-me-nerus sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas umum pemerintah-an maupun tugas pembangunan secara efisien, efektif, bersih dan berwibawa. Dalam hubungan ini terus dilanjutkan dan makin ditingkatkan kebijaksanaan dan langkah-langkah dalam bidang kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan, dan penanggulangan

XXII/4

terhadap berbagai bentuk penyelewengan yang menghambat pelak-sanaan pembangunan. Untuk itu juga ditingkatkan pengawasan dan langkah-langkah penindakan.

Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara yang telah menggariskan pokok-pokok kebijaksanaan dan pengarahan penyem-purnaan aparatur Pemerintah, maka sasaran-sasaran usaha pe-nyempurnaan aparatur Pemerintah dalam Repelita IV ditetapkan sebagai berikut:

a. Peningkatan hubungan fungsional yang makin mantap antara lembaga-lembaga perwakilan rakyat dengan Pemerintah, ba-ik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah, terutama dalam rangka penyusunan rencana operasional tahunan yang tertuang dalam APBN dan APBD;

b. Pendayagunaan aparatur Pemerintah untuk lebih meningkat-kan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas umum pe-merintahan dan pembangunan, antara lain meliputi kemam-puan dalam perumusan kebijaksanaan, penyusunan rencana dan program, pelaksanaan dan pengendalian;

c. Penyempurnaan ketatalaksanaan dengan peningkatan hubung-an kerja sama antar lembaga serta koordinasi untuk ke-berhasilan secara optimal dalam pencapaian tujuan pro-gram-program pembangunan;

d. Pengembangan keserasian hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atas dasar keutuhan Negara kesatu-an dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi;

e. Peningkatan kemampuan Pemerintah Desa untuk dapat lebih berhasil dalam menggerakkan peranserta masyarakat desa dalam pembangunan dan dalam menyelenggarakan administra-si desa secara lebih berdayaguna dan berhasilguna menuju ke arah terwujudnya swasembada dan pemerataan jalan un-tuk menuju desa Pancasila;

f. Peningkatan penertiban dan penyempurnaan aparat dan me-kanisme pengawasan dalam rangka penanggulangan masalah-masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan dan keuangan negara, pungutan-pu-ngutan liar serta berbagai bentuk penyelewengan lainnya yang menghambat pelaksanaan pembangunan;

XXII/5

g.Peningkatan pembinaan badan-badan usaha milik Negara dan milik Daerah agar dapat bekerja sesuai dengan asas-asas ekonomi perusahaan yang sehat, efisien dan hemat sehing-ga dapat lebih membantu meningkatkan penerimaan Negara serta meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, di samping dapat mendorong peranserta aktif sektor swasta dan koperasi dalam tata ekonomi Indonesia dan dalam rangka mensukseskan pelaksanaan pembangunan nasional;

h.Peningkatan kemampuan aparatur Pemerintah untuk memberi rangsangan kepada dunia usaha dengan penyempurnaan admi-nistrasi perizinan yang diarahkan untuk memperjelas, me-nyederhanakan dan memberikan kepastian yang lebih menja-min pelayanan yang cepat khususnya bagi kegiatan ekonomi dengan tetap memberi pengarahan kepada pencapaian sasar-an dan tujuan pembangunan;

i.Peningkatan pendayagunaan aparatur Pemerintah di bidang kepegawaian dengan pengembangan program-program pening-katan kemampuan aparatur Pemerintah, pemantapan kode etik dan jiwa korsa pegawai negeri yang lebih mendukung pelaksanaan tugas-tugasnya.

C. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKSANAAN DAN PERKEMBANGAN PENYEM-PURNAAN APARATUR PEMERINTAH

1. Aparatur Pemerintah Pusat

Aparatur Pemerintah Pusat terdiri dari Departemen, Lem-baga Pemerintah Non Departemen dan Sekretariat Lembaga Ter-tinggi dan Lembaga Tinggi Negara.

Sejak Repelita I, usaha penyempurnaan bidang kelembagaan aparatur Pemerintah tingkat pusat telah cukup banyak dilaku-kan dalam rangka lebih menyesuaikan kebutuhan aparatur Peme-rintah tersebut dengan peningkatan tugas-tugas umum pemerin-tahan dan terutama tugas-tugas pembangunan. Dalam hubungan ini maka dalam Repelita III Organisasi Departemen-departemen yang didasarkan pada Keppres No. 45 Tahun 1974 telah menga-lami berbagai perubahan dari bentuknya semula. Untuk penga-turan kembali susunan organisasi Departemen sesuai dengan su-sunan Kabinet Pembangunan IV dan menyusunnya dalam satu Kep-pres maka telah dikeluarkan Keppres No.15 Tahun 1984 sebagai pengganti Keppres No.45 Tahun 1974. Namun demikian pokok-po-kok organisasi Departemen tetap didasarkan pada ketentuan-ke-tentuan dalam Keppres No. 44 Tahun 1974.

XXII/6

Adapun penyempurnaan yang dilakukan dalam Keppres No. 15 Tahun 1984 antara lain meliputi :

a. Penataan kembali Ditjen Hukum dan Perundang-undangan serta Ditjen Pemasyarakatan pada Departemen Kehakiman;

b. Penataan susunan Ditjen-ditjen serta penambahan jumlah Inspektur pada Departemen Pekerjaan Umum;

c. Penambahan satu direktorat pada Ditjen Radio, Televisi dan Film Departemen Penerangan;

d. Penataan kembali beberapa unit organisasi Departemen Perdagangan, terutama yang melaksanakan tugas menggalak-kan kegiatan ekspor komoditi non migas dalam rangka me-ningkatkan pendapatan devisa Negara;

e. Reorganisasi direktorat-direktorat dalam lingkungan Dit-jen pada Departemen Perindustrian yang semula ditata me-nurut proses diubah menjadi sistem kombinasi untuk me-ningkatkan efisiensi dan efektifitas pembinaan masing-masing sub-sektor industri.

Penyempurnaan-penyempurnaan yang telah dilakukan terha-dap Departemen-departemen tetap bertitik tolak dari sifat dan ruang lingkup tugas pokok Departemen yang bersangkutan seba-gai pelayan masyarakat. Penyelesaian perumusan organisasi eselon III dan IV dalam rangka pelaksanaan Keppres No. 15 Ta-hun 1984 telah dijabarkan lebih lanjut dalam Keputusan Mente-ri-menteri yang bersangkutan. Di samping itu dengan Keputusan Menteri telah ditetapkan pula penyempurnaan organisasi ins-tansi vertikal, baik di tingkat Propinsi maupun tingkat Kabu-paten/Kotamadya, Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan unit-unit lainnya.

Demikian pula untuk penyesuaian dengan susunan Kabinet Pembangunan IV organisasi-organisasi Menteri Koordinator, Menteri Negara dan Menteri Muda mengalami penyempurnaan de-ngan penetapan kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tata kerja-nya masing-masing dalam rangka keterpaduan perumusan kebijak-sanaan, perencanaan dan pelaksanaan.

Terhadap Lembaga Pemerintah Non Departemen telah pula diadakan penyempurnaan-penyempurnaan yang terutama ditujukan untuk dapat menampung perkembangan tugas dari lembaga-lembaga yang bersangkutan. Penyempurnaan-penyempurnaan yang telah di-lakukan antara lain meliputi pembentukan Kantor-kantor Wila-

XXII/7

yah Badan Administrasi Kepegawaian Negara (Keppres No. 11 Ta-hun 1984), pembentukan Kantor-kantor Perwakilan Arsip Nasio-nal di Daerah, organisasi Biro Pusat Statistik, kedudukan dan fungsi Badan Urusan Logistik, fungsi Badan Tenaga Atom Nasio-nal, organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, fung-si Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, organisasi Badan Koordinasi Penanaman Modal, organisasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, pembentukan Badan Pembinaan Pendi-dikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Panca-sila serta pembentukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pem-bangunan.

Untuk lebih memantapkan pelaksanaan fungsinya telah dia-dakan pula penyempurnaan Sekretariat Negara, terakhir dengan Keppres No. 16 Tahun 1983, Sekretariat Jenderal Dewan Perwa-kilan Rakyat dengan Keppres No. 35 Tahun 1984 dan Sekretariat Jenderal Dewan Pertimbangan Agung dengan Keppres No. 49 Tahun1985.

Mengenai Dewan-dewan sebagai instansi perumus kebijaksa-naan pada tingkat tinggi pemerintahan, maka pada tahun perta-ma Repelita IV telah diadakan penyempurnaan-penyempurnaan be-rupa :

a.Reorganisasi Dewan Pembina dan Pengelola Industri-Industri strategis dengan Keppres No. 6 Tahun 1984;

b.Pembentukan Dewan Standarisasi Nasional yang diketuai oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi dengan Keppres No. 20 Tahun 1984;

c.Pembentukan Dewan Riset Nasional dengan Keppres No. 1 Tahun 1984;

d.Reorganisasi Dewan Gula Indonesia yang diketuai oleh Menteri Pertanian dengan Keppres No. 34 Tahun 1984;

e.Reorganisasi Dewan Telekomunikasi yang diketuai oleh Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi dengan Kep- pres No. 38 Tahun 1984;

f.Reorganisasi Sekretariat Jenderal Dewan Pertahanan Keamanan Nasional dengan Keppres No. 73 Tahun 1984;

g.Reorganisasi Badan Koordinasi Energi Nasional yang diketuai oleh Menteri Pertambangan dan Energi dengan Keppres No. 75 Tahun 1984; dan

XXII/8

h. Perubahan Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional dengan Keppres No.7 Tahun 1985.

Dalam pada itu sebagai kelanjutan dari usaha pendayagu-naan aparatur Pemerintah yang berkaitan langsung dengan ke-giatan ekonomi juga terus ditingkatkan, misalnya sebagai ke-lanjutan dari telah dihentikannya pelaksanaan pungutan Cess sejak 1 April 1976 dengan Keppres No. 67 Tahun 1984 tentang Pencabutan Keppres No. 301 Tahun 1968 mengenai Pengaturan Pu-ngutan Cess. Dengan dikeluarkannya Keppres tersebut maka te-lah dilakukan pembubaran Dewan Cess dan Badan Urusan Cess. Selanjutnya Pemerintah telah menugaskan Menteri Keuangan un-tuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melaksa-nakan likuidasi Badan Urusan Cess.

Sementara itu dalam tahun pertama Repelita IV telah di-tingkatkan usaha-usaha untuk penyempurnaan ketatalaksanaan, baik dalam tugas-tugas umum pemerintahan maupun pembangunan. Salah satu penyempurnaan ketatalaksanaan yang penting di an-taranya ialah penyederhanaan sistem perizinan dan prosedur pelayanan masyarakat. Dengan Inpres No. 5 Tahun 1984 yang di-tujukan kepada Menteri, Ketua Lembaga Pemerintah Non Departe-men serta Gubernur Kepala Daerah Tingkat I telah diminta agar mengurangi jumlah perizinan dan kemudian menyederhanakan pro-sedur perizinan yang telah dikurangi tersebut. Bentuk peri-zinan yang telah disederhanakan mencakup persyaratan adminis-trasi yang jelas, sederhana dan dengan masa berlaku cukup la-ma. Juga prosedur pengurusan izin tersebut haruslah mudah, singkat waktunya dan ringan biayanya. Langkah penyederhanaan dan pengendalian perizinan yang dilakukan para Menteri dan Pimpinan Lembaga terlebih dahulu harus dikonsultasikan dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.

Berkenaan dengan Inpres tersebut maka pengurangan per-izinan dan penyederhanaan prosedur antara lain telah dilaku-kan oleh :

a. Departemen Perdagangan dengan mencabut 19 perizinan per-dagangan tertentu, termasuk izin perdagangan antar pulau;

b. Departemen Perhubungan dengan menghapus 12 izin usaha, di samping penghapusan izin-izin yang berkenaan dengan kerja lembur di pelabuhan laut;

c. Departemen Kehutanan dengan pencabutan 16 izin serta pe-nyederhanaan 1 izin dari 41 jenis izin yang ada;

XXII/9

d. Departemen Pertanian dengan pencabutan 12 izin;

e. Departemen Dalam Negeri dengan menyederhanakan tata pe-nyediaan tanah dan pemberian izin lokasi, izin pembebas-an tanah, izin bangunan serta izin Undang-undang Ganggu-an bagi perusahaan-perusahaan yang akan mengadakan pena-naman modal;

f. Departemen Kesehatan dengan menyederhanakan melalui penggabungan izin;

g. Departemen Tenaga Kerja dengan penggantian dan penyeder-hanaan izin lama;

h. Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan mengubah prosedur penanaman modal dan sekaligus dengan pengamanan secara preventif maupun represif.

Selanjutnya pada tahun pertama Repelita IV telah pula dilanjutkan berbagai usaha untuk penyempurnaan administrasi yang bersifat tata hubungan kerja, baik institusional maupun prosedural guna membantu tercapainya koordinasi yang lebih baik. Perbaikan tata hubungan kerja antar berbagai aparatur yang dilanjutkan tersebut adalah terutama dalam rangka pelak-sanaan program-program pembangunan yang memperoleh prioritas tinggi. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk lebih mensukseskan pelaksanaan program-program pembangunan dengan keterpaduan langkah-langkah kegiatan pada semua tingkat.

Dalam hubungan ini untuk makin meningkatkan penyelengga-raan tranamigrasi yang bersifat lintas sektoral yang memerlu-kan koordinasi dan keterpaduan, maka dengan Keppres No. 59 Tabun 1984 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Transmigrasi, telah ditata kembali bentuk dan mekanisme koordinasi dalam penyelenggaraan tranamigrasi. Dengan adanya keputusan Presi-den tersebut di atas berarti Keppres No. 26 Tabun 1979 ten-tang Badan Koordinasi Penyelenggaraan Transmigrasi telah di-cabut. Penyempurnaan yang dilakukan dalam Keppres tersebut adalah koordinasi penyelenggaraan tranamigrasi yang sebelum-nya dilakukan oleh badan non struktural. Dengan sistem penye-lenggaraan koordinasi ini Menteri Transmigrasi bertugas anta-ra lain mengkoordinasikan perumusan kebijaksanaan, penyusunan program dan kegiatan tranamigrasi, serta mengkoordinasikan kegiatan pengendalian dan upaya pemecahan masalah yang timbul dalam penyelenggaraan tranamigrasi.

XXII/10

2. Aparatur Pemerintah Tingkat Daerah

Sejak ditetapkannya Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ten-tang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah telah dilakukan pena-taan terhadap perangkat aparatur Wilayah/daerah, yang penting di antaranya ialah disempurnakannya Sekretariat Wilayah Dae-rah Tingkat I dan II, Sekretariat DPRD Tingkat I dan II, pola organisasi Dinas-dinas Daerah, organisasi dan tatakerja Bap-peda Tingkat I, diaturnya kembali perangkat pengawasan dengan penetapan organisasi dan tatakerja Inspektorat Wilayah Pro-pinsi dan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya, dibentuk-nya Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPM-D) serta Bappeda Tingkat II.

Demikian pula peranan Gubernur sebagai Administrator Pembangunan dan Administrator Kemasyarakatan telah mendapat ketegasan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan se-hingga lebih dimungkinkan untuk mensukseskan pelaksanaan pro-gram-program pembangunan dengan pengendalian sebaik-baiknya dan koordinasi yang terpadu terhadap segenap jajaran aparatur Pemerintah Pusat di Daerah, aparatur Pemerintah Daerah dan masyarakat secara efektif.

Pada tahun pertama Repelita IV koordinasi dalam pelaksa-naan tugas umum pemerintahan dan pembangunan semakin diting-katkan sejalan dengan keserasian asas dekonsentrasi, desen-tralisasi dan tugas pembantuan.

Dalam pada itu dalam rangka menggalakkan perdagangan, terutama ekspor komoditi non migas yang perlu ditunjang oleh segenap jajaran aparatur Pemerintah Daerah, maka dengan Kepu-tusan Menteri Dalam Negeri No.48 Tahun 1984 telah ditetapkan penghentian pelaksanaan pungutan oleh Pemerintah Daerah atas 11 jenis komoditi, di samping juga penghentian pungutan-pu-ngutan yang tidak diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Dae-rah serta penghentian pungutan-pungutan retribusi daerah yang tidak terdapat jasa dari Pemerintah. Selanjutnya dalam rangka penggairahan penanaman modal maka dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1984 telah ditetapkan tatacara pe-nyediaan tanah dan pemberian izin bangunan serta izin Undang-undang Gangguan bagi perusahaan-perusahaan yang mengadakan penanaman modal menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1967 dan No. 6 Tahun 1968. Perusahaan-perusahaan yang akan mengadakan penanaman modal dan akan membutuhkan tanah serta telah menda-pat Persetujuan Prinsip dari BKPM dapat mengajukan permohonan izin lokasi dan izin pembebasan hak/pembelian tanah kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I melalui Ketua BKPM-D. Penye-

XXII/11

lesaian izin-izin tersebut diproses secara terkoordinasi oleh BKPM-D bersama Bappeda, instansi teknis yang terkait, Direk-torat Agraria serta Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Ting-kat II dan Kantor Agraria yang bersangkutan.

Untuk lebih meningkatkan partisipasi masyarakat desa se-bagai tindak lanjut pelaksanaan Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, khususnya dalam rangka penye-suaian dengan perkembangan, dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri telah disempurnakan susunan organisasi dan tatakerja Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa yang berdasarkan Keppres No. 28 Tahun 1980 yang merupakan peningkatan Lembaga Sosial Desa. Direktorat Jenderal Pembangunan Desa diberikan tugas untuk membina, dengan mengadakan kerjasama dengan Departemen/ Lembaga yang secara sektoral mempunyai kegiatan dalam pem-bangunan di desa. Berkaitan dengan itu maka dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 1984 telah disempurnakan wadah Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) sebagai gerakan pembangunan masyarakat desa yang tumbuh dari bawah dengan wa-nita sebagai penggeraknya. Dengan penyempurnaan tersebut di-harapkan akan lebih memantapkan kesejahteraan keluarga, yaitu keluarga yang tata kehidupan dan penghidupannya diliputi oleh rasa saling pengertian, tenggang rasa, kegotongroyongan dalam suasana kekeluargaan yang harmonis, tertib, dan merasa kea-manannya terjamin, menjunjung tinggi hak-hak asasi dan keten-tuan hukum, serta melaksanakan kewajibannya sebagai warga yang baik.

Demikian pula dengan Inpres No. 4 Tahun 1984 tentang Pembinaan dan Pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD) dimaksud-kan untuk meningkatkan peranan dan tanggungjawab masyarakat pedesaan berperanserta secara nyata dalam pembangunan guna meningkatkan taraf hidupnya. KUD sebagai wahana penghimpun potensi ekonomi masyarakat pedesaan diusahakan untuk lebih diperkokoh dan dimantapkan secara terus-menerus melalui upaya dan langkah-langkah pembinaan dan pengembangan yang lebih in-tensif dan terpadu.

Mengenai penyelenggaraan penataran P-4 dapat dikemukakan bahwa berdasarkan pengarahan Presiden pada rapat Gubernur Ke-pala Daerah Tingkat I tahun 1984 maka dengan Instruksi Mente-ri Dalam Negeri telah diselenggarakan Penataran P-4 Pola Pen-dukung 17 jam di semua wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II serta Kota Administratif yang diikuti oleh tokoh/ pemuka masyarakat tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan.

XXII/12

Sementara itu usaha peningkatan program pembangunan dae-rah terus dilakukan dengan peningkatan jumlah anggaran yang disediakan untuk proyek-proyek dalam rangka Bantuan Pemerin-tah Pusat kepada Daerah, yang dalam tahun anggaran 1984/85 didasarkan atas Instruksi Presiden No.6 Tahun 1984. Proyek-proyek Bantuan tersebut yang lebih dikenal sebagai Proyek-proyek Inpres ialah :

a. Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I guna peningkatan keselarasan pembangunan sektoral dan regional dengan bantuan biaya sebesar Rp.253.000.000.000,-

b. Bantuan reboisasi dan penghijauan untuk penyelamatan ke-lestarian sumber-sumber alam, tanah, hutan, dan air, terutama di daerah kritis : bantuan biaya yang disediakan berjumlah Rp.39.800.000.000,-

c. Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II yaitu untuk pen-ciptaan dan perluasan lapangan kerja serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan penye-diaan biaya bantuan sebesar Rp.201.914.000.000,-

d. Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar yang dimaksudkan seba-gai perluasan kesempatan belajar guna mempercepat kei-kutsertaan anak usia 7-12 tahun pada pendidikan dasar dalam rangka mewujudkan kewajiban belajar: bantuan biaya yang disediakan ialah Rp.580.800.000.000,-

e. Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan dengan maksud untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih merata dan se-dekat mungkin kepada masyarakat, terutama penduduk pede-saan dan daerah perkotaan yang penduduknya berpenghasilan rendah; juga dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan rakyat terutama dengan peningkatan penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang lebih baik bagi masyarakat pedesaan: bantuan biaya disediakan Rp.98.450.000.000,-

f. Bantuan Penunjangan Jalan guna perbaikan, peningkatan dan pembangunan jalan barn Kabupaten/Kotamadya dalam rangka memperlancar pengangkutan dan anus distribusi barang-barang serta dalam rangka membuka daerah-daerah terisolasi dan daerah-daerah produksi serta menunjang proyek pembangunan didaerah: bantuan biaya yang disedia-kan berjumlah Rp.80.100.000.000,-

XXII/13

g. Bantuan Pembangunan Desa ialah untuk mendorong dan meng-gerakkan usaha swadaya gotong-royong masyarakat desa da-lam membangun desanya dengan penyediaan biaya sebesar Rp.92.882.000.000,-

Dengan diterbitkannya Inpres No. 6 Tahun 1984 tentang Penyelenggaraan Bantuan Pembangunan kepada Propinsi Daerah Tingkat I, Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II serta Desa maka tidak seperti pada tahun-tahun sebelumnya, maka untuk selanjutnya penyelenggaraan bantuan pembangunan tidak perlu diperbaharui setiap tahunnya, baik untuk jenisnya maupun un-tuk produk hukum induknya, melainkan cukup menunjuk pada In-pres tersebut.

3. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah

Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah didasarkan pada penggarisan dalam GBHN yang menetapkan bahwa dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang terse-bar di seluruh pelosok negara dan dalam rangka membina kesa-tuan bangsa, maka hubungan kerja yang serasi antara Pemerin-tah Pusat dan Pemerintah Daerah terus dikembangkan atas dasar keutuhan negara kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan oto-nomi daerah yang nyata, dinamis dan betanggungjawab dan di-laksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi yang dapat men-dorong kemajuan dan pembangunan daerah.

Untuk dapat terlaksananya asas-asas tersebut dalam rang-ka hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, maka dengan Keppres No 23 Tahun 1975 telah dibentuk Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang bertugas untuk merumuskan kebijaksanaan penye-lenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Daerah.

Di samping itu berbagai upaya merealisasikan peningkatan hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, baik melalui se-gi kelembagaan maupun segi ketatalaksanaannya, secara terus menerus dan serasi dilakukan antara lain dengan dikeluarkan-nya Keppres No. 27 Tahun 1980 tentang Bappeda Tingkat I dan Bappeda Tingkat II yang diatur lebih terperinci dengan Kepu-tuaan Menteri Dalam Negeri No. 185 Tahun 1980 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerjanya. Selanjutnya dalam rangka pencip-taan keterpaduan antara proyek sektoral dan proyek daerah ma-ka dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No 50 Tahun 1981 dan Surat Edaran Bappenas No.1979 Tahun 1981 ditentukan prosedur dan tatacara pengusulan dan perencanaan proyek-proyek pem-bangunan yang pada dasarnya merupakan kebijaksanaan penerapan prinsip perencanaan dari bawah yang terkoordinasikan secara

XXII/14

mantap. Demikian pula untuk menghindari duplikasi serta agar lebih terarah, terpadu dan serasi dalam pelaksanaan sistem pengawasan dan pengendalian pembangunan di Daerah, maka dengan Keppres No. 64 Tahun 1985 telah dicabut Keppres No. 20 Tahun 1981 tentang team Koordinasi Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan di Daerah (TKP3D). Selanjutnya pelaksanaan pengawasan tersebut dilaksanakan berdasarkan Instruksi Presi-den No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan.

Sejalan dengan terus meningkatnya pelaksanaan pembangun-an, maka untuk lebih menciptakan keterpaduan dalam rangka pe-nyelenggaraan tugas-tugas pembantuan, telah dikeluarkan ber-bagai ketentuan tentang pelaksanaan program-program nasional yang sangat penting bagi masyarakat seperti Proyek Operasional Agraria (PRONA). Dalam hubungan ini, untuk lebih menertibkan pemilikan dan penggunaan tanah, maka telah diadakan pula usaha penertiban penanganan masalah tanah, antara lain dengan penyempurnaan Tim Koordinasi Penanganan Masalah Pertanahan dengan Keppres No. 4 Tahun 1985 sebagai perubahan atas Keppres No. 51 Tahun 1979.

Sementara itu mengingat pentingnya faktor air dalam pe-ningkatan usaha pertanian serta kehidupan para petani maka perlu diadakan pengaturan tentang pemanfaatan air dalam usaha pertanian. Untuk itu perlu ditingkatkan pembentukan serta pembinaan perkumpulan-perkumpulan para petani air. Dengan Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1984 telah digerakkan pening-katan pembinaan perkumpulan-perkumpulan petani pemakai air di daerah pedesaan oleh para pejabat dan instansi yang secara fungsional bertugas dalam bidang tersebut.

Kehidupan koperasi di daerah pedesaan juga telah mendapat perhatian utama karena koperasi merupakan satu-satunya wadah usaha bersama yang bersifat kekeluargaan antara petani, untuk lebih meningkatkan taraf hidupnya. Oleh karena itu untuk meningkatkan peranan Koperasi Unit Desa (KUD), dengan Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1984 telah makin ditingkatkan kegiatan pembinaan dan pengembangannya di wilayah pedesaan.

Di samping itu untuk lebih meningkatkan usaha budidaya tambak ikan/udang bagi para petani ikan/udang, juga telah dilakukan berbagai usaha, antara lain dengan ditetapkannya Proyek Tambak Inti Rakyat dengan Keppres No. 18 Tahun 1984.

Dalam segi hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ini, untuk lebih mendukung pelaksanaan koordinasi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I terhadap kegiatan-kegiatan instansi

XXII/15

vertikal di Daerah, maka berdasarkan Surat Edaran Menteri/Se-kretaris Negara No. B.800/M.Sesneg/3/1981 yang memuat petunjuk Presiden, semua pelaksanaan mutasi di kalangan pejabat Departemen/Lembaga di daerah harus dikaitkan dengan wewenang koordinasi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I tersebut. Selan-jutnya pelantikan Kepala Kantor Wilayah Departemen/Lembaga di Daerah dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dengan disaksikan oleh pejabat yang bersangkutan dari Pusat.

Koordinasi oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I terhadap instansi vertikal di Daerah itu lebih tercermin lagi dalam acara penyerahan DIP dengan Petunjuk Operasional (P0) yang menyertainya yang setiap tahunnya dilakukan oleh seorang Menteri atas nama Presiden kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, yang selanjutnya menyerahkan DIP-DIP tersebut ke-pada para Kepala Kantor Wilayah Departemen/Lembaga yang ber-sangkutan.

4. Aparatur Perekonomian Negara

Penyempurnaan aparatur perekonomian Negara yang menyang-kut badan-badan usaha milik negara, lembaga-lembaga keuangan serta berbagai kebijaksanaan untuk mendorong kegiatan dan perkembangan perekonomian nasional, tetap mendapat perhatian dalam tahun pertama Repelita IV. Aparatur perekonomian nega-ra, khususnya perusahaan-perusahaan negara dan perbankan pe-merintah bertugas memberikan sumbangan bagi perkembangan per-ekonomian negara, dapat menjadi pendorong kegiatan-kegiatan usaha produksi bagi awasta yang belum mampu, mengadakan pemu-pukan keuntungan/pendapatan, menyelenggarakan kemanfaatan umum dan turut aktif dalam melaksanakan dan menunjang pelak-sanaan kebijaksanaan dan program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan, termasuk turut aktif memberikan bimbingan dan pelayanan kepada usaha swasta, khususnya usaha golongan ekonomi lemah dan koperasi.

Mengingat pentingnya peranan perusahaan-perusahaan nega-ra maka Pemerintah secara terus-menerus telah melakukan ber-bagai usaha guna meningkatkan efektivitas dan efisiensinya antara lain dengan menata kembali pola pembinaan dan pengawasan, reorganisasi dalam bentuk penggabungan, penggantian pimpinan serta peningkatan pengendalian. Peranan badan-badan usaha milik negara dapat dilihat dari besarnya penerimaan negara dalam bentuk pajak perseroan badan-badan usaha milik negara yang rata-rata setahun sebesar 50% dari seluruh pajak perseroan yang diterima oleh negara. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap badan-badan usaha milik negara maka

XXII/16

dengan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1983 telah ditegaskan fungsi-fungsi badan usaha milik negara sebagai aparatur per-ekonomian negara. Terhadap ketentuan dalam peraturan pendiri-an Perjan, Perum dan Anggaran Dasar Persero yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah No. 3 terse-but, diadakan perubahan dan penyesuaian.

Dalam tahun pertama Repelita IV dalam rangka pembinaan badan-badan usaha milik negara telah dilakukan antara lain penyertaan modal untuk pendirian Persero baru, penambahan pe-nyertaan modal Persero yang telah ada, pengalihan pemilikan dan penguasaan modal suatu PT kepada PT lain, pembentukan Perum baru, penyempurnaan Perum yang telah ada, serta penga-lihan bentuk Perusahaan Negara (PN) menjadi Perum.

Sampai akhir tahun pertama Repelita IV jumlah badan usa-ha milik negara yang berkedudukan Persero, baik tunggal mau-pun patungan ada 152 buah, yang berstatus Perum 31 buah dan yang berstatus Perjan tetap 2 buah, yaitu Perjan Pegadaian di bawah pembinaan Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri De-partemen Keuangan dan Perjan Karats Api di bawah pembinaan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan, sedang yang mempunyai status khusus karena pembentukannya di-dasarkan pada Undang-undang tersendiri berjumlah 9 buah, yai-tu 8 Bank Pemerintah dan Pertamina. Yang belum dikonversikan ke dalam bentuk yang ditetapkan dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1969 ada 17 buah PN dan 11 buah PT .Lama.

Perkembangan badan-badan usaha milik negara sampai de-ngan tahun pertama Repelita IV dapat dilihat pada Tabel XXII - 1 dan Tabel XXII - 2.

Perkembangan usaha dari badan-badan usaha milik negara tersebut menunjukkan prestasi yang cukup baik meskipun situa-si ekonomi tidak secerah tahun-tahun sebelumnya. Angka-angka aktiva, penjualan dan labs seperti terlihat pada Tabel XXII - 3, kontribusinya kepada negara seperti terlihat pada Tabel XXII - 4 serta realisasi penerimaan negara menurut sektor se-perti terlihat pada Tabel XXII - 5 dapat memberi gambaran me-ngenai hal tersebut.

Dalam pada itu dalam rangka penciptaan iklim berusaha terutama untuk mendorong usaha-usaha peningkatan ekspor komo-diti non-migas maka Pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijaksanaan di bidang ekonomi, antara lain Paket 1 April 1976, Kebijaksanaan 15 Nopember 1978, dan Peraturan Pemerin-tah No. 1 Tahun 1982.

XXII/17

TABEL XXII - 1

PERKEMBANGAN STATUS BADAN USAHA MILIK NEGARA,1979/80 - 1984/85

1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85

Tunggal 103 110 116 117 123 124

Patungan 20 21 24 26 28 28

Perum 22 20 23 24 27 31

Perjan 2 2 2 2 2 2

P N 44 43 35 31 21 17

PT Lama 13 13 13 12 12 11

Status Khuaus 9 9 9 9 9 9

Jumlah 213 218 222 221 222 222

XXII/ 18

TABEL XXII - 2

KEADAAN STATUS BADAN USAHA MILIK NEGARA,PER 1 APRIL 1985

No. Departemen Persero perms Perjan P N PT Status

Lama KhususJumlah

Tunggal Patungan

1. Pertahanan dan Keamanan - - 3 - - 3

2. Penerangan 2 - - 2 - - 4

3. Keuangan 11 8 2 1 - - 8 30

4. Perlagangan 10 1 - - - 1 - 12

5. Pertanian 31 2 3 - 10 2 - 48

6. Kehutanan 4 - 1 - - - 5

7. Perindustrian 26 13 2 - 3 4 - 48

8. Pertambangan dan Energi 3 2 3 - - 1 1 10

9. Pekerjaan Umum 16 - 2 - 1 1 20

10. Perhubungan 10 2 9 1 - 1 - 23

11. Pariwisata, Pos dan Teleko-

Munikasi 6 - 2 - - - _ 8

12. Tenaga Kerja - - 1 - - - - 1

13. Pendidikan dan Kebudayaan - - - - 1 - - 1

14. Kesehatan 1 - 3 - - 4

15. Non Departemen 4 - - - 1 - 5

XXII/19

TABEL XXII - 3

PERKEMBANGAN KEGIATAN BADAN USARA MILIK NEGARA,1979 - 1984

(dalam milyar rupiah)

1979 1980 1981 1982 1983 1984

Total Aktiva 26.316,3 34.513,9 40.409,1 52.089,0 69.299,8 76.756,2

Penjualan 6.522,2 9.796,3 11.404,1 13.171,7 16.974,5 20.589,9

L a b a 1.179,2 1.422,3 1.627,9 1.354,2 2.890,7 2.254,8

Catatan: Data d i at as merupakan penyempurnaan terhadap data sebelumnya

XXII/20

TABEL XXII - 4

KONSTRIBUSI BADAN USAHA MILIK NEGARA,1979/80 - 1984/85

(dalam milyar rupiah)

1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85

Pajak Pereeroan Total 297,1 447,6 559,1 674,5 757,4 1.210,7

Pajak Pereeroan/Penghaailan BUMN

142,7 225,0 268,1 343,8 357,0 681,3

Penerimaan non tax 187,3 315,7 336,4 435,6 519,0 469,7

Dividen/Dana Pembangunan/Bagian Laba Pemerintah

38,0 69,6 96,5 153,5 171,3 265,9

XXII/21

TABEL XXII - 5

REALISASI PENERIMAAN NEGARA BERUPA DEVIDEN, DANA PEMBANGUNAN

DAN BAGIAN LABA PEMERINTAH TAHUN ANGGARAN,1979/80 - 1984/85

(dalam milyar rupiah)

S e k t o r 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85

1.Pertanian 18,3 14,9 10,0 10,6 11,3 25,3

2.Industsi 8,2 3,8 12,8 12,2 27,4 23,1

3.Jasa Umum 0,6 1,7 4,0 11,9 38,6 37,5

4.Jasa Keuangan 2,9 4,4 6,0 12,9 11,6 22,7

5.Perdagangan 0,3 0,4 0,2 0,3 0,4 0,5

6.Pertambangan 7,1 5,9 7,0 8,9 16,4 3,8

7.Perbankan 0,6 38,5 56,5 96,7 65,6 153,0

Jumlah : 38,0 69,6 96,5 153,5 171,3 265,9

XXII/22

'

Dengan Paket 1 April 1976 telah diturunkan atau dihapus-kan pajak-pajak ekspor dari 10% menjadi 5% yang diharapkan mampu merangsang produsen eksportir untuk meningkatkan ekspor.

Kebijaksanaan 15 Nopember 1978 mengandung dua langkah penting yang diambil oleh Pemerintah untuk menggalakkan eks-por non-migas, yang pertama ialah menerbitkan sertifikat eks-por dan kedua adalah melakukan devaluasi terhadap rupiah de-ngan 33%.

Kebijaksanaan yang bersifat menyeluruh tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor-Impor dan Lalu Lintas Devisa yang disusul dengan se-rangkaian peraturan pelaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Keuangan, Menteri Perhu-bungan serta Gubernur Bank Indonesia. Langkah-langkah terse-but meliputi pengaturan tentang pemilikan dan penggunaan de-visa, tata cara pembayaran, penyederhanaan prosedur perkre-ditan dan jaminan kredit ekspor, asuransi ekspor, perpajakan dan jasa-jasa angkutan laut. Untuk dapat mencapai sasaran-sa-saran kebijaksanaan yang telah ditetapkan maka diperlukan ke-tepatan dan keterpaduan kebijaksanaan dari berbagai. instansi Pemerintah, serta kerjasama yang erat antar sesama pengusaha yang bersangkutan dengan upaya ekspor komoditi non-migas. Da-lam rangka upaya tersebut telah dibentuk Panitia Kerja Tetap (PANJATAP) Pengembangan Ekspor melalui Surat Keputusan Bersa-ma Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 148 dan Menteri Keu-angan No. 328 Tahun 1982, sedang untuk penanganannya di dae-rah telah dibentuk Panitia Kerja Tetap Pengembangan Daerah (PANJATAPDA) berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 1982. Demikian pula untuk penerobosan pemasaran di luar negeri telah dibentuk Team Pengembangan Ekspor pada perwakil-an-perwakilan Republik Indonesia (TEPEPRI) berdasarkan Ins-truksi Menteri Luar Negeri No. 820282 Tahun 1982.

Dalam upaya meningkatkan langkah-langkah penerobosan pe-masaran di luar negeri maka pada bulan Oktober 1984 di Jakar-ta diadakan Forum Konsultasi Dagang yang dihadiri oleh semua Atase Perdagangan, Konsul Jenderal, Kepala Kantor Perwakilan serta pejabat-pejabat Departemen Perdagangan lainnya dan 400 orang pengusaha. Forum tersebut bertujuan untuk menemukan me-kanisme dan cara pengenalan potensi pasar luar negeri melalui informasi secara langsung antara dunia usaha dengan para pe-jabat Departemen Perdagangan yang bertugas di luar negeri.

Menghadapi situasi perekonomian dunia yang masih belum pulih dari pengaruh resesi dan untuk mengatasi masalah biaya

XXII/23

ekonomi tinggi di dalam negeri serta untuk memperlancar ke-giatan ekonomi, telah dilakukan kegiatan-kegiatan untuk me-nunjang penekanan biaya-biaya yang selama ini terlalu membe-ratkan termasuk penyederhanaan prosedur ekspor-impor.

Dalam rangka pengembangan dunia usaha, khususnya untuk meningkatkan peranannya dalam pelaksanaan pembangunan maka Badan Koordinasi Penanaman Modal telah mengadakan penyederha-naan tata cara permohonan persetujuan dan fasilitas penanaman modal sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari Pedoman Penyeder-hanaan dan Pengendalian Perizinan di Bidang Usaha sebagaimana ditetapkan dalam Instruksi Presiden No. 5 Tahun 1984. Demiki-an pula dengan Keppres No. 51 Tahun 1984 telah diadakan pe-nyesuaian Daftar Skala Prioritas Bidang Usaha Penanaman Modal sebagai tindak lanjut dari Keppres No. 78 Tahun 1982. Sekitar 1.000 jenis usaha terbuka untuk penanaman modal dan 200 jenis di antaranya dinyatakan mempunyai prospek baik.

Sementara itu secara terus-menerus dikembangkan kerjasa ma yang serasi antara usaha besar, terutama badan-badan usaha milik negara, menengah dan kecil serta koperasi berdasarkan semangat saling menunjang dan saling menguntungkan. Pembinaan usaha golongan ekonomi lemah telah dilanjutkan dan lebih di-tingkatkan, kecuali melalui pemberian kesempatan luas dalam pemborongan pekerjaan dan pembelian barang/peralatan Pemerin-tah, juga dengan jalan penyuluhan dan bimbingan untuk mening-katkan kemampuan pengelolaan dan pemasaran. Di bidang indus-tri kecil dapat disebutkan bahwa dari lebih kurang 12.500 sentra dalam sektor "industri rumah tangga" yang tersebar di semua propinsi, 468 sentra industri telah mendapat bimbingan langsung dari proyek Bimbingan dan Pengembangan Industri Ke-cil (BIPIK). Disadari bahwa “industri rumah tangga” dapat me-mainkan peranan penting dalam proses industrialisasi. Guna meningkatkan pemasaran hasil industri tersebut di luar nege-ri, Badan Pengembangan Ekspor Nasional Departemen Perdagangan telah mengadakan promosi di luar negeri.

Di bidang pasar uang dan modal terus dikembangkan kebi-jaksanaan yang bertujuan untuk menggairahkan masyarakat dalam penghimpunan dana untuk digunakan secara produktif, yang juga dimaksudkan untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan masyarakat berupa pemilikan modal perusahaan melalui pasar uang dan modal yang menjangkau masyarakat luas. Untuk lebih meningkatkan kelancaran pelaksanaan fungsi pengelolaan pasar uang dan modal tersebut maka dengan Keppres No. 58 Tahun 1984 telah disempurnakan susunan organisasi Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) dengan penambahan seorang Wakil Ketua.

XXII/24

5. Pengawasan dan Penertiban Operasional

Untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan pembangunan na-sional, pendayagunaan aparatur pemerintah juga diarahkan pada penyempurnaan kebijaksanaan dan peningkatan pelaksanaan pe-ngawasan dan penertiban operasional. Hal ini telah dilakukan secara terus-menerus sejak Repelita I. Dalam hubungan ini GBHN yang ditetapkan dengan TAP No. II/MPR/1983 antara lain menyatakan perlunya dilanjutkan dan makin ditingkatkan kebi-jaksanaan dan langkah-langkah yang telah dilakukan dalam pe-nertiban aparatur Pemerintah serta dalam menanggulangi masa-lah-masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan dan keuangan negara, pungutan-pungutan liar serta berbagai bentuk penyelewengan lainnya yang meng-hambat pelaksanaan pembangunan. Dinyatakan pula bahwa untuk itu perlu ditingkatkan pengawasan dan langkah-langkah penin-dakan.

Mengingat pentingnya pengawasan tersebut maka Presiden telah memberikan tugas kepada Wakil Presiden untuk menangani masalah pengawasan. Di samping itu dalam Kabinet Pembangunan IV diangkat Menteri Koordinator Bidang EKUIN dan Pengawasan Pembangunan. Agar pengawasan dapat dilaksanakan lebih efek-tif, maka dengan Keppres No. 31 Tahun 1983 telah dibentuk Ba-dan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai Lemba-ga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan ber-tanggungjawab langsung kepada Presiden. Tugas pokok BPKP an-tara lain adalah mempersiapkan perumusan kebijaksanaan dan penyelenggaraan pengawasan keuangan dan pembangunan.

Selanjutnya dengan Inpres No. 15 Tahun 1983 telah dite-tapkan pedoman pengawasan yang dimaksudkan agar seluruh pe-ngawasan dapat dilaksanakan secara lebih terpadu dan terarah, baik dalam perumusan kebijaksanaan dan dalam penyusunan ren-cana maupun dalam pembidangan kewenangan pelaksanaan penga-wasan. Dalam rangka pembinaan keterpaduan dan keterarahan tersebut maka secara periodik maupun secara insidentil diada-kan rapat koordinasi para menteri dan pejabat tinggi lainnya di bawah pimpinan Wakil Presiden untuk membahas strategi dan kebijaksanaan pengawasan serta rapat koordinasi pimpinan apa-rat pengawasan fungsional yang dipimpin oleh Menko Bidang EKUIN & WASBANG untuk membahas langkah-langkah pelaksanaan teknis operasional pengawasan. Keterarahan pengawasan dituju-kan kepada pengamanan pelaksanaan Panca Krida Kabinet Pem-bangunan IV serta pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan dengan secara dini mencegah atau mene-

XXII/25

mukan penyimpangan pelaksanaan pemerintahan maupun pembangun-an.

Pada akhirnya Pemerintah mengamati dan memperhatikan se-gala keluhan atau pengaduan yang diajukan oleh masyarakat maupun yang diketahui melalui media massa. Dengan surat Men-teri Dalam Negeri No. 120.04/3194/PUOD akhir tahun 1984 selu-ruh aparatur Pemerintah Daerah diharapkan agar cepat tanggap terhadap segala keluhan dan pengaduan masyarakat. Keluhan dan pengaduan ini diteruskan kepada instansi yang berwenang untuk penyelidikan kebenarannya serta penyelesaian masalahnya.

Dalam tahun pertama Repelita IV telah makin ditingkatkan pengawasan dan penertiban di lingkungan aparatur Pemerintah Pusat dan Daerah, maupun dilingkungan badan-badan usaha milik negara. Hal ini dilakukan melalui pengawasan melekat dan pe-ngawasan fungsional serta dengan operasi-operasi penertiban terhadap penyalahgunaan jabatan, komersialisasi jabatan, ko-rupsi, pemborosan-pemborosan, pungutan liar dan perbuatan tercela lainnya. Pelaksanaan pengawasan dan penertiban terse-but telah menunjukkan hasil-hasil yang nyata yang memberikan dampak positif bagi terciptanya iklim pencegahan terjadinya penyimpangan-penyimpangan.

Mengenai hasil penertiban yang telah dicapai sejak awal Repelita III sampai dengan Maret 1985 dapat dikemukakan bahwa oknum aparatur Pemerintah yang ditindak meliputi 11.685 orang yang tersangkut dalam 8.887 kasus. Dari 11.685 orang yang di-tindak, 11.088 orang dikenakan tindakan administratif, 582 orang dikenakan tindakan hukum dan 15 dikenakan tindakan lain.

Hasil Operasi Tertib periode. April 1979 sampai dengan Maret 1985 dapat dilihat pada Tabel XXII - 6.

Hasil-hasil operasi penertiban gabungan yang dilakukan dalam Repelita III dan awal Repelita IV adalah sebagai beri-kut :

a. Operasi Sihwa

Dalam proses pengangkatan tenaga honorer daerah dan pe-rangkat kelurahan sebagai Calon Pegawai dan Pegawai Negeri Sipil telah diketemukan penyelewengan dan pungutan liar yang mengakibatkan tidak tertibnya pelaksanaan pengangkatan terse-but. Operasi Sihwa I tahun 1981/82 dilakukan di 10 Daerah Tingkat I dan Operasi Sihwa II tahun 1982/83 dilakukan di 12 Daerah Tingkat I. Dari hasil operasi telah dapat diungkapkan

XXII/26

TABEL KKII - 6

IKHTISAR PERKEMBANGAN OPERASI TERTIB DI LINGKUNGAN APARATUR NEGARA,1)1979/80 - 1984/85

( orang )

No. Jenis TindakanPenertiban 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85

1. K a s us 964 986 1.170 1.385 1.837 2.545

2. Personil yang terlibat

1.692 1.297 1.559 1.714 2.229 3.194

3. Tindakan Administrasi 1.454 1.203 1.484 1.628 2.177 3.142

4. Tindakan Hukum 232 94 75 86 52 52

5. Tindakan Lain-1ain2) 15 - - - _ -

1) Meliputi Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Sekretariat Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Kejaksaan Agung dan Bank-bank Pemerintah

2) Bukan terhadap pegawai negeri atau pegawai Perusahaan Negara (Perusahaan Swasta sebagai supplier/kontraktor)

XXII/27

penyelewengan yang melibatkan 36 oknum pegawai Pemerintah Daerah dan telah diserahkan untuk dikenakan tindakan disiplin sesuai dengan PP No. 30 Tahun 1980.

Dewasa ini Operasi Sihwa III sedang dilakukan di 14 Dae-rah Tingkat I.

b.Operasi Tunas

Dalam Operasi Tunas untuk penertiban proses penerimaan murid baru SMTP/SMTA tahun ajaran 1982/83 telah terungkap ka-sus-kasus penyelewengan yang melibatkan 154 orang yang terdi-ri dari 70 orang Kepala SMTP, 59 orang Kepala SMTA, 8 orang guru SMTP, 11 orang guru SMTA dan 6 orang pejabat Kanwil Dep-dikbud dan kesemuanya telah dikenakan hukuman disiplin sesuai dengan PP No. 30 Tahun 1980.

Demikian pula telah dilakukan operasi terhadap pemilikan ijazah palsu dan ijazah asli tetapi palsu dalam lingkungan instansi-instansi Pemerintah yang telah berhasil ditindak 224 orang pegawai dengan perincian 63 orang tingkat sarjana, 47 orang tingkat sarjana muda dan 114 orang tingkat SLTA ke ba-wah, sedangkan 363 orang lainnya masih dalam proses peneliti-an.

c.Operasi Pra Vidya Griya dan Vidya Griya

Dalam realisasi pelaksanaan pembangunan SD Inpres telah terungkap adanya penyelewengan, penyalahgunaan jabatan/wewe-nang dan penerimaan pemberian yang dilakukan oleh aparatur pemerintah secara bekerjasama dengan pemborong maupun secara sendiri-sendiri. Terhadap penyelewengan-penyelewengan terse-but telah dilakukan Operasi Pra Vidya Griya di 15 Kecamatan Lebak dan berhasil menjaring 51 oknum pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah Serta 14 oknum pegawai di lingkungan Depar-temen Dikbud. Semua yang terlibat ini telah dikenakan hukuman disiplin berdasarkan PP No. 30 Tahun 1980.

Operasi dilanjutkan dengan Operasi Vidya Griya babak I terhadap 1.966 proyek di 13 Daerah Tingkat I dengan daerah sasaran 178 Kecamatan. Mereka yang diketemukan terlibat meli-puti 15 orang Bupati, 548 orang pegawai negeri sipil, 1 orang anggota ABRI dan 110 orang swasta. Terhadap yang terlibat te-lah dikenakan hukuman disiplin dan hukuman disiplin militer.

Operasi Vidya Griya babak II dilakukan pada bulan Pebru-ari - Maret 1983 di 9 Daerah Tingkat I. Hasil sementara yang

XXII/28

dicapai dalam operasi ini yang meliputi 121 proyek SD Inpres dan 83 proyek Inpres sarana kesehatan ialah diketemukannya penyelewengan keuangan negara sebesar lebih kurang Rp. 5,4 milyar dengan melibatkan 20 oknum aparatur negara serta ok-num-oknum perusahaan swasta. Bagi mereka yang terlibat yang cukup memenuhi unsur-unsur tindak pidana perkaranya telah di-limpahkan kepada Kejaksaan Tinggi.

d. Penertiban Ijazah Palsu

Sejak diterbitkannya Surat Edaran Menpan No. 07/SE/MEN PAN/1980 Tahun 1980 telah dilakukan penertiban terhadap pemi-likan dan penggunaan ijazah palsu/ijazah asli tetapi palsu sebanyak 522 buah, termasuk 47 buah ijazah sarjana muda dan 48 buah ijazah sarjana. Masih dalam proses penelitian ialah 1.526 buah, termasuk 903 buah ijazah sarjana muda dan 512 buah ijazah sarjana. Terhadap pegawai negeri yang memiliki dan menggunakannya telah dikenakan tindakan administratif dan hu-kuman disiplin sesuai dengan Surat Edaran Kepala BAKN No. 10/ SE/1981 Tahun 1981.

e. Operasi Teratai

Dalam rangka penertiban tempat kir/pengujian kendaraan, pemberian izin usaha dan trayek angkutan penumpang dan barang pengurusan SIM, STNK, BPKB dan sejenisnya telah dilakukan Operasi Teratai VI. Dalam operasi tersebut telah tertangkap tangan 26 orang pegawai negeri dan anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran kedinasan dengan menerima uang suap.

Mengenai operasi-operasi penertiban lainnya dapat dise-butkan Operasi Purna Yudha I dan II yang bertugas mengadakan penelitian terhadap manipulasi Surat Keterangan Bekas Tentara Non NRP dan Surat Keputusan Pensiun. Sebanyak 902 orang yang terdiri dari anggota ABRI, PEPABRI, pegawai negeri sipil dan penerima pensiun ganda telah kedapatan terlibat dalam kasus-kasus pemalsuan dokumen pensiun. Kemudian Operasi Atlas telah dilancarkan dalam rangka pengamanan dalam pembebasan tanah untuk Perumnas terhadap penyalahgunaan wewenang. Operasi ini telah berhasil memberantas usaha percaloan dan manipulasi. Selanjutnya dapat dikemukakan pula Operasi Mayang I pada ta-hun 1984 untuk menertibkan perkreditan Bimas Nelayan terhadap penyelewengan-penyelewengan. Dalam pada itu telah pula dilan-carkan Operasi Bimajaya I, II dan III guna menyelesaikan ham-batan yang dihadapi dalam pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tol. Seterusnya Operasi Rimba guna menertibkan bidang kehutanan telah berhasil menemukan penyelewengan oleh 15

XXII/29

orang pegawai negeri sipil dan 5 orang swasta. Terakhir Ope-rasi Nirmala yang ditujukan terhadap perbuatan-perbuatan pe-nyelewengan dalam pengadaan obat-obatan dan alat-alat kese-hatan telah berhasil menemukan keterlibatan 27 orang dalam perbuatan penyalah gunaan wewenang.

Adapun mengenai pengawasan atas badan-badan usaha milik negara dapat dikemukakan bahwa dalam rangka pembinaan dan pe-ngawasan sesuai dengan PP No. 3 jo. PP No. 28 Tahun 1983, Menteri Keuangan telah menerbitkan Surat Keputusan No. S-1080/MK.011/1984 tentang Rapat Umum Pemegang Saham Persero telah ditentukan agar penilaian teknis perusahaan dapat dila- kukan lebih realistis melalui penetapan perbagian laba semen-tara berdasarkan laporan manajemen perusahaan. Pengesahan fi-nal terhadap rencana laba rugi dilakukan segera setelah ada laporan audit BPKP.

Demikian pula dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. S-1159 dan S-1227/MK.011/1984 tentang kewajiban badan usaha milik negara untuk menyampaikan rencana kerja serta anggaran perusahaan dan laporan berkala kepada Badan Pemerik-sa Keuangan. Dengan penyampaian laporan kepada BEPEKA secara teratur dimaksudkan agar BEPEKA dapat melakukan evaluasi dari laporan audit yang dilakukan oleh BPKP.

6. Penyempurnaan di bidang kepegawaian

Sebagaimana dalam tahun-tahun Repelita sebelumnya, dalam tahun pertama Repelita IV untuk meningkatkan pengabdian dan kesetiaan pegawai negeri sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembinaan pegawai negeri sipil atas dasar keserasian sistem karier dan sistem prestasi kerja secara berencana dan terarah terus dilakukan dan ditingkatkan.

Kegiatan-kegiatan pendayagunaan pegawai negeri sipil yang telah dilakukan sejak Repelita I tersebut meliputi : (a) penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang kepega-waian; (b) penyempurnaan dasar-dasar penyusunan formasi; (c) pengadaan dan pengangkatan serta penyelesaian kepangkatan; (d) perbaikan penghasilan; (e) peningkatan disiplin; (f) pe-nyempurnaan tata usaha kepegawaian; (g) peningkatan kemampuan manajemen serta keterampilan dan produktivitas kerja; dan (h) penyelenggaraan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.

XXII/30

a. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian

Dalam rangka pendayagunaan pegawai negeri sipil telah diterbitkan UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepega-waian. Pelaksanaan dari pokok-pokok kebijaksanaan yang telah ditentukan dalam undang-undang tersebut pengaturannya ter-tuang dalam berbagai Peraturan Pemerintah. Kemudian pelaksa-naan operasional dari kebijaksanaan dalam Peraturan Pemerin-tah tersebut diatur dalam Keputusan Presiden. Selanjutnya pe-tunjuk pelaksanaannya lebih lanjut dituangkan dalam keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan atau Menteri yang juga berwenang dalam masalah yang bersangkutan, dalam Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian (BAKN) atau Surat Edaran Bersama dengan Pimpinan instansi lain yang juga berwenang dalam masalah yang bersangkutan.

Sampai dengan tahun pertama Repelita IV sebagai pelaksa-naan UU No. 8 Tahun 1974 telah dikeluarkan 88 buah Peraturan Pemerintah dan 73 buah Keputusan Presiden. Adapun peraturan-peraturan perundang-undangan yang penting dalam rangka pelak-sanaan UU No.8 Tahun 1984 itu diantaranya dapat dilihat pada Tabel XXII - 7.

b. Penyempurnaan dasar-dasar penyusunan formasi

Sebagai kelanjutan dari kegiatan yang dilakukan pada ta-hun-tahun sebelumnya maka pada tahun pertama Repelita IV te-rus dilaksanakan kegiatan ke arah penyusunan formasi pegawai negeri sipil berdasarkan PP No. 5 Tahun 1976, yaitu agar se-tiap satuan organisasi Pemerintah mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang sama dengan jenis dan besarnya beban tugas yang menjadi tanggungjawabnya.

Penambahan jumlah pegawai berhubung dengan adanya perluasan organisasi tetap didasarkan pada asas efisiensi dan dalam batas-batas kemampuan keuangan negara. Untuk tahun pertama Repelita IV Pemerintah menyediakan formasi sebanyak 171.220 dengan perincian sebagai berikut :(a) Untuk instansi Pusat 70.000(b) Untuk Daerah Otonom 15.000(c) Untuk pengangkatan tenaga honorer daerah 55.776(d) Untuk Inpres SD 23.300(e) Untuk Inpres Kesehatan 5.700(f) Untuk Kesehatan Non Inpres dan Polsus Kehutanan 1.344

XXII/31

TABEL KKII - 7PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TELAH DITETAPKAN

TAHUN 1974/75 S/D MARET 1985 SEBAGAI PERATURAN PELAKSANAANUNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1974

XXII/32

XXII/33

XXII/34

XXII/35

XXII/36

Suatu langkah ke arah penyusunan formasi ialah diadakan-nya inventarisasi jabatan dalam Repelita III dengan maksud untuk dapat mengetahui jumlah dan jenis jabatan yang ada pada organisasi Pemerintah. Untuk memudahkan penyusunan dan penca-rian, maka jabatan yang ada dikelompokkan dalam 2 golongan besar yang terdiri dari jabatan struktural, yaitu jabatan yang nyata-nyata tercantum pada struktur organisasi Pemerin- tah yang bersangkutan, dan jabatan non-struktural, yaitu ja-batan yang tidak tercantum dalam struktur organisasi akan te-tapi jabatan tersebut diperlukan untuk dapat melaksanakan tu-gas pokok organisasi Pemerintah yang bersangkutan.

Dalam Repelita IV usaha inventarisasi jabatan masih di-teruskan dengan melengkapi daftar jabatan yang telah terkum-pul di instansi Pusat maupun Daerah Otonom, sedang jabatan-jabatan yang telah terkumpul setelah diteliti disusun dalam suatu daftar. Penyusunan sebutan dan jumlah jabatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan pejabat yang diberi tugas me-nyusun daftar menurut masing-masing Departemen/Lembaga/Daerah Tingkat I. Hasilnya direncanakan akan merupakan suatu Daftar Nama, Susunan dan Jumlah Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

c. Pengadaan, pengangkatan, dan penyelesaian kepangkatan pegawai negeri

Pengadaan pegawai negeri diperlukan untuk mengisi forma-si yang lowong pada sesuatu instansi Pemerintah, baik di Pu-sat maupun di Daerah. Berkenaan dengan makin meningkatnya tu-gas-tugas pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, maka diperlukan pula perluasan formasi pegawai. Namun demikian pe-nambahan jumlah pegawai selalu tetap didasarkan atas prinsip efisiensi dan rasionalitas dalam penyusunan formasi, serta disesuaikan dengan kemampuan keuangan Negara.

Dalam 5 tahun terakhir ini penambahan pegawai negeri si-pil diutamakan pada tenaga pendidik serta tenaga kesehatan dengan tidak mengesampingkan tenaga untuk sektor-sektor lain-nya. Hal itu didasarkan pada kebijaksanaan Pemerintah untuk pemantapan dan pemerataan pembangunan, dalam hal ini pemera-taan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan dipandang sebagai kunci keberhasilan selanjutnya. Selama Re-pelita II, Repelita III dan tahun pertama Repelita IV jumlah calon pegawai negeri yang diangkat adalah sebesar 1.475.350 orang, dengan perincian sebagaimana dapat dilihat pada Tabel XXII - 8.

XXII/37

TABEL XXII - 8

PERKEMBANGAN JUMLAH PEGAWAI NEGERI YANG DIANGKATDAN YANG NAIK PANGKAT, DALAM REPELITA II, III

DAN TAHUN PERTAMA REPELITA IV,1974/75 - 1984/85

Repelita/TahunJumlah Calon

Pegawai Negeri yang diangkat

Jumlah Pegawai Negeri yang

naik Pangkat

Repelita II

1974/75 32.944 57.414

1975/76 108.065 126.588

1976/77 89.838 159.8701977/78 106.584 134.071

1978/79 160.465 143.094

Repelita III

1979/80 139.979 201.298

1980/81 150.125 223.721

1981/82 150.305 152.829

1982/83 138.507 178.343

1983/84 204.972 265.733

Repelita IV

1984/85 193.566 587.487*)

Jumlah : 1.475.350 2.230.448

*) Termasuk kenaikan pangkat guru, tenaga media dan para media sebanyak 294.286.

XXII/38

Mengenai kenaikan pangkat dapat dikemukakan bahwa selama Repelita II, Repelita III dan tahun pertama Repelita IV jum-lah pegawai negeri, baik yang bekerja pada Departemen/Lembaga maupun pada Daerah Otonom, yang mengalami kenaikan pangkat adalah sebesar 2.230.448 orang dengan perincian sebagaimana dapat dilihat pada Tabel XXII - 8.

Seperti diketahui pangkat adalah kedudukan yang menun-jukkan tingkat seorang pegawai negeri dalam rangka susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. Oleh ka-rena itu setiap pegawai negeri diangkat dalam pangkat tartan-tu. Sedangkan kenaikan pangkat adalah penghargaan yang dibe-rikan atas pengabdian dan dimaksudkan sebagai dorongan untuk lebih meningkatkan pengabdiannya. Untuk menjamin obyektivitas dalam pemberian kenaikan pangkat maka telah ditetapkan PP No. 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Nege-ri Sipil.

Untuk memperlancar proses kenaikan pangkat maka terhi-tung mulai 1 April 1984 kepada Kepala BAKN telah diberikan wewenang untuk menyelesaikan kenaikan pangkat otomatis bagi pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang diperbantukan pada Daerah Otonom sebagai Guru Sekolah Dasar dan penjaga Sekolah Dasar, pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Agama yang menjabat sebagai guru agama Madrasah Ibtidaiyah/guru agama Sekolah Dasar dan penjaga Madrasah Ibtidaiyah, dan pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Kesehatan yang diperbantukan/dipekerja-kan pada Daerah Otonom atau instansi lain, tertentu dengan kualifikasi pendidikan medis dan paramedis dan bekerja pada unit-unit pelayanan kesehatan.

Bagi pegawai negeri sipil yang dimaksud telah diselesai-kan kenaikan pangkat otomatis sebanyak 294.286 orang.

d. Perbaikan penghasilan

Perbaikan penghasilan pegawai negeri telah dimulai de-ngan diterbitkannya PP No. 12 Tahun 1967 tentang PGPS. Dalam rangka terus mendorong prestasi kerja pegawai negeri sejak Repelita I sesuai dengan kemampuan keuangan negara telah diu-sahakan peningkatan penghasilan. Dengan PP No. 7 Tahun 1977 sejak 1 April 1977 telah diadakan perubahan peraturan gaji pegawai yang sebelumnya berdasarkan atas PP No. 12 Tahun 1967. Sejak itu sejalan dengan makin meningkatnya kemampuan keuangan negara perbaikan penghasilan terus diadakan, antara

XXII/39

lain dengan PP No. 9 Tahun 1979, PP No. 37 Tahun 1979, PP No. 14 Tahun 1980, PP No. 45 Tahun 1980 dan PP No. 8 Tahun 1984.

Pada tahun pertama Repelita IV dengan telah dikeluarkan-nya PP No. 15 Tahun 1985 yang merubah gaji pokok sebagaimana ditetapkan dalam PP No. 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil telah diusahakan perbaikan penghasilan pegawai negeri lagi. Dengan adanya perubahan gaji pokok pega-wai negeri tersebut yang berlaku sejak 1 April 1985, maka ke-naikan penghasilan rata-rata adalah 20% dari penghasilan la-ma. Dengan membandingkan gaji pokok terendah menurut PP No. 7 Tahun 1977 sebesar Rp. 12.000,- maka gaji terendah berdasar-kan PP No. 15 Tahun 1985 adalah sebesar Rp. 33.200,- yang berarti peningkatan sebesar 176%. Sementara itu gaji pokok tertinggi meningkat dari Rp. 120.000,- menurut PP No. 7 Tahun 1977 menjadi Rp. 365.000,- berdasarkan PP No. 15 Tahun 1985 yang berarti adanya kenaikan sebesar 121%. Meningkatnya gaji pokok mengakibatkan naiknya penghasilan pensiunan antara 27% sampai dengan 59%.

Perbandingan peningkatan penghasilan pegawai negeri si-pil dalam Repelita II, Repelita III dan tahun pertama serta kedua Repelita IV adalah sebagaimana dapat dilihat pada Tabel XXII - 9.

Di samping peningkatan gaji pokok, sejak 1 April 1985 tunjangan pegawai negeri juga ditingkatkan, yaitu tunjangan-tunjangan jabatan pada Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, Pe-ngadilan Negeri, Peradilan Agama, Mahkamah Pelayaran, Kejak-saan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, Perguruan Tinggi, lem-baga penelitian, lembaga persandian, BP-7, demikian pula tun-jangan-tunjangan bahaya nuklir, pengamatan gunung api, penga-manan dan penyelamatan pelayaran, tunjangan guru dari Taman Kanak-kanak sampai SMTA, tunjangan tenaga kesehatan, tunjang-an-tunjangan khusus Irian Jaya dan Timor Timur serta tunjang-an struktural.

Selain dari pada itu sejak 1 April 1984 telah dikeluar-kan Keppres No. 22 Tahun 1984 di mama gaji pegawai daerah dan pegawai pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom serta pensiunan pegawai daerah yang semula dibayar melalui Kas Dae-rah dialihkan pembayarannya melalui Kantor Perbendaharaan Ne-gara/Kantor Kas Negara.

Mengenai perbaikan penghasilan penerima pensiun, dapat dikemukan bahwa seperti perbaikan penghasilan pegawai negeri, demikian pula perbaikan penghasilan penerima pensiun dilaku-

XXII/40

TABEL XXII - 9

PENGHASILAN RATA-RATA PEGAWAI NEGERI SIPIL,1973/74 - 1984/85

T a h u n

No. GolonganRuang

Masa Kerja(tahun) 1973/74 1978/79 1982/83 1983/84 1984/85

1. I/a 4 4.050 15.990 32.200 36.800 36.800

2. I/b 7 4.050 20.540 41.100 47.300 47.300

3. I/c 9 4.050 23.650 47.300 54.400 54.400

4. I/d 11 4.558 27.310 54.700 62.900 62.900

5. II/a 12 10.952 38.190 68.800 79.100 79.100

6. II/b 13 13.214 43.180 77.800 89.400 89.400

7. II/c 13 14.692 45.740 82.400 94.700 94.700

8. II/d 13 16.246 48.400 87.200 100.200 100.200

9. III/a 15 22.732 64.270 106.100 122.200 122.200

10. III/b 15 24.812 67.830 112.000 128.900 128.900

11. III/c 15 26.982 71.490 118.000 135.900 135.900

12. III/d 16 29.246 75.260 131.600 151.900 151.900

13. IV/a 18/21 34.928 102.790 164.500 189.200 189.200

14. IV/b 18/21 37.608 107.900 172.700 198.600 198.600

15. IV/c 18/21 40.380 121.770 194.900 224.100 224.100

16. IV/d 18/24 43.244 127.430 203.900 234.500 234.500

17. IV/e 18/24 46.200 133.200 213.200 245.100 245.100

PP12/67 PP 7/77 PP 7/77 PP 7/77 PP 7/77jo. jo. jo. jo.PP 35/73 PP 47/80 PP 8/84 PP 8/84

Keterangan :

1. Setiap Pegawai Negeri Sipil dianggap mempunyai seorang isteri/suami dan 3 orang anak;

2. Dalam perhitungan ini belum termasuk:a. Tunjangan jabatan;b. Tunjangan pangan;

3. Belum dikurangi iuran wajib 10% dari penghasilan.

XXII/41

kan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Sementara itu sedang dipelajari kemungkinan pembiayaan pen-siun dengan menggunakan sistem dana yang dihimpun dari pega-wai negeri sendiri di samping modal awal dari Pemerintah. Hal ini dipandang akan meringankan beban APBN apalagi kalau me-ngingat akan terjadinya ledakan pemensiunan pegawai negeri menjelang tahun 2000-an.

Perbandingan peningkatan penghasilan pensiunan dalam Re-pelita II, Repelita III dan tahun pertama serta kedua Repeli-ta IV adalah sebagaimana dapat dilihat pada Tabel XXII - 10.

e. Peningkatan disiplin

Seperti telah diketahui secara terus menerus telah dila-kukan usaha untuk perbaikan kesejahteraan pegawai. Dengan adanya segala perbaikan itu maka kepada setiap pegawai negeri dituntut untuk memiliki disiplin tinggi dalam melaksanakan tugas kewajiban sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat.

Dalam rangka peningkatan disiplin maka Pemerintah menge-luarkan PP No. 30 Tahun 1980 yang mengatur kewajiban, larang-an serta sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh pegawai negeri. Dalam PP tersebut dirumuskan 26 kewajiban dan 18 larangan, sedangkan tingkat dan jenis hu-kuman kepada yang melakukan pelanggaran disiplin ialah hukum-an ringan, hukuman sedang dan hukuman berat. PP No. 30 Tahun 1980 inilah yang digunakan Pemerintah sebagai dasar penindak-an terhadap pegawai negeri yang tidak taat kepada peraturan disiplin tersebut.

Untuk menyelesaikan keberatan pegawai negeri yang dija-tuhi hukuman disiplin, maka dengan Keppres No. 67 Tahun 1980 telah dibentuk Badan Pertimbangan Kepegawaian yang diketuai oleh Menteri Negara Pendayagunaan Apartur Negara, Kepala BAKN sebagai sekretaris dan anggota-anggotanya terdiri dari Sekre-taris Kabinet, Dirjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman, Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Dirjen PUOD Departemen Dalam Negeri dan Ketua Pengurus Pusat KORPRI. Sampai dengan akhir Maret 1985 Badan Pertimbangan Ke-pegawaian telah memeriksa dan mengambil keputusan atas 159 keberatan yang diajukan oleh pegawai negeri.

Dalam pada itu mengingat bahwa pegawai negeri harus men-jadi teladan yang baikbagi masyarakat dalam tingkah laku dan tindakan serta mengingat pula bahwa kehidupan pegawai negeri

XXII/42

TABEL XXII - 10

PENGHASILAN RATA-RATA PENSION PEGAWAI NEGERI SIPIL,1973/74 - 1984/85

T a h u n

No. GolonganRuang 1973/74 1978/79 1982/83 1983/84*) 1984/85

1. I/a 1.800 13.600 20.400 35.700 35.700

2. I/b 2.150 16.600 24.900 44.500 44.500

3• I/c 2.700 19.200 28.800 49.200 49.200

4• I/d 3.200 22.000 33.000 52.600 52.6005. II/a 4.500 29.700 44.600 69.600 69.600

6. II/b 5.750 35.700 53.600 80.300 80.300

7. II/c 6.350 39.700 59.000 86.500 86.500

8. II/d 6.950 43.100 64.700 91.200 91.200

9. III/a 8.350 53.250 79.900 109.700 109.700

10. III/b 9.150 57.650 86.50 116.100 116.100

11. III/c 9.850 62.250 93.400 120.300 120.300

12. III/d 10.600 67.050 100.600 126.700 126.700

13. IV/a 11.750 77.150 115.800 145.500 145.500

14. IV/b 12.800 82.550 123.900 153.000 153.000

15. IV/c 13.600 88.150 132.300 160.400 160.400

16. IV/d 14.650 93.950 141.000 165.400 165.400

17. IV/e 15.450 99.900 149.900 172.900 172.900

Keterangan :

1. Setiap pensiunan pegawai negeri sipil dianggap mempunyai seorang isteri/ suami dan 3 orang anak;

2. Dalam perhitungan ini belum termasuk tunjangan pangan;3. Belum dikurangi iuran wajib untuk pemeliharaan kesehatan sebesar 2% dari

penghasilan sebulan.*) Angka diperbaiki.

XXII/43

perlu ditunjang oleh kehidupan berkeluarga yang serasi se-hingga setiap pegawai negeri dalam melaksanakan tugasnya ti-dak akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam keluar-ganya, maka telah ditetapkan PP No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. Po-kok-pokok yang diatur dalam PP tersebut adalah pemberitahuan perkawinan pertama, permintaan izin untuk beristeri lebih da-re seorang, permintaan izin untuk melakukan perceraian, kewa-jiban menyerahkan sebagian gaji untuk penghidupan bekas iste-ri dan anak-anaknya apabila perceraian terjadi atas kehendak pegawai negeri pria, larangan pegawai negeri wanita untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari pegawai negeri serta larangan hidup bersama sebagai suami isteri di luar ikatan perkawinan yang sah.

f. Tata Usaha Usaha Kepegawaian

Tata usaha bidang kepegawaian yang tertib dan teratur sangat diperlukan untuk pembinaan pegawai negeri. Dalam rang-ka usaha penyempurnaan tata usaha kepegawaian maka pada tahun 1974 Pemerintah telah mengadakan Pendaftaran Ulang Pegawai Negeri Sipil untuk mendapatkan data kepegawaian yang lengkap dan dapat dipercaya agar dapat digunakan sebagai landasan ba-gi pembinaan pegawai negeri secara tertib dan teratur. Sejak Pendaftaran Ulang Pegawai Negeri Sipil tersebut maka setiap mutasi kepegawaian yang mengakibatkan perubahan data dicatat dan diteliti. Dengan adanya tata usaha yang tertib dan ter-atur maka data kepegawaian yang diperlukan dapat ditemukan dalam waktu yang singkat. Data kepegawaian yang dipelihara secara terus-menerus merupakan syarat mutlak dalam pelaksana-an pembinaan pegawai negeri berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja.

Untuk penyusunan tata usaha kepegawaian maka telah dila-kukan kegiatan-kegiatan antara lain penetapan Nomor Induk Pe-gawai (NIP), pemberian Kartu Pegawai Negeri Sipil (KARPEG), perekaman data pegawai negeri berikut perkembangannya ke da-lam pita magnetik, penyusunan berkas pegawai negeri dalam al-mari yang khusus dipergunakan untuk itu, penyusunan nama-nama pegawai negeri menurut abjad serta pemberian Kartu Isteri/ Kartu Suami Pegawai Negeri Sipil (KARIS/KARSU).

Untuk dapat meningkatkan pelayanan administrasi berkena-an dengan bertambahnya beban tugas BAKN, maka berdasarkan Keppres No. 53 Tahun 1980 telah ditetapkan pembentukan Kantor Wilayah BAKN Tingkat Propinsi secara bertahap. Sejak tahun 1981/82 telah dibentuk Kantor-kantor Wilayah BAKN di Propinsi

XXII/44

Daerah Tingkat I Jawa Timur, Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan pembentukan Kan-tor Wilayah BAKN di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara masih dalam tahap persiapan.

Demikian pula dengan semakin berkembangnya ruang lingkup tugas BAKN maka dengan Keppres No. 11 Tahun 1984 telah disem-purnakan kedudukan, tugas dan fungsi serta organisasi BAKN. Berdasarkan Keppres tersebut susunan organisasi BAKN terdiri dari Kepala, Wakil Kepala, 5 Deputy, Staf Ahli, Biro-biro dan Kantor-kantor Wilayah.

g. Peningkatan kemampuan manajemen serta peningkatan ke-trampilan dan produktivitas kerja pegawai negeri.

Dalam rangka usaha pencapaian tujuan nasional diperlukan adanya pegawai negeri sipil yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdayaguna, berha-silguna, bersih, bermutu tinggi, dan sadar akan tanggung ja-wabnya sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat dalam menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintah dan pembangunan.

Berhubung dengan itu sejalan dengan penyempurnaan kelem-bagaan dan ketatalaksanaan, maka dalam usaha pendayagunaan kepegawaian aspek pendidikan dan latihan pegawai negeri seba-gai salah satu sarana pembinaan sangatlah penting. Oleh kare-na itu pendidikan dan latihan pegawai negeri perlu senantiasa ditingkatkan sesuai dengan tuntutan perkembangan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan.

Untuk lebih teratur dan terarahnya penyelenggaraan pen-didikan dan latihan pegawai negeri secara keseluruhan, maka berdasarkan Keppres No. 34 Tahun 1972 dan selanjutnya Inpres No. 15 Tahun 1974, kepada Lembaga Administrasi Negara diberi-kan wewenang dan tanggungjawab untuk mengkoordinasikannya. UU No. 8 Tahun 1974 juga telah memuat pokok-pokok kebijaksanaan di bidang pendidikan dan latihan.

Pendidikan dan latihan pegawai negeri perlu diberikan baik sebelum memegang jabatan negeri (pra jabatan) maupun se-sudah memegang jabatan (dalam jabatan) yang meliputi :

a. bidang teknis fungsional untuk meningkatkan kemampuan teknis melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan tanggungjawab instansinya;

XXII/45

b. bidang administrasi untuk peningkatan kemampuan kepemim-pinan, manajemen, dan lain-lain yang diperlukan oleh pa-ra pejabat pimpinan;

c. bidang administrasi pembangunan untuk meningkatkan ke-mampuan merencanakan, melaksanakan serta mengendalikan program-program pembangunan.

Latihan pra jabatan yang diselenggarakan berdasarkan Keppres No. 30 Tahun 1981 sejak tahun 1982/83 sampai dengan tahun pertama Repelita IV seluruhnya mencapai jumlah 113.924 orang. Latihan pra jabatan dimaksud untuk memberikan orienta-si kepada calon pegawai negeri berkenaan dengan kedudukannya sebagai pegawai negeri agar mengerti dan menghayati kewajiban dan hak-haknya.

Pendidikan dan latihan pegawai negeri sesudah memegang jabatan (dalam jabatan/in-service) mencakup antara lain pen-didikan dan latihan penjenjangan yang dimaksudkan untuk mem-persiapkan pegawai untuk mampu memangku jabatan struktural yang lebih tinggi. Program pendidikan dan latihan penjenjang-an yang terutama ialah Sekolah Staf dan Pimpinan Administrasi (SESPA) sebagai program pendidikan dan latihan administrasi tingkat atas yang bersifat regular bagi pegawai negeri yang memegang jabatan penting dalam aparatur Pemerintah. Salah sa-tu tujuan penting SESPA ialah memperluas cakrawala pandangan, membina kesatuan bahasa, kesatuan sikap dan kesatuan pola berpikir di kalangan pejabat pimpinan sehingga terwujud ke-lancaran jalannya pemerintahan dan.gerak pembangunan.

Penyelenggaraan SESPA pada dasarnya dipusatkan di bawah koordinasi LAN sehingga dengan telah selesainya pembangunan Gedung Pusat Pendidikan Pegawai Negeri di Jakarta sebagai kampus SESPA mulai tahun pertama Repelita IV telah dimulai SESPA Nasional, walaupun untuk sementara waktu SESPA di De-partemen/Lembaga masih dapat diselenggarakan. Adapun penye-lenggaraan SESPA selama Repelita I, II, III dan tahun pertama Repelita IV dapat dilihat pada Tabel XXII-11.

Pendidikan dan latihan penjenjangan lainnya ialah Seko-lah-sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Dasar (SEPADA), Tingkat Lanjutan (SEPALA) serta Tingkat Madya (SEPADYA) yang penyelenggaraannya didesentralisasikan di Departemen/Lembaga masing-masing berdasarkan pedoman dan koordinasi dari LAN. Jumlah lulusan SEPADA, SEPALA dan SEPADYA selama Repelita III adalah masing-masing 3.926 orang, 7.100 orang dan 2.481 orang

XXII/46

TABEL XXII - 11

JUMLAH LULUSAN SESPA,1968 - 1984/85

No. Departemen dan LembagaRepelita

IRepelita

IIRepelita

IIITahun I

Repelita IV

1. Dalam Negeri - 130 132 32

2. Luar Negeri 25 104 30 -

3. Pertahanan dan Keamanan - 107 85 28

4. Kehakiman 25 105 106 28

5. Penerangan - 90 50 -

6. Keuangan - - - -

7. Perdagangan - 75 70 -

8. Koperasi - - - 30

9. Pertanian - 109 86 -

10. Kehutanan - - - 30

11. Perindustrian 41 153 80 24

12. Pertambangan dan Energi - - 90 -

12. Pekerjaan Umum 162 126 90 3514. Perhubungan

15. Pariwisata, Pos

114 149 261 -

dan Telekomunikasi - - - -

16. Tenaga Kerja

17. Tranamigrasi

89 185 60 -

18. Pendidikan dan Kebudayaan - 168 232 29

19. Kesehatan - 79 121 -

20. Agama - 113 145 30

21. Sosial

22. Lembaga Administrasi

- 68 51 -

Negara 225 314 119 -

23. Badan Pemeriksa Keuangan - - 27 21

Jumlah : 681 2.075 1.835 287

XXII/47

Sedang pada tahun pertama Repelita IV adalah masing-masing 1.551 orang, 2.137 orang dan 781 orang.

Program pendidikan dan latihan pegawai penting lainnya yang perlu dikemukakan adalah Program Perencanan Nasional (PPN) yang dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dasar dan berbagai teknik serta peralatan analisa yang diperlukan dalam perencanaan maupun pelaksanaan proyek-proyek pembangunan. PPN yang diselenggarakan sejak tahun 1972 sampai akhir Repelita III telah menghasilkan 986 orang lulusan dalam 29 angkatan, sedangkan pada tahun pertama Repelita IV menghasilkan 512 orang dalam 16 angkatan yang terdiri dari para pejabat unit-unit perencanaan Pusat maupun Daerah.

Selanjutnya untuk meningkatkan kemampuan pengawasan pada aparatur Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, maka LAN de-ngan bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri, Kantor Men-teri Negara Penertiban Aparatur Negara dan Team Operasi Ter-tib berturut-turut pada tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1982/83 telah menyelenggarakan penataran 453 orang petugas pemeriksa dan 149 orang petugas pengawasan teknik bangunan di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen serta sebanyak 471 orang terdiri dari Kepala Inspektorat dan Inspektur Pembantu di lingkungan wilayah daerah Propinsi/Kabupaten/Kotamadya.

Sebagai pelengkap pendidikan dan latihan pegawai maka sehubungan dengan semakin banyaknya tenaga ahli yang diperlu-kan untuk mempercepat laju pembangunan telah dikeluarkan ber-bagai pedoman guna mengikuti program-program pasca sarjana S-2 dan S-3 pada perguruan-perguruan tinggi di dalam negeri maupun program-program pendidikan pada perguruan-perguruan tinggi di luar negeri bagi pegawai negeri yang potensial.

h. Penyelenggaraan penataran Pedoman, Penghayatan dan Pe-ngamalan Pancasila (P-4)

Berdasarkan Instruksi Presiden No. 10 Tahun 1978 telah diadakan penataran di kalangan pegawai negeri serta pegawai badan-badan usaha milik Negara untuk mendalami Ketetapan-ke-tetapan MPR, terutama Ketetapan MPR No. 11 Tahun 1978 menge-nai Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prase-tya Pancakarsa) dan Ketetapan MPR No. IV Tahun 1978/Ketetapan MPR No. 11 Tahun 1983 tentang Gasis-garis Besar Haluan Nega- ra, sehingga dengan demikian setiap pegawai dapat menghayati dan mengalamkannya serta mampu menyebarluaskannya di lingkung-an masing-masing.

XXII/48

Penataran yang telah diselenggarakan meliputi Tingkat Nasional, Tingkat Instansi Pusat dan Tingkat Instansi Daerah terdiri dari Tipe A untuk pegawai negeri golongan III dan IV, Tipe B untuk golongan II dan Tipe C untuk golongan I.

Dengan dibentuknya Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaa- an Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7) dengan Keppres No. 10 Tahun 1979 maka penyelenggaraan penataran P-4 selanjutnya menjadi tugas dan tanggung jawab BP-7. Jumlah pe-gawai negeri sipil yang telah mengikuti penataran P-4 sampai dengan akhir Maret 1985 berjumlah 2.528.742 orang dengan per-incian sebagai berikut :

- Tipe A sebanyak : 321.243 orang- Tipe B sebanyak : 1.202.880 orang, dan- Tipe C sebanyak : 1.004.619 orang.

Perlu dikemukakan bahwa dengan mulai dilaksanakannya la-tihan pra jabatan berdasarkan Keppres No. 30 Tahun 1981, maka pegawai negeri yang telah mengikuti latihan pra jabatan tidak perlu mengikuti penataran P-4 lagi mengingat kurikulum latih-an tersebut telah mencakup penataran P-4. Adapun jumlah yang telah mengikuti latihan pra jabatan sampai akhir Maret 1985 adalah sebanyak 276.857 orang Calon/Pegawai Negeri Si-pil, dengan perincian tingkat Pusat 135.830 orang dan tingkat Daerah 141.027 orang.

Dalam pada itu selama perjalanan waktu 6 tahun, BP-7 te-lah berusaha memasyarakatkan P-4 melalui berbagai metoda se-perti penataran, simulasi dan cara-cara lain yang bersifat informatif, persuasif dan edukatif. Ternyata keinginan masy-arakat untuk mengikuti penataran semakin bergairah dan sehu-bungan dengan itu BP-7 menanggapi keinginan tersebut dengan meningkatkan berbagai usaha antara lain dengan mengusahakan agar pemasyarakatan P-4 dapat menjangkau masyarakat seluas-luasnya, mengadakan hubungan atau pertemuan berkala dan ber-lanjut dengan organisasi-origanisasi masyarakat serta mening-katkan kemampuan para penatar.

Adapun pokok-pokok kegiatan tersebut di atas dapat diu-raikan sebagai berikut :

a. pada tahun 1979/80 pelaksanaan penataran dititikberatkan untuk membentuk calon-calon penatar dari berbagai Depar-temen/Lembaga, organisasi sosial politik, organisasi profesi dan fungsional maupun organisasi-organisasi ke-masyarakatan lainnya. Calon-calon penatar ini dimaksud-

XXII/49

kan untuk memimpin penataran di unit kerja maupun ling-kungan organisaainya masing-masing. Pada tahun itu telah dihasilkan 126 orang Penatar Tingkat Nasional/Manggala, 485 orang Penatar di lingkungan organisasi masing-masing serta 612 orang Penatar lainnya.

b. Pada tahun 1980/81 telah ditingkatkan jumlah penatar se-hingga BP-7 memiliki 361 orang Penatar Tingkat Nasional 1.849 orang Penatar di lingkungan organisasi masing-masing. Daya jangkau BP-7 telah pula memungkinkan terselenggaranya penataran P-4 bagi masyarakat Indonesia di luar negeri, khususnya pelajar dan mahasiswa yang menuntut ilmu di berbagai negara maju. Dalam pada itu dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 239 Tahun 1980 telah dibentuk BP-7 Daerah Tingkat I.

c. Pada tahun 1981/82 telah dikembangkan metoda “Permainan Simulasi P-4” sebagai metoda yang sederhana, murah, namun efektif bagi pemasyarakatan P-4 di kalangan masyarakat luas yang pelaksanaannya dilakukan dengan menggunakan jalur media massa, media pentas dan lain-lain. Dalam hubungan ini berbagai konsultasi dan kerjasama telah di-adakan antara BP-7 dengan Persatuan Wartawan Indonesia, Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat, Ikatan Penerbit Indonesia, Lembaga Bina Wiraswasta, Yayasan Prasetya Mulya, TV-RI, Radio Swasta Niaga, Artis/Pelawak/Penyanyi, Grup Teeter, Kuartir Nasional Gerakan Pramuka dan sebagainya.

d. Pada tahun 1982/83 usaha untuk memasyarakatkan P-4 lebih ditingkatkan lagi. Sejak tahun 1982 telah diujicoba pe-masyarakatan P-4 dengan metoda modul yang kemudian di-sempurnakan pada tahun 1983. Dalam pada itu dengan Kepu-tusan Menteri Dalam Negeri No. 86 Tahun 1982 telah dibentuk BP-7 Daerah Tingkat II di seluruh Indonesia. Kemudian pada permulaan tahun 1983 telah diselenggarakan temu-karya antara BP-7 Pusat dan seluruh BP-7 Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II. Dari temu-karya tersebut telah dapat dirumuskan landasan untuk kesatuan gerak yang terpadu dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pemasyarakatan P-4 serta peningkatan programprogramnya.

e. Dengan selesainya Sidang Umum MPR tahun 1983, maka pada tahun 1983/84 BP-7 telah menyelenggarakan penyegaran bagi penatar sehingga hasil-hasil Sidang Umum MPR tahun 1983 serta latar belakang dari pada hasil-hasil tersebut

XXII/50

dapat disampaikan dalam pemasyarakatan P-4. Dalam rangka ini telah dikembangkan beberapa cara dengan usaha untuk selalu harus mengikuti perkembangan dan menguasai materi yang berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan penataran P-4 dengan jalan pemberian bahan informasi yang aktual baik tertulis, lisan tidak langsung ataupun langsung da-ri sumber utama misalnya dengan ceramah para Menteri atau pejabat berwenang. Kecuali itu guna memperoleh pola pikir dan pola tindak yang sama dalam menghadapi bahaya latent Komunisme/Marxisme/Leninisme bagi para Manggala diberikan penataran Kewaspadaan Nasional. Dalam rangka usaha menampung kegairahan di kalangan masyarakat, BP-7 telah mengadakan temu wicara dengan pimpinan-pimpinan organisasi sosial politik, organisasi profesi, organisa-si kerokhanian dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Jumlah penatar di seluruh Indonesia sampai dengan akhir Mei 1984 meliputi jumlah 3.937.225 orang. Perlu pula di-kemukakan bahwa telah diadakan penataran calon Manggala yang berasal dari organisasi masyarakat yang berlangsung pada bulan Maret sampai dengan April 1984 dengan peserta 113 orang.

f. Dalam tahun 1984/85 telah diselenggarakan gerakan pena-taran tingkat nasional di samping penataran sampai 5 angkatan khusus bagi Pemuka Agama dan 16 angkatan bagi Tokoh-tokoh Pemuda. Demikian pula penataran bagi maha-siswa baru terus dikembangkan dengan pola 100 jam di 20 Perguruan Tinggi Negeri dan 10 Perguruan Tinggi Swasta dan selaras dengan sistem pendidikan pada perguruan-per-guruan tinggi tersebut mereka yang lulus dari penataran mendapat nilai 2 satuan kredit semester. Selanjutnya mu-lai tahun pengajaran 1985/86 akan dilaksanakan penataran dengan pola terpadu bagi 1k. 3,6 juta orang murid-murid baru SMTP dan SMTA.

Dengan berpedoman pada Ketetapan MPR No. II Tahun 1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara serta untuk melaksa-nakan Krida ketiga dari Pancakrida Kabinet Pembangunan IV yang menyatakan bahwa dalam Repelita IV perlu ditingkatkan usaha pemasyarakatan ideologi Pancasila dalam mengembangkan Demokrasi Pancasila dan P-4 dalam rangka memantapkan persa-tuan dan kesatuan bangsa, maka dalam Repelita IV terus diupa-yakan terciptanya tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang benar-benar hanya menggunakan Pancasila sebagai satu-satunya asas, baik dalam bidang politik, ekono-mi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan.

XXII/51

7. Penyempurnaan administrasi dalam bidang-bidang lain

Sejalan dengan usaha pendayagunaan aparatur Pemerintah di bidang kelembagaan dan kepegawaian, dalam tahun pertama Repelita IV telah dilakukan pula berbagai usaha untuk penyem-purnaan ketatalaksanaan, antara lain ketatalaksanaan dalam administrasi penerimaan negara, perizinan, pengadaan barang/ peralatan Pemerintah, kearsipan dan sebagainya.

Dalam rangka penciptaan sistem perpajakan guna pening-katan peranserta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pem-bangunan nasional telah dikeluarkan Undang-undang No. 6, No. 7 dan No. 8 Tahun 1984, masing-masing tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, Pajak Penghasilan dan Pajak Pertam-bahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Sehubungan dengan itu maka dalam pelaksanaan undang-undang perpajakan yang baru itu diusahakan agar citra aparat perpajakan diubah dari yang ditakuti menjadi dicintai. Dalam periode Januari 1982 sampai dengan Juni 1984 telah dilakukan tindakan terhadap 120 orang pegawainya dan diserukan agar wa-jib pajak tidak segan-segan melaporkan setiap aparat pajak yang berniat meminta imbalan. Dewasa ini terdapat 18.500 orang pegawai di lingkungan perpajakan, termasuk 4.000 orang pegawai Ipeda.

Kebijaksanaan Pemerintah mengeluarkan peraturan perpa-jakan dengan berbagai kemudahan adalah salah satu upaya men-dorong kesadaran masyarakat Indonesia membayar pajak yang menjadi kewajibannya. Undang-undang Perpajakan yang berlaku ditujukan untuk memberikan kemudahan dan keringanan beban pa-jak kepada wajib pajak dibandingkan dengan Undang-undang per-pajakan yang lama. Pembaharuan perpajakan nasional yang te-ngah dilaksanakan pada hakekatnya adalah untuk lebih menegak -

kan kemandirian Indonesia dalam membiayai pembangunan nasio-nal yang setiap tahun terus bertambah luas jangkauannya dan lebih meningkat hasilnya yang akan dinikmati oleh masyarakat. Dengan pembiayaan pembangunan yang bersumber pada kemampuan masyarakat sendiri juga akan memberikan pengaruh yang positif terhadap usaha kestabilan moneter.

Sehubungan dengan pembaharuan kebijaksanaan di bidang perpajakan tersebut,telah diadakan penataran yang diikuti oleh 70 orang pejabat dengan 2 angkatan. Yang telah mengikuti penataran nasional ini menjadi penatar pada pendidikan ting-kat regional. Penyuluhan kepada masyarakat ditingkatkan pula, khususnya berkenaan dengan diterbitkannya berbagai peraturan pelaksanaan Undang-undang perpajakan dalam bentuk Peraturan

XXII/52

Pemerintah serta Keputusan Presiden yang penting untuk dike-tahui oleh masyarakat.

Dalam pada itu kegiatan-kegiatan dalam rangka usaha pem-binaan dan pengembangan kearsipan, baik statis maupun dina-mis, telah ditingkatkan pada tahun pertama Repelita IV untuk mendukung sistem informasi di tiap-tiap badan-badan pemerin-tahan di tingkat Pusat dan Daerah sehingga dapat berfungsi sebagai pusat informasi mengenai segala permasalahan pemerin-tahan dan pembangunan. Program kerja Arsip Nasional di bidang kearsipan dinamis telah diperluas jangkauannya sehingga men-cakup pula pembinaan kearsipan pada Bank-bank milik Pemerin-tah dan Badan-badan Usaha Milik Negara. Program tersebut te-lah dilaksanakan melalui penyebarluasan sistem kearsipan kar-tu kendali dan penerapannya pada Bank-bank dan perusahaan-perusahaan tersebut. Demikian pula program dilaksanakan de-ngan pengadaan penataran dan seminar mengenai kearsipan niaga (business records management) yang diikuti oleh pejabat-peja-bat bank dan perusahaan negara.

Selain bidang arsip dinamis aktif, pada tahun pertama Repelita IV ditingkatkan pula penanganan arsip dinamis inak-tif. Beberapa departemen telah melaksanakan secara intensif penanganan arsip-arsip inaktif serta menyediakan ruangan/ge-dung untuk penyimpanannya. Pada tingkat Pemerintah Daerah pembenahan dan penanganan arsip in aktif pada umumnya telah dilaksanakan pula. Beberapa Pemerintah Daerah Tingkat I telah mendirikan Pusat-pusat Arsip untuk menampung dan menyimpan arsip-arsip in aktif.

Program kerja Arsip Nasional di bidang pengembangan ar-sip statis antara lain ialah penyediaan prasarana peyimpanan arsip-arsip statis berupa pembangunan depot arsip dengan pe-nyediaan perlengkapan dan peralatannya. Dalam pembangunan de-pot arsip yang dimulai pada tahun 1971/72 sampai tahun perta-ma Repelita IV telah dapat diselesaikan 3 depot arsip masing-masing terdiri dari bangunan bertingkat 4, 8 dan 10 yang di-perhitungkan akan dapat menampung arsip sebanyak lebih kurang 19.000 ml dan diperuntukkan bukan saja untuk penyimpanan arsip dalam bentuk tekstual (tulisan) tetapi juga arsip-arsip pandang-dengar (audio visual) seperti arsip film, foto, reka-man dan lain sebagainya. Selain itu telah dibangun pula ruang-an-ruangan untuk keperluan kegiatan pengolahan arsip, resto-rasi arsip, reprografi, mikrofilm, laboratorium dan lain se-bagainya dan juga ruangan untuk perkantoran.

Khusus mengenai selesainya depot arsip 10 lantai pada

XXII/53

tahun pertama Repelita IV telah dimulai dimanfaatkan untuk menyimpan arsip-arsip film sebanyak 15.706 rol film, di anta-ranya sebanyak 8.603 rol film adalah perolehan penyerahan pa-da tahun 1984/85. Koleksi arsip tersebut telah pula dimanfa-atkan untuk visualisasi kesejarahan pada TV-RI dan pameran-pameran. Dalam kaitan ini oleh Arsip Nasional pada tahun 1984/85 telah dapat pula diproduksi sejumlah video display : The Birth of the Nation, Indonesia 1945 - 1946, Album Perju-, angan. Kemerdekaan Indonesia 1945 - 1949, Indonesia Raya dan Konperensi Kolombo, Konperensi Bogor dan Konperensi Asia Afrika.

Pada tahun pertama Repelita IV telah dilaksanakan pula pembuatan mikrofilm arsip penting dari masa pemerintahan Por-tugis di Timor Timur serta naskah-naskah dari bekas Kesultanan Bone.

Di bidang ketatalaksanaan lainnya dapat dikemukakan ke-giatan dan langkah-langkah lainnya sebagai berikut :

a. Menyiapkan rumusan dan penyusunan Pedoman Tata Persurat-an untuk menciptakan keseragaman pengertian, bahasa dan penafsiran yang diharapkan akan mencapai kesamaan pola tindak dalam komunikasi administrasi yang menunjang pe-laksanaan tugas umum pemerintahan maupun pembangunan.

b. Menyiapkan Pedoman Pengelolaan Barang/Peralatan Pemerin-tah agar terdapat sistem yang jelas mengenai perencana-an, pengadaan, penyimpanan dan penghapusan barang/per-lengkapan milik negara. Langkah-langkah ini dimaksudkan untuk menghindarkan timbulnya pemborosan, penyimpangan dan penyelewengan dalam perencanaan, pengadaan, penyim-panan, pembagian, pemeliharaan serta penggunaan barang/ perlengkapan negara tersebut.

D. SISTEM PEIBIAYAAN PEMBANGUNAN DAN PENGAWASAN KEUANGAN NEGARA

1. Pendahuluan

Sebagaimana halnya dalam tahun-tahun Repelita I, II, dan III, maka dalam tahun pertama Repelita IV penyusunan rencana operasional tahunan yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diusahakan mencerminkan kebijaksanaan, prioritas dan program-program pembangunan dari Repelita untuk tahun bersangkutan. Klasifikasi penyediaan biaya pembangunan

XXII/54

dalam sistem anggaran dilakukan secara fungsional menurut program-program yang akan dilakukan dan kemudian diperinci lagi dalam penyediaan biaya untuk tiap proyek.

Sebagaimana dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, Ang-garan Pendapatan dan Belanja Negara 1984/85 disusun atas da-sar prinsip-prinsip sebagai berikut : (a) Anggaran berimbang yang dinamis, yaitu penyesuaian pengeluaran dengan penerima-an; (b) Anggaran dinamis di mana realisasi penerimaan diusa-hakan meningkat melalui penciptaan tabungan Pemerintah; (c) Penentuan skala prioritas yang tepat; dan (d) Bekerja atas dasar program terpadu. Sedang dalam pelaksanaannya atas dasar disiplin anggaran tetap berpegang pada prinsip-prinsip: (a) hemat, tidak mewah dan efisien sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan; (b) terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/kegiatan serta fungsi masing-masing Departe-men/Lembaga; dan (c) keharusan penggunaan kemampuan/hasil produksi dalam negeri sejauh hal itu dimungkinkan.

Penyediaan biaya pembangunan diarahkan untuk meningkat-kan hasil-hasil pembangunan, yaitu penyelesaian proyek-proyek tahun sebelumnya, membangun proyek-proyek baru, di samping juga untuk program bantuan kepada Daerah-daerah dan untuk perkreditan melalui perbankan atau untuk penyertaan modal Pemerintah dalam badan-badan usaha milik negara.

Dalam tahun anggaran 1984/85 sistem pembiayaan pembangun-an telah mengalami berbagai penyempurnaan. Penyempurnaan ter-utama dilakukan dalam hal perencanaan proyek-proyek yang ha-rus didasarkan pada pokok-pokok petunjuk Presiden pada sidang kabinet paripurna tanggal 7 Januari 1984 yang menegaskan perlunya penajaman prioritas sehingga dana-dana yang terbatas penggunaannya benar-benar mengenai sasaran Repelita IV. Di antara penajaman prioritas itu ialah tidak diperkenankannya pembangunan gedung kantor baru, rumah dinas dan kendaraan di-nas untuk proyek-proyek baru dalam tahun 1984/85. Demikian pula dalam penyusunan DIP diperhatikan kaftan fungsionalnya baik sektoral maupun regional. Juga koordinasi penyusunan berbagai proyek dalam suatu program paket memperoleh perhati-an seperti hubungan DIP Bimas dengan DIP Koperasi, DIP Perda-gangan, DIP Pengairan dan sebagainya, hubungan proyek pening-katan keselamatan lalu-lintas dengan proyek jalan dan jembat-an, hubungan proyek reboisasi dengan proyek pengamanan sungai dan seterusnya.

Di bidang pembiayaan dalam bentuk bantuan kepada Daerah-daerah juga terdapat perbaikan yang cukup penting. Dalam ta-

XXII/55

hun 1984/85 volume penyediaan bantuan pembangunan desa, ban-tuan pembangunan Daerah Tingkat II, bantuan pembangunan Dae-rah Tingkat I, bantuan pembangunan sekolah dasar, bantuan pembangunan sarana kesehatan, bantuan penghijauan dan reboi-aasi, bantuan penunjangan jalan Kabupaten dan bantuan kredit-pembangunan/pemugaran pasar telah ditingkatkan. Berbeda de-ngan tahun-tahun sebelumnya maka untuk pelaksanaan semua pro-gram bantuan kepada Daerah tersebut diterbitkan hanya satu Instruksi Presiden, yaitu Inpres No.6 tahun 1984. Ini dimak-sudkan pula agar penyelenggaraan bantuan pembangunan kepada Daerah tidak lagi diperbaharui setiap tahun, baik untuk macam jenisnya maupun untuk produk hukum induknya, melainkan cukup menunjuk pada Inpres tersebut.

Dalam rangka peningkatan pelaksanaan anggaran dan pelak-sanaan fisik proyek, maka dalam tahun anggaran 1984/85 telah diadakan penyempurnaan terhadap pedoman pelaksanaan APBN de-ngan dikeluarkannya Keppres No.29 Tabun 1984. Di antara pe-nyempurnaan tersebut terdapat penegasan peranan pejabat ese-lon I (Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jen-deral, Kepala Badan, Deputi dan pejabat lain yang setingkat) sebagai penanggungjawab dan pembina program/proyek pembangun-an dalam lingkungan organisasi/instansi yang dipimpinnya. Da-lam pelaksanaan tugas pembinaan ditentukan bahwa pejabat ese-lon I melakukan pengawasan umum terhadap pelaksanaan proyek, terutama terhadap pelaksanaan Petunjuk Operasional dalam rang-ka pelaksanaan DIP oleh Pemimpin Proyek antara lain mengada-kan pengujian terhadap efektifitas, efisiensi pelaksanaan operasional, efisiensi penggunaan dana dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Demikian pula te-lah ditetapkan peranan pejabat eselon II (Kepala Biro, Direk-tur, Kepala Pusat, Inspektur dan pejabat lain yang setingkat) sebagai penanggungjawab dan pembina sehari-hari kegiatan pe-laksanaan proyek pembangunan dalam lingkungan organisasi yang dipimpinnya.

Dalam rangka lebih meningkatkan kelancaran, daya guna dan hasil guna dalam pengadaan barang/peralatan serta pembo-rongan pekerjaan, maka Team Pengendali Pengadaan Barang/Per-alatan Pemerintah yang dibentuk dengan Keppres No. 10 Tahun 1980 jis Keppres No. 42 Tahun 1980, Keppres No. 1 Tahun 1981 dan Keppres No. 7 Tabun 1982 telah disempurnakan dengan Kep-pres No.17 Tahun 1983 dengan turut sertanya Menteri Muda Urus-an Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri sebagai Wakil Ketua/Ketua Pelaksana. Sebagaimana diketahui Team Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah bertugas mengadakan ba-rang/peralatan dan pemborongan pekerjaan yang diperlukan oleh

XXII/56

Departemen/Lembaga, Pertamina, Bank milik pemerintah serta badan-badan usaha milik negara lainnya, Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II yang bernilai di atas Rp. 500.000.000,-.

Selanjutnya untuk lebih meningkatkan kelancaran upaya pengadaan barang/peralatan dan jasa di lingkungan Departemen/ Lembaga secara terkoordinasi, maka dengan Keppres No. 30 ta-hun 1984 telah dibentuk Team Pengendali Pengadaan Barang/Per-alatan Pemerintah di Departemen/Lembaga. Tugasnya ialah me-ngendalikan dan mengkoordinasi penyelenggaraan pengadaan ba-rang/peralatan dan jasa di lingkungan Departemen/Lembaga yang dilakukan dengan cara: (a) Penunjukan langsung yang bernilai di atas Rp. 20.000.000,- sampai dengan Rp. 200.000.000,-dan (b) Pelelangan yang bernilai di atas Rp. 100.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-.

Untuk lebih memantapkan penilaian pelaksanaan proyek-proyek pembangunan terus ditingkatkan usaha pengembangan sis-tem monitoring proyekproyek yang memungkinkan identifikasi dan upaya pemecahan masalah secepatnya, serta perbaikan pe-rencanaan berikutnya. Dalam hubungan ini Bappeda Tingkat I dilibatkan sebagai penguji silang terhadap kebenaran laporan yang disampaikan oleh Pemimpin Proyek tiap triwulan. Dalam hubungan pengawasan dan pengendalian pembangunan di daerah, untuk menghindari duplikasi serta agar lebih terarah, terpadu dan serasi dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pem-bangunan di Daerah, maka dengan Keppres No. 64 Tahun 1985 te-lah dicabut berlakunya Keppres No. 20 Tahun 1981 tentang Team Koordinasi Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan di Daerah (TKP3D). Selanjutnya pelaksanaan pengawasan tersebut dilaksa-nakan berdasarkan Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 ten-tang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan.

2. Penyusunan anggaran pembangunan

Seperti dilakukan pada tahun-tahun Repelita sebelumnya, anggaran pembangunan dalam tahun 1984/85 disusun dan ditetap-kan berdasarkan perkiraan penerimaan Pemerintah, khususnya tabungan Pemerintah dan sumber penerimaan pembangunan lain-nya. Anggaran Pembangunan sebagai suatu keseluruhan diklasi-fikasikan secara vertikal dalam susunan Sektor, Sub Sektor dan Program dan secara horisontal dalam Bagian-bagian Anggar-an (Departemen/Lembaga). Dengan demikian terlihat secara je-las hubungan secara matrix antara Sektor dengan Departemen/ Lembaga sehingga secara jelas Pula dapat diketahui suatu Sek-

XXII/57

tor Pembangunan ditangani oleh Departemen/Lembaga apa raja dan suatu Departemen/Lembaga menangani Sektor-sektor Pembang-unan apa Baja.

Susunan anggaran pembangunan seperti pada masa Repelita III meliputi 17 sektor, sedangkan susunan menurut bagian ber-beda dengan masa Repelita III berjumlah 31, yaitu sesuai de-ngan komposisi Kabinet Pembangunan IV.

Penyusunan rencana proyek-proyek pembangunan tetap di-tuangkan dalam Daftar Isian Proyek yang terdiri dari 3 hala-man. Walaupun DIP hanya memuat kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilaksanakan beserta penyediaan biayanya namun tetap ti-dak meninggalkan keterarahan. Program kerja proyek secara le-bih jelas untuk mencapai hasil tertentu dalam jangka waktu setahun termuat dalam Petunjuk Operasional yang merupakan do-kumen tidak terpisah dari DIP bersangkutan. Petunjuk Opera-sional (P0) adalah uraian lebih lanjut dari DIP yang diter-bitkan oleh Direktur Jenderal atau pejabat setingkat pada De-partemen/Lembaga yang berisikan petunjuk khusus yang perlu diperhatikan oleh Pemimpin Proyek dalam pelaksanaan proyek-nya. PO juga dipergunakan sebagai sarana pengawasan terhadap pelaksanaan proyek bersangkutan, baik yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional maupun pengawasan melekat yang dilakukan oleh atasan langsung dalam Departemen/Lembaga yang bersangkutan.

Untuk menjamin kontinuitas pekerjaan dalam penyelengga-raan proyek-proyek tetap dilaksanakan sistem carry-over, yai-tu sistem yang memungkinkan penggunaan sisa anggaran pemba-ngunan (SIAP) tahun-tahun lalu dalam tahun anggaran yang se-dang berjalan. Namun untuk lebih mendorong peningkatan daya serap anggaran, masa berlaku SIAP tersebut mulai tahun parta-ma Repelita IV telah diperpendek dari maksimal selama 3 tahun pada Repelita III menjadi maksimal selama 2 tahun.

Di samping asas kontinuitas dalam penyelenggaraan pro-yek-proyek diberlakukan pula asas fleksibilitas yang tercer-min pada pemberian kelonggaran yang lebih luas untuk perubah-an (revisi DIP) berupa penurunan atau kenaikan volume tolok ukur apabila perkembangan pelaksanaan memerlukannya. Namun ddmikian revisi DIP tersebut tetap berdasarkan kriteria pokok yang telah ditetapkan sehingga tidak mengurangi pencapaian tujuan proyek seperti diarahkan dalam DIP bersangkutan.

Hubungan erat antara penyusunan anggaran rutin dan ang-garan pembangunan terus ditingkatkan agar dapat lebih serasi

XXII/58

dan saling melengkapi. Secara terus-menerus juga diadakan pe-ningkatan hubungan kelembagaan yang makin serasi antara Bap-penas dan Departemen Keuangan dan Departemen/Lembaga lainnya. Penyerasian hubungan tersebut tercermin dalam tatacara peren-canaan dan penyusunan anggaran, yaitu dengan disesuaikannya jadwal kegiatan perencanaan dengan jadwal penyusunan anggar-an, kesamaan waktu untuk mengadakan evaluasi terhadap perkem-bangan pelaksanaan pembangunan yang sedang berjalan, kesamaan waktu untuk mengadakan perkiraan sumber-sumber pembiayaan yang dapat disediakan, kesepakatan dalam penyusunan petunjuk penilaian DIP, keseragaman dalam pengolahan DIP, kerjasama dalam pengaturan prosedur pelaksanaan anggaran dan lain seba-gainya. Demikian pula dalam rangka peningkatan keserasian an-tara perencanaan sektoral dengan perencanaan regional secara terus menerus diadakan peningkatan hubungan konsultatif anta-ra Bappenas dan Departemen/Lembaga di satu pihak dengan Bap-peda Tingkat I di lain pihak. Hubungan yang serasi tersebut memperoleh penegasan dalam Konsultasi Nasional Bappeda Ting-kat I seluruh Indonesia yang dilangsungkan menjelang disusun-nya RAPBN.

Dengan koordinasi yang semakin baik dalam penyusunan Anggaran Pembangunan serta penuangannya dalam DIP itu, keter-paduan perencanaan proyek-proyek serta efektifitas pelaksana-annya akan lebih terjamin.

3. Prosedur Pelaksanaan Anggaran Pembangunan

Untuk pelaksanaan APBN maka dikeluarkanlah pedoman pe-laksanaannya dalam bentuk Keputusan Presiden. Sejak tahun pertama Repelita III (1979/80) pedoman dimaksud telah dike-luarkan dalam Keppres No. 14 Tahun 1979, selanjutnya Keppres No. 14A Tahun 1980 yang kemudian disempurnakan dengan Kep-pres No. 18 Tahun 1981 dan terakhir dicabut dan ditetapkan Keppres No. 29 Tahun 1984. Dalam Keputusan-keputusan Presiden tersebut dimuat ketentuan-ketentuan yang mengatur tatacara pelaksanaan anggaran, baik Anggaran Rutin maupun Anggaran Pembangunan, di mana diusahakan terjaminnya kelancaran, ke-tertiban dan keamanan pelaksanaan operasionalnya.

Keppres No. 14A Tahun 1980 dan terutama penyempurnaan-nya dengan Keppres No. 18 Tahun 1981, memuat ketentuan ten-tang keikutsertaan pengusaha golongan ekonomi lemah dalam pe-lelangan untuk pembelian/pemborongan, agar adanya berbagai peluang untuk mereka dapat benar-benar mencapai sasarannya.

Sebagai tindak linjut dari Keppres No. 14A Tahun 1980

XXII/59

jo. Keppres No. 18 Tahun 1981, maka dalam rangka lebih merea-lisasikan pemerataan pembangunan dengan tetap mengindahkan kemampuan pelaksanaan, pada tahun 1982 atas dasar Surat Kepu-tusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara telah dirumuskan pedoman prakualifikasi di tingkat Daerah. SKB tersebut menekankan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan pembelian/pembo-rongan di propinsi oleh rekanan/pemborong dari propinsi yang bersangkutan, kecuali apabila di propinsi tersebut tidak ter-dapat rekanan/pemborong yang mampu.

Dalam Keppres No. 29 Tahun 1984 diusahakan penyempurna-an-penyempurnaan lagi di 6 bidang, yaitu: (a) Lebih adanya kejelasan dan ketertiban pengaturan terutama mengenai sietem dan persyaratan pelelangan; (b) Penekanan pada usaha pemera-taan dengan perhatian kepada perusahaan golongan ekonomi le-mah, antara lain dengan hanya adanya satu Daftar Rekanan Mampu (DRM) pada tiap Propinsi Daerah Tingkat I yang berlaku un-tuk seluruh instansi Pemerintah dan badan usaha milik negara/ daerah di Daerah yang bersangkutan; (c) Penekanan pada peng-gunaan hasil produksi dalam negeri ataupun barang yang kompo-nen impornya paling kecil; (d) Peningkatan pengendalian pe-ngadaan guna meningkatkan efisiensi dan meniadakan kebocoran; (e) Pendelegasian wewenang pada tingkat Daerah untuk menyetu-jui revisi DIP yang mempunyai nilai pagu sampai dengan Rp. 100.000.000,- untuk proyek-proyek fisik yang dapat diu-kur; Persetujuan tersebut diputuskan oleh Kepala Kantor Wi-layah Departemen/Lembaga/Direktorat Jenderal yang bersang-kutan dan Ketua Bappeda, sepanjang tidak menyangkut DIP yang mendapat bantuan proyek atau yang tidak menyebut syarat-syarat tertentu; (f) Lebih meningkatkan usaha pembauran dengan meniadakan istilah pribumi dan non-pribumi. Maksud pengutamaan golongan ekonomi lemah diarahkan pula kepada adanya pembauran di bidang kegiatan ekonomi.

Dalam pelaksanaan proyek, tanggungjawab atasan langsung sebagai pembina terhadap pelaksanaan fisik dan keuangan proyek lebih dipertegas. Pejabat Eselon I dan Eselon II tidak diperkenankan ditunjuk sebagai Pemimpin Proyek dan/atau Ben-daharawan Proyek. Bendaharawan Proyek didudukkan sebagai pe-jabat komtabel murni sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara. Pengujian atas kebenaran tagihan tidak lagi dilakukan oleh KPN, melainkan oleh pelaksana operasional, yaitu Pemimpin Proyek.

Dalam rangka lebih meningkatkan efektivitas pelaksanaan proyek telah disusun pedoman pembuatan Petunjuk Operasional

XXII/60

(P0) yang harus memuat (a) penjelasan secara konkrit tentang tujuan dan sasaran usaha proyek; (b) cara pelaksanaan proyek yang berorientasi pada usaha peningkatan efisiensi di segala bidang; (c) cara pengadaan barang dan jasa dengan memperhati-kan ketentuan-ketentuan yang berlaku; (d) petunjuk secara je-las bagaimana mengatasi berbagai masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaan, baik masalah teknis maupun administratif. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya maka mulai tahun pertama Repelita IV selain kepada beberapa instansi tertentu, PO juga disampaikan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Dengan demikian Bappeda lebih mempunyai kemungkinan untuk mengikuti dan memperhatikan perkembangan pelaksanaan proyek di Daerah bersangkutan.

4. Pengendalian Pelaksanaan Proyek

Dalam tiap Keppres tentang Pelaksanaan APBN terdapat ke-tentuan bahwa tahun anggaran berlaku dari tanggal 1 April sampai dengan tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Selanjutnya ditentukan pula bahwa Pemimpin Proyek bertanggungjawab atas penyelesaian proyek tepat pada waktunya. Dengan demikian men-jadi kewajiban bagi Pemimpin Proyek untuk selalu menyesuaikan kegiatan-kegiatan proyek dengan tahap-tahap sebagaimana telah direncanakan dalam DIP dan PO proyek bersangkutan. Akan teta-pi dalam perkembangan pelaksanaan proyek dapat timbul masa-lah-masalah yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya yang da-pat menghambat kelancaran pelaksanaan proyek baik penyebab yang bersifat administrasi maupun fisik.

Untuk pengamatan dan penilaian apakah pelaksanaan proyek aesuai dengan rencana, kebijaksanaan dan/atau peraturan-per-aturan yang telah ditetapkan, maka diadakan sistem pengenda-lian yang memungkinkan identifikasi hambatan sedini mungkin agar dapat diambil langkah-langkah untuk menghindarinya atau mengatasinya. Sistem ini dikaitkan dengan pelaporan berisi data faktual dan informasi tentang status perkembangan proyek.

Ketentuan-ketentuan yang berlaku secara nasional menge-nai pengendalian proyek-proyek pembangunan yang dibiayai oleh APBN melalui prosedur DUP-DIP sampai dengan tahun 1976/77 adalah sebagaimana diatur dalam surat keputusan bersama Men-teri Keuangan, Menteri EKUIN/Ketua Bappenas tahun 1971, yaitu adanya kewajiban bagi pimpinan proyek untuk menyampaikan la-poran triwulanan kepada beberapa instansi tertentu. Untuk ke-perluan ini telah ditetapkan suatu formulir yang harus diisi oleh pimpinan proyek masing-masing. Yang terpenting dalam la-poran itu ialah dimuatnya realisasi jenis pengeluaran serta

XXII/61

kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dalam triwulan bersang-kutan dengan berpedoman pada perincian kegiatan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam DIP bersangkutan.

Sebagai hasil telaahan Bappenas dan Departemen-departe-men serta unsur-unsur regional, maka telah disempurnakan sis-tem pengendalian proyek-proyek pembangunan sehingga lebih me-menuhi keperluan. Sistem baru yang berlaku mulai tahun ang-garan 1977/78 hingga dewasa ini mengandung penyempurnaan se-bagai berikut: (a) bersifat seragam secara nasional; (b) se-derhana dalam arti relatif mudah pengisiannya dengan bentuk laporan yang terdiri dari 4 halaman; (c) berdasarkan seleksi hanya proyek-proyek yang mempunyai ruang lingkup nasional di-kenakan wajib lapor; (d) lebih bersifat pemecahan masalah dan pelaksanaan tindak lanjut; dan (e) mengikutsertakan Pemerin-tah Daerah, khususnya Bappeda, dalam pelaporan sebagai cek silang.

Sistem pengendalian seperti diuraikan di atas diatur da-lam pasal 77 Keppres No. 29 Tahun 1984 yang mewajibkan pemim-pin proyek untuk menyampaikan laporan triwulan baik mengenai DIP tahun yang bersangkutan maupun mengenai DIP SIAP kepada: (a) Menteri/Ketua Lembaga yang bersangkutan; (b) Menteri Keu-angan; (c) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Bappenas; (d) Menteri/Sekretaris Negara cq. Sesdalop-bang; (e) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk perhatian Bappeda Tingkat I; serta (f) Irjen Departemen/Pimpinan Unit Pengawasan pada Lembaga bersangkutan, selambat-lambatnya 1 bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan. Bentuk laporan triwulan ini yang dikenal sebagai formulir B-1 meru-pakan lampiran III dari Keppres No.29 Tahun 1984 tentang Pe-laksanaan APBN.

Sebagai sarana pengecekan silang maka pada waktu yang sama Bappeda Tingkat I juga menyampaikan laporan triwulan da-ri proyek-proyek terpilih yang ada di wilayahnya kepada Gu-bernur Kepala Daerah Tingkat I bersangkutan, Menteri Keu-angan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas dan Menko EKUIN & WASBANG.

Dalam laporan yang disampaikan oleh Pemimpin Proyek mau-pun oleh Bappeda Tingkat I dimuat perkembangan pelaksanaan proyek dalam pencapaian sasaran fisik kualitatif, kuantitatif dan fungsional proyek, masalah yang dihadapi, tindak lanjut yang diperlukan dan instansi-instansi yang diharapkan dapat membantu penyelesaian.

XXII/62

Di samping sistem pengendalian proyek secara nasional tersebut terdapat pula berbagai kegiatan pelaporan yang di-kembangkan oleh Departemen/Lembaga masing-masing dalam rangka pengendalian program dan proyek yang menjadi tanggungja-wabnya. Kecuali itu Pemimpin Proyek diwajibkan menyampaikan laporan dalam bentuk Surat Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pembangunan (SPJP), demikian pula Bendaharawan Pro-yek menyampaikan Laporan Keadaan Kas Pembangunan (LKKP) kepada KPN selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap bulan. Hal ini termasuk dalam kewajiban sebagaimana ditentukan pada pasal 70 ayat (3) Keppres No. 29 Tahun 1984.

Jalur lain dalam rangka pengendalian proyek-proyek pem-bangunan adalah adanya ketetapan yang mewajibkan Gubernur Ke-pala Daerah Tingkat I untuk mengikuti dan mengawasi perkem-bangan proyek-proyek yang ada di daerahnya, baik berdasarkan laporan dari Pemimpin Proyek dan dari Bappeda Tingkat I mau-pun dengan melakukan penelitian sendiri serta dengan mengada-kan pertemuan berkala dengan para Pemimpin/Bendaharawan Pro-yek dalam wilayahnya dan selanjutnya melaporkannya secara berkala ataupun insidentil kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, Menteri/Ketua Lembaga yang membawahkan proyek bersangkutan, Menteri .Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Ketua Bappenas dan Menko EKUIN & WASBANG.

Kemudian laporan mengenai perkembangan pelaksanaan Ang-garan Pembangunan yang secara berkala disampaikan oleh Menko EKUIN & WASBANG, Menteri Keuangan serta Menteri Negara Peren-canaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas kepada Presiden dan Wakil Presiden merupakan bagian akhir dari keseluruhan sistem pengendalian proyek-proyek pembangunan yang dilaksana-kan berdasarkan Keppres No. 29 Tahun 1984.

Dari kegiatan monitoring proyek-proyek pembangunan ter-sebut, yang pada tahun pertama Repelita IV meliputi 5330 Pro- yek, berhasil ditemu-kenali masalah-masalah di lapangan anta-ra lain masalah kelembagaan dan peraturan-peraturan, masalah pelelangan, masalah koordinasi dalam/antar Departemen/Lemba-ga, masalah tanah, masalah personalia dan masalah-masalah lain. Ini menunjukkan bahwa upaya pengendalian seperti dike-mukakan di atas dapat memberi masukan dan dukungan bagi ada-nya kepastian pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan.

5. Pengawasan Keuangan Negara

Sejak Repelita I terus menerus dilakukan pengawasan se-cara intensif terhadap pengeluaran keuangan negara dan pelak-

XXII/63

sanaan rencana pembangunan. Pada masa Repelita I program pe-ngawasan terutama ditujukan kepada penertiban administrasi keuangan negara. Pada masa Repelita II sistem pengawasan keu-angan negara lebih disempurnakan, khususnya dalam bidang ke-lembagaan dan tata-cara kerja disertai penyesuaian-penyesuai-an administrasi yang diperlukan. Pada masa Repelita III de-ngan makin luas dan kompleksnya pembangunan, Pemerintah telah meningkatkan pengawasan dari pengawasan keuangan negara me-luas ke pengawasan lainnya dalam kegiatan pembangunan yang terutama ditujukan agar (a) pelaksanaan tugas umum pemerin-tahan berlangsung secara tertib, efektif dan efisien, (b) pe-laksanaan pembangunan dilakukan sesuai dengan rencana dan program serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, (c) hasil-hasil pembangunan dapat dinilai untuk pemberian umpan balik bagi penyesuaian kebijaksanaan-kebijaksanaan, dan (d) tidak terjadi pemborosan, kebocoran dan penyimpangan dalam penggunaan tenaga, uang dan perlengkapan milik negara.

Peningkatan pengawasan pertama-tama berarti perluasan daya liput dan daya jangkau pengawasan melalui penyesuaian besar organisasi dan jumlah personil pengawasan, penyempurna-an tata-kerjanya, serta peningkatan keterampilan/keahlian Pa-ra pengawas. Arti kedua dari peningkatan pengawasan ialah menggerakkan pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya. Hal ini berkaitan dengan sistem pengen-dalian manajemen. Arti ketiga ialah peningkatan penggunaan hasil-hasil pengawasan, yang berarti peningkatan pelaksanaan tindak lanjut serta peningkatan pemasyarakatan pengawasan.

Pendayagunaan pengawasan dimulai sejak diterbitkannya Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1968 tentang Penertiban Tata Usaha Keuangan Negara yang disusul pula dengan berbagai kepu-tusan Menteri Keuangan. Sejalan dengan penertiban administra-si keuangan negara tersebut dengan Keppres No. 26 Tahun 1968 telah dibentuk Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN) pada Departemen Keuangan yang bertugas menyelenggara-kan pengawasan umum atas penguasaan dan pengurusan keuangan negara. DJPKN juga diberi tugas untuk melakukan tata usaha dan penyusunan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan neraca kekayaan negara.

Dalam Repelita I Keppres No. 26 Tahun 1968 disempurnakan dengan Keppres No. 70 Tahun 1971 antara lain mempertegas apa-rat pengawasan fungsional dalam tubuh Pemerintah serta pembe-rian landasan bagi terbentuknya Inspektorat Jenderal pada De-partemen. Berdasarkan tatakerja yang ditetapkan dalam Keppres tersebut seluruh Unit pengawasan keuangan negara, baik yang

XXII/64

terdapat pada tiap Departemen/Lembaga maupun DJPKN diwajibkan menyampaikan hasil-hasil pengawasannya kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BAPEKA). Dengan Inppres No. 4 Tahun 1969 telah di-keluarkan pedoman mengenai pengendalian dan pengawasan proyek-proyek, khususnya mengenai hubungan kerja antara aparatur Pe-merintah di Pusat maupun di Daerah dalam melaksanakan pem-bangunan.

Dalam rangka pelaksanaan Repelita II Pemerintah telah menyempurnakan organisasi Inspektorat Jenderal Departemen bersamaan dengan penyempurnaan dan pemantapan organisasi De-partemen, yaitu dengan diterbitkannya Keppres No. 44 dan 45 Tahun 1974. Dalam pada itu diangkat pula Inspektur Jenderal Pembangunan yang diberi tugas untuk menyampaikan informasi kepada Presiden dan Wakil Presiden mengenai pelaksanaan pro-yek-proyek pembangunan. Demikian pula sejak Repelita II Pre-siden telah menugaskan kapada Wakil Presiden untuk menangani masalah-masalah pengawasan. Selanjutnya dalam usaha mening-katkan dayaguna dan hasilguna aparatur Pemerintah maka dengan Inpres No. 9 Tahun 1977 telah dirumuskan petunjuk pelaksanaan penertiban secara menyeluruh dan terus-menerus dalam tubuh aparatur Pemerintah di bawah koordinasi Menteri Negara Pener-tiban Aparatur Negara. Apabila diperlukan, penertiban oleh Departemen/Lembaga dibantu secara operasional oleh KOPKAMTIB.

Untuk menanggapi masalah-masalah pengawasan yang makin luas dalam Repelita III, Pemerintah telah mengambil kebijak-sanaan pembentukan forum koordinasi dan kerjasama pengawasan seluruh aparat pengawasan fungsional di bawah pimpinan Wakil Presiden yang dibantu oleh Menteri Negara Pengawasan Pemba-ngunan dan Lingkungan Hidup. Forum koordinasi dan kerjasama tersebut adalah forum untuk saling tukar-menukar informasi dan pengalaman dalam mendapatkan kesatuan pengertian, kesatu-an pendapat dan kesatuan langkah dalam memecahkan masalah-ma-salah pengawasan, membahas dan mengembangkan sistem dan meto-da pengawasan serta mencegah tumpang tindih dalam pelaksanaan pengawasan. Agar tugas dan fungsi pengawasan di Daerah dapat dilakukan lebih serasi dan lebih terarah maka telah dibentuk Tim Koordinasi Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan dengan Keppres No. 20 Tahun 1981 di masing-masing Propinsi/Daerah Tingkat I.

Dalam Repelita IV dengan adanya Keppres No.31 Tahun 1983 tentang pembentukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Keppres No. 32 Tahun 1983 tentang tugas dan fungsi Menko EKUIN & WASBANG serta Inpres No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman pelaksanaan Pengawasan, maka koordinasi pengawasan

XXII/65

telah dapat dilembagakan menjadi tatakerja yang diawali de-ngan penggarisan kebijaksanaan pengawasan, berturut-turut oleh Wakil Presiden, Menko EKUIN & WASBANG serta Kepala BPKP sesuai dengan hirarkinya. Rapat-rapat koordinasi diseleng-garakan dalam berbagai tingkat, yaitu pada tingkat nasional dipimpin oleh Wakil Presiden, pada tingkat Pemerintah Pusat dipimpin oleh Menko EKUIN & WASBANG dan pada tingkat Daerah dipimpin oleh Kepala Perwakilan BPKP. Pengawasan diusahakan lebih terpadu dan terarah, dan diharapkan membantu realisasi sasaran program-program pembangunan, karena dengan dipusatkan-nya kebijaksanaan pengawasan di tangan Wakil Presiden maka aparat pengawasan fungsional tidak lagi bekerja sendiri-sen-diri, malainkan bekerja atas dasar rencana kerja nasional yang di dalam Inpres No. 15 Tahun 1983 disebut Program Kerja Pengawasan Tahunan.

Sementara itu Tim Koordinasi Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan di Daerah dianggap tidak perlu dipertahankan lagi karena koordinasi pengawasan di daerah sudah ditugaskan kepa-da BPKP.

Agar pengawasan benar-benar mengenai sasarannya maka In-pres No. 15 Tahun 1983 menetapkan agar setiap penerima lapor-an hasil pengawasan melakukan tindak lanjut yang dapat berupa(a) tindakan administratif berupa penerapan hukum disiplin sebagai dimaksud dalam PP No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan peraturan disiplin lainnya, (b) tindakan tuntutan/gugatan perdata seperti tuntutan ganti rugi, tuntutan perbendaharaan, pengenaan denda dan lain-lain, (c) tindakan pengaduan tindak pidana dengan menyerahkan per-kara kepada Kepolisian atau Kejaksaan dalam hal terdapat in-dikasi tindak pidana khusus seperti korupsi dan lain-lain, (d) tindakan penyempurnaan aparatur Pemerintah di bidang ke-lembagaan, ketatalaksanaan dan kepegawaian. Dalam rangka pe-ningkatan dayaguna pengawasan, maka pelaksanaan tindak lanjut pengawasan dikoordinasikan oleh Menko EKUIN & WASBANG dengan dibantu oleh Kepala BPKP, sedang tindak lanjut dari masalah yang mengandung unsur tindak pidana dikonsultasikan oleh BPKP dengan Kepolisian Negara dan Kejaksaan Agung. Peningkatan pe-laksanaan tindak lanjut ini juga mencakup diberikannya wewe-nang kepada Kepala BPKP untuk meminta keterangan kepada Men-teri/Ketua Lembaga bersangkutan tentang tindak lanjut hasil pemeriksaan, baik hasil pemeriksaan oleh BPKP sendiri maupun hasil pengawasan oleh aparat pengawasan fungsional lainnya.

Pada tahun pertama Repelita IV pola pelaksanaan penga-wasan yang terpadu dan serasi telah diwujudkan dengan disu-

XXII/66

TABEL XXII - 12

PERKEMBANGAN PERNYATAAN PENDAPAT AKUNTAN TERHADAPLAPORAN KEUANGAN TAHUNAN B U M N,

TAHUN BUKU 1975 s/d 1984

Tahun Buku Yang DiperiksaNo. Bentuk Pernyataan Pendapat Akuntan

1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984

I. BADAN USANA MILIK NEGARA

1• Menyetujui Tanpa Syarat 103 104 110 113 109 114 118 123 108 17

2. Menyetujui Dengan Syarat 42 47 51 50 68 62 71 58 41 83. Menolak Memberikan Pendapat 16 22 23 27 22 24 17 10 34. Tidak Setuju 2 2 1 - - - - 1 -5. Belum/Tidak Diperiksa Laporan

Keuangan Tahunannya 46 34 27 22 16 17 13 28 70 191

209 209 213 212 215 217 219 220 222 216

II. PERTAMINA DAN CABANG USAHANYA

2 111. Menyetujui Tanpa Syarat

2. Menyetujui Dengan Syarat - - - 2 2 4 8

3. Menolak Memberikan Pendapat - - 1 1 5 1

4. Tidak Setuju

5• Belum/Tidak Diperiksa Laporan 24 24 16 7 27Keuangan Tahunannya

- 27 27 27 27 27

XXII/67

sunnya secara nasional Program Kerja Pengawasan Tahunan dari seluruh aparat pengawasan fungsional Pemerintah Pusat dan Daerah yang berjumlah 363 unit pengawasan. Berdasarkan pro-gram kerja tersebut seluruh aparat pengawasan fungsional me-rencanakan untuk melakukan kegiatan pengawasan sebagai beri-kut:

Satuan Kerja Pusat dan Daerah 45.240 buahProyek Pusat dan Daerah 20.205 buahBadan Usaha Milik Negara dan Daerah 3.165 buah

Jumlah 68.610 buah

Selanjutnya sebagai landasan untuk menciptakan kesatuan bahasa dan norma ataupun standar pengawasan serta dalam rang-ka peningkatan keahlian para pengawas, makin ditingkatkan pe-nyelenggaraan pendidikan dan latihan serta penataran yang di-lakukan secara terkoordinasi. Demikian pula tenaga pengawas yang dewasa ini berjumlah lebih kurang 10.200 orang akan di-tambah untuk memenuhi kebutuhan meningkatnya kegiatan peme-rintahan maupun pembangunan.

Seterusnya dapat dikemukakan bahwa sebagai pelaksanaan wewenang BPKP untuk melaporkan hasil pemeriksaan yang diper-kirakan mengandung unsur tindak pidana korupsi kepada Kejak-saan Agung, maka selama tahun 1984/85 telah diserahkan oleh BPKP 53 kasus. Kasus-kasus yang dapat diangkat oleh BPKP dari hasil pengawasan tersebut sebagian merupakan masukan informa-si yang berasal dari masyarakat.

Mengenai pengawasan atas Badan Usaha Milik Negara dapat dikemukakan bahwa secara terus-menerus telah dilakukan peme-riksaan terhadap pertanggungjawaban keuangan dengan memakai kriteria prinsip-prinsip akuntansi. Hasil pemeriksaan akuntan terhadap laporan keuangan badan-badan usaha tersebut menun-jukkan bahwa pertanggungjawaban keuangan badan-badan usaha tersebut secara umum adalah makin baik. Ini tercermin dari semakin menurunnya jumlah pernyataan akuntan yang tidak setu-ju dan menolak memberikan pendapat, dan dari besarnya jumlah yang menyetujui tanpa syarat mengenai laporan keuangan tahun-an BUMN. Hal-hal yang diuraikan tersebut dapat dilihat pada Tabel XXII-12.

XXII/68